Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

CAIRAN ELEKTROLIT
“Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Dasar ”
Dosen Pengampu : Irdawati S.kep, Ns., M.Si.Med

DISUSUN OLEH :
BAHRIATI KHASANAH (J210160114)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017

i
I. Pengertian Cairan Elektrolit

Kebutuhan cairan elektrolit adalah kebutuhan dasar yang dibutuhkan untuk


metabolisme tubuh. Hampir 90% dari berat badan total terbentuk cairan. Air
merupakan75% berat badan bayi, 70% berat badan pria dewasa, dan 55% berat
badan pria lanjut usia. Pada wanita, kandungan air di dalam tubuhnya 10% lebih
sedikit dibandingkan pria karena umumnya wanita memiliki simpanan lemak
yang lebih banyak. Dalam pemenuhannya diatur oleh sistem atau organ di dalam
tubuh seperti ginjal, kulit, paru dan gastrointestinal, sedangkan dalam pengaturan
keseimbangan cairan diatur oleh sistem atau mekanisme rasa haus, sistem
hormonal yakni ADH (anti diuretik hormon), sistem oldosteron, prostaglandin dan
glukokortikoid. (Saputra, 2013)

II. Anatomi Fisiologi

Pengeluaran cairan dapat terjadi melalui beberapa organ, yaitu:

1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berperan cukup besar dalam mengatur
kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini terlihat pada fungsi ginjal, yaitu
sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah, pengatur
keseimbangan asam-basa darah, dan ekskresi bahan buangan atau kelebihan
garam. (Hardisman, 2015)
Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini diawali oleh
kemampuan bagian ginjal, seperti glomerulus, dalam menyaring cairan. Rata-
rata setiap satu liter darah mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui
glomerulus, sepuluh persennya disaring keluar. Cairan yang tersaring,
kemudian mengalir melalui tubulus renalis yang sel-selnya menyerap semua
bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang diproduksi ginjal dapat dipengaruhi
oleh ADH dan aldosteron dengan rata-rata 1 ml/kgBB/jam.

1
Gambar 1. Ginjal
2. Kulit
Kulit berperan dalam pengaturan cairan yang terkait dengan proses
pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi
oleh vasomotorik dengan kemampuan mengendalikan arteriol kutan dengan
cara vasodilatasi dengan vasokonstriksi. Proses pelepasan panas dapat
dilakukan dengan cara penguapan.
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat dibawah
pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat ini suhu dapat
diturunkan dengan jumlah air yang dapat dilepaskan, kurang lebih setengah
liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat yang dihasilkan dapat diperoleh
melalui aktivitas otot, suhu lingkungan dan kondisi suhu tubuh yang panas.

Gambar 2. Kulit

2
3. Paru
Organ paru berperan mengeluarkan cairan dengan menghasilkan
insensible water loss (IWL) kurang lebih 400 ml/hari. Proses pengeluaran
cairan terkait dengan respons akibat perubahan upaya kemampuan bernafas.

Gambar 3. Paru
4. Gastrointestinal
Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernaan yang berperan
dalam mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air.
Misalnya, kolon dan rektum. Dalam kondisi normal, cairan yang hilang dalam
sistem ini sekitar 100-200 ml/hari.

Gambar 4. Saluran pencernaan

3
III. Nilai-Nilai Normal Cairan Elektrolit

Kebutuhan cairan tubuh merupakan proporsi dalam bagian tubuh yang


besar, hampir 90% dari total berat badan tubuh. Sedangkan prosentase cairan
tubuh berdasarkan umur adalah sebagai berikut bayi baru lahir adalah 75% dari
total berat badan, laki-laki dengan dewasa 57% dari total berat badan, wanita
dewasa 55% dari total berat badan dan dewasa tua 45% dari total berat badan.
(Saputra, 2013)

Tabel 1. Kebutuhan air berdasarkan umur dan berat badan

KEBUTUHAN AIR
UMUR Jumlah air dalam 24 jam ml/kg berat badan
3 hari 250 -300 80 – 100
1 tahun 1150 – 1300 120 – 135
2 tahun 1350 – 1500 115 – 125
4 tahun 1600 – 1800 100 – 110
10 tahun 2000 – 2500 70 – 85
14 tahun 2200 – 2700 50 – 60
18tahun 2200 – 2700 40 – 50
Dewasa 2400 – 2600 20 – 30

Sedangkan cairan tubuh sendiri terdiri dari 2 komponen yaitu:

1. Cairan Ekstrasel, Sekitar sepertiga atau 20 % dari BB total merupakan


cairan ekstraseluler (CES) yaitu seluruh cairan di luar sel. tediri dari cairan
interstisial dan Cairan Intravaaskular. Cairan interstisial mengisi ruangan
yang berada diantara sebagian besar sel tubuh dan menyusun sebagian besar
cairan tubuh. Sekitar 15% berat tubuh merupakan cairan tubuh interstisial.
Cairan intravascular terdiri dari plasma, bagian cairan limfe yang
mengandung air tidak berwarna, dan darah mengandung suspensi leukosit,
eritrosit, dan trombosit. Plasma menyusun 5% berat tubuh.

