PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang merawat ginjal yakni
pembuluh darah, sistem limfatik dan sistem saraf. Berat dan besar ginjal sangat
bervariasi, hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal
pada sisi yang lain. Dalam hal ini, ginjal lelaki relatif lebih besar ukurannya
daripada perempuan. Ukuran rerata ginjal orang dewasa adalah 11,5 cm
(panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170
gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.Struktur ginjal dibagi menjadi 2
bagian, yaitu korteks dan medula ginjal. Korteks ginjal terletak lebih
superfisial dan di dalamnya terdapat berjuta-juta nefron. Nefron merupakan unit
fungsional terkecil ginjal. Medula ginjal yang terletak lebih profundus banyak
terdapat duktuli atau saluran kecil yang mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urin.
Nefron terdiri atas glomerulus, tubulus kontortus proksimalis, tubulus kontortus
distalis dan duktus kolegentes. Darah
metabolisme
tubuh
yang
membawa
sisa
hasil
setelah sampai di tubulus ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh
mengalami reabsorbsi dan zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh
tubuh mengalami sekresi membentuk urin. Urin yang terbentuk di dalam nefron
disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalis ginjal untuk kemudian
disalurkan ke dalam ureter. Sistem pelvikalis ginjal terdiri atas kaliks minor,
infundibulum, kaliks mayor dan pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalis terdiri
atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu
berkontraksi untuk mengalirkan urin sampai ke ureter.Suplai darah ke ginjal
diperankan oleh arteri dan vena renalis. Arteri renalis merupakan cabang
langsung dari aorta abdominalis dan vena renalis yang bermuara langsung ke
dalam vena kava inferior. Vena dan arteri renalis keduanya membentuk pedikel
ginjal. Arteri renalis memasuki ginjal dan vena keluar dari ginjal di dalam area
yang disebut hilus renalis. Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobaris,
yang berjalan di dalam kolumna Bertini (diantara piramida renalis), kemudian
membelok membentuk busur mengikuti basis piramida sebagai arteri arkuata, dan
selanjutnya menuju korteks sebagai arteri lobularis. Arteri ini bercabang kecil
menuju ke glomeruli sebagai arteri afferen dan dari glomeruli keluar arteri eferen
yang menuju ke tubulus ginjal. Sistem arteri ginjal adalah end arteries, yaitu arteri
yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang dari arteri lain. Ginjal
mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis, yang seratnya berjalan
bersamaan
dengan
arteri
renalis.
Input
dari
sistem
simpatetis
2.1.1.2.
Ureter
dengan pelvis renalis atau dikenal dengan ureteropelvic junction, (2) persilangan
antara ureter dengan arteri iliaka di rongga pelvis, dan (3) saat ureter masuk ke
dalam kandung kemih.5 Ureter masuk dari belakang kandung kemih dengan sudut
tertentu untuk mencegah kembalinya urin ke ginjal. Ureter terdiri atas tiga lapisan,
yakni: mukosa yang dilapisi sel epitel transisional, otot polos sirkuler, dan otot
polos longitudinal. Kontraksi dan relaksasi kedua otot ini menyebabkan gerakan
yang dapat mengalirkan urin masuk ke dalam kandung kemih.4
2.1.2.2.
Uretra
Uretra adalah saluran yang berfungsi membuang urin dari kandung kemih ke luar
tubuh. Pada pria, uretra terhubung dengan sistem saluran yang membawa sperma.
Panjang uretra pria sekitar 20-25 cm. Pada bagian bawah uretra, terdapat sfingter
eksterna yang terdiri dari dua kelompok otot yang membungkus sekeliling uretra.
