Abstrak
Terdapat hubungan yang konsisten antara aktivitas fisik, kebugaran fisik,
dan kesehatan di hampir semua konteks klinis, termasuk manajemen perioperatif.
Penilaian fisiologis yang diperoleh selama latihan fisik dapat digunakan untuk
menyimpulkan risiko buruk setelah menjalani operasi besar. Secara khusus, data
yang diperoleh dari tes latihan kardiopulmoner perioperatif memiliki peran
penting dalam manajeman perioperatif. Informasi tersebut dapat digunakan untuk
mengetahui berbagai perubahan klinis, termasuk intervensi yang dapat
mengurangi risiko efek samping perioperatif. Khusus untuk pasien yang akan
menjalani operasi kanker besar, terdapat interaksi yang kompleks antara berbagai
pengobatan kanker, termasuk terapi neoadjuvant (kemoterapi dan kemoterapi +
radioterapi), pembedahan, dan kebugaran fisik, dan modulasi hubungan faktor-
faktor tersebut dengan intervensi latihan perioperatif. Tes latihan kardiopulmoner
pre operasi memberikan evaluasi objektif dari kebugaran fisik dan telah
digunakan untuk memberikan profil risiko individual yang digunakan sebagai
panduandalam pengambilan keputusan kolaboratif, menginformasikan proses
persetujuan, karakterisasi dan mengoptimalkan komorbiditas, serta untuk triase
pasien ke perawatan perioperatif. Selain itu, beberapa penelitian mengevaluasi
intervensi latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas latihan pra
operasi, menyimpulkan bahwa latihan dapat meningkatkan kebugaran fisik. Akan
tetapi, sampai saat ini sebagian besar penelitian tersebut mencakup kelayakan dan
studi percontohan dengan ukuran sampel yang kecil sehingga kurang adekuat
untuk mengevaluasi hasil klinis. Penelitian prospektif multisenter lebih lanjut
diperlukan untuk mengkarakterisasi cara paling efektif untuk meningkatkan
kebugaran pasien sebelum operasi dan untuk mengevaluasi dampak dari
perbaikan tersebut pada hasil klinis bedah dan penyakit spesifik (seperti kanker).
1
Hubungan antara aktivitas fisik, kebugaran fisik, dan kesehatan konsisten
di hampir semua konteks klinis. Ulasan ini menjelaskan beberapa yang
berhubungan dengan periode perioperatif: penggunaan pengukuran latihan fisik
untuk menyimpulkan risiko terjadinya hasil klinis yang buruk setelah menjalani
operasi besar; aplikasi berupa informasi dalam praktik klinis; dan peran intervensi
olahraga dalam memodulasi risiko tersebut. Secara khusus, kami berfokus pada
operasi kanker besar dan interaksi yang kompleks antara pengobatan kanker yang
berbeda, termasuk terapi neoadjuvant (kemoterapi dan kemoterapi plus
radioterapi) dan operasi, dan intervensi latihan.
2
lebih lambat dan penurunan fungsi fisik dan mental yang lebih lambat. 9 Selain itu,
aktivitas fisik dihubungkan dengan insidensi rawat inap yang lebih rendah pada
pasien dengan PPOK12 dan gagal jantung,13 sehingga disarankan penatalaksanaan
penyakit yang lebih baik dalam kondisi kronis tersebut. Secara keseluruhan, fisik
yang tidak aktif dihubungkan dengan peningkatan semua penyebab kematian,
sedangkan fisik yang sering beraktivitas dihubungkan dengan perlindungan dari
banyak kondisi medis dan penatalksanaan penyakit yang lebih baik pada mereka
dengan kondisi medis kronis. Pengambilan pada waktu yang bersamaan, data ini
menunjukkan bahwa mengurangi perilaku menetap (yaitu waktu duduk) dan
memperkenalkan aktivitas fisik pada pasien kami, dan kepada publik pada
umumnya, harus menjadi tujuan untuk semua layanan kesehatan profesional.
3
aktivitas fisik, kebugaran, atau kapasitas fungsional yang mengarah ke
peningkatan hasil operasi atau kanker, ataupun keduanya.25 Ada kebutuhan yang
urgen untuk mengatasi kekurangan bukti dalam literatur. Tinjauan sistematis
terbaru oleh Fong dkk25 meringkas data dari 34 uji coba terkontrol yang dilakukan
secara acak, mengevaluasi pengaruh aktivitas fisik pada penderita kanker dewasa
setelah selesai menjalani pengobatan utama (tidak terbatas pada operasi). Ulasan
mereka mencakup studi yang sebagian besar mengevaluasi latihan aerobik sebagai
intervensi, dengan hanya empat studi yang juga mencakup latihan ketahanan.
Meta-analisis tersebut mencakup 48 hasil, termasuk fisiologi, komposisi tubuh,
fungsi fisik, psikologis, dan kualitas hidup. Intervensi latihan berhubungan dengan
peningkatan indeks kebugaran dan fungsi fisik, peningkatan hasil psikologis, dan
peningkatan kualitas hidup (Tabel 1). Studi lain termasuk pada pasien dengan
prostat, ginekologi, kanker kolorektal, lambung, dan paru dilaporkan memiliki
hubungan dengan konsumsi oksigen puncak (VO2peak), puncak tingkat kerja, dan
hasil klinis.25 Penulis menyimpulkan bahwa bukti-bukti tersebut mendukung efek
latihan dan aktivitas fisik terhadap penyakit kanker khususnya pada pasien kanker
payudara dan penelitian kohor dengan uji coba terkontrol secara acak pada kanker
lainnya sangat dibutuhkan.
Sebagai konsekuensi dari bukti tersebut, saat ini direkomendasikan bahwa
aktivitas fisik secara teratur diperkenalkan sebagai bagian dari pengobatan
kanker.26 Telah terbukti bahwa olahraga di tempat, 27 program olahraga di rumah,
28–30
program olahraga berbasis web,31 dan individu, kelompok,15 serta dukungan
sebaya16 dapat meningkatkan aktivitas fisik jangka pendek dan menengah.
Meskipun, hasil jangka panjang dari program olahraga tersebut dapat mengubah
kebiasaan berolahraga (> 6 bulan) masih belum jelas. Sebagai contoh, penelitian
yang dilakukan oleh CanChange menemukan bahwa 6 bulan setelah intervensi
olahraga per 6 bulan, olahraga berkelompok yang melakukan aktivitas yang cukup
kuat lebih dari 30 menit per minggu dibandingkan dengan kontrol (disesuaikan
antar kelompok; 28,5 menit, interval kepercayaan 95%: 3,9-53,1; P¼0.023). Hal
ini menunjukkan bahwa olahraga yang dalam waktu yang lama dapat mengubah
kebiasaan jangka panjang.17 Sebaliknya, intervensi gaya hidup untuk penderita
kanker dewasa yang lebih tua menemukan bahwa perbaikan awal pada tingkat
4
aktivitas berkurang pada bulan ke 12 follow-up (6 bulan pasca intervensi). 18
Sejumlah ulasan terbaru kemudian menyoroti kurangnya data tentang perubahan
kebiasaan aktivitas fisik jangka panjang penderita kanker.15 19–22 Hal ini membuat
Stacey dkk22 menyimpulkan bahwa hingga saat ini hanya terdapat sedikit bukti
untuk memandu peneliti dalam membantu para penderita kanker untuk menjaga
perilaku kesehatan setelah intervensi selesai.
