BAB I ` PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 16
1
INKONTINENSIA URIN
A. Pendahuluan
Inkontinensia urine tidak dianggap sebagai suatu penyakit karena tidak ada
etiologi yang spesifik bagi kondisi ini, dan tiap kasus bersifat multifaktorial. Etiologi
bagi inkontinensia urine ini dapat beragam dan dalam kebanyakan kasus tidak dapat
difahami sepenuhnya. (1-3)
2
partum. Hal ini menunjukkan bahwa inkontinensia urin pada post-partum muncul
akibat gangguan fisiologis yang multifaktorial. 1, 3-5)
Untuk saat ini, risiko inkontinensia urin pada postpartum jelas dan nyata.
Pemahaman mengenai gangguan ini sangat penting agar dapat ditegakkan dan
ditangani dengan baik.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Gambar 2: Gambar mikrograf dari dinding kandung kemih. Mukosa kandung
kemih yang kosong membentuk lipatan rugae.(1)
Lapisan otot kandung kemih dikenal sebagai otot detrusor, yang terdiri atas
tiga lapisan otot yang diatur dalam anyaman pleksiform. Susunan pleksiform ini
dapat berekspansi dengan cepat pada saat kandung kemih terisi dengan urine dan
menjadi komponen utama dalam kemampuan kandung kemih untuk
mengakodomasi volume urine yang besar.(1, 2, 4)
5
Gambar 3: Anatomi sfingter urogenital.(1)
Ketiga otot ini berfungsi sebagai suatu kesatuan dan berkontraksi dengan
efektif untuk menutup uretra. Sfingter uretra ini terdiri atas slow twitch muscle
fiber dan tetap berkontraksi secara tonik, yang memberi kontribusi pada
kontinensia pada saat istirehat. Sebaliknya UVS dan CU terdiri atas fast twitch
muscle fiber yang memungkinkan kontraksi cepat dan menutup lumen uretra
pada saat kontinensia ditantang oleh peningkatan mendadak dari tekanan intra-
abdomen.(1, 4)
6
Gambar 4: Innervasi kandung kemih dan uretra.(1)
Pada saat kandung kemih terisi, sinyal aferen sensorik akan diteruskan ke
medulla spinalis melalui saraf pelvis dan hipogastrikus, yang kemudian akan
diteruskan ke pusat berkemih di pons melalui traktus spinotalamikus lateral dan
kolum dorsal. Stimulasi simpatis yang ditransmisikan melalui nervus
hipogastrikus berperan mempertahankan aktivitas otot polos dari sfingter uretra
dan membantu dalam relaksasi otot detrusor untuk penyimpanan urine. Pada
waktu yang sama, sinyal somatik eferen ke otot lurik di dasar panggul yang
ditransfer melalui saraf pudendal menyediakan aktivitas sfingter uretra secara
volunter dan augmentasi pada resistensi urethra pada saat terjadinya peningkatan
tekanan dalam kandung kemih. Ketika intensitas sinyal aferen meningkat pada
saat pengisian kandung kemih, ambang batas kesadaran dicapai, dimana akan
timbul sensasi untuk berkemih. Pada saat itu, sinyal dari pusat berkemih di pons
akan dibawa ke bagian sakral medulla spinalis melalui traktus retikulospinal dan
kortikospinal. Setelah itu akan terjadi stimulasi kolinergik parasimpatis pada
detrusor dan refleks relaksasi otot lurik dasar panggul dan proses berkemih akan
terjadi.(1, 2, 4)
7
urine. Sebaliknya reseptor adrenergik alfa terstimulasi oleh norepinefrin dan
menyebabkan kontraksi urethra, akan membantu dalam penyimpanan urine dan
kontinensia.(1, 2, 4)
Sel otot polos diantara detrusor bergabung antara satu sama lain sehingga
jalur listrik yang keluar dari satu sel otot ke yang berikutnya bersifat rendah
resistensi. Dengan demikian, aksi potensial dapat menyebar dengan cepat ke
seluruh otot detrusor untuk menyebabkan kontraksi yang cepat dari seluruh
kandung kemih. Selain itu, susunan pleksiform serabut detrusor kandung kemih
memungkinkan kontraksi multiarah dan ideal untuk kontraksi konsentrik pada
saat pengosongan kandung kemih. (1, 4, 6)
B. Epidemiologi
Prevalensi kejadian inkontinensia urine yang tepat sukar untuk ditentukan.
Antara kesulitan yang ditemukan adalah dalam menentukan derajat, kuantitas
dan frekuensi kehilangan urine yang esensial dalam menentukan suatu kondisi
patologis.(3, 4)
8
detrusor menyumbang hingga 33% kasus inkontinensia, sedangkan sisanya
disebabkan oleh bentuk campuran
C. Klasifikasi
Empat penyebab pokok inkontinensia urin, yaitu gangguan urologik,
neurologis, fungsional/psikologis, dan iatrogenic/ lingkungan. Berdasarkan
waktunya, inkontinensia urin terbagi atas inkontinensia akut dan kronik
(persisten).
Inkontinensia akut terjadi secara mendadak, biasanya berkaitan dengan
kondisi sakit akut atau problem iatrogenik yang menghilang jika bila kondisi
akut teratasi atau problem medikasi dihentikan. Inkontinensia persisten merujuk
pada kondisi urikontinensia yang tidak berkaitan dengan kondisi akut/ iatrogenic
dan berlangsung lama. Penyebab inkontinensia urin akut dapat dilihat pada tabel
1.2
9
kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot detrusor atau meningkatnya
2
tahanan aliran keluar.
Inkontinensia urin dapat dibagi menjadi 5, yaitu:
10
Urgency (Desakan) Aktifitas otot detrusor yang berlebih.
Penyebabnya dapat dibagi menjadi 2,
yaitu:
Iritasi kandung kemih
Hilangnya inhibisi kontraksi
kandung kemih oleh sistem
saraf
Fungsional Masalah kesehatan yang mengganggu,
proses berfikir (penyakit Alzheimer),
pergerakan (arthritis, kursi roda), atau
komunikasi
Overflow (Luapan) Retensi urin kronis. Dapat disebabkan
oleh:
Kelemahan otot detrusor
Uretra yang buntu (akibat tumor
atau batu saluran kemih)
Lainnya: Obat-obatan
E. Patofisiologi
Kontinensia memerlukan mobilitas dan kemampuan kognitif untuk
mengenali dan bereaksi terhadap pengisian kandung kemih. Otot detrusor
(otot polos kandung kemih) berkontraksi melalui saraf parasimpatis S2-S4.
Mekanisme sfingter uretra meliputi otot polos proksimal uretra (berkontraksi
melalui saraf somatis dengan stimulasi kolinergik T11-L2), otot lurik distal
uretra (berkontraksi melalui saraf somatis dengan stimulasi kolinergik S2-
S4), dan jaringan-jaringan muskulofasial pendukung. Pada wanita, jaringan-
jaringan ini membentuk sebuah “tempat tidur gantung” dua lapis yang
mendukung dan menekan uretra ketika tekanan abdomen meningkat.
Kandung kemih dan uretra bagian proksimal disokong oleh dinding
vagina anterior, otot levator ani, fasia pubo servikalis, fasia pubo uretralis dan
arkustendenious. Pada keadaan persalinan pervaginam, penyokong uretra
proksimal dan leher kandung kemih menjadi rusak dan melemah, sehingga
11
bladder neck dan uretra proksimal menjadi hipermobilitas. Bila tekanan intra
abdominal (tekanan transmisi) meningkat mendadak, tekanan ini akan
ditransmisikan pada seluruh organ – organ visceral termasuk pada kandung
kemih, leher kandung kemih dan uretra bagian proksimal. Tekanan transmisi
pada kandung kemih akan lebih tinggi daripada tekanan transmisi yang
mengenai leher kandung kemih dan uretra. Hal ini akan menyebabkan stress
inkontinensia urin, seperti pada penderita mendadak batuk, tertawa, bersin.
12
kemih akibat jaringan pendukung yang lemah atau kegagalan penutupan
uretra.
2. Urgency (Desakan): Terdapat detrusor overactivity (DO) yang
menyebabkan kontraksi otot detrusor berlebih saat pengisian kandung
kemih.
3. Fungsional: Terdapat masalah kesehatan yang mengganggu mobilitas
untuk mencapai tempat berkemih maupun masalah yang mengganggu
kemampuan kognitif untuk mengenali dan bereaksi terhadap pengeluaran
kandung kemih.
4. Overflow (Luapan): Terjadi retensi urin kronis, sehingga volume residual
pasca kemih meningkat dan kandung kemih cepat penuh. Hal ini
menyebabkan kebocoran urin yang sering (Delancey dan Ashton-miller,
2004)
F. Diagnosis
1. Anamnesis
13
Pada urge inkontinensia penderita akan mengeluhkan keluarnya urin
dalam jumlah banyak pada saat yang tidak diharapkan seperti saat
tidur.
Tipe campuran kedua di atas penderita mengeluhkan gejala seperti
yang terdapat pada kedua tipe di atas
Selain itu, bladder diary berguna untuk mengukur gejala dan mencatat
jumlah dan jenis episode inkontinensia urin. Bladder diary juga
digunakan untuk mencatat waktu pengosongan dan volume yang
dikeluarkan (diukur oleh alat yang ditempatkan di toilet). Pasien harus
menlengkapi catatan selama minimal 2-3 hari (Scientific Committee of
the First International Consultation on Incontinence, 2000).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan meliputi identifikasi adanya prolaps organ pelvis terkait
serta kemampuan untuk memulai kontraksi otot-otot dasar panggul.
Tes stres batuk dengan kandung kemih yang penuh juga dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi adanya inkontinensia urin stress. Tes
dilakukan dengan meminta pasien yang kandung kemihnya penuh untuk
batuk pada posisi terlentang atau litotomi. Tes ini positif jika terdapat
kebocoran stres klinis - didefinisikan sebagai kebocoran tidak disengaja
dari uretra yang sinkron dengan usaha atau aktivitas fisik, atau saat bersin
atau batuk - diamati. Jika kebocoran tidak terlihat pada posisi terlentang,
dapat diulang dalam posisi berdiri.
Penting juga untuk memeriksa adanya edema ekstremitas bawah dan
status kognitif secara keseluruhan, dan untuk melakukan pemeriksaan
neurologis atau kelainan lainnya yang dapat menyebabkan inkontinensia
urin (Scientific Committee of the First International Consultation on
Incontinence, 2000).
3. Pemeriksaan Penunjang
Urine lengkap: untuk menilai mikrohematuria, glukosa, protein,
leukosit, dan nitrit, dan untuk menyingkirkan infeksi sebagai
penyebab akut
Kultur urine
Uroflow (mengukur aliran)
14
Tes Batuk. Pada tes ini kandung kemih diisi dengan cairan steril
kurang lebih 250 ml melalui kateter. Kemudian kateter dicabut
penderita diminta untuk melakukan valsava atau batuk dan
diobservasi keluarnya urin pada saat batuk atau tindakan valsava
Mengukur volume residual pasca-kemih dengan ultrasound atau
kateterisasi
Sistometri: untuk melihat anatomi kandung kemih (Scientific
Committee of the First International Consultation on Incontinence,
2000)
Tatalaksana
15
detrusor. Latihan ini lebih dikenal sebagai latihan Kegel, harus dilakukan
beberapa kali sehari dan perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke
waktu agar manfaat dapat dipertahankan.
Jika inkontinensia urin tidak membaik dengan perubahan gaya hidup dan
latihan Kegel, tatalaksana berikutnya tergantung pada jenis inkontinensia
urin sesuai algoritma.
16
Antidepresan Duloxetine (Inggris)
Persarium inkontinensia: karet yang dimasukkan lewat vagina,
memberiksan tekanan pada dinding anterior vagina sehingga
menyangga uretra, bahkan menutupnya.
17
Gambar 3. Algoritma penanganan inkontinensia urin.
F. Prognosis
Inkontinensia urin memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup
pasien, termasuk hilangnya percaya diri dan menurunnya kemampuan untuk
bersosialisasi dan hidup mandiri. Tatalaksana bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup dan harus disesuaikan dengan masing-masing penderita. Tidak ada pengobatan
yang sepenuhnya menyembuhkan, dan terapi kombinasi mungkin bermanfaat.
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
Anger JT, Scott VC, Kiyosaki K, Khan AA, Weinberg A, Connor SE, et al.
Development of quality indicators for women with urinary
incontinence. Neurourol Urodynam2013;32:1058-63
Haylen BT, de Ridder D, Freeman RM, Swift SE, Berghmans B, Lee J, et al. An
International Urogynecological Association (IUGA)/International Continence
Society (ICS) joint report on the terminology for female pelvic floor
dysfunction. Int Urogynecol J2010;21:5-26
National Institute for Health and Clinical Excellence. Urinary Incontinence: The
Management of Urinary Incontinence in Women. 2006. London: NICE.
Sievert KD, Amend B, Toomey PA, Robinson D, Milsom I, Koelbl H, et al. Can we
prevent incontinence? ICI‐RS 2011. Neurourol Urodyn. 2012;31(3):390-9.
20
Uebersax JS, Wyman JF, Shumaker SA, McClish DK, Fantl JA. Short forms to
assess life quality and symptom distress for urinary incontinence in women: the
incontinence impact questionnaire and the urogenital distress inventory.
Continence Program for Women Research Group. Neurourol
Urodynam1995;14:131-9
Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AM, Peters CA. Urinary incontinence
and pelvic prolapse: epidemiology and pathophysiology. In: Wein AJ, ed.
Campbell-Walsh urology. 10th ed. Elsevier Saunders, 2012:1871-95.
Wood LN, Anger JT. Urinary incontinence in women. BMJ 2014; 349:g4531
Wyman JF, Burgio KL, Newman DK. Practical aspects of lifestyle modifications and
behavioural interventions in the treatment of overactive bladder and urgency
urinary incontinence. Int J Clin Pract2009;63:1177-91
21