Anda di halaman 1dari 17

Layak Untuk Operasi?

Perspektif Tentang Pengujian dan


Latihan Praoperasi

Abstrak
Terdapat hubungan yang konsisten antara aktivitas fisik, kebugaran fisik,
dan kesehatan di hampir semua konteks klinis, termasuk manajemen perioperatif.
Penilaian fisiologis yang diperoleh selama latihan fisik dapat digunakan untuk
menyimpulkan risiko buruk setelah menjalani operasi besar. Secara khusus, data
yang diperoleh dari tes latihan kardiopulmoner perioperatif memiliki peran
penting dalam manajeman perioperatif. Informasi tersebut dapat digunakan untuk
mengetahui berbagai perubahan klinis, termasuk intervensi yang dapat
mengurangi risiko efek samping perioperatif. Khusus untuk pasien yang akan
menjalani operasi kanker besar, terdapat interaksi yang kompleks antara berbagai
pengobatan kanker, termasuk terapi neoadjuvant (kemoterapi dan kemoterapi +
radioterapi), pembedahan, dan kebugaran fisik, dan modulasi hubungan faktor-
faktor tersebut dengan intervensi latihan perioperatif. Tes latihan kardiopulmoner
pre operasi memberikan evaluasi objektif dari kebugaran fisik dan telah
digunakan untuk memberikan profil risiko individual yang digunakan sebagai
panduandalam pengambilan keputusan kolaboratif, menginformasikan proses
persetujuan, karakterisasi dan mengoptimalkan komorbiditas, serta untuk triase
pasien ke perawatan perioperatif. Selain itu, beberapa penelitian mengevaluasi
intervensi latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas latihan pra
operasi, menyimpulkan bahwa latihan dapat meningkatkan kebugaran fisik. Akan
tetapi, sampai saat ini sebagian besar penelitian tersebut mencakup kelayakan dan
studi percontohan dengan ukuran sampel yang kecil sehingga kurang adekuat
untuk mengevaluasi hasil klinis. Penelitian prospektif multisenter lebih lanjut
diperlukan untuk mengkarakterisasi cara paling efektif untuk meningkatkan
kebugaran pasien sebelum operasi dan untuk mengevaluasi dampak dari
perbaikan tersebut pada hasil klinis bedah dan penyakit spesifik (seperti kanker).

1
Hubungan antara aktivitas fisik, kebugaran fisik, dan kesehatan konsisten
di hampir semua konteks klinis. Ulasan ini menjelaskan beberapa yang
berhubungan dengan periode perioperatif: penggunaan pengukuran latihan fisik
untuk menyimpulkan risiko terjadinya hasil klinis yang buruk setelah menjalani
operasi besar; aplikasi berupa informasi dalam praktik klinis; dan peran intervensi
olahraga dalam memodulasi risiko tersebut. Secara khusus, kami berfokus pada
operasi kanker besar dan interaksi yang kompleks antara pengobatan kanker yang
berbeda, termasuk terapi neoadjuvant (kemoterapi dan kemoterapi plus
radioterapi) dan operasi, dan intervensi latihan.

Kebugaran fisik, aktivitas, dan kesehatan


Pedoman World Health Organization tahun 2010 tentang aktivitas fisik
menyatakan bahwa orang dewasa harus berolahraga selama ≥150 menit setiap
minggu, atau sebagai alternatif selama 75 menit per minggu jika olahraga
dilakukan pada intensitas yang lebih tinggi. 1 Banyak orang tidak mencapai terget,2
yaitu hanya 67% pria dan 55% wanita memenuhi kriteria ini di Inggris pada tahun
2011.2 Selain itu, terdapat penurunan dalam aktivitas seiring dengan
bertambahnya usia, dengan 84% laki-laki muda (18-24 tahun) memenuhi target
ini dibandingkan dengan 36% orang yang berusia >75 tahun. Rekomendasi dalam
pedoman ini sebagian besar berdasarkan pada studi observasional yang
menyatakan terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan semua penyebab
kematian.3 Ulasan secara sistematis dan meta-analisis dari 1.005.791 pasien,
Ekelund dan rekannya3 melaporkan bahwa orang yang menghabiskan waktu >8
jam per hari untuk duduk dan berolahraga <2,5 metabolik ekuivalen (METS) jam
per minggu memiliki risiko peningkatan kematian sebesar 59% jika dibandingkan
dengan mereka yang duduk selama <4 jam per hari dan latihan >35,5 MET jam
per minggu. Aktivitas fisik dihubungan dengan kejadian yang lebih rendah
terjadinya beberapa penyakit kronis termasuk penyakit kardiovaskular,4 kanker
kolorektal,5 kanker payudara,5 diabetes mellitus tipe 2,6 serta cerebrovaskular7 dan
tromboemboli vena.7 Pada beberapa penyakit kronis, seperti penyakit paru
obsruktif kronik (PPOK),8 penyakit Alzheimer,9 kanker prostat,10 dan kanker
kolorektal,11 aktivitas fisik berhubungan dengan perkembangan penyakit yang

