KONSEP TEORITIS
1. Defenisi
Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis dan kaliks ginjal pada salah satu atau
kedua ginjal akibat adanya obstruksi. (Brunner & Suddarth, 2002).
Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis renalis dan calycas, serta atrofi
progresif dan pembesaran kristik ginjal, dapat pula disertai pelebaran ureter
(hidroureter) (Patologi UI).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan hidronefrosis adalah
dilatasi pelvis renalis dan calycas dan atrofi yang disertai dengan dilatasi ureter.
2. Etiologi
a. Obstruksi
1) Oleh sebab-sebab di dalam saluran kemih (intraluminal, misalnya katup
kongenital pada ureter posterior, batu, tumor pelvis renalis, ureter, vasica
urinaria dan urethra).
2) Sebab-sebab yang terletak pada dinding saluran air kemih misalnya
hipertrofi otot dinding setempat, striktur ureter atau urethra.
3) Sebab-sebab dari luar, yang menekan pada saluran kemih, misalnya oleh
tumor sekitar saluran kemih, hiperplasi atau karsinoma prostat, arteria
renalis yang menekan ureter, fibrosis retroperitoneal, dsb.
b. Kelainan neuromuskuler, misalnya akibat spina bifida, paraplegi, tabes
dorsalis, sklerosis multipel.
c. Kehamilan
Pada kehamilan, terutama lebih jelas pada primipara, terjadi pelebaran
fisiologik pada ureter dan pelvis, kelainan ini reversibel dan segera
menghilang setelah partus. Selain disebabkan oleh tekanan mekanik akibat
pengaruh endokrin yang menyebabkan pgendunan otot polos seluruh tubuh.
Kelainan ini sering lebih jelas di sebelah kanan.
3. Patofisiologi
Ginjal yag hidronefrotik mudah terkena infeksi, sehingga dapat berubah
menjadi pyanephrosis/ pyelonephiritis. Makroskopik ginjal tampak membesar
dan pelvis serta calyces melebar. Papil-papil mendatar dan akhirnya menjadi
berbentuk cangkir serta membentuk bangunan kristik kecil-kecil, multilokuler
dan berhubungan dengan calyces dan pelvis melalui lubang-lubang yang lebar.
Kortek lambat laun menipis dan atrofik, hingga akhirnya hanya berupa
pita tipis. Mikroskopik pada tingkat permulaan tampak dilatasi pada saluran
tubulus dengan sel epitel tubulus yang menjadi gepeng, tanpa kelainan pad
aglomerulus. Dilatasi ini terutama mengenai tubuli resti.
Pada tingkat lebih lanjut tubulus menjadi atrofik dan diganti oleh jaringan
ikat, kemudian juga glomerolus menjadi atrofik dan akhirnya menghilang. Pada
bentuk yang murni sabukan radang hanya sedikit sekali, akan tetapi sebagaimana
telah disebutkan diatas, ginjal hidronefrotik mudah kena infeksi, sehingga terjadi
pyelonephritis dan/ atau pyonephrosis serta pyoureter (Brunner & Suddarth,
2002).
Kelainan neuromuskuler
Kehamilan obstruksi
saluran kemih
pyonephrosis
Edema anasarko
Resti penyebaran
infeksi Kelebihan volume
6. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa prosedur digunakan untuk mendiagnosa hidronefrosis :
a. USG memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih
b. Urografi intravena, bisa menunjukkan aliran air kemih melalui ginjal
c. Sistoskopi, bisa melihat kandung kemih secara langsung
7. Penatalaksanaan
1) Pada hidronefrosis akut
a. Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat,
maka air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera dikeluarkan
(biasanya melalui sebuah jarum yang dimasukkan melalui kulit).
b. Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu,
maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu.
2) Pada hidronefrosis kronis
8. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan antara lain sumbatan akibat batu yang
pecah, infeksi dan kerusakan fungsi ginjal yang disebabkan oleh adanya
sumbatan yang sebelum dilakukan tindakan pengobatan atau pengangkatan batu
ginjal.
9. Diagnosa Banding
2) Tumor buli-buli
3) Nephrolithiasis
1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala :
Pekerjaan mononton, pekerjaan di masa terpajan pada lingkungan,
Keterbatsan aktivitas/imobilitas sehubungan dengan kondisi sebelumnya
(contoh penyakit tak sembuh-sembuh medulla spinalis)
b. Sirkulasi
Tanda :
Peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal ). Kulit hangat dan
kemerahan : pucat
c. Eliminasi
Gejala:
Riwayat adanya/ISK kronis, obstruksi kalkulus ), penurunan haluaran
urine, kandung kemih penuh, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda :
Oliguria, hematuria, perubahan pola berkemih
d. Makanan / Cairan
Gejala :
Mual/muntah, nyeri tekan abdomen. Diet tinggi purin, kalsium oksalat,
dan/atau fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air
dengan cukup
Tanda :
Distensi abdominal, penurunan/tak adanya bising usus, muntah.
e. Nyeri Kenyamanan
Gejala :
2. Diagnosa Keperawatan
1) Pre Operasi
a. Pengetahuan kurang b.d kurang paparan sumber informasi
Tujuan dan Kriteria hasil:
Pengetahuan tentang penyakit, setelah diberikan penjelasan selama 2 x
pasien mengerti proses penyakitnya dan program perawatan serta therapi
yg diberikan dengan kriteria hasil pasien mampu:
Menjelaskan kembali tentang penyakit,
Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
2) Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi
kemungkinan penyebab. Jelaskan kondisi tentang klien
3) Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan
Teaching
1) Informasikan klien waktu pelaksanaan prosedur operasi/perawatan
2) Informasikan klien lama waktu pelaksanaan prosedur
operasi/perawatan
3) Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang
prosedur operasi yang akan dilakukan
4) Jelaskan tujuan prosedur operasi/perawatan
5) Instruksikan klien utnuk berpartisipasi selama prosedur
operasi/perawatan
6) Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah prosedur
operasi/perawatan
7) Instruksikan klien menggunakan tehnik koping untuk mengontrol
beberapa aspek selama prosedur operasi/perawatan (relaksasi da
imagery)
8) Pastikan persetujuan operasi telah ditandatangani
9) Lengkapi ceklist operasi
2) Intra operasi
a. Resiko infeksi, dengan faktor resiko: Prosedur invasif: pembedahan,
infus, DC
Tujuan dan Kriteria hasil:
Selama dilakukan tindakan operasi tidak terjadi transmisi agent infeksi
dengan criteria hasil:
Alat dan bahan yang dipakai tidak terkontaminasi
Intervensi:
1) gunakan pakaian khusus ruang operasi
2) Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik
b. Resiko hipotermi dengan faktor resiko: berada diruangan yang dingin
Tujuan dan Kriteria hasil:
Control temperature, dengan criteria hasil:
Temperature ruangan nyaman
Tidak terjadi hipotermi
Intervensi:
1) Atur suhu ruangan yang nyaman
2) Lindungi area diluar wilayah operasi
3. Post Operasi
a. Gangguan pertukaran gas b.d spasme bronkus, ketidakseimbangan
perfusi ventilasi, perubahan membran kapiler-alveolar
Tujuan dan Kriteria hasil:
Respiratory Status : Gas exchange, Respiratory Status : ventilation, Vital
Sign Status dengan Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda
distress pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang normal
Intervensi:
Airway Management
1) Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Guyton, Arthur C, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku
kedokteran, Jakarta, 1987.