PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelenjar paratiroid adalah sebuah kelenjar endokrin di leher yang
memproduksi hormon partaroid. Kelenjar paratiroid umumnya terletak di
belakang kelenjar tiroid, dimana kelenjar kelenjar tersebut menghasilkan PTH
(paratyroid hormone), yang merupakan regulator utama homeostasis kalsium.
Sekresi PTH distimulasi oleh kadar insulin ekstraseluler yang rendah. PTH akan
meningkatkan reabsorbsi kalsium di ginjal dan merangsang produksi 1-
hidroksilase oleh ginjal, yang berperan mengubah 25 (OH) D menjadi 1,25 (OH)
2D yaitu suatu hormon yang akan meningkatkan absorbsi kalsium di usus, serta
meningkatkan resorpsi tulang melalui stimulasi dari osteoclast-activating factors.
Melalui mekanisme ini PTH membantu mengembalikan kecenderungan
terjadinya hipokalsemia. Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak
tampak jelas pada kehidupan sehari hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan
hormon paratiroid mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat.
Penyakit yang disebabkan kelainan hormon paratiroid yaitu hipoparatiroid dan
hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri secara spesifik
belum diketahui, namun penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia
paratiroid, adenoma soliter dan karsinoma paratiroid. PTH yang meningkat
menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh
usus meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan sekresi
kalsium sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada kerusakan pada area tulang
dan ginjal.
Hipoparatiroidisme adalah suatu ketidakseimbangan metabolisme kalsium
dan fosfat yang terjadi karena produksi hormon paratiroid yang kurang sehingga
menyebabkan hipokalsemia. (Kowalak, 2011).
Prevalensi penyakit hipoparatiroid di Indonesia jarang ditemukan. Kira-kira
100 kasus dalam setahun yang dapat diketahui, sedangkan di negara maju seperti
Amerika Serikat penderita penyakit hipoparatiroid lebih banyak ditemukan,
kurang lebih 1000 kasus dalam setahun. Pada Wanita mempunyai resiko untuk
terkena hipoparatiroidisme lebih besar daripada pria.
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan
sekresi hormon paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon
paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama
dari hormon paratiroid yaitu meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan
meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan
penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon
paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat.
hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier.
(Lawrence Kim, MD, 2005, section 2).
Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang
tiap tahunnya. Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang
lebih besar 2 kali dari pria. Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui
terkena penyakit hiperparatiroid tiap tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar
2 banding 1. Pada wanita yang berumur 60 tahun keatas sekitar 2 dari 10.000 bisa
terkena hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu
dari 2 penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah keganasan.
Kelainan ini dapat terjadi pada semua usia tetapi yang tersering adalah pada
dekade ke-6 dan wanita lebih sering 3 kali dibandingkan laki-laki. Insidensnya
mencapai 1:500-1000. Bila timbul pada anak-anak harus dipikirkan kemungkinan
endokrinopati genetik seperti neoplasia endokrin multipel tipe I dan II Kelenjar
paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH), senyawa yang membantu
memelihara keseimbangan dari kalsium dan phosphorus dalam tubuh. Oleh
karena itu yang terpenting hormon paratiroid penting sekali dalam pengaturan
kadar kalsium dalam tubuh seseorang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi kelenjar paratiroid?
2. Apa definisi hipoparatiroid?
3. Bagaimana etiologi hipoparatiroid?
4. Bagaimana patofisiologi hipoparatiroid?
5. Bagaimana klasifikasi pada hipoparatiroid?
6. Bagaimana manifestasi klinis hipoparatiroid?
ganguan hipoparatiroid.
8. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
hipoparatiroid.
9. Mengetahui dan memahami definisi hiperparatiroid.
10. Mengetahui dan memahami etiologi hiperparatiroid.
11. Mengetahui dan memahami patofisiologi hiperparatiroid.
12. Mengetahui dan memahami klasifikasi hiperparatiroid.
13. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis hiperparatiroid.
14. Mengetahui dan memahami komplikasi dan prognosis pada klien dengan
ganguan hiperparatiroid.
15. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
hiperparatiroid.
1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan hipoparatiroid dan hiperparatiroid.
2. Dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat pada klien
dengan gangguan hipoparatiroid dan hiperparatiroid.
3. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan hipoparatiroid dan hiperparatiroid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Kelenjar Paratiroid
dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara
congenital).
2.2.2 Etiologi
Hipoparatiroidisme sangat jarang berbeda dari hiperparatiroidisme,
kondisi yang jauh lebih umum dimana tubuh membuat terlalu banyak
PTH. Hipoparatiroidisme terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau
kehilangan fungsi kelenjar paratiroid. Namun begitu, kondisi ini
merupakan kondisi yang langka yang umumnya terjadi setelah
pengangkatan keempat kelenjar secara tidak sengaja pada operasi tumor
leher.
Penyebab
kongenital,
genetik
atau
autoimun
dari
secara
pasti.
Penyebab
yang
paling
umum
dari
mungkin
berhubungan
dengan
penyakit
autoimun
yang
mempengaruhi kelenjar-kelenjar paratiroid bersama dengan kelenjarkelenjar lain dalam tubuh, seperti kelenjar-kelenjar tiroid, ovari, atau
adrenal. Adapun etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit
hipoparatiroid, antara lain:
1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
a) Post operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dan total
tiroidektomi
b) Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat congenital atau didapat
(acquired)
7
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Hipomagnesemia
Sekresi hormone paratiroid yang tidak aktif
Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
Pankreatitis akut atau malabsorbsi
Gagal ginjal
Osteomalasia
Gangguan genetik autoimun atau kondisi konginetal tidak adanya
(idiopatik)
ketika
dilakukan
tiroidektomi
atau
tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera
sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme
timbul
gejala
dan
tanda
10
11
cermat,
sehingga
kelenjar
paratiroid
ikut
terangkat.
insidensi
moniliasis
kutaneus
yang
berlebihan
pada
13
hipokalsemia.
Apabila
terjadi
hipokalsemia
dan
tetanus
dapat
dapat
diberikan.
Terapi
bagi
penderita
14
hipoparatiroid,
harus
waspada
terhadap
dalam
jangka
lama
ditambah
DHT3
dan
fosfor
di
intestinum.
(b) Meningkatkan ekresi fosfor dan menurunkan fosfor
serum.
B) Penatalaksanaan keperawatan
1) Naikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl.
2) Jika terjadi hipoglikemia dan tetani setelah tiriodektomi, berikan
kalsium glukonat IV. Sedatif dapat juga diberikan. Berikan juga
parathormon parenteral juga mungkin diberikan, awasi terhadap
reaksi alergi.
3) Kurangi peka rangsang neuromuscular dengan memberikan
lingkungan yang bebas bising, perubahan mendadak, lampu
yang terang, atau gerakan mendadak.
4) Lakukan penatalaksanaan kedaruratan dengan trakeostomi atau
ventilasi mekanik untuk gawat napas.
2.2.8 Komplikasi
1) Hipokalsemia: Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium
serum kurang dari 9 mg/100ml. Kedaan ini mungkin disebabkan
oleh terangkatnya kelenjar paratiroid waktu pembedahan atau
sebagai akibat destruksi autoimun dari kelenjar-kelenjar tersebut
2) Insufisiensi ginjal kronik: Pada keadaan ini kalsium serum rendah,
fosfor serum sangat tinggi, karena retensi dari fosfor dan ureum
kreatinin darah meninggi. Hal ini disebabkan tidak adanya kerja
16
neonatus
untuk
mendeteksi
hipotiroidisme
congenital,
prognosis untuk bayi yang terkena telah baik secara dramatis. Diagnosis
awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu pertama
memungkinkaan pertumbuhan linear yang normal dan intelegensianya
setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena. Beberapa
program skrining melaporkan bahwa kebanyakan bayi yang terkena
berat, seperti yang terlihat pada kadar T4 terendah dan maturasi skeleton
yang retardasi, mengalami sedikit pengurangan IQ dan skuele
neuropsikologis lain. Tanpa pengobatan, bayi yang terkena menjadi
cebol dengan defisiensi mental. Hormon tiroid penting untuk
perkembangan otak normal pada bulan-bulan awal pasca lahir; diagnosis
biokimia harus dibuat segera dimulai untuk mencegah kerusakan otak
irreversible. Penangguhan diagnosis, pengobatan yang tidak cukup, dan
ketaatan yang jelek mengakibatkan berbagai tingkat kerusakan otak.
