Anda di halaman 1dari 14

GANGGUAN PADA VESIKA URINARIA

SEMESTER 1

Kelompok :3

Kelas : LA-1B

Nama Anggota :

1. Shofiatun Kholilah (NIM 152111913156)


2. Dwi Meilani Hamzah (NIM 152111913158)
3. Madania Sholikha (NIM 152111913159)
4. Agny Pratista (NIM 152111913160)
5. Indri Rahmawati (NIM 152111913161)
6. Khairatri Asmaramadhani (NIM 152111913164)
7. Dina Arismaniatul (NIM 152111913166)
8. Defana Putri Nitasari (NIM 152111913170)
9. Ajeng Melani (NIM 152111913173)
10. Riszka Pertiwi (NIM 152111913172)
11. Istifarosita (NIM 152111913176)

Dosen : Joko Susanto, S.Kep., Ns., M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS VOKASI

KAMPUS LAMONGAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2021/2022
2

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
Gangguan Pada Vesika Urinaria.

Makalah ini disusun demi memenuhi kebutuhan tugas yang diberikan oleh dosen dan telah
kami susun dengan semaksimal mungkin dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki kesalahan dari makalah
ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Gangguan Pada Vesika Urinaria
ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Lamongan, 29 Oktober 2021

Penulis

Kelompok 3
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHSAN
2.1 Materi ........................................................................................................................ 6
2.2 Gangguan ................................................................................................................... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 14
4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vesika urinaria atau kandung kemih yang merupakan suatu organ dalam sistem perkemihan
dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara urine sebelum dikeluarkan dari tubuh
melalui urethra. Vesika urinaria terletal di dalam pelvis dan berbentuk seperti kantung yang
terbuat oleh jaringan ikat dan otot polos. Lapisan otot ini mampu menampung urine hingga
mencapai kapasitas 3000-4000 ml, namun jika sudah terisi hingga 250-450 cc maka akan
timbul keinginan untuk melakukan miksi (rangsangan saraf untuk mengosongkan vesika
urinaria).

Pada kondisi normal, seseorang akan berkemih sebanyak 6-8 kali dalam 24 jam.
Namun, fungsi vesika urinaria dapat menurun akibat bertambahnya usia, masalah kesehatan
dan lainnya. Frekuensi jumlah urine yang banyak ataupun sedikit dapat menandakan
gangguan otot atau penyakit pada vesika urinaria. Gangguan vesika urinaria umumnya
menyebabkan rasa nyeri dan beberapa gejala lain. Dampaknya adalah seseorang akan sulit
untuk menahan berkemih atau bahkan tidak bisa berkemih sama sekali.

Gangguan pada vesika urinaria terjadi karena adanya bakteri, penumpukan suatu zat
yang terkandung di dalam urine ataupun hilangnya kontrol otot kandung kemih karena
masalah bertambahnya usia. Pengobatan yang dilakukan jika sudah terkena penyakit kandung
kemih adalah dengan mengkonsumsi obat-obatan sesuai resep dokter, melakukan terapi dan
pemakaian alat medis serta melakukan operasi jika diperlukan.

Pencegahan agar kesehatan vesika urinaria selalu tetap terjaga adalah dengan
menghindari semua faktor-faktor yang menyebabkan masalah pada urine, minum air yang
cukup, tidak merokok, membatasi konsumsi minuman berakohol atau kafein, tidak menunda
buang air kecil, jaga berat badan agar tetap sehat serta lakukan olahraga ringan yang akan
menguatkan otot-otot kandung kemih.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah kandung kemih itu ?


2. Bagaimana cara mengatasi gangguan di kandung kemih ?
3. Apa saja penyebab gangguan di kandung kemih ?
5

4. Bagaimanakah anatomi, fisiologi, dan gangguan di kandung kemih ?


5. Bagaimana ciri kandung kemih jika mengalami gangguan ?

1.3 Tujuan

1. Dapat mengetahui apa itu kandung kemih


2. Dapat mengetahui cara mengatasi gangguan di kandung kemih
3. Dapat mengetahui apa saja penyebab gangguan di kandung kemih
4. Dapat mengetahui anatomi, fisiologi, dan gangguan yang dialami di kandung kemih
5. Dapat mengetahui ciri kandung kemih jika mengalami gangguan
6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Materi
Kandung kemih merupakan kantong yang menampung air kemih, berhubungan dengan ginjal
melalui dua ureter dan di bagian distal terdapat uretra. Kandung kemih terdiri atas otot polos
yang secara anatomi dibagi menjadi korpus dan trigonum. Secara histologis dinding kandung
kemih terdiri atas lapisan mukosa, lapisan submukosa, lapisan muskularis, dan lapisan serosa.
Otot polos di bagian korpus disebut dengan otot detrusor. Pada daerah trigonum terdapat dua
muara ureter dan pangkal uretra.
Di sekitar pangkal uretra terdapat otot polos yang disebut sfingter uretra internum
yang berfungsi mempertahankan tonus uretra sehingga urin tidak keluar dari kandung kemih
melalui uretra. Di luar kandung kemih, uretra melewati diafragma urogenital yang terdiri atas
otot serat lintang, dan susunan otot serta lintang ini disebut sfingter uretra eksternum. Sfingter
uretra eksternum berkontraksi terus menerus supaya urin tidak keluar dari kandung kemih.
Spfingter uretra eksternum ini dapat berelaksasi baik karena reflex maupun karena kendali
dari otak.
Kandung kemih mendapat persarafan dari medula spinalis sakral II-IV yang keluar
sebagai saraf parasimpatetik pleksus pelvikus dan pleksus sakralis menuju kandung kemih
sebagai nervus pudendus. Perangsangan saraf parasimpatetik nervus pudendus menyebabkan
kontraksi otot detrusor dan relaksasi sfingter uretra internum.
Saraf simpatetik untuk kandung kemih berasal dari medula spinalis torakal XI – lumbal
II. Saraf ini keluar melalui pleksus hipogastrika menuju kandung kemih. Saraf simpatetik
mempunyai reseptor alfa dan beta. Reseptor alfa terletak di otot polos leher kandung kemih
sekitar pangkal uretra. Perangsangan reseptor alfa menyebabkan kontraksi bagian bawah
kandung kemih dan menghambat pengosongan kandung kemih. Sebaliknya, inhibisi reseptor
alfa akan menyebabkan relaksasi leher kandung kemih dan terjadi miksi.
Reseptor beta terletak di korpus kandung kemih. Perangsangan reseptor beta
menyebabkan relaksasi otot detrusor sehingga menambah kapasitas kandung kemih, dan
sebaliknya, inhibisi reseptor beta menyebabkan kontraksi otot detrusor sehingga terjadi
pengeluaran air kemih karena peningkatan tekanan intra vesika. Dua fungsi kandung kemih
adalah:
1) Sebagai tempat penyimpanan urine sebelum meninggalkan tubuh
7

2) Kandung kemih berfungsi mendorong urin keluar tubuh dengan dibantu uretra.

2. 2 Gangguan
1. Infeksi saluran kemih (ISK)
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi pada sistem saluran kemih, mulai dari
meatus uretra sampai ke ginjal. Susunan anatominya meliputi uretra, kandung kemih, ureter,
pelvis renalis, dan parenkim ginjal. Organ lain yang kadang dapat memberikan manifestasi
ISK berulang adalah prostat, epididimis dan juga fasia perirenal.Akan tetapi menurut Bishop
batasan dari ISK masih kontroversi, dan sangat dipengaruhi oleh kemampuan teknik
biomolekuler modern untuk mendeteksi fragmen bakteri dalam jaringan atau biofilm adheren
dari kuman meskipun koloni kuman dalam urin tidak bermakna (signifikan).
Pengobatan dan Pencegahan ISK
Ada 2 strategi pengobatan farmakologi dan pencegahan ISK saat ini :
1. Kemoterapi dengan antibiotik dan
2. Vaksinasi.

2. Batu saluran kemih


Merupakan penyakit dimana didapatkan masa keras di sepanjang daerah saluran kemih, batu
saluran kemih dapat ditemukan pada sistem saluran kemih bagian atas dan saluran kemih
bagian bawah, yang dapat menimbulkan rasa nyeri, penyumbatan saluran kemih dan dapat
menyebabkan perdarahan.
Terdapat dua faktor yang membentuk penyakit batu saluran kemih yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dipengaruhi pada diri seseorang, sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang didapat dari luar. Faktor eksternal lebih banyak
mempengaruhi kejadian penyakit batu saluran kemih diantaranya faktor geografi, pola hidup,
pekerjaan, cuaca, dan kebiasaan (Wardani et al., 2014).

Batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, oksalat fosfat, batu kalsium dan kalsium
fosfat (80%), sedangkan yang lain batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat (struvite),
sistein atau kombinasi keduanya (David, 2008). Batu Saluran Kemih pada laki laki 3-4 kali
lebih banyak daripada wanita, karena kadar kalsium air kemih pada wanita lebih rendah
daripada laki-laki. Batu Saluran Kemih lebih banyak dijumpai pada orang dewasa antara
umur 30-60 tahun, pria rata 43,06 % (Lina et al,2008).
8

3. Inkontinensia urin
Inkontinensia urin merupakan salah satu gangguan perkemihan yang terjadi pada lanjut usia.
Kejadian inkontinensia urin dapat disebabkan karena menurunnya fungsi kandung kemih dan
penurunan otot di sekitar saluran kemih.Inkontinensia urin merupakan kondisi yang dialami
tubuh dimana pengeluaran urin yang tidak terkendali dan atau tanpa disadari oleh pasien.
Penyebabnya antara lain neuropati arkus refleks, disfungsi neurologis,
kerusakan refleks kontraksi otot detrusor, trauma, kerusakan medula spinalis, dan kelainan
anatomis berupa fistula. Gejala dan tanda mayor yang muncul pada diagnosis ini antara lain
keluarnya urin tanpa distensi, nokturia, residu urin 100 ml. Adapun kondisi yang terkait
dengan inkontinensia urin adalah asma, alergi, penyakit neurologis, cedera kepala, multiple
sklerosis demielinisasi saraf, neuropati alkohol (Ackley & Makic, 2017).

4. Disfungsi kandung kemih


Merupakan salah satu masalah berkemih tersering pada anak. Disfungsi tersebut dapat
berhubungan dengan kelainan saraf (disebut disfungsi neurogenik atau neuropatik) atau tanpa
kelainan saraf (disebut disfungsi non-neurogenik atau non-neuropatik). Disfungsi kandung
kemih juga dikenal dengan istilah lower urinary tract dysfunction (LUTD) yang berupa
sekumpulan gejala dan disebut lower urinary tract symptoms (LUTS); serta bladder (and
bowel) dysfunction atau disebut sindrom eliminasi disfungsional jika disertai dengan
gangguan defekasi. Manifestasi klinis disfungsi kandung kemih sangat bervariasi, bergantung
pada patofisiologi saat pengisian atau pengosongan kandung kemih.3,5–7 Disfungsi saat
pengisian atau penyimpanan (filling or storage) antara lain overactive atau underactive
bladder, sindrom urgensi, inkontinensia urin, dan inkontinensia yang dipicu tawa (giggle
incontinence).
Disfungsi saat pengosongan (emptying) antara lain disfungsi berkemih, staccato
voiding, infrequent voiding, sindrom Hinman, sindrom Ochoa, dan postvoid dribbling.
Manifestasi lain yang ditemukan adalah enuresis, polakiuria, holding maneuvers, refluks
vaginal, dan disfungsi detrusor.

5. Hematuria atau urin berdarah


Merupakan suatu gejala yang ditandai dengan adanya darah atau sel darah merah didalam
urin yang disebabkan oleh adanya inflamasi seperti pada saluran kemih serta dapat juga
disebabkan oleh benign prostat hypertrophy, cystitis, carcinoma blader, batu pelvis renal atau
ureter, dimana diantaranya bisa berasal dari tumor ganas yang terdapat pada saluran kemih.
9

Dalam hal ini Hematuria merupakan gejala yang penting dan serius sehingga diperlukan
strategi dalam mencari penyebab hematuria, agar dapat mendiagnosis penyebab hematuria
dapat ditegakkan secara pasti, diperlukan pemeriksaan yang sistematik dan terarah meliputi
anamnesis, pemerikasaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti
Blass Nier Oversich – Intra Venous Pyelogram (BNO-IVP) dimana pemeriksaan ini
dianjurkan pada setiap kasus hematuria dan sering digunakan untuk menentukan fungsi
ekskresi ginjal. Umumnya, menghasilkan gambaran terang saluran kemih dari ginjal sampai
dengan kandung kemih, Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu saluran kemih, kelainan
bawaan saluran kemih, tumor , trauma saluran kemih, serta beberapa penyakit infeksi saluran
kemih.
Hematuria dibagi dalam dua jenis, yakni Hematuria Makroskopik dan Hematuria
Mikroskopik. Hematuria gros atau hematuria makroskopik adalah hematuria yang dapat
terlihat dengan mata telanjang, sedangkan hematuria mikroskopik adalah hematuria yang
hanya dapat terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopik atau uji dipstik. Hematuria
makroskopik berasal dari glomerulus pada nefropati IgA, vaskulitis renal, dan sebagai
komplikasi antikoagulasi. Selain itu juga dapat berasal dari kerusakan tubulus renal sekunder
dan Acute Kidney Injury (AKI). Hematuria makroskopik yang berlangsung secara tiba-tiba
dan disertai bekuan darah, hampir dipastikan berasal dari ekstra-glomerulus, biasanya
disebabkan karena infeksi, inflamasi, batu saluran kemih, atau keganasan. Sedangkan,
Hematuria Mikroskopik asimtomatik persisten (persistent isolated microscopic hematuria)
berasal dari glomerulus, mempunyai prognosis ad malam bermakna dalam studi epidemiologi,
yang meningkatkan risiko gagal ginjal tahap akhir.
Darah dalam urine dapat berasal dari dalam ginjal (glomerulus, tubulus, dan
interstisium) atau dari saluran kemih (ureter, buli-buli, dan uretra). Proteinuria, torak eritrosit,
dan eritrosit dismorfik yang menyertai hematuria berasal dari jejas glomerulus.
Perdarahan dari saluran kemih dapat digolongkan menjadi 2 kelompok. Kelompok
pertama adalah hematuria glomerular atau hematuria nefrologik, yaitu perdarahan akibat
gangguan pada nefron. Kelompok kedua adalah hematuria urologik, yaitu perdarahan yang
berasal dari sistem pengepul (collecting) urine, yaitu buli-buli atau uretra.
6. Sistitis
Sistitis (inflamasi kandung kemih merupakan gangguan yang disebabkan oleh menyebarnya
infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam
kandung kemih (refluks uretrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.
Sistitis biasanya memperlihatkan gejala, seperti :
10

• Disuria (nyeri waktu berkemih)


• Peningkatan frekuensi berkemih.
• Perasaan ingin berkemih.
• Adanya sel-sel darah putih dalam urin.
• Nyeri punggung bawah atau suprapubic.
• Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.

7. Karsinoma Kandung Kemih (Kanker Kandung Kemih)

Karsinoma kandung kemih adalah suatu penyakit keganasan yang mengenai kandung kemih
dan menempati urutan ke-4 keganasan pada laki-laki, dan urutan ke-10 pada perempuan.
Kejadian penyakit ini lebih tinggi pada orang kulit putih dibanding kulit hitam, 2,5 kali lebih
sering pada laki-laki dibandingkan perempuan, dan terbanyak dijumpai pada usia 60-70 tahun.

Etiologi penyakit ini diduga berhubungan dengan beberapa faktor, seperti: kebiasaan
merokok, pekerjaan yang berkontak dengan zat kimia yang bersifat karsinogenik (golongan
aromatik amin), obat-obatan antara lain siklofosfamid, dan infeksi parasit schistosoma
haematobium. Trauma fisik terhadap lapisan uroepitelial yang diinduksi infeksi,
instrumensasi, dan kalkulus dapat meningkatkan resiko terjadinya keganasan. Terdapat
beberapa zat yang diduga berhubungan dengan penyakit ini, tetapi belum dapat dibuktikan,
seperti: kopi, alkohol, pemanis siklamat dan sakarin.

Secara histopatologi karsinoma kandung kemih terdiri dari 95% karsinoma sel
transisional, 3% karsinoma sel skuamosa, dan 2 % adenokarsinoma. 75%-80% tumor
menyebabkan lesi superfisial, 20 % terdapat invasi tumor ke otot, dan 5% telah
bermetastasis.Gejala klinis karsinoma kandung kemih 80-90% berupa hematuria dan 25%
mengeluh urgensi, frekuensi, disuri, dan nyeri pinggul setelah kencing. Lima persen dari
penderita yang telah terjadi metastasis mengeluhkan penurunan berat badan, demam, nyeri
tulang, dan gejala yang berhubungan dengan metastase di paru dan hati.

Diagnosis karsinoma kandung kemih berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan


laboratorium, radiologi, ultrasonografi, dan tomografi komputer. Dengan biopsi jaringan dan
pemeriksaan histopatologi dapat dipastikan diagnosis penyakit ini. Pengobatan dan prognosis
penderita karsinoma kandung kemih tergantung pada stadium penyakit yang didasarkan pada
pemeriksaan histopatologi.
11

BAB III

PENUTUP

Gangguan pada kandung kemih meliputi Infeksi saluran kemih, Batu saluran kemih,
Inkontinensia urin, Disfungsi kandung kemih, Hematuria atau urin berdarah, sisitis dan
karsinoma kandung kemih. Kandung kemih sendiri adalah bagian dari sistem saluran kencing
yang terdapat di dalam tubuh manusia. Ada berbagai faktor yang bisa menjadi penyebab
ganguan pada kandung kemih yakni karena tidak membersihkan kelamin dengan benar, tidak
buang air kecil setelah berhubungan seksual, kurang minum air. sistem imunitas yang lemah,
penyakit penghambat urine, penggunaan alat kontrasepsi, pemasangan kateter dan masih
banyak lagi .

Seiring bertambahnya usia, kondisi kandung kemih juga akan berubah, fungsinya juga
akan menurun. Maka dari itu menjaga kesehatan kandung kemih harus dilakukan sejak dini
untuk menghindari terjadinya infeksi atau bahkan kanker. Cara sederhana untuk menjaga dan
merawat kandung kemih agar tetap sehat antara lain dengan :

a. Minum air putih yang cukup


Minum air putih 2 liter atau 8 gelas per hari. Konsumsi air putih 1 gelas dengan
interval 2 jam dimulai dari bangun tidur sampai hingga pukul 21.00 WIB sebelum tidur.

b. Latihan otot dasar panggul


Latihan ini dapat membantu memperkuat otot dasar panggul yang mengontrol kandung
kemih agar bekerja lebih baik dan otot tidak lemah.

c. Buang air kecil setelah berhubungan seksual


Buang air kecil setelah berhubungan intim dapat membantu menyiram bakteri keluar dari
sistem kemih sehingga dapat terhindar dari infeksi saluran kencing

d. Buang air kecil teratur


Membuang air kecil setidaknya setiap 2 jam atau lebih sekali. Menahan urine dalam
kandung kemih terlalu lama dapat membuat kandung kemih terinfeksi. Sedangkan bila
buang air terlalu sering akan membuat otot dasar panggul melemah dan akan sangat
mengganggu aktivitas sehari-hari.
12

e. Cara cebok yang benar


Arah cebok yang benar adalah dari depan kebelakang untuk menghindari infeksi
kandung kemih. Letak uretra dan anus yang berdekatan terutama wanita dengan cara
cebok yang salah dapat menyebarkan bakteri dari anus ke kandung kemih.

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan mengenai gangguan vesika urinaria di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Kandung kemih merupakan kantong yang menampung air kemih, berhubungan dengan
ginjal melalui dua ureter dan di bagian distal terdapat uretra. Kandung kemih terdiri atas
otot polos yang secara anatomi dibagi menjadi korpus dan trigonum. Dua fungsi kandung
kemih adalah: sebagai tempat penyimpanan urine sebelum meninggalkan tubuh, kandung
kemih berfungsi mendorong urin keluar tubuh dengan dibantu uretra.
2. Beberapa gangguan yang bisa terjadi di kandung kemih antara lain yaitu :
a. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi pada sistem saluran kemih,
mulai dari meatus uretra sampai ke ginjal, Batu saluran kemih Merupakan penyakit
dimana didapatkan masa keras di sepanjang daerah saluran kemih.
b. Batu saluran kemih dapat ditemukan pada sistem saluran kemih bagian atas dan
saluran kemih bagian bawah, yang dapat menimbulkan rasa nyeri, penyumbatan
saluran kemih dan dapat menyebabkan perdarahan.
c. Inkontinensia urin merupakan salah satu gangguan perkemihan yang terjadi pada
lanjut usia. Kejadian inkontinensia urin dapat disebabkan karena menurunnya fungsi
kandung kemih dan penurunan otot di sekitar saluran kemih.
d. Disfungsi kandung kemih merupakan salah satu masalah berkemih tersering pada
anak. Disfungsi tersebut dapat berhubungan dengan kelainan saraf (disebut disfungsi
neurogenik atau neuropatik) atau tanpa kelainan saraf (disebut disfungsi non-
neurogenik atau non-neuropatik).
e. Hematuria atau urin berdarah adalah suatu gejala yang ditandai dengan adanya darah
atau sel darah merah didalam urin yang disebabkan oleh adanya inflamasi seperti
pada saluran kemih serta dapat juga disebabkan oleh benign prostat hypertrophy,
cystitis, carcinoma blader, batu pelvis renal atau ureter, dimana diantaranya bisa
berasal dari tumor ganas yang terdapat pada saluran kemih.
f. Sistitis (inflamasi kandung kemih merupakan gangguan yang disebabkan oleh
menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari
13

uretra ke dalam kandung kemih (refluks uretrovesikal), kontaminasi fekal,


pemakaian kateter atau sistoskop.
g. Karsinoma kandung kemih (kanker kandung kemih) adalah suatu penyakit
keganasan yang mengenai kandung kemih. Etiologi penyakit ini diduga
berhubungan dengan beberapa faktor, seperti: kebiasaan merokok, pekerjaan yang
berkontak dengan zat kimia yang bersifat karsinogenik (golongan aromatik amin),
obat-obatan antara lain siklofosfamid, dan infeksi parasit schistosoma haematobium.
14

DAFTAR PUSTAKA

Haryadi. Kaniya, Tantri Dwi. Anggunan. Uyun, Diana. (2020). Ct-Scan Non Kontras Pada
Pasien Batu Saluran Kemih. Diakses pada 29 Oktober 2021,dari (https://akper-
sandikarsa.e-journal.id/JIKSH/article/download/272/221/)

Pardede, Sudung O. Iskandar, William J. Nadeak, Bernadetha. (2018). Disfungsi Kandung


Kemih Non-Neurogenik pada Anak: Diagnosis dan Tata Laksana. Diakses pada
29 Oktober 2021,dari
(http://ejournal.uki.ac.id/index.php/mk/article/download/868/704)

Purwanto, Hadi. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan Medikal
Bedah II. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Diakses pada 29
Oktober 2021, dari (http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/KMB-2-Komprehensif.pdf)

Senduk, Samuel S. Linda W.A. Rotty. (2007). Karsinoma Kandung Kemih. Manado:
Universitas Sam Ratulangi. Diakses pada 29 Oktober 2021, dari
(https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/download/844/662)

Simanullang, Poniyah. (2020). Karakteristik Pasien Batu Saluran Kemih di Rumah Sakit
Martha Friska Pulo Brayan Medan Tahun 2015/2017. Medan: Universitas Darma
Agung. Diakses pada 29 Oktober 2021,
dari (https://jurnal.darmaagung.ac.id/index.php/jurnaluda/article/download/136/157)

Soemyarso, Ninik A. Risky Vitria P. Wihasto Suryaningtyas. (2018). Hematuria Pada Anak.
Surabaya: Universitas Airlangga. Diakses pada 29 Oktober 2021, dari
(https://repository.unair.ac.id/95464/2/Buku%20Hematuria%20pada%20Anak.pdf)

Suyanto. (2019). Inkontinensia Urine Pada Lansia Perempuan. Diakses pada 29 Oktober
2021,dari
(http://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id/index.php/stikes/article/view/411)

Syukri, Maimun. (2009). Penanganan Infeksi Saluran Kemih. Diakses pada 29 Oktober
2021,dari (http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/download/9430/7415)

Washud. Hariyanto, Tanto. (2016). Biomedik dasar


(Anatomi,fisiologi,Biokimia,Fisika,Biologi). Jakarta Selatan: Pusat Pendidikan
Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Wibowo, tri. (2013). Karakteristik Gambaran Pemeriksaan Blass Nier Oversich- Intra
Venous Pyelogram Pada Penderita Hematuria di Bagian Radiologi RSUD Raden
Mattaher Jambi. Diakses pada 29 Oktober 2021,dari (https://online-
journal.unja.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/1365)

Anda mungkin juga menyukai