Perbedaan
Perkiraan
minimal
gabungan
Hasil Nilai P klinis
(interval
penting
kepercayaan 95%)
Penanda Fisiologis
Faktor pertumbuhan seperti -12.0 (-23.3 to -0.5) 0.04 NA
insulin (ng/ml)
Insulin (pmol / liter) 0.72 (-12.0 to 13.5) 0.91 NA
Glukosa (mmol / liter) -0.04 (-0.32 to 0.77 NA
0.24)
Penilaian model homeostatik -0.08 (-0.50 to 0.34 0.71 NA
Komposisi tubuh
Persentase lemak tubuh -0.8 (-1.7 to 0.02) 0.06 NA
Lemak tubuh (kg) -1.5 (-3.3 to 0.3) 0.10 NA
BMI (kg/m2) -0.4 (-0.6 to -0.2) <0.01 NA
Lingkar pinggang (cm) -0.7 (-4.2 to 2.8) 0.69 NA
Rasio pinggang: pinggul -0.01 (-0.04 to 0.59 NA
0.02)
Massa ramping (kg) 0.6 (-0.5 to 1.7) 0.26 NA
Berat (kg) -1.1 (-1.6 to -0.6) <0.01 NA
Fungsi fisik
Denyut jantung puncak -0.5 (-9.5 to 8.5) 0.91 NA
(denyut / menit)
Puncak kebutuhan oksigen (ml / 2.2 (1.0–3.4) <0.01 NA
kg / menit)
Output daya puncak (W) 21.0 (13.0–29.1) <0.01 4
6 menit jalan kaki (m) 29 (4–55) 0.03 25
Tekan kepala (kg, satu 6 (4–8) <0.01 NA
maksimum pengulangan)
Tekan kaki (kg, satu maksimum 19 (9–28) <0.01 NA
pengulangan
Pegangan tangan kiri (kg) 4.3 (-1.5 to 10.2) 0.15 6.2
Pegangan tangan kanan (kg) 3.5 (0.3–6.7) 0.03 6.2
Duduk dan raih (cm) 2 (-3 to 8) 0.36 NA
5
Tabel 1. Ringkasan hasil tinjuan sistematis terbaru dari 34 percobaan terkontrol
acak yang menunjukkan aktivitas fisik penderita kanker dewasa setelah
menyelesaikan pengobatan utama terkait dengan kanker (tidak terbatas pada
operasi) 25 NA, not applicable
6
yang mencerminkan meningkatnya
resiko kematian. Ini terkait dengan
morbiditas dan mortalitas pasca
operasi pada beberapa tetapi tidak
semua kasus yang dipublikasikan.
7
merugikan. Literatur ini memiliki beberapa keterbatasan, meskipun sebagian besar
studi pengujian olahraga kardiopulmoner pra operasi bersifat retrospektif, single
site, dan unblind. Studi single center rentan terhadap risiko bias yang lebih besar
dan karakteristik dari populasi lokal dan manajeman perawatan, menimbulkan
ketidakpastian, apakah temuan tersebut berlaku untuk populasi lain. Selain itu,
dalam penelitian dengan metode unblind, manajemen medis pasien mungkin telah
berubah berdasarkan pada hasil CPET. Hal tersebut menyebabkan hubungan
antara data CPET dan hasil yang diperoleh menjadi membingungkan. 52
Belum lama ini, Measurment of Exercise Tolerance before Surgery
Exercise Tolerance before Surgery (METS) mencoba untuk mengatasi
keterbatasan tersebut dan menyediakan data baru tentang hubungan antara
kebugaran kardiorespiratif pra operasi dengan hasil pasca operasi.53 Studi
prospektif dengan blind ditetapkan untuk merekrut 1.700 pasien yang menjalani
CPET pra operasi dan mengikuti mereka hingga 1 tahun pasca operasi. Data
tersebut harus memberikan kontribusi penting bagi literatur ketika diterbitkan.53
Bukti dasar yang mendukung penggunaan tes olahraga cardiopulmonary
pra operasi untuk mengidentifikasi pasien berisiko tinggi terus berlanjut, tetapi
variabel prediktif optimal masih tetap controversial.38 40 44 50 54 55
Berbagai studi
kohort telah menggunakan variabel yang berbeda dengan ambang yang berbeda
untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi. AT merupakan variabel yang
paling konsisten untuk memprediksi hasil, dengan ambang batas AT <11 ml kg -1
mnt-1 mengidentifikasi kelompok pasien berisiko tinggi pada penelitian kohort, 41
43-46
meskipun ambang batas bawah telah dilaporkan dalam penelitian yang lebih
baru pada pasien transplantasi hati (<9ml kg-1 mnt-1) 48 dan pasien reseksi pankreas
(<9.9ml kg-1 menit-1).56 Puncak VO2 juga telah terbukti memprediksi hasil klinis,
dengan ambang batas <15 ml kg-1 menit-1 mengidentifikasi kelompok berisiko
tinggi dalam sebagian besar penelitian.45 49 57 58
Meskipun, puncak VO2 belum
dilaporkan di semua penelitian karena kekhawatiran awal tentang keamanan tes
latihan maksimal sebab pada penelitian sebelumnya yang banyak digunakan
adalah tes latihan submaksimal. Dalam tes submaksimal tersebut, pasien
dihentikan di atas ambang batas anaerob tetapi sebelum mencapai puncak VO 2.38
59
VE/VCO2 dapat memprediksi hasil klinis yang buruk pada beberapa pasien
8
dalam kohor perioperatif, 51 59 berbeda dengan yang lain, 60 dengan ambang batas
bervariasi mulai dari 3459 hingga 42,57 Variabilitas tersebut dalam memprediksi
ambang batas VE/VCO2 perlu digali lebih lanjut. Perbedaan dalam ambang batas
yang dilaporkan dalam kohort yang berbeda dapat mencerminkan perbedaan
kelompok bedah, perbedaan dalam manajemen perioperatif, atau akses
differensial sumber daya perawatan dalam keadaan kritis.
Pasien yang dirujuk untuk melakukan CPET tetapi tidak dapat
menyelesaikannya juga beresiko tinggi memiliki hasil klinis yang buruk.41 61
Kasus tersebut dilaporkan pada pasien torakotomi dan pasien yang menjalani
reseksi kolorektal. Pada kohort kolorektal, pasien yang tidak dapat melakukan
CPET atau gagal menunjukkan AT secara signifikan membutuhkan waktu
perawatan yang lebih lama dan peningkatan mortalitas 2 tahun bila dibandingkan
dengan pasien yang menyelesaikan tes.41 Alasan ketidakmampuan untuk
melakukan CPET mencakup dua hal, yaitu fisik (mis. kurangnya mobilitas karena
penggunaan kursi roda) dan penuruan kognitif (mis. tidak dapat mematuhi
instruksi tes).61 Dengan demikian, kegagalan untuk menyelesaikan tes
memberikan informasi yang bermanfaat tentang risiko bahkan ketika tindakan
kebugaran obyektif tidak dapat dicapai.
9
perioperatif pasien (yaitu perawatan yang diberikan konsultan), menunda operasi,
mengoptimalkan komorbiditas, menurunkan level operasi (mis., melakukan
kolostomi bukan reseksi kolorektal), dan pemantauan intraoperatif yang lebih
invasif.62 63
Potensi variabel CPET untuk memandu intervensi pra rehabilitasi
semakin ditingkatkan, dan olahraga pra rehabilitasi sedang diperkenalkan di
beberapa pusat pelayanan. Manajemen perioperatif pasien yang diidentifikasi
memiliki resiko tinggi oleh CPET saat ini tidak distandarisasi di Inggris. 62 63 Studi
lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi efek memodifikasi perawatan pasien
berisiko tinggi berdasarkan derivat data CPET.
10
Penyakit kardiopulmoner yang tidak terdiagnosis / komorbiditas optimal
CPET pra operasi menilai kapasitas fungsional pasien dan kebugaran
aerobik dengan tes spirometri saat istirahat dan tes latihan inkremental standar.