Bila mulainya hipotiroidisme terjadi setelah umur 2 tahun, ramalan
17
Defisiensi PTH
Hipoparatiroid
Reabsorbsi fosfat
B1 : Breath
B2 : Blood
B3 : Brain
B4 : Bladder
B5 : Bowel
B6 : Bone
Kadar Ca
Penurunan CO
Tubuh
mudah
capek/lemah
idankefektifan bersihan
jalan
nafas
18
MK: Intoleransi Aktifitas
nama,
umur
(Prevalensi
penderita
Gangguan
20
21
D. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani
yang diakibatkan oleh hipokalsemia.
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan spasme
laring akibat aktivitas kejang.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiac
output.
E. Intervensi Keperawatan
1) Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani
yang diakibatkan oleh hipokalsemia
NOC
NIC
pasien
bangun
dari
berjalan,
benda
singkirkan
yang
benda-
membahayakan,
dengan
dokter
memberikan
memantau
efektifitas
dan
cairan
NIC
Respiratory monitoring (3350)
1) Monitor RR, ritme, kedalaman
dan usaha respirasi
d) Demam (041530)
Tujuan
: dalam waktu 2 x 24
yang
meningkatkan
dan
memperburuk dyspnea
4) Monitor level saturasi oksigen
secara kontinu
oksigen
yang
meningkat
6) Siapkan peralatan penghisap dan
jalan nafas oral di dekat tempat
tidur sepanjang waktu.
7) Siapkan
tali
tracheostomi,
upaya
pernafasan
dan
kolaborasi
mempertahankan
jalan
untuk
nafas
tetap terbuka.
11) Intruksikan
pasien
agar
pasien
untuk
kepala
dalam
posisi
24
nafas,
penghisapan
orofaring
berikan
sesuai
indikasi,
O2 sesuai
pesanan,
tanda-tanda
neurologis,
untuk
berkolaborasi
efileptikus
misalnya:
intubasi, pengobatan.
15) Lanjutkan
perawatan
untuk
kejang.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiac output
NOC
Activity Tolerance (0005)
NIC
sehari-hari (000518)
b) Mudah
bernapas
saat
normal
dengan
beraktivitas (000503)
d) Tekanan
nadi
dengan
beraktivitas (000502)
e) Saturasi
oksigen
beraktivitas (000501)
untuk
berpartisipasi
dengan
untuk
25
terhadap
beraktivitas (000508)
c) RR
klien
untuk
perubahan
tensi,
nadi,
terjadi
perubahan,
untuk
aktivitas
yang
menentukan
ingin
pasien
waktu
26
phosphaturia,
jika
kekurangan
cairan
fosfat.
27
yaitu
Multiple
Endocrine
Neoplasia
(MEN).
karsinoma.
Etiologi
dari
adenoma
dan
dibedakan
dengan
29
tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari
peningkatan PTH.
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal
mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan
hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang
mana dapat menimbulkan penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal.
Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada jaringan
halus. Rasa sakit timbul akibat klasifikasi berbentuk nodul pada kulit,
jaringan subkutis, tendon (klasifikasi tendonitis), dan kartilago
(khondrokalsinosis). Vitamin D memainkan peranan penting dalam
metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di target
organ.
2.2.4 Klasifikasi
Hiperparatiroid dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Hiperparatiroid Primer
Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih
sering pada wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien
yang
berusia
60-70
tahun.
Pasien
yang
menderita
adenoma
hiperparatiroidisme
atau
hyperplasia).
utama
disebabkan
Sedikit
oleh
kasus
paratiroid
30
ginjal,
dan
hiperpospatemia.
Hiperpospatemia
sekunder
biasanya
disertai
dengan
hipersekresi
hormone
paratiroid
karena
hiperparatiroid
serum,
peningkatan
kalsium
serum
secara
kurang
proporsial.