2
lebih lambat dan penurunan fungsi fisik dan mental yang lebih lambat. 9 Selain itu,
aktivitas fisik dihubungkan dengan insidensi rawat inap yang lebih rendah pada
pasien dengan PPOK12 dan gagal jantung,13 sehingga disarankan penatalaksanaan
penyakit yang lebih baik dalam kondisi kronis tersebut. Secara keseluruhan, fisik
yang tidak aktif dihubungkan dengan peningkatan semua penyebab kematian,
sedangkan fisik yang sering beraktivitas dihubungkan dengan perlindungan dari
banyak kondisi medis dan penatalksanaan penyakit yang lebih baik pada mereka
dengan kondisi medis kronis. Pengambilan pada waktu yang bersamaan, data ini
menunjukkan bahwa mengurangi perilaku menetap (yaitu waktu duduk) dan
memperkenalkan aktivitas fisik pada pasien kami, dan kepada publik pada
umumnya, harus menjadi tujuan untuk semua layanan kesehatan profesional.

Kebugaran fisik, aktivitas, dan kanker


Diperkirakan sebanyak 2,5 juta orang selamat dari kanker di Inggris, dan
jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi >4 juta setelah 25 tahun. 14
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa aktivitas fisik, kebiasaan duduk dalam
waktu yang lama, dan kebugaran fisik merupakan faktor yang berbeda tetapi
saling terkait yang mempengaruhi risiko kanker, perkembangan penyakit dan
kekambuhan tumor.15-17 Data observasional menunjukkan bahwa aktivitas fisik
dapat mengurangi kekambuhan kanker dan kematian akibat kanker dan penyebab
lain,18-20 serta akibatnya, sehingga direkomendasikan bahwa aktivitas fisik harus
diperkenalkan sebagai bagian dari pengobatan kanker.21,22
Tinjauan sistematis pada tahun 2005 dan meta-analisis yang dilakukan 1
tahun kemudian memberikan bukti yang mendukung peran aktivitas fisik dalam
pengobatan kanker.23 Data ini menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas fisik
dapat diterima oleh lebih dari tiga perempat pasien dan ketika aktivitas fisik
dilakukan secara bersamaan dengan perawatan kanker, maka terdapat peningkatan
hasil klinis dari kanker.24 Beberapa uji coba terkontrol secara acak melaporkan
bahwa peningkatan aktivitas fisik dapat meningkatan kebugaran fisik dan
meningkatkan kualitas hidup (QoL) setelah pengobatan kanker.25 Sampai saat ini,
terdapat sembilan meta-analisis yang meringkas data tersebut, tetapi tidak
didukung oleh uji coba terkontrol secara acak yang menunjukkan peningkatan

3
aktivitas fisik, kebugaran, atau kapasitas fungsional yang mengarah ke
peningkatan hasil operasi atau kanker, ataupun keduanya.25 Ada kebutuhan yang
urgen untuk mengatasi kekurangan bukti dalam literatur. Tinjauan sistematis
terbaru oleh Fong dkk25 meringkas data dari 34 uji coba terkontrol yang dilakukan
secara acak, mengevaluasi pengaruh aktivitas fisik pada penderita kanker dewasa
setelah selesai menjalani pengobatan utama (tidak terbatas pada operasi). Ulasan
mereka mencakup studi yang sebagian besar mengevaluasi latihan aerobik sebagai
intervensi, dengan hanya empat studi yang juga mencakup latihan ketahanan.
Meta-analisis tersebut mencakup 48 hasil, termasuk fisiologi, komposisi tubuh,
fungsi fisik, psikologis, dan kualitas hidup. Intervensi latihan berhubungan dengan
peningkatan indeks kebugaran dan fungsi fisik, peningkatan hasil psikologis, dan
peningkatan kualitas hidup (Tabel 1). Studi lain termasuk pada pasien dengan
prostat, ginekologi, kanker kolorektal, lambung, dan paru dilaporkan memiliki
hubungan dengan konsumsi oksigen puncak (VO2peak), puncak tingkat kerja, dan
hasil klinis.25 Penulis menyimpulkan bahwa bukti-bukti tersebut mendukung efek
latihan dan aktivitas fisik terhadap penyakit kanker khususnya pada pasien kanker
payudara dan penelitian kohor dengan uji coba terkontrol secara acak pada kanker
lainnya sangat dibutuhkan.
Sebagai konsekuensi dari bukti tersebut, saat ini direkomendasikan bahwa
aktivitas fisik secara teratur diperkenalkan sebagai bagian dari pengobatan
kanker.26 Telah terbukti bahwa olahraga di tempat, 27 program olahraga di rumah,
28–30
program olahraga berbasis web,31 dan individu, kelompok,15 serta dukungan
sebaya16 dapat meningkatkan aktivitas fisik jangka pendek dan menengah.
Meskipun, hasil jangka panjang dari program olahraga tersebut dapat mengubah
kebiasaan berolahraga (> 6 bulan) masih belum jelas. Sebagai contoh, penelitian
yang dilakukan oleh CanChange menemukan bahwa 6 bulan setelah intervensi
olahraga per 6 bulan, olahraga berkelompok yang melakukan aktivitas yang cukup
kuat lebih dari 30 menit per minggu dibandingkan dengan kontrol (disesuaikan
antar kelompok; 28,5 menit, interval kepercayaan 95%: 3,9-53,1; P¼0.023). Hal
ini menunjukkan bahwa olahraga yang dalam waktu yang lama dapat mengubah
kebiasaan jangka panjang.17 Sebaliknya, intervensi gaya hidup untuk penderita
kanker dewasa yang lebih tua menemukan bahwa perbaikan awal pada tingkat

