Anda di halaman 1dari 14

MATA KULIAH HEMODIALISA

RESUME ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN


Dosen pengampu : Ns. Nurma Dewi,S.Kep.M.Kes.,M.Kep

Disusun Oleh :

Fatimah Juhro (1031201017)

TK B

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MH THAMRIN
JAKARTA TAHUN 2023
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN

1. Pengertian Sistem Perkemihan


Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadi penyaringan darah sehingga darah
bebas dari kandungan zat yang tidak digunakan oleh tubuh. Zat ini larut dalam air dan
dikeluarkan sebagai urine. Zat – zat yang dibutuhkan tubuh beredar melalui pembuluh kapiler
ginjal, masuk ke pembuluh darah, dan beredar ke seluruh tubuh. Fungsi utamanya adalah
untuk pengeluaran toksin hsil metabolisme, seperti komponen – komponen nitrogen
khususnya urea dan kreatinin. Organ – organ yang menyusun sistem perkemihan terdiri atas
ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra.
A. Ginjal
Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh
secara baik. Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang.
Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritoneum yang
melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra torakal 12 hingga
lumbal 3. Ginjal kanan terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk
hati. Di bagian atas ginjal terdapat kelenjar adrenal (suprarenal).
1) Struktur ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa. Bagian paling
luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla. Bagian
paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat
adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh
lapisan jaringan ikat longgar (kapsula). Hilus adalah batas bagian dalam ginjal yang
cekung sebagai pintu masuk pembuluh darah, limfatik, ureter, dan saraf. Pelvis renalis
berbentuk corong, menerima urine yang direproduksi ginjal
2) Pembungkus ginjal
Ginjal dilapisi oleh kapsula adiposa yang merupakan massa jaringan lemak yang
tertutup oleh suatu lamina khusus dari fasia subserosa (fascia renalis) yang terdapat
diantara Lapisan dalam dari fasia profunda dan stratum fasia suberosa internus yang
terpecah menjadi dua bagian yaitu lamella anterior dan posterior
3) Struktur mikroskopis ginjal
Nefron merupakan satuan fungsional ginjal, berjumlah sekitar 1,3 juta yang selama 24
jam menyaring 170 liter darah dari Arteri renalis. lubang-lubang yang terdapat pada
piramida ginjal masing-masing membentuk simpul satu Badan malpighi yang disebut
glomerulus. setiap nefron berasal dari berkas kapiler yang terdiri dari : Glomelurus,
tubulus proksimal konvulta, ansa henle, tubulus distal konvulta, dan duktus koligen
medulla.
4) Peredaran darah ginjal
Arteri renalis adalah percabangan aorta abdomen yang mensuplai masing-masing
ginjal dan masuk ke hilus melalui cabang anterior dan posterior yang membentuk
Arteri Arteri interlobaris yang mengalir di antara piramida ginjal. Arteri arkuata
berasal dari Arteri interlobaris pada area pertemuan antara korteks dan medula. Arteri
interlobularis merupakan percabangan arteri akuata di sudut kanan dan melewati
korteks. Arteriol aferen berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol aferen
membentuk sekitar 50 kapiler yang membentuk glomerulus. Arteriol aferen
meninggalkan setiap glomerulus dan membentuk jaring-jaring kapiler lain. Kapiler
peritubular yang mengelilingi tubulus proksimal dan distol untuk memberi nutrien
pada tubulus tersebut dan mengeluarkan zat-zat yang direabsorpsi. Arteriol eferen dari
glomerulus pada nefron jukstaglomerular memiliki perpanjangan pembuluh kapiler
panjang yang lurus disebut vasa recta yang masuk ke dalam piramida medula. Kapiler
peritubular mengalir ke dalam Vena korteks yang kemudian menyatu dan membentuk
Vena interlobularis. Vena arkuata menerima darah dari Vena interlobularis dan
bermuara ke dalam Vena interlobaris yang bergabung untuk bermuara ke dalam Vena
renalis.
5) Persarafan ginjal
Saraf ginjal lebih kurang 15 Ganglion. Ganglion ini membentuk pleksus renalis yang
berasal dari cabang yang terbawah dan di luar Ganglion pleksus seliaka, pleksus
akustikus dan bagian bawah splenikus. Pleksus renalis bergabung dengan pleksus
spermatikus dengan cara memberikan beberapa serabut yang dapat menimbulkan
nyeri pada testis pada kelainan ginjal.

