Anda di halaman 1dari 16

1

Koledokolitiasis
Ersee Hera Gratia
erseera@gmail.com
102012177
E7
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061
PENDAHULUAN
Hati mempunyai fungsi sebagai alat metabolism nutrient setelah diserap dari saluran cerna,
detoksifikasi, menyimpan glikogen, mengekskresikan bilirubin dan garam empedu yang akan
menjadi topik khusus pembahasan kita kali ini.
Sistem empedu merupakan sebuah system yang melibatkan hati, kantung empedu, dan saluran-
saluran terkait seperti, duktus hepatikus, duktus sistikus dan duktus koleidokus yang pada bidang
kesehatan seringkali ditemukan penyumbatan oleh batu empedu. Batu empedu yang terdapat
dalam kantung empedu tidak menimbulkan gejala, namun apabila menyumbat saluran akan
menimbulkan gejala.
SKENARIO
Seorang wanita berusia 50 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri hebat yang hilang
timbul secara mendadak pada perut kanan atasnya dan menjalar hingga ke punggung kanan sejak
6 jam yang lalu. Selain itu, sejak 5 hari yang lalu pasien juga mengeluh demam tinggi, tubuhnya
bewarna kekuningan dan tinjanya berwarna pucat seperti dempul.



2

PEMBAHASAN
Anamnesis
Seperti biasa pada anamnesis lita tanyakan identitas pasien terlebih dahulu kemudian
lanjutkan dengan riwayat penyakit sekarang yang tidak hanya terpusat pada organ hati tetapi juga
dari sisi system pencernaan karena sama-sama terletak pada rongga abdomen.
4
Pertanyaan-
pertanyaan penting yang dapat ditanyakan mengenai gangguan di saluran cerna adalah:
3




Pertanyaan Uraian
1. Nafsu makan Baik/buruk? Perubahan yang baru terjadi?
Intoleransi makanan spesifik?
2. Berat badan Nerkurang/bertambah/tetap? Berapa banyak
dan berapa lama?
3. Kemungkinan disfagia Ada kesulitan menelan? Jenis makanan apa?
Kapan terjadinya? Apakah ada regurgitasi?
4. Diet Obat apa yang sedang dikonsumsi?
5. Nyeri abdominal/ dyspepsia Keadaan? Menjalar? Kumpulan?
6. Muntah Berapa banyak? Berapa sering? Ada komposisi
menyerupai kopi?
7. Distensi abdomen Nyeri? Muntah? Gerakan usus berkurang?
Flatus?
8. Diare Seberapa sering? Dalam jumlah besar atau
kecil? Darah? Mucus? Pus? Gejala penyerta?
Baru melakukan perjalanan?
9. Tinja Diare? Konstipasi? Melena?

3

Setelah anamnesis riwayat penyakit sekarang, tanyakan apakah dikeluarga ada yang
terkena penyakit yang sama seperti ini. Kemudian tanyakan pada pasien bagaimana kehidupan
sosialnya seperti pola makan, penggunaan jarum suntik milik orang lain? Tanya juga apakah
pasien pernah berobat sebelumnya?
4

Salah satu gejala yang sering dijumpai pada kelainan hepatobilier berupa nyeri abdomen.
Nyeri pada abdomen merupakan tanda-tanda dari adanya akut abdomen. Nyeri abdomen
merupakan keluahan yang sering ditemuakan dan penting. Keluhan dapat timbul akibat penyakit
yang membahayakan jiwa ataupun penyakit ringan yang bisa sembuh sendiri.
7
Masalah yang
ditemukan juga dalam kasus ini adalah pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien ikterus. Ikterus
yang menjadi gejala harus ditanyakan, apakah pasien pernah makan wortel yang sering dan
banyak, penggunaan obat. Ikterus yaitu perubahan warna jaringan menjadi kuning disebabkan
oleh:
4

- Karotenoderma: konsumsi berlebihan makanan yang mengandung karoten misalnya
wortel dan sayur yang akan mengubah telapak tangan, kaki dan lekukan antara
hidung dengan mulut kecuali sclera.
- Obat-obatan: misalnya quinacrine dan paparan fenol
- Sakit kuning: ditandai dengan perubahan warna kulit dan selaput lendir manjadi
kuning akibat peningkatan bilirubin serum yaitu 35 mmol/L. Pertama-tama sclera
tampak kuning, karena bilirubin memiliki daya tarik menarik yang kuat dengan
elastin di jaringan sclera. Bilirubin memberi urin warna the cokelat atau coca cola.
Kadar bilirubin serum meningkat jika keseimbangan antara produksi dan
pembersihan berubah, sehingga pasien sakit kuning perlu dievaluasi melalui
pemahaman terhadap produksi bilirubin metabolisme dan ekskresi.