Spirometri juga dapat mengidentifikasi apakah pasien menderita penyakit paru
obstruktif atau restriktif yang tidak terkontrol, dan tes latihan tersebut dapat
mengevaluasi batas kapasitas latihan pasien. Sama halnya dengan adanya
kapasitas latihan yang abnormal, CPET dapat mengidentifikasi faktor limit
dominan seperti keterbatasan jantung, pernapasan, atau muskuloskeletal.66 Data
tersebut kemudian dapat digunakan untuk menilai apakah seorang pasien
memerlukan optimisasi sebelum operasi melalui saran spesialis atau rujukan
untuk mengoptimalisasi komorbiditas yang tidak terkontrol, seperti gagal jantung
atau PPOK. Studi kohort terbaru melaporkan bahwa pola komplikasi yang
berbeda mungkin diamati berhubungan dengan kelainan pada CPET dengan
variabel yang berbeda. Secara khusus, peningkatan VE / VCO 2 dihubungkan
dengan komplikasi pernapasan post operasi.42 Data tersebut dapat digunakan
untuk melakukan intervensi pra rehabilitasi sebelum operasi untuk pasien yang
berisiko tinggi mengalami komplikasi spesifik. Ulasan terbaru dari Cochrane
menyimpulkan bahwa latihan otot-otot inspirasi pra operasi mengurangi
terjadinya komplikasi paru pasca operasi pada pasien bedah jantung dan
abdomen.67 Sangat menarik untuk memprediksi apakah CPET mungkin digunakan
untuk mengidentifikasi pasien berisiko tinggi khususnya terjadinya komplikasi
pernapasan dan dapat mengambil manfaat dari latihan otot inspirasi pra operasi.
Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengevaluasi manfaat (jika ada) CPET pra
operasi terhadap manajemen komorbiditas pasca bedah umum dan bedah organ
spesifik.
11
spasialis anestesi, spesialis onkologi, dan spesialis geriatrik dituntut untuk
berkontribusi melakukan kolaborasi dalam membuat keputusan. Pasien harus ikut
terlibat dalam proses pengambilan keputusan tersebut.68 Data CPET dapat
berkontribusi pada proses ini dengan menyediakan evaluasi komorbiditas
individual dan risiko perioperatif dan gagasan 'layak untuk operasi' mudah
dipahami oleh pasien. Pendekatan tersebut relatif belum teruji secara klinis dan
perlu penelitian yang lebih formal.
Prehabilitasi
Prehabilitasi merupakan intervensi untuk meningkatkan kapasitas
fungsional dalam mengantisipasi stresor fisiologis yang mungkin terjadi. 69 Pada
tahap perioperatif, 'stresor' tersebut merupakan tantangan fisiologis pada tindakan
bedah dan anestesi. Latihan pra operasi terbukti meningkatkan AT70 71 dan puncak
VO2,69 71
kedua variabel CPET tersebut berhubungan dengan hasil klinis pasca
operasi.31 41-46
Terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa selain
meningkatakan kebugaran, latihan pra operasi dapat meningkatkanhasil klinis post
operasi pada pasien yang menjalani operasi besar yang elektif. 72-74 Latihan
sebelum operasi terbukti efektif mengurangi terjadinya komplikasi pasca
operasi,72 dan mengurangi lama perawatandi rumah sakit setelah bedah jantung
elektif dan bedah vaskuler.72 75
Barakat dkk72 menunjukkan penurunan yang
signifikan terjadinya komplikasi post operasi dan lama perawatan di rumah sakit
pada pasien dengan operasi aneurisma aorta abdomen secara acak dengan
intervensi latihan pra operasi selama 6 minggu. Arthur dkk75 menunjukkan lama
perawatan di rumah sakit yang begrkurang 1 hari setelah operasi cangkok bypass
koroner pada pasien yang berpartisipasi dalam intervensi latihan dengan intensitas
sedang sebelum operasi selama > 10 minggu. Tinjauan sistematis terbaru dan
meta analisis dari literatur tentang latihan olahraga pra operasi pada pasien
penderita kanker paru mengidentifikasi empat penelitian dengan intervensi latihan
pra operasi dan melaporkan penurunan yang signifikan dalam hal lama perawatan
dan komplikasi pasca operasi dengan latihan pra operasi. 74 Selain itu, latihan pra
operasi meningkatakan kualitas hidup dan mengurangi dispnoea.74 Akan tetapi,
intervensi tersebut sebagian besar tidak terstruktur, dengan fokus pada olahraga
12
berjalan.76 Dengan demikian, intervensi yang lebih terstruktur dapat
memperkenalkan untuk manfaat pasca operasi yang lebih besar. Dari catatan,
kejadian efek samping selama latihan olahraga sebelum operasi sangat rendah.77 78
Sebagain besar penelitian tentang latihan olahraga pra operasi
menggunakan intervensi latihan dengan intensitas sedang.70 75 79 Intensitas latihan
berkisar antara 40 hingga 85% detak jantung,80-82 50-60% penyerapan oksigen
maksimal,79 40-70% kapasitas fungsional,75 atau berfokus pada kemampuan
pasien yaitu pada 12-14 pada skala Borg.70 83 Akan tetapi, latihan dengan interval
intensitas tinggi (high-intnsity interval training/HIIT) terbukti memberikan
manfaat kardiorespirasi yang lebih dalam periode waktu yang lebih singkat
dibandingkan dengan latihan intensitas sedang pada populasi klinis non-bedah.84
HIIT merupakan latihan yang mencakup olahraga dengan intensitas tinggi (mis.