B. Ureter
Ureter merupakan saluran yang berbentuk tabung dari ginjal ke vesika urinaria,
panjangnya 25 - 30 cm dengan diameter 6 mm mulai dari pelvis Renal setinggi lumbal ke
2. Posisi ureter miring dan menyempit di 3 titik yaitu, di titik asal ureter pada pelvis
ginjal, titik saat melewati pinggiran pelvis dan titik pertemuan dengan kandung kemih.
Ureter terdiri dari tiga lapisan yaitu epitel mukosa, bagian tengah lapisan otot polos dan
lapisan fibrosa. Berdasarkan tempatnya ureter terbagi menjadi
1) Pars abdominalis ureter dalam cavum abdomen ureter terletak di belakang peritoneum
sebelah media anterior muskulus mayor dan ditutupi oleh fasia subserosa.
2) Pars Pelvis ureter : pars pelvis ureter berjalan pada bagian dinding lateral dari cavum
pelvis sepanjang tepi anterior dari incisura ischiaduca mayor dan tertutup oleh
peritoneum.

C. Vesika Urinaria
Kandung kemih merupakan organ berongga dan berotot yang berfungsi menampung
urine sebelum dikeluarkan melalui uretra. Terletak pada rongga pelvizs, pada laki – laki
kandung kemih berada di belakang simfisis pubis dan didepan rektum, sedangkan pada
wanita berada dibawah uterus dan didepan vagina.
Dinding kandung kemih terdiri dari 4 lapisan yaitu :
1) Serosa adalah lapisan terluar, merupakan perpanjangan lapisan peritoneal rongga
abdominopelvis dan hanya ada dibagian atas pelvis.
2) Otot detrusor adalah lapisan tengah, tersusun dari berkas – berkas oto polos yang satu
sama lain saling membentuk sudut
3) Submukosa adalah lapisan jaringan ikat yang terletak dibawah mukosa dan
menghubungkannya dengan muskularis
4) Mukosa adalah lapisan terdalam, merupakan lapisan epitel yang tersusun dari
epitelium transisional.
Trigonum, adalah area halus, triangular dan relatif tidak dapat berkembang yang terletak
secara internal dibagian dasar kandung kemih. Membran mukosa vesika dalam kedaan
kosong berlipat – lipat dan akan menghilang jika vesika urinaria (VU) terisi penuh.
Lapisan oto VU terdiri atas otot polos, tersusun dan saling berkaitan disebut muskulus
detrusor vesika. Peredaran darah VU berasal dari arteri vesikalis superior dan inferior
yang merupakan cabang dari iliaka interna. Venanya membentuk pleksus prostatika yang
mengalirkan darah ke vena iliaka interna. Persarafan berasal dari pleksuss hipogastikaa
inferior, serabut ganglion simpatikus berasal dari ganglion lumbalis 1 dan 2 berjalan
turun ke vesika urinaria melalui pleksus hipogastrica.
Pengisian dan pengosongan vesika urinaria
Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam berkas spinal longitudinal
dan sirkuler. Kontraksi peristaltik reguler 1 sampai 5 kali per menit memindahkan urine
dari pelvis ginjal ke VU. Ureter menembus dinding VU secara miring, menjaganya tetap
tertutup kecuali selama gelombang peristaltik dan mencegah urine kembali ke ureter.
Kontraksi otot muskulus detrusor bertanggung jawab untuk pengosongan VU selama
berkemih. berkas otot berjalan pada sisi uretra.
Distensi kandung kemih oleh air kemih akan merangsang reseptor yang terdapat pada
dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk merangsang
berkemih. Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat
yang sama terjadi relaksasi sfingter internus, segera diikuti relaksasi sfingter eksterna,
akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih. Rangsangan yang menyebabkan kontraksi
kandung kemih dan relaksasi sfingter internus dihantarkan melalui serabut-serabut saraf
para simpatik. Kontraksi sfingter eksterna secara volunteer bertujuan untuk mencegah
atau menghentikan miksi. Bila ada kerusakan pada saraf-saraf tersebut maka akan terjadi
inkontinensia (kencing keluar terus menerus tanpa disadari) dan retensi urin (kencing
tertahan).

