Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelenjar paratiroid adalah sebuah kelenjar endokrin di leher yang
memproduksi hormon partaroid. Kelenjar paratiroid umumnya terletak di
belakang kelenjar tiroid, dimana kelenjar kelenjar tersebut menghasilkan PTH
(paratyroid hormone), yang merupakan regulator utama homeostasis kalsium.
Sekresi PTH distimulasi oleh kadar insulin ekstraseluler yang rendah. PTH akan
meningkatkan reabsorbsi kalsium di ginjal dan merangsang produksi 1-
hidroksilase oleh ginjal, yang berperan mengubah 25 (OH) D menjadi 1,25 (OH)
2D yaitu suatu hormon yang akan meningkatkan absorbsi kalsium di usus, serta
meningkatkan resorpsi tulang melalui stimulasi dari osteoclast-activating factors.
Melalui mekanisme ini PTH membantu mengembalikan kecenderungan
terjadinya hipokalsemia. Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak
tampak jelas pada kehidupan sehari hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan
hormon paratiroid mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat.
Penyakit yang disebabkan kelainan hormon paratiroid yaitu hipoparatiroid dan
hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri secara spesifik
belum diketahui, namun penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia
paratiroid, adenoma soliter dan karsinoma paratiroid. PTH yang meningkat
menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh
usus meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan sekresi
kalsium sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada kerusakan pada area tulang
dan ginjal.
Hipoparatiroidisme adalah suatu ketidakseimbangan metabolisme kalsium
dan fosfat yang terjadi karena produksi hormon paratiroid yang kurang sehingga
menyebabkan hipokalsemia. (Kowalak, 2011).
Prevalensi penyakit hipoparatiroid di Indonesia jarang ditemukan. Kira-kira
100 kasus dalam setahun yang dapat diketahui, sedangkan di negara maju seperti
Amerika Serikat penderita penyakit hipoparatiroid lebih banyak ditemukan,

kurang lebih 1000 kasus dalam setahun. Pada Wanita mempunyai resiko untuk
terkena hipoparatiroidisme lebih besar daripada pria.
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan
sekresi hormon paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon
paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama
dari hormon paratiroid yaitu meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan
meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan
penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon
paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat.
hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier.
(Lawrence Kim, MD, 2005, section 2).
Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang
tiap tahunnya. Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang
lebih besar 2 kali dari pria. Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui
terkena penyakit hiperparatiroid tiap tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar
2 banding 1. Pada wanita yang berumur 60 tahun keatas sekitar 2 dari 10.000 bisa
terkena hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu
dari 2 penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah keganasan.
Kelainan ini dapat terjadi pada semua usia tetapi yang tersering adalah pada
dekade ke-6 dan wanita lebih sering 3 kali dibandingkan laki-laki. Insidensnya
mencapai 1:500-1000. Bila timbul pada anak-anak harus dipikirkan kemungkinan
endokrinopati genetik seperti neoplasia endokrin multipel tipe I dan II Kelenjar
paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH), senyawa yang membantu
memelihara keseimbangan dari kalsium dan phosphorus dalam tubuh. Oleh
karena itu yang terpenting hormon paratiroid penting sekali dalam pengaturan
kadar kalsium dalam tubuh seseorang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi kelenjar paratiroid?
2. Apa definisi hipoparatiroid?
3. Bagaimana etiologi hipoparatiroid?
4. Bagaimana patofisiologi hipoparatiroid?
5. Bagaimana klasifikasi pada hipoparatiroid?
6. Bagaimana manifestasi klinis hipoparatiroid?

7. Bagaimana komplikasi dan prognosis pada klien dengan hipoparatiroid?


8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan hipoparatiroid?
9. Apa definisi hiperparatiroid?
10. Bagaimana etiologi hiperparatiroid?
11. Bagaimana patofisiologi hiperparatiroid?
12. Bagaimana klasifikasi pada hiperparatiroid?
13. Bagaimana manifestasi klinis hiperparatiroid?
14. Bagaimana komplikasi dan prognosis pada klien dengan hiperparatiroid?
15. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan hiperparatiroid?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pada klien dengan
1.3.2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

gangguan paratiroid: hipoparatiroid dan hiperparatiroid.


Tujuan Khusus
Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi kelenjar paratiroid.
Mengetahui dan memahami definisi hipoparatiroid.
Mengetahui dan memahami etiologi hipoparatiroid.
Mengetahui dan memahami patofisiologi hipoparatiroid.
Mengetahui dan memahami klasifikasi hipoparatiroid.
Mengetahui dan memahami manifestasi klinis hipoparatiroid.
Mengetahui dan memahami komplikasi dan prognosis pada klien dengan

ganguan hipoparatiroid.
8. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
hipoparatiroid.
9. Mengetahui dan memahami definisi hiperparatiroid.
10. Mengetahui dan memahami etiologi hiperparatiroid.
11. Mengetahui dan memahami patofisiologi hiperparatiroid.
12. Mengetahui dan memahami klasifikasi hiperparatiroid.
13. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis hiperparatiroid.
14. Mengetahui dan memahami komplikasi dan prognosis pada klien dengan
ganguan hiperparatiroid.
15. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
hiperparatiroid.
1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan hipoparatiroid dan hiperparatiroid.
2. Dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat pada klien
dengan gangguan hipoparatiroid dan hiperparatiroid.
3. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan hipoparatiroid dan hiperparatiroid.

4. Sebagai referensi tambahan dalam proses pembelajaran mata kuliah sistem


endokrin.
5. Memberikan informasi tentang penyakit hipoparatiroid dan hiperparatiroid,
penyebab hipoparatiroid dan hiperparatiroid, manifestasi klinis hipoparatiroid
dan hiperparatiroid, serta cara perawatan dan pengobatan pada klien dengan
gangguan hipoparatiroid dan hiperparatiroid.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Kelenjar Paratiroid

Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus


pharyngeus ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus
pharyngeus keempat cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang
membentuk kelenjar paratiroid di bagian kranial. Kelenjar yang berasal dari
sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang
kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya
sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada
posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada
dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim
kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695)
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang
terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior
kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing
paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi, jaringan paratiroid kadangkadang ditemukan di mediastinum.
Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3
milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik
lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama
mengandung sel utama (chief cell) yang mengandung apparatus Golgi yang
mencolok plus retikulum endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis
dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun
lebih besar mengandung granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria
dalam sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai,
dan setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian
besar binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel
oksifil masih belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa
sel utama yang tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.

Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid


hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur
kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium
plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang
bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada
tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya
menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH
akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan
homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R. Sjamsuhidayat, Wim
de Jong, 2004, 695)
2.2 Hipoparatiroid
2.2.1 Definisi
Hipoparatiroidisme adalah suatu ketidakseimbangan metabolisme
kalsium dan fosfat yang terjadi karena produksi hormon paratiroid yang
kurang sehingga menyebabkan hipokalsemia. (Kowalak, 2011).
Hipoparatiroid adalah defisiensi kelenjar paratiroid dengan tetani
sebagai gejala utama. Hipoparatiroid adalah hipofungsi kelenjar
paratiroid sehingga tidak dapat mensekresi hormon paratiroid dalam
jumlah yang cukup (Guyton). Hipoparatiroidisme adalah kondisi dimana
tubuh tidak membuat cukup hormon paratiroid atau parathyroid
hormone (PTH).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hipoparatiroid
adalah hipofungsi dari kelenjar paratiroid sehingga hormon paratiroid
tidak dapat disekresi dalam jumlah yang cukup, dengan gejala utamanya
yaitu tetani. Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau
kehilangan fungsi kelenjar paratiroid sehingga menyebabkan gangguan
metabolisme kalsium dan fosfor; serum kalsium menurun (bisa sampai 5
mg %), serum fosfor meninggi (9,5-12,5 mg%). Keadaan ini jarang
sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh kerusakan atau
pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid,

dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara
congenital).
2.2.2 Etiologi
Hipoparatiroidisme sangat jarang berbeda dari hiperparatiroidisme,
kondisi yang jauh lebih umum dimana tubuh membuat terlalu banyak
PTH. Hipoparatiroidisme terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau
kehilangan fungsi kelenjar paratiroid. Namun begitu, kondisi ini
merupakan kondisi yang langka yang umumnya terjadi setelah
pengangkatan keempat kelenjar secara tidak sengaja pada operasi tumor
leher.

Penyebab

kongenital,

genetik

atau

autoimun

dari

hipoparatiroidisme sangat jarang.


Penyebab spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat
diketahui

secara

pasti.

Penyebab

yang

paling

umum

dari

hipoparatiroidisme adalah ketidakadekuatan hormon paratiroid setelah


terjadinya gangguan suplai darah atau pengangkatan jaringan kelenjar
paratiroid selama tiroidektomi, paratiroidektomi, atau diseksi leher
radikal atau terdapat luka pada kelenjar-kelenjar paratiroid, seperti
selama operasi kepala dan leher. Atrofi kelenjar parotiroid dengan
etiologi yang tidak diketahui merupakan penyebab yang jarang terjadi.
Gejala-gejala yang timbul karena defiseinsi parathormon mengakibatkan
kenaikan fosfat darah serta penurunana kalsium darah..
Pada kasus-kasus lain, hipoparatiroidisme hadir waktu kelahiran
atau

mungkin

berhubungan

dengan

penyakit

autoimun

yang

mempengaruhi kelenjar-kelenjar paratiroid bersama dengan kelenjarkelenjar lain dalam tubuh, seperti kelenjar-kelenjar tiroid, ovari, atau
adrenal. Adapun etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit
hipoparatiroid, antara lain:
1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
a) Post operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dan total
tiroidektomi
b) Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat congenital atau didapat
(acquired)
7

2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Hipomagnesemia
Sekresi hormone paratiroid yang tidak aktif
Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
Pankreatitis akut atau malabsorbsi
Gagal ginjal
Osteomalasia
Gangguan genetik autoimun atau kondisi konginetal tidak adanya

kelenjar paratiroid (idiopatik)


9) Secara tidak sengaja terjadi pengangkatan atau cedera kelenjar
paratiroid

(idiopatik)

ketika

dilakukan

tiroidektomi

atau

pembedahan leher lain atau kadang-kadang radiasi yang masif pada


kelenjar paratiroid (akuisitas).
10) Infark iskemik kelenjar paratiroid selama pembedahan, amiloidosis,
neoplasma, atau trauma (akuisitas).
11) Kerusakan sintesis dan pelepasan hormon akibat hipomaknesemia,
supresif fungsi kelenjar yang normal akibat hiperkalsemia, dan
keterlambatan maturasi fungsi paratiroid (akuisitas), reversibel.
2.2.3 Patofisiologi
Produksi hormon paratiroid (PTH) yang kurang akan
menyebabkan hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Pembedahan dengan
manipulasi leher dapat merusak kelenjar paratiroid dan kejadian ini
mungkin timbul karena tindakan tersebut menyebabkan iskemia. Derajat
hipoparatiroidisme dapat bervariasi mulai dari penurunan simpanan
hormon paratiroid hingga gejala tetani yang nyata. Hipomagnesemia
dapat mencegah sekresi hormon paratiroid pada pasien dengan
kehilangan magnesium yang kronis melalui traktus GI, defisiensi gizi
dan kehilangan magnesium melalui ginjal.
Hipoparatyroidisme (rendahnya kadar PTH) merupakan kelainan
metabolik yang ditandai dengan hipokalsemia, yang secara klnik akan
mengakibatkan tetani. Dalam keadaan normal, kadar kalsum dalam
plasma adalah 2,3 2,6 mmol. Hperkalsemia sampai 3.00 mmol/l, masih
belum menimbulkan gejala. Demikian pula hipokalsemia derajat ringan
(kalsium turun sampai 2.00 mmol/l) masih belum menimbulkan gejala.

Terdapat 2 teknik utama untuk mendeteksi terdapatnya titan, yaitu tanda


chvostek dan tanda trousseau.
Penyebab umum adalah ikut terangkatnya kelenjar paratyrod pada
saat tyroidektomi (angkanya berkisar

0 25 %). Penyebab lannya

adalah ideopatik. Pemberian tera radioyodin terdapat kelanan kelenjar


tyroid serng berpengaruh pula terhadap rendahnya hormon PTH.
Hipoparatyroidisme merupakan kelainan metabolik dengan gejala
klink yang nyata, tetapi perubahan morfologik yang minimal. Terdapat
abnormalitas biokimia (hipokalsemia dan hiperfosfatemia) dengan
manifestasi klinik yang sangat luas. Yang menonjol adalah tetani,
konvulsi, laringospasme

(dapat menimbulkan anoksia yang fatal).

Hipokalsemia akan merangsang timbulnya manifestasi neuromuskuler,


yaitu paraestasi dan kejang. Iritabilitas neuomuskuler ini dapat diperiksa
dengan memeriksa ada tidaknya tanda chvostek (chvostek's sign).
Disamping itu terdapat barbagai abnormaitas sistem saraf lainnya.
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme
kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%)
dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5 - 12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon
paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi.
Operasi yang pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid
dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk
mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya
terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan
dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak
anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh
pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena
sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1
% pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi
sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar

tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera
sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme

timbul

gejala

dan

tanda

hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH dalam darah normal atau


meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon, maka
penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada
bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs
sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal
konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons
AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.
2.2.4 Klasifikasi
Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simple
idiopatik hipoparatiroid, dan hipoparatiroid pascabedah.
a) Hipoparatiroid neonatal
Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang sedang menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid
fetus sewaktu dalam uterus ditekan oleh maternal hiperkalsemia.
b) Simple idiopatik hipoparatiroid
Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang
dewasa. Terjadinya sebagai akibat pengaruh autoimun yang ada
hubungannya dengan antibodi terhadap paratiroid, ovarium, jaringan
lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan
karena menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus,
anemia pernisiosa, kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan
kandidiasis.
c) Hipoparatiroid pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau
paratiroid atau sesudah operasi radikal karsinoma faring atau
esofagus. Kerusakan yang terjadi sewaktu operasi tiroid, biasanya
sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar paratiroidisme
karena pengikatan arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang terjadi
bersifat sementara atau permanen. Karena itu kadar kalsium serum

10

harus diperiksa sesudah melakukan operasi-operasi tersebut, tiga


bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis
walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.
2.2.5 Manifestasi Klinis
Gejala klinis hiperparatiroidisme mencerminkan gangguan
metabolik yang disebabkan oleh defiseinsi PTH. Defesiensi yang
terpenting diantaranya adalah hipokalsemia, yang mengakibatkan
perubahan eksitabilitas neuromuskular dan konraksi muskular. Otot
skeletal cenderung untuk menjadi spatis (tetani hipokalsemik). Kerja
jantung menjadi tidak teratur, dan pada kasus-kasus yang berat, dapat
terjadi henti jantung. Aktivitas saraf juga juga mengalami perubahan,
terjadi fluktuasi antara hipereksitabilitas dan depresi. Semua gejala dapat
dihilangkan dengan pemverian terapi hormon substisional menggunakan
PTH sintesis.
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang
berlebihan yang disebabkan oleh kalsium serum yang sangat rendah.
Gejala utama dari hipoparatiroidisme adalah tetani. Keluhan-keluhan
dari penderita (70 %) adalah tetani atau tetanic aequivalent. Tetani
menjadi manifestasi sebagai spasmus corpopedal dimana tangan berada
dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari lain
dalam keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam
keadaan fleksi dan tungkai bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi.
Pada ibu hamil dapat menimbulkan hiperparatiroid pada janin hingga
menimbulkan berbagai bentuk klinis.
1) Tetani laten : kebas, semutan, dan kram pada ekstremitas, kekakuan
pada tangan dan kaki.
2) Tetani nyata: spasme bronko, spasme aring, spasme apropedal,
disfagia, fotofobia, distrimia jantung dan konvulsi.
3) Gejala lain:
a) Anisietas. peka rangsang, depresi, dan delirium.
b) Gangguan emosional: cemas, mudah marah, depresi .
c) Perubahan tropik pada ectoderm: rambut jarang dan cepat putih,
kulit kering dan permukaan kasar, kuku tipis.

11

d) Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa, kesemutan


dan kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada
kedua belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata,
tanda-tanda mencakup bronkospasme, spasme laring, spasme
karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan
ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia, fotopobia, aritmia jantung
serta kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas,
depresi dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi
dapat terjadi. (Brunner & Suddath, 2001)
Gejala klinis dapat terjadi akibat operasi kelenjar tiroid yang
kurang

cermat,

sehingga

kelenjar

paratiroid

ikut

terangkat.

Hipoparatiroid buatan seperti ini dengan menimbulkan gejala klinis:


1)
2)
3)
4)
5)

Cepat lelah, mengantuk.


Tulang terasa sakit.
Mudah tersinggung dan terangsang.
Rangsangan otot menimbulkan tetani.
Konsentrasi kalsium yang terlalu rendah dapat menimbulkan

gangguan pada gerak pernapasan dan kontraksi otot jantung.


6) Asidosis pulmonum.
7) Takikardi, tetani sinus yang disertai arithmia kontraksi jantung dan
diakhiri dengan kematian.
Pada 40 % dari penderita-penderita kita mencurigai adanya
hipoparatiroidisme karena ada kejang-kejang epileptik. Sering pula
terdapat keadaan psikis yang berubah, diantaranya psikosis. Perubahan
ectodermal dapat ditandai dengan gigi, kuku, kulit dan rambut yang
terdapat

insidensi

moniliasis

kutaneus

yang

berlebihan

pada

hipoparatiroidisme. Kadang-kadang terdapat pula perubahan-perubahan,


seperti:
1) Rambut : tumbuhnya bisa jarang dan lekas putih.
2) Kulit : kering dan permukaan kasar, mungkin terdapat pula vesikula
dan bulla.
12

3) Mata: Katarak, dan edema papil.


4) Kuku : tipis dan kadang-kadang ada deformitas.
5) Pada anak-anak badan tumbuh kurang sempurna, tumbuhnya gigigigi tidak baik dan keadaan mental bisa tidak sempurna. Juga agak
sering terdapat katarak pada hipoparatiroidisme.
2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Tetanus laten ditunjukan oleh tanda trousseau atau tanda Chvostek
yang positif. Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme
karpopedal yang ditimbulkan akibat penyumabtan aliran darah ke lengan
selama 3 menit dengan manset tensimeter. Tanda Chvostek menujukkan
hasil positif apabila pengetukan yang dilakukan secara tiba-tiba didaerah
nervous fasialis tepat di kelenjar parotis dan disebelah anterior telinga
menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan
mata. Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas
seperti rasa nyeri dan pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan
laboratorium akan membantu.
Biasanya hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:
1) Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium
serum yang berkisar dari 5-6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih
rendah lagi.
2) Fosfat anorganik dalam serum tinggi
3) Fosfatase alkali normal atau rendah
4) Foto Rontgen:
a) Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion
basalis di tengkorak
b) Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan
pleksus koroid
5) Densitas dari tulang bisa bertambah
6) EKG: biasanya QT-interval lebih panjang

13

Pada pemeriksaan kita bisa menemukan beberapa refleks patologis,


yaitu:
a) Erbs sign
Dengan stimulasi listrik kurang dari 5 milli-ampere sudah ada
kontraksi dari otot (normal pada 6 milli-ampere)
b) Chvosteks sign
Ketokan ringan pada nervus fasialis (didepan telinga tempat
keluarnya dari foramen sylomastoideus) menyebabkan kontraksi dari
otot-otot muka.
c) Trousseaus sign
Jika sirkulasi darah dilengan ditutup dengan manset (lebih dari
tekanan sistolik) maka dalam tiga menit tangan mengambil posisi
sebagaipada spasme carpopedal
d) Peroneal sign
Dengan mengetok bagian lateral fibula di bawah kepalanya akan
terjadi dorsofleksi dan adduksi dari kaki
2.2.7 Penatalaksanaan
Tujuan adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10
mg/dl (2,2-2,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme
serta

hipokalsemia.

Apabila

terjadi

hipokalsemia

dan

tetanus

pascatiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan adalah pemberian


kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera menurunkan
iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang, preparat sedatif seperti
pentobarbital

dapat

dapat

diberikan.

Terapi

bagi

penderita

hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar kalsium serum


diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu,
produk susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis
makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam
juga perlu dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk
garam kalsium yang tidak laut. Tablet oral garam kalsium seperti
kalsium glukonat, dapat diberikan sebagai suplemen dalam diet. Gel
alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan sesudah makan

14

untuk mengikat fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus


gastrointestinal.
Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia
dan tetanus memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising,
hembusan angin yang tiba-tiba, cahaya yang terang atau gerakan yang
mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan
bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami
gangguan pernafasan. Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi
dihidrotakisterol (AT 10 atau Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin
D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3) biasanya diperlukan dan akan
meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal. Berikut
merupakan penatalaksanaan pada klien dengan gangguan hipoparatiroid:
A) Penatalaksanaan medis
1) Hipoparatiroid akut
a) Koreksi kalsium secepatnya (calsium glukonas kalsium
glukonat 10% sebanyak 10-20ml dengan IV atau perinfus),
hati-hati karena bisa menyebabkan aritmia dari jantung.
b) Suntikan hormon paratiroid IM (100 200 U).
c) Pemberian vitamin D2 per oral (100.000 U)
2) Hipoparatiroid kronik
Maksudnya untuk meningkatkan kadar kalsium serum dan
menurunkan kadar fosfor serum secara kontinue. Selama
pengobatan

hipoparatiroid,

harus

waspada

terhadap

kemungkinan terjadi hiperkalsemia. Bila ini terjadi, maka


kortisol diperlukan untuk menurunkan kadar kalsium serum.
Untuk hipoparatiroidisme, ada kemungkinana ditambahkan
paratiroid untuk mencapai euparatiroidisme. Untuk mengetahui
apakah sudah terjadi euparatiroidisme, diperlukan pengukuran
hormone secara tidak langsung untuk mengetahui keberadaan
hiperkalasemi, dan konsentrasi fosfor darah ibu hamil. Usaha
yang dilakukan dengan kombinasi diet dan obat-obatan peroral.
a) Diet
Diet harus banyak mengandung kalsium dan sedikit fosfor.
b) Medikamentosa
15

(1) Pemberian aluminium hidroksida untuk menyukarkan


absorbsi fosfor dalam intestinum dapat digunakan
alumunium hidroksida.
(2) Suntikan hormon paratiroid

dalam

jangka

lama

menyebabkan reaksi lokal dan pembentukan zat anti,


oleh karena itu hormon paratiroid tidak digunakan untuk
hipoparatiroid kronik.
(3) Vit
D2
(ergocalsiferol)

ditambah

DHT3

(dihydrotachyseterol) kebutuhan tubuh terhadap vitamin


D 400 IU. Fungsi vitamin D:
(a) Menambah absorbsi kalsium

dan

fosfor

di

intestinum.
(b) Meningkatkan ekresi fosfor dan menurunkan fosfor
serum.
B) Penatalaksanaan keperawatan
1) Naikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl.
2) Jika terjadi hipoglikemia dan tetani setelah tiriodektomi, berikan
kalsium glukonat IV. Sedatif dapat juga diberikan. Berikan juga
parathormon parenteral juga mungkin diberikan, awasi terhadap
reaksi alergi.
3) Kurangi peka rangsang neuromuscular dengan memberikan
lingkungan yang bebas bising, perubahan mendadak, lampu
yang terang, atau gerakan mendadak.
4) Lakukan penatalaksanaan kedaruratan dengan trakeostomi atau
ventilasi mekanik untuk gawat napas.
2.2.8 Komplikasi
1) Hipokalsemia: Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium
serum kurang dari 9 mg/100ml. Kedaan ini mungkin disebabkan
oleh terangkatnya kelenjar paratiroid waktu pembedahan atau
sebagai akibat destruksi autoimun dari kelenjar-kelenjar tersebut
2) Insufisiensi ginjal kronik: Pada keadaan ini kalsium serum rendah,
fosfor serum sangat tinggi, karena retensi dari fosfor dan ureum
kreatinin darah meninggi. Hal ini disebabkan tidak adanya kerja

16

hormon paratiroid yang diakibatkan oleh keadaan seperti diatas


(etiologi).
3) Tetani dapat menyebabkan saluran napas terblokir, membutuhkan
tracheostomy
4) Pertumbuhan terhambat, cacat gigi, dan perkembangan mental
lambat dapat terjadi jika Hipoparatiroidisme berkembang di masa
kecil.
5) Pengobatan yang berlebihan dengan vitamin D dan kalsium dapat
menyebabkan hypercalcemia (kalsium darah tinggi) dan terkadang
mengganggu fungsi ginjal.
6) Ada peningkatan risiko anemia pernisiosa, penyakit Addison's,
katarak pembangunan, dan penyakit Parkinson
2.2.9 Prognosis
Iskemia atau infark miokard dapat terjadi sebagai respon terhadap
terapi pada penderita hipotiroidisme yang berat dan sudah berlangsung
lama atau pada penderita koma miksedema.
Prognosis pada hipotiroidisme kongenital, dengan adanya program
skrining

neonatus

untuk

mendeteksi

hipotiroidisme

congenital,

prognosis untuk bayi yang terkena telah baik secara dramatis. Diagnosis
awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu pertama
memungkinkaan pertumbuhan linear yang normal dan intelegensianya
setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena. Beberapa
program skrining melaporkan bahwa kebanyakan bayi yang terkena
berat, seperti yang terlihat pada kadar T4 terendah dan maturasi skeleton
yang retardasi, mengalami sedikit pengurangan IQ dan skuele
neuropsikologis lain. Tanpa pengobatan, bayi yang terkena menjadi
cebol dengan defisiensi mental. Hormon tiroid penting untuk
perkembangan otak normal pada bulan-bulan awal pasca lahir; diagnosis
biokimia harus dibuat segera dimulai untuk mencegah kerusakan otak
irreversible. Penangguhan diagnosis, pengobatan yang tidak cukup, dan
ketaatan yang jelek mengakibatkan berbagai tingkat kerusakan otak.
Bila mulainya hipotiroidisme terjadi setelah umur 2 tahun, ramalan

17

untuk perkembangan normal juah lebih baik walaupun diagnosis dan


pengobatannya terlambat menunjukan betapa pentingnya hormone tiroid
untuk kecepatan perkembangan otak bayi.

Defisiensi PTH
Hipoparatiroid

Ekskresi Ca oleh ginjal


absorbsi Ca dalam tulang
absorbsi Ca dalam usus

Reabsorbsi fosfat

kadar fosfat dalam darah


Hipokalsemia

B1 : Breath

B2 : Blood

B3 : Brain

Kadar Ca Jantung kekurangan kalsium Kadar Ca


Fosfat

B4 : Bladder

B5 : Bowel

B6 : Bone

Ekresi Ca oleh ginjal

Kadar Ca

kalsium dalam tubuh

Potential membran terganggu


Potential membran terganggu
Eksitasi
impuls
syaraf

Gangguan potensial membran


Potensial membran
terganggu
2.2.10 WOC
Ca banyak terbuang
Potential aksi mudah terjadi

Potential aksi mudah terjadi

Potensial aksi mudah terjadi


Kejang
dan
kesadaran
Potensial aksi mudah
terjadi
MKkehilangan
: Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrollit
Impuls saraf ke otot

Syaraf ke otot saluran


jantung meningkat
Impulspernafasan
saraf ke otot
Kejang dengan penurunan kesadaran
Kontraksi otot jantung meningkat
Bronkospasme
Dan spasme laring

MK: Risiko Tinggi Cedera


Aritmia Jantung

Impuls saraf ke otot rangka


Disfagia
Intake nutrisi kurang Kontraksi tetanik otot

MK: Kebutuhan Nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh
Kejang tetani
Sesak nafas

Penurunan CO

Tubuh
mudah
capek/lemah
idankefektifan bersihan
jalan
nafas

18
MK: Intoleransi Aktifitas

Kram otot dan kesemutan

2.2.11 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1) Identitas
Identitas meliputi

nama,

umur

(Prevalensi

penderita

hipotirodisme meningkat pada usia 30-60 tahun, Simple


idiopatik hipoparatiroid dapat ditemukan pada anak-anak atau
orang dewasa), jenis kelamin (empat kali lipat angka
kejadiannya pada wanita dibandingkan pria), agama, suku,
bangsa, dan pekerjaan klien
2) Keluhan Utama
Keluhan-keluhan dari penderita (70 %) adalah tetani atau
tetanic aequivalent. Biasanya klien merasa ada kelainan bentuk
tulang, pendarahan yang sulit berhenti, kejang-kejang,
kesemutan dan klien merasa lemas / lemah .
3) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat penyakit saat ini
Tanyakan pada klien tentang manifestasi bekas atau
kesemutan disekitar mulut atau ujung jari tangan atau ujung
jari kaki .
b) Riwayat penyakit dahulu
Sejak kapan klien menderita penyakit, Apakah klien pernah
mengalami tindakan oprasi khususnya pengangkatan
kelenjar paratiroid atau kelenjar tiroid, Apakah ada riwayat
19

penyinaran daerah leher. Apakah ada riwayat operasi


kepala dan leher (Hipoparatiroid pascabedah).
c) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama
seperti klien. Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang menderita
hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam
uterus ditekan oleh maternal hiperkalsemia. Gangguan
genetik autoimun atau kondisi konginetal tidak adanya
kelenjar paratiroid (idiopatik).
d) Riwayat Psikososial
Klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan
lingkungannya, mengurung diri / bahkan mania, ansietas.
peka rangsang, depresi, dan delirium.

Gangguan

emosional: cemas, mudah marah, depresi. Keluarga


mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur
sepanjang hari.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Kelainan bentuk tulang
b. Tetani
c. Tanda Trosseaus dan Chovsteks.
d. Pernapasan bunyi (stridor)
e. Rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk, deformitas
dan mudah patah; kulit kering dan kasar.
Pemeriksaan fisik B1 B6
a. Breath (B1) : Pada klien hipoparatiroid biasanya terdengar
suara stridor, suara serak.
b. Blood (B2) : Adanya disritmia jantung, sianosis, palpitasi
c. Brain (B3) : Adanya parestesis pada bibir, lidah, jari-jari, kaki.
Kesemutan, tremor, hiperefleksia, tanda chvosteks dan
trousseaus positif papil edema, labilitas emosional, peka
rangsang, ansietas, perubahan dalam tingkat kesadaran, tetani
kejang
d. Bladder (B4) : Pembentukan kalkuli pada ginjal
e. Bowel (B5) : Mual, muntah, nyeri abdomen

20

f. Bone(B6) : Rambut tipis, pertumbuhan kuku buruk yang


deformitas dan gampang patah, kulit kering. Amati apakah
terdapat kelainan bentuk tulang.
C. Pemeriksaan Diagnostik
Tetanus laten ditunjukan oleh tanda trousseau atau tanda
Chvostek yang positif. Tanda trousseau dianggap positif apabila
terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan akibat penyumabtan
aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan manset tensimeter.
Tanda Chvostek menujukkan hasil positif apabila pengetukan yang
dilakukan secara tiba-tiba didaerah nervous fasialis tepat di
kelenjar parotis dan disebelah anterior telinga menyebabkan
spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata.
Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak
jelas seperti rasa nyeri dan pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan
laboratorium akan membantu. Biasanya hasil laboratorium yang
ditunjukkan, yaitu:
a. Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium
serum yang berkisar dari 5-6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau
lebih rendah lagi.
b. Fosfat anorganik dalam serum tinggi
c. Fosfatase alkali normal atau rendah
Pada Foto Rontgen ditunjukan :
a. Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis
di tengkorak
b. Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan
pleksus koroid
Pada EKG: biasanya QT-interval lebih panjang

21

D. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani
yang diakibatkan oleh hipokalsemia.
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan spasme
laring akibat aktivitas kejang.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiac
output.
E. Intervensi Keperawatan
1) Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani
yang diakibatkan oleh hipokalsemia
NOC

NIC

Seizure self-control (1620)


Seizure Management (2680)
a) Mendiskripsikan faktor yang 1) Monitar tanda tanda vital
2) Dokumentasi informasi tentang
mempengaruhi
kejang
kejang
(162001)
3) Mencatat karakteristik kejang
b) Implementasi
praktik
(seperti, pergerakan tubuh,
keselamatan di lingkungan
aktivitas motor, dan kemajuan
(162015)
c) Menghindari faktor resiko
kejang)
4) Memberikan obat yang sesuai
kejang (162006)
5) Mencatat lama kejang
d) Menggunakan obat yang
6) Mendampingi pergerakan klien
sesuai (162002)
untuk mencegah cidera
Tujuan
: Setelah
dilakukan
7) Pantau tanda-tanda vital dan
tindakan keperawatan selama 3 x 24
reflek tiap 2 jam sampai 4 jam.
jam klien terhindar dari cidera
8) Pantau fungsi jantung secara
KH
:
terus menerus/gambaran EKG.
1. Klien tidak cidera akibat
9) Bila pasien dalam tirah baring
rangsangan kejang
berikan bantalan paga tempat
2. Hasil elektrolit (khususnya
tidur dan pertahakan tempat
kalsium pada batas normal)
3. Klien tenang tidak kejang
tidur dalam posisi rendah.
10) Bila aktivitas kejang terjadi
ketika

pasien

bangun

dari

tempat tidur, bantu pasien untuk


22

berjalan,
benda

singkirkan

yang

benda-

membahayakan,

bantu pasien dalam menangani


kejang dan reorientasikan bila
perlu.
11) Kolaborasi

dengan

dokter

dalam menangani gejala dini


dengan

memberikan

memantau

efektifitas

dan
cairan

parenteral dan kalsium.


12) Pemberian kalsium dengan hatihati.
13) Berikan suplemen vitamin D
dan kalsium sesuai program.
14) Kaji ulang pemeriksaan kadar
kalsium.
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan spasme laring
akibat aktivitas kejang.
NOC
Respiratory Status (0415)
a) Respiratory rate (041501)
b) Ritme respirasi (041502)

NIC
Respiratory monitoring (3350)
1) Monitor RR, ritme, kedalaman
dan usaha respirasi

c) Saturasi oksigen (041508)

2) Monitor pola nafas

d) Demam (041530)

3) Monitor dyspnea dan hal hal

Tujuan

: dalam waktu 2 x 24

jam setelah dilakukan tindakan


keperawatan jalan nafas klien
efektif
KH

yang

meningkatkan

dan

memperburuk dyspnea
4) Monitor level saturasi oksigen
secara kontinu

: suara nafas bersih,

tidak apnoe, sputum dapat keluar


23

5) Monitor kelelahan, ansietas, dan


kekurangan

oksigen

yang

dengan baik, tidak sesak, tidak


batuk

meningkat
6) Siapkan peralatan penghisap dan
jalan nafas oral di dekat tempat
tidur sepanjang waktu.
7) Siapkan

tali

tracheostomi,

oksigen, dan peralatan resusitasi


manual siap pakai sepanjang
waktu.
Edema laring:
8) Kaji

upaya

pernafasan

dan

kualitas suara setiap 2 jam.


9) Auskultasi untuk mendengarkan
stridor laring setiap 4 jam.
10) Laporkan gejala dini pada dokter
dan

kolaborasi

mempertahankan

jalan

untuk
nafas

tetap terbuka.
11) Intruksikan

pasien

agar

menginformasikan pada perawat


atau dokter saat pertama terjadi
tanda kekakuan pada tenggorok
atau sesak nafas.
12) Baringkan

pasien

untuk

mengoptimalkan bersihan jalan


nafas, pertahankan kepala dalam
posisi

kepala

dalam

posisi

alamiah, garis tengah.


Kejang:
13) Bila terjadi kejang: pertahankan
jalan

24

nafas,

penghisapan

orofaring
berikan

sesuai

indikasi,

O2 sesuai

pesanan,

pantau tensi, nadi, pernafasan


dan

tanda-tanda

neurologis,

periksa setelah terjadi kejang,


catat frekwensi, waktu, tingkat
kesadaran, bagian tubuh yang
terlibat dan lamanya aktivitas
kejang.
14) Siapkan

untuk

berkolaborasi

dengan dokter dalam mengatasi


status

efileptikus

misalnya:

intubasi, pengobatan.
15) Lanjutkan

perawatan

untuk

kejang.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiac output
NOC
Activity Tolerance (0005)

NIC

a) Mampu melakukan aktivitas

1) Menentukan kemampuan klien

sehari-hari (000518)
b) Mudah

bernapas

saat

normal

dengan

beraktivitas (000503)
d) Tekanan

nadi

dengan

beraktivitas (000502)
e) Saturasi

oksigen

beraktivitas (000501)

untuk

berpartisipasi

dengan

pada kemampuannya daripada


ketidakmampuannya
3) Membantu
klien

untuk

mengidentifikasi aktivitas pilihan


4) Membantu
klien
untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
bermanfaat
5) Membantu

25

terhadap

aktivitas yang spesifik


2) Membantu klien untuk focus

beraktivitas (000508)
c) RR

Activity Therapy (4310)

klien

untuk

menjadwalkan secara spesifik


aktifitasnya dalam keseharian
6) Kaji pola aktivitas yang lalu.
7) Kaji terhadap perubahan dalam
gejala muskuloskeletal setiap 8
jam.
8) Kaji respon terhadap aktivitas:
Catat

perubahan

tensi,

nadi,

pernafasan, hentikan aktivitas


bila

terjadi

perubahan,

tingkatkan keikutsertaan dalam


kegiatan kecil sesuai dengan
peningkatan toleransi, ajarkan
pasien untuk memantau respon
terhadap aktivitas dan untuk
mengurangi, menghentikan atau
meminta bantuan ketika terjadi
perubahan.
9) Rencanakan perawatan bersama
pasien

untuk

aktivitas

yang

menentukan
ingin

pasien

selesaikan: Jadwalkan bantuan


dengan orang lain.
10) Seimbangkan
antara

waktu

aktivitas dengan waktu istirahat.


11) Simpan benda-benda dan barang
lainnya dalam jangkauan yang
mudah bagi pasien.
2.3 Hiperparatiroid
2.2.1 Definisi

26

Hiperparatiroid didefinisikan sebagai hiperfungsi kelenjar paratiroid


yang mengakibatkan peningkatan kadar PTH dalam darah yang
bersirkulasi.
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid
oleh kelenjar paratiroid yang ditandai dengan erosi/dekalsifikasi tulang
dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium.
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan
kelebihan sekresi hormon paratiroid, hormon asam amino polipeptida.
Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan
ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid yaitu meningkatkan
konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan
fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh
ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga
menyebabkan

phosphaturia,

jika

kekurangan

cairan

fosfat.

hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan


tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 2).
Hiperparatiroidisme merupakan suatu keadaan dimana kelenjarkelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari
biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar
paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid
tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. dengan kata lain satu dari
keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak walaupun
kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat.
2.2.2 Etiologi
Etiologi hiperparatiroid (menurut Lawrence Kim, MD.2005) antara
lain:
1) Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan
oleh adenoma tunggal/ adenoma soliter (penyakit von
Recklinghausen).
2) Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh
berbagai adenoma atau hyperplasia). Biasanya herediter dan
frekuensinya berhubungan dengan kelainan endokrin lainnya,

27

yaitu

Multiple

Endocrine

Neoplasia

(MEN).

Hiperparatiroidisme yang herediter dapat terjadi tanpa kelainan


endokrin lainnya tetapi biasanya bagian dari Multiple
Endocrine Neoplasia syndrome. MEN 1 (Wermers syndrome)
terdiri dari hiperparatiroidisme dan tumor dari pituitary dan
pancreas, juga berhubungan dengan hipersekresi gaster dan
ulkus peptikum (Zollinger-Ellison syndrome).
3) Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh
paratiroidisme

karsinoma.

Etiologi

dari

adenoma

dan

hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus


keluarga dapat terjadi baik sebagia bagian dari berbagai
sindrom endokrin neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor
atau hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric dan
hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidisme juga
termasuk ke dalam kategori ini. Beberapa ahli bedah dan ahli
patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar yang
multiple umumnya jenis adenoma yang ganda.
2.2.3 Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan
oleh hyperplasia atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus
biasanya berhubungan dengan gagal ginjal kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh
adenoma paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hyperplasia
kelenjar paratiroid dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid
(damjanov, 1996). Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid.
Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu
kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal. Pada hyperplasia
paratiroid, keempat kelenjar membesar. Karena diagnose adenoma atau
hipeplasia tidak dapat ditegakkan preoperative, jadi penting bagia ahli
bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut diangkat dan lainnya
dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami
28

pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelenjar dan


meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk
memperrtahankan homeostatis kalsium-fosfat.
Hyperplasia paratiroid sekunder dapat

dibedakan

dengan

hyperplasia primer, karena keempat kelenjar membesar secara simetris.


Pembesaran kelenjar paratiroid dan hiperfungsinya adalah mekanisme
kompensasi yang dicetuskan oleh retensi format dan hiperkalsemia yang
berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang disebabkan
oleh

hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan

dampak yang sama.


Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi.
PTH terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH
meningkatkan resorpsi kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan
demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga
meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya
memudahkan ambilan kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga
hiperkalsemia dan hipofastmia kompensantori adalah abnormalitas
biokimia yang dideteksi melalui analisis darah konsentraisi PTH serum
juga meningkat. (Rumahorbor, Hotma, 1999).
Produksi hormone paratiroid yang berlebihan disertai dengan gagal
ginjal dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit
tulang yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystic, suatu penyakit
meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon
paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi
tidak muncul secara langsung. ( Lawrence, Kim, MD, 2005, section 2).
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang
langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus
intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan
tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan
adenoma, atau hiperplasemia kelenjar, dimana hipersekresi PTH
berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari

29

tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari
peningkatan PTH.
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal
mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan
hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang
mana dapat menimbulkan penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal.
Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada jaringan
halus. Rasa sakit timbul akibat klasifikasi berbentuk nodul pada kulit,
jaringan subkutis, tendon (klasifikasi tendonitis), dan kartilago
(khondrokalsinosis). Vitamin D memainkan peranan penting dalam
metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di target
organ.
2.2.4 Klasifikasi
Hiperparatiroid dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Hiperparatiroid Primer
Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih
sering pada wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien
yang

berusia

60-70

tahun.

Pasien

yang

menderita

hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrais hormone


paratiroid serta konsentrasi serum kalsium yang tinggi.
Penderita hiperparatiroid primer mengalami peningkatan resiko
terjangkit batu ginjal sejak 10 tahun sebelum didiagnosis.
Hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.
Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh
berbagai

adenoma

hiperparatiroidisme

atau

hyperplasia).

utama

disebabkan

Sedikit
oleh

kasus

paratiroid

karsinoma. Sindrom klinis dari hiperparatiroidisme primer


dapat dengan mudah diingat sebagai "Bones, Stones,
Abdominal groans, and Psychic moans."
a) Kelainan tulang: Gambaran klasik kelainan tulang pada
hiperparatiroidisme ialah osteitis fibrosa cystica, yang
ditandai dengan meningkatnya resorpsi tulang oleh

30

osteoklas, terutama mengenai ruas jari bagian distal yang


menyebabkan resorpsi subperiosteal, hal yang sama juga
terjadi pada tengkorak dan memberikan gambaran
radiologi salt and pepper skull.
b) Kelainan ginjal: Manifestasi pada ginjal adalah batu
ginjal, poliuria, hypercalciuria dan nefrokalsinosis.
2) Hiperparatiroid Sekunder
Hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang
sama dengan pasien gagal ginjal kronis. Penyebab umum
lainnya karna kekurangan vitamin D. Rakitis ginjal akibat
retensi fosfor akan meningkatkan stimulasi pada kelenjar
paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon paratiroid. Pada
keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang
produksi hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya
termasuk hipokalsemia, kekurangan produksi vitamin D karena
penyakit

ginjal,

dan

hiperpospatemia.

Hiperpospatemia

berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid


yang akhirnya akan meningkatkan produksi hormon paratiroid.
Hiperparatiroidisme

sekunder

biasanya

disertai

dengan

penurunan kadar kalsium serum yang normal atau sedikit


menurun dengan kadar PTH tinggi dan fosfat serum rendah.
Perubahan tulang disebabkan oleh konsentrasi PTH yang tinggi
sama dengan pada hiperparatiroidisme primer. Beberapa pasien
menunjukkan kadar kalsium serum tinggi dan dapat mengalami
semua komplikasi ginjal, vaskular, neurologik yang disebabkan
oleh hiperkalsemia.
3) Hiperparatiroid Tersier
Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari
hiperparatiroidisme sekunder yang telah diderita lama.
Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan
perkembangan

hipersekresi

hormone

paratiroid

karena

hiperkalsemia. (Brunner & Suddath, 2001). Penyebabnya


31

masih belum diketahui. Perubahan mungkin terjadi pada titik


pengatur mekanisme kalsium pada level hiperkalsemik.
Penyebabnya masih belum diketahui. Perubahan mungkin
terjadi pada titik pengatur mekanisme kalsium pada level
hiperkalsemik.
2.2.5 Manifestasi Klinis
Hiperparatiroidisme primer ditandai dengan peningkatan kadar
hormon

hiperparatiroid

serum,

peningkatan

kalsium

serum

dan penurunan fosfat serum. Pada tahap awal, pasien asimtomatik,


derajat peningkatan kadar kalsium serum biasanya tidak besar, yaitu
antara 11-12 mg/dl (normal, 9-11 mg/dl). Pada beberapa pasien kalsium
serum berada didalam kisaran normal tinggal. Namun, bila kadar
kalsium serum dan PTH diperhatikan bersamaan, kadar PTH tampaknya
meningkat

secara

kurang

proporsial.

Pada

beberapa

pasien

karsinoma paratiroid, kadar kalsium serum bisa sangat tinggi (1520mg/dl). Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan
bersihan fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal,
menyebabkan peningkatan kadar PTH serum total. Penentuan PTH
amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi
paratiroid pasien gagal ginjal.
Selain itu Pasien mungkin mengalami gejala gejala sebagai berikut
yaitu:
1

Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual,


muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat
terjadi, semua ini berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium
dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari
emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan
psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada
otak serta sistem syaraf. Peningkatan kadar kalsium akan

menurunkan potensial eksitasi jaringan syaraf dan otot.


Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroid dapat
terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang
32

muncul berupa sel-sel raksasa benigna akibat pertumbuhan


3

osteoklas yang berlebihan.


Pasien dapat mengalami nyeri pada skeletal dan nyeri tekan,
khususnya di daerah punggung dan persendian, nyeri ketika
menyangga

tubuh,

fraktur

patologik,

deformitas,

dan

pemendekan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan


4

hiperparatiroid merupakan faktor resiko terjadinya fraktur.


Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang
berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme primer.
Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam
pelvis dan ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal

(rena calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.


Insidens ulkus peptikum dan pankreatis meningkat pada
hiperparatiroid dan dapat menyebabkan terjadinya gejala

gastrointestinal. (Brunner & Suddath, 2001).


2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya
level kasium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone
paratiroid. Penyakit lain dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium
darah, tapi hanya hiperparatiroid yang menaikkan kadar kalsium karena
terlalu banyak hormon paratiroid.
Pemeriksaan radioimmunoassay untuk parathormon sangat sensitif
dan dapat membedakan hiperparatiroidisme primer dengan penyebab
hiperkalasemia lainnya pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami
kenaikan kadar kalsium serum.
Tes darah juga dapat mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme
karena menunjukkan penilaian yang akurat berapa jumlah hormon
paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya dilakukan
untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya kadar hormon
paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan
kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk

33

memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura. Penggambaran dengan


sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan
jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan
ginjal dan resiko batu ginjal.
Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk
membedakan hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat
menyebabkan hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai
thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan untuk mengevaluasi
fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta
hiperplasia pada kelenjar paratiroid.
Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan
bersihan fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal,
menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum total. Penetuan PTH
amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi
2.2.7

paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R. Taylor, 2005, 783).


Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan bedah
a) Paratiroidektomi
Pratiroidektomi adalah eksisi satu atau lebih kelenjar paratiroid.
Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer
untuk mengangkat jaringan paratiroid yang abnormal. Namun
demikian, pada sebagian pasien yang asimtomatik disertai
dengan dengan kenaikan kadar kalsium serum ringan dan fungsi
ginjal yang normal. Pembedahan dapat ditunda dan keadaan
pasien dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan
bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang,
gangguan ginjal atau pembentukan batu ginjal (renal caculi).
b) Farmakologi
a) Fosfat
Fosfat oral dapat menurunkan kadar kalsium darah sampai
1 mg/dl, penurunan kalsium ini terjadi karena fosfat dapat
menyebabkan penurunan absorbsi kalsium di usus dan
menurunkan aktivitas 1- hidroksilase sehinga kadar 1,25

34

(OH)2 D dalam darah rendah. Terapi fosfat tidak boleh


diberikan pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal atau
pada

penderita

dengan

normophosphatemia

atau

hyperphosphatemia.
b) Bisphosphonates
Bisphosphonates

merupakan

analog

phyrophosphate

inorganik yang bekerja menghambat resorpsi tulang oleh


osteoklas. Pada hiperparatiroidisme primer terjadi kehilangan
densitas massa tulang cortical, sedangkan tulang trabekular
densitas tulang relatif terpelihara. Bisphosphonates adalah
kelompok obat yang menjanjikan dalam pengobatan hilangnya
densitas tulang. Beberapa penelitian mengenai penggunaan
Bisphosphonates pada hiperparatiroidisme primer menunjukkan
peningkatan dari densitas mineral tulang pada tulang punggung
dan panggul dan juga tidak menyebabkan perubahan signifikan
pada kadar PTH, kadar kalsium darah dan kalsium urin 24 jam.
Terapi dengan Bisphosphonates dapat dipertimbangkan pada
penderita hiperparatiroidisme primer dengan densitas mineral
tulang yang rendah yang tidak dapat atau tidak ingin dilakukan
operasi.
c) Estrogen
Terapi estrogen pada wanita postmenopause menunjukkan
sedikit penurunan pada kadar kalsium darah (0,5-1 mg/dl) tanpa
adanya perubahan pada kadar PTH. Estrogen juga memberikan
keuntungan pada densitas mineral tulang pada tulang punggung
dan kepala femur. Akan tetapi terapi estrogen sebaiknya tidak
dijadikan pilihan utama pada wanita postmenopause dengan
hiperparatiroidisme primer, oleh karena risiko yang diakibatkan
seperti

karsinoma

endometrium

dan

peningkatan

risiko

terjadinya penyakit kardiovaskular. Selective estrogen receptor

35

modulator seperti raloxifene telah menunjukkan penurunan


kadar kalsium dalam darah sama halnya dengan terapi estrogen.
d) Calcimimetic
Cinacalcet merupakan preparat calcimimetic pertama yang
tersedia. Preparat ini bekerja dengan cara mengikat dan
memodifikasi calcium sensing receptor pada chief sel
dipermukaan kelenjar paratiroid, yang akan menyebabkan
meningkatnya sensitivitas reseptor terhadap kalsium. Cinacalcet
efektif dalam menurunkan PTH dan menjaga kadar kalsium dan
fosfat. Dosis awal cinacalcet 30 mg sekali sehari, dosis dapat
dinaikkan 30 mg setiap 2-4 minggu hingga kadar PTH dalam
kisaran target atau sudah tercapai dosis maksimal (180 mg
perhari).
c) Non farmakologi
a) Diet
Kebutuhan

nutrisi

harus

dipenuhi

meskipun

pasien

dianjurkan untuk menghindari diet kalsium terbatas atau


kalsium berlebih. Jika pasien juga menderita ulkus peptikum, ia
memerlukan preparat antasid dan diet protein yang khusus.
Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan
pasien harus diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan
aktivitas fisik disertai dengan peningkatan asupan cairan akan
membantu mengurangi gejala konstipasi yang merupakan
masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada pasien-pasien
ini.
b) Banyak minum air putih
Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi,
maka penderita hiperparatiroidisme primer dapat menderita
penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien dianjurkan untuk minum
sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah
terbentuknya batu ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan

36

karena terdapat bukti bahwa minuman ini dapt menurunkan pH


urin. Kepada pasien diminta untuk melaporkan manifestasi batu
ginjal yang lain seperti nyeri abdomen dan hemapturia.
Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari oleh pasien
hiperparatiroidisme primer karena obat ini akan menurunkan
eksresi kalsium lewat ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar
kalsium serum. Disamping itu, pasien harus mengambil
tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya resiko
krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk
segera mencari bantuan medis jika terjadi kondisi yang
menimbulkan dehidrasi (muntah, diare). Mobilitas pasien
dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus
diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami
stress normal akan melepaskan kalsium merupakan predisposisi
terbentuknya batu ginjal.
2.2.8 Komplikasi
Penderita hiperparatiroid sering memperlihatkan gejala psikiatrik
seperti skizoprenia, atau depresi. Sering juga terjadi miopati dan
hiperkalsemia. Pada penderita hipoparatiroid juga dapat terlihat gejala
psikiatrik seperti pada hiperparatiroid dan kadang disertai kejang akibat
hipokalsemia terutama pada penderita pasca operasi adenoma yang
mengakibatkan hiperparatiroid (Tamsuri, 2009).
Menurut Tandra (2008) hiperparatiroid dapat menyebabkan
beberapa komplikasi diantaranya:
1) Kekurangan vitamin D dan dapat menimbulkan osteoporosis.
Kelenjar paratiroid yang overaktif menyebabkan peningkatan
kalsium dalam darah, sedangkan kadar kalsium di tulang berkurang.
Keluhan yang timbul adalah mual, muntah, kekurangan cairan tubuh,
kerusakan ginjal, dan gangguan kesadaran.
2) Jika dilakukan operasi paratiroidektomi atau pengambilan kelenjar
paratiroid, akan ditemukan densitas tulang yang meningkat, dan
risiko fraktur tulang akan menurun.
37

3) Pada kehamilan kondisi hiperparatiroid juga membawa dampak yang


sangat besar diantaranya:
a) Hiperkalsemia darah: O2 menuju janin sehingga menyebabkan
(1) Abortus
(2) Persalinan prematur
(3) Kematian janin intrauteri, yang didahului dengan tetani
janin, termasuk organ vital jantung dan paru.
b) Peningkatan hormon maternal dapat menekan pengeluaran
hormon paratiroid janin sehingga janin mengalami:
(1) Hipokalsemia
(2) Penurunan kadar 1,25 dihroxyvitamine D
Gangguan ini menimbulkan gangguan keseimbangan
elektrolit darah janin dan menimbulkan tetani otot yang diakhiri
dengan kematian akibat gangguan kontraktilitas jantung janin.
2.2.9

Pencegahan
1) Minum banyak cairan, khususnya air putih. Meminum banyak
cairan dapat mencegah pembentukan batu ginjal.
2) Latihan. Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk kekuatan
tulang dan memperlambat tulang rapuh.
3) Penuhi kebutuhan vitamin D sebelum berusia 50 tahun,
rekomendasi minimal vitamin D yang harus dipenuhi setiap hari
adalah 200 International Units (IU). Setelah berusisa lebih dari 50
tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar 400-800 IU
perhari.
4) Jangan merokok. Merokok dapat meningkatkan kerapuhan tulang

seiring meningkatnya masalah kesehatan, termasuk kanker.


2.2.10 Prognosis
Pengobatan hiperparatiroidisme sekunder pada kebanyakan
pasien berhasil. Pasien yang menjalani pengangkatan kelenjar
paratiroid mempunyai kira-kira 10% resiko kumatnya penyakit. Hal
ini mungkin berkaitan dengan fungsi yang berlebihan atau hilangya
kelenjar dileher atau hiperplasia. Adakalanya pasien yang telah
menjalani operasi tetap mengalami hiperparatiroidisme, jika jaringan

38

telah dicangkkok, adakalanya pencangkokan dapat membalikkan


hipoparatiroidisme.

2.2.11 WOC

MK. Gangguan Eliminasi urin


MK Perubahan nutrisi
Mual,muntah

39

2.2.12 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1) Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya:
nama, umur (bisa terjadi pada semua kalang umur terutama
pada wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko
yang lebih besar 2 kali dari pria), agama, pendidikan (biasanya
terjadi pada kien dengan tingkat pendidikan rendah karena
kurang informasi dan pengetahuan), pekerjaan, suku/bangsa,
alamat, jenis kelamin (terjadi pada laki-laki dan perempuan),
status perkawinan, dan penanggung biaya.
2) Riwayat Sakit dan Kesehatan
1. Keluhan utama, antara lain:
a) Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot

40

b) Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia,


obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai
penurunan berat badan
c) Depresi
d) Nyeri tulang dan sendi.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien tampak lemah,biasanya adanya peningkatan
ukuran kelenjar tiroid, anoreksia, obstipasi, dan nyeri
lambung yang akan disertai penurunan berat badan,
depresi, nyeri tulang dan sendi.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a) Riwayat trauma/ fraktur.
b) Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.
4. Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga
yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien
sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan hiperparatiroid.
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan
mental, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan
ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur
pembedahan, adanya perubahan peran.
B. Pemeriksaan Fisik (ROS : Review of System)
1) Breath (B1):
Gejala: nafas pendek, dispnea nocturnal paroksimal, batuk
dengan / tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekensi/kedalaman
(pernafasan Kussmaul).
2) Blood (B2)
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi
Tanda: hipertensi (nadi kuat, edema jaringan, pitting pada kaki,
telapak tangan), disritmia jantung, pucat, kecenderungan
perdarahan.
3) Brain (B3)
Gejala: penurunan daya ingat, depresi, gangguan tidur, koma.
Tanda: gangguan status mental, penurunan tingkat kesadaran,
ketidak mampuan konsentrasi, emosional tidak stabil.

41

4) Bladder (B4)
Gejala: penurunan frekuensi urine, obstruksi traktus urinarius,
gagal

fungsi

ginjal

(gagal

tahap

lanjut),

abdomen

kembung,diare, atau konstipasi.


Tanda: perubahan warna urine, oliguria, hiperkalsemia, Batu
ginjal biasanya terdiri dari kalsium oksalat atau kalsium fosfat
5) Bowel (B5)
Gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan.
Tanda: distensi abdomen, perubahan turgor kulit, kelainan
lambung dan pankreas (tahap akhir), Ulkus peptikum.
6) Bone (B6)
Gejala: kelelahan ekstremitaas, kelemahan, malaise.
Tanda: penurunan rentang gerak, kehilangan tonus otot,
kelemahan otot, atrofi otot.
7) Integritas ego
Gejala: faktor stress (finansial, hubungan).
Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung,
perubahan kepribadian.
C. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam
plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam
menegakkan kondisi hiperparatiroidisme. Pemeriksaan darah
juga dilakukan untuk mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH,
dan TRH akan memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi
masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada hiperparatiroidisme akan
ditemukan bebas T4 (tiroksin), bebas T3 (triiodotironin),
peningkatan kadar kalsium serum, kadar serum posfat
anorganik menurun sementara kadar kalsium dan posfat urine
meningkat, serta fosfatase alkali meninggi.
2) Pemeriksaan radiologi
Akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan
trabekula pada tulang. Pada hasil rontgen akan didapatkan hasil

42

yaitu tulang menjadi tipis (ada dekalsifikasi), cystic-cystic


dalam tulang, dan trabeculae di tulang.
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien
dengan hiperparatiroidisme antara lain :
1) Nyeri akut (000132) berhubungan dengan agen cedera bilogi
ditandai dengan perubahan fisiologi.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan (00002)
berhubungan dengan faktor biologi yang ditandai dengan
kelemahan otot untuk menelan.
3) Intoleransi aktivitas (00092) berhubungan dengan kelemahan
umum yang ditandai dengan ketidaknyamanan.
4) Resiko ketidakseimbangan elektrolit (00195) berhubungan
dengan mutah
5) Risiko terhadap

cidera

(00035)

berhubungan

dengan

keterbatasan fisik akibat demineralisasi tulang


6) Konstipasi (00011) berhubungan dengan kelemahan otot
intestinal
E. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Nyeri akut (000132) berhubungan dengan agen cedera bilogi ditandai
dengan perubahan fisiologi.
Domain 12: Comfort
Class 1: Physical Comfort
NOC
NIC
Setelah dilakukan intervensi keperawatan Penatalaksanaan Nyeri (1400):
selama

3x24

jam,

klien

dapat 1

Menjamin

klien

menunjukkan penurunan level nyerinya

memperhatikan

dengan kriteria hasil: (2102)

menggunakan analgesik

1
2

(210201) Klien dapat melaporkan

Mencari

nyerinya kepada petugas kesehatan: 3

mengenai

(210212) Klien menunjukkan tekanan

nyeri

darah pada batas normal: 3

43

tahu

dengan
perawatan

pengetahuan

kepercayaannya

Menentukan

pengaruh

klien

terhadap

pengalaman

(210209) Klien dapat mengurangi

nyeri terhadap kualitas hidup klien

ketegangan ototnya: 3

(tidur,

selera

makan,

aktivitas,

perasaan, pekerjaan)
4

Mengurangi

faktor

yang

dapat

menimbulkan

nyeri

(takut,

lelah,

kurang pengetahuan)
5

Mengajarkan kepada klien tentang


metode farmakologi untuk penghilang
nyeri.

Diagnosa 2: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan (00002) berhubungan


dengan faktor biologi yang ditandai dengan kelemahan otot untuk menelan.
Domain 2: Nutrition
Class 1: Ingestion
Setelah

NOC
dilakukan

NIC
intrervensi Manajemen berat badan (1260)

keperawatan selama 2x24 jam, klien

Tentukan berat badan ideal klien

menunjukkan peningkatan status nutrisi

Berikan obat untuk mengurangi mual

dengan kriteria hasil: (1004)


1
2

(100402)

Klien

dan nyeri sebelum makan


menunjukkan

Diskusikan risiko yang berhubungan

peningkatan masukan makanan: 4

dengan kekurangan berat badan dan

(100403)

kelebihan berat badan

Klien

menunjukkan

peningkatan masukan cairan: 4


3

(100405) Klien menunjukkan berat


badan yang bertambah: 4

Dukung klien untuk mengonsumsi air


yang adekuat

Rencanakan pemberian hadiah untuk


klien ketika mencapai tujuan jangka
pendek dan jangka panjangnya.

Monitor albumin serum, limfosit, dan


elektrolit

44

Dukung

klien

untuk

menuliskan

tujuan target mingguan masukan


makanan, latihan, dan tempel di
lokasi dimana mereka dapat melihat.

Diagnosa 3: Intoleransi aktivitas (00092) berhubungan dengan kelemahan umum yang


ditandai dengan ketidaknyamanan
Domain 4: Activity/Rest
Class 4: Cardivascular/Pulmonary Response
NOC
NIC
Setelah
dilakukan
intervensi Terapi aktivitas (4310)
keperawatan selama 2x24 jam, klien

Sediakan

aktivitas

untuk

dapat menunjukkan toleransi aktivitas

meningkatkan rentang perhatian serta

dengan kriteria hasil: (0005)

konsultasi dengan ahli terapi yang

bersangkutan.

(000518) Klien terdorong untuk


melakukan ADL: 4

(000502) Klien mempunyai nilai


nadi yang normal saat beraktivitas: 3

Menyediakan aktivitas motorik untuk


melegakan ketegangan otot.

Mengijinkan

keluarga

untuk

(000503) Klien mempunyai nilai

berpartisipasi dalam aktivitas, bila

pernapasan

memungkinkan.

yang

normal

beraktivitas: 3

saat
4

Membuat lingkungan yang aman


untuk pergerakan otot, sesuai indikasi.

Kaji kegiatan pilihan klien untuk


mencapai tujuan dengan aktivitas
fisik, psikologi dan kemampuan sosial

Instruksikan

klien

dan

keluarga

bagaimana melakukan aktivitas yang


telah ditentukan.
7

Instruksikan klien dan keluarga untuk


memperhatikan peran aktivitas fisik,
sosial,

45

spiritual,

kognitif

dalam

mempertahankan

fungsi

kesehatan.

Diagnosa 4: Resiko ketidakseimbangan elektrolit (00195) berhubungan


dengan mutah
Domain 2 : Nutrition
Class 5 : Hydration
NOC
Setelah dilakukan tindakan asuhan 1.
keperawatan

2x24

jam

klien

akses IV line

menunjukkan perubahan level serum 2.


elektrolit ditandai dengan :
1.

Mempertahankan

akurasi

intake dan output


Keseim 3.

bangan elektrolit (0606)


2.

NIC
Mempertahankan kepatenan

Monitor adanya manifestasi


neurologi ketidak seimbangan

Hiperk
alsemia (0607)

elektrolit
4.

Monitor

adanya

tanda

chovstek dan/atau trousseaus


5.

Monitor serum level dari


elektrolit

6.

Monitor tanda dan gejala


hiperkalsemi : kelemahan otot,
detak jatung irreguler, fatigue,
paresthesia, tidak napsu makan,
penurunan refleks, konstipasi,
penurunan motilitas intestinal,
bingung, dsbg

7.

Intruksikan klien dan/atau


keluarga untuk memodifikasi
makanan jika perlu

46

dan

Diagnosa 5: Risiko terhadap cidera (00035) berhubungan dengan


keterbatasan fisik akibat demineralisasi tulang
Domain 11 : Safety/Protection
Class 2 : Physical Injury
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Manajemen energi (0180)
keperawatan

2x24

jam

klien

menunjukkan ketahanan dan adaptasi

a.
Monitor intake nutrisi untuk

dari resiko cidera ditandai dengan :

memastikan sumber energi

1. Angka kejadian jatuh (1912)

adekuat

2. Angka cedera fisik (1913)

b.
Monitor lokasi dan alam dari
ketidaknyamanan atau nyeri
saat beraktifitas
c.
Dampingi

klien

menentukan

untuk
aktivitas

prioritas sesuai energi yang


dimiliki
2. Manajemen lingkungan : aman
(6486)
a.
Modifikasi lingkungan untuk
meghindari

resiko

dan

bahaya
b.
Monitoring

kebutuhan

keamanan klien, bergantung


pada level fungsi fisik dan
fungsi kognitif klien

47

3. Pecegahan jatuh (6490)


a. Ajarkan klien cara mencegah
jatuh untuk meminimalisir
adaya cedera fisik
b. Bincangkan

dengan

klien

tentang cara berjalan dan


berpindah tempat
4. Identifikasi faktor resiko (6610)

Diagnosa 6: Konstipasi (00011) berhubungan dengan kelemahan otot


intestinal
Domain 3 : Elimination and Exchange
Class 2 : Gastrointestinal Function
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Manajemen usus besar (0430)
keperawatan

2x24

jam

klien

a. Catat

waktu

terakhir

menunjukkan defekasi yang normal

melakukan

ditandai dengan :

haluarannya

1. Ekskresi/pengeluaran isi perut

konsistensi, bayaknya)

(0501)

BAB,

serta
(warna,

b. Berikan supositorial rektal

2. Fungsi gastrointestinal (1015)


3. Status nutrisi: intake nutrien
(1009)

bila diperlukan
c. Berikan

makanan

tinggi

serat
d. Berikan minuman hangat
setelah makan
2. Manajemen konstipasi (0450)
a. Monitor tanda dan gejala
konstipasi
b. Jelaskan
tantang

48

kepada

klien

masalah

yang

terjadi
c. Anjurkan

perbanyak

konsumsi cairan
d. Moniroting suara perut
e. Berikan

tindakan

enema

bila perlu
3. Manajemen nutrisi (1100)
a. Jelaskan kondisi kebutuhan
nutrisi klien
b. Jelaskan

nutrisi

yang

penting dan dibutkan tubuh


c. Berikan lingkungan yang
mendukung napsu makan
d. Pastikan makanan disajikan
dalam kondisi yang baik
e. Dampingi

klien

saat

menyantap makanan
f. Konsultasikan

kebutuhan

nutrisi dengan ahli gizi

49

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
3.1 Asuhan Keperawatan Hipoparatiroid
3.1.1 Kasus
Tn. A usia 30 tahun datang ke rumah sakit Universitas Airlangga
dengan keluhan sering mengalami kejang 1 minggu terakhir ini. Saat
pengukuran TTV didapatkan TD : 90/75 mmHg, suhu : 38 , HR :
55x/menit, RR : 20x/menit dan suara napas stridor. Hasil uji laboratorium
menunjukkan kalsium 3 mg/dL, kadar fosfat 6 mg/dL, PTH 8 pg/ml, kadar
T4 (3mg/dL) T3 (40mg/dL), dan kadar Hb : 14gr/dL. Pasien tampak
rambut nya tipis dan turgor kulit kering. Istri pasien juga mengatakan
bahwa saat dirumah pasien sering mengeluh sakit kepala, emosi nya tidak
stabil, sulit bernapas saat kejang, kejang dirasakan pada daerah muka,
terkadang pada tangan dan kaki, dan akhir-akhir ini pasien tidak mau
makan dikarenakan saat makan untuk menelan susah sehingga BB
menurun dari 67 Kg menjadi 65kg. Saat dilakukan pemeriksaan fisik
3.1.2

pasien terdapat tanda Chvosteks (+).


Pengkajian
a) Identitas
Nama : Tn. A
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Surabaya
A. Keluhan Utama
Kejang pada 1 minggu terakhir
50

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Tn. A sering mengalami kejang pada 1 minggu terakhir. Tn.A
sering mengeluh sakit kepala, emosi nya tidak stabil, sulit bernapas saat
kejang, kejang dirasakan pada daerah muka, terkadang pada tangan dan
kaki, dan akhir-akhir ini Tn.A tidak mau makan dikarenakan sulit untuk
menelan mengakibatkan berat badan Tn.A dari 67 Kg turun menjadi 65

3.1.3

3.1.4

3.1.5

Kg
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Tn. A tidak mengalami penyakit ini sebelumnya
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada data
Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Suara napas stridor, sulit napas (Bronkospasme/spasme laring)
2) B2 (Blood)
Hipotensi (90/75 mmHg), bradikardi nadi 55x/menit, akral dingin
3) B3 (Brain)
Sakit kepala, kehilangan keseimbangan, pendengaran menurun,
berbicara agak lambat
4) B4 (Bladder)
Hiperfosfatemia 5 mg/dL, penurunan output urin (500 ml/hari)
5) B5 (Bowel)
Sulit menelan, nafsu makan menurun
6) B6 (Bone)
Kejang otot dimuka, tangan dan kaki, tanda Chovsteks
Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium : Kalsium dalam serum rendah yaitu 3 mg/dL, kadar
fosfat 6 mg/dL, kadar T4 (3mg/dL) T3 (40mg/dL), kadar Hb 14 gr/dL
Analisa Data
N
o
1

Masalah

Data

Etiology

DS : Istri mengatakan

Penurunan Kalsium (Ca)

Keperawatan
Pola Napas tidak

bahwa

dan peningatan Fosfat (P)

Efektif

mengalami

Tn.

A
sulit

dalam serum

bernapas saat terjadi


kejang

Iritabilitas neuromuskuler

51

Tetani
DO : Suara napas
stridor,

tanda

Chovsteks (+), kadar

Bronko spasme dan

Kalsium : 3 mg/dL,

spasme laring

kadar Fosfat : 6 mg/dL


Sesak napas

DS : Istri mengatakan
bahwa

Tn.

mengalami
menelan,

A
sulit

dan

Pola napas tidak efektif


Penurunan kalsium sama
dg atas
Iritabilitas neuromuskuler

tidak

bisa makan

Ketidakseimban
gan

Nutrisi

Kurang

dari

Kebutuhan
Kejang otot pada faring
(spasme faring)

DO :
A: BB menurun dari

Sulit menelan

67 Kg menjadi 65Kg
B: kadar Hb: 14 gr/dl

Disfagia

C: kulit kering, rambut


tipis
D:

Nafsu makan menurun


Nafsu

makan

menurun

Penurunan intake nutrisi


Nutrisi kurang dari

DS : Istri mengatakan
bahwa

Tn.

mengalami kejang di
otot tangan dan kaki

kebutuhan
Defisiensi Parathormon
Peningkatan kadar fosfat
dalam darah dan penurunan

52

Risiko Cidera

kalsium dalam darah


DO : Kadar Kalsium :
3

mg/dL,

Iritabilitas system

kadar

Neuromuscular

Fosfat : 6 mg/dL
Tetani
Kejang
Risiko Cidera
3.1.6

Diagnosa Keperawatan
1) Pola Napas tidak efektif berhubungan dengan sesak nafas akibat
bronkospasme dan spasme laring (00032)
2) Ketidakseimbangan nutrisi: kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan akibat kejang otot pada
faring (00002)
3) Risiko cidera berhubungan dengan kejang akibat iritabilitas system

3.1.7

neuromuscular (00035)
Intervensi Keperawatan
1) Pola Napas tidak efektif berhubungan dengan sesak nafas akibat
bronkospasme dan spasme laring (00032)
Domain 4 : Aktivitas / Istirahat
Kelas 4 : Kardiovaskular / Pulmonary Responses
NOC
Setelah dilakukan tindakan asuhan

NIC
Respiratory Monitoring (3350)

keperawatan

selama

1x24

jam,

status pola nafas pasien menjadi


normal dan tidak mengalami sesak
2

nafas
Kriteria Hasil :
a. Suara nafas klien normal
(tidak

ada

suara

nafas

53

Monitor
frekuensi
pernafasan, ritme, kedalaman
serta usaha bernafas pada
klien
Monitor pola nafas klien
(seperti adanya bradypnea,
takipnea,
kussmaul
respiration, Cheyne-stokes)
Monitor adanya dispnea

stridor)
b. Klien tidak mengalami sesak
nafas
c. Frekuensi nafas klien normal
(RR:12-20x/menit)
Domain-Physiologic Health (II)
Class-Cardiopulmonary (E)
Respiratory Status : Ventilation
(0403)
1

(040301) Respiratory Rate

(040302) Respiratory Rhythm

(040310) Adventitious breath


sounds

maupun kejadian yang dapat


memicu
maupun
memperburuk
4 Monitor frekuensi status
pernafasan pada klien yang
beresiko (terapi opioid,
ventilasi mekanis, wajah
atau dada yang terasa
terbakar,
gangguan
neuromuskular)
5 Monitor kelelahan, ansietas,
dan kondisi kekurangan
oksigen
6 Auskultasi suara nafas klien
dan mencatat area yang
mengalami
penurunan
ventilasi dan adanya suara
nafas tambahan
7 Atur posisi klien sesuai
dengan
indikasi
untuk
mencegah
terjadinya
aspirasi
8 Membuka jalan nafas klien
dengan teknik mengangkat
dagu
atau
mendorong
rahang (posisi semifowler)
9 Berikan terapi oksigen sesuai
dengan indikasi

2) Ketidakseimbangan nutrisi: kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan akibat kejang otot pada
faring (00002)
Domain 2 : Nutrisi
Kelas 1 : Pencernaan
NOC
Setelah dilakukan tindakan asuhan

NIC
Nutrition Therapy (1120)

keperawatan

Nutrition Management

selama

1x24

jam,
54

pemenuhan intake nutrisi klien dapat


tercukupi
Kriteria Hasil :
a

Intake

kebutuhan

nutrisi

adekuat (nafsu makan yang


meningkat)
b

Tidak mengalami kesulitan


menelan (disfagia)

Berat badan dalam batas


normal

Domain-Physiologic Health (II)


Class-Digestion & Nutrition (K)
Nutritional Status (1004)
1

(100401) Intake Nutrisi

(100402) Intake Makanan

(100408) Intake Cairan

(100411) Hidrasi

55

1) Menentukan status nutrisi


dan
kemampuan
klien
dalam mencerna nutrisi
yang diperlukan oleh tubuh
2) Monitor adanya penurunan
maupun penambahan berat
badan klien
3) Identifikasi adanya alergi
makanan dan intoleransi
makanan pada klien
4) Monitor kalori dan intake
nutrisi klien
5) Dukung lingkungan klien
yang
optimal
dalam
mengonsumsi
makanan
seperti lingkungan yang
bersih, ventilasi udara yang
sirkulasinya lancar, bebas
dari bau yang tajam)
6) Dorong klien untuk memilih
makanan yang lunak untuk
memudahkan
proses
menelan
7) Ajarkan
klien
untuk
memilih makanan yang
halus, lunak serta tidak
mengandung asam
8) Memilih suplemen nutrisi
yang tepat
9) Menentukan nilai kalori dan
jenis
nutrient
yang
diperlukan oleh klien sesuai
indikasi kepada ahli gixi
10) Beritahu
klien
dan
keluarganya mengenai diet
yang dianjurkan sesuai
dengan indikasi klien.