Otot yang pertama berasal dari otot pelvis dan berfungsi untuk menghambat urin
yang keluar ketika terjadi kenaikan tekanan secara mendadak, misalnya ketika
sedang batuk, bersin, atau mengangkat beban berat. Otot yang kedua berasal dari
dinding uretra itu sendiri. Komponen ini memberikan kemampuan untuk
menghambat menetesnya urin secara terus menerus.4
Secara anatomis terbagi 2 bagian, yaitu uretra posterior dan uretra
anterior. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada
perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot
polos yang dipersarafi oleh sistem simpatetik sehingga pada saat buli-buli penuh
sfingter terbuka.Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi
oleh sistem somatik. Aktifitas sfingter uretra eksterna ini dapat diperintah sesuai
dengan keinginan seseorang. Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm,
sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm. Uretra posterior pada pria
terdiri atas 1) uretra pars prostatika, yakni bagian uretra yang di lingkupi oleh
kelenjar prostat, dan 2) uretra pars membranasea. Uretra anterior adalah bagian
uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas
(1) pars bulbosa, (2) pars pendularis, (3) fossa navikularis, dan (4) meatus uretra
eksterna. Panjang uretra wanita lebih kurang 4 cm dengan diameter 8 mm. Berada
dibawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. Kurang lebih
sepertiga medial uretra, terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas
otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra eksterna dan tonus otot levator ani
berfungsi mempertahankan agar urin tetap berada di dalam buli-buli pada
saat perasaan ingin miksi.7
Uretra wanita, memiliki panjang 4 cm, lebih pendek daripada pria. Wanita
juga memiliki sfingter eksterna yang terdiri dari dua kelompok otot. Namun, otot
yang berfungsi paling penting dalam menghentikan urin adalah otot pelvis.
Sfingter eksterna dipengaruhi oleh saraf somatis sehingga hanya terbuka ketika
seseorang memerintahkannya dengan sadar.4
2.2.
Fisiologi Ginjal
Fungsi Ekskresi
1. Mempertahankan osmolalitis plasma sekitar 258 m osmol dengan
mengubah-ubah ekresi air.
2. Mempertahankan pH plasma skitar 7,4 dengna mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3.
3. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein,
2.3.
Pionefrosis
2.3.1. Definisi
Sumbatan saluran kemih yang disebabkan oleh pyelonephritis dapat menghasilkan
kumpulan dari sel darah putih, bakteri, dan debris pada ginjal yang kemudian
menjadi pyonefrosis. Pyonefrosis merupakan infeksi pada sistem pengumpul
ginjal. Pus berkumpul di pelvis ginjal dan menyebabkan distensi dari ginjal. Pada
situasi seperti ini, pasien dapat dengan cepat terjadi sepsis. Jadi, mengenali lebih
awal dan penatalaksaan infeksi akut pada ginjal, terutama pada pasien dengan
kecurigaan obstruksi saluran kemih, menjadi sangat penting.
Serupa dengan abses, pyonefrosis biasanya berhubungan dengan demam,
mengigil dan nyeri pada regio flank, namun beberapa pasien dapat asimptomatik.
Pyonefrosis dapat disebabkan oleh kondisi patologis berspektrum luas yang
meliputi infeksi ascending pada saluran kemih atau penyebaran bakteri patogen
secara hematogen.
2.3.2. Etiologi10,11,12
Infeksi traktus urinarius bagian atas yang dikombinasi dengan obstruksi dan
hidronefrosis dapat mengakibatkan terjadinya pionefrosis. Hal ini dapat
berkembang menjadi abses renal dan perirenal. 10,11,12
Infeksi
10
Seperti yang dilaporkan dari beberapa literatur, berbagai agen infeksius dapat
diisolasi pada pasien dengan pionefrosis. Berikut ini merupakan agen infeksius
penyebab pionefrosis, diurutkan dari yang insidensinya paling sering:
1. Escherichia coli
2. Enterococcus species
3. Candida species dan infeksi jamur lainnya
4. Enterobacter species
5. Klebsiella species
6. Proteus species
7. Pseudomonas species
8. Bacteroides species
9. Staphylococcus species
10. Salmonella species
11. Tuberculosis (dapat menyebabkan infeksi dan striktur)
Obstruksi
Etiologi dari obstruksi dapat diakibatkan oleh faktor-faktor berikut:
1. Batu dan staghorn calculi pada 75% pasien.
2. Fungus balls
3. Metastatik retroperitoneal fibrosis (tumor ginjal, Ca testes, Ca colon))
4. Obstruksi Ca sel transisional
5. Kehamilan
6. Obstruksi ureteropelvic junction
7. Obstruksi ureterocele
8. Obstruksi ureterovesical junction
9. Stasis urine kronik dan hydronephrosis sekunder dari neurogenic bladder
10. Striktur ureter
11. Papillary necrosis
12. Tuberculosis
13. Duplicated kidneys dengan komponen obstruktif
14. Neurogenic bladder
15. Penyebab jarang lainnya, seperti sciatic hernias yang mengakibatkn obstruksi
ureteral
2.3.3. Patofisiologi
Eksudat purulen berkumpul didalam tubulus kolektikus yang mengalami
hidronefrosis dan membentuk abses. Eksudat purulen ini terdiri dari sel-sel
11
12
Ultrasonografi
Sensitifitas
ultrasonografi
ginjal
untuk
membedakan
pada
ginjal
yang
hydronephrosis
menunjukkan
adanya
13
14
3.
dengan
signal
hyperintense
dalam
sistem
kolektivus
2.3.6. Penatalaksanaan
Pionefrosis merupakan kegawatdaruratan bedah dan membutuhkan intervensi
cepat. Pionefrosis dapat ditangani dengan dekompresi antegrade atau retrograde.
Dekompresi retrograde, atau pemasangan ureteral stent, diindikasikan pada
pasien-pasien
15
antegrade
dengan
pemasangan
tube
nephrostomy
tube
nephrostomy
mempunyai
keuntungan.
Melalui
tube
2.3.7. Komplikasi 12
16
2.3.8. Prognosis
Prognosis pionefrosis baik pada kebanyakan pasien yang mendapatkan diagnosis
dan terapi yang sesuai. Pyonephrosis merupakan stadium akhir dari ginjal yang
mengalami obstruksi dan terinfeksi. Ginjal sama sekali tidak berfungsi dan berisi
pus yang kental. Foto polos abdomen menunjukkan adanya udara urogram yang
disebabkan oleh gas yang dilepaskan oleh organisme yang menginfeksi.
BAB 3
PENUTUP
17
DAFTAR PUSTAKA
18
[Diakses
pada
April 2014].
rd
7. Purnomo, B.B., 2011. Dasar-dasar Urologi. 3 .Jakarta: Sagung Seto.
8. OpenStax College, 2013. Gross Anatomy of the Kidney, OpenStax-CNX,
Diperoleh
dari:
http://cnx.org/content/m46429/latest/?
MD:
http://www.meb.uni-
National
Cancer
Institute.
Diperoleh
bonn.de/cancer.gov/CDR0000435963.html
dari:
[Diakses
19
20
1 St Lezin M, Hofmann R, Stoller ML. Pyonephrosis: diagnosis and treatment. Br J Urol. Oct 1992;70(4):360-3.
2 Perimenis P. Pyonephrosis and renal abscess associated with kidney tumours. Br J Urol. Nov 1991;68(5):463-5.
3 Wah TM, Weston MJ, Irving HC. Lower moiety pelvic-ureteric junction obstruction (PUJO) of the duplex kidney
presenting with pyonephrosis in adults. Br J Radiol. Dec 2003;76(912):909-12.
Drake, R.L., Vogl, A.W., Mitchell, A.W.M. (2010) Grays Anatomy for Students 2nd Edition.
Amerika Serikat: Elsevier.
4
5 Stoller, L. (2012) Urinary Stone Disease. In: McAnich, J &Tanagho, E. eds. Smiths General
rd
8 OpenStax College, 2013. Gross Anatomy of the Kidney, OpenStax-CNX, Diperoleh dari:
10 Roberts JA. Pyelonephritis, cortical abscess, and perinephric abscess. Urol Clin North Am. Nov 1986;13(4):63745.
11 Sugiura S, Ishioka J, Chiba K, et al. [A case report of splenic abscesses due to pyonephrosis]. Hinyokika
Kiyo. Apr 2004;50(4):265-7.
12 Hendaoui MS, Abed A, M'Saad W, et al. [A rare complication of renal lithiasis: peritonitis and splenic abscess
caused by rupture of pyonephrosis]. J Urol (Paris). 1996;102(3):130-3.
13 Wu TT, Lee YH, Tzeng WS, et al. The role of C-reactive protein and erythrocyte sedimentation rate in the
diagnosis of infected hydronephrosis and pyonephrosis. J Urol. Jul 1994;152(1):26-8.
14 Baumgarten DA, Baumgartner BR. Imaging and radiologic management of upper urinary tract infections. Urol Clin
North Am. Aug 1997;24(3):545-69.