D. Uretra
1) Uretra Pada Pria
Uretra mengalirkan urine dari kandung kemih ke bagian eksterior tubuh. Pada laki-
laki, uretra membawa cairan semen dan urine, tetapi tidak pada waktu yang
bersamaan, panjangnya mencapai 17,5-20 cm dan melalui kelenjar prostat dan penis
yang terdiri dari 3 bagian, yaitu:
a. Uretra prostatik dikelilingi oleh kelenjar prostat, menerima dua duktus ejakulator
yang masing-masing terbentuk dari penyatuan duktus deferen dan duktus kelenjar
vesikel seminal, serta menjadi tempat bermuaranya sejumlah duktus dari kelenjar
prostat panjangnya 3 cm.
b. Uretra pars membranosa adalah bagian yang terpendek 1 cm sampai 2,5 cm.
Bagian ini berdinding tipis dan dikelilingi otot rangka sfingter uretra eksternal.
c. Uretra pars kavernous merupakan bagian yang terpanjang, menerima duktus
kelenjar bulbouretra dan merentang sampai orifisium uretra eksternal pada ujung
penis panjangnya 15 cm.
d. Orificium uretra eksterna, bagian erektor yang paling berkontraksi, berupa sebuah
celah vertikal, panjangnya 6 mm.
2) Uretra Pada Wanita
Uretra pada wanita, berukuran pendek sekitar 4 cm. Saluran ini membuka keluar
tubuh melalui orifisium uretra eksternal yang terletak dalam vestibulum antara klitoris
dan mulut vagina. Kelenjar uretra yang homolog dengan kelenjar prostat pada laki-
laki, bermuara ke dalam uretra. Lapisan uretra wanita terdiri dari tunika muskularis,
lapisan spongeosa, lapisan mukosa sebelah dalam.

E. Kelenjar Prostat
Ketika berbicara tentang prostat, hal yang terlintas dipikiran adalah laki-laki. Kelenjar
prostat adalah salah satu organ yang dimiliki oleh pria termasuk ke dalam sistem
urogenital. Secara anatomi, prostat termasuk salah satu kelenjar yang letaknya berada di
bawah kandung kemih, mengelilingi saluarn uretra, memiliki berat sekitar 18 sampai 20
gram. Berdasarkan McNeal (1972) prostat memiliki zona-zona yaitu zona perifer, zona
sentral dan zona transisi. Sekitar 70% dari prostat merupakan kelenjar sedangkan 30%
lainnya merupakan otot.

F. Patofisiologi Ginjal
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit
primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme
adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada
penyakit ginjal kronik.

G. Kaitan Patofisiologi Ginjal Dengan Gagal Ginjal


Menurut Bayhakki (2013), patogenesis gagal ginjal kronik melibatkan penurunan dan
kerusakan nefron yang diikuti kehilangan fungsi ginjal yang progresif. Total laju filtrasi
glomerulus (LFG) menurun dan klirens menurun, BUN dan kreatinin meningkat. Nefron
yang masih tersisa mengalami hipertrofi akibat usaha menyaring jumlah cairan yang
lebih banyak. Akibatnya, ginjal kehilangan kemampuan memekatkan urine. Tahapan
untuk melanjutkan ekskresi, sejumlah besar urine dikeluarkan, yang menyebabkan klien
mengalami kekurangan cairan. Tubulus secara bertahap kehilangan kemampuan
menyerap elektrolit. Biasanya, urine yang dibuang mengandung banyak sodium sehingga
terjadi poliuri (Veronika, 2017). Pada gagal ginjal kronik, fungsi ginjal menurun secara
drastis yang berasal dari nefron. Insifisiensi dari ginjal tersebut sekitar 20% sampai 50%
dalam hal GFR (Glomerular Filtration Rate). Pada penurunan fungsi rata-rata 50% ,
biasanya muncul tanda dan gejala azotemia sedang, poliuri, nokturia, hipertensi dan
sesekali terjadi anemia. Selain itu, selama terjadi kegagalan fungsi ginjal maka
keseimbangan cairan dan elektrolit pun terganggu. Pada hakikatnya tanda dan gejala
gagal ginjal kronis hampir sama dengan gagal ginjal akut, namun awitan waktunya saja
yang membedakan. Perjalanan dari gagal ginjal kronis membawa dampak yang sistemik
terhadap seluruh sistem tubuh dan sering mengakibatkan komplikasi.
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER

1. Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari jantung, komponen
darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan
nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di perlukan dalam proses metabolisme tubuh. Sistem
kardivaskuler memerlukan banyak mekanisme yang bervariasi agar fungsi regulasinya dapat
merespons aktivitas tubuh, salah satunya adalah meningkatkan aktivitas suplai darah agar
aktivitas jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak di
arahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berfungsi memlihara dan
mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri.
A. Jantung
Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik dengan apeks (superior-
posterior:C-II) berada di bawah dan basis ( anterior-inferior ICS - V) berada di atas. Pada
basis jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah dan
pembuluh balik. Jantung sebagai pusat system kardiovaskuler terletak di sebelah rongga
dada (cavum thoraks) sebelah kiri yang terlindung oleh costae tepatnya pada
mediastinum. Untuk mengetahui denyutan jantung, kita dapat memeriksa dibawah papilla
mamae 2 jari setelahnya. BeratBerat pada orang dewasa sekitar 250-350 gram. Hubungan
jantung dengan alat sekitarnya yaitu:
1) Dinding depan berhubungan dengan sternum dan kartilago kostalis setinggi kosta III-I
2) Samping berhubungan dengan par dan fasies mediastilais.
3) Atas setinggi torakal IV dan servikal Il berhubungan dengan aorta pulmonalis,
brongkus dekstra dan bronkus sinistra.
4) Belakang alat-alat mediastinum posterior, esophagus, aorta desendes, vena azigos, dan
kolumna vetebrata torakalis
5) Bagian bawah berhubungan dengan diafragma

B. Bagian – bagian dari jantung


1) Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan dengan pembuluh
darah besar dan dibnetuk oleh atrium sinistra dan sebagian oleh atrium dekstra.
2) Apeks kordis : bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut tumpul.
Permukaan jantung (fascies kordis) yaitu:
a. Fascies sternokostalis: permukaan menghadap kedepan berbatasan dengan
dinding depan toraks, dibentuk oleh atrium dekstra, ventrikel dekstra dan
sedikit ventrikel sinistra
b. Fascies dorsalis: permukaan jantung menghadap kebelakang berbentuk
segiempat berbatas dengan mediastinum posterior, dibentuk oleh dinding
atrium sinistra, sebgain atrium sinistra dan sebgain kecil dinding ventrikel
sinistra.
c. Fascies diafragmatika: permukaan bagian bawah jantung yang bebatas dengan
stentrum tindinium diafragma dibentuk oleh dinding ventrikel sinistra dan
sebagian kecil ventrikel dekstra.
C. Ruang Jantung
1) Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian dalamnya
membentuk suatu rigi atau Krista terminalis.
a. Muara atrium kanan terdiri dari:
Vena cava superior, Vena cava inferior, Sinus koronarius, Osteum atrioventrikuler
dekstra
b. Sisa fetal atrium kanan: fossa ovalis dan annulus ovalis
c. Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalui osteum atrioventrikel
dekstrum dan dengan traktus pulmonalis melalui osteum pulmonalis. Dinding
ventrikel kanan jauh lebih tebal dari atrium kanan terdiri dari: Valvula triskuspidal,
Valvula pulmonalis
2) Atrium sinistra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula
3) Ventrikel sinistra: Berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteum atrioventrikuler
sinistra dan dengan aorta melalui osteum aorta terdiri dari: Valvula mitralis dan Valvula
semilunaris aorta

D. Cara Kerja Jantung


1) Serambi kanan menerima darah dengan kadar oksigen rendah dari seluruh tubuh
melalui vena cava, kemudian memompanya ke bilik kanan.
2) Darah dari bilik kanan dipompa keluar jantung menuju ke paru-paru untuk pertukaran
karbondioksida dengan oksigen.
3) Darah yang sudah kaya akan oksigen dipompa masuk ke serambi kiri melalui vena
pulmonalis, dan selanjutnya dipompa ke bilik kiri.
4) Bilik kiri kemudian memompa darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh melalui
aorta.

E. Kaitan Anatomi fisiologi Kardiovaskuler Dengan Komplikasi Gagal Ginjal


1) Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, metabolisme asidosis, katabolisme, dan
asupan yang berlebihan (diet, obat-obatan, cairan).
2) Perikarditis pada PD, efusi perikardial, dan tamponade perikardial karena retensi
produk limbah uremic dan dialisis tidak memadai.
3) Hipertensi akibat retensi natrium dan air dan kerusakan sistem renin-
angiotensinaldosteron system.
4) Anemia akibat penurunan produksi erythropoietin, penurunan RBC umur, perdarahan
di saluran pencernaan dari racun menjengkelkan dan pembentukan ulkus, dan
kehilangan darah selama hemodialysis.
5) Penyakit tulang dan kalsifikasi metastatik dan vaskular karena retensi fosfor, kalsium
serum rendah tingkat, metabolisme vitamin D abnormal, dan tinggi tingkat aluminium
ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERKEMIHAN PENYAKIT GINJAL
KRONIK

A. Definisi
Gagal ginjal kronis merupakan penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan.
Biasanya gagal ginjal ini diketahui setelah jatuh dalam kondisi parah dan tidak dapat
disembuhkan. Gagal ginjal kronik adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible dimana kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
metabolic, cairan dan elektrolit yang mengakibatkan uremia atau azotemia ( Smeltzer dkk,
2010 & Harmilah, 2020).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme
serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif
dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit ( toksik uremik ) didalam darah ( Mutaqqin
dan sari, 2014 & Harmilah, 2020).