4

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kita sebelumnya harum memeriksa dahulu tanda-tanda vital
pasien. Tanda-tanda vital mencakup suhu, tekanan darah, frekuensi nafas, frekuensi nadi dan
sebagainya.
5

Kemudian lakukan pemeriksaan lokalisasi yaitu dengan inspeksi, palpasi dan pergerakan.
Pemeriksaan abdomen paling baik dilakukan pada pasien dalam keadaan berbaring dan relaks,
kedua lengan berada di samping dan pasien bernapas melalui mulut. Pasien diminta untuk
menekukkan kedua lutut dan pinggulnya sehingga otot-otot abdomen menjadi relaks. Tangan
pemeriksa harus hangat untuk menghindari terjadinya reflex tahanan otot pada pasien.
5

a. Inspeksi
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan keadaan umum pasien apakah sakit ringan atau
berat, nyaman atau tidak, tenang atau gelisah. Apakah dijumpai demam, anemia, ikterus,
limfodenopati, tanda-tanda penurunan berat badan, malnutrisi? Apakah dijumpai
dehidrasi, syok atau hipovolemik? Adakah abdomen akut? Mungkinkah ada obstruksi
(detensi, muntah, konstipasi absolute, atau bising usus mendenting bernada tinggi)?
b. Palpasi
Abdomen harus diperiksa secara sistematis, terutama jika pasien menderita nyeri
abdomen. Selalu ditanyakan kepada pasien letak nyeri yang dirasa maksimal dan periksa
bagian tersebut paling akhir. Relaksasi pada tangan yang sedang lakukan palpasi asalah
penting, dengan meletakkan salah satu tangan di abdomen dan tangan yang lain
melakukan palpasi dengan menekan tangan yang ada dibawahnya.
Bila terdapat pembengkakan yang abnormal, dan pada waktu palpasi tidak
menimbulkan nyeri, tentukan keadaan dan karakteristiknya. Jika pembengkakan
berdenyut (kemungkinan aneurisma), jangan melakukan pemeriksaan identabilitas.
3

Hati normal tidak mudah dirasakan layaknya hati yang berpenyakit, kuat dan
membesar.
c. Perkusi
Perkusi berguna untuk memastikan adanya pembesaran beberapa organ, khususnya hati,
limpa atau kandung kemih. Lakukan selalu perkusi daerah resonan ke daerah pekak
dengan jari pemeriksa yang sejajar dengan bagian tepi organ.
3

5

d. Auskultasi
Auskultasi dilakukan pada kuadran abdomen secara sistematis. Bunyi bising usus juga
didengar pada masing-masing kuadran selama 1 menit. Bisisng usus dapat menaik,
menurun, normal dan tidak ada bunyi apapun.
Bising usus meningkat pada obstruksi usus, diare, dan jika terdapat darah dalam
pencernaan yang berasal dari saluran cerna atas (keadaan yang menyebabkan peningkatan
perstaltik).
3,5

Bisisng usus menurun atau menghilang ditemukan pada ileus, perforasi, peritonitis
generalisata.
3,5


Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dimana akan ditemukan peningkatan enzim hati yang
menunjukan kolestasis (gamaGT dan alkali fosfatase).
Peningkatan enzim pancreas(amylase dan lipase) apabila batu menyumbat duktus
koledukus dan duktus pankreatikus.
Peningkatan bilirubin serum
Pemeriksaan radiologi
a. USG mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang tinggi untuk deteksi batu empedu dan
pelebaran saluran empedu intra maupun ekstra hepatic, namun sensitifitas untuk batu
koledokus hanya 50%. Tidak terlihat batu koledokus di USG tidak menyingkirkan
koledokolitiasis.
7,8

b. ERCP(Endoscopic Retrograde Colangio Pancreathography) merupakan pemeriksaan
terbaik untuk deteksi batu saluran empedu. Pada ERCP kanul dimasukkan ke dalam
duktus koledokus dan pankreatikus kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus
tersebut. Indikasi utama ERCP adalah ikterus obstruktif.
7,8

c. MRCP(Magnetik Resonance Cholangio Pancreatography) merupakan teknik pencitraan
menggunakan gama magnet tanpa zat kontras, instrument dan radiasi ion. Pada MRCP,
saluran empedu akan terlihat terang karena intensitas sinyal yang tinggi. Maka, metode
ini sangat cocok untuk mendeteksi batu saluran empedu.
7,8

6

Diagnosis Banding
Abses Hati
Abses hati merupakan infeksi hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri parasit, jamur
yang berasal dari system gastrointestinal dan bilier yang ditandai dengan proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel inflamasi dan sel darah dalam
parenkim hati.
7

Abses hati lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita dan berhubungan
dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi rendah dan gizi buruk. Pada negara-negara
berkembang abses hati amebik(AHA) didapatkan secara endemic dan sering jika dibandingkan
dengan abses hati piogenik(AHP). AHP tersebar diseluruh dunia dan terbanyak di daerah tropis
dengan kondisi hygiene yang kurang baik.
7

Abses Hati Amebik
- Pria : Wanita berkisar 3:1 sampai 22:1
- Usia berkisar antara 20-50 tahun, terutama dideasa muda dan jarang pada anak-anak
- Penularan dapat melalui oral-anal-fekal ataupun melalui vector (lalat dan lipas)
- Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemis, wisatawan ke
daerah endemis atau para homoseksual.
7

Abses Hati Piogenik
- Dahulu banyak melalui infeksi porta, sekarang lebih sering sebagai komplikasi
obstruksi saluran empedu
- Insiden meningkat pada kelompok usia lanjut, juga yang mendapat imunosupresan
atau kemoterapi
- Pria : Wanita berkisar 2:1
- Usia berkisar 40-60 tahun.
7

AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestina, paling sering terjadi di
daerah tropis/subtropis. AHA lebih sering terjadi endemik di Negara berkembang dibanding
AHP. AHA terutama disebabkan E.histolytica.
7

7

AHP tersebar diseluruh dunia dan terbanyak di daerah tropis dengan sanitasi kurang.
Etiologi AHP terbanyak adalah E.coli. peningkatan insidensi AHP dewasa ini jauh lebih banyak
akibat komplikasi dari system biliaris (kolangitis dan kolesistitis) yang berhubungan dengan
makin tingginya angka harapan hidup yang membuat makin banyak orang lanjut usia terkena
penyakit system biliaris ini. AHP juga bisa akibat trauma, luka tusuk/tumpuk dan kriptogenik.
7

Cara penularan abses hati amebik umumnya fekal-oral baik melalui makanan atau
minuman yang tercemar kista atau transmisi langsung pada orang dengan hygiene yang buruk.
Sesudah masuk per oral, hanya bentuk kista yang bisa sampai kedalam intestine tanpa dirusak
oleh asam lambung, kemudian kista pecah dan keluar trofozoid. Di dalam usus tropozoid
menyebabkan terjadinya ulkus pada mukosa akibat enzim proteolitik yang dimilikinya dan bisa
terbawa aliran darah portal masuk ke hati. Amuba kemudian tersangkut menyumbat venul porta
intrahepatik, terjadi infark hepatosit sedangkan enzim-enzim proteolitik tadi mencerna sel
parenkim hati sehingga terbentuklah abses. Di daerah sentralnya terjadi pencairan yang berwarna
coklat kemerahan anchovy sauce yang terdiri dari jaringan hati yang nekrotik dan berdegenerasi.
Amubanya seperti ditemukan pada dinding abses dan sangat jarang ditemukan pada cairan
sentral abses. Kira-kira 25% abses hati amebic mengalami infeksi sekunder sehingga cairan
absesnya menjadi purulan dan berbau busuk.
7

Hati adalah organ yang paling sering terkena abses. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran
hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum.
Sel kuppner yang membatasi terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Sel kuppner yang
membatasi sinusoid hati sebenarnya akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri yang
masuk melalui vena porta. Namun obstruksi aliran empedu mempermudah terjadinya proliferasi
bakteri. Tekanan dan distensi kanalikuli akan malibatkan cabang-cabang vana portal limfatik dan
membentuk formasi mikroabses yang kemudian menyebar secara hematogen sehingga terjadi
bakteremia sistemik. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP disbanding lobus kiri karena
lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus
kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.
7