4
aktivitas berkurang pada bulan ke 12 follow-up (6 bulan pasca intervensi). 18
Sejumlah ulasan terbaru kemudian menyoroti kurangnya data tentang perubahan
kebiasaan aktivitas fisik jangka panjang penderita kanker.15 19–22 Hal ini membuat
Stacey dkk22 menyimpulkan bahwa hingga saat ini hanya terdapat sedikit bukti
untuk memandu peneliti dalam membantu para penderita kanker untuk menjaga
perilaku kesehatan setelah intervensi selesai.
Perbedaan
Perkiraan
minimal
gabungan
Hasil Nilai P klinis
(interval
penting
kepercayaan 95%)
Penanda Fisiologis
Faktor pertumbuhan seperti -12.0 (-23.3 to -0.5) 0.04 NA
insulin (ng/ml)
Insulin (pmol / liter) 0.72 (-12.0 to 13.5) 0.91 NA
Glukosa (mmol / liter) -0.04 (-0.32 to 0.77 NA
0.24)
Penilaian model homeostatik -0.08 (-0.50 to 0.34 0.71 NA
Komposisi tubuh
Persentase lemak tubuh -0.8 (-1.7 to 0.02) 0.06 NA
Lemak tubuh (kg) -1.5 (-3.3 to 0.3) 0.10 NA
BMI (kg/m2) -0.4 (-0.6 to -0.2) <0.01 NA
Lingkar pinggang (cm) -0.7 (-4.2 to 2.8) 0.69 NA
Rasio pinggang: pinggul -0.01 (-0.04 to 0.59 NA
0.02)
Massa ramping (kg) 0.6 (-0.5 to 1.7) 0.26 NA
Berat (kg) -1.1 (-1.6 to -0.6) <0.01 NA
Fungsi fisik
Denyut jantung puncak -0.5 (-9.5 to 8.5) 0.91 NA
(denyut / menit)
Puncak kebutuhan oksigen (ml / 2.2 (1.0–3.4) <0.01 NA
kg / menit)
Output daya puncak (W) 21.0 (13.0–29.1) <0.01 4
6 menit jalan kaki (m) 29 (4–55) 0.03 25
Tekan kepala (kg, satu 6 (4–8) <0.01 NA
maksimum pengulangan)
Tekan kaki (kg, satu maksimum 19 (9–28) <0.01 NA
pengulangan
Pegangan tangan kiri (kg) 4.3 (-1.5 to 10.2) 0.15 6.2
Pegangan tangan kanan (kg) 3.5 (0.3–6.7) 0.03 6.2
Duduk dan raih (cm) 2 (-3 to 8) 0.36 NA

5
Tabel 1. Ringkasan hasil tinjuan sistematis terbaru dari 34 percobaan terkontrol
acak yang menunjukkan aktivitas fisik penderita kanker dewasa setelah
menyelesaikan pengobatan utama terkait dengan kanker (tidak terbatas pada
operasi) 25 NA, not applicable

Tes Olahraga Kardiopulmoner


Tes olahraga kardiopulmoner (CPET) merupakan tes yang dinamis dan
integratif yang menilai kapasitas kardiorespirasi dengan mengukur pertukaran gas
paru-paru dengan cara merekam dan menganalisis breath-by-breath expired gas
data. CPET mengevaluasi fungsi integrasi dari fungsi jantung, peredaran darah,
pernapasan, dan sistem metabolisme otot dalam keadaan stres fisiologis.32-34
Selain itu, CPET dapat mengidentifikasi penyebab intoleransi latihan.33 35

Olahraga selama periode perioperatif biasanya berupa peningkatan bertahap dari


tingkat kerja menjadi aktivitas volitional maksimal yag dilakukan pada siklus
ergometer, meskipun dimungkinkan untuk menggunakan bentuk-bentuk latihan
alternatif, termasuk treadmill atau ergometer putaran tangan.36 37 Di antara daftar
panjang variabel turunan CPET, berikut ini merupakan variabel yang paling
umum digunakan dalam praktik perioperatif: ambang anaerob (AT), volume
puncak O2, dan ventilatory equivalent untuk CO2 (VE/VCO2); Lihat Tabel 2
untuk definisi variabel-variabel tersebut.
Variabel Definisi Interpretasi
Anaerob Penyerapan oksigen pada Indeks kapasitas latihan
atau laktat mulai meningkat dan submaksimal atau berkelanjutan.
ambang asidosis metabolik terjadi. Terkait dengan morbiditas dan
batas Ini diidentifikasi oleh mortalitas pasca operasi di sebagian
laktat (AT perubahan terkait dalam besar kasus yang diterbitkan
/ LT) pertukaran gas.