B. Etiologi Gagal Ginjal Kronik


Banyak kondisi klinis yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi,
apapun sebabnya, respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif.
Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan gagal ginjal kronis (GGK) bisa
disebabkan oleh ginjal sendiri ataupun oleh luar ginjal (Harmilah, 2020)
a. Penyakit Dari Ginjal
1) Penyakit pada saringan glomerulus nefritis
2) Infeksi kuman, peilonefritis, urethritis
3) Batu ginjal (nefrolitiasis)
4) Kista di ginjal (polcystis kidney)
5) Trauma langsung pada ginjal
6) Keganasan pada ginjal
7) Sumbatan : batu, tumor, penyempitan / striktur
b. Penyakit yang umum diluar ginjal
1) Penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi
2) Dyslipidemia
3) SLE
4) Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
5) Preeklampsia
6) Obat-obatan
7) Kehilangan banyak cairan ( luka bakar )
C. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
Patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai pada fase awal gangguan, keseimbangan cairan ,
penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada
bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal 11 turun kurang dari 25% normal, manifestasi
klinis gagal ginjal kronik karena nefron-nefron yang sehat sisa mengambil alih fungsi nefron
yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan reabsorbsi dan sekresinya serta
mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron
yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut
rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan
tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorbsi protein. Pada saat
penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah
keginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan beban
cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal
ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein plasma. Kondisi ini
akan bertambah buruk dengan banyaknya terbentuk jaringan parut sebagai respon dari
kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan manifestasi
penumpukan metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga menjadi
sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh.
Tahapan gagal ginjal kronik (Pradeep, 2013; Choka, 2005; The kidney Disease Outcomes
Quality Iniatiative (KDOQI) of the National Kidney Foundation (NKF, 2002) : berhubungan
dengan tingkat kehilangan nefron dan perubahan GFR . Penanda lain kerusakan ginjal (mis,
abnormalitas dalam komposisi darah atau urine pada tahap 1 dan 2 karena GFR mungkin
normal atau berada pada ambang batas.
D. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut (Smeltzer dkk. 2010 & Harmilah, 2020)
antara lain :
1) Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan
diet berlebihan.
2) Pericarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malafungsi fumgsi reninangiotensin-
aldosteron.
4) Anemia akibat penurunan eritropoietin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahn gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama
hemodialisi.
5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar aluminium
E. Manifestasi Klinis
a. Lebih sering ingin buang air kecil, terutama di malam hari
b. Kulit terasa gatal
c. Adanya darah atau protein dalam urine yang dideteksi saat tes urine
d. Mengalami kram otot
e. Berat badan turun atau kehilangan berat badan
f. Kehilangan nafsu makan atau nafsu makan menurun
g. Penumpukan cairan yang mengakibatkan pembengkakan kaki, dan tangan
h. Nyeri pada dada akibat cairan menumpuk di sekitar jantung
i. Mengalami kejang pada otot
j. Mengalami gangguan pernapasan atau sesak napas
k. Mengalami mual dan muntah
l. Mengalami gangguan tidur atau susah tidur
m. Terjadi disfungsi ereksi pada pria
F. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang untuk gagal ginjal kronis antara lain :
a. Gambaran klinis
b. Gambaran laboratories
c. Gambaran radiologi
d. Biopsi dn pemeriksaan histopatologi ginjal
G. Penatalaksaan
a. Nonfarmakologis
1) Pengaturan asupan protein
a) Pasien nondialisis 0,6-0,7 gram/kgBB ideal/hari (sesuai dengan CCT/ toleransi
pasien
b) Pasien hemodialis 1-1,2 gram/kgBB/hari
c) Pasien peritoneal dialysis 1,3 gram/kgBB/hari 18
2) Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari
3) Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
4) Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total
5) Garam ( Nacl) : 2-3 gram/hari
6) Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari. Pasien HD: 17mg/hari
7) Kalsium : 1400-1600 mg/hari
8) Besi : 10-18mg/hari
9) Magnesium : 200-300 mg/hari
10) Asam folat pasien HD : 5 mg
11) Air : jumlah urine 24jam + 500 ml (insensible water loss). Pada CAPD air
disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan BB di antara waktu
b. Farmakologis
1) Kontrol tekanan darah
2) Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II kemudian evaluasi
kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau timbul
hyperkalemia harus dihentikan.
3) Penghambat kalsium
4) Diuretik
5) Pada pasien DM, kontrol gula darah dan hindrasi pemakaian Metformin atau obat-
obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk 19 DM tipe 1
0,2 di atas normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.
6) Koreksi anemia dengan target Hb 10-12gr/dl
7) Kontrol Hiperfosfatemia : kalsium karbonat atau kalsium asetat
8) Kontrol renal osteodistrofi : kalsitrol
9) Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l.
10) Koreksi hyperkalemia
11) Kontrol dyslipidemia dengan target LDL
H. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Biodata
Usia : gagal ginjal menyerang semua golongan usia, tidak ada spesifikasi khusus
pada usia penderita gagal ginjal kronis. Jenis kelamin : laki-laki sering memiliki
risiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis
merupakan periode lanjut dari insiden gagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri
sendiri.
2) Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang menyertai.
Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai pada anuria,
penurunan kesadaran karena komplikasi pada system sirkulasi ventilasi, anoreksia,
mual dan muntah, diaphoresis, fatique, napas berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini
di picu oleh penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolisme atau toksin dalam tubuh
karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat penyakit dahulu
5) Riwayat kesehatan keluarga
6) Riwayat psikososial
7) Pemeriksaan fisik

b. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa yang biasanya muncul pada Gagal Ginjal Kronis (Nurarif & Kusuma, 2015)
adalah sebagai berikut :
1. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, penurunan curah jantung penurunan
perifer yang mengakibatkan asidosis laktat
2. Nyeri akut
3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi
cairan serta natrium
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
5. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi, produk sampah
6. Gangguan integritas kulit b.d pruritus, gangguan status metabolic sekunder

c. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru,penurunan curah jantung, penurunan
perifer, yang mengakibatkan asidosis laktat
Intervensi :
a) Monitor frekuensi, irama,kedalaman, dan upaya napas.
b) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,cheyne
stokes,biot,ataksik)
c) Monitor kemampuan batuk efektif
d) Monitor adanya sumbatan jalan napas
e) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
f) Auskultasi bunyi napas
g) Monitor saturasi oksigen
h) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
i) Dokumentasikan hasil pemantauan
j) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
k) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
l) Kolaborasi penentuan dosis oksigen
m)Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
2. Nyeri akut b.d
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,kualitas dan intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi factor yang memperingan dan memperberat nyeri
d. Monitor efek samping penggunaan analgetik
e. Control lingkungan yang memperberat nyeri (mis : suhu ruangan,pencahayaan dan
kebisingan)
f. Beri teknis non-farmakologis untuk meredakan nyeri (teknik relaksasi nafas dalam,
kompres hangat dan dingin)
g. Jelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri
h. Jelaskan strategi nyeriAnjurkan menggunakan analgetik secara tepat
i. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
j. Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu
3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi
cairan serta natrium
Intervensi :
a. Periksa tanda dan gejala hypervolemia
b. Monitor intake dan output cairan
c. Monitor efek samping diuretic
d. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
e. Batasi asupan cairan dan garam
f. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
g. Anjurkan melapor jika haluaran urine 1kg dalam sehari
h. Ajarkan cara membatasi cairan
i. Kolaborasi pemberian diuretic
j. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic 3) Kolaborasi pemberian
CRRT, bila perlu
4. Ketidakseimbangan nutrisi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual
dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
a. Identifikasi status nutrisi
b. Monitor asupan makanan
c. Monitor berat badan
d. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
e. Ajarkan diet yang di programkan
f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan
5. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi, produk sampah
a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b. Monitor pola jam tidur
c. Monitor kelelahan fisik dan emosional
d. Anjurkan tirah baring
e. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
f. Berikan lingkungan yang nyaman
g. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
h. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
6. Gangguan integritas kulit b.d pruritus, gangguan status metabolic sekunder
a. Identifikasi penyebab gangguan integritas jaringan kulit
b. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
c. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit
d. Anjurkan menggunakan pelembab
e. Anjurkan minum air yang cukup
f. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
g. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstream
d. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan, yang dihadapi ke status kesehatan
yang baik dan menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat pada kebutuhan pasien, factor-faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan
komunikasi. Dalam pelaksanaan terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, adalah
sebagai berikut (Rahmi, 2019)
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah membandingkan secara sistematik dan terencana, tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan kenyataan yang ada ada
pada klien. Hal ini dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan pasien dan
tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir darirangkaian
proses keperawatan yang berguna, apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Metode yang digunakan dalam evaluasi
antaraa lain mengobservasi langsung adalah mengamati secara langsung perubahan yang
terjadi dalam keluarga, wawancara keluarga yang berkaitan dengan perubahan sikap,
apakah telah menjalankan anjuran yang diberikan perawat, memeriksa laporan dapat
dilihat dari rencana asuhan keperawatan yang dibuat dan tindakan yang dilaksanakan
sesuai dengan rencana, latihan stimulasi yang berguna dalam menentukan
perkembangankesanggupan melaksanakan asuhan keperawatan (Rahmi, 2019)
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif dan Sari Kumala. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Nugrahaeni, Ardhina.(2020). Pengantar Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Healthy

Rani, Destri Maya Dkk. (2022). Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia. Medan: Yayasan Kita
Menulis

Sumiyati dkk. (2021). Anatomi Fisiologi. Medan : Yayasan Kita Menulis

Syaifuddin. (2012). Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia. Salemba Medika: Jakarta

Syaifuddin. (2012). Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan


dan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.
Harmilah. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Perkemihan.
PUSTAKA BARU PRESS
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Nanda dan Nic Noc (Revisi Jil). Mediaction Jogja.
Rahmi, U. (2019). Dokumentasi Keperawatan ( bunga sari Fatmawati (ed.)). Bumi Medika.

Anda mungkin juga menyukai