Pada
beberapa
pasien
karsinoma paratiroid, kadar kalsium serum bisa sangat tinggi (1520mg/dl). Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan
bersihan fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal,
menyebabkan peningkatan kadar PTH serum total. Penentuan PTH
amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi
paratiroid pasien gagal ginjal.
Selain itu Pasien mungkin mengalami gejala gejala sebagai berikut
yaitu:
1
tubuh,
fraktur
patologik,
deformitas,
dan
33
34
penderita
dengan
normophosphatemia
atau
hyperphosphatemia.
b) Bisphosphonates
Bisphosphonates
merupakan
analog
phyrophosphate
karsinoma
endometrium
dan
peningkatan
risiko
35
nutrisi
harus
dipenuhi
meskipun
pasien
36
Pencegahan
1) Minum banyak cairan, khususnya air putih. Meminum banyak
cairan dapat mencegah pembentukan batu ginjal.
2) Latihan. Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk kekuatan
tulang dan memperlambat tulang rapuh.
3) Penuhi kebutuhan vitamin D sebelum berusia 50 tahun,
rekomendasi minimal vitamin D yang harus dipenuhi setiap hari
adalah 200 International Units (IU). Setelah berusisa lebih dari 50
tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar 400-800 IU
perhari.
4) Jangan merokok. Merokok dapat meningkatkan kerapuhan tulang
38
2.2.11 WOC
39
40
41
4) Bladder (B4)
Gejala: penurunan frekuensi urine, obstruksi traktus urinarius,
gagal
fungsi
ginjal
(gagal
tahap
lanjut),
abdomen
42
cidera
(00035)
berhubungan
dengan
3x24
jam,
klien
dapat 1
Menjamin
klien
memperhatikan
menggunakan analgesik
1
2
Mencari
mengenai
nyeri
43
tahu
dengan
perawatan
pengetahuan
kepercayaannya
Menentukan
pengaruh
klien
terhadap
pengalaman
ketegangan ototnya: 3
(tidur,
selera
makan,
aktivitas,
perasaan, pekerjaan)
4
Mengurangi
faktor
yang
dapat
menimbulkan
nyeri
(takut,
lelah,
kurang pengetahuan)
5
NOC
dilakukan
NIC
intrervensi Manajemen berat badan (1260)
(100402)
Klien
(100403)
Klien
menunjukkan
44
Dukung
klien
untuk
menuliskan
Sediakan
aktivitas
untuk
bersangkutan.
Mengijinkan
keluarga
untuk
pernapasan
memungkinkan.
yang
normal
beraktivitas: 3
saat
4
Instruksikan
klien
dan
keluarga
45
spiritual,
kognitif
dalam
mempertahankan
fungsi
kesehatan.
2x24
jam
klien
akses IV line
Mempertahankan
akurasi
NIC
Mempertahankan kepatenan
Hiperk
alsemia (0607)
elektrolit
4.
Monitor
adanya
tanda
6.
7.
46
dan
2x24
jam
klien
a.
Monitor intake nutrisi untuk
adekuat
b.
Monitor lokasi dan alam dari
ketidaknyamanan atau nyeri
saat beraktifitas
c.
Dampingi
klien
menentukan
untuk
aktivitas
resiko
dan
bahaya
b.
