Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS PRAKTIK ORIENTASI KLINIK DASAR

PADA KASUS INKONTINENSIA URINE

Diajukan Guna Menyelesaikan Tugas Orientasi Klinik Dasar

Disusun Oleh:
SYIFA RAHMADANTI
021611047
PROGRAM STUDI DIV FISIOTERAPI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINAWAN
TAHUN 2018
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 2

1.1. Anatomi ......................................................................................................... 2

1.2. Fisiologi ......................................................................................................... 2

BAB II ANALISIS KASUS ....................................................................................... 5

2.1 Definisi .......................................................................................................... 5

2.2 Patofisiologi................................................................................................... 5

2.3 Etiologi .......................................................................................................... 5

2.4 Faktor Resiko ................................................................................................ 7

2.5 Gejala Klinis .................................................................................................. 7

BAB III ASSESMENT FISIOTERAPI .................................................................... 9

3.1 Anamnesa ........................................................................................................ 9

3.2 Pemeriksaan Fisik / Khusus ............................................................................ 9

3.3 Problematika Fisioterapi ............................................................................... 11

3.4 Diagnosa Fisioterapi ..................................................................................... 11

PENUTUP ................................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 14

LAMPIRAN DOKUMENTASI .............................................................................. 15

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Anatomi

Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus-menerus menghasilkan urine, dan
berbagai saluran dan reservoir yang dibutuhkan untuk membawa urine keluar tubuh.
Ginjal merupakan organ berbentuk kacang yang terletak di kedua sisi kolumna
vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tertekan
ke bawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan kutub
atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Kedua ureter merupakan saluran yang
panjangnya sekitar 10 sampai 12 inchi (25–30 cm), terbentang dari ginjal sampai
vesika urinaria.

1.2. Fisiologi

Vesika urinaria adalah suatu kantong berotot yang dapat mengempis, terletak
di belakang simfisis pubis. Vesika urinaria mempunyai tiga muara : dua dari ureter
dan satu menuju uretra. Detrusor kandung kemih adalah otot polos yang muncul
sebagai rajutan serat yang dapat dikenal hanya pada saluran keluar kandung kemih
sebagai tiga lapisan yang berbeda: longitudinal sebelah luar, sirkular di bagian
tengah, dan longitudinal sebelah dalam.
Dua fungsi vesika urinaria adalah:
(1) sebagai tempat penyimpanan urine sebelum meninggalkan tubuh dan
(2) berfungsi mendorong urine keluar tubuh dibantu uretra.
Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari vesika urinaria
sampai ke luar tubuh ; panjang pada perempuan seitar 1 ½ inchi (4 cm) dan pada laki-
lak sekitar 8 inchi (20 cm). muara urethra yang keluar tubuh disebut meatus urinarius.
Di bagian proksimal dibatasi oleh epitel transisi dan di bagian distal oleh epitel
skumosa yang bertingkat. Uretra terutama dikelilingi oleh otot polos. Spingter uretra