persentase tinggi denyut jantung maksimal, persentase AT, VO 2 puncak, atau
kapasitas ekspirasi puncak)85–89 untuk waktu yang singkat (mis. 30 detik hingga 4
menit).85–89 Weston dkk84 melakukan meta analisis dari 10 penelitian yang
melaporkan perubahan kardiorespirasi dengan intervensi HIIT (mis. > 80%
90–92
denyut jantung) dibandingkan dengan latihan intensitas sedang. Mereka
mengidentifikasi peningkatan yang lebih besar yaitu sebesar 3,03ml kg-1 menit-1
pada volume puncak O2 pada pasien dengan HIIT dibandingkan dengan pasien
yang menjalani latihan intensitas sedang. Sangat menarik untuk berspekulasi
bahwa HIIT pra operasi dapat meningkatkan kardiorespirasi yang lebih besar
selama preoperatif yang terbatas, yang dapat memberikan manfaat pasca operasi
yang lebih baik. Beberapa penelitian pra-rehabilitasi yang baru dan akan datang
memilih intervensi dengan latihan olahraga intensitas tinggi.93-95 Dunne dkk95
menunjuukkan bahwa hanya 4 minggu sebelum operasi HIIT secara signifikan
meningkatkan kapasitas kardiorespirasi: AT dan volume puncak O2 masing-
masing mengalami peningkatan sebeesar 1,5 dan 2,0ml kg-1 menit-1, pada pasien
reseksi hati, tetapi tidak ada ukuran hasil klinis yang dilaporkan dalam penelitian
tersebut. HIIT pra operasi menyebabkan peningkatan yang signifikan pada VO 2
puncak setelah sekitar delapan sesi latihan pada pasien yang menjalani
pembedahan toraks.96 Selama periode pra operasi, VO2 puncak meningkat sebesar
1,2ml kg-1 menit-1 dalam kelompok intervensi tetapi menurun 1,3 ml kg-1 menit-1
13
pada kelompok perawatan biasa. Setiap sesi HIIT terdiri dari dua kali 10 menit.
Latihan HIIT, mencakup sprint 15 detik kekuatan puncak ekspirasi yang diikuti
istrahat selama 15 detik (1: 1). Pada pasien yang menunggu operasi kanker paru-
paru, HIIT pre operasi menyebabkan insiden yang lebih rendah terjadinya
komplikasi pernapasan post operasi jika dibandingkan dengan pasien yang hanya
menjalani perawatan biasa.94 Meskipun, hal ini tidak dihubungkan ke dalam
perbedaan antar kelompok dalam kelangsungan hidup selama 1 tahun.94 Penelitian
ini memberikan bukti tentang peran HIIT pra operasi dalam meningkatkan hasil
klinis post operasi. Penelitian HIIT pra operasi mulai muncul dan memberikan
bukti pada manfaat kardiorespirasi. Meskipun, penelitian lanjutan tentang HIIT
pra operasi masih diperlukan.
Pertimbangan penting dalam hubungan antara latihan olahraga pra operasi
adalah variabilitas kepatuhan dan respon fisiologis terhadap intervensi. Intervensi
yang berbasis masyarakat69 cenderung memiliki tingkat kepatuhan yang jauh lebih
dibandingkan intervensi berbasis rumah sakit.97 Lebih jauh, bahkan ketika pasien
memiliki kepatuhan tinggi, variabilitas dalam hal respon fisiologi perlu
perhatian,97 dan investigasi lebih lanjut tentang penentu respons terhadap
intervensi latihan penting untuk penelitian selanjutnya.