3) Risiko cidera berhubungan dengan kejang akibat iritabilitas system


neuromuscular (00035)
Domain 11 : Safety / Protection
Kelas 2 : Physical Injury
NOC
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama 1x24 jam, klien
terhindar dari resiko cidera
Kriteria Hasil :
Klien terhindar dari risiko cidera
Domain-Health

Knowledge

&

Behaviour (IV)
Class-Health Behaviour (Q)
Seizure Self-Control (1620)
1. (162001) Menjelaskan faktor
penyebab kejang
2. (162002)

Menggunaan

obat

yang diresepkan
3. (162006) Menghindari faktor
pemicu/risiko

yang

mengakibatkan kejang
4. (162017) Segera memberikan
pertolongan medis jika aktivitas
kejang terjadi
5. (162015)
Mengimplementasikan praktik
keselamatan lingkungan

56

NIC
Seizurue Management (2680)
1) Monitor tanda-tanda vital
klien
2) Monitor status neurologis
klien
3) Monitor arah kepala dan
mata saat terjadi kejang
4) Mengurangi
atau
menghilangkan
objek
berbahaya yang berada
disekitar lingkungan klien
5) Mendampingi pergerakan
klien dalam beraktivitas
untuk
menghindari
terjadinya cidera
6) Mencatat
karakteristik
kejang (Pergerakan tubuh,
aktivitas
motor,
dan
progress dari kejang)
7) Mencatat lama kejang
8) Monitor
level
obat
antiepileptic
9) Berikan obat yang sesuai
10) Berikan anticonvulsant
11) Ajarkan kepada keluarga
mengenai
pertolongan
pertama pada klien saat
terjadi kejang
12) Beritahukan kepada klien
mengenai efek terapeutik
maupun efek samping dari
obat-obatan
yang
dikonsumsi klien

3.1.8

Evaluasi
1) Pola napas klien kembali efektif
2) Intake nutrisi klien adekuat dan seimbang dengan keluaran nutrisi klien
3) Klien terhindar dari risiko cidera

3.2 Asuhan Keperawatan Hiperparatiroid


3.2.1 Kasus
Ny. Y, 48 tahun dengan riwayat penyakit mental memiliki perilaku baru
psycotic yang aneh. Keadaannya telah membaik dalam 2 tahun terakhir.
Datang ke RS dengan keluhan mual, kelemahan fisik, muntah, dan
konstipasi. Pemeriksaan fisik: tingginya 160 cm dan berat badannya 57 kg
(turun 2kg dalam 5hari terakhir), detak jantung nya 97 (tidak teratur) dan
tekanan darahnya 150/95 mmhg. Ujian fisik dinyatakan normal kecuali
bahwa dia bingung untuk lokasi, tanggal, dan tahun. Uji labolatorium
hematologi rutin dan tes kimia normal kecuali :

3.2.2

a. kalsium (s) 13.8 mg/dl

(N: 8.4-10.1)

b. Phoshorus (s) 2.8 mg/dl

(N:2.5-4.5)

c. khloride/phos ratio 38:1

(N: 29:1)

d. PTH, intact molecule (p)56 pg/ml

(N: 9-51)

e. kalsium, total (s) 13,6 mg/dl

(N: 8.4-10.1)

f. kalsium, ionized (s) 6.9 mg/dl

(N: 4.4-55)

(S: serum, P : plasma)


Pengkajian
1) Identitas :
Nama
: Ny. Y
Jenis kelamin
: perempuan
Usia
: 48 th
Diagnosa medis
: Hiperparatiroid
A. Keluhan Utama
Mual, Muntah, Kelelahan fisik, Konstipasi, Bingung
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengeluh mual, mutah, konstipasi dan adanya kelelahan fisik.
Klien juga terlihat bingung dan tak bisa mengingat tanggal, tahun, dan
tempat.
C. Riwayat Penyakit Dahulu

57

Klien pernah memiliki riwayat penyakit mental dan saat ini memiliki
perilaku baru psycotic yang aneh. Keadaannya telah membaik dalam 2

3.2.3

tahun terakhir.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada data
Pemeriksaan Fisik
1) Sistem neurologis : perilaku psycotic (tidak mampu menilai kenyataan),
bingung lokasi, tanggal, dan tahun.
2) Sistem musculoskeletal : Kelemahan otot (proksimal), Nyeri tulang saat
menopang berat badan, Atralgia (nyeri sendi), Perawakan pendek,
deformitas tulang
3) Sistem kardiovaskuler : Hipertensi, distritmia, nadi cepat
4) Sistem pencernaan : Ketidaknyamanan abdomen, Polidipsia, Mual dan
muntah, Anoreksia, Penurunan berat badan, Konstipasi
5) Sistem perkemihan : Dysuria, Dehidrasi, Kolik renal, Urenia batu ginjal
6) Sistem integumen : Kulit kasar, tebal dan bersisik, dingin dan pucat,
tidak tahan terhadap dingin, Pembengkakkan dan edema kulit, terutama
di bawah mata dan di pergelangan kaki, pertumbuhan kuku buruk, kuku
menebal; rambut kering, kasar; rambut rontik dan pertumbuhannya

3.2.4

buruk.
Pemeriksaan Diagnostik
a.

Pada pemeriksaan radiologi, akan tampak


penipisan tulang dan berbentuk kista dan trabekula pada tulang.

b.

Hasil tes laboratorium adalah sebagai berikut :


1) kalsium (s) 13.8 mg/dl

(N: 8.4-10.1)

2) Phoshorus (s) 2.8 mg/dl

(N:2.5-4.5)

3) khloride/phos ratio 38:1

(N: 29:1)

4) PTH, intact molecule (p)56 pg/ml (N: 9-51)


5) kalsium, total (s) 13,6 mg/dl

(N: 8.4-10.1)

6) kalsium, ionized (s) 6.9 mg/dl

(N: 4.4-55)

(S: serum, P : plasma)


58

3.2.5

Analisa Data

Data
DS : Ny. Y megatakan mual

Etiologi
Hiperparatiroid

dan muntah
DO : BB turun 2kg, TD

Penurunan absorbsi kalsium

150/95

mmHg,

HR

97x/menit

Masalah Keperawatan
Resiko ketidakseimbangan
elektrolit

Efek di Gastrointestinal
Kontraktilitas dinding otot
menurun
Motilitas usus menurun
Gerakan peristaltik usus
menurun
Asam lambung meningkat
Mual
Muntah
Pengeluaran makanan dan zat
elektrolit berlebih
Resiko ketidakseimbangan

DS : Ny. Y mengatakan
anoreksia

(tidak

napsu

makan), mual dan muntah


DO : BB turun 2kg, TD
150/95
97x/menit

mmHg,

HR

elektrolit
Hiperparatiroid
Efek di Gastrointestinal
Menekan aktivitas otot
Kontraktilitas dinding otot
menurun
Motilitas usus menurun
Gerakan peristaltik usus
menurun
59

Ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan

Asam lambung meningkat


Mual
Anoreksia
Intake nutrisi inadekuat
Ketidak seimbangan nutrisi:
DS : Ny. Y mengatakan
merasakan

kelemahan

secara fisik
DO :
Hasil Lab :
a. kalsium

kurang dari kebutuhan


Hiperparatiroid

Risiko terhadap cidera

Reabsorbsi tulang meningkat


Osteitis fibrosa

13.8

mg/dl

Demineralisasi tulang

Phoshorus 2.8 mg/dl


b. PTH, intact molecule
56 pg/ml
c. kalsium,

Risiko terhadap cidera


total

13,6

mg/dl
DS : Ny. Y mengatakan
merasakan

kelemahan

secara fisik
DO :
Hasil Lab :
a. kalsium

Resiko fraktur fisiologis

Hiperparatiroid

Intoleransi aktivitas

Osteitis fibrosa cystic


Kelemahan otot

13.8

mg/dl

Phoshorus 2.8 mg/dl

Gerakan tubuh terhambat


Intoleransi aktivitas

b. PTH, intact molecule


56 pg/ml
kalsium, total 13,6 mg/dl
DS : Ny. Y mengatakan
sulit buang air besar
DO : -

Hiperparatiroid
Gangguan gastrointestinal

60

Konstipasi

Kelenjar PTH otonom


Hiperplasia
Absorbsi kalsium di otot
Konstipasi
3.2.6

Diagnosa Keperawatan
1) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan mutah
2) Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebuthan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi inadekuat akibat anoreksia
3) Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan keterbatasan fisik
akibat demineralisasi tulang.
4) Intoleransi asktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
5) Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot intestinal

3.2.7

Intervensi Keperawatan
1) Resiko ketidakseimbangan elektrolit (00195) berhubungan dengan
mutah
Domain 2 : Nutrition
Class 5 : Hydration

Setelah

NOC
dilakukan tindakan

NIC
asuhan Tindakan Observasi :

keperawatan 2x24 jam klien menunjukkan 1. Monitor adanya manifestasi neurologi


perubahan level serum elektrolit ditandai

ketidak seimbangan elektrolit

dengan :
2.
Monitor adanya tanda chovstek
1. Keseimbangan elektrolit (0606)
dan/atau trousseaus
Indikator:
Penurunan kalsium serum hingga 3.
Monitor serum level dari
batas normal (060607)
elektrolit
2. Hiperkalsemia (0607)
4.
Monitor tanda dan gejala
Indikator:
Terjadi penurunan TD (060704)
hiperkalsemi : kelemahan otot, detak
Tidak
terjadi
kelemahan
otot
jatung irreguler, fatigue, paresthesia,

61

(060705)
Tidak konstipasi (060708)
Tidak dehidrasi (060716)
Tidak bingung (060721)

tidak

napsu

refleks,

makan,

penurunan

konstipasi,

penurunan

motilitas intestinal, bingung, dsb.


Tindakan Madiri :
5.

Mempertahankan

kepatenan

akses IV line
6.

Mempertahankan akurasi intake


dan output

Health Education :
7.

Intruksikan
keluarga

klien

untuk

dan/atau

memodifikasi

makanan jika perlu


2) Ketidakseimbangan nutrisi :

kurang dari kebuthan tubuh

(00002)

berhubungan dengan intake nutrisi inadekuat akibat anoreksia


Domain 2 : Nutrition
Class 1 : Ingestion
NOC

NIC

Setelah dilakukan tindakan asuhan Tindakan Observasi :


keperawatan

2x24

jam

menunjukkan

kecukupan

klien 1. Monitoring
intake

nutrisi ditandai dengan :


1.

2. Observasi apakah klien mengalami

nutrisi (1004)

3.

alergi terhadap makanan tertentu


Tindakan madiri :

Status 3. Menyediakan

pilihan

makanan

nutrisi : makanan dan minuman

untuk

(1008)

menggunakan pilihan yang lebih


Status

nutrisi : intake nutrien (1009)


4.

berat badan yang signifikan

Status

2.

kenaikan/penurunan

ditawarkan

dengan

sehat, apabila memungkinkan.


4. Menyediakan

Berat

optimal

62

lingkungan

untuk

yang

mengonsumsi

badan : massa tubuh (1006)

makanan

seperti

kebersihannya,

menjaga

ventilasinya,

dan

bebas dari bau-bau menyengat.


5. Dukung klien untuk duduk tegak di
kursi, bila memungkinkan.
Health education :
6. Berikan

penjelasan

(health

education) kepada klien tentang


kebutuhan nutrisi
7. Dukung

keluarga

klien

untuk

membawa makanan kesukaan klien


ketika

di

Rumah

Sakit,

bila

ahli

gizi

memungkinkan.
Tindakan kolaborasi :
8. Kolaborasikan

dengan

tentang kalori dan tipe nutrisi yang


dibutuhkan

untuk

memenuhi

kebutuhan nutrisi klien


3) Risiko terhadap cidera (00035) berhubungan dengan keterbatasan fisik akibat
demineralisasi tulang
Domain 11 : Safety/Protection
Class 2 : Physical Injury

Setelah

NOC
dilakukan
tindakan

NIC
asuhan Tindakan Observasi :

keperawatan 2x24 jam klien menunjukkan 1. Monitor intake nutrisi untuk memastikan
ketahanan dan adaptasi dari resiko cidera
ditandai dengan :

sumber energi adekuat (0180)


2. Monitor

1. Angka kejadian jatuh (1912)

63

lokasi

dan

alam

dari

ketidaknyamanan

atau

nyeri

saat

Indikator :

beraktifitas (0180)

Tidak jautuh ketika berjalan (191202)

3. Monitoring kebutuhan keamanan klien,

2. Angka cedera fisik (1913)

bergantung pada level fungsi fisik dan

Indikator :
Tidak

fungsi kognitif klien (6486)

terjadi

fraktur

ekstremitas 4. Identifikasi faktor resiko (6610)

(191307)
Peningkatan mobilitas (191316)

Intervensi Mandiri :
5. Dampingi

klien

untuk

menentukan

aktivitas prioritas sesuai energi yang


dimiliki (0180)
6. Modifikasi lingkungan untuk meghindari
resiko dan bahaya (6486)
7. Bincangkan dengan klien tentang cara
berjalan dan berpindah tempat (6490)
Health Education :
8. Ajarkan klien cara mencegah jatuh untuk
meminimalisir adaya cedera fisik (6490)
Tindakan Kolaborasi :
9. Kolaborasikan dengan tenaga fisioterapis
untuk

melatih

klien

berjalan

dan

meminimalkan cidera
10. Kolaborasikan

dengan

dokter

untuk

pemberian obat peningkatan massa tulang


4) Intoleransi asktivitas (00092) berhubungan dengan kelemahan otot
Domain 4 : Activity/Rest
Class : 4 : Cardiovascular/Pulmonary Responses
NOC

NIC

64

Setelah

dilakukan

tindakan

asuhan Tindakan Observasi :

keperawatan 2x24 jam klien menunjukkan 1. Monitor intake nutrisi untuk memastikan
kecukupan kebutuhan energi fisik untuk
melalukan ADL ditandai dengan :

sumber energi adekuat (0180)


2. Monitor

1. Toleransi aktivitas (0005)


Indikator :
Saturasi oksigen dalam batas normal
(000501)
RR klien saat beraktivitas normal
(000503)
Dapat melakukan ADL (000518)
2. Kekuatan (0001)

lokasi

dan

alam

dari

ketidaknyamanan

atau

nyeri

saat

beraktifitas (0180)
3. Monitor klien untuk limitasi fisiologi
(5612)
Tindakan Mandiri :
4. Sediakan

mesin

aktifitas

untuk

meringankan ketegagan otot (4310)

Indikator :
Aktivitas fisik baik (000102)
Ketahanan otot meningkat (000106)
Serum elektrolit dalam batas normal

5. Jelaskan

(000116)

6. Dampingi klien saat melakukan aktivitas

3. Energi psikomotor (0006)

komitmen

meningkatkan

klien

frekuensi

dan

untuk
jarak

aktivitas (4310)
fisik (4310)

Indikator :
Menunjukkan level energi yang stabil
(000608)
Menunjukkan kemampuan melakukan

7. Dampingi

untuk

menentukan

aktivitas prioritas sesuai energi yang


dimiliki (0180)
8. Instruksikan

tugas sehari-hari (000609)

klien

klien

untuk

mengukur

intoleransi aktivitasnya (5612)


9. Instruksikan

klien

untuk

melakukan

pemanasan dan pendinginan pada setiap


aktivitas fisik (5612)
Health Education :
10. Sarankan

metode-metode

untuk

meningkatkan ADL (4310)


11. Beritahu klien tetang manfaat, tujuan, dan
perjalanan pelatihan (5612)
12. Anjurkan klien untuk tidak tidur saat

65

siang hari dan lebih baik beraktivitas, agar


dapat istirahat cukup di malam hari.
(1850)
13. Jelaskan pada klien tentang pola aktivitas
dan istirahat/tidur (1850)
14. Jelaskan pentingnya tidur yang cukup
selama sakit (1850)
Tindakan Kolaborasi :
15. Kolaborasikan

tindakan

pelatihan

kekuatan otot dengan tenaga fisioterapis


16. Kolaborasikan

dengan

dokter

pemberian obat ketahanan otot

5) Konstipasi (00011) berhubungan dengan kelemahan otot intestinal


Domain 3 : Elimination and Exchange
Class 2 : Gastrointestinal Function
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan asuhan Tindakan observasi :
keperawatan

2x24

jam

klien

1. Catat waktu terakhir melakukan

menunjukkan defekasi yang normal

BAB, serta haluarannya (warna,

ditandai dengan :
1. Ekskresi/pengeluaran

isi

perut

(0501)
Indikator :
Pola

eliminasi

alfi

teratur

konsistensi, bayaknya) (0430)


2. Monitor tanda dan gejala
konstipasi (0450)
3. Moniroting suara perut (0450)
Tindakan Mandiri
4. Berikan supositorial rektal bila
diperlukan (0430)
5. Berikan makanan tinggi serat

(050101)
Suara perut normal (050129)
Tidak merasa nyeri saat defekasi
(050128)

(0430)
6. Berikan

minuman

setelah makan (0430)


66

hangat

untuk

2. Fungsi gastrointestinal (1015)

7. Berikan tindakan enema bila

Indikator :
Tidak

ada

nyeri

abdomen

terjadi

perdarahan

saat

defekasi (101520)
3. Status

nutrisi:

yang

mendukung nafsu makan (1100)


9. Dampingi klien saat menyantap

(101513)
Tidak

perlu (0450)
8. Berikan
lingkungan

intake

nutrien

(1009)
Indikator :

makanan (1100)
10. Pastikan makanan

disajikan

dalam kondisi yang baik (1100)


Health Education
11. Jelaskan kepada klien tantang
masalah yang terjadi (0450)
12. Anjurkan perbanyak konsumsi

Intake nutrisi (100401)


Intake cairan (100408)

cairan (0450)
13. Jelaskan kondisi

kebutuhan

nutrisi klien (1100)


14. Jelaskan nutrisi yang penting
dan dibutkan tubuh (1100)
Tindakan kolaborasi
15. Konsultasikan kebutuhan nutrisi
dengan ahli gizi (1100)
3.2.8

Evaluasi
1) Klien tidak mengalami muntah dan kehilangan elektrolit berlebih
2) Nafsu makan klien kembali normal dan intake nutrisi adekuat
3) Klien terhindar dari resiko cidera
4) Klien mampu melakukan ADL
5) Klien dapat melakukan defekasi yang normal

67

BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Kelenjar paratiroid adalah sebuah kelenjar endokrin di leher yang
memproduksi hormon partaroid. Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan
endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga dan keempat. Secara normal ada
empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat dibelakang
kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di
kutub inferiornya. Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada
manusia, yang terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub
superior kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya. Kelenjar paratiroid
mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang bersamasama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah.
Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat
sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium
rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal,
meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat
reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang.
Hipoparatiroid adalah hipofungsi dari kelenjar paratiroid sehingga
hormon paratiroid tidak dapat disekresi dalam jumlah yang cukup, dengan
gejala utamanya yaitu tetani. Hipoparatiroidisme terjadi akibat hipofungsi
paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid. Penyebab spesifik dari
penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti. Penyebab yang
68

paling umum dari hipoparatiroidisme adalah ketidakadekuatan hormon


paratiroid setelah terjadinya gangguan suplai darah atau pengangkatan
jaringan kelenjar paratiroid selama tiroidektomi, paratiroidektomi, atau
diseksi leher radikal atau terdapat luka pada kelenjar-kelenjar paratiroid,
seperti selama operasi kepala dan leher. Hipoparatiroidisme hadir waktu
kelahiran atau mungkin berhubungan dengan penyakit autoimun yang
mempengaruhi kelenjar-kelenjar paratiroid bersama dengan kelenjar-kelenjar
lain dalam tubuh, seperti kelenjar-kelenjar tiroid, ovari, atau adrenal.
Hipoparatiroid diklasifikasikan menjadi hipoparatiroid neonatal, simple
idiopatik hipoparatiroid, dan hipoparatiroid pascabedah. Gejala klinis
hiperparatiroidisme mencerminkan gangguan metabolik yang disebabkan
oleh defiseinsi PTH. Gejala klinis hiperparatiroidisme mencerminkan
gangguan metabolik yang disebabkan oleh defiseinsi PTH. Gejala hipotiroid
adalah: tetani laten; tetani nyata; ansietas peka rangsang, depresi, delirium;
gangguan emosional: cemas, mudah marah, depresi; perubahan pada
ectoderm: rambut jarang dan cepat putih, kulit kering, dan permukaan kasar
kuku tipis. Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan pada hipotiroid
antara lain: pemeriksaan tanda trousseau, tanda chvostek, erbs sign, ekg,
foto rontgen. Penatalaksanaan yang bisa dilakukan bagi penderita
hipoparatiroid antara lain: penatalaksanaan medis hipotiroid akut: koreksi
kalsium, suntikan hormon paratiroid, emberian vitamin D2; pada
hiperparatiroid kronik: diet, pemberan alumunium hidroksida, suntikan
hormon paratiroid, Vit D2. Komplikasi yang dapat muncul akibat dari
hipotiroid adalah hipokalsemia, insufisiensi ginjal kronik, pertumbuhan
terhambat, anemia, penyakit addinsons, penyakit parkinson, dan katarak.
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid
oleh kelenjar paratiroid yang ditandai dengan erosi/dekalsifikasi tulang dan
terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium. Etiologi hiperparatiroid
bermacam macam diantaranya: hiperparatiroid primer disebabkan oleh
adenoma tunggal/ adenoma soliter ( penyakit von Recklinghausen), herediter

69

dan frekuensinya berhubungan dengan kelainan endokrin lainnya, yaitu


Multiple Endocrine Neoplasia (MEN), dan paratiroidisme karsinoma.
Hiperparatiroid

diklasifikasikan

menjadi:

hiperparatiroid

primer,

hiperparatiroid sekunder, dan hiperparatiroid tersier. Manifestasi klinis dari


hiperparatiroid yaitu: gejala apatis (mudah lelah, kelemahan otot, mual,
muntah, konstipasi, hipertensi, dan aritmia jantung), gejala muskuloskeletal
(dimeniralisasi tulang atau tumor tulang), nyeri skeletal dan nyeri tekan pada
daerah punggung dan persendian, pembentukan batu pada salah satu atau
kedua ginjal, ulkus peptikum dan pankreatis. Pemeriksaan diagnostik yang
bisa dilakukan pada hipertparatiroid adalah: pemeriksaan radioimmunoassay,
tes darah, sinar X pada abdomen, pemeriksaan antibodi ganda hormon
paratiroid. Penatalaksanaan bedah (Paratiroidektomi), Farmakologi (Fosfat,
Bisphosphonates, Estrogen, Calcimimetic), Non farmakologi (Diet, banyak
minum air putih). Komplikasi yang mungkin terjadi pada hiperparatiroid
antara lain: kekurangan vitamin D dan dapat menimbulkan osteoporosis;
pada kehamilan menyebabkan: hiperkalsemia darah menyebabkan abortus,
persalinan prematur dan kematian janin intrauteri; peningkatan hormon
maternal

menyebabkan

janin

mengalami

hipokalsemia,

gangguan

keseimbangan elektrolit darah janin dan menimbulkan tetani otot yang


berakhir pada kematian akibat gangguan kontraktilitas jantung janin.
1.2 Saran
Sebagai seorang perawat diharapkan mampu memahami dan mengetahui
masalah yang berhubungan dengan gangguan sistem endokrin pada pasien,
agar perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien tersebut.
Sebagai salah satu tenaga kesehatan yang sering berinteraksi dengan pasien,
perawat harus mampu memenuhi kebutuhan pasien, salah satunya adalah
kebutuhan yang berhubungan dengan sistem endokrin. Penyusunan makalah
ini belum sempurna, untuk itu diperlukan peninjauan ulang terhadap isi dari
makalah ini.

70

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Sylvia, dkk. Patofisiologi ( Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit ) Edisi
6 Vol 2. Jakarta : EGC
Bulechek, Gloria M., [et al.]. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC),
Sixth Edition. United States of America: Mosby Elsevier
Ganong. F. William; Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, alih bahasa: dr. M. Djauhari.
W, et al. Editor: dr. M .Djauhari.W, Ed 17, Penerbit EGC, Jakarta 1999
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definitions & Classification, 2015-2017, Tenth Edition. Oxford:
Wiley Blackwell
Hudak & Gallo.2001.Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta: EGC
Kee Joyce L. Hayes Evelyn R. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta: EGC
Manuaba, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstertetri. Jakarta : EGC
Moorhead, Sue., [et al.]. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC):
measurement of health outcomes, Fifth Edition. United States of America: Mosby
Elsevier
Rubenstein, dkk. Kedokteran Klinis Ed. 6. Jakarta : Erlangga Medical Series
Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Endokrin.Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Ed.8. Jakarta: EGC.
Smeltzer, C . Suzanne,dkk. 2002.Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol
1. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Tarwoto, dkk. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sisten Endokrin.
Jakarta: Trans Info Media

71

Anda mungkin juga menyukai