2
otot lurik, yang mengelilingi sepertiga pertengahan dari uretra merupakan 50% dari
reistensi uretra secara keseluruhan dan berlaku sebagai pertahanan sekunder terhadap
inkontinensia.
Inervasi saluran kemih berada dibawah kendali saraf simpatik dan parasimpatik
yang mengandung komponen motoris dan sensoris. Serabut efferent parasimpatik
berasal dari segmen medulla spinalis S2-S4 menuju ke m. detrussor, berganti neuron
pada dinding vesica urinaria dan berfungsi pula sebagai penghambat bagi otot polos
vesicae dan m.sphincter urethra. Stimulus parasimpatis menimbulkan kontraksi
dinding vesicae urinaria dan relaksasi sphincter urethra. Perangsangan saraf
parasimpatik pelvis dan pemberian obat kolinergik menyebabkan otot detrusor
berkontraksi. Obat anti kolenergik mengurangi tekanan gelembung dan meningkatkan
kapasitas kandung kemih. Serat simpatis berasal dari segmen torako lumbal (T10-L2)
pada medulla spinalis. Sistem simpatis mempunyai komponen adrenergik alfa dan
beta. Serat beta berakhir terutama pada otot detrusor, sementara serat alfa berakhir
terutama pada uretra. Rangsangan adrenergik alfa mengerutkan leher kandung kemih
dan uretra, serta mengendurkan detrusor. Perangsangan adrenergik beta
mengendurkan otot uretra dan otot detrusor. Saraf pudendum (S2-S4) memberikan
inervasi motorik pada sfingter lurik uretra. Serabut sensible membawa stimulus nyeri
dan dan stimulus pembesaran vesicae (distensi, vesica terasa penuh). Stimulus nyeri
dibawa oleh serabut-serabut simpatis dan parasimpatis.(9,10,15) Fisiologi
Pembentukan dan Ekskresi Urine
Pembentukan urine dimulai dalam korteks dan berlanjut selama bahan
pembentukan urine tersebut mengalir melalui tubulus dan duktus pengumpul. Urine
yang terbentuk kemudian mengalir ke dalam duktus papilaris Belini, masuk ke dalam
kaliks minor, kaliks mayor, pelvis ginjal, dan akhirnya meninggalkan ginjal melalui
ureter menuju vesika urinaria. Dinding kaliks, pelvis, dan ureter mengandung otot
polos yang dapat berkontraksi secara berirama dan membantu mendorong urine
melalui saluran kemih dengan gerakan peristaltik. Pengeluaran kemih diatur oleh
otot-otot yong disebut sfingter (terletak di dasar kandung kencing dan di dinding
saluran kencing).

3
Di dalam keadaan normal sfingter akan menghalangi pengeluaran urine dengan
menutup kandung kemih dan salurannya. Ibarat sebuah balon yong terikat ujungnya,
apabila sfingter relaksasi akan terjadi pengeluaran kemih. Pada saat yang sama otot
dinding kandung kemih akan berkontraksi dan mendorong urine keluar. Selain itu
terjadi mekanisme detrusor. Otot detrusor merupakan otot berlapis pada kandung
kemih yang terlihat dalam mekanisme bersama dengan saraf pelvis, medulla spinalis
dan pusat di korteks serebri. Jika kandung kemih penuh oleh air kemih, impuls saraf
disampaikan ke saraf pelvis dan medulla spinalis terus ke pusat di korteks serebri.
Daerah bagian bawah (ganglia basales dan otak kecil) menyebabkan kandung kemih
menjadi rileks. Kegagalan pusat ini akibat penyakit-penyakit tertentu akan
mempengaruhi kesanggupan berkemih.

4
BAB II
ANALISIS KASUS

2.1 Definisi

Incontinencia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan atau
sosial. Variasi dari incontinencia urine meliputi keluar hanya beberapa tetes urin atau
sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi
(disertai pengeluaran feses) (Agung, 2008).

Kelompok lanjut usia adalah sekelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Setiabudhi, 1999). Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki lanjut
usia mengalami penurunan. Faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan
incontinencia adalah faktor psikologis. Selain itu ada faktor anatomis, degenerasi dan
fisiologis dapat mencakup kerusakan saraf spinal, yang menghancurkan mekanisme
normal untuk berkemih dan rasa ingin menghentikannya.

2.2 Patofisiologi

Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:

 Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk
atau bersin. Bisajuga disebabkan oleh kelainan di sekeliling daerah saluran kenc
ing.
 Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.
 Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih,
urine banyak dalamkandung kemih sampai kapasitas berlebihan.

2.3 Etiologi

Inkontinensia urine bukanlah sebuah penyakit, melainkan sebuah gejala.


Penyebab inkontinensia urine pun beragam, mulai dari pola kebiasaan sehari-hari

5
hingga adanya kondisi medis yang mendasarinya. Berikut ini penjelasan secara lebih
rinci mengenai penyebab inkontinensia urine sesuai dengan jenis-jenisnya.

 Penyebab inkontinensia dorongan: Penyebab inkontinensia jenis ini


berkaitan erat dengan otot yang melapisi dinding kandung kemih. Otot-otot
tersebut berkontraksi secara berlebihan, sehingga meningkatkan dorongan
seseorang untuk berkemih. Kontraksi otot kandung kemih ini dipicu oleh
berbagai hal seperti minum alkohol atau kafein secara berlebihan, konstipasi,
infeksi saluran kemih, atau beberapa kondisi kelainan saraf.
 Penyebab inkontinensia stres: Inkontinensia stres terjadi pada saat tekanan
dalam kandung kemih lebih kuat dibandingkan kemampuan uretra untuk
menahan urine supaya tidak keluar. Uretra adalah saluran yang mengalirkan
urine keluar dari tubuh. Kelemahan uretra ini dapat disebabkan oleh
gangguan pada proses persalinan, obesitas, penyakit Parkinson atau multipel
sklerosis, atau kerusakan uretra akibat tindakan operasi.
 Penyebab inkontinensia luapan: Tersumbatnya kandung kemih biasanya
terjadi akibat pembesaran kelenjar prostat, adanya batu kandung kemih,
adanya kerusakan saraf, atau konstipasi.
 Penyebab inkontinensia total: Kandung kemih tidak mampu menampung
urine sama sekali umumnya dikarenakan adanya gangguan pada kandung
kemih sejak lahir, cedera pada saraf tulang belakang, serta munculnya
lubang (bladder fistula) di antara kandung kemih dan organ sekitanya,
misalnya vagina.
Selain itu, beberapa obat-obatan juga dapat mengganggu proses
penyimpanan dan penyaluran urine yang normal, serta dapat meningkatkan
produksi urine. Obat-obatan tersebut adalah:
 Obat anti-depresan.
 Obat untuk hormone replacement therapy (HRT).
 Obat sedatif.

6
 Penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitor).
 Diuretik.

2.4 Faktor Resiko

Ada beberapa faktor yang memperbesar risiko seseorang mengalami inkontinensia


urine, yaitu:
 Kelebihan berat badan. Berat badan yang berlebih akan menambah tekanan
dan melemahkan otot-otot kandung kemih.
 Bertambahnya usia. Otot pada pada kandung kemih dan uretra akan semakin
melemah ketika usia seseorang bertambah tua.
 Menderita gejala saluran kemih bawah (LUTS).
 Penyakit lainnya. Diabetes atau penyakit neurologis lainnya dapat
meningkatkan resiko seseorang menderita inkontinensia urine.
 Faktor keturunan. Kemungkinan seseorang terkena inkontinensia urine akan
lebih besar jika ada anggota keluarga yang menderitanya.
 Berjenis kelamin wanita. Inkontinensia tekanan lebih beresiko menyerang
wanita, karena bentuk anatominya. Selain itu wanita juga mengalami kehamilan,
melahirkan, dan menopause yang memperbesar resiko inkontinensia urine.

2.5 Gejala Klinis

Gejala inkontinensia urine berbeda-beda, tergantung dari jenis inkontinensia yang


dialami. Gejala-gejalanya adalah sebagai berikut:
 Inkontinensia dorongan. Pada jenis ini, urine dapat keluar akibat perubahan
posisi, atau bahkan hanya dengan mendengarkan suara aliran air. Urine juga
dapat keluar dengan tidak disadari pada saat melakukan hubungan seksual.
 Inkontinensia stres. Urine terutama keluar atau merembes pada saat ada
tekananan pada kandung kemih, seperti bersin, tertawa keras, batuk, atau angkat
beban. Jumlah urine yang keluar umumnya hanya sedikit, namun bisa juga
banyak saat tekanan semakin besar atau saat kandung kemih penuh.

7
 Inkontinensia luapan. Pada kondisi ini, kandung kemih biasanya akan berisi
tumpukan sisa urine sehingga urine akan keluar sedikit-sedikit secara sering.
Selain itu, penderita akan selalu merasa ada sisa urine yang mengganjal,
meskipun sudah berusaha mengosongkan kandung kemih.
 Inkontinensia total. Ini merupakan kondisi yang cukup parah di mana
penderita seringkali akan mengeluarkan urine dalam jumlah banyak, bahkan
pada malam hari.
Seorang yang menderita gejala saluran kemih bawah/lower urineary tract
symptoms (LUTS) cenderung berisiko mengalami inkontinensia urine. LUTS umum
terjadi di kalangan wanita atau pria yang memasuki usia tua. Seseorang dengan
kondisi ini akan mengalami gangguan dalam menahan urine, gangguan ketika
mengeluarkan urine, dan gangguan setelah mengeluarkan urine

8
BAB III
ASSESMENT FISIOTERAPI

3.1 Anamnesa

 Anamnesis Umum :

Nama, Umur, Sex, Alamat, Pekerjaan, Hobby, dll.

 Anamnesis Khusus :

KU : sering ngompol & tdk disadari.

Kapan :

Penyebab :

RPP :

 Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital


a) Tekanan darah : mmHg
b) Denyut nadi : x /menit
c) Pernapasan : x /menit
d) Temperatur : °C
e) Tinggi Badan : Cm
f) Berat Badan : Kg

3.2 Pemeriksaan Fisik / Khusus

 PEMERIKSAAN FISIK

 INSPEKSI :

1. Statis

Perhatikan posture serta ekspresi pasien, perhatikan region lumbal


Abdominal Muscle Gluteus dll

2. Dinamis

9
Dapat dilihat ketika pasien berjalan (tidak terlalu memeberikan informasi)

Melakukan?

 PEMERIKSAAN FUNGSI :
- Orientasi Test :
Suruhlah pasien untuk batuk, kemudian tanyakan apakah saat itu ada
urine yang keluar
- Pemeriksaan Aktif
Pasien disuruh untuk menahan BAK&BAB, apakah pasien
mampu melakukan?
- Pemeriksaan Pasif
TIMT sulit dilakukankecemasan tampak pada wajahnya.
 PEMERIKSAAN SPESIFIK FISIOTERAPI :
- Palpasi
Tes uji ngedan pasien duduk dibangku, pahanya dibuka, kemudian
mengedan atau batuk.
- vesika diisi dengan cairan berwarna biru melalui kateter, kemudia
n pasien diberi handukuntuk mengalas pada bagian kelaminnya, se
lanjutnya disuruh berjalan, batuk atau mengedan.}Kekuatan Otot
Pelvic Floor
- Muscle Endurance.
- The perfect scheme MERUPAKAN anonim dari :
P : POWER
E : ENDURANCE
R : REPETITION
F : FAST
ECT : EVERY CONTRACTION TIME
POWER :
DIGAMBARKAN DENGAN NILAI 0 – 5
0 : Tidak ada kontrol

10
1 : Ada denyutan di jari
2 : Dirasa ada peningkatan tegangan tanpa terangkat .
3 : Ketegangan meningkat dengan pengangkatan dinding posterior vagina
4: Peningkatan tegangan dengan kontraksi yang baik serta mampu
mengangkat dinding posterior vagina dengan tahanan.
5 : Tahanan kuat dapat dilakukan dan jari penguji terjepit.
- Endurance: untuk mengukur daya tahan yang menggambarkan lamanya
tahanan satu kontraksi dari 0 – 10
- REPETITION: mengukur pengulangan gerakan otot
- FAST mengukur kecepatan otot dengan nilai 1 – 10
kali kontraksi (kontraksi cepat)
Dasar panggul dengan nilai pengulangan 1-10 kali ulangan istirahat 4 detik
sebelum kontraksi berikutnya lebih dari 4 detik tanda kelelahan

 PEMERIKSAAN TAMBAHAN
- Laboratorium
- X-Ray

3.3 Problematika Fisioterapi

Problematik fisioterapi yang terjadi antara lain: Urine dapat keluar dengan
tidak disadari ,dapat mengganggu ektivitas sehari- hari . tidak ada kompilkasi yang
serius dalam kaus ini. Terjadi kelemahan otot-otot kemaluan dan pinggul.

3.4 Diagnosa Fisioterapi

Dalam mendiagnosis inkontinensia urine, dokter mungkin akan bertanya


tentang gejala yang dirasakan dan riwayat medis, kemudian baru melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien.
Selain pemeriksaan fisik, dokter biasanya juga akan menjalankan beberapa
pemeriksaan seperti:

11
 Analisis urine. Dokter akan meneliti sampel urine pasien untuk mencari ada
tidaknya tanda infeksi, kandungan darah atau kondisi abnormal lainnya.
 Uji dipstick. Dokter akan menyelupkan stik khusus yang sudah dilumuri
bahan kimia khusus ke dalam sampel urine pasien. Stik ini dapat berubah
warna jika ditemukan bakteri atau kandungan abnrmal lain dalam sampel
urine.
 Sistogram. Dokter akan memasukkan selang kateter ke dalam uretra serta
kandung kemih untuk menyuntikkan cairan warna khusus, untuk kemudian
dilihat menggunakan pencitraan sinar-X.
 Tes sisa urine, akan dilakukan untuk melihat jumlah urine yang tersisa dalam
kandung kemih setelah pasien buang air kecil.
 Ultrasonografi pelvis. Digunakan untuk melihat ada tidaknya kelainan pada
struktur saluran kemih.
 Pemeriksaan urodinamik. Tes dilakukan dengan cara memasang selang
kateter melalui uretra menuju ke kandung kemih, kemudian diisi air. Tes ini
dilakukan untuk menguji kekuatan kandung kemih untuk menampung cairan
serta kekuatan otot uretra.
 Sistoskopi. Dokter akan memasukkan sebuah alat berupa selang kecil dengan
kamera melalui uretra. Kelainan di sepanjang saluran kemih akan tampak dari
kamera tersebut.

12
PENUTUP

Inkontinensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan
sosial.
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan
fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan
berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan
seseorang tidak dapat menahan air seni.Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain
terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi
urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet.
Inkontinensia Urine adalah pengeluaran urine tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan atau
sosial.
Penyebab:
a. Adanya kelemahan dari otot dasar panggul.
b. Produksi urine berlebihan karena berbagai sebab, misalnya gangguan metabolik,
seperti DM, harus dipantau.
c. Asupan cairan yang berlebihan
d. Gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urine
meningkat atau adanya ganggguan kemampuan / keinginan untuk ke toilet.
Patofisiologi:
Inkontinensia urine bisa disebabkan karena komplikasi dari penyakit infeksi
saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan
abdomen secara tiba-tiba.
Jenis-jenis:

13
a. Inkontinensia Urgensi
b. Inkontinensia Tekanan
c. Inkontinensia Aliran Yang Berlebihan(Over Flow Inkontinensia)

DAFTAR PUSTAKA

1. Botros, Sylvia M. sand, Peter K. Urinary Incontinence. Diunduh


pada: http://www. menopausemgmt. com/issues/13-05/MM 13-
5_1ncontinence.pdf pada tanggal 28 Mei 2012..
2. Resnick NM. Urinary incontinence in the elderly. Medical Grand Rounds
1984;3:281-90
http://eprints.ums.ac.id/21939/13/9RR._NASKAH_PUBLIKASI.pdf
3. Agung. 2008. Incontinencia urine. diakses tgl 26 mei 2012
(http://Agungrakhmawan.wordpress.com/2008/09/17/penatalaksanaanincontin
encia-urine/) Callahan. 2004.
4. Anatomi panggul dan isinya dalam ilmu kandungan. Jakarta: Yayasan bina
pustaka
5. Eriksen BC, Eik-Nes S. 1989. Long term electrostimulation of the pelvic
floor. primary therapy in female stress incontinence: Urologia international;
44: 90-95
6. Freeman. 2004. Buku ajar uroginekologi. Jakarta: Fakulats Kedokteran
Universitas Indonesia
7. http://akrafpeduli.blogspot.co.id/2012/03/manajemen-fisioterapi-pada-
lansia.html
8. http://fisioterapigeriatri.blogspot.co.id/2017/10/inkontinensia-urine.html
9. Nanda. 2009. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC
10. Wilkinson M Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan NOC. Jakarta: EGC

14
11. https://ristofisioterapi.blogspot.co.id/2015/01/fisioterapi-pada-inkontinensia-
urin.html
12. http://brocosasak.blogspot.co.id/2008/10/inkontinensia-urin_23.html

LAMPIRAN DOKUMENTASI

FISIOTERAPI NARASUMBER
NAMA : Dra. Hj Neneng Rosidah SSt.Ft
Praktik : Klinik Fisioterapi
Di Perumahan Kemang Ifi
Jatiasih-Bekasi

15

Anda mungkin juga menyukai