Anda di halaman 1dari 5

FAKTOR DEFENSIF, AGRESIF, DAN RISIKO PADA DISPEPSIA

oleh Fitriana Nur R 0906487796


Dispepsia merupakan kumpulan gejala pada traktus gastrointestinal bagian atas di mana
nyeri merupakan keluhan utama. Dispepsia terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor
defensif dan faktor agresif.1
FAKTOR DEFENSIF PERTAHANAN MUKOSA GASTRODUODENUM2
Pertahanan pada mukosa gastroduodenum merupakan pertahanan yang terdiri dari tiga level :
1. Preepithelial
Terdiri dari mukus (air, lipid,
glikoprotein) dan bikarbonat.
Gel mukus nonstirred water layer
untuk
menghalangi difusi ion
(H+) dan molekul seperti pepsin.
Bikarbonat menjadikan pH berkisar
antara 1-2 pada permukaan luminal
lambung dan mencapai 6-7 pada
permukaan sel epithelial

2. Epithelial
Apabila pertahanan preepithelial telah tertembus maka sel epithelial lambung yang
membatasi bagian yang rusak akan bermigrasi dan memperbaiki bagian yang rusak (restitution).
Beberapa growth factor seperti epidermal growth factor (EGF), transforming growth factor (TGF), dan basic fibroblast growth factor (FGF) memodulasi proses ini.
Kerusakan yang lebih besar yang tidak bisa diperbaiki dengan restitusi membutuhkan
adanya proliferasi sel. Regulasi regenerasi sel epitel ini dilakukan oleh prostaglandin dan GF
seperti EGF dan TGF-. Selain itu dalam angiogenesis juga dibutuhkan FGF dan vascular
endothelial growth factor (VEGF).
3. Subepithelial
Pada pertahanan subepithelial, kuncinya adalah sistem mikrovaskular yang rumit. Sistem
ini menyediakan suplai mikronutrien dan oksigen yang adekuat.
Peranan prostaglandin
Prostaglandin
digunakan
untuk
meregulasi
pengeluaran bikarbonat dan mucus, menghinhibisi
sekresi sel parietal, dan menjaga aliran darah mukosa
dan restitusi sel epithelial.
Peranan Nitric Oxide (NO)
Untuk menjaga integritas mukosa lambung. Enzim NO
synthase diekspresikan di mukosa dan berkontribusi
4

dalam sitoproteksi melalui stimulasi terhadap mukus lambung, peningkatan aliran darah mukosa
dan menjaga fungsi pertahanan dari sel epitel.
FAKTOR AGRESIF
1. NSAID
Beberapa obat memiliki korelasi dengan terjadinya dispepsia seperti NSAID (mis.
ibuprofen), antibiotik, dan estrogen. 3 Faktor risiko lain yang juga berperan dalam penggunaan
NSAID antara lain usia, riwayat ulkus, penggunaan glukokortikoid dan antikoagulan terus
menerus, penggunaan NSAID dosis tinggi, multiple NSAID, dan penyakit sistemik. 2
a. Rheumacyl
Kandungan
: Ibuprofen 200 mg dan paracetamol 350 mg.4
Ibuprofen memiliki efek analgesic, kekuatannya sama dengan aspirin. Ibuprofen bekerja
terhadap COX secara non selektif sehingga menimbulkan efek samping terhadap
saluran cerna, walaupun lebih ringan daripada aspirin. 5
Parasetamol memiliki efek analgesic untuk menghilangkan nyeri yang ringan sampai
sedang, efek anti-inflamasinya sangat rendah. 5
Indikasi
: Meringankan rasa nyeri atau ngilu yang disertai kebas, kesemutan dan keram. 4
b. Aspirin5
Aspirin merupakan obat anti-trombotik. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat
sintesis TXA2 dan PGI2 dengan menghambat secara reversible enzim COX-non selektif. Aspirin
dalam dosis kecil hanya akan menghambat TXA2 saja. Efek samping aspirin misalnya rasa
tidak enak di perut, mual, dan perdarahan saluran cerna, biasanya dapat dihindarkan bila
dosis per hari tidak melebihi 325mg.
Interaksi Obat
1. Perubahan pH saluran cerna5
Cairan saluran cerna yang alkalis akibat pemakaian antacid akan meningkatkan kelarutan
obat yang bersifat asam yang sukar larut dalam suasana asam seperti aspirin. Dalam
suasana alkalis, aspirin lebih banyak terionisasi sehingga absorpsi per satuan luas area
absorpsi lebih lambat, tetapi karena sangat luas areanya maka kecepatan absorpsi secara
keseluruhan masih lebih tinggi.
2.
Hubungan dengan Dispepsia2
Prostaglandin berperan penting dalam
menjaga
dan
memperbaiki
integritas
mukosa gastroduodenal. Keuntungan dari
penggunaan NSAID adalah pada inhibisi
terhadap COX-2, sedangkan toksisitas yang
terjadi adalah efek inhibisi COX-1.
Aspirin dan NSAID lain merupakan asam
lemah yang tetap berada dalam bentuk
nonionized lipophilic ketika berada dalam
lingkungan keasaman lambung. Hal ini
membuat
NSAID
bermigrasi
melewati
membrane lipid dan masuk ke sel epitel, di
4