Monitoring
kebutuhan
47
dengan
klien
2x24
jam
klien
a. Catat
waktu
terakhir
melakukan
ditandai dengan :
haluarannya
konsistensi, bayaknya)
(0501)
BAB,
serta
(warna,
bila diperlukan
c. Berikan
makanan
tinggi
serat
d. Berikan minuman hangat
setelah makan
2. Manajemen konstipasi (0450)
a. Monitor tanda dan gejala
konstipasi
b. Jelaskan
tantang
48
kepada
klien
masalah
yang
terjadi
c. Anjurkan
perbanyak
konsumsi cairan
d. Moniroting suara perut
e. Berikan
tindakan
enema
bila perlu
3. Manajemen nutrisi (1100)
a. Jelaskan kondisi kebutuhan
nutrisi klien
b. Jelaskan
nutrisi
yang
klien
saat
menyantap makanan
f. Konsultasikan
kebutuhan
49
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
3.1 Asuhan Keperawatan Hipoparatiroid
3.1.1 Kasus
Tn. A usia 30 tahun datang ke rumah sakit Universitas Airlangga
dengan keluhan sering mengalami kejang 1 minggu terakhir ini. Saat
pengukuran TTV didapatkan TD : 90/75 mmHg, suhu : 38 , HR :
55x/menit, RR : 20x/menit dan suara napas stridor. Hasil uji laboratorium
menunjukkan kalsium 3 mg/dL, kadar fosfat 6 mg/dL, PTH 8 pg/ml, kadar
T4 (3mg/dL) T3 (40mg/dL), dan kadar Hb : 14gr/dL. Pasien tampak
rambut nya tipis dan turgor kulit kering. Istri pasien juga mengatakan
bahwa saat dirumah pasien sering mengeluh sakit kepala, emosi nya tidak
stabil, sulit bernapas saat kejang, kejang dirasakan pada daerah muka,
terkadang pada tangan dan kaki, dan akhir-akhir ini pasien tidak mau
makan dikarenakan saat makan untuk menelan susah sehingga BB
menurun dari 67 Kg menjadi 65kg. Saat dilakukan pemeriksaan fisik
3.1.2
3.1.3
3.1.4
3.1.5
Kg
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Tn. A tidak mengalami penyakit ini sebelumnya
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada data
Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Suara napas stridor, sulit napas (Bronkospasme/spasme laring)
2) B2 (Blood)
Hipotensi (90/75 mmHg), bradikardi nadi 55x/menit, akral dingin
3) B3 (Brain)
Sakit kepala, kehilangan keseimbangan, pendengaran menurun,
berbicara agak lambat
4) B4 (Bladder)
Hiperfosfatemia 5 mg/dL, penurunan output urin (500 ml/hari)
5) B5 (Bowel)
Sulit menelan, nafsu makan menurun
6) B6 (Bone)
Kejang otot dimuka, tangan dan kaki, tanda Chovsteks
Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium : Kalsium dalam serum rendah yaitu 3 mg/dL, kadar
fosfat 6 mg/dL, kadar T4 (3mg/dL) T3 (40mg/dL), kadar Hb 14 gr/dL
Analisa Data
N
o
1
Masalah
Data
Etiology
DS : Istri mengatakan
Keperawatan
Pola Napas tidak
bahwa
Efektif
mengalami
Tn.
A
sulit
dalam serum
Iritabilitas neuromuskuler
51
Tetani
DO : Suara napas
stridor,
tanda
Kalsium : 3 mg/dL,
spasme laring
DS : Istri mengatakan
bahwa
Tn.
mengalami
menelan,
A
sulit
dan
tidak
bisa makan
Ketidakseimban
gan
Nutrisi
Kurang
dari
Kebutuhan
Kejang otot pada faring
(spasme faring)
DO :
A: BB menurun dari
Sulit menelan
67 Kg menjadi 65Kg
B: kadar Hb: 14 gr/dl
Disfagia
makan
menurun
DS : Istri mengatakan
bahwa
Tn.
mengalami kejang di
otot tangan dan kaki
kebutuhan
Defisiensi Parathormon
Peningkatan kadar fosfat
dalam darah dan penurunan
52
Risiko Cidera
mg/dL,
Iritabilitas system
kadar
Neuromuscular
Fosfat : 6 mg/dL
Tetani
Kejang
Risiko Cidera
3.1.6
Diagnosa Keperawatan
1) Pola Napas tidak efektif berhubungan dengan sesak nafas akibat
bronkospasme dan spasme laring (00032)
2) Ketidakseimbangan nutrisi: kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan akibat kejang otot pada
faring (00002)
3) Risiko cidera berhubungan dengan kejang akibat iritabilitas system
3.1.7
neuromuscular (00035)
Intervensi Keperawatan
1) Pola Napas tidak efektif berhubungan dengan sesak nafas akibat
bronkospasme dan spasme laring (00032)
Domain 4 : Aktivitas / Istirahat
Kelas 4 : Kardiovaskular / Pulmonary Responses
NOC
Setelah dilakukan tindakan asuhan
NIC
Respiratory Monitoring (3350)
keperawatan
selama
1x24
jam,
nafas
Kriteria Hasil :
a. Suara nafas klien normal
(tidak
ada
suara
nafas
53
Monitor
frekuensi
pernafasan, ritme, kedalaman
serta usaha bernafas pada
klien
Monitor pola nafas klien
(seperti adanya bradypnea,
takipnea,
kussmaul
respiration, Cheyne-stokes)
Monitor adanya dispnea
stridor)
b. Klien tidak mengalami sesak
nafas
c. Frekuensi nafas klien normal
(RR:12-20x/menit)
Domain-Physiologic Health (II)
Class-Cardiopulmonary (E)
Respiratory Status : Ventilation
(0403)
1
NIC
Nutrition Therapy (1120)
keperawatan
Nutrition Management
selama
1x24
jam,
54
Intake
kebutuhan
nutrisi
(100411) Hidrasi
55
Knowledge
&
Behaviour (IV)
Class-Health Behaviour (Q)
Seizure Self-Control (1620)
1. (162001) Menjelaskan faktor
penyebab kejang
2. (162002)
Menggunaan
obat
yang diresepkan
3. (162006) Menghindari faktor
pemicu/risiko
yang
mengakibatkan kejang
4. (162017) Segera memberikan
pertolongan medis jika aktivitas
kejang terjadi
5. (162015)
Mengimplementasikan praktik
keselamatan lingkungan
56
NIC
Seizurue Management (2680)
1) Monitor tanda-tanda vital
klien
2) Monitor status neurologis
klien
3) Monitor arah kepala dan
mata saat terjadi kejang
4) Mengurangi
atau
menghilangkan
objek
berbahaya yang berada
disekitar lingkungan klien
5) Mendampingi pergerakan
klien dalam beraktivitas
untuk
menghindari
terjadinya cidera
6) Mencatat
karakteristik
kejang (Pergerakan tubuh,
aktivitas
motor,
dan
progress dari kejang)
7) Mencatat lama kejang
8) Monitor
level
obat
antiepileptic
9) Berikan obat yang sesuai
10) Berikan anticonvulsant
11) Ajarkan kepada keluarga
mengenai
pertolongan
pertama pada klien saat
terjadi kejang
12) Beritahukan kepada klien
mengenai efek terapeutik
maupun efek samping dari
obat-obatan
yang
dikonsumsi klien
3.1.8
Evaluasi
1) Pola napas klien kembali efektif
2) Intake nutrisi klien adekuat dan seimbang dengan keluaran nutrisi klien
3) Klien terhindar dari risiko cidera
3.2.2
(N: 8.4-10.1)
(N:2.5-4.5)
(N: 29:1)
(N: 9-51)
(N: 8.4-10.1)
(N: 4.4-55)
57
Klien pernah memiliki riwayat penyakit mental dan saat ini memiliki
perilaku baru psycotic yang aneh. Keadaannya telah membaik dalam 2
3.2.3
tahun terakhir.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada data
Pemeriksaan Fisik
1) Sistem neurologis : perilaku psycotic (tidak mampu menilai kenyataan),
bingung lokasi, tanggal, dan tahun.
2) Sistem musculoskeletal : Kelemahan otot (proksimal), Nyeri tulang saat
menopang berat badan, Atralgia (nyeri sendi), Perawakan pendek,
deformitas tulang
3) Sistem kardiovaskuler : Hipertensi, distritmia, nadi cepat
4) Sistem pencernaan : Ketidaknyamanan abdomen, Polidipsia, Mual dan
muntah, Anoreksia, Penurunan berat badan, Konstipasi
5) Sistem perkemihan : Dysuria, Dehidrasi, Kolik renal, Urenia batu ginjal
6) Sistem integumen : Kulit kasar, tebal dan bersisik, dingin dan pucat,
tidak tahan terhadap dingin, Pembengkakkan dan edema kulit, terutama
di bawah mata dan di pergelangan kaki, pertumbuhan kuku buruk, kuku
menebal; rambut kering, kasar; rambut rontik dan pertumbuhannya
3.2.4
buruk.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
b.
(N: 8.4-10.1)
(N:2.5-4.5)
(N: 29:1)
(N: 8.4-10.1)
(N: 4.4-55)
3.2.5
Analisa Data
Data
DS : Ny. Y megatakan mual
Etiologi
Hiperparatiroid
dan muntah
DO : BB turun 2kg, TD
150/95
mmHg,
HR
97x/menit
Masalah Keperawatan
Resiko ketidakseimbangan
elektrolit
Efek di Gastrointestinal
Kontraktilitas dinding otot
menurun
Motilitas usus menurun
Gerakan peristaltik usus
menurun
Asam lambung meningkat
Mual
Muntah
Pengeluaran makanan dan zat
elektrolit berlebih
Resiko ketidakseimbangan
DS : Ny. Y mengatakan
anoreksia
(tidak
napsu
mmHg,
HR
elektrolit
Hiperparatiroid
Efek di Gastrointestinal
Menekan aktivitas otot
Kontraktilitas dinding otot
menurun
Motilitas usus menurun
Gerakan peristaltik usus
menurun
59
Ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan
kelemahan
secara fisik
DO :
Hasil Lab :
a. kalsium
13.8
mg/dl
Demineralisasi tulang
13,6
mg/dl
DS : Ny. Y mengatakan
merasakan
kelemahan
secara fisik
DO :
Hasil Lab :
a. kalsium
Hiperparatiroid
Intoleransi aktivitas
13.8
mg/dl
Hiperparatiroid
Gangguan gastrointestinal
60
Konstipasi
Diagnosa Keperawatan
1) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan mutah
2) Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebuthan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi inadekuat akibat anoreksia
3) Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan keterbatasan fisik
akibat demineralisasi tulang.
4) Intoleransi asktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
5) Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot intestinal
3.2.7
Intervensi Keperawatan
1) Resiko ketidakseimbangan elektrolit (00195) berhubungan dengan
mutah
Domain 2 : Nutrition
Class 5 : Hydration
Setelah
NOC
dilakukan tindakan
NIC
asuhan Tindakan Observasi :
dengan :
2.
Monitor adanya tanda chovstek
1. Keseimbangan elektrolit (0606)
dan/atau trousseaus
Indikator:
Penurunan kalsium serum hingga 3.
Monitor serum level dari
batas normal (060607)
elektrolit
2. Hiperkalsemia (0607)
4.
Monitor tanda dan gejala
Indikator:
Terjadi penurunan TD (060704)
hiperkalsemi : kelemahan otot, detak
Tidak
terjadi
kelemahan
otot
jatung irreguler, fatigue, paresthesia,
61
(060705)
Tidak konstipasi (060708)
Tidak dehidrasi (060716)
Tidak bingung (060721)
tidak
napsu
refleks,
makan,
penurunan
konstipasi,
penurunan
Mempertahankan
kepatenan
akses IV line
6.
Health Education :
7.
Intruksikan
keluarga
klien
untuk
dan/atau
memodifikasi
(00002)
NIC
2x24
jam
menunjukkan
kecukupan
klien 1. Monitoring
intake
nutrisi (1004)
3.
Status 3. Menyediakan
pilihan
makanan
untuk
(1008)
Status
2.
kenaikan/penurunan
ditawarkan
dengan
Berat
optimal
62
lingkungan
untuk
yang
mengonsumsi
makanan
seperti
kebersihannya,
menjaga
ventilasinya,
dan
penjelasan
(health
keluarga
klien
untuk
di
Rumah
Sakit,
bila
ahli
gizi
memungkinkan.
Tindakan kolaborasi :
8. Kolaborasikan
dengan
untuk
memenuhi
Setelah
NOC
dilakukan
tindakan
NIC
asuhan Tindakan Observasi :
keperawatan 2x24 jam klien menunjukkan 1. Monitor intake nutrisi untuk memastikan
ketahanan dan adaptasi dari resiko cidera
ditandai dengan :
63
lokasi
dan
alam
dari
ketidaknyamanan
atau
nyeri
saat
Indikator :
beraktifitas (0180)
Indikator :
Tidak
terjadi
fraktur
(191307)
Peningkatan mobilitas (191316)
Intervensi Mandiri :
5. Dampingi
klien
untuk
menentukan
melatih
klien
berjalan
dan
meminimalkan cidera
10. Kolaborasikan
dengan
dokter
untuk
NIC
64
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan 2x24 jam klien menunjukkan 1. Monitor intake nutrisi untuk memastikan
kecukupan kebutuhan energi fisik untuk
melalukan ADL ditandai dengan :
lokasi
dan
alam
dari
ketidaknyamanan
atau
nyeri
saat
beraktifitas (0180)
3. Monitor klien untuk limitasi fisiologi
(5612)
Tindakan Mandiri :
4. Sediakan
mesin
aktifitas
untuk
Indikator :
Aktivitas fisik baik (000102)
Ketahanan otot meningkat (000106)
Serum elektrolit dalam batas normal
5. Jelaskan
(000116)
komitmen
meningkatkan
klien
frekuensi
dan
untuk
jarak
aktivitas (4310)
fisik (4310)
Indikator :
Menunjukkan level energi yang stabil
(000608)
Menunjukkan kemampuan melakukan
7. Dampingi
untuk
menentukan
klien
klien
untuk
mengukur
klien
untuk
melakukan
metode-metode
untuk
65
tindakan
pelatihan
dengan
dokter
2x24
jam
klien
ditandai dengan :
1. Ekskresi/pengeluaran
isi
perut
(0501)
Indikator :
Pola
eliminasi
alfi
teratur
(050101)
Suara perut normal (050129)
Tidak merasa nyeri saat defekasi
(050128)
(0430)
6. Berikan
minuman
hangat
untuk
Indikator :
Tidak
ada
nyeri
abdomen
terjadi
perdarahan
saat
defekasi (101520)
3. Status
nutrisi:
yang
(101513)
Tidak
perlu (0450)
8. Berikan
lingkungan
intake
nutrien
(1009)
Indikator :
makanan (1100)
10. Pastikan makanan
disajikan
cairan (0450)
13. Jelaskan kondisi
kebutuhan
Evaluasi
1) Klien tidak mengalami muntah dan kehilangan elektrolit berlebih
2) Nafsu makan klien kembali normal dan intake nutrisi adekuat
3) Klien terhindar dari resiko cidera
4) Klien mampu melakukan ADL
5) Klien dapat melakukan defekasi yang normal
67
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Kelenjar paratiroid adalah sebuah kelenjar endokrin di leher yang
memproduksi hormon partaroid. Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan
endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga dan keempat. Secara normal ada
empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat dibelakang
kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di
kutub inferiornya. Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada
manusia, yang terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub
superior kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya. Kelenjar paratiroid
mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang bersamasama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah.
Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat
sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium
rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal,
meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat
reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang.
Hipoparatiroid adalah hipofungsi dari kelenjar paratiroid sehingga
hormon paratiroid tidak dapat disekresi dalam jumlah yang cukup, dengan
gejala utamanya yaitu tetani. Hipoparatiroidisme terjadi akibat hipofungsi
paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid. Penyebab spesifik dari
penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti. Penyebab yang
68
69
diklasifikasikan
menjadi:
hiperparatiroid
primer,
menyebabkan
janin
mengalami
hipokalsemia,
gangguan
70
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Sylvia, dkk. Patofisiologi ( Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit ) Edisi
6 Vol 2. Jakarta : EGC
Bulechek, Gloria M., [et al.]. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC),
Sixth Edition. United States of America: Mosby Elsevier
Ganong. F. William; Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, alih bahasa: dr. M. Djauhari.
W, et al. Editor: dr. M .Djauhari.W, Ed 17, Penerbit EGC, Jakarta 1999
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definitions & Classification, 2015-2017, Tenth Edition. Oxford:
Wiley Blackwell
Hudak & Gallo.2001.Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta: EGC
Kee Joyce L. Hayes Evelyn R. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta: EGC
Manuaba, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstertetri. Jakarta : EGC
Moorhead, Sue., [et al.]. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC):
measurement of health outcomes, Fifth Edition. United States of America: Mosby
Elsevier
Rubenstein, dkk. Kedokteran Klinis Ed. 6. Jakarta : Erlangga Medical Series
Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Endokrin.Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Ed.8. Jakarta: EGC.
Smeltzer, C . Suzanne,dkk. 2002.Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol
1. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Tarwoto, dkk. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sisten Endokrin.
Jakarta: Trans Info Media
71