Puncak Nilai penyerapan oksigen Indeks kapasitas latihan aerobik


Vo2 tertinggi dicapai selama tes maksimal. Terkait dengan
olahraga. morbiditas dan mortalitas pasca
operasi pada sebagian besar kasus
yang dipublikasikan.
V1 / Vco2 Setara dengan ventilasi Indeks efisiensi pertukaran gas yang
untuk CO2 adalah rasio mencerminkan pencocokan
ventilasi menit ke produksi ventilasi-perfusi. Jika dinaikkan,
CO2 paru. efisiensi pertukaran gas berkurang

6
yang mencerminkan meningkatnya
resiko kematian. Ini terkait dengan
morbiditas dan mortalitas pasca
operasi pada beberapa tetapi tidak
semua kasus yang dipublikasikan.

Tabel 2. Variabel tes latihan kardiopulmoner dengan utilitas prediktif penting


dalam kohort kasus perioperatif yang telah diterbitkan

Tes olahraga kardiopulmoner pra operasi dan hasil setelah operasi


Pada tahun 1993, Older dkk38 menerbitkan makalah pertama yang
memiliki pengaruh besar terhadap menajemen perioperatif, khususnya di negara
Inggris. Dalam sebuah kohort dari 184 pasien lansia yang menjalani operasi besar
elektif, mereka melaporkan hubungan antara AT pra operasi dan hasil pasca
-1
operasi. Pasien dengan AT <11 ml kg mnt-1 memiliki tingkat mortalitas 'non-
bedah' yang lebih tinggi dibandingkan pasien dengan AT 11 ml kg -1 min-1,
terutama jika AT yang rendah ditambah dengan bukti EKG iskemia di awal
olahraga. Sejak studi tersebut, sejumlah studi observasional menunjukkan
hubungan antara kapasitas olahraga pra operasi yang rendah dan hasil pasca
operasi (morbiditas dan mortalitas).39 40
Terdapat dua tinjauan sistematis yang
melaporkan hubungan antara variabel CPET pra operasi (AT, VO2 peak, dan
VE/VC O2) dan hasil pasca operasi pasein dengan operasi intraabdomen,
transplantasi hati, kolorektal, dan vaskular.39-47 Dalam studi individu, kebugaran
preoperatif kardiorespirasi dihubungkan dengan lama perawatan kritis,48
morbiditas jangka pendek, kelangsungan hidup jangka pendek 43 42 (mortalitas 30
hari),41 49 menengah (mortalitas 90 hari), 41 49
dan jangka panjang (> kematian 90
hari).41 46 50 51 Studi multisenter pertama oleh Perioperative Exercise Testing and
Training Society (POETTS), melaporkan peningkatan morbiditas terkait dengan
rendahnya pengambilan oksigen pada pasien kolorektal, dengan kurva dibawah
0,79 untuk AT (cut-off 11,1 ml kg-1 menit-1) dan 0,83 untuk VO2peak 18,2ml kg-1
mnt-1.43
Sebagai kesimpulan, studi observasional mendukung hubungan antara
fungsi kardiorespirasi preoperatif yang buruk dengan hasil pasca operasi yang

7
merugikan. Literatur ini memiliki beberapa keterbatasan, meskipun sebagian besar
studi pengujian olahraga kardiopulmoner pra operasi bersifat retrospektif, single
site, dan unblind. Studi single center rentan terhadap risiko bias yang lebih besar
dan karakteristik dari populasi lokal dan manajeman perawatan, menimbulkan
ketidakpastian, apakah temuan tersebut berlaku untuk populasi lain. Selain itu,
dalam penelitian dengan metode unblind, manajemen medis pasien mungkin telah
berubah berdasarkan pada hasil CPET. Hal tersebut menyebabkan hubungan
antara data CPET dan hasil yang diperoleh menjadi membingungkan. 52
Belum lama ini, Measurment of Exercise Tolerance before Surgery
Exercise Tolerance before Surgery (METS) mencoba untuk mengatasi
keterbatasan tersebut dan menyediakan data baru tentang hubungan antara
kebugaran kardiorespiratif pra operasi dengan hasil pasca operasi.53 Studi
prospektif dengan blind ditetapkan untuk merekrut 1.700 pasien yang menjalani
CPET pra operasi dan mengikuti mereka hingga 1 tahun pasca operasi. Data
tersebut harus memberikan kontribusi penting bagi literatur ketika diterbitkan.53
Bukti dasar yang mendukung penggunaan tes olahraga cardiopulmonary
pra operasi untuk mengidentifikasi pasien berisiko tinggi terus berlanjut, tetapi
variabel prediktif optimal masih tetap controversial.38 40 44 50 54 55
Berbagai studi
kohort telah menggunakan variabel yang berbeda dengan ambang yang berbeda
untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi. AT merupakan variabel yang
paling konsisten untuk memprediksi hasil, dengan ambang batas AT <11 ml kg -1
mnt-1 mengidentifikasi kelompok pasien berisiko tinggi pada penelitian kohort, 41

43-46
meskipun ambang batas bawah telah dilaporkan dalam penelitian yang lebih
baru pada pasien transplantasi hati (<9ml kg-1 mnt-1) 48 dan pasien reseksi pankreas
(<9.9ml kg-1 menit-1).56 Puncak VO2 juga telah terbukti memprediksi hasil klinis,
dengan ambang batas <15 ml kg-1 menit-1 mengidentifikasi kelompok berisiko
tinggi dalam sebagian besar penelitian.45 49 57 58
Meskipun, puncak VO2 belum
dilaporkan di semua penelitian karena kekhawatiran awal tentang keamanan tes
latihan maksimal sebab pada penelitian sebelumnya yang banyak digunakan
adalah tes latihan submaksimal. Dalam tes submaksimal tersebut, pasien
dihentikan di atas ambang batas anaerob tetapi sebelum mencapai puncak VO 2.38
59
VE/VCO2 dapat memprediksi hasil klinis yang buruk pada beberapa pasien