dalam sel epitel inilah terjadi kerusakan sel akibat ionisasi NSAID. Selain itu NSAID juga
menyebabkan difusi balik H+ dan pepsin sehingga terjadi kerusakan yang lebih parah lagi.
2. Infeksi H.pylori (Berhubungan dengan jajan sembarangan) 2
Infeksi lambung oleh bakteri H. pylori merupakan penyebab kebanyakan kasus ulkus
peptikum. Organisme ini juga berperan dalam pembentukan gastric mucosal-associated
lymphoid tissue (MALT) lymphoma dan adenocarcinoma lambung. Faktor risiko infeksi H.pylori
antara lain tinggal di Negara berkembang, lingkungan yang padat, sanitasi yang kurang,
makanan atau minuman yang tidak bersih, serta terpapar isi lambung penderita yang terinfeksi.
Hubungan dengan Dyspepsia
Infeksi H. pylori biasanya diasosiasikan dengan gastritis kronik aktif, namun hanya 1015% yang
berlanjut menjadi ulkus.
a. Bacterial factors
Urease membuat bakteri bertahan
terhadap
asam
lambung,
dengan
menghasilkan NH3 yang mampu merusak sel
epithelial. Selain itu dihasilkan juga surface
factors yang bersifat kemotaktik terhadap
neutrofil dan monosit. H. pylori juga
membuat proteases and phospholipases
yang memecah glycoprotein lipid complex
pada gel mukus, sehingga menurunkan
pertahanan
lini
pertama.
H.
pylori
mengekspresikan
adhesins,
yang
memfasilitasi penempelan pada sel epitelial.
b. Host Factors
Patogen ini memicu terjadinya kerusakan local dengan berikatan terhadap class II
MHC molecules dan menyebabkan apoptosis. Mekanisme lain yang menyebabkan
kerusakan sel antara lain aktivasi neutrophil yang memediasi produksi reactive oxygen
atau nitrogen species.
Salah satu hipotesis mengatakan bahwa infeksi antral
H. pylori menyebabkan peningkatan produksi asam,
peningkatan keasaman lambung, dan kerusakan mukosa.
Pengeluaran gastrin meningkat pada infeksi H. pylori dan
sekresi somatostatin oleh D cells juga menurun. Infeksi H.
pylori meningkatkan sekresi asam melalui aksi lansung atau
tidak langsung dan proinflammatory cytokines (IL-8, TNF,
and IL-1) pada G, D, serta parietal cells. Infeksi H. pylori juga
diasosiasikan dengan penurunan produksi bikarbonat.

3. Psikologis

Faktor psikis /emosi memegang peranan penting baik untuk timbulnya gangguan maupun
pengaruh terhadap perjalanan penyakitnya. Peran faktor psikososial pada dispepsia fungsional
sangat penting karena dapat menyebabkan7:
1. Menimbulkan perubahan fisiologis saluran cerna.
2. Perubahan penyesuaian terhadap gejala-gejala yang timbul.
3. Mempengaruhi karakter dan perjalanan penyakitnya.
4. Mempengaruhi prognosis.
Rangsangan psikis/emosi secara fisiologis dapat mempengaruhi lambung dengan dua cara
yaitu7:
1. Jalur Neurogen
Rangsangan konflik emosi pada korteks serebri mempengaruhi kerja hipotalamus anterior
dan selanjutnya ke nukleus vagus, nervus vagus, dan kemudian ke lambung.
2. Jalur Neurohumoral
Rangsangan pada korteks serebri diteruskan ke hipotalamus anterior selanjutnya ke
hipofisis anterior yang mengeluarkan kortikotropin. Kortikotropin merangsang korteks
adrenal dan kemudian menghasilkan hormone adrenal yang selanjutnya merangsang
sekresi asam lambung.
Faktor psikis dan emosi (ansietas dan depresi) dapat mempengaruhi fungsi saluran cerna
dan mengakibatkan perubahan sekresi asam lambung, mempengaruhi motilitas dan
vaskulariasi mukosa lambung serta menurunkan ambang rangsang nyeri. 2,7
4. Genetik
FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor risiko dispepsia, antara lain:
1. Merokok3,4,5, 6
2. Obesitas3
3. NSAID, bifosfonat, DMARD,4,5, 6
4. Terapi hormon pada wanita3
5. Pengangguran5
6. Makan terlalu banyak6
7. Makan terlalu cepat atau jarak waktu makan tidak teratur 6
8. Makanan berminyak, tinggi lemak, atau pedas 6
9. Konsumsi kafein, alkohol, atau soda berlebihan 6
10.Stres psikologis 2,6,7
11.Riwayat nyeri abdomen pada keluarga8
12.Usia (30-50 tahun)9
13.Jenis kelamin (perempuan:laki-laki = 2:1)9
DAFTAR PUSTAKA
1. Lapwood S. Dyspepsia. http://www.radcliffe-oxford.com/books/samplechapter/9303/2137682600rdz.pdf
2. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrisons principles of
internal medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008. p.
3. (Mayo Clinic. Dyspepsiahttp://www.mayoclinic.org/dyspepsia/).
4. (Decha Care.Neo Rheumacyl Neuro http://www.dechacare.com/Neo-Rheumacyl-NeuroP32.html
5. Departemen Farmakologi dan Teraupetik FKUI. Farmakologi dan terapi. 5 th Ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2007. p. 240
4

1. Djojoningrat D. Dispepsia fungsional. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata


MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi 5. Jakarta : InternaPublishing Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. Hal.529-33.
2. Wallander M-A, Johansson S, Ruigomez A, Rodriguez LAG, Jones R. Dyspepsia in general
practice : incidence, risk factor, cormobidity and mortality. Family Practice. 2007; 24(5) :
403-11.
3. Shaib Y, El-Serag HB. The prevalence and risk factors of functional dyspepsia in a
multiethnic population in the United States. The American Journal of Gastroenterology.
2004; 99(11) : 2210-6.
4. Wildner-Christensen M, Hansen JM, De Muckadell OB. Risk factors for dyspepsia in a
general population : non-steroidal anti-inflammatory drugs, cigarette smoking and
unemployment are mor important than Helicobacter pylori infection. Scandinavian Journal
of Gastroenterology. 2006; 41(2) : 149-54.
5. Davies R. Dyspepsia [homepage on the internet]. 2010 [cited 2011 Feb 22]. Available
from: http://www.med.nyu.edu/content?ChunkIID=161572#risk
6. Mudjaddid E. Dispepsia fungsional. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi 5. Jakarta : InternaPublishing
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. Hal.2109-10.
7. Locke GR III, Zinsmeister AR, Talley NJ, Fett SL, Melton LJ III. Familial association in adults
with functional gastrointestinal disorders. Mayo Clinic Proceedings. 2000; 75(9): 907-12.
8. Harahap SH. Dispepsia [homepage on the internet]. 2010 [cited 2011 Feb 22]. Available
from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20335/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai