Anda di halaman 1dari 36

PENYAKIT RETENSI URINE

Dosen Mata Kuliah :

Ns Djuwartini, S.Kep., M.Kep

Di Susun Oleh :

Kelompok 5

Jihan Rizki Annisa 201601067


Diah Kurniaty 201601060
Umi Kalsum 201601093
Ramli N Lapatanca 201601085

STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


2016/2017
LAPORAN

PENDAHULUAN

A. Definisi
Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung kemih
sepenuhnya selama proses pengeluaran urine. (Brunner and Suddarth. (2010). Text
Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition. Hal 1370 ).
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan
tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio
urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita
Selekta Kedokteran).

B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan

Gambar : Saluran Urinaria


Sumber : Timby, B. K., & Smith, N. E. (2010)
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan
darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan
lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

1. Susunan Sistem Perkemihan


Sistem perkemihan terdiri dari : dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, dua
ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), satu vesika
urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika
urinaria.
a) Ginjal (Ren)

Gambar : Bagian dalam ginjal


Sumber : Timby, B. K., & Smith, N. E. (2010)

Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak dibelakang perut atau


abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di
bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar
adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal kanan biasanya terletak sedikit
di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati. Sebagian dari bagian atas
ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh
dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu
meredam goncangan.
Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan
ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti
kacang dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Di tiap ginjal terdapat bukan
yang disebut hilus yang menghubungkan arteri renal, vena renal, dan ureter.
Sistem urinaria (ginjal) terdiri dari organ-organ yang memproduksi urine
dan mengeluarkannya dari tubuh. Sistem ini merupakan salah satu sistem utama
untuk mempertahankan homeostatis (kekonstanan lingkungan internal).
1) Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-
zat toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
2) Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan
cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis,
puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil
disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu
masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis
berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi
dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang
menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit
fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 sampai 4 juta nefron yang merupakan unit
pembentuk urine nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus,
tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
 Glomerulus adalah gulungan kapilar yang dikelilingin kapsul epitel
berdinding ganda disebut kapsul bowman. Glomelurus dan kapsul bowman
bersama-sama membentuk sebuah korpuskel ginjal.
 Tubulus Kontortus Proksimal, panjangnya mencapai 15 mm dan sangant
berliku. Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-
sel epithelial kuboid yang kaya akan mikrovilus dan memperluas area
permukaan lumen.
 Ansa Henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai desenden
ansa henle yang masuk ke dalam medulla, membentuk lengkungan jepit
yang tajam (lekukan), dan membalik ke atas membentuk tungkai asenden
ansa henle.
 Tubulus Kontostus Distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5 mm
dan membentuk segmen terakhir nefron.
 Tubulus dan Duktus Pengumpul. Karena setiap tubulus pengumpul
bersedenden di korteks, maka tubulus tersebut akan mengalir ke sejumlah
tubulus kontortus distal. Tubulus pengumpul membentuk duktus
pengumpul besar yang lurus. Duktus pengumpul membentuk tuba yang
lebih besar yang mengalirkan urine ke dalam kaliks mayor. Dari pelvis
ginjal, urine dialirkan ke ureter yang mengarah ke kandung kemih
3) Suplai Darah

Gambar : Arteri dan Vena pada ginjal


Sumber : Martini, F. (2012)

 Arteri renalis adalah percabangan aorta abdomen yang mensuplai masing-


masing ginjal dan masuk kr hilus melalui cabang anterior dan posterios.
 Cabang anterior dan posterior arteri renalis membentuk arteri-arteri
interlobaris yang mengalir diantara piramida-piramida ginjal.
 Arteri arkuata berasal dari arteri interlobaris pada area pertemuan antara
korteks dan medulla.
 Arteri interlobularis merupakan percabangan arteri arkuata disudut kanan
melewati korteks.
 Arteriol aferen berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol aferen
membentuk sekitar 50 kapilar yang membentuk glomelurus.
 Arteriol eferen meninggalkan setiap glomelurus dan membentuk jarring-
jaring kapilar lain, kapilar peritubular yang mengelilingin tubulus proksimal
dan distal untuk member nutrient pada tubulus tersebut dan mengeluarkan
zat-zat yang direabsorpsi.
 Kapilar peritubular mengalir ke dalam vena korteks yang kemudian menyatu
dan membentuk vena interlobularis.
 Vena arkuata menerima darah dari vena interlobularis. Vena arkuata
bermuara ke dalam vena interlobaris yang bergabung untuk bermuara ke
dalam vena renalis. Vena ini meninggalkan ginjal untuk bersatu dengan vena
kava inferior.
b) Ureter
Ureter adalah perpanjangan tubular berpasangan dan berotot dari pelvis
ginjal yang merentang sempai kandung kemih.
Setiap ureter panjangnya antara 25 cm – 30 cm dan berdiameter 4 mm - 6
mm. saluran ini menyempit di tiga tempat : di titik asal ureter pada pelvis ginjal, di
titik saat melewati pinggiran pelvis, dan di titik pertemuannya dengan kandung
kemih. Batu ginjal dapat tersangkut dalam ureter di ketiga tempat ini,
mengakibatkan nyeri dan disebut kolik ginjal.
Dinding ureter terdiri dari tiga lapisan jaringan : lapisan terluar adalah
lapisan fibrosa, di tengah adalah muskularis longitudinal kea rah dalam dan otot
polos sirkular kea rah luar, dan lapisan terdalam adalah epitelum mukosa yang
mengsekresi lapisan mucus pelindung.
Lapisan ottot memiliki aktifitas peristaltic intristik. Gelombang peristaltis
mengalirkan urine dari kandung kemih keluar tubuh.