4
Komponen cairan Ekstraseluler terbagi menjadi seperti pada tabel
berikut:

Tabel 2. Komponen CES pada seorang laki-laki dewasa (BB 70


kg)

Komponen CES pada seorang laki-laki dewasa (BB 70 kg)


Cairan (%) Berat Badan (%) Volume (%)
Cairan interstitial 15 10,5
Plasma 5 3,5
Cairan Transeluler 1 0,7
Total CES 21 14,7

2. Cairan Intrasel adalah cairan didalam membran sel yang berisi subtansi
terlarut atau solut yang penting untuk keseimbangan cairan dan elektrolit
serta untuk metabolisme. Cairan intrasel membentuk 40% berat tubuh.
Kompartemen cairan intrasel memiliki banyak solute yang sama dengan
cairan yang berada diruang ekstrasel. Namun proporsi subtansi subtansi
tersebut berbeda. Misalnya, proporsi kalium lebih besar didalam cairan
intrasel daripada dalam cairan ekstasel. Sedangkan komposisi CIS dan
kandungan airnya bervariasi menurut fungsi jaringan yang ada. Misalnya,
jaringan lemak memiliki jumlah air yang lebih sedikit dibanding jaringan
tubuh lainnya. Secara garis besar, komposisi cairan tubuh yang utama dalam
plasma, interstitial dan intraseluler ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 3. Komposisi Plasma, Intersititial, dan Intraseluler

Komposisi Plasma, Interstitial, dan Intraseluler (mmol/L)

5
Substansia Plasma Cairan interstitial Cairan Intraseluler
Kation
Na+ 153 145 10
K+ 4,3 4,1 159
Ca2+ 2,7 2,4 <1
Mg2+ 1,1 1 40
Total 161,1 152,5 209
Anion
Cl- 112 117 3
HCO3- 25,8 27,1 7
Protein 15,1 <0,1 45
Lainnya 8,2 8,4 154
Total 161,1 152,5 209

IV. Jenis Gangguan/ Kelainan yang Berhubungan dengan Cairan Elektrolit


1. Gangguan keseimbangan Cairan
a. Hipovolemia atau Dehidrasi
Hipovolemia dalam suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan
ekstraseluler (CES) dan dapat terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal,
gastrointestinal, pendarahan sehingga menimbulkan syok hipovolemia.
Tanda-tanda penurunan berat badan akut yaitu mata cekung dan
pengosongan vena jugularis. Pada pasien syok tampak pucat, denyut jantung
tampak cepat dan halus, hipotensi dan oliguri. (Mubarak, dkk, 2015)
b. Hipervolemia atau Overhidrasi
Adalah penambahan atau kelebihan volume CES dapat terjadi saat:
1) Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air.
2) Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air.
3) Kelebihan pemberian cairan.
4) Perpindahan cairan interstisial ke plasma.

6
Gejala : sesak napas, peningkatan dan penurunan tekanan darah, nadi kuat,
asites, edema, adanya ronkhi, kulit lembab, distesi vena leher dan irama
galop.

2. Ketidakseimbangan Elektrolit

Gangguan ketidakseimbangan elektrolit adalah sebagai berikut:

1) Hiponatremia. Hiponatremia adalah keadaan kekurangan kadar natrium


dalam cairan ekstrasel yang menyebakan perubahan tekanan osmotik. Pada
kondisi ini, kadar natrium serum <136 mEq/L dan berat jenis urine <1,010.
Penurunan kadar natrium menyebabkan cairan berpindah dari ruang
ekstrasel ke cairan intrasel sehingga sel menjadi bengkak. Tanda dan
gejala hiponatremia meliputi rasa haus berlebihan, denyut nadi cepat,
hipotensi postural, konvulsi, membran mukosa kering, cemas, postural
dizziness, mual, muntah dan diare. Hiponatremia umumnya disebabkan
oleh kehilangan cairan tubuh secara berlebihan, misalnya ketika terjadi
atau muntah terus-menerus dalam jangka waktu lama.
Patofisiologi :
Natrium merupakan elektrolit utama diintravaskuler sehingga
berperan penting dalam menentukan osmolaritas plasma. Konsentrasi
natrium yang menurun akan mengakibatkan penurunan osmolaritas plasma
dan terjadi osmosis cairan dari intravaskuler ke interstisial dan intrasel.
Pada konsentrasi yang sangat rendah akan dapat menyebabkan terjadinya
udem sel termasuk sel-sel otak sehingga menyebabkan gangguan fungsi
otak, gangguan neurologis penurunan kesadaran hingga koma terutama
bila konsentrasi natrium kecil dari 115 mEq/L. (Mubarak, dkk, 2015)
2) Hipernatremia. Hipernatremia adalah kelebihan kadar natrium dalam
cairan ekstrasel yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotik
ekstrasel. Pada kondisi ini, kadar natrium serum >144 mEq/L dan berat
jenis urine >11,30 mEq/L. Peningkatan kadar natrium menyebabkan cairan
intrasel bergerak keluar sel. Tanda dan gejala hipernatremia meliputikulit

7
dan mukosa bibir kering, turgor kulit buruk, permukaan kulit
membengkak, oliguria atau anuria, konvulsi, suhu tubuh tinggi, dan lidah
kering serta kemerahan. Hipernatremia disebabkan oleh asupan natrium
yang berlebihan, kerusakan sensasi haus, diare, disfagia, poliuria karena
diabetes insipidus, dan kehilangan cairan berlebihan dari paru-paru.
Patofisiologi :
Pada kondisi hipernatremia osmolaritas cairan plasma lebih tinggi
dari intrasel, akibatnya cairan intrasel akan ditarik kedalam intravaskuler.
Akibatnya akan terjadi dehidrasi dan gangguan metabolisme sel. Dehidrasi
sel inilah yang menimbulkan manifestasi klinis, terutama akibat gangguan
pada sel-selotak dan organ vital lainnya. Pada kondisi ini dehidrasi ringan
yang disertai dengan hipernatremia, melalui mekanisme homestatik tubuh
akan mengkompensasi dengan peningkatan rasa haus. Dengan peningkatan
asupan cairan maka dapat menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
tersebut. Tanda-tanda dehidrasi dengan rasa haus yang hebat, mulut dan
lidah kering.
3) Hipokalemia. Hipokalemia adalah kekurangan kadar kalium dalam cairan
ekstrasel yang menyebabkan kalium berpindahkeluar sel.pada kondisi ini,
kadar kalium serum <3,5 mEq/L. Pada pemeriksaan EKG terdapat
gelombang T datar dan depresi segmen ST. Hipokalemia ditandai dengan
kelemahan, keletihan dan penurunan kemampuan otot. Selain itu kondisi
ini juga ditandai dengan distensi usus, penurunan bising usus, denyut
jantung (aritmia) tidak beraturan, penurunan tekanan darah, tidak napsu
makan dan muntah-muntah.
Patofisiologi :
Kalium sangat dibutuhkan untuk sistem konduksi pada depolarisasi
sel dan hantaran implus saraf. Pada otot jantung, akibat rendahnya kalium
plasma menyebabkan perlambatan repolarisasi ventrikel sehingga
mekanisme pompa terjadi gangguan natrium-kalium untuk mencetuskan
depolarisasi dan menimbulkan gejala klinis aritmia.

8
4) Hiperkalemia. Hiperkalemia adalah keadaan kelebihan kadar kalium
dalam cairan ekstrasel. Pada kondisi ini, nilai kalium serum >5 mEq/L.
Pada pemeriksaan EKG terdapat gelombang T memuncak, QRS melebar
dan PR memanjang. Tanda dan gejala hiperkalemia meliputi rasa cemas,
iritabilitas, hipotensi, mual, kelemahan dan aritmia. Hiperkalemia juga
berbahaya karena dapat menimbulkan serangan jantung. Hiperkalemia
dapat terjadi pada pasien luka akar, penyakit ginjal dan asidosis metabolik.
Untuk menormalkan kadar kalium pada hiperkalemia adalah dengan
pemberian insulin karena dapat membantu mendorong kalium masuk
kedalam sel.
Patofisiologi:
Kalium sangat berperan dalam sistem depolarisasi sel, sistem
konduksi saraf, kontraksi otot termasuk otot-otot jantung. Sehingga,
peningkatan kalium melebihi batas normal menyebabkan sensitifitas
kontraksi otot meningkat kemudian meimbulkan gejala spasme otot pada
tahap awal dan kelemahan pada tahap selanjutnya. Gangguan depolarisasi
dan konduksi pada otot jantung pada hiperkalemia dapat menimbulkan
fibrilasi ventrikel hingga asistol. Akibatnya volume sekuncup jantung dan
curah jantung menjadi tidak optimal, sehingga tubuh berusaha melakukan
kompensasi pada tahap awal dengan meningkatkan frekuensi napas.
5) Hipokalsemia
Hipokalsemia adalah kondisi kekurangan kadar kalsium dalam cairan
ekstrasel. Pada kondisi ini, kadar kalsium serum <4,5 mEq/L serta terjadi
pemanjangan interval Q-T pada pemeriksaan EKG. Hipokalsemia ditandai
dengaan terjadinya kram otot dan kram perut, kejang (spasme) dan tetani,
gangguan kardiovaskuler, dan osteoporosis.
6) Hiperkalsemia. Hiperkalsemia adalah keadaan kelebihan kadar kalsium
dalam cairan ekstrasel. Pada kondisi ini, kadar kalsium serum >5,8 mEq/L
serta terjadi peningkatan BUN akibat kekurangan cairan. Hiperkalsemia
ditandai dengan penurunan kemampuan otot, mual, muntah, anoreksia,
nyeri pada tulang dan serangan jantung. Keadaan ini dapat terjadi pasien

9
yang mengalami pengangkatan kelenjar gondok dan mengonsumsi vitamin
D secara berlebihan.
3. Gangguan Keseimbangan Asam Basa
1) Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik merupakan gangguan keseimbangan asam
basa yang ditandai dengan penurunan pH akibat retensi CO 2. Karena CO2
yang keluar melalui paru berkurang, terjadi peningkatan H2CO3 yang
akhirnya akan menyebabkan peningkatan [H+]. Hal ini menyebabkan ph
menurun. Hal ini disebabkan antara lain oleh penyakit obstruksi paru
(misalnya asma dan emfisema), perdarahan, trauma kepala, dan tindakan
menahan napas. Tanda-tanda klinis sebagai berikut :
a) Gangguan pernapasan yang menyebabkan hipoventilasi.
b) Terdapat tanda-tanda depresi susunan saraf pusat, gangguan kesadaran
dan disorientasi.
c) pH plasma <7,35
d) PCO2 tinggi (>45 mmHg)
Patofisiologi :
Gejala klinis pertama yang muncul merupakan respon tubuh
terhadap hiperkapnia atau peningkatan karbondioksida. Respon ini terjadi
melaui mekanisme sentraldan kemoreseptor diperifer. Pada otak
(serebrum) peningkatan karbondioksida menyebabkan vasodilatasi
pembuluh-pembuluh kecil sehingga menyebabkan aliran darah otak
meningkat dan berdampak pada peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini
berperan dalam merangsang peningkatan ventilasi pada pusat napas.
Namun, pada keadaan yang berat, peningkatan TIK dapat menyebabkan
sesak napas, sakit kepala, gangguan neurologik sesuai dengan bagian otak
mana yang tertekan. Peningkatan karbondioksida juga merangsang
kemoreseptor sehinggga mengaktifkan respon sistem saraf simpatis yang
menyebabkan takikardi, vaskontriksi arteri dan vena besar dan dilatasi
arteriol. Sehingga gejala yang muncul berupa kult yang panas, kemerahan
dan berkeringat. (Mubarak, dkk, 2015)

10
2) Asidosis Metabolik atau Asidosis Nonrespiratorik
Merupakan gangguan keseimbangan asam basa yang ditandai
dengan penurunan pH yang bukan disebabkan oleh kelebihan CO2 dalam
cairan tubuh. Kondisi ini ditandai dengan penurunan HCO 3- plasma
sedangkan kadar CO2 normal. Penurunan HCO3- disebabkan oleh
pengeluaran cairan kaya HCO3- secara berlebihan atau oleh penimbunan
asam nonkarbonat. Asidosis metabolik dapat disebabkan oleh penurunan
bikarbonat (misalnya karena diare) dan peningkatan asam karbonat
(misalnya karena gangguan fungsi ginjal). Gejalanya sebagai berikut :
a) pH plasma < 7,35 dengan nilai HCO3- < 22 mEq/L.
b) PCO2 normal atu rendah jika sudah terjadi kompensasi.
c) Pernapasan Kussmaul (pernapasan cepat dan dalam).
d) kelelahan (malaise).
e) Disorientasi
Tubuh melakukan kompensasi dengan cara :
a) Ginjal menahan bikarbonat dan mengeluarkan hidrogen.
b) Paru meningkatkan pengeluaran CO2 dengan cara bernapas cepat dan
dalam
Patofisiologi :
Efek metabolik dapat berdampak pada sistem kardioveskuler,
respirasi dan elektrolit. Terjadiya asidosis menyebabkan hiperventilasi
dengan napas cepat dan dalam (pernapasan Kussmaul). Peningkatan laju
dan kedalaman pernapasan sebenarnya merupakan mekanisme kompensasi
otonom dari tubuh untuk menurunkan kadar karbondioksida sehingga
suasana asam berkurang. Laju respirasi yang meningkat akan
meningkatkan ketersediaan oksigen pada ventilasi sehingga ambilan
oksigen di paru dan pengeluaran akan meningkat pula. Pada
kardioveskuler, terjadinya asidosis metabolik menyebabkan depresi otot
jantung sehingga kontraktilitas menjadi berkurang namun secara ersamaan
terjadi perangsangan simpatis sehingga menyebabkan takikardi dan

11
vasokonstriksi arteri-arteri utama dan vena serta dilatasi arteriol. Asidosis
metabolik juga menyebabkan hiperkalemia yang terjadi melalui
perpindahan kalium intrasel ke intraveskuler. (Mubarak, dkk, 2015)

3) Alkalosis Respiratorik
Alkalosis respiratorik merupakkan gangguan keseimbangan asam
basa yang ditandai dengan kenaikan pH karena pengeluaran CO 2 yang
berlebih akibat hiperventilasi. Hiperventilasi disebabkan oleh kondisi
demam, kecemasan, emboli paru, dan keracunan aspirin. Gejala klinis
antara lain :
a. pH >7,45
b. Penglihatan kabur
c. Baal dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki
d. Kemampuan konsentrasi terganggu
e. Tetani, kejang dan aritmia jantung (pada kasus yang gawat)
Patofisiologi :
Penurunan PCO2 dan gangguan keseimbangan asam basaalkalosis
respiratorik menyebabkan gangguan fungsi kardioveskuler dan sistem
saraf. Gangguan ini menyebabkan vaskonstriksi pembuluh drah otak
(serebral) yang menyebabkan penurunan aliran darah otak pada waktu
singkat (sekitar 4-6 jam), gangguan irama jantung (aritmia), dan
penurunan kontraktilitas otot jantung. Gangguan sistem saraf lainnya dapat
berupa peningkatan sensitifitas rangsang atau iritabilitas saraf otot
sehingga terjadi spasme otot. (Mubarak, dkk, 2015)

4) Alkalosis Metabolik
Adalah keadaan penurunan jumlah ion hidrogen dalam plasma
yang disebabkan oleh difensiasi relatif asam-asam nonkarbonat. Pada
kondisi ini, peningkatan HCO3- tidak diimbangi dengan peningktan CO2.
Gejala klinis alkalosis metabolik sebagai berikut :
a) nilai bikarbonat plasma > 26 mEq/L dan pH > 7,45

12
b) Apatis
c) Gangguan mental, misalnya alergi, bingung dan gelisah.
d) Lemah
e) Kram
f) Pusing
Patofisiologi
Gejala klinis yang muncul pada alkalosis metabolik umumnya
adalah akibat dari penyebab primernya seperti hipokalemia, hipovolemia
dan hiponatremia. Sehingga secara umum pada alkalosis metabolik terjadi
penurunan kontraktilitas miokard, aritmia, penurunan aliran drah otak,
gangguan pelepasan oksigen dijaringan dan gangguan mental dan
kesadaran. Akibat adanya alkalosis, sistem respirasi juga berespon dengan
menurunkan ventilasi sebagai upaya untuk mempertahankan
karbondioksida sebagai kompensasi terhadap alkalosis yang terjadi.
(Mubarak, dkk, 2015)
Secara umum gangguan asam basa dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Gangguan asam basa

pH Plasma PCO2 Plasma HCO3- Plasma Gangguan Asam


Basa
Menurun Meningkat Normal Asidosis
Respiratorik
Menurun Normal Menurun Asidosis
Metabolik
Meningkat Menurun Normal Alkalosis
Respiratorik
Meningkat Normal Meningkat Asidosis
Metabolik

13
V. Pathway

Cairan dan elektrolit

Usia Iklim Diet Stess Kondisi sakit

Difusi, filtrasi, transport aktif

Hipovolemia Hipervolemia Gangguan keseimbangan Gangguan keseimbangan


elektrolit: asam basa:

MK: MK:  Hiponatre mia&  Asidosis


kekurangan kelebihan hipernatremia respiratorik
cairan cairan  Hipokalemia &  Asidosis
hyperkalemia metabolic
 Hipokalsemia &  Alkalosis
hyperkalsemi respiratorik
 Alkalosis
MK: Resiko ketidakseimbangan cairan dan MK: gangguan
elektrolit pertukaran gas

14
VI. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
gangguan cairan dan elektrolit yaitu: (Mubarak, dkk, 2015)
1. Pemeriksaan Radiologi
Photo thorak dapat mengarah kekardiomegali : pembesaran paru dengan
kongestif paru.
2. EKG
EKG dilaksanakan untuk mengetahui ada tidaknya infarkmiokardial akut,
guna mengkaji aritma dan untuk mengenal respon kompensatori seperti
terjadinya hypertropiventrikel.
3. Laboratorium
a. Darah
b. Urin
c. Kateteri jantung
Biasanya ditemukan tekanan akhir diastole ventrikel kiri, atrium kiri dan
tekanan vena pulmonalis meninggi, sedangkan tekanan atrium kanan baru
meninggi pada keadaan lanjut.
VII. Penatalaksaan Kolaboratif
1. Pemulihan volume cairan normal dan koreksi gangguan penyerta asam
basa da elektrolit. Jenis penggantian cairan tergantung pada jenis
kehilangan cairan dan beratnya kekurangan, elektrolit serum,
osmolalitas serum, dan status asam basa.
2. Perbaikan perfusi jaringan pada syok hipovolemik. Potensial terhadap
perkembangan syok tergantung pada kehilangan volume ( biasanya
lebih besar dari 25 % dari volume intravaskular) dan kecepatan
kehilangan. Keseimbangan cairan elektrolit karena NaCl 0,9 %
mengandung natrium dan klorida dalam jumlah yang sangat banyak.

15
VIII. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Secara umum pengkajian gangguan cairan elektrolit difokuskan pada:
Riwayat Keperawatan

Pengkajian tersebut meliputi sebagai berikut:

a. Asupan cairan dan makanan (oral, parenteral, dan enteral)


b. Pengeluaran cairan, misalnya dengan mengukur jumlah produksi urine, feses,
muntahan, dan pengeluaran lain. (Mubarak, dkk, 2015)
c. Penyakit atau cedera yang dapat menyebabkan gangguan cairan dan elektrolit
d. Pengobatan tertentu yang sedang dijalani yang dapat menyebabkan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
e. Status kehilangan atau kelebihan cairan
f. Perubahan berat badan yang dapat menentukan tingkat dehidrasi
g. Status perkembangan (usia dan kondisi sosial)
h. Faktor psikologis (perilaku eosional)

Pengukuran klinis

Pengukuran klinis dapat dilakukan perawat tanpa bantuan dokter adalah


pengukuran tanda-tanda vital, penimbangan berat badan, serta pengukuran asupan,
dan haluaran cairan. (Mubarak, dkk, 2015)

a. Berat badan. Peningkatan tau penururnan berat badan 1 kg setara dengan


penambahan atau pengeluaran cairan 1 liter.
b. Tanda-tanda vital. Meliputi suhu, denyut nadi, laju pernapasan, tekanan
darah, dan tingkat kesadaran.
c. Asupan cairan. Meliputi cairan oral (NGT dan oral), cairan parenteral (obat-
obat intravena), makanan yang mengandung air, irigasi kateter. Kaji
manifistasi pengukuran klinik melalui cairan hipertonik adalah cairan yang
konsentrasi zat terlarut melebihi cairan tubuh, contohnya larutan dekstrosa
5% dalam NaCl normal, dekstrosa 5% dalam RL, dektrosa 5% dalam NaCl
0,45%.

16
d. Haluaran cairan/kaji input output. Meliputi urine (volume, kepekatan), feses
(jumlah, konsistensi), drainase, dan IWL.
e. Status hidrasi. Meliputi adanya edema, rasa haus yang berlebihan, kekeringan
pada membran mukosa.
f. Proses penyakit. Kondisi penyakit yang dapat menganggu keseibangan cairan
dan elektrolit (misalnya DM, kanker, luka bakar, hematemesis, dan lain-lain).
g. Riwayat pengobatan. Obat-obat atau terapi yang dapat menganggu
keseibangan cairan dan elektrolit (misalnya steroid, diuretik, dialisis).
(Mubarak, dkk, 2015)

Pemeriksaan Fisik

a. Integumen: turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani, dan sensasi rasa.
b. Kardiovaskuler: distensi vena jugularis, tekanan darah, dan bunyi jantung.
c. Mata: cekung, air atau kering.
d. Neurologi: reflek, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
e. Gastrointestianal: mukosa ulut, mulut, lidang, bising usus.

Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah lengkap. Meliputi jumlah sel darah merah, heoglobin


(Hb), dan hematokrit (Ht).
1) Ht naik: adanya dehidrasi berat dan gejala syok.
2) Ht turun: adanya pendarahan akut, masif, dan reaksi hemolitik.
3) Hb naik: adanya hemokonsentrasi.
4) Hb turun: adanya pendarahan hebat, reaksi hemolitik.
2. Pemeriksaan elektrolit serum. Dilakukan untuk mengetahui kadar natrium,
kalium, klorida, ion bikarbonat.
3. PH dan berat jenis urine. Normal pH urine adalah 4,5-8 dan berat jenisnya
1,003-1,030.
4. Analisis gas darah. Yang diperiksa adalah pH, PO2, HCO3-, PCO2 dan saturasi
O2. Nilai PCO2 normal 35-40 mmHg, PO2 normal 80-100 mmHg, HCO3-

17
noral 25-29 mEq/l, saturasi O2 di arteri (95% - 98%) dan saturasi di vena
(60%-85%).

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut NANDA (2015-2017), masalah gangguan keseimbangan cairan


dan elektrolit berhubungan dengan: (Herdman & Kamitsuru, 2015)

Tabel 3. Diagnosa keperawatan masalah gangguan kesimbangan cairan dan


elektrolit

Diagnosa Faktor yang Batasan Karakteristik (Data


Keperawatan Berhubungan Subjektif/Objektif/Syptom/S)
(Problem/P) (Etiologi/E)
Kekurangan  Kegagalan  Haus
volume cairan mekanisme regulasi  Kelemahan
 Kehilangan cairan  Kulit kering
efektif  Membran mukosa kering
 Peningkatan frekuensi nadi
 Peningkatan hematokrit
 Peningkatan konsentrasi urine
 Peningkatan suhu tubuh
 Penurunan berat badan tiba-tiba
 Penurunan haluaran urine
 Penurunan pengisian vena
 Penurunan tekanan darah
 Penurunan tekanan nadi
 Penurunan turgor kulit
 Penurunan turgor lidah
 Penurunan volume nadi
 Perubahan status mental
Risiko Adanya faktor risiko, Adanya faktor risiko
kekurangann seperti kehilangan
volume cairan cairan aktif, usia
lanjut, kegagalan
fungsi regulator, status
hipermetabolik, diare,
dan lain-lain.

Risiko Adanya faktor risiko, Adanya faktor risiko


ketidakseimba seperti diare, difisiensi
ngan elektrolit volume cairan,
disfungsi endokrin,
disfungsi ginjal, efek

18
samping obat, muntah,
kelebihan volume
cairan.

Kelebihan  Gangguan  Ada bunyi jantung S3


volume cairan mekanisme regulasi  Anasarka
 Kelebihan asupan  Ansietas
cairan  Asupan melebihi haluaran
 Kelebihan asupan  Azotemia
natrium  Bunyi napas tambahan
 Dispnea
 Dispnea nokturnal paroksial
 Distensi vena jugularis
 Edema
 Efusi pleura
 Gangguan pola napas
 Gangguan tekanan darah
 Gelisah
 Hipatomegali
 Ketidakseibangan elektrolit
 Kongesti pulmonal
 Oliguria
 Ortopnea
 Penambahan berat badan dalam
waktu singkat
 Peningkatan tekanan vena sentral
 Penurunan hematokrit
 Penurunan hemoglobin
 Perubahan berat jenis urine
 Perubahan status mental
 Perubahan tekanan arteri
pulmonal
 Refleks hepatojugular positif
Risiko Adanya faktor risiko, Adanya faktor risiko
ketidakseimba seperti, luka bakar,
ngan volume bedah abdomen,
cairan sepsis, cedera,
pankreatitis, dan lain-
lain.
Kesiapan Adanya faktor risiko Menyatakan keinginan untuk
meningkatkan meningkatkan keseimbangan cairan.
keseimbanagn
elektrolit

19
3. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan buku keperawatan NIC dan NOC dapat dilakukan intervensi
sebagai berikut:
Tabel 4. Perencanaan keperawatan berhubungan dengan cairan elektrolit

Diagnosa Rencana Keperawatan


keperawatan/Masalah
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Risiko kekurangan NOC NIC


cairan berhubungan Setelah dilakukan
dengan kehilangan asuhan keperawatan 1  Monitor vital sign
cairan aktif x 24 jam pasien tidak  Timbang BB setiap hari
mengalami dan monitor status
kekurangan cairan pasien
Dengan kriteria hasil :  Jaga intake yang akurat
dan catat output (pasien)
 Turgor kulit baik  Monitor hasil lab yang
 Balance cairan relevan dengan retensi
dalam batas cairan (misalnya
normal peningkatan BJ,
 TTV dalam batas peningkatan BUN,
normal penurunan hematokrit
dan peningkatan kadar
osmolaritas urin)
 Monitor makanan atau
cairan yang dikonsumsi
dan hitung asupan kalori
 Berikan cairan dengan
tepat
Kelebihan Volume NOC NIC
Cairan berhubungan Setelah dilakukan
dengan gangguan asuhan keperawatan 1  Monitor input dan output
mekanisme regulasi, x 24 jam pasien dapat cairan & makanan
kelebihan asupan terpenuhi  Monitor status nutrisi
natrium, kelebihan keseimbangan cairan  Pertahankan catatan
asupan cairan. dan hidrasi. Dengan intake & output yang
kriteria hasil : akurat
 Kaji lokasi dan lebar/luas
 Terbebas dari edema
edema, efusi  Pasang urin kateter jika
 Terbebas dari diperlukan