Gejala klinis AHP biasanya lebih berat daripada AHA. Sindrom klinis klasik abses hati
berupa nyeri perut kanan atas, ditandai jalan membungkuk kedepan dengan dua tangan, demam
tinggi dan dapat terjadi syok. Manifestasi utama AHP adalah demam (98%), nyeri (51-90%) dan
8

menggigil (30-77)%, sedangkan manifestasi utama AHA adalah demam (87-99%), nyeri (87-
100%) dan anoreksia (83-93,5%).
3

Apabila abses letaknya dekat diafragma, akan timbul iritasi diafragma sehingga terjadi
nyeri bahu kanan , batuk dan atelaktasis (terutama akibat AHA). Gejala lain mual, muntah,
anoreksia, berat badan turun, badan lemah, ikterus, feses seperti kapur dan urin berwarna gelap.
7

Pada skenario disebutkan bahwa wanita tersebut mengeluh demam yang sangat tinggi
dan sesuai dengan abses hati, namun pada abses hati tidak ditemukan tubuh yang ikterik jadi
diagnosis ini disingkirkan.
Kolangitis
Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri pada cairan empedu didalam saluran empedu.
Kolangitis terjadi akibat obstruksi aliran empedu, tersering karena batu koledokus.
7

Di Amerika Serikat, kolangitis jarang terjadi. Biasanya terjadi bersamaan dengan
penyakit lain obstruksi bilier atau pasca ERCP dimana 1-3% pasien mengalami kolangitis.
Resiko tersebut meningkat apabila cairan pewarna diinjeksikan secara retrograde. Di Asia
Tenggara sering terjadi kolangitis piogenik rekuren atau disebut juga sebagai kolangio hepatitis
oriental. Kejadian ini ditandai dengan infeksi saluran bilier berulang, pembentukan batu empedu
intrahepatik dan ekstrahepatik, abses hepar, serta adanya dilatasi atau striktur dari saluran
empedu intra dan ekstrahepatik.
7

Faktor dari dalam lumen saluran empedu misalnya batu koleduktus (paling sering) atau
askaris yang memasuki duktus koledokus. Factor dari luar lumen saluran empedu misalnya
karsinoma caput pancreas yang menekan duktus koledokus. Factor dari luar lumen saluran
empedu misalnya kolangio karsinoma atau adanya striktur saluran empedu. Striktur dapat juga
terjadi pada pasca tindakan ERCP.
7

Kolangitis selalu terjadi akibat adanya dua factor, yaitu:
7

- Peningkatan tekanan intraduktus dalam saluran empedu akibat dari obstruksi saluran
empedu sebagian atau total.
- Cairan empedu yang terinfeksi
9

Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis cairan empedu,
kolonisasi bakteri dan pertumbuhan kuman yang berlebihan. Kuman-kuman ini berasal dari flora
duodenum yang masuk melalui sfingter oddi, dapat juga dari penyebaran limfogen dari kandung
empedu yang meradang, penyebaran ke hati akibat sepsis atau melalui sirkulasi portal dari
bakteri usus. Karena tekanan yang tinggi dari saluran empedu yang tersumbat, kuman akan
kembali (refluks) kedalam saluran limfe atau aliran darah dan selanjutnya mengakibatkan sepsis.
Kombinasi dari stagnasi, infeksi empedu dan peningkatan tekanan tersebut akan menimbulkan
keadaan yang serius pada kolangitis supuratif.
7

Sering didapatkan nyeri kuadran atas, ikterus dan disertai demam menggigil. Gejala ini
disebut trias charcot.
2
Seringkali batu koledokus menimbulkan nyeri hebat di epigastrium atau
perut kanan atas yang bersifat kolik, menjalar ke belakang dan ke scapula kanan, kadang nyeri
dapat juga bersifat konstan. Pada kolangitis akut supuratif didapatkan trias charcot disertai
hipotensi, oliguria dan gangguan kesadaran. Ditemukan trias charcot pada 50-60% pasien.
7

Pemeriksaan laboratorium pada kolangitis dapat ditemukan:
7

- Leukositosis
- Hiperbilirubinemia (bila akibat batu, biasanya obstruksi parsial, bilirubin 2-4 mg/dL;
bila akibat neoplasma, obstruksi total dan bilirubin>10mg/dL)
2