c) Vesika Urinaria (Kandung Kemih)


Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti
buah pir (kendi). letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.
Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Lokasi. Pada laki-laki, kandung kemih terletak tepat di belakang simpisis
pubis dan di depan rectum. Pada perempuan, organ ini terletak agak di bawah
uterus di depan vagina. Ukuran organ ini sebesar kacang kenari dan terletak di
pelvis saat kosong : organ berbentuk seperti buah pir dan dapat mencapai
imbilikus dalam rongga abdominopelvis jika penuh berisi urine.
Struktur. Kandung kemih ditopang dalam rongga pelvis dalam lipatan-
lipatan peritoneum dan kondensasi fasia. Dinding kandung kemih terdiri dari
empat lapisan :
1) Serosa adalah lapisan terluar. Lapisan ini merupakan perpanjangan
lapisan teritoneal rongga abdominopelvis dan hanya ada di bagian atas
pelvis. Otot detrusor adalah lapisan tengah. Lapisan ini tersusun dari
berkas-berkas otot polos yang satu sama lain saling membentuk sudut. Ini
untuk memastikan bahwa selama urinasi, kandung kemih akan
berkontraksi dengan serempak ke segala arah.
2) Submukosa adalah lapisan jaringan ikat yang terletak di bawah mukosa
dan menghubungkannya dengan muskularis.
3) Mukosa adalah lapisan terdalam. Lapisan ini merupakan lapisan epitel,
yang tersusun dari epithelium transisional. Pada kandung kemih yang
relax, mukosa membentuk ruga (lipatan-lipatan), yang akan memipih dan
mengembang saat urine berakumulasi dalam kandung kemih.
4) Trigonum adalah area halus, triangular, dan relative tidak dapat
berkembang yang terletak secara internal di bagian dasar kandung kemih.
Sudut-sudutnya terbentuk dari tiga lubang. Di sudut atas trigonum, dua
ureter bermuara ke kandung kemih. Uretra keluar dari kandung kemih di
bagian apeks trigonum.
Kandung kemih juga terdapat otot-otot polos yang bisa melakukan gerak-
gerak peristaltic untuk mendorong urine keluar.
Kapasitas kandung kemih adalah 900 cc / 900 ml. 300-350 kita masih
sadar bisa menahan jadi springter menutup, tapi sudah ada respons untuk pipis /
BAK. 700 cc kita tidak bisa menahan sfringter dengan sendirinya akan terbuka
dan terjadinya ngompol.
d) Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang
berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.Uretra mengalirkan urine dari kandung
kemih ke bagian eksterior tubuh.
Pada laki-laki uretra membawa cairan semen dan urine, tetapi tidak pada
waktu yang bersamaan. Uretra laki-laki panjangnya mencapai 20 cm dan melalui
kelenjar prostat dan penis. Terdiri dari :
1) Uretra prostatic dikelilingi oleh kelenjar prostat. Uretra ini menerima dua
duktus ejaculator yang masing-masing terbentuk dari penyatuan duktus
deferen dan duktus kelenjar vesikel seminal, serta menjadi tempat
bermuaranya sejumlah duktus dari kelenjar prostat.
2) Uretra membranosa adalah bagian yang terpendek (1 sampai 2 cm). Bagian ini
berdinding tipis dan dikelilingi otot rangka sflingter uretra eksternal.
3) Uretra cavernous (penile, bersepons) merupakan bagian yang terpanjang.
Bagian ini menerima duktus kelenjar bulbouretra dan merentang sampai
orifisium uretra eksternal pada ujung penis. Tepat sebelum mulut penis, uretra
membesar untuk membentuk suatu dilatasi kecil, fosa navicularis. Uretra
kavernus dikelilingi korpus spongisum, yaitu suatu kerangka ruang vena yang
besar.
Uretra pada perempuan, berukuran pendek (3,75 cm). saluaran ini membuka
keluar tubuh melalui urivisiumuretra eksternal dalam vestibulum antara klitoris
dan mulut vagina. Kelenjar uretra yang homolog dengan kelenjar prostat pada
laki-laki, bermuara ke dalam uretra.
Panjangnya uretra laki-laki cenderung menghambat infasi bakteri ke dalam
kandung kemih (sistitits) yang lebih sering terjadi pada perempuan.

2. Perkemihan (urinasi)
Bergantung pada inervasi parasimpatis dan simpatis juga impuls saraf volunteer.
Pengeluaran urine membutuhkan kontraksi aktif otot detrusor.
a) Bagian dari otot trigonum yang mengelilingi jalan keluar uretra berfungsi sebagai
sfingter uretra internal yang menjaga saluran tetap tertututp. Otot ini di inervasi
oleh neuron parasimpatis.
b) Sfingter uretra eksternal terbentuk dari serabut otot rangka dan otot perineal
tranversa yang berada di bawah kendali volunteer. Bagian pibokoksigeus pada otot
levator ini juga berkontribusi dalam pembentukan sfingter.
c) Refleks perkemihan terjadi saat peregangan kandung kemih sampai sekitar 300
ml– 400 ml urine menstimulasi reseptor peregang pada dinding kemih.
1) Impuls pada medulla spinalis di kirim ke otak dan menghasilkan impuls
parasimpatis yang menjalar melalui saraf splanknik pelvis ke kandung kemih.
2) Reflex perkemihan menyebabkan kontraksi otot detsuror : relaksasi sfingter
internal dan eksternal mengakibatkan pengosongan kandung kemih.
3) Pada laki-laki, serabut simpatis menginervasi jalan keluar uretra dan
mengkontraksi jalan tersebut untuk mencegah refluks semen ke dalam
kandung kemih saat orgasme.
d) Pencegahan refluks perkemihan melalui kendali volunteer sflingter eksternal
adalah respons yang dapat di pelajari.
1) Pencegahan volunteer tergantung pada integritas saraf terhadap kandung
kemih dan uretra, traktus, yang keluar dari medulla spinalis menuju dan dari
otak, dan area motorik seremrum. Cedera pada lokasi ini dapat menyebabkan
inkontenesia.
2) Kendali volunteer urinasi adalah respons yang dapat dipelajari. Hal ini tidak
dapat di latih pada SSP yang imatur yang sebaiknya ditunda sampai paling
tidak berusia 18 bulan.

3. Sifat fisis air kemih, terdiri dari :


a) Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake)
cairan dan faktor lainnya.
b) Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
c) Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.
d) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
e) Berat jenis 1,015-1,020.
f) Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur
menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).
4. Komposisi air kemih, terdiri dari :
a) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
b) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan
kreatinin.
c) Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.
d) Pagmen (bilirubin dan urobilin).
e) Toksin.
f) Hormon.
5. Proses pembentukan urine
Pembentukan urine terjadi melalui tiga proses, yaitu penyaringan (filtrasi),
penyerapan kembali (reabsorpsi), dan pengeluaran zat (augmentasi).
a) Penyaringan (Filtrasi)
Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi di
kapiler glomerulus, sel-sel kapiler glomerulus yang berpori (podosit), tekanan dan
permeabilitas yang tinggi pada glomerulus mempermudah proses penyaringan,
selain penyaringan di glomerulus juga terjadi penyerapan kembali sel-sel darah ,
keeping darah, dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan yang kecil terlarut
di dalam plasma darah, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida,
bikarbonat, dan urea dapat melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.
Hasil penyaringan di glomerulus disebut filtrate glomerulus atau urin primer,
mengandung asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam lain, Zat-
zat yang ada di dalam darah mengandung zat yang bermanfaat dan zat sisa yang
beracun. Zat-zat yang masih dapat dipakai atau dimanfaatkan kembali akan
diserap oleh tubuh melalui pembuluh darah di ginjal. Adapun zat-zat sisa yang
beracun harus segera dikeluarkan dari tubuh. Zat-zat yang berguna dan zat-zat
beracun dipisahkan melalui proses penyaringan. Proses penyaringan darah terjadi
di dalam badan Malpighi, khususnya glomerulus, yang terdapat di bagian kulit
ginjal. Darah masuk ke ginjal melalui arteri ginjal, këmudian menuju ke
glomerulus untuk disaring. Hasil penyaringan darah oleh glomerulus ini berupa
filtrat glomerulus. Selanjutnya, filtrat masuk ke dalam kapsula Bowman dan
disebut urine primer.Molekul-molekul yang besar seperti protein dan sel-sel darah
tidak dapat melewati glomerulus. Jadi, filtrat glomerulus hanya mengandung zat
gula, air, garam-garam mineral, dan asam amino yang masih dibutuhkan oleh
tubuh. Filtrat glomerulus kemudian dialirkan melalui tubulus-tubulus di dalam
sumsum ginjal. Di sepanjang tubulus (saluran), terjadi penyerapan kembali
(reabsorpsi) zat-zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh. Pembuluh-pembuluh
kapiler di dinding tubulus menyerap zat gula, asam amino, dan garam-garam
mineral dalam bentuk ion-ion anorganik untuk dibawa masuk ke aliran darah. Zat-
zat yang tidak terserap ke dalam darah disebut filtrat tubulus atau urine sekunder. .

b) Penyerapan kembali (Reabsorpsi)


Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urine primer akan di serap
kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus kontortus distal
terjadi penambahan zat-zat sisa dan urea. Meresapnya zat-zat pada tubulus ini
melalui dua cara yaitu gula dan asam amino yang meresap melalui peristiwa
difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi pada
tubulus proksinal dan tubulus distal substansi yang masih diperlukan seperti
glukosa dan asam amino dikembalikan lagi ke darah. Zat ammonia, obat-obatan
seperti penisilin, kelebihan garam dan bahan lain pada filtrate di keluarkan
bersama urin, stelah terjadi reabsorpsi maka tubulus mengasilkan urin sekunder,
zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi, Sebaliknya, konsentrasi
zat-zat sisa metabolism yang bersifat racun bertambah misalnya urea.

c) Augmentasi
Urin sekunder dari tubulus kontortus distal akan turun menuju tubulus
pengumpul. Pada tubulus pengumpul ini masih terjadi penyerapan ion Na+, Cl-,
dan urea sehingga terbentuklah urin sesungguhnya. Dari tubulus pengumpul, urin
di bawa ke pelvis renalis, dari pelvis renalis, urin mengalir melalui ureter menuju
vesika urinaria (kandung kemih) yang merupakan tempat penyimpanan sementara
urin.
Jadi singkatnya, Filtrat tubulus kemudian terus mengalir di sepanjang
tubulus dan bergabung dengan zat-zat sisa yang lain menuju ke tubulus distal. Di
dalam tubulus distal terjadilah proses augmentasi. Setelah menjalani proses
tersebut, terbentuklah urine Sesungguhnya yang dikumpulkan melalui tubula
kolekta untuk dialirkan menuju rongga ginjal. Dan rongga ginjal, urine dialirkan
melalui ureter menuju ke kantong kemih (vesica urinaria). Pada pangkal kantong
kemih terdapat otot melingkar (sfingter). Jika kantong kemih penuh, otot
melingkar tersebut tertekan dan merenggang. Merenggangnya otot lingkar pada
pangkal kantong kemih menimbulkan rangsangan berupa keinginan buang air
kecil. Selanjutnya, urine dibuang ke luar tubuh melalui uretra. Setelah mengalami
proses filtrasi, reabsorpsi, dan augmentasi terbentuklah urine yang mengandung
zat-zat sisa dan zat-zat berlebih yang sudah tidak digunakan tubuh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran urine yaitu :
1) Hormon Antidiuretik
Hormon antidiuretik dikeluarkan oleh kelenjar saraf hipofisis.
Pengeluaran hormon ini ditentukan oleh reseptor khusus di dalam otak yang
secara terus-menerus mengendalikan tekanan osmotik darah. Oleh karena itu,
hormon ini akan memengaruhi proses readsorpsi air pada tubulus kontortus
distal sehingga permeabilitas sel terhadap air akan meningkat.
Pada saat tubuh kekurangan cairan, konsentrasi air dalam darah akan
menurun. Akibatnya, sekresi ADH meningkat dan dialirkan oleh darah
menunju ginjal. ADH meningkatkan permeabilitas sel terhadap air dan
permeabilitas saluran pengumpul. Dengan demikian, air akan berdifusi keluar
dari pipa pengumpul, lalu masuk ke dalam darah. Keadaan tersebut dapat
memulihkan konsentrasi air dalam darah. Akibatnya, urine yang dihasilkan
lebih sedikit dan pekat.
2) Hormon Insulin
Hormon insulin merupakan hormon yang dikeluarkan oleh pulau-pulau
langerhans yang berada di pankreas yang berfungsi untuk mengatur kadar gula
darah di dalam darah. Penderita diabetus militus memiliki kadar gula darah
yang tinggi di darah dikarenakan hormon insulin yang dihasilkan rendah.
Fungsi hormon insulin adalah mengendalikan kadar gula darah di dalam darah
dengan mengubahnya menjadi glikogen yang disimpan di hati.
3) Usia
Anak balita lebih sering mengeluarkan urine. Hal ini karena anak balita
belum bisa mengendalikan rangsangan untuk mikturasi. Mikturasi adalah
proses pengeluaran urine dari dalam tubuh. Jika di dalam kandung kemih
tersimpan urine sekitar 200–300 ml, akan timbul refleks rasa ingin buang air
kecil. Proses mikturasi ini dimulai dari ginjal–ureter–kandung kemih–uretra.
Selain itu, anak balita juga mengonsumsi lebih banyak makanan yang
berwujud cairan sehingga urine yang dihasilkan lebih banyak. Sementara itu,
pengeluaran urine pada lansia akan lebih sedikit. Hal ini karena setelah usia
40 tahun, jumlah nefron yang berfungsi akan menurun kira-kira 10% setiap
tahun. Kondisi ini akan mengurangi kemampuan ginjal dalam memproses
pengeluaran urine.
4) Gaya Hidup dan Aktivitas
Seseorang yang sering berolahraga urine yang terbentuk akan lebih
sedikit dan lebih pekat. Hal ini karena cairan tubuh lebih banyak digunakan
untuk membentuk energi. Oleh karena itu, cairan yang dikeluarkan lebih
banyak dalam bentuk keringat.
5) Kondisi Kesehatan
Seseorang yang sehat produksi urinenya berbeda dengan orang yang
sakit. Orang yang sedang sakit bisa mengeluarkan urine lebih banyak ataupun
lebih sedikit tergantung pada jenis penyakit yang dideritanya.
6) Psikologis
Orang yang sedang cemas, aktivitas metabolismenya akan lebih cepat
sehingga akan lebih sering mengeluarkan urine.
7) Cuaca
Apabila cuaca panas, cairan tubuh lebih banyak dikeluarkan dalam bentuk
keringat. Jika cuaca dingin cairan tubuh akan dikeluarkan dalam bentuk urine.
8) Jumlah Air yang Diminum
Apabila mengonsumsi banyak air minum, konsentrasi protein dalam
darah akan menurun. Kondisi ini dapat mengakibatkan menurunnya tekanan
koloid protein sehingga tekanan filtrasi kurang efektif. Akibatnya, volume
urine yang diproduksi akan meningkat.
9) Minuman alkohol dan kafein
Alkohol dapat menghambat pembentukan hormon antidiuretika.
Seseorang yang banyak minum alkohol dan kafein, maka jumlah air
kencingnya akan meningkat.
10) Kelainan pada Ginjal
Pada uraian di depan telah dijelaskan bahwa ekskresi penting dilakukan
oleh tubuh kita. Akan tetapi, akibat faktor-faktor tertentu, proses ekskresi pada
ginjal dapat mengalami gangguan

C. Aspek epidemiologi

Insidens retensi urin di Amerika Serikat :

1. laki-laki usia 40-83 thn: 4,5 – 6,8/1000 laki-laki/tahun


2. usia 70-an: 10%
3. usia 80-an: 30%
4. Insidens retensi urin ‘akut’: 3/1000 laki-laki/tahun
5. Insidens pada wanita: 3/100.000 wanita/tahun
Perhatikan bahwa pada retensi urin akut, laki-laki lebih banyak daripada
wanita dengan perbandingan 3/1000 : 3/100000. Berdasarkan data juga dapat dilihat
bahwa dengan bertambahnya umur pada laki-laki, kejadian retensi urin juga akan
semakin meningkat.

D. Etiologi

Adapun penyebab dari penyakit retensio urine dapat dibagi menurut letaknya yang
adalah sebagai berikut:

1. Supra vesikal

a) Kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis S2 - S4.


b) Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya.
c) Kelainan medulla spinalis, misalnya meningokel, tabes dorsalis, atau spasmus
sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.

2. Vesikal

a) Kelemahan otot detrusor karena lama teregang.


b) Atoni pada pasien DM atau penyakit neurologis.
c) Divertikel yang besar.

3. Intravesikal

a) Pembesaran prostate.
b) Kekakuan leher vesika.
c) Striktura.
d) Batu kecil.
e) Tumor pada leher vesika.
f) Fimosis.
Selain itu penyebab dari penyakit retensi urine juga dapat dibagi menurut organ
yang terkenanya. Pembagiannya adalah sebagai berikut:

1. Vesika urinaria

a) Neuropati diabetes
b) Atoni otot detrusor karena pembesaran kronis yang berlebihan.

2. Uretra

a) Pada bayi dan anak-anak


1) Katup uretra posterior
2) Stenosis meatal
3) Fimosis dan parafimosis
b) Pada pria dewasa
1) Batu
2) Striktura
c) Pada wanita dewasa
1) Obstruksi uretra ( sangat jarang )
d) Pada pria tua
1) Beningn Prostat Hiperplasia
2) Batu
3) Prostat
4) Striktura
e) Pada wanita tua
1) Karunkel uretra
2) Polip uretra

E. Patofisiologi

Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan


penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan
bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanan dan
pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik.

Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih
menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan
urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor
yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal
uretra.

Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan otot
detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis
yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen kolinergik.

Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung
ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf
dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama
fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral dihentikan dan
timbul kontraksi otot detrusor. Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih
menimbulkan relaksasi pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang
nervus pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna.
Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal.

Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit
yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan.
Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti ansietas,
kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya.

Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi
di medulla spinalis menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis sebagian atau
seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak
adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal, vesikal berupa kelemahan otot
detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan
leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa
meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen.

Dari semua factor di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi
poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak efisien.Selanjutnya terjadi distensi bladder
dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa kateterisasi urethra.
F. Pathway

Normalnya urine tersusun dari bahan organik & anorganik terlarut


Terjadinya presipitasi kristal
Membentuk inti baru
Mengadakan agregasi dan menarik bahan- bahan
lain menjadi kristal
Menempel di saluran kemih retensi kristal
Batu saluran kemih
Mengendapkan bahan lain sehingga batu Obstruksi sal.kemih
menjadi lebih besar
Kristal semakin besar, menyebabkan obstruksi

Gangguan
Urine terkumpul di atas eliminasi urine

Stagnansi urine Rasa ingin BAK, tp Dilatasi pd bg. Retensi


tidak lampias hidroureter urin
Mikroorganisme Retensi
otot bkontraksi urinarius
Gg. Rasa
nyaman melawan obstruksi
Resiko
infeksi
batu bgsekan dg RBC kluar
mukosa epitel tjd trauma
G. Manifestasi klinis
Retensi urine memberikan gejala gangguan berkemih, termasuk diantaranya
kesulitan buang air kecil; pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus; ada rasa
tidak puas, dan keinginan untuk mengedan atau memberikan tekanan pada suprapubik
saat berkemih.
Suatu penelitian melaporkan bahwa gejala yang paling bermakna dalam
memprediksikan adanya gangguan berkemih adalah pancaran kencing yang lemah,
pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna, mengedan saat berkemih, dan
nokturia.

H. Klasifikasi
1. Retensi urin akut
Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih yang tiba-tiba dan
disertai rasa sakit meskipun buli-buli terisi penuh. Berbeda dengan kronis, tidak ada
rasa sakit karena sedikit2 nimbunnya. Kondisi yang terkait adalah tidak dapat
berkemih sama sekali, kandung kemih penuh, terjadi tiba-tiba, disertai rasa nyeri,
dan keadaan ini termasuk kedaruratan dalam urologi. Kalau tidak dapat berkemih
sama sekali segera dipasang kateter.
2. Retensi urin kronik
Retensi urin kronik adalah retensi urin ‘tanpa rasa nyeri’ yang disebabkan
oleh peningkatan volume residu urin yang bertahap. Misalnya lama-lama tidak bisa
kencing. pada pembesaran prostat, pembesaran sedikit-sedikit, bisa kencing sedikit
tapi bukan karena keinginannya sendiri tapi keluar sendiri karena tekanan lebih
tinggi daripada tekanan sfingternya. Kondisi yang terkait adalah masih dapat
berkemih, namun tidak lancar , sulit memulai berkemih (hesitancy), tidak dapat
mengosongkan kandung kemih dengan sempurna (tidak lampias). Retensi urin
kronik tidak mengancam nyawa, namun dapat menyebabkan permasalahan medis
yang serius di kemudian hari.
I. Pencegahan
1) Pencegahan Primer
Tujuan : mencegah agar tidak terjadi Retensi Urine dengan cara mengendalikan
faktor penyebab.
Sasaran : ditujukan kepada orang yang masih sehat, belum pernah menderita
Retensi Urine.
Kegiatan : promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, dan perlindungan kesehatan.
Contohnya dianjurkan minum air putih minimal 2 liter per hari.
Konsumsi air putih dapat meningkatkan aliran kemih, makan
mengonsumsi makanan yang tinggi nutrisi, serta olahraga yang cukup
terutama bagi individu yang pekerjaannya lebih banyak duduk atau statis.
2) Pencegahan Sekunder
Tujuan : untuk menghentikan perkembangan penyakit agar tidak menyebar dan
mencegah terjadinya komplikasi.
Sasaran : ditujukan kepada orang yang telah menderita penyakit Retensi Urine
Kegiatan : yang dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan sejak dini. Diagnosis
Retensi Urine dapat dilakukan Urinalisa yang akan mengungkapkan
infeksi dan menentukan ada tidaknya hematuria, yang mana dapat
menjadi tanda infeksi, tumor, toksin, trauma atau kalkuli.
3) Pencegahan Tersier
Tujuan : pemulihan atau rehabilitasi untuk mencegah terjadinya kecacatan dan
kematian
Sasaran : ditujukan kepada orang yang dalam masa pemulihan retensi urin
Kegiatan : Pendidikan kesehatan dan tindakan kolaborasi seperti Uroflometri,
Uretrografi
J. Penatalaksanaan

Urin dapat dikeluarkan dengan cara Kateterisasi atau Sistostomi. Penanganan pada
retensi urin akut berupa : kateterisasi – bila gagal – dilakukan Sistostomi.

1. Kateterisasi
Kateterisasi Uretra adalah memasukkan kateter ke dalam buli-buli melalui uretra.

Tujuan Kateterisasi
Tindakan ini dimaksudkan untuk tujuan diagnosis maupun untuk tujuan terapi.

Tindakan diagnosis antara lain adalah :


a) Kateterisasi pada wanita dewasa untuk memperoleh contoh urin guna
pemeriksaan kultur urin.
b) Mengukur residu (sisa) urin yang dikerjakan sesaat setelah pasien selesai miksi.
c) Memasukkan bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi, antara lain :
Sistografi atau pemeriksaan adanya refluks vesiko-ureter melalui pemeriksaan
voiding cysto-urethrography (VCUG).
d) Pemeriksaan urodinamik untuk menentukan tekanan intra vesika.
e) Untuk menilai produksi urin pada saat dan setelah operasi besar.

Indikasi kateterisasi :

a) Mengeluarkan urin dari buli-buli pada keadaan obstruksi infravesikal, baik


yang disebabkan oleh hiperplasia prostat maupun oleh benda asing (bekuan
darah) yang menyumbat uretra.
b) Mengeluarkan urin pada disfungsi buli-buli.
c) Diversi urin setelah tindakan operasi sistem urinaria bagian bawah, yaitu pada
operasi prostatektomi, vesikolitektomi.
d) Sebagai splint setelah operasi rekonstruksi uretra untuk tujuan stabilisasi uretra.
e) Memasukkan obat-obatan intravesika, antara lain sitostatika atau antiseptik
untuk buli-buli.

Kontraindikasi kateterisasi :

Ruptur uretra, ruptur buli-buli, bekuan darah pada buli-buli.

Macam-macam Kateter :

Kateter dibedakan menurut ukuran, bentuk, bahan, sifat, pemakaian, sistem


retaining (pengunci), dan jumlah percabangan. Ukuran Kateter Ukuran kateter
dinyatakan dalam skala Cheriere’s (French). Ukuran ini merupakan ukuran diameter
luar kateter.

1 Cheriere (Ch) atau 1 French (Fr) = 0,33 milimeter atau

1 milimeter = 3 Fr

Jadi, kateter yang berukuran 18 Fr artinya diameter luar kateter itu adalah 6
mm. Kateter yang mempunyai ukuran yang sama belum tentu mempunyai diameter
lumen yang sama karena adanya perbedaan bahan dan jumlah lumen pada kateter
itu.

Bahan kateter dapat berasal dari logam (stainless), karet (lateks), lateks
dengan lapisan silikon (siliconized) dan silikon.

Bentuk Kateter

Straight catheter merupakan kateter yang terbuat dari karet (lateks),


bentuknya lurus dan tanpa ada percabangan. Contoh kateter jenis ini adalah kateter
Robinson dan kateter Nelaton.
Coude catheter yaitu kateter dengan ujung lengkung dan ramping. Kateter
ini dipakai jika usaha kateterisasi dengan memakai kateter berujung lurus mengalami
hambatan yaitu pada saat kateter masuk ke uretra pars bulbosa yang berbentuk huruf
“S”, adanya hiperplasia prostat yang sangat besar, atau hambatan akibat sklerosis
leher buli-buli. Contoh jenis kateter ini adalah kateter Tiemann.

Tindakan Kateterisasi

Pada wanita

Pemasangan kateter pada wanita jarang menjumpai kesulitan karena uretra wanita
lebih pendek. Kesulitan yang sering dijumpai adalah pada saat mencari muara uretra
karena terdapat stenosis muara uretra atau tertutupnya muara uretra oleh tumor uretra
/ tumor vaginalis / serviks. Untuk itu mungkin perlu dilakukan dilatasi dengan busi a
boule terlebih dahulu.

Pada pria
Teknik kateterisasi pada pria adalah sebagai berikut :

a) Setelah dilakukan desinfeksi pada penis dan daerah sekitarnya, daerah genitalia
dipersempit dengan kain steril.
b) Kateter yang telah diolesi dengan pelicin / jelly dimasukkan ke dalam orifisium
uretra eksterna.
c) Pelan-pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah daerah sfingter
uretra eksterna akan terasa tahanan; pasien diperintahkan untuk mengambil
nafas dalam supaya sfingter uretra eksterna menjadi lebih relaks. Kateter terus
didorong hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urin dari
lubang kateter.
d) Kateter terus didorong masuk ke buli-buli hingga percabangan kateter
menyentuh meatus uretra eksterna.
e) Balon kateter dikembangkan dengan 5-10 ml air steril.
f) Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan pipa penampung
(urinbag).
g) Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal.

2. Kateterisasi Suprapubik
Kateterisasi Suprapubik adalah memasukkan kateter dengan membuat lubang
pada buli-buli melalui insisi suprapubik dengan tujuan mengeluarkan urin.

Kateterisasi suprapubik ini biasanya dikerjakan pada :

a) Kegagalan pada saat melakukan kateterisasi uretra.


b) Ada kontraindikasi untuk melakukan tindakan transuretra, misalkan pada ruptur
uretra atau dugaan adanya ruptur uretra.
c) Untuk mengukur tekanan intravesikal pada studi sistotonometri.
d) Mengurangi penyulit timbulnya sindroma intoksikasi air pada saat TUR Prostat.

