CAIRAN ELEKTROLIT
“Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Dasar ”
Dosen Pengampu : Irdawati S.kep, Ns., M.Si.Med
DISUSUN OLEH :
BAHRIATI KHASANAH (J210160114)
i
I. Pengertian Cairan Elektrolit
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berperan cukup besar dalam mengatur
kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini terlihat pada fungsi ginjal, yaitu
sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah, pengatur
keseimbangan asam-basa darah, dan ekskresi bahan buangan atau kelebihan
garam. (Hardisman, 2015)
Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini diawali oleh
kemampuan bagian ginjal, seperti glomerulus, dalam menyaring cairan. Rata-
rata setiap satu liter darah mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui
glomerulus, sepuluh persennya disaring keluar. Cairan yang tersaring,
kemudian mengalir melalui tubulus renalis yang sel-selnya menyerap semua
bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang diproduksi ginjal dapat dipengaruhi
oleh ADH dan aldosteron dengan rata-rata 1 ml/kgBB/jam.
1
Gambar 1. Ginjal
2. Kulit
Kulit berperan dalam pengaturan cairan yang terkait dengan proses
pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi
oleh vasomotorik dengan kemampuan mengendalikan arteriol kutan dengan
cara vasodilatasi dengan vasokonstriksi. Proses pelepasan panas dapat
dilakukan dengan cara penguapan.
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat dibawah
pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat ini suhu dapat
diturunkan dengan jumlah air yang dapat dilepaskan, kurang lebih setengah
liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat yang dihasilkan dapat diperoleh
melalui aktivitas otot, suhu lingkungan dan kondisi suhu tubuh yang panas.
Gambar 2. Kulit
2
3. Paru
Organ paru berperan mengeluarkan cairan dengan menghasilkan
insensible water loss (IWL) kurang lebih 400 ml/hari. Proses pengeluaran
cairan terkait dengan respons akibat perubahan upaya kemampuan bernafas.
Gambar 3. Paru
4. Gastrointestinal
Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernaan yang berperan
dalam mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air.
Misalnya, kolon dan rektum. Dalam kondisi normal, cairan yang hilang dalam
sistem ini sekitar 100-200 ml/hari.
3
III. Nilai-Nilai Normal Cairan Elektrolit
KEBUTUHAN AIR
UMUR Jumlah air dalam 24 jam ml/kg berat badan
3 hari 250 -300 80 – 100
1 tahun 1150 – 1300 120 – 135
2 tahun 1350 – 1500 115 – 125
4 tahun 1600 – 1800 100 – 110
10 tahun 2000 – 2500 70 – 85
14 tahun 2200 – 2700 50 – 60
18tahun 2200 – 2700 40 – 50
Dewasa 2400 – 2600 20 – 30
4
Komponen cairan Ekstraseluler terbagi menjadi seperti pada tabel
berikut:
2. Cairan Intrasel adalah cairan didalam membran sel yang berisi subtansi
terlarut atau solut yang penting untuk keseimbangan cairan dan elektrolit
serta untuk metabolisme. Cairan intrasel membentuk 40% berat tubuh.
Kompartemen cairan intrasel memiliki banyak solute yang sama dengan
cairan yang berada diruang ekstrasel. Namun proporsi subtansi subtansi
tersebut berbeda. Misalnya, proporsi kalium lebih besar didalam cairan
intrasel daripada dalam cairan ekstasel. Sedangkan komposisi CIS dan
kandungan airnya bervariasi menurut fungsi jaringan yang ada. Misalnya,
jaringan lemak memiliki jumlah air yang lebih sedikit dibanding jaringan
tubuh lainnya. Secara garis besar, komposisi cairan tubuh yang utama dalam
plasma, interstitial dan intraseluler ditunjukkan pada tabel berikut:
5
Substansia Plasma Cairan interstitial Cairan Intraseluler
Kation
Na+ 153 145 10
K+ 4,3 4,1 159
Ca2+ 2,7 2,4 <1
Mg2+ 1,1 1 40
Total 161,1 152,5 209
Anion
Cl- 112 117 3
HCO3- 25,8 27,1 7
Protein 15,1 <0,1 45
Lainnya 8,2 8,4 154
Total 161,1 152,5 209
6
Gejala : sesak napas, peningkatan dan penurunan tekanan darah, nadi kuat,
asites, edema, adanya ronkhi, kulit lembab, distesi vena leher dan irama
galop.
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
7
dan mukosa bibir kering, turgor kulit buruk, permukaan kulit
membengkak, oliguria atau anuria, konvulsi, suhu tubuh tinggi, dan lidah
kering serta kemerahan. Hipernatremia disebabkan oleh asupan natrium
yang berlebihan, kerusakan sensasi haus, diare, disfagia, poliuria karena
diabetes insipidus, dan kehilangan cairan berlebihan dari paru-paru.
Patofisiologi :
Pada kondisi hipernatremia osmolaritas cairan plasma lebih tinggi
dari intrasel, akibatnya cairan intrasel akan ditarik kedalam intravaskuler.
Akibatnya akan terjadi dehidrasi dan gangguan metabolisme sel. Dehidrasi
sel inilah yang menimbulkan manifestasi klinis, terutama akibat gangguan
pada sel-selotak dan organ vital lainnya. Pada kondisi ini dehidrasi ringan
yang disertai dengan hipernatremia, melalui mekanisme homestatik tubuh
akan mengkompensasi dengan peningkatan rasa haus. Dengan peningkatan
asupan cairan maka dapat menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
tersebut. Tanda-tanda dehidrasi dengan rasa haus yang hebat, mulut dan
lidah kering.
3) Hipokalemia. Hipokalemia adalah kekurangan kadar kalium dalam cairan
ekstrasel yang menyebabkan kalium berpindahkeluar sel.pada kondisi ini,
kadar kalium serum <3,5 mEq/L. Pada pemeriksaan EKG terdapat
gelombang T datar dan depresi segmen ST. Hipokalemia ditandai dengan
kelemahan, keletihan dan penurunan kemampuan otot. Selain itu kondisi
ini juga ditandai dengan distensi usus, penurunan bising usus, denyut
jantung (aritmia) tidak beraturan, penurunan tekanan darah, tidak napsu
makan dan muntah-muntah.
Patofisiologi :
Kalium sangat dibutuhkan untuk sistem konduksi pada depolarisasi
sel dan hantaran implus saraf. Pada otot jantung, akibat rendahnya kalium
plasma menyebabkan perlambatan repolarisasi ventrikel sehingga
mekanisme pompa terjadi gangguan natrium-kalium untuk mencetuskan
depolarisasi dan menimbulkan gejala klinis aritmia.
8
4) Hiperkalemia. Hiperkalemia adalah keadaan kelebihan kadar kalium
dalam cairan ekstrasel. Pada kondisi ini, nilai kalium serum >5 mEq/L.
Pada pemeriksaan EKG terdapat gelombang T memuncak, QRS melebar
dan PR memanjang. Tanda dan gejala hiperkalemia meliputi rasa cemas,
iritabilitas, hipotensi, mual, kelemahan dan aritmia. Hiperkalemia juga
berbahaya karena dapat menimbulkan serangan jantung. Hiperkalemia
dapat terjadi pada pasien luka akar, penyakit ginjal dan asidosis metabolik.
Untuk menormalkan kadar kalium pada hiperkalemia adalah dengan
pemberian insulin karena dapat membantu mendorong kalium masuk
kedalam sel.
Patofisiologi:
Kalium sangat berperan dalam sistem depolarisasi sel, sistem
konduksi saraf, kontraksi otot termasuk otot-otot jantung. Sehingga,
peningkatan kalium melebihi batas normal menyebabkan sensitifitas
kontraksi otot meningkat kemudian meimbulkan gejala spasme otot pada
tahap awal dan kelemahan pada tahap selanjutnya. Gangguan depolarisasi
dan konduksi pada otot jantung pada hiperkalemia dapat menimbulkan
fibrilasi ventrikel hingga asistol. Akibatnya volume sekuncup jantung dan
curah jantung menjadi tidak optimal, sehingga tubuh berusaha melakukan
kompensasi pada tahap awal dengan meningkatkan frekuensi napas.
5) Hipokalsemia
Hipokalsemia adalah kondisi kekurangan kadar kalsium dalam cairan
ekstrasel. Pada kondisi ini, kadar kalsium serum <4,5 mEq/L serta terjadi
pemanjangan interval Q-T pada pemeriksaan EKG. Hipokalsemia ditandai
dengaan terjadinya kram otot dan kram perut, kejang (spasme) dan tetani,
gangguan kardiovaskuler, dan osteoporosis.
6) Hiperkalsemia. Hiperkalsemia adalah keadaan kelebihan kadar kalsium
dalam cairan ekstrasel. Pada kondisi ini, kadar kalsium serum >5,8 mEq/L
serta terjadi peningkatan BUN akibat kekurangan cairan. Hiperkalsemia
ditandai dengan penurunan kemampuan otot, mual, muntah, anoreksia,
nyeri pada tulang dan serangan jantung. Keadaan ini dapat terjadi pasien
9
yang mengalami pengangkatan kelenjar gondok dan mengonsumsi vitamin
D secara berlebihan.
3. Gangguan Keseimbangan Asam Basa
1) Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik merupakan gangguan keseimbangan asam
basa yang ditandai dengan penurunan pH akibat retensi CO 2. Karena CO2
yang keluar melalui paru berkurang, terjadi peningkatan H2CO3 yang
akhirnya akan menyebabkan peningkatan [H+]. Hal ini menyebabkan ph
menurun. Hal ini disebabkan antara lain oleh penyakit obstruksi paru
(misalnya asma dan emfisema), perdarahan, trauma kepala, dan tindakan
menahan napas. Tanda-tanda klinis sebagai berikut :
a) Gangguan pernapasan yang menyebabkan hipoventilasi.
b) Terdapat tanda-tanda depresi susunan saraf pusat, gangguan kesadaran
dan disorientasi.
c) pH plasma <7,35
d) PCO2 tinggi (>45 mmHg)
Patofisiologi :
Gejala klinis pertama yang muncul merupakan respon tubuh
terhadap hiperkapnia atau peningkatan karbondioksida. Respon ini terjadi
melaui mekanisme sentraldan kemoreseptor diperifer. Pada otak
(serebrum) peningkatan karbondioksida menyebabkan vasodilatasi
pembuluh-pembuluh kecil sehingga menyebabkan aliran darah otak
meningkat dan berdampak pada peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini
berperan dalam merangsang peningkatan ventilasi pada pusat napas.
Namun, pada keadaan yang berat, peningkatan TIK dapat menyebabkan
sesak napas, sakit kepala, gangguan neurologik sesuai dengan bagian otak
mana yang tertekan. Peningkatan karbondioksida juga merangsang
kemoreseptor sehinggga mengaktifkan respon sistem saraf simpatis yang
menyebabkan takikardi, vaskontriksi arteri dan vena besar dan dilatasi
arteriol. Sehingga gejala yang muncul berupa kult yang panas, kemerahan
dan berkeringat. (Mubarak, dkk, 2015)
10
2) Asidosis Metabolik atau Asidosis Nonrespiratorik
Merupakan gangguan keseimbangan asam basa yang ditandai
dengan penurunan pH yang bukan disebabkan oleh kelebihan CO2 dalam
cairan tubuh. Kondisi ini ditandai dengan penurunan HCO 3- plasma
sedangkan kadar CO2 normal. Penurunan HCO3- disebabkan oleh
pengeluaran cairan kaya HCO3- secara berlebihan atau oleh penimbunan
asam nonkarbonat. Asidosis metabolik dapat disebabkan oleh penurunan
bikarbonat (misalnya karena diare) dan peningkatan asam karbonat
(misalnya karena gangguan fungsi ginjal). Gejalanya sebagai berikut :
a) pH plasma < 7,35 dengan nilai HCO3- < 22 mEq/L.
b) PCO2 normal atu rendah jika sudah terjadi kompensasi.
c) Pernapasan Kussmaul (pernapasan cepat dan dalam).
d) kelelahan (malaise).
e) Disorientasi
Tubuh melakukan kompensasi dengan cara :
a) Ginjal menahan bikarbonat dan mengeluarkan hidrogen.
b) Paru meningkatkan pengeluaran CO2 dengan cara bernapas cepat dan
dalam
Patofisiologi :
Efek metabolik dapat berdampak pada sistem kardioveskuler,
respirasi dan elektrolit. Terjadiya asidosis menyebabkan hiperventilasi
dengan napas cepat dan dalam (pernapasan Kussmaul). Peningkatan laju
dan kedalaman pernapasan sebenarnya merupakan mekanisme kompensasi
otonom dari tubuh untuk menurunkan kadar karbondioksida sehingga
suasana asam berkurang. Laju respirasi yang meningkat akan
meningkatkan ketersediaan oksigen pada ventilasi sehingga ambilan
oksigen di paru dan pengeluaran akan meningkat pula. Pada
kardioveskuler, terjadinya asidosis metabolik menyebabkan depresi otot
jantung sehingga kontraktilitas menjadi berkurang namun secara ersamaan
terjadi perangsangan simpatis sehingga menyebabkan takikardi dan
11
vasokonstriksi arteri-arteri utama dan vena serta dilatasi arteriol. Asidosis
metabolik juga menyebabkan hiperkalemia yang terjadi melalui
perpindahan kalium intrasel ke intraveskuler. (Mubarak, dkk, 2015)
3) Alkalosis Respiratorik
Alkalosis respiratorik merupakkan gangguan keseimbangan asam
basa yang ditandai dengan kenaikan pH karena pengeluaran CO 2 yang
berlebih akibat hiperventilasi. Hiperventilasi disebabkan oleh kondisi
demam, kecemasan, emboli paru, dan keracunan aspirin. Gejala klinis
antara lain :
a. pH >7,45
b. Penglihatan kabur
c. Baal dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki
d. Kemampuan konsentrasi terganggu
e. Tetani, kejang dan aritmia jantung (pada kasus yang gawat)
Patofisiologi :
Penurunan PCO2 dan gangguan keseimbangan asam basaalkalosis
respiratorik menyebabkan gangguan fungsi kardioveskuler dan sistem
saraf. Gangguan ini menyebabkan vaskonstriksi pembuluh drah otak
(serebral) yang menyebabkan penurunan aliran darah otak pada waktu
singkat (sekitar 4-6 jam), gangguan irama jantung (aritmia), dan
penurunan kontraktilitas otot jantung. Gangguan sistem saraf lainnya dapat
berupa peningkatan sensitifitas rangsang atau iritabilitas saraf otot
sehingga terjadi spasme otot. (Mubarak, dkk, 2015)
4) Alkalosis Metabolik
Adalah keadaan penurunan jumlah ion hidrogen dalam plasma
yang disebabkan oleh difensiasi relatif asam-asam nonkarbonat. Pada
kondisi ini, peningkatan HCO3- tidak diimbangi dengan peningktan CO2.
Gejala klinis alkalosis metabolik sebagai berikut :
a) nilai bikarbonat plasma > 26 mEq/L dan pH > 7,45
12
b) Apatis
c) Gangguan mental, misalnya alergi, bingung dan gelisah.
d) Lemah
e) Kram
f) Pusing
Patofisiologi
Gejala klinis yang muncul pada alkalosis metabolik umumnya
adalah akibat dari penyebab primernya seperti hipokalemia, hipovolemia
dan hiponatremia. Sehingga secara umum pada alkalosis metabolik terjadi
penurunan kontraktilitas miokard, aritmia, penurunan aliran drah otak,
gangguan pelepasan oksigen dijaringan dan gangguan mental dan
kesadaran. Akibat adanya alkalosis, sistem respirasi juga berespon dengan
menurunkan ventilasi sebagai upaya untuk mempertahankan
karbondioksida sebagai kompensasi terhadap alkalosis yang terjadi.
(Mubarak, dkk, 2015)
Secara umum gangguan asam basa dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Gangguan asam basa
13
V. Pathway
14
VI. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
gangguan cairan dan elektrolit yaitu: (Mubarak, dkk, 2015)
1. Pemeriksaan Radiologi
Photo thorak dapat mengarah kekardiomegali : pembesaran paru dengan
kongestif paru.
2. EKG
EKG dilaksanakan untuk mengetahui ada tidaknya infarkmiokardial akut,
guna mengkaji aritma dan untuk mengenal respon kompensatori seperti
terjadinya hypertropiventrikel.
3. Laboratorium
a. Darah
b. Urin
c. Kateteri jantung
Biasanya ditemukan tekanan akhir diastole ventrikel kiri, atrium kiri dan
tekanan vena pulmonalis meninggi, sedangkan tekanan atrium kanan baru
meninggi pada keadaan lanjut.