20
kegelisahan atau  Monitir berat badan
kecemasan  Monitor elektrolit
 Bunyi nafas  Monitor tanda & gejala
bersih, tidak ada adanya edema
dispnea, ortopnea  Beriakan diuretik sesuai
 pola nafas teratur instruksi
 memelihara
tekanan paru,
tekanan output
jantung
 memelihara
keseimbangan
berat badan

Resiko NOC NIC


ketidakseimbangan Setelah dilakukan
Elektrolit asuhan keperawatan 1  Identifikasi
berhubungan dengan x 24 jam pasien tidak kemungkinan penyebab
pengeluaran cairan menagalami ketidakseimbangan
berlebih ketidakseimbangan elektrolit
elektrolit dengan  Monitor adanya mual,
kriteria hasil : muntah dan diare
 Monitor manifestasi
 Keseimbangan ketidakseimbangan
intake dan output elektrolit
selama 24 jam  Pertahankan kepatenan
 Turgor kulit akses IU
elastik  Pertahankan pencatatan
 Serum elektrolit asupan dan haluan yang
dalam batas akurat
normal  Monitor vital sign
 Tidak adanya  Berikan diet sesuai
peningkatan dengan kondisi
hematokrit ketidakseimbangan
Status tanda- elektrolit
tanda vital Monitor respon pasien
normal terhadap terapi
elektrolit yang
diresepkan

Kekurangan Volume NOC NIC


Cairan berhubungan Setelah dilakukan
dengan kehilangan asuhan keperawatan 1  memonitor status hidrasi
cairan secara aktif. x 24 jam pasien dapat  pemberian cairan atau
terpenuhi terapi intravena

21
keseimbangan cairan  memonitor status nutrisi
dan hidrasi. Dengan  berikan cairan oral
kriteria hasil :  persiapan karakteristik
urin untuk memonitor
 Tanda-tanda vital intake dan ouput uri
 Tidak ada tanda- setiap 8 jam
tanda dehidrasi  memonitor hasil lab
seperti turgor seperti Hb, Ht
kulit membaik, memonitor pemberian
membran mukosa infus setiap 24 jam
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebih
 Jumlah dan irama
pernapasan
dengan batas
normal
 Elektrolit,
hematokrit,
hemoglobin
dalam batas
normal
 pH urin dalam
batas normal
 Asupan oral dan
intravena adekuat
 Mempertahankan
cairan output dan
input sesuai
dengan usia dan
sesuai BB, Berat
Jenis urine
normal

Kesiapan NOC NIC


Meningkatkan Setelah dilakukan
Keseimbangan asuhan keperawatan  memberikan informasi
Elektrolit selama 1 x 24 jam mengenai perilaku yang
berhubungan dengan pasien menyatakan diinginkan.
keinginan keisiapan untuk  memberikan lingkungan
meningkatkan meningkatkan yang mendukung
keseimbangan keseimbangan perilaku yang diinginkan
elektrolit elektrolit. Dengan untuk mempelajari
Kriteria hasil : pengetahuan dan
keterampilan yang

22
 Pasien secara diperlukan untuk
konsisten berperilaku.
menunjukkan  memberikan contoh atau
pengembangan menunjukkan perilaku
rencana tindakan yang diinginkan.
 Pasien secara memberikan
konsisten penguatan positif dan
menunjukkan dukungan emosi
telah memperoleh selama proses
sumber yang pembelajaran dan saat
diperlukan. mengimplementasikan
 Pasien secara perilaku.
konsisten
mengungkapkan
keyakinan akan
kemampuan
untuk melakukan
tindakan.
 Pasien secara
konsisten
menunjukkan
telah memperoleh
dukungan yang
diperlukan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher, Joanne M.Dochterman, Cheryl M.


Wagner. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Singapore:
Elsevier.
Hardisman. 2015. Cairan Tubuh dan Elektrolit. Yogyakarta: Gosyen Publising.

Herdman, T. Heather dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Hidayat, A.Aziz Almul dan Musrifatul Uliyah. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia. Surabaya: Health Books Publising.
Mubarak, Wahit Iqbal, Lilis Indrawati dan Joko Susanto. 2015. Buku Ajar Ilmu
Keperawatan Dasar Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Moorhead, Sue, Marion Johnson, Maeridean L. Maas, dan Elizabeth Swanson.
2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapore: Elsevier.
Saputra, Lyndon. 2013. Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang Selatan: Binarupa
Aksara.
Tarwoto dan Wathonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

24

Anda mungkin juga menyukai