Terapi Neoadjuvan
Kemoterapi Neoadjuvant (NAC) dan kemoradioterapi (NACRT) untuk
menecilkan ukuran tumor sebelum operasi menjadi standar perawatan untuk
beberapa kanker stadium lanjut secara lokal. Akan tetapi, NAC dan NACRT juga
98 99
dihubungkan dengan penurunan aktivitas fisik dan kebugaran, cachexia
/sarkopenia,78 100 mengurangi kualitas hidup, dan menyebabkan kualitas tidur yang
buruk,101 juga terhadap toksisitas spesifik102 dan berbagai efek samping lainnya.103
Data dari program Fit-4-Surgery telah menunjukkan bahwa NAC (pada pasien
kanker esofagogastrik) dan NACRT (pada pasien kanker rektum) memiliki efek
buruk terhadap kebugaran fisik, dengan sehingga menyebabkan hasil klinis yang
buruk setelah operasi (Gbr. 1).98 99 Interaksi antara intervensi tersebut cenderung
mengubah persamaan risiko-manfaat untuk setiap modalitas pengobatan pada
setiap pasien. Pada pasien dengan kebugaran yang buruk pada saat diagnosis,
14
manfaat dari kemoterapi neoadjuvant mungkin lebih besar dengan risiko
perioperatif tambahan yang timbul sebagai hubungan kebugaran fisik yang kurang
yang dapat disebbakan terapi tersebut. Tim multidisiplin akan semakin dibutuhkan
untuk membantu menimbang bahaya dan manfaat dari berbagai pilihan
pengobatan untuk masing-masing pasien.
15
Pada pasien yang menjalani operasi kanker rektum, program pelatihan
latihan responsif terstruktur (Structured Responsive Exercise Training
Progrmam /SRETP) di rumah sakit setelah menjalani kemoradioterapi
neoadjuvant mengalami peningkatan AT sebesar 2,1 ml kg-1 menit-1 pada
kelompok intervensi (Gbr. 1).97 HIIT tersebut merupakan program latihan selama
2-3 menit bergantian antara latihan sedang (50% dari ambang anaerob) dan
intensitas tinggi (50% dari interval antara ambang anaerob dan volume puncak
97
O2) interval dilakukan tiga kali per mingguselama 30 menit. Selain
meningkatkan kebugaran, SRETP juga meningkatkan kesehatan terkait dengan
16
kilogram per menit; B) pada awal (pra-NACRT), minggu 0 (pasca-NACRT), dan
minggu 6 untuk latihan (garis putus-putus) dan kelompok kontrol (garis
kontinu).103
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, kapasitas olahraga dan aktivitas fisik berhubungan
dengan manfaat kesehatan yang substansial baik secara umum maupun khusus
dalam konteks perioperatif. Preoperatif CPET merupakan sarana obyektif untuk
mengevaluasi kebugaran dan dapat digunakan untuk menyediakan stratifikasi
risiko individual, yang dapat digunakan sebagai panduan dalam pengambilan
keputusan secara kolaboratif, menginformasikan proses persetujuan,
mengkarakterisasikan dan mengoptimalkan komorbiditas, dan digunakan dalam
proses triase pasien saat perawatan perioperatif. Penelitian mengevaluasi
intervensi latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas latihan pra
operasi, menyimpulkan bahwa latihan dapat meningkatkan kebugaran fisik. Akan
tetapi, sampai saat ini sebagian besar penelitian tersebut mencakup kelayakan dan
studi percontohan dengan ukuran sampel yang kecil dan sebagai konsekuensinya
kurang adekuat untuk mengevaluasi hasil klinis. Penelitian prospektif multisenter
lebih lanjut diperlukan untuk mengkarakterisasi cara paling efektif untuk
meningkatkan kebugaran pasien sebelum operasi dan untuk mengevaluasi dampak
dari perbaikan tersebut pada hasil klinis bedah dan penyakit spesifik (seperti
kanker).
17