8
dalam kohor perioperatif, 51 59 berbeda dengan yang lain, 60 dengan ambang batas
bervariasi mulai dari 3459 hingga 42,57 Variabilitas tersebut dalam memprediksi
ambang batas VE/VCO2 perlu digali lebih lanjut. Perbedaan dalam ambang batas
yang dilaporkan dalam kohort yang berbeda dapat mencerminkan perbedaan
kelompok bedah, perbedaan dalam manajemen perioperatif, atau akses
differensial sumber daya perawatan dalam keadaan kritis.
Pasien yang dirujuk untuk melakukan CPET tetapi tidak dapat
menyelesaikannya juga beresiko tinggi memiliki hasil klinis yang buruk.41 61

Kasus tersebut dilaporkan pada pasien torakotomi dan pasien yang menjalani
reseksi kolorektal. Pada kohort kolorektal, pasien yang tidak dapat melakukan
CPET atau gagal menunjukkan AT secara signifikan membutuhkan waktu
perawatan yang lebih lama dan peningkatan mortalitas 2 tahun bila dibandingkan
dengan pasien yang menyelesaikan tes.41 Alasan ketidakmampuan untuk
melakukan CPET mencakup dua hal, yaitu fisik (mis. kurangnya mobilitas karena
penggunaan kursi roda) dan penuruan kognitif (mis. tidak dapat mematuhi
instruksi tes).61 Dengan demikian, kegagalan untuk menyelesaikan tes
memberikan informasi yang bermanfaat tentang risiko bahkan ketika tindakan
kebugaran obyektif tidak dapat dicapai.

Panduan Manajemen Perioperatif dengan Data Olahraga Kardiopulmoner


CPET praoperasi awalnya digunakan sebagai panduan dalam manajemen
perioperatif melalui penilaian risiko pasien yang selanjutnya memberikan
informasi tentang perawatan pasca operasi yang sesuai (bangsal vs perawatan
kritis),50 54 dan sebagian besar pusat CPET di Inggris menggunakan CPET untuk
tujuan tersebut.62 63 Baru-baru ini, luasnya praktik yang diinformasikan oleh data
CPET telah berkembang secara substansial dan sekarang telah mencakup
informasi tentang pengambilan keputusan secara kolaboratif / bersama,
identifikasi faktor yang mendasari komorbiditas kardiopulmoner, dan membentuk
intervensi olahraga sebagai bagian dari program pra-rehabilitasi. Survei CPET
tentang praktik di UK saat ini melaporkan bahwa manajemen perioperatif pasien
dimodifikasi berdasarkan derivat data CPET dengan berbagai cara, termasuk:
memastikan tim dokter senior yang berpengalaman menangani periode

9
perioperatif pasien (yaitu perawatan yang diberikan konsultan), menunda operasi,
mengoptimalkan komorbiditas, menurunkan level operasi (mis., melakukan
kolostomi bukan reseksi kolorektal), dan pemantauan intraoperatif yang lebih
invasif.62 63
Potensi variabel CPET untuk memandu intervensi pra rehabilitasi
semakin ditingkatkan, dan olahraga pra rehabilitasi sedang diperkenalkan di
beberapa pusat pelayanan. Manajemen perioperatif pasien yang diidentifikasi
memiliki resiko tinggi oleh CPET saat ini tidak distandarisasi di Inggris. 62 63 Studi
lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi efek memodifikasi perawatan pasien
berisiko tinggi berdasarkan derivat data CPET.

Disposisi pasca operasi (bangsal vs perawatan intensif)


CPET pra operasi telah digunakan untuk membuat triase pasien sesuai
bangsal pasca operasi (mis. bangsal vs tempat perawatan kritis).54 64 Dalam
sebuah penelitian, Older dkk54 prospektif triase pasien ke unit perawatan
intensif, unit high dependency, atau bangsal normal berdasarkan pada AT pasien,
olahraga yang menginduksi terjadinya iskemia, dan prosedur kategori berisiko
tinggi. Tidak ditemukan adanya kematian terkait kardiorespirasi dalam kelompok
yang dianggap layak untuk menjalani perawatan di bangsal normal setelah
operasi, sebagai perbandingan hingga 4,6% pada pasien yang dianggap 'tidak
layak', sebagaimana didefinisikan sebagai AT <11 ml kg-1 mnt-1. Penelitian
case control berikutnya di Inggris juga mendukung penggunaan CPET untuk
menentukan triase pasien pada manajemen perioperatif.65 Pasien yang yang
menjalan bedah kolorektal dianggap tidak layak dengan AT (AT <11 ml kg-1
mnt-1) ditempatkan pada manajemen perawatan kritis atau di bangsal bedah
umum. Pasien yang dirawat di bangsal memiliki insiden kejadian jantung yang
signifikan lebih tinggi daripada pasien yang dirawat pada perawatan kritis.65
berbagai penelitian tersebut mendukung gagasan bahwa data CPET dapat
digunakan untuk mengidentifikasi lingkungan perawatan pasca operasi yang tepat
untuk pasien dan dapat mengurangi morbiditas pasca operasi. Diperlukan studi
prospektif dan acak untuk mengonfirmasi apakah temuan ini kuat ketika
dievaluasi menggunakan desain studi yang lebih ketat.

10
Penyakit kardiopulmoner yang tidak terdiagnosis / komorbiditas optimal
CPET pra operasi menilai kapasitas fungsional pasien dan kebugaran
aerobik dengan tes spirometri saat istirahat dan tes latihan inkremental standar.
Spirometri juga dapat mengidentifikasi apakah pasien menderita penyakit paru
obstruktif atau restriktif yang tidak terkontrol, dan tes latihan tersebut dapat
mengevaluasi batas kapasitas latihan pasien. Sama halnya dengan adanya
kapasitas latihan yang abnormal, CPET dapat mengidentifikasi faktor limit
dominan seperti keterbatasan jantung, pernapasan, atau muskuloskeletal.66 Data
tersebut kemudian dapat digunakan untuk menilai apakah seorang pasien
memerlukan optimisasi sebelum operasi melalui saran spesialis atau rujukan
untuk mengoptimalisasi komorbiditas yang tidak terkontrol, seperti gagal jantung
atau PPOK. Studi kohort terbaru melaporkan bahwa pola komplikasi yang
berbeda mungkin diamati berhubungan dengan kelainan pada CPET dengan
variabel yang berbeda. Secara khusus, peningkatan VE / VCO 2 dihubungkan
dengan komplikasi pernapasan post operasi.42 Data tersebut dapat digunakan
untuk melakukan intervensi pra rehabilitasi sebelum operasi untuk pasien yang
berisiko tinggi mengalami komplikasi spesifik. Ulasan terbaru dari Cochrane
menyimpulkan bahwa latihan otot-otot inspirasi pra operasi mengurangi
terjadinya komplikasi paru pasca operasi pada pasien bedah jantung dan
abdomen.67 Sangat menarik untuk memprediksi apakah CPET mungkin digunakan
untuk mengidentifikasi pasien berisiko tinggi khususnya terjadinya komplikasi
pernapasan dan dapat mengambil manfaat dari latihan otot inspirasi pra operasi.
Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengevaluasi manfaat (jika ada) CPET pra
operasi terhadap manajemen komorbiditas pasca bedah umum dan bedah organ
spesifik.

Pengambilan keputusan secara kolaboratif


Pada populasi yang semakin tua dan memiliki resiko komorbid, keputusan
untuk melakukan operasi merupakan keputusan yang rumit. Masukan
multidisiplin dari berbagai dokter semakin dibutuhkan untuk menimbang
kemungkinan buruk atau manfaat dari operasi ataupun modalitas perawatan untuk
setiap pasien. Dokter selama perioperatif, spesialis bedah, dokter, intensif,

11
spasialis anestesi, spesialis onkologi, dan spesialis geriatrik dituntut untuk
berkontribusi melakukan kolaborasi dalam membuat keputusan. Pasien harus ikut
terlibat dalam proses pengambilan keputusan tersebut.68 Data CPET dapat
berkontribusi pada proses ini dengan menyediakan evaluasi komorbiditas
individual dan risiko perioperatif dan gagasan 'layak untuk operasi' mudah
dipahami oleh pasien. Pendekatan tersebut relatif belum teruji secara klinis dan
perlu penelitian yang lebih formal.

Prehabilitasi
Prehabilitasi merupakan intervensi untuk meningkatkan kapasitas
fungsional dalam mengantisipasi stresor fisiologis yang mungkin terjadi. 69 Pada
tahap perioperatif, 'stresor' tersebut merupakan tantangan fisiologis pada tindakan
bedah dan anestesi. Latihan pra operasi terbukti meningkatkan AT70 71 dan puncak
VO2,69 71
kedua variabel CPET tersebut berhubungan dengan hasil klinis pasca
operasi.31 41-46
Terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa selain
meningkatakan kebugaran, latihan pra operasi dapat meningkatkanhasil klinis post
operasi pada pasien yang menjalani operasi besar yang elektif. 72-74 Latihan
sebelum operasi terbukti efektif mengurangi terjadinya komplikasi pasca
operasi,72 dan mengurangi lama perawatandi rumah sakit setelah bedah jantung
elektif dan bedah vaskuler.72 75
Barakat dkk72 menunjukkan penurunan yang
signifikan terjadinya komplikasi post operasi dan lama perawatan di rumah sakit
pada pasien dengan operasi aneurisma aorta abdomen secara acak dengan
intervensi latihan pra operasi selama 6 minggu. Arthur dkk75 menunjukkan lama
perawatan di rumah sakit yang begrkurang 1 hari setelah operasi cangkok bypass
koroner pada pasien yang berpartisipasi dalam intervensi latihan dengan intensitas
sedang sebelum operasi selama > 10 minggu. Tinjauan sistematis terbaru dan
meta analisis dari literatur tentang latihan olahraga pra operasi pada pasien
penderita kanker paru mengidentifikasi empat penelitian dengan intervensi latihan
pra operasi dan melaporkan penurunan yang signifikan dalam hal lama perawatan
dan komplikasi pasca operasi dengan latihan pra operasi. 74 Selain itu, latihan pra
operasi meningkatakan kualitas hidup dan mengurangi dispnoea.74 Akan tetapi,
intervensi tersebut sebagian besar tidak terstruktur, dengan fokus pada olahraga

12
berjalan.76 Dengan demikian, intervensi yang lebih terstruktur dapat
memperkenalkan untuk manfaat pasca operasi yang lebih besar. Dari catatan,
kejadian efek samping selama latihan olahraga sebelum operasi sangat rendah.77 78
Sebagain besar penelitian tentang latihan olahraga pra operasi
menggunakan intervensi latihan dengan intensitas sedang.70 75 79 Intensitas latihan
berkisar antara 40 hingga 85% detak jantung,80-82 50-60% penyerapan oksigen
maksimal,79 40-70% kapasitas fungsional,75 atau berfokus pada kemampuan
pasien yaitu pada 12-14 pada skala Borg.70 83 Akan tetapi, latihan dengan interval
intensitas tinggi (high-intnsity interval training/HIIT) terbukti memberikan
manfaat kardiorespirasi yang lebih dalam periode waktu yang lebih singkat
dibandingkan dengan latihan intensitas sedang pada populasi klinis non-bedah.84
HIIT merupakan latihan yang mencakup olahraga dengan intensitas tinggi (mis.
persentase tinggi denyut jantung maksimal, persentase AT, VO 2 puncak, atau
kapasitas ekspirasi puncak)85–89 untuk waktu yang singkat (mis. 30 detik hingga 4
menit).85–89 Weston dkk84 melakukan meta analisis dari 10 penelitian yang
melaporkan perubahan kardiorespirasi dengan intervensi HIIT (mis. > 80%
90–92
denyut jantung) dibandingkan dengan latihan intensitas sedang. Mereka
mengidentifikasi peningkatan yang lebih besar yaitu sebesar 3,03ml kg-1 menit-1
pada volume puncak O2 pada pasien dengan HIIT dibandingkan dengan pasien
yang menjalani latihan intensitas sedang. Sangat menarik untuk berspekulasi
bahwa HIIT pra operasi dapat meningkatkan kardiorespirasi yang lebih besar
selama preoperatif yang terbatas, yang dapat memberikan manfaat pasca operasi
yang lebih baik. Beberapa penelitian pra-rehabilitasi yang baru dan akan datang
memilih intervensi dengan latihan olahraga intensitas tinggi.93-95 Dunne dkk95
menunjuukkan bahwa hanya 4 minggu sebelum operasi HIIT secara signifikan
meningkatkan kapasitas kardiorespirasi: AT dan volume puncak O2 masing-
masing mengalami peningkatan sebeesar 1,5 dan 2,0ml kg-1 menit-1, pada pasien
reseksi hati, tetapi tidak ada ukuran hasil klinis yang dilaporkan dalam penelitian
tersebut. HIIT pra operasi menyebabkan peningkatan yang signifikan pada VO 2
puncak setelah sekitar delapan sesi latihan pada pasien yang menjalani
pembedahan toraks.96 Selama periode pra operasi, VO2 puncak meningkat sebesar
1,2ml kg-1 menit-1 dalam kelompok intervensi tetapi menurun 1,3 ml kg-1 menit-1

13
pada kelompok perawatan biasa. Setiap sesi HIIT terdiri dari dua kali 10 menit.
Latihan HIIT, mencakup sprint 15 detik kekuatan puncak ekspirasi yang diikuti
istrahat selama 15 detik (1: 1). Pada pasien yang menunggu operasi kanker paru-
paru, HIIT pre operasi menyebabkan insiden yang lebih rendah terjadinya
komplikasi pernapasan post operasi jika dibandingkan dengan pasien yang hanya
menjalani perawatan biasa.94 Meskipun, hal ini tidak dihubungkan ke dalam
perbedaan antar kelompok dalam kelangsungan hidup selama 1 tahun.94 Penelitian
ini memberikan bukti tentang peran HIIT pra operasi dalam meningkatkan hasil
klinis post operasi. Penelitian HIIT pra operasi mulai muncul dan memberikan
bukti pada manfaat kardiorespirasi. Meskipun, penelitian lanjutan tentang HIIT
pra operasi masih diperlukan.
Pertimbangan penting dalam hubungan antara latihan olahraga pra operasi
adalah variabilitas kepatuhan dan respon fisiologis terhadap intervensi. Intervensi
yang berbasis masyarakat69 cenderung memiliki tingkat kepatuhan yang jauh lebih
dibandingkan intervensi berbasis rumah sakit.97 Lebih jauh, bahkan ketika pasien
memiliki kepatuhan tinggi, variabilitas dalam hal respon fisiologi perlu
perhatian,97 dan investigasi lebih lanjut tentang penentu respons terhadap
intervensi latihan penting untuk penelitian selanjutnya.

Terapi Neoadjuvan
Kemoterapi Neoadjuvant (NAC) dan kemoradioterapi (NACRT) untuk
menecilkan ukuran tumor sebelum operasi menjadi standar perawatan untuk
beberapa kanker stadium lanjut secara lokal. Akan tetapi, NAC dan NACRT juga
98 99
dihubungkan dengan penurunan aktivitas fisik dan kebugaran, cachexia
/sarkopenia,78 100 mengurangi kualitas hidup, dan menyebabkan kualitas tidur yang
buruk,101 juga terhadap toksisitas spesifik102 dan berbagai efek samping lainnya.103
Data dari program Fit-4-Surgery telah menunjukkan bahwa NAC (pada pasien
kanker esofagogastrik) dan NACRT (pada pasien kanker rektum) memiliki efek
buruk terhadap kebugaran fisik, dengan sehingga menyebabkan hasil klinis yang
buruk setelah operasi (Gbr. 1).98 99 Interaksi antara intervensi tersebut cenderung
mengubah persamaan risiko-manfaat untuk setiap modalitas pengobatan pada
setiap pasien. Pada pasien dengan kebugaran yang buruk pada saat diagnosis,

14
manfaat dari kemoterapi neoadjuvant mungkin lebih besar dengan risiko
perioperatif tambahan yang timbul sebagai hubungan kebugaran fisik yang kurang
yang dapat disebbakan terapi tersebut. Tim multidisiplin akan semakin dibutuhkan
untuk membantu menimbang bahaya dan manfaat dari berbagai pilihan
pengobatan untuk masing-masing pasien.

15
Pada pasien yang menjalani operasi kanker rektum, program pelatihan
latihan responsif terstruktur (Structured Responsive Exercise Training
Progrmam /SRETP) di rumah sakit setelah menjalani kemoradioterapi
neoadjuvant mengalami peningkatan AT sebesar 2,1 ml kg-1 menit-1 pada
kelompok intervensi (Gbr. 1).97 HIIT tersebut merupakan program latihan selama
2-3 menit bergantian antara latihan sedang (50% dari ambang anaerob) dan
intensitas tinggi (50% dari interval antara ambang anaerob dan volume puncak
97
O2) interval dilakukan tiga kali per mingguselama 30 menit. Selain
meningkatkan kebugaran, SRETP juga meningkatkan kesehatan terkait dengan

kualitas hidup.104 105


Selanjutnya, telah dihipotesiskan bahwa latihan dapat
memodulasi lingkungan mikro tumor dan dengan demikian memiliki efek spesifik
terhadap perkembangan tumor.106 Studi lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan
mekanisme dan besar efek tersebut.106
Gambar 1. Diagram garis menunjukkan sarana terpasang dan interval
kepercayaan sebesar 95% untuk pengambilan oksigen (VO2) pada AT (dalam
mililiter per kilogram per menit; A) dan VO 2 Pada puncaknya (dalam mililiter per

16
kilogram per menit; B) pada awal (pra-NACRT), minggu 0 (pasca-NACRT), dan
minggu 6 untuk latihan (garis putus-putus) dan kelompok kontrol (garis
kontinu).103

Tinjauan sistematis terbaru yang berfokus pada intervensi latihan pada


pasien dengan kanker yang menjalani 'hit ganda' dari pengobatan kanker
neoadjuvant dan operasi kanker besar diidentifikasi hanya oleh empat penelitian
(dua mammae, satu paru-paru, dan satu kanker rektum). 78 Para penulis
menyimpulkan bahwa latihan olahraga aman dan dapat ditoleransi ketika
dilakukan bersamaan dengan pengobatan kanker neoadjuvant. Selain itu, terdapat
kepatuhan secara keseluruhan yang wajar dengan program pelatihan olahraga (66-
96%). Meskipun demikian, hasil dari semua penelitian tersebut terbatas pada
variabel kebugaran fisik dan tidak mencakup hasil klinis bedah ataupun kanker.

Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, kapasitas olahraga dan aktivitas fisik berhubungan
dengan manfaat kesehatan yang substansial baik secara umum maupun khusus
dalam konteks perioperatif. Preoperatif CPET merupakan sarana obyektif untuk
mengevaluasi kebugaran dan dapat digunakan untuk menyediakan stratifikasi
risiko individual, yang dapat digunakan sebagai panduan dalam pengambilan
keputusan secara kolaboratif, menginformasikan proses persetujuan,
mengkarakterisasikan dan mengoptimalkan komorbiditas, dan digunakan dalam
proses triase pasien saat perawatan perioperatif. Penelitian mengevaluasi
intervensi latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas latihan pra
operasi, menyimpulkan bahwa latihan dapat meningkatkan kebugaran fisik. Akan
tetapi, sampai saat ini sebagian besar penelitian tersebut mencakup kelayakan dan
studi percontohan dengan ukuran sampel yang kecil dan sebagai konsekuensinya
kurang adekuat untuk mengevaluasi hasil klinis. Penelitian prospektif multisenter
lebih lanjut diperlukan untuk mengkarakterisasi cara paling efektif untuk
meningkatkan kebugaran pasien sebelum operasi dan untuk mengevaluasi dampak
dari perbaikan tersebut pada hasil klinis bedah dan penyakit spesifik (seperti
kanker).

17

Anda mungkin juga menyukai