- Peningkatan SGOT, SGPT, alkali fosfatase dan gama GT serum.
Kolangitis dimasukkan dalam diagnosis banding karena memiliki gejala yang hampir
sama seperti nyeri kuadran kanan atas, ikterus dan demam yang sering disebut trias charcot.
Tetapi tidak didapati BAB berwarna seperti dempul sehingga diagnosis ini disingkirkan.
Hepatoma
Hepatoma atau kanker hati adalah suatu kanker yang timbul primer dari hati. Hepatoma
primer secara histologist dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
7

- Karsinomahepatoselular, hepatoma primer yang berasal dari sel hepatosit. Ini bagian
terbesar (80%)
- Karsinoma kolangioselular, hepatoma primer yang berasal dari epitel saluran
intrahepatik
10

- Angiosarkoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim.
Hepatoma meliputi 5,6%dari seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati
peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker yang paling
sering terjadi di dunia. Tingkat kematian hepatoma sangat tinggi yaitu diurutan kedua setelah
kanker pancreas. Kekerapan tinggi di Negara sedang berkembang , tertinggi di asia tenggara dan
afrika tengah. Laki-laki lebih banyak dari perempuan (2-4:1). Penyakit ini jarang pada usia
muda, terbanyak di usia 70 tahun.
7

Sirosis hati merupakan factor resiko utama terjadinya hepatoma. Predictor utama adalah
gender laki-laki, peningkatan AFP serum, beratnya penyakit dan tingginya aktivitas proliferasi
hati.
7

Faktor resiko mayor lainnya adalah hepatitis B, hepatitis C, penyakit hati alcohol,
aflatoksin, diabetes mellitus, obesitas dan NASH (Nonalcoholic Fatty Liver Disease)
Mekanisme karsinogenesisi hepatoma belum sepenuhnya diketahui, apapun agen
penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran sel
hati yang diinduksi oleh cedera dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan
oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetic seperti perubahan kromosom,
aktivasi oksigen selular atau inaktivasi gen suppressor tumor, yang mungkin bersama dengan
kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi factor-faktor
pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alcohol dan penyakit hati metabolic seperti
hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa 1, mungkin menjalankan peranannya terutama
melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi dan sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi metasi
pada gen supresor tumor p53 dan ini menunjukan bahwa factor lingkungan juga berperan pada
tingkat molecular untuk berlangsungnya proses hepatokarsinogenesis.
7

Di Indonesia, Hepatoma paling banyak ditemukan pada laki-laki usia 50-60 tahun.
Manifestasi klinis bervariasi dari asimtomatik hingga gagal hati. Penderita SH yang makin
memburuk kondisinya perlu dicurigai kemungkinan telah timbulnya hepatoma. Keluhan utama
yang paling sering adalah rasa tidak nyaman di perut kanan atas. Selain itu ada anoreksia,
kembung, konstipasi, diare. Juga dapat terjadi pembengkakan diperut akibat massa tumor atau
11

asites. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali (dengan atau tanpa bruit hepatic),
splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi otot.
7

Hepatoma dimasukkan dalam diagnosis banding karena memiliki gejala yang sama
dengan yang dikeluhkan seperti nyeri perut kanan atas, ikterus, demam juga ada rasa tidak
nyaman di perut kanan atas tetapi tidak didapati perubahan pada BAB yaitu berwarna seperti
dempul sehingga diagnosis ini disingkirkan.
Diagnosis Kerja
Koledokolitiasis
Koledokolitiasis adalah terdapatnya batu empedu di dalam saluran empedu yaitu di
duktus koledukus komunis. Koledokolitiasis dibagi menjadi dua primer dan sekunder.
Koledokolitiasis primer adalah batu empedu yang terbentuk didalam saluran empedu sedangkan
koledokolitiasis sekunder merupakan batu kandung empedu yang bermigrasi masuk ke duktus
koledokus melalui duktus sistikus. Koledokolitiasis primer lebih banyak ditemukan di Asia,
sedangkan di negara barat banyak koledokolitiasis sekunder.
7

Penyakit batu empedu umumnya ditemukan didalam kandung empedu, dan dikenal
sebagai kolelitiasis, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam
saluran empedu menjadi koledokolitiasis. Umumnya pasien dengan batu empedu jarang
mempunyai keluhan, namun sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang
spesifik maka resiko untuk mengalami komplikasi akan terus meningkat.
7

Etiologi
Penyebab koledokolitiasis sama seperti kolestasis. Batu pada koledokolitiasis dapat
berasaldari kandung empedu yang bermigrasi dan menyumbat di duktus koledukus atau dapat
juga berasal dari pembentukan batu di duktus koledukus sendiri.
Factor predisposisi terjadinya batu empedu antara lain perubahan komposisi empedu
(sangat jenuh dengan kolesterol), statis empedu (akibat gangguan kontraksi kandung empedu
atau spasme sfingter oddi) dan infeksi (bakteri dapat berperan sebagai pusat
prespitasi/pengendapan) kandung empedu.
7

12

Epidemiologi
Di negara barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai saluran
empedu. Di Asia lebih banyak ditemukan batu saluran empedu primer. Perbandingan pria:wanita
adalah 1:2 dan banyak terjadi pada usia 40-an.
7,8,12

Di Amerika Serikat, insidens kasus batu empedu pada wanita lebih tinggi dibandingkan
pada pria (2,5:1) dan terjadi peningkatan seiring dengan bertambahnya umur. Dimasyarakat
barat, komposisi batu didapatkan 73% batu pigmen dan 27% batu kolesterol. Factor resiko
terjadinya batu empedu adalah usis, wanita, kehamilan, estrogen, obesitas, etnik (penduduk asli
amerika), sirosis, anemi hemolitik (penyakit sel sickle), nutrisi parental.
7,8

Patogenesis Koledokolitiasis dan Ikterus
a. Terjadinya batu empedu
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu yang terdiri dari
kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, fosfolipid(lesitin) dan
elektrolit. Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkan atas tiga golongan, yaitu:
7

- Batu kolesterol: berbentuk oval, multifocal atau mulberry dan megandung lebih dari
70% kolesterol. Kolesterol bersifat tidak larut air, kelarutan kolesterol tergantung dari
asam empedu dan lesitin (fosfolipid). Proses pembentukan batu kolesterol adalah
supersaturasi kolesterol, nukleasi kolesterol dan disfungsi kandung empedu.
- Batu kalsium bilirubinat (pigmen coklat): berwarna coklat atau coklat tua, lunak,
mudah dihancurkan dan mengandung kalsium bilirubinat sebagai komponen utama
- Batu pigmen hitam: berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti
bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tidak terekstraksi. Batu pigmen terdiri dari
garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini yaitu: bilirubinat, karbonat,
fosfat, dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjungasi
dalam empedu dengan bantuan enzim glukuronil transferase. Kekurangan enzim ini
mengakibatkan prespitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut.
Dinegara Barat, 80% terdiri dari batu kolesterol, sedangkan jenis batu pigmen banyak di
negara Asia.
7

13

b. Ikterus
Penyebab ikterus dibagi menjadi 3 bagian yaitu masalah dalam pra hati, masalah dalam
hati dan masalah dalam pasca hati. Untuk penyakit batu empedu (koledokolitiasis
contohnya) ikterus terjadi pada fase pasca hepatik.
Masalah dalam fase pasca hepatik:
Membedakan sakit kuning yang berkaitan dengan sel hati dan sakit kuning yang
berkaitan dengan kolestasis akibat empedu atau gangguan aliran empedu tidaklah mudah,
keduanya menyebabkan perubahan metabolism empedu yang sama. Urin jadi berwarna cokelat
lebih tua akibat bilirubinuria tidak bisa dijadikan pedoman, begitu pula dengan pendarahan
spontan atau memar yang bisa muncul dalam penyakit hati akut atau kronis dan yang mengikuti
malabsorbsi vitamin K yang larut dalam lemak pada pasien yang mengalami kolestasis.
4

Gangguan sekresi empedu juga berkaitan dengan kadar sterkobilinogen dalam tinja,
sehingga tinja menjadi warna dempul. Malabsorbsi lemak yang sangat jelas pada pasien yang
mengalami obstruksi menyeluruh bisa menghasilkan tinja berlemak.
4

Nyeri di kuadran kanan atas akibat penggelembungan dan kenaikan tekanan didalam
saluran empedu dalam kondisi sakit kuning akibat koledokolitiasis dapat membedakan pasien
yang mengalami sakit kuning akibat obstruksi dengan pasien yang mengalami kolestasis. Nyeri
yang disebabkan oleh obstruksi batu empedu bukan cirri yang konsisten kecuali dalam obstruksi
akut meskipun disebut kolik empedu nyeri ini tidak muncul lalu hilang.
Manifestasi Klinik
Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai
dari tidak ada gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. Gejala
koledokolitiasis mirip seperti kolelitiasis yaitu mual dan muntah namun pada koledokolitiasis
disertai ikterus, BAK kuning pekat dan BAB berwarna dempul.
7,8




14

Pencegahan
1. Urdeoxycholic acid
Pengobatan ursodoxycholic acid dapat mencegah pembentukan batu empedu. Hal ini
telah dilakukan pada pasien yang kehilangan berat badan secara cepat karena pola makan
rendah kalori atau karena pembedahan bariatric yang berkaitan dengan resiko tinggi
pembentukan batu empedu kolesterol baru (20-30% dalam 4 bulan). Kemudian dilakukan
pemberian dosis 600 mg ursodeoxycholic acid perhari selama 16 minggu dan berhasil
mengurangi insiden batu empedu tersebut sebesar 80%. Anjuran perubahan pola makan
berupa pengurangan konsumsi lemak sangat diperlukan. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi serangan kolik bilier. Namun, ini tidak dapat mengakibatkan pengurangan
batu empedu.
2. Pola makan dan Olahtraga
Sedikit bukti yang menunjukan bahwa komposisi makanan dapat mempengaruhi riwayat
penyakit batu empedu pada manusia. Pasien obesitas yang mengikuti program penurunan
berat badan cepat atau melakukan pembedahan bariatric beresiko menderita batu empedu.
Pencegahan jangka pendek dengan ursodeoxycholic acid perlu dipertimbangkan.
Olahraga teratur mungkin mengurangi kejadian kolesistektomi.
13


Penatalaksanaan
Batu saluran empedu selalu menyebabkan masalah yang serius, karena itu harus
dikeluarkan baik melalui operasi terbuka maupun melalui suatu prosedur yang disebut
endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP). Pada ERCP, suatu endoskop
dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke duodenum. Zat kontras radioopak
masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran
akan berpindah ke usus halus dan dikeluarkan bersama tinja. ERCP dan sfingterotomi telah
berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari 1000 penderita yang meninggal dan 3-7%
mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibanding operasi terbuka. Komplikasi
yang mungkin segera terjadi adalah pendarahan, pancreatitis akut dan perforasi atau infeksi
15

saluran empedu. Pada 2-6% penderita, saluran dapat menciut kembali dan batu empedu dapat
timbul lagi.
Pada tatalaksana batu saluran empedu yang sempit dan sulit, diperlukan beberapa
prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi
mekanik, litotripsi laser, electro hydraulic shock wave lothitripsy atau ESWL. Bila usaha
pemecahan batu dengan cara di atas gagal, maka dapat dilakukan pemasangan stent bilier
perendoskopik disepanjang batu yang terjepit. Stent bilier dapat dipasang di dalam saluran
empedu sepanjang batu yang besar atau terjepit yang sulit dihancurkan dengan tujuan drainase
empedu.
7

Prognosis
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi mekanik
berupa sirosis bilier sekunder dan infeksi berat yang terjadi berupa kolangitis akut.
Kesimpulan
Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang didapati bahwa pasien
tersebut didiagnosis koledokolitiasis.
Daftar Pustaka
1. Guyton AC. Hall JE. Fisiologi Kedokteran. Sistem Hepatobilier. Edisi ke 11. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008. h. 107.
2. Sherwood L. Fisiologi manusia: Dari sel ke system. Sistem Pencernaan. Edisi ke 6.
Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC;2011.H. 327-67.
3. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: penerbit buku kedokteran
EGC; 2010.h. 77,80-88.
4. Houghton RA, Gray D. Gejala dan tanda dalam kedokteran klinis. Hati dan bilier.
Jakarta: PT Indeks. 2012.h. 127-59.
5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke 6.
Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC; 2011.hal. 461-5.
6. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007.h. 58-161.
16

7. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Penyakit batu empedu. Edisi ke 1. Jakarta;
Fakultas kedokteran UKRIDA. 2013.h. 69-82, 175-204.
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 4. Jilid 1.
Jakarta: Interna Publishing. 2009.h. 721-6.
9. Grace PA, Borley NR. At a gance ilmu bedah. Edisi ke 3. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007.h. 121-2
10. Hayes PC, Mackay TW. Buku saku diagnosis dan terapi. Jakarta: Penerbit Kedokteran
EGC;2007.h. 479-81.
11. Arif M. kapita selekta kedokteran. Edisi ke 3. Jakrta: Media Aesculapius; 2000.h. 498-
513.
12. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke 6.
Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h. 472-506.

Anda mungkin juga menyukai