VII. Penatalaksaan Kolaboratif
1. Pemulihan volume cairan normal dan koreksi gangguan penyerta asam
basa da elektrolit. Jenis penggantian cairan tergantung pada jenis
kehilangan cairan dan beratnya kekurangan, elektrolit serum,
osmolalitas serum, dan status asam basa.
2. Perbaikan perfusi jaringan pada syok hipovolemik. Potensial terhadap
perkembangan syok tergantung pada kehilangan volume ( biasanya
lebih besar dari 25 % dari volume intravaskular) dan kecepatan
kehilangan. Keseimbangan cairan elektrolit karena NaCl 0,9 %
mengandung natrium dan klorida dalam jumlah yang sangat banyak.
15
VIII. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Secara umum pengkajian gangguan cairan elektrolit difokuskan pada:
Riwayat Keperawatan
Pengukuran klinis
16
d. Haluaran cairan/kaji input output. Meliputi urine (volume, kepekatan), feses
(jumlah, konsistensi), drainase, dan IWL.
e. Status hidrasi. Meliputi adanya edema, rasa haus yang berlebihan, kekeringan
pada membran mukosa.
f. Proses penyakit. Kondisi penyakit yang dapat menganggu keseibangan cairan
dan elektrolit (misalnya DM, kanker, luka bakar, hematemesis, dan lain-lain).
g. Riwayat pengobatan. Obat-obat atau terapi yang dapat menganggu
keseibangan cairan dan elektrolit (misalnya steroid, diuretik, dialisis).
(Mubarak, dkk, 2015)
Pemeriksaan Fisik
a. Integumen: turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani, dan sensasi rasa.
b. Kardiovaskuler: distensi vena jugularis, tekanan darah, dan bunyi jantung.
c. Mata: cekung, air atau kering.
d. Neurologi: reflek, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
e. Gastrointestianal: mukosa ulut, mulut, lidang, bising usus.
Pemeriksaan Laboratorium
17
noral 25-29 mEq/l, saturasi O2 di arteri (95% - 98%) dan saturasi di vena
(60%-85%).
2. Diagnosa Keperawatan
18
samping obat, muntah,
kelebihan volume
cairan.
19
3. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan buku keperawatan NIC dan NOC dapat dilakukan intervensi
sebagai berikut:
Tabel 4. Perencanaan keperawatan berhubungan dengan cairan elektrolit
20
kegelisahan atau Monitir berat badan
kecemasan Monitor elektrolit
Bunyi nafas Monitor tanda & gejala
bersih, tidak ada adanya edema
dispnea, ortopnea Beriakan diuretik sesuai
pola nafas teratur instruksi
memelihara
tekanan paru,
tekanan output
jantung
memelihara
keseimbangan
berat badan
21
keseimbangan cairan memonitor status nutrisi
dan hidrasi. Dengan berikan cairan oral
kriteria hasil : persiapan karakteristik
urin untuk memonitor
Tanda-tanda vital intake dan ouput uri
Tidak ada tanda- setiap 8 jam
tanda dehidrasi memonitor hasil lab
seperti turgor seperti Hb, Ht
kulit membaik, memonitor pemberian
membran mukosa infus setiap 24 jam
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebih
Jumlah dan irama
pernapasan
dengan batas
normal
Elektrolit,
hematokrit,
hemoglobin
dalam batas
normal
pH urin dalam
batas normal
Asupan oral dan
intravena adekuat
Mempertahankan
cairan output dan
input sesuai
dengan usia dan
sesuai BB, Berat
Jenis urine
normal
22
Pasien secara diperlukan untuk
konsisten berperilaku.
menunjukkan memberikan contoh atau
pengembangan menunjukkan perilaku
rencana tindakan yang diinginkan.
Pasien secara memberikan
konsisten penguatan positif dan
menunjukkan dukungan emosi
telah memperoleh selama proses
sumber yang pembelajaran dan saat
diperlukan. mengimplementasikan
Pasien secara perilaku.
konsisten
mengungkapkan
keyakinan akan
kemampuan
untuk melakukan
tindakan.
Pasien secara
konsisten
menunjukkan
telah memperoleh
dukungan yang
diperlukan.
23
DAFTAR PUSTAKA
24