3. Sistostomi Trokar
Kontraindikasi Sistostomi Trokar : tumor buli-buli, hematuria yang belum jelas
penyebabnya, riwayat pernah menjalani operasi
daerah abdomen / pelvis, buli-buli yang
ukurannya kecil (contracted bladder), atau
pasien yang mempergunakan alat prostesis
pada abdomen sebelah bawah.

Tindakan ini dikerjakan dengan anestesi lokal dan mempergunakan alat trokar.

Alat-alat dan bahan yang digunakan :

a) Kain kasa steril.


b) Alat dan obat untuk desinfeksi (yodium povidon).
c) Kain steril untuk mempersempit lapangan operasi.
d) Semprit beserta jarum suntik untuk pembiusan lokal dan jarum yang telah diisi
dengan aquadest steril untuk fiksasi balon kateter.
e) Obat anestesi lokal.
f) Alat pembedahan minor, antara lain : pisau, jarum jahit kulit, benang sutra (zeyde).
g) Alat trokar dari Campbel atau trokar konvensional.
h) Kateter Foley (ukuran tergantung alat trokar yang digunakan). Jika mempergunakan
alat trokar konvensional, harus disediakan kateter Naso-gastrik(NG tube) no. 12.
i) Kantong penampung urine (urinebag).

Langkah-langkah Sistostomi Trokar :


a) Desinfeksi lapangan operasi.
b) Mempersempit lapangan operasi dengan kain steril.
c) Injeksi (infiltrasi) anestesi lokal dengan Lidokain 2% mulai dari kulit, subkutis
hingga ke fasia.
d) Insisi kulit suprapubik di garis tengah pada tempat yang paling cembung + 1 cm,
kemudian diperdalam sampai ke fasia.
e) Dilakukan pungsi percobaan melalui tempat insisi dengan semprit 10 cc untuk
memastikan tempat kedudukan buli-buli.
f) Alat trokar ditusukkan melalui luka operasi hingga terasa hilangnya tahanan dari
fasia dan otot-otot detrusor.
g) Alat obturator dibuka dan jika alat itu sudah masuk ke dalam buli-buli akan keluar
urine memancar melalui sheath trokar.
h) Selanjutnya bagian alat trokar yang berfungsi sebagai obturator (penusuk) dan
sheath dikeluarkan melalui buli-buli sedangkan bagian slot kateter setengah
lingkaran tetap ditinggalkan.
i) Kateter Foley dimasukkan melalui penuntun slot kateter setengah lingkaran,
kemudian balon dikembangkan dengan memakai aquadest 10 cc. Setelah balon
dipastikan berada di buli-buli, slot kateter setengah lingkaran dikeluarkan dari
buli-buli dan kateter dihubungkan dengan kantong penampung urin (urinbag).
j) Kateter difiksasikan pada kulit dengan benang sutra dan luka operasi ditutup dengan
kain kasa steril.
Menusukkan alat trokar ke dalam buli-buli

Setelah yakin trokar masuk ke buli-buli, obturator dilepas dan hanya slot kateter setengah
lingkaran ditinggalkan
Jika tidak tersedia alat trokar dari Campbell, dapat pula digunakan alat trokar
konvensional, hanya saja pada langkah ke-8, karena alat ini tidak dilengkapi dengan
slot kateter setengah lingkaran maka kateter yang digunakan adalah NG tube nomer
12 F. Kateter ini setelah dimasukkan ke dalam buli-buli pangkalnya harus dipotong
untuk mengeluarkan alat trokar dari buli-buli.

K. Komplikasi
1. Urolitiasis atau nefrolitiasis
Nefrolitiasis adalah adanya batu pada atau kalkulus dalam velvis renal,
sedangkan urolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam sistem urinarius.
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu terbentuk
dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti kalsium oksalat,
kalsium fosfat, dan asam urat meningkat.
2. Pielonefritis
Pielonefritis adalah radang pada ginjal dan saluran kemih bagian atas.
Sebagian besar kasus pielonefritis adalah komplikasi dari infeksi kandung kemih
(sistitis). Bakteri masuk ke dalam tubuh dari kulit di sekitar uretra, kemudian
bergerak dari uretra ke kandung kemih. Kadang-kadang, penyebaran bakteri
berlanjut dari kandung kemih dan uretra sampai ke ureter dan salah satu atau kedua
ginjal. Infeksi ginjal yang dihasilkan disebut pielonefritis.
3. Hydronefrosis
4. Pendarahan
5. Ekstravasasi urine
ASUHAN
KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Identitas klien yang harus di ketahui perawat meliputi nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan pekerjaan klien,dan asuransi kesehatan.
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong klien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada klien dengan efusi pleura di
dapatka keluhan berupa terlokalisasi terutama pada saat batuk dan bernapas serta
bentuk nonproduktif.
1. Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan efusi pleura biasanya akan di awali dengan adanya keluhan seperti
batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada dan berat dada menurun.
2. Riwayat penyakit dahulu
Perlu di tanyakan pula apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB paru,
pneumonia, gagal jantung, trauma asites, dan sebagainya.
3. Riwayat penyakit keluarga
Perlu di tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit penyakit
yang mungkin dapat menyebabkan efusi pleura seperti kanker paru, asma, TB paru,
dan lain sebagainya.

Pemeriksaan Fisik
1. Kaji kapan klien terakhir kali buang air kecil dan berapa banyak urin yang keluar.
2. Kaji adanya nyeri pada daerah abdomen.
3. Perkusi pada area supra pubik, apakah menghasilkan bunyi pekak yang
menunjukkan distensi kandung kemih.
4. Kaji pola nutrisi dan cairan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Retensi urin b.d ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan
adekuat.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri
3. Intoleransi aktivitas
4. Ansietas b.d krisis situasi

C. Intervensi
1. Retensi urin b.d ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan
adekuat.
 Kriteria evaluasi : - Berkemih dengan jumlah yang cukup
- Tidak teraba distensi kandung kemih

Intervensi Rasional
1. Dorong pasien utnuk berkemih tiap 2-4 jam1. Meminimalkan retensi urin distensi
dan bila tiba-tiba dirasakan. berlebihan pada kandung kemih.
2. Tanyakan pasien tentang inkontinensia 2. Tekanan ureteral tinggi menghambat
stres. pengosongan kandung kemih.
3. Observasi aliran urin, perhatikan ukuran 3. Berguna untuk mengevaluasi obsrtuksi dan
dan ketakutan. pilihan intervensi.
4. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap 4. Retensi urin meningkatkan tekanan dalam
berkemih.. saluran perkemihan atas.
5. Perkusi/palpasi area suprapubik 5. Distensi kandung kemih dapat dirasakan
diarea suprapubik.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri
 Kriteria evaluasi : - Menyatakan nyeri hilang/ terkontrol
- Menunjukkan rileks, istirahat dan peningkatan aktivitas
dengan tepat

Intervensi Rasional
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas 1. Memberikan informasi untuk membantu
nyeri. dalam menetukan intervensi.
2. Plester selang drainase pada paha dan 2. Mencegah penarikan kandung kemih dan
kateter pada abdomen. erosi pertemuan penis-skrotal.
3. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.3. Tirah baring mungkin diperlukan pada awal
4. Berikan tindakan kenyamanan selama fase retensi akut.
4. Meningktakan relaksasi dan mekanisme
5. Dorong menggunakan rendam duduk, sabun koping.
hangat untuk perineum. 5. Meningkatkan relaksasi otot.

3. Intoleransi aktivitas
Kriteria evaluasi :
- Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan
tidak adanya dispnea, kelemahan, tanda vital dalam rentang normal.

Intervensi Rasional
1. Evaluasi respon klien terhadap aktivitas. 1. Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien
dan memudahkan pilihan intervensi.
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi 2. Menurunkan stres dan rangsangan
pengunjung selama fase akut sesuai berlebihan, meningkatkan istirahat.
indikasi.
3. Jelaskna pentingnya istirahat dalam rencana3. Tirah baring dapat menurunkan kebutuhan
pengobatan dan perlunya keseimbangan metabolik, menghemat energi untuk
aktivitas dan istirahat. penyembuhan. Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan respons individual pasien
terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan
pernapasan.
4. Meminimalkan kelelahan dan membantu
4. Bantu aktivitas perawatan diri yang keseimbangan suplai dan kebutuhan
diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan oksigen.
aktivitas selama fase penyembuhan.

4. Ansietas b.d krisis situasi


 Kriteria evaluasi :
- Mengakui dan mendiskusikan takut/masalah
- Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak
rileks/istirahat
Intervensi Rasional
1. Identifikasi persepsi pasien tentang 1. Mendefinisikan lingkup masalah individu
ancaman yang ada dari situasi. dan mempengaruhi pilihan intervensi.
2. Berguna dalam evaluasi derajat masalah
2. Observasi respon fisik,seperti gelisah, tanda khususnya bila dibandingkan dengan
vital, gerakan berulang. pernyataan verbal.
3. Memberikan kesempatan untuk menerima
3. Dorong pasien/orang terdekat untuk masalah, memperjelas kenyataan takut dan
mengakui dan menyatakan rasa takut. menurunkan ansietas.
4. Memberikan kayakinan untuk membantu
ansietas yang tak perlu.
4. Identifikasi pencegahan keamanan yang
diambil, seperti marah dan suplai oksigen.
Diskusikan.

Discharge Planning

Menururt Brunner dan Suddarth (2010) ada beberapa hal penting yang harus
diinformasikan kepada klien untuk rencana pemulangan, yaitu :

1. Anjurkan klien agar tidak terlibat dalam segala bentuk aktivitas yang menyebabkan
keletihan (mengangkat benda berat).
2. Anjurkan agar menghindari perjalanan dengan motor dalam jarak jauh dan latihan
berat, yang dapat meningkatkan kecenderungan perdarahan.
3. Klien diingatkan untuk minum cukup cairan untuk mencegah dehidrasi, yang
meningkatkan kecenderungan terbentuknya bekuan darah dan menyumbat aliran
urine.
4. Anjurkan untuk menghindari makanan yang pedas, alkohol dan kopi yang dapat
menyebabkan ketidaknyamanan.

Evidence Based-Practice terkait

Pada tahun 2016 Dwi Wiyono melakukan penelitian tentang “Efektivitas Bladder
Training terhadap Retensi Urine pada pasien Post Operasi BPH Diruang Mawar RSUD Dr
Soehadi Prijonegoro Sragen”
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition.
Hal 1370

Timby, B. K., & Smith, N. E. (2010). Introductory Medical-Surgical. China:


Lippincott Williams & Wilkins, Hal 900

Martini, F. (2010). Fundamentals of anatomy & physiology 9th Edition. United States:
Person. Hal 957

Smeltzer, S. C. (2010). Brunner & Suddarh’s Texbook of Medical-Surgical Nursing


(12 ed). Unknown : Lippincott Williams & Wilkins

Nanda International, (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-


2017 Edisi 10. Jakarta, penerbit: Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai