Anda di halaman 1dari 44

TUGAS PBL

SKENARIO 4
MENGEJAN PADA SAAT BUANG AIR KECIL

Disusun oleh : KELOMPOK 12

1. Angga Putra Surya Rahmadhani 18700017


2. I Putu Wahyu Widnyana yasa 18700019
3. Enrico Tjoanda 18700021
4. I Kadek Alam Yudistira 18700023
5. I Kadek Wawan Agus Wijaya 18700025
6. Jacob Maia Camoes 18700027
7. Ni Made Mawar Dwiari 18700029
8. Herizal Idwar 17700030
9. I Komang Ricky Arya 17700127

PEMBIMBING TUTOR : dr. Meivy Isnoviana, M.H.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya
sehingga tugas Small Group Discussion berjudul “SKENARIO 4 MENGEJAN PADA
SAAT BUANG AIR KECIL” Makalah ini disusun untuk mahasiswa untuk memahami
permasalahan atau topik dari skenario yang sudah disediakan dalam buku pedoman modul
mahasiswa pada mata Kuliah Ilmu kedokteran Terintegrasi. Di harapkan setelah menganalisa
mendalam suatu problem atau sebuah kasus yang sudah disediakan, Mahasiswa bisa
memahami dan dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan pembelajaran dalam rangka
perkuliahan di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Penyusun menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan dan memberikan bantuan serta kemudahan untuk makalah ini. Makalah ini tidak
lepas dari segala kekurangan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati, kami mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca untuk penyempurnaan ke depan.

Surabaya, 2 Desember 2020

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I SKENARIO 4.........................................................................................................1
BAB II KATA KUNCI......................................................................................................2
BAB III PROBLEM..........................................................................................................3
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................................4
4.1 Batasan................................................................................................................4
4.2 Anatomi dan Fisiologi........................................................................................4
4.3 Patofisiologi ........................................................................................................14
4.4 Patomekanisme ..................................................................................................15
4.5 Jenis-jenis penyakit yang berhubungan...........................................................15
4.6 Gejala Klinis ......................................................................................................17
4.7 Pemeriksaan Fisik..............................................................................................17
4.8 Pemeriksaan Penunjang Penyakit....................................................................19
BAB V HIPOTESIS AWAL (DIFERENTIAL DIAGNOSIS)......................................21
BAB VI ANALISIS DARI DIFERENTIAL DIAGNOSIS............................................22
BAB VII HIPOTESIS AKHIR.........................................................................................28
BAB VIII MEKANISME DIAGNOSIS..........................................................................29
BAB IX STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH................................................30
9.1 Penatalaksanaan.................................................................................................30
9.2 Prinsip Tindakan Medis ...................................................................................31
BAB X PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI...................................................................33
10.1 Cara Penyampaian Prognosis Kepada Pasien / Keluarga Pasien...............33
10.2 Komplikasi........................................................................................................33
10.3 Cara Merujuk Pasien.......................................................................................34
10.4 Pencegahan Penyakit.......................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
SKENARIO 4

An. Tarjo usia 1 tahun, dibawa ibunya ke instalasi gawat darurat dengan keluhan tidak
dapat buang air kecil. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sebelum ini selalu menangis
dan mengejan pada saat buang air kecil. Sekarang bahkan tidak dapat buang air kecil dan
anaknya demam sejak dua hari yang lalu.

1
BAB II

KATA KUNCI

1. An. Tarjo usia 1 tahun


2. Keluhan tidak dapat buang air kecil
3. Selalu menangis dan mengejan pada saat buang air kecil
4. Tidak dapat buang air kecil

2
BAB III

PROBLEM

1. Penyakit apa saja yang menyebabkan An. Tarjo tidak dapat buang air kecil?
2. Bagaimana anatomi dan patofisiologi dari penyakit yang dialami An. Tarjo?
3. Pemeriksaan apa yang dilakukan untuk menentukan diagnosis penyakit tersebut?
4. Apa diagnosa untuk penyakit tersebut?
5. Apa differential diagnosis dari kasus tersebut?
6. Bagaimana pentalaksanaan secara farmakologi dan non farmakologi dari diagnosis
tersebut?
7. Bagaimana prognosis dari penyakit tersebut?

3
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Batasan
Adapun batasan yang digunakan pada kasus ini berhubungan dengan tidak
dapat buang air kecil yang dirasakan anak Tarjo, berusia 1 tahun. Diharapkan dengan
adanya batasan pada skenario ini tidak ada kesalahpahaman serta dapat memberikan
informasi dengan tepat.

4.2 Anatomi dan Fisiologi

Sistem urogenital merupakan sistem yang terdiri dari sistem urinarius dan
sistem genitalia. Dimana sistem urinarius dibagi menjadi traktur urinarius bagian atas
dan bagian bawah. Traktus urinarius bagian atas terdiri dari ginjal, pelvis renalis dan
ureter, sedangkan traktur urinarius bagian bawah terdiri dari vesika urinaria dan
uretra. Untuk sistem genitalia eksterna pada pria dan wanita berbeda, pada pria terdiri
dari penis, testis dan skrotum sedangkan pada wanita berupa vagina, uterus dan
ovarium. Pada kasus ini kita berfokus kepada sistem urogenitalia laki-laki.

Gambar 1. Anatomi Sistem Urogenitalia

4.2.1 Ginjal

4
Ginjal adalah organ utama sistem perkemihan yang memroses plasma darah
dan mengeluarkan buangan dalam bentuk urin melalui organ perkemihan yang
meliputi ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal adalah organ tubuh yang berfungsi
untuk mengeluarkan urin, sisa hasil metabolism tubuh adalam bentuk cairan.

Gambar 2. Anatomi Ginjal

Ginjal terletak pada dinding bagian luar rongga perut, rongga terbesar dalam
tubuh manusia, tepatnya di sebelah kanan dan kiri tulang belakang. Fungsi ginjal
adalah mengatur keseimbangan air, konsentrasi garam dalam darah, keseimbangan
asam-basa darah, serta ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam.

4.2.2 Ureter

Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan
urin dari pielum ginjal ke dalam kandung kemih. Setiap ureter pada orang dewasa
memiliki panjang kurang lebih 20 cm, memiliki dinding yang terdiri atas mukosa
yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang
dapat melakukan gerakan peristaltic (berkontraksi) untuk mengeluarkan urin ke
kandung kemih.

4.2.3 Kandung Kemih

Kandung kemih (buli-buli atau bladder) merupakan sebuah kantong yang


terdiri atas otot halus, berfungsi menampung urin. Kandung kemih merupakan organ
yang berongga yang terletak di sebelah anterior tepat di belakang os pubis. Sebagian
besar dinding kandung kemih tersusun dari otot polos yang dinamakan muskulus

5
detrusor. Kontraksi otot ini berfungsi untuk mengosongkan kandung kemih pada saat
urinasi (buang air kecil).

Pada dasar kandung kemih terdapat lapian tengah jaringan otot berbentuk
lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkar yang berfungsi menjaga
saluran antara kandung kemih dan uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan urine
dari kandung kemih keluar tubuh. Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan
rangsangan motoris ke otot lingkar bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat
rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendor dan terjadi kontraksi sfingter bagian
dalam sehingga urine tetap tinggal di dalam kandung kemih dan rangsangan
penghalang ke bagian dalam otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan
terjadinya kontraksi otot detrusor dan kendurnya sfingter.

Gambar 3. Anatomi Kandung Kemih

4.2.4 Uretra

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari kandung kemih
melalui proses miksi. Uretra secara anatomi dibagi menjadi 2 bagian, yaitu uretra
posterior dan uretra anterior. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang
terletak pada perbatasan kandung kemih dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang
terletak pada pembatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri
atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatetik sehingga pada saat kandung
kemih penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris
yang dipersarafi oleh sistem somatick. Panjang uretra pada pria dewasa antara 23-25
cm yang berfungsi sebagai saluran reproduksi sedangkan panjang uretra pada wanita

6
antara 3-5 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan
pengeluaran urin lebih sering terjadi pada pria.

4.2.5 Kelenjar Prostat

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak dibawah dari kandung
kemih/buli-buli, didepan rectum dan membungkus uretra posterior. Berbentuk seperti
buah kemiri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar
prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang mengandung kalsium, ion sitrat,
ion fosfat, enzim pembekuan, dan profibrinolisin. Selama pengisian, simpai kelenjar
prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer
seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah jumlah semen lebih
banyak lagi. Sifat cairan prostat yang sedikit basa mungkin penting untuk
keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya
asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan sebagai akibatnya, akan
menghambat fertilisasi sperma. Selain itu, sekret vagina bersifat asam (pH 3,5−4).
Sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH sekitarnya meningkat menjadi 6−6,5.
Akibatnya, cairan prostat yang sedikit basa mungkin dapat menetralkan sifat asam
cairan seminalis lainnya selama ejakulasi, dan juga meningkatkan motilitas dan
fertilitas sperma.

4.2.6 Testis

Testis berjumlah 2 dengan bentuk ovoid, pipih dengan ketebalan ± 2,5 cm,
berwarna putih, terletak di dalam cavum skroti. Testis terletak di ekstra abdominal
atau di luar perut testis berada pada kantung scrotum kanan dan kiri pada umumnya
testis sebelah kiri letaknya lebih rendah dibandingkan sebelah kanan. Ukuran testis
rata – rata 4 x 3 x 2,5 cm, dengan berat ± 32gram. Morfologi testis terdapat 2
permukaan datar disebut facies lateralis medialis dan 2 kutub atau polus yaitu polus
superior dan polus inferior. Testis dibungkus oleh tunika vaginalis pars parietalis,
tunika vaginalis pars visceralis, tunika albuginea dan tunika vaskulosa. Testis
memiliki lobulus yang dipisahkan oleh septum testis yang dibentuk dari penebalan
tunika albuginea. Setiap lobus pada testis terdiri dari tubulus seminiferus dan
interstitial testis.

7
Testis memiliki fungsi ganda, yaitu untuk memproduksi hormon yaitu
androgen, testosteron dan dihidrotestosteron, dan untuk memproduksi spermatozoa.
Sekitar 80% dari massa testis terdiri dari tubulus seminiferus. Proses pembentukan
spermatozoa disebut spermatogenesis. Spermatozoa dibentuk dari sel germinal
primitive di sepanjang dinding tubulus seminiferous. Di dalam tubulus seminiferus
juga terdapat sel Sertoli yang memiliki fungsi membantu sel germinal dalam
memelihara suasana agar sel tersebut dapat berkembang dan menjadi dewasa,
mengirimkan sinyal untuk memulai spermatogenesis dan mempertahankan
perkembangan spermatid, mengatur fungsi kelenjar pituitari sekaligus mengontrol
spermatogenesis. Di antara tubulus seminiferus terdapat sel Leydig yang
memproduksi testosteron dan dihidrotestosteron keduanya adalah suatu hormon
steroid yang berasal dari prekursor kolestrol. Hormon ini akan disekresikan ke dalam
aliran darah terutama dalam bentuk terikat ke protein plasma menuju ketempat
kerjanya. Sebgaian dari testosteron yang baru dibentuk mengalir ke lumen tubulus
seminiferus tempat hormon ini berperan penting dalam produksi sperma.Efek
testosteron dapat dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu (1) Efek sebelum lahir,
untuk memaskulinisasi saluran reproduksi dan genetalia eksterna, serta mendorong
turunnya testis ke dalam skrotum, (2) Efek pada jaringan spesifik seks setelah lahir,
untuk mendorong pertumbuhan dan pematangan sistem reproduksi saat masa pubertas
serta proses spermatogenesis dan memelihara saluran reproduksi sepanjang masa
dewasa, (3) Efek terkait reproduksi lainya, untuk membentuk dorongan seks saat
pubertas dan mengontrol sekresi hormon gonadotropin, (4) Efek pada karakteristik
seks sekunder, untuk memicu pertumbuhan rambut pria contohnya janggut serta
menyebabkan suara lebih berat karena menebalnya lipatan pita suara dan mendorong
pertumbuhan otot yang membentuk pola tubuh pria, (5) Efek non-reproduktif, untuk
efek anabolik protein, mendorong pertumbuhan tulang saat pubertas, menutup
lempeng epifisis setelah diubah menjadi estrogen oleh aromatase dan memicu
perilaku agresif.

8
Gambar 4. Anatomi Testis

4.2.7 Epididimis

Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti sosis terdiri atas caput, corpus
dan cauda epididimis. Corpus epididimis dihubungkan dengan testis melalui ductuli
eferen. Vaskularisasi epididimis berasal dari arteri testikularis dan arteri deferensialis.
Di sebelah caudal, epididimis berhubungan dengan vas deferens. Sel – sel
sepermatozoa setelah diproduksi di dalam testis dialirkan ke epididimis. Disini
spermatozoa mengalami maturase sehingga menjadi motil (dapat bergerak) dan
disimpang di dalam cauda epididimis sebelum dialirkan ke vas deferens.

4.2.8 Vas Deferens

Vas deferens merupakan organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 30-35
cm, bermula dari cauda epididimis dan berakhir pada ductus ejakulatorius di uretra
posterior. Dalam perjalanannya menuju ductus ejakulatorius, ductus deferens dibagi
dalam beberapa bagian yaitu :

1. Pars tunika vaginalis.


2. Pars scrotalis.
3. Pars inguinalis.
4. Pars pelvicum.
5. Pars ampularis.

Pars scrotalis ini merupakan bagian yang dipototong dan diligasi pada saat
vasectomi. Ductus ini terdiri atas otot polos yang mendapatkan persarafan dari sistem
simpatik sehingga dapat berkontraksi untuk menyalurkan sperma dari epididimis ke
uretra posterior.

4.2.9 Vesikula Seminalis

9
Vesikula seminalis terletak di dasar buli-buli dan disebelah cranial dari
kelenjar prostat. Panjangnya ± 6 cm berbentuk sakula – sakula. Vesikkula seminalis
menghasilkan cairan yang merupakan bagian dari semen. Cairan ini diantaranya
adalah fruktosa, berfungsi dalam memberi nutrisi pada sperma. Bersama – sama
dengan vas deferens, vesikula seminalis bermuara di dalam duktus ejakulatorius.

4.2.10 Penis

Penis terdiri dari tiga komponen utama : bagian distal (glans atau kepala),
bagian tengah (corpus atau shaft) dan bagian proksimal (root). Pada bagian kepala
terdapat glans dan sulkus koronaria, yang ditutup oleh foreskin (virtual sac),
permukaan bagian dalam dilapisi oleh membran halus. Glans bersifat kenyal, dan
berbentuk konus, serta terdiri dari meatus, corona dan frenulum. Meatus urethralis
vertikal dan berlokasi pada apeks, dimana muncul frenulum, . glans corona
merupakan lipatan lingkaran pada dasar glans. Pada permukaan glans terdapat empat
lapisan anatomi: lapisan membran mukosa, termasuk epitelium dan lamina propria,
korpus spongiosum dan korpora kavernosa. Tunika albuginea memisahkan kedua
struktur ini, penile atau pendulous urethra terletak ventral didalam korpus dan glans;
sementara korpus spongiosum yang erektil mengelilinginya.Pemotongan transversal
dari shaft akan menampilkan kulit, dartos dan fascia ganda yang disebut dengan
penile fascia, albuginea dan korpus kavernosum.

Komponen anatomi utama dari penis adalah korpus, glans dan preputium.
Korpus terdiri dari korpora kavernosa (jaringan rongga vaskular yang dibungkus oleh
tunika albuginea) dan di bagian inferior terdapat korpus spongiosum sepanjang uretra
penis. Seluruh struktur ini dibungkus oleh kulit, lapisan otot polos yang dikenal
sebagai dartos, serta lapisan elastik yang disebut Buck fascia yang memisahkan penis
menjadi dorsal (korpora kavernosa) dan ventral (korpus spongiosum).

Kulit glans penis tersusun oleh pelapis epitel tatah berlapis tanpa keratin
sebanyak lima hingga enam lapis, setelah sirkumsisi bagian ini akan membentuk
keratin. Glans dipisahkan dengan korpus penis oleh balanopreputial sulcus pada aspek
dorsal dan lateral dan oleh frenulum pada regio ventral. Kelenjar sebaseus pada penis
dikenal sebagai kelenjar Tyson dan bertanggungjawab atas produksi smegma.

10
Gambar 5. Anatomi Penis

Uretra terbagi atas tiga bagian : prostatik (segmen proksimal pendek yang
dikelilingi oleh prostat), membranosa atau bulbomembranosa (memanjang dari kutub
bawah prostat hingga bulbus korpus spongiosum) dan penil (yang melewati korpus
spongiosum). Secara histopatologi, pelapis epitel uretra adalah tipe transisional di
bagian proksimal (prostatik), stratified squamous pada bagian distal yang
berhubungan dengan fossa navicularis dan stratified atau epitel pseudostratified
kolumnar bersilia pada kanal. Metaplasia skuamosa pada epitel umumnya disebabkan
oleh pengobatan dengan preparat estrogen. Struktur kelenjar yang berhubungan
dengan uretra adalah kelenjar intraepitelial dari lakuna Morgagni (kelenjar intraepitel
silindris selapis), Kelenjar Littre (Kelenjar musinus tubuloacinar sepanjang korpus
spongiosum), dan bulbouretral atau kelenjar Cowper (mucous acinar pada profunda
membran uretra). Drainase limfatik penis terdapat pada nodus superfisial dan
profunda. Di bagian sentral beranastomosis diantara pembuluh-pembuluh limfe yang
menghasilkan drainase bilateral.

4.2.11 Histologi

11
Penis adalah organ yang terbuat dari beberapa lapisan jaringan yang berbeda.
Bagian luar penis ditutupi dengan kulit daerah kemaluan sekitarnya. Banyak reseptor
sensorik di kulit penis yang memungkinkan untuk menerima rangsangan sensorik
selama hubungan seksual. Kedalam, kulit penis terdiri lapisan jaringan subkutan yang
berisi pembuluh darah dan serat protein yang longgar ke jaringan di bawahnya.

Di bawah jaringan subkutan adalah lapisan yang keras dan elastis berupa
jaringan ikat fibrosa yang dikenal sebagai tunika albuginea. Tunika albuginea
memainkan peran penting dengan memberikan kekuatan dan dukungan kepada penis
ketika menjadi ereksi. Di dalam tunika albuginea tiga massa jaringan erektil: dua
corpora cavernosa dan corpus spongiosum. Para kavernosum (tunggal: corpus
cavernosum) mengisi daerah punggung kiri dan kanan tubuh penis, sedangkan corpus
spongiosum mengelilingi uretra pada sisi ventral tubuh dan di kelenjar. Daerah-daerah
ini adalah jaringan ereksi yang terisi darah dan penis mengeras selama masa gairah

seksual.

4.2.12 Fisiologi
Fungsi reproduksi pada pria dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu spermatogenesis,
kegiatan seksual, dan pengaturan fungsi reproduksi.
1. Spermatogenesis
Tubulus seminiferus mengandung banyak sel epitel germinativum
yang berukuran kecil dinamakan spermastogenia. Sel ini membelah diri
membentuk 2 spermatosis yang masing-masing mengandung 23 kromosom.
Setelah beberapa meminggu menjadi spermatozoa. Spermatid ketika pertama
kali dibentuk masih mempunyai sifat umum sel epiteloid, kemudian

12
sitoplasma menghilang, spermatid memanjang menjadi spermatozoa yang
terdiri dari kepala, leher, badan dan ekor.

Setelah pembentukan tubulus seminiferus, sperma masuk ke


seminiferus selama 18 jam sampai 10 hari hingga mengalami proses
pematangan. Epididymis menyekresi cairan yang mengandung hormone,
enzim, dan gizi yang sangat penting dalam proses pematangan sperma,
sebagian besar pada vas deferens dan sebagian kecil didalam epididymis.

2. Penyimpanan dan pematangan sperma


Setelah terbentuk dalam tubulus seminiferus sperma membutuhkan
waktu beberapa hari untuk melewati epididymis. Sperma memiliki
kemampuan motilitas. Beberapa factor dapat menghambat motilitas. Ejakulasi
menyekresi cairan yang mengandung hormone testosterone, hormone
estrogen, enzum-enzim, serta nutrisi khusus untuk pematangan sperma.

Kedua testis dapat membentuk sperma kira-kira 120 juta setiap hari.
Sejumlah kecil sperma dapat disimpan dalam epididymis dan sebagian besar
disimpan dalam vas deferens dan ampula vas deferens, dan dapat
mempertahankan fertilitasnya dalam duktus genetalis selama 1 bulan. Pada
aktivitas seksualitas yang tinggi, penyimpanan hanya beberapa hari saja.

Motilitas dan fertilitas sperma terjadi karena gerakan flagella melalui


medium cairan. Sperma normal cenderung untuk bergerak lurus dan bukan
berputar. Aktivitas ini ditingkatkan dalam medium netral dan sedikit basa.
Pada medium yang sangat asam dapat mematikan sperma dengan cepat
aktivitas sperma meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu dan
kecepatan metabolisme. Sperma pada traktus genitalia wanita hanya dapat
hidup 1 sampai 2 hari.

Epitel sekretorik vesika seminalis menyekresi bahan mucus yang


mengandung fruktosa, asam sitrat, prostaglandin dan fibrinogen. Setelah vas
deferens mengeluarkan sperma, mucus ini akan menambah semen yang
diejakulasi. Fruktosa dan zat gizi lainnya dalam cairan dibutuhkan oleh
sperma yang diejakulasi sampai salah satu dari sperma membuahi ovum.
Prostaglandin membantu proses pembuahan melalui reaksinya dengan mucus

13
serviks, sehingga membuat lebih reseptif terhadap gerakan sperma sampai
mencapai ujung atas tuba falopii dalam waktu 5 menit.

Kelenjar prostat menghasilkan cairan encer yang mengandung fosfat,


enzim pembeku, dan profibrinolisin. Selama pengisisan kelenjar prostat
berkontrasi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer
dikeluarkan dan menambah lebih banyak jumlah semen. Sifat yang sedikit
basa dari cairan prostat memungkinkan keberhasilan fertilisai ovum karena
cairan vas diferen sedikit asam. Cairam prostat menetralisir sifat asam dari
cairan lain setelah ejakulasi.

3. Semen
Semen berasal dari vas deferens, merupakan cairan yang terakhir
diejakulasi. Semen berfungsi untuk mendorong sperma keluar dari duktus
ejakulatorius dan uretra. Cairan dari vesikula seminalis mebuat semen lebih
kental. Enzim pembeku dari cairan prostat menyebabkan fibrinogen dari
cairan vesikula seminalis membentuk kuagulum yang lemah. Sperma dapat
hidup beberapa minggu dalam duktus genitalia pria. Setelah sperma
diejakulasi ke dalam semen, jangka hidup maksimal hanya 24-48 jam.

4.3 Patofisiologi

Patofisiologi fimosis dibedakan berdasarkan penyebabnya. Fimosis fisiologis


berhubungan dengan pemisahan epitel preputium dan glans penis yang terus berkembang
hingga beberapa tahun pertama kehidupan. Fimosis patologis mayoritas terjadi akibat
inflamasi kronik atau berulang pada preputium hingga menimbulkan scar dan cincin fibrotik
di sekitar orifisium preputium.

1. Patofisiologi Fimosis Fisiologis


Preputium mulai berkembang pada usia gestasi 8 minggu dan menutupi glans penis
secara lengkap pada usia kehamilan 16 minggu. Lapisan epitel pada glans dan
preputium berdekatan hingga mengalami perlekatan. Pemisahan lapisan epitel
dimulai secara proksimal melalui proses deskuamasi dengan pembentukan ruang-
ruang kecil yang kemudian bergabung membentuk kantung preputium.
Pemisahan epitel yang berdekatan antara preputium dan glans penis adalah proses
yang terus berkembang.Pemisahan yang tidak lengkap pada saat lahir hingga tahun

14
ketiga kehidupan merupakan bawaan atau fimosis fisiologis. Ereksi intermiten dan
keratinisasi epitel bagian dalam secara gradual akan memisahkan preputium dan
glans sehingga retraksi dapat dilakukan.
2. Patofisiologi Fimosis Patologis
Fimosis patologis atau fimosis yang didapat merupakan kondisi sekunder yang
melibatkan inflamasi kronik atau rekuren pada preputium. Sangat jarang ditemukan
fimosis patologis primer atau akibat kelainan kongenital. Pada fimosis patologis
ditemukan skar dan cincin fibrotik yang menghambat retraksi preputium.

4.4 Patogenesis

Terjadinya adesi alamiah antara preputium dengan glans penis. Sampai usia 3-4
tahun, penis tumbuh dan berkembang. Debris yang dihasilkan oleh epitel preputium
(smegma) mengumpul di dalam preputium dan perlahan-lahan memisahkan preputium
dengan glans penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa preputium dan glans penis yang
mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya.Ereksi penis yang terjadi secara
berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil
dan dapat ditarik ke arah proksimal. Pada usia 3 tahun, 90% preputium sudah dapat
diretraksi. Pada sebagian anak, preputium tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung
preputium mengalami penyimpangan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi miksi. Biasanya
anak menangis dan pada ujung penis tampak menggelembung. Air kemih yang tidak lancar,
kadang-kadang menetes dan memancar dengan arah yang tidak dapat diduga. Kalau sampai
terjadi infeksi, anak akan menangis setiap buang air kecil dan dapat pula disertai demam.
Ujung penis yang tampak menggelembung disebabkan oleh adanya penyempitan pada ujung
preputium karena terjadi perlengketan dengan glans penis yang tidak dapat ditarik ke arah
proksimal. Adanya penyempitan tersebut menyebabkan terjadi gangguan aliran urin pada saat
miksi. Urine terkumpul di ruang antara preputium dan glans penis, sehingga ujung penis
tampak menggelembung.

15
4.5 Jenis-jenis Penyakit yang Berhubungan
1. Phymosis
Phymosis adalah ketidakmampuan untuk menarik kulup penis yang menyempit
atau kulup di belakang kepala penis. Ini adalah keluhan yang tidak jarang terjadi
dimana seorang anak dibawa ke klinik anak. Orang tua sering kali terlalu cemas
dan terlalu khawatir tentang kelainan ini pada bayi atau balita mereka. Sebagian
besar kasus ini berakhir dengan intervensi bedah berupa sirkumsisi (Shahid S.K.,
2012)
2. Paraphymosis
Paraphymosis terjadi ketika kulup penis ditarik ke atas kelenjar dan tidak dapat
kembali dalam posisi normalnya. Cincin ketat pada kulit preputial menyempitkan
penis bagian distal yang menyebabkan oklusi vaskular dan bila tidak ditangani
dengan cepat, dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan amputasi parsial
(Palmisano, F., 2017).
3. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri pada kandung kemih dan
struktur terkait. Sebagian besar kasus ISK disebabkan oleh bakteri E. coli, namun
juga dapat disebabkan oleh infeksi bakteri lainnya seperti Proteus, Klebsiella, dan
Enterococcus. Faktor risiko utama ISK adalah penggunaan kateter. Selain itu,
manipulasi uretra juga menjadi faktor risiko. Hubungan seksual dan penggunaan
spermisida dan diafragma juga merupakan faktor risiko ISK. Pemeriksaan panggul
yang sering dan adanya kelainan anatomis pada saluran kemih juga dapat menjadi
faktor predisposisi ISK (Bono MJ, 2020).

16
4.6 Gejala Klinis
1. Phimosis
Gejala yang sering terjadi pada penderita phimosis yaitu anak mengalami
kesusahan untuk buang air kecil, kulit preputium mengalami penggelembungan
seperti balon dikarenakan sulit buang air kecil, kulit penis tidak bisa ditarik kearah
pangkal, penis mengejang pada saat buang air kecil, anak sering menangis sebelum
urin keluar, timbulnya infeksi.
2. Paraphymosis
Diagnosis parafimosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
teliti. Keluhan utama parafimosis simptomatik adalah nyeri pada penis. Dari
pemeriksaan fisik, terjebaknya prepusium di belakang glans penis menjadi tanda
utama. Tanda lain pada pemeriksaan fisik adalah timbulnya edema glans penis dan
prepusium. Penyempitan jaringan tepat di belakang glans penis dapat terlihat,
sedangkan proksimal jepitan ditemukan pemeriksaan penis normal (kecuali jika
disertai balanopostitis atau infeksi penis). Glans penis dalam keadaan normal
berwarna merah muda dan berkonsistensi lunak dalam palpasi. Jika nekrosis,
perubahan warna menjadi kebiruan atau kehitaman dan palpasi menjadi keras. Pada
kasus parafimosis kronik ditemukan fibrosis sebagai tanda inflamasi kronis, tanpa
nyeri atau edema.
3. ISK (Infeksi Saluran Kemih)
Gambaran klinis dari ISK pada bayi dan anak kecil bisa bervariasi mulai dari
demam hingga gejala gastrointestinal dan gejala saluran kemih atas atau bawah.
ISK awal masa kanak-kanak biasanya ringan, tetapi bisa berkembang menjadi
jaringan parut di ginjal, khususnya jika terdapat kelainan bawaan saluran kemih.
Gejala lanjut akibat jaringan parut di ginjal berupa hipertensi, proteinuria,
kerusakan ginjal dan bahkan gagal ginjal kronis yang membutuhkan dialisis.

4.7 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

a. Keadaan umum : Baik

b. Kesadaran : Compos Mentis

17
c. Vital Sign : Tensi : 140/90 mmHg

Nadi : 120x/menit

RR : 36x/menit

Temperatur : 38o C

Berat badan : 10 kg

Pemeriksaan Fisik

1. Kepala

a/i/c/d : -/-/-/-

THT : dalam batas normal.

2. Leher

Tiroid : Tidak terdapat pembesaran.

Kelenjar getah bening : Tidak terdapat pembesaran.

3. Thorax

Jantung : S1/S2 tunggal

Murmur : -

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+

Rhongki -/-

Wheezing -/-

Abdomen : Bising Usus : dalam batas normal

Hepar : dalam batas normal

18
Lien : dalam batas normal

Ginjal : dalam batas normal

Ekstremitas : Akral Hangat : +/+

+/+

Edema : -/-

-/-

4.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Phymosis
Pada phimosis dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan prepusium penis yang lekat
dan sulit di retraksi, adanya gelembung pada ujung penis saat buang air kecil,
inflamasi pada prepusium serta suhu tubuh yang subfebris. Pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium dan radiologi untuk penyakit phimosis tidak diperlukan.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan terkait infeksi saluran kemih, infeksi kulit,
serta untuk menyingkirkan bukti keganasan pada jaringan post eksisi fimosis
patologis.
2. Paraphimosis

Pemeriksaan fisik pada pasien paraphimosis yaitu menilai kondisi kepala penis,
kulup, dan skrotum pasien untuk melihat seberapa parah paraphimosis yang
dialami. Selain melakukan pemeriksaan fisik juga menanyakan tentang gejala yang
dialami untuk memastikan diagnosis pasien. Pemeriksaan penunjang tidak
diperlukan dalam penyakit paraphimosis.

3. ISK
a. Kultur Urin
Diagnosis definitive ISK pada anak bila ditemukan 5x104cfu/mL. Spesimen urin
bisa jadi akan sulit untuk diperoleh pada seorang anak usia kurang dari 4 tahun dan
memiliki risiko tinggi mengalami kontaminasi. Beberapa metode pengumpulan

19
specimen urin pada anak, antara lain : Aspirasi kandung kemih supra pubik,
Kateterisasi, Kantong urin yang ditempel pada genitalia. Studi prospektif
menunjukkan hasil positif palsu yang tinggi, berkisar mulai dari 85-99%. Hasil
kultur yang negative mempunyai signifikansi yang baik dengan nilai prediktif
positif 15%. Untuk mendapatkan sebuah sampel urin dalam kondisi terbaik pada
anak usia kurang dari 2 tahun (anak perempuan dan anak lelaki yang belum disunat
dan belum bisa mengontrol berkemihnya), akan lebih baik untuk menggunakan
aspirasi kandung kemih supra pubik atau kateterisasi kandung kemih.
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi sangat bermanfaat pada anak karena aman, cepat, dan memiliki
akurasi tinggi dalam identifikasi anatomi dan ukuran parenkim ginjal dan
collecting system. Teknik ini subyektif dan tergantung pada operator, serta tidak
memberikan informasi mengenai fungsi ginjal. Jaringan parut bisa terindentifikasi.

20
BAB V

HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)

Dari hasil analisa kelompok kami yang berdasarkan identifikasi terhadap anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang penyakit pada jenis-jenis penyakit yang
berhubungan, maka kami memilih beberapa hipotesa awal atau Differential Diagnosis yaitu :

1. Fimosis (Phimosis)
2. Parafimosis
3. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

21
BAB VI

ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

DATA PASIEN

Identitas

Nama : An. Tarjo

Jenis Kelamin : Laki- laki

Usia : 1 Tahun

Tempat Lahir : Surabaya

Pekerjaan :-

Alamat : Kediri

Status :-

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Tidak dapat buang air kecil.

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

1. Anaknya tidak dapat buang air kecil

2. Ujung penis tampak kemerahan dan menggelumbung

3. Demam sejak 2 hari yang lalu

22
4. Sejak lama anaknya selalu mengejan dan menangis pada saat buang air
kecil

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)

Tidak ada keluarga yang menderita seperti ini.

Riwayat Pengobatan

Belum pernah diobati

Riwayat Sosial

Ayah petani dan ibu adalah ibu rumah tangga. Ibu tidak pernah membawa anaknya
berobat karena rumanya jauh dari Puskesmas

Riwayat Neonatus

1. Imunisasi lengkap

2. Minum ASI sampai sekarang

3. Anak jarang sakit

Riwayat Persalinan

1. Lahir spontan letak belakang kepala

2. Berat badan pada saat lahir 2.900g

3. GI PI 100

Status Generalis

a. Keadaan umum : Anak Menangis Terus

23
b. Kesadaran : Compos Mentis

c. Vital Sign : Tensi : 140/90 mmHg

Nadi : 120x/menit

RR : 36x/menit

Temperatur : 38o C

Berat badan : 10 kg

Pemeriksaan Fisik

1. Kepala

a/i/c/d : -/-/-/-

THT : dalam batas normal.

2. Leher

Tiroid : Tidak terdapat pembesaran.

Kelenjar getah bening : Tidak terdapat pembesaran.

3. Thorax

Jantung : S1/S2 tunggal

Murmur : -

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+

Rhongki -/-

Wheezing -/-

24
Abdomen : Bising Usus : dalam batas normal

Hepar : dalam batas normal

Lien : dalam batas normal

Ginjal : dalam batas normal

Ekstremitas : Akral Hangat : +/+

+/+

Genitalia Ekstrena : Ujung penis tampak kemerahan dan menggelembung.

Edema : -/-

-/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG :

A. FIMOSIS & PARAFIMOSIS


1. Sirkumisi
Sirkumsisi adalah membuang prepusium penis sehingga glans penis
menjadi terbuka. Tindakan ini murupakan tindakan bedah minor yang
paling banyak dikerjakan di seluruh dunia, baik dikerjakan oleh dokter
dan tenaga kesehatan lainnya (purnomo, 2003). Ada banyak manfaat
tindakan sirkumsisi yang dilakukan antara lain : Membuat penis menjadi
lebih bersih, Mengurangi resiko terkena HIV, Mengurangi resiko terkena
karsinoma penis, Mengurangi terjadinya kanker serviks dan Mencegah
terjadi fimosis. Adapun Tindakan yang di lakukan adalah sebagai
berikut :
a) Disinfeksi lapangan operasi dengan povidon yodium
b) Daerah operasi ditutup dengan kain steril
c) Pada anak yang lebih besar atau dewasa ,pembiusan dilakukan
dengan memaki anasteri local dengan menyuntikkan obat pada
basis penis . obat anastesi disuntikka n dengan cara di bawah kulit
25
dan melingakar basis ilfiltrasi di bawah kulit dan melingkari
bawah kulit. Kemudian ditunggu beberapa saat dan dinyakinkan
bahwa batang penis sudah terbius.
d) Jika terjadi fimosis, dilakukan dilatasi dulu dengan klem
sehinggga prepusium dapat ditarik ke proksimal. Selanjutnya
prepusium dibebaskan dari perekatannya dengan glands penis dan
dibersihkan dari smegma atau kotoran lain.
e) Pemotongan prepusium ( B Purnomo, tahun 2003).
2. USG Penis
Tes ini biasanya menggunakan injeksi zat prostaglandin terkadang
dilakukan untuk mengetahui aliran darah penis denagn cara Prostaglandin
diinjeksi secara langsung ke salah satu bagian penis.
3. Pemeriksaan Darah Lengkap
Dalam kasus ini Pemeriksaan darah lengkap diperlukan sebagai
pemeriksaan penunjang dan pengumpulan data. Pemeriksaan darah
lengkap adalah tes darah yang dilakukan untuk mengetahui jumlah sel
darah merah, sel darah putih, dan trombosit dalam tubuh pasien. Dimana
Jumlah sel darah dapat menggambarkan kondisi kesehatan pasien
sehingga bisa membantu dokter dalam menentukan diagnosis dan
pengobatan.
B. INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
1. Tes Dipstik Urin
Pemeriksaan urine yang menggunakan stik plastik tipis dan
dimasukkan ke dalam sampel urine pasien. Dokter memasukkan strip
plastik tipis ke dalam sampel urin pasien, Strip plastik akan berubah
warna berdasarkan keberadaan zat tertentu. Ini dapat membantu dokter
mencari:
a) bilirubin, hasil pemecahan sel darah merah yang mati
b) darah
c) protein
d) konsentrasi atau berat jenis
e) perubahan tingkat pH atau keasaman
f) gula

26
Partikel-partikel konsentrasi tinggi dalam urin pasein dapat
menunjukkan bahwa pasien mengalami dehidrasi. Tingkat pH yang tinggi
dapat mengindikasikan masalah saluran kemih atau ginjal. Dan adanya
gula dapat mengindikasikan diabetes.
2. Kultur Urin
Kultur urine adalah metode pemeriksaan untuk mendeteksi adanya
bakteri di dalam urine, sebagai pertanda dari infeksi saluran kemih. Selain
mendeteksi keberadaan bakteri, kultur urine juga dapat dipergunakan
untuk menentukan jenis bakteri penyebab infeksi.
Bakteri dapat masuk ke dalam saluran urine melalui lubang kencing,
baik pada pria maupun wanita. Bakteri yang masuk ke dalam saluran
kemih dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat. Infeksi saluran
kemih yang tidak diobati dengan baik, dapat menjadi berbahnya dan
menyebabkan komplikasi, mulai dari menyerbarnya infeksi ke bagian
tubuh lain, hingga gagal ginjal permanen.

27
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)

Dari hasil analisa kelompok kami berdasarkan identifikasi terhadap gejala klinis,
pemeriksaan fisik penyakit, pemeriksaan penunjang penyakit pada Differential Diagnosis,
kami menyimpulkan diagnosa pada skenario ini adalah Fimosis.

28
29
BAB VIII

MEKANISME DIAGNOSIS

Anamnesa

Keluhan Utama/ KU : Tidak bisa buang air kecil

RPS : Anaknya tidak buang air kecil seharian, buang air kecil
dengan mengejan dari waktu yang luman lama, biasanya tidak
seperti itu, ujung penis tampak kemerahan dan menggelembung, Diagnosis Diferential
demam sejak 2 hari yang lalu, sejak lama anaknya selalu A. Fimosis
mengejan dan menangis pada saat buang air kecil.
B. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Riwayat Persalinan : Lahir spontan letak belakang kepala, berat C. Parafimosis
badan lahir: 2.900 g, G1 P1 00

Riwayat Neonatus : Imunisasi lengkap, minum ASI sampai


sekarang, anak jarang sakit

RPK : Keluarga tidak ada yang mengalami penyakit tersebut

Riwayat Konsumsi Obat : Belum pernah ke dokter sebelumnya

Riwayat Sosial : Ayah seorang petani, Ibu adalah ibu rumah Hipotesa Akhir
tangga, ibu tidak pernah membawa berobat karena rumahnya
jauh dari puskesmas. Dari hasil analisa kelompok kami
berdasarkan identifikasi terhadap gejala
klinis, pemeriksaan fisik penyakit,
pemeriksaan penunjang penyakit pada
Differential Diagnosis, kami menyimpulkan
diagnosa pada skenario ini adalah FIMOSIS.

Px Fisik
Kesadaran Umum : Compos Mentis
Vital Sign : Tensi : 140/90 mmHg
Nadi : 120x / menit
RR : 36x / menit
Suhu : 38o C
BB : 10 Kg

30
BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

9.1 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan fimosis tergantung pada jenis fimosis, usia, tingkat keparahan,


etiologi dan faktor komorbid lain. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan berupa observasi,
pemberian steroid topikal, dan retraksi manual, dapat pula berupa pembedahan.

1. Observasi
Tindakan observasi dilakukan pada fimosis fisiologis dengan strategi watchful
waiting. Strategi ini perlu diiringi dengan penjelasan kepada orang tua untuk
menjaga higiene preputium dan tidak dianjurkan melakukan tarikan paksa pada
preputium. Sekitar 90% preputium dapat diretraksi ketika anak berusia 3 tahun, dan
hanya 1% fimosis fisiologis yang persisten hingga usia 17 tahun.

2. Medikamentosa
Pemberian kortikosteroid topikal merupakan pilihan terapi pada fimosis fisiologis.
Salep atau krim kortikosteroid (klobetasol atau betamethasone) dapat digunakan
dua kali sehari selama 4-6 minggu. Mekanisme kerja steroid topikal secara pasti
belum diketahui. Anti-inflamasi lokal, imunosupresi, dan efek menipiskan kulit
dipercaya berhubungan dengan resolusi pada fimosis. Penggunaan steroid topikal
pada pasien dengan balanitis xerotika obliterans (BXO) menunjukkan hasil yang
kurang baik, hanya 10% yang menunjukkan respon pada bulan ketiga dan 30%
setelah 14 bulan terapi.

3. Retraksi manual
Retraksi preputium dapat dilakukan dengan menggunakan eutectic mixture of local
anaesthetic (EMLA) sebelum melepaskan adhesi pada preputium. Retraksi manual
paksa dapat menimbulkan re-adhesi preputium dan glans pada 68% pasien yang
mendapatkan terapi retraksi. BXO umumnya terjadi akibat retraksi paksa
preputium. Kombinasi retraksi manual dengan kortikosteroid topikal menunjukkan
hasil yang lebih baik.

31
4. Pembedahan
Kegagalan penatalaksanaan medikamentosa memerlukan intervensi bedah. Di
Amerika Serikat, sirkumsisi merupakan pilihan terapi untuk fimosis, sementara di
Eropa prepusioplasti lebih sering dilakukan.

5. Sirkumsisi

Sirkumsisi adalah prosedur membuang preputium sehingga glans penis menjadi


terbuka. Sirkumsisi dilakukan pada fimosis patologis, BXO, balanitis atau
balanoposthitis berulang, serta infeksi saluran kemih berulang. Sirkumsisi yang
baik akan menghilangkan fimosis, mencegah terjadinya parafimosis, frenulum tear,
atau perdarahan yang berkaitan dengan hubungan seksual. Sirkumsisi tidak
dianjurkan pada pasien dengan kelainan kongenital pada penis, seperti hipospadia
atau buried penis, infeksi lokal akut, dan gangguan koagulopati.

6. Prepusioplasti
Preputioplasti merupakan istilah medis untuk bedah plastik pada preputium
fimosis. Tindakan ini akan menghasilkan gambaran yang mirip dengan prosedur
dorsal slit, dengan retraksi reguler preputium maka akan memungkinkan retraksi
normal pada preputium. Prepusioplasti memiliki keuntungan seperti proses
penyembuhan yang lebih cepat, kurangnya angka kesakitan, dapat
mempertahankan daerah erogen dan fungsi fisiologis seksual, meskipun kejadian
fimosis berulang dapat terjadi.

9.2 Prinsip Tindakan Medis


1. Pengobatan Krim Kortikosteroid
Prinsip tindakan medis yang dapat dilakukan pada pasien ini adalah dengan
memberikan pengobatan ini. Krim kortikosteroid membantu melunakkan ujung
kulit penis, sehingga lebih mudah ditarik ke belakang. Krim diberikan selama 6-8
minggu dua kali sehari. Setelah kulit dapat ditarik kebelakang, krim kortikosteroid
dapat dihentikan dan dilanjutkan penarikan halus berkala setiap pagi.

32
2. Sirkumisi (sunat)
Sirkumsisi dilakukan jika ditemui kegagalan dalam penggunaan krim
kortikosteroid. Sirkumsisi diperlukan jika terdapat tanda-tanda hambatan aliran
urine dan infeksi saluran kemih berulang.

33
BAB X

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

10.1 Prognosis

Prognosis fimosis tergantung pada penatalaksanaan yang diberikan. Komplikasi yang


dapat terjadi, baik pada fimosis fisiologis maupun patologis, adalah risiko terjadinya
parafimosis.

Prognosis fimosis ditentukan oleh kualitas sirkumsisi. Pada sirkumsisi yang baik,
kemungkinan rekurensi fimosis hampir tidak ada. Jika terdapat banyak sisa jaringan, maka
mungkin membutuhkan sirkumsisi ulang untuk alasan medis maupun kosmetik. Fimosis
sekunder umumnya terjadi pada sirkumsisi yang menggunakan Gomco clamp atau metode
Plastibell. 

10.2 Komplikasi

Pada akhir usia pertama seorang anak laki-laki, retraksi kulit penis ke belakang kepala
penis hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% dan kejadian ini meningkat menjadi 89% pada
saat usia tiga tahun. Angka kejadian fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun
dan 1% pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun. Di antara laki-laki yang tidak disirkumsisi
(sunat), angka kejadian fimosis antara 8% hingga 23%. Apabila tidak ditangani, fimosis
sering menyebabkan komplikasi berupa infeksi saluran kemih, parafimosis, dan infeksi pada
penis berulang. Balanoposthitis adalah peradangan yang sering terjadi pada 4-11% laki- laki
yang tidak disirkumsisi. Selain tidak dapat menarik kulit penis, gejala lain yang dapat
ditemukan pada anak dengan fimosis adalah buang air kecil yang tidak lancar dengan gejala
kadang menetes, memancar dengan arah yang tidak dapat diduga, atau anak mengejan. Bila
sampai terjadi infeksi, anak akan sering menangis atau mengeluh sakit ketika hendak buang
air kecil dan terdapat demam.

34
10.3 Tanda Merujuk Pasien

Pada kasus ini, anak tersebut harus segera disirkumsisi supaya tidak terjadi
komplikasi berat, kemudian dirujuk supaya ditangani oleh dokter spesialis pada bidangnya.

Sebagian kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau
membesarnya kulit penis saat buang air kecil, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa
memperhitungkan usia pasien. Tindakan sirkumsisi bertujuan untuk membuka kulit penis
sehingga kepala penis akan lebih mudah dibersihkan.

Operasi ini memiliki manfaat kesehatan seperti: menurunkan angka kejadian infeksi
saluran kemih, kanker penis, transmisi human immunodeficiency virus (HIV) dan human
papiloma virus (HPV), dan balanopostitis (infeksi kepala penis dan kulit kulup). Saat ini
terdapat bermacam-macam teknik sirkumsisi (seperti clamp dan guillotine “laser”), namun
teknik yang paling aman digunakan adalah dorsumsisi / free hand karena dilakukan dengan
visualisasi yang maksimal. Pembiusan dapat dilakukan secara lokal (hanya dibuat kebal pada
area penis) atau bius umum.

10.4 Peran Pasien/Keluarga Untuk Penyembuhan

Bagi orang tua untuk memperhatikan dan menjaga kebersihan anak supaya tidak
terjadi penyakit-penyakit yang terkait dengan alat kelamin, kemudian selalu mengati popok,
supaya tidak terjadi infeksi tertentu dan selalu konsultasi dengan dokter jika terjadi sesuatu
pada alat kelamin anak.

10.5 Pencegahan Penyakit

Fimosis merupakan kondisi yang normal pada anak. Tindakan pencegahan yang
diperlukan adalah mencegah infeksi penis pada anak. Untuk itu, orangtua perlu mengajarkan
anaknya agar selalu membersihkan dan mengeringkan penis secara rutin.

Sedangkan pada orang dewasa, membersihkan penis dilakukan untuk mencegah


terjadinya atau terulangnya fimosis. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
membersihkan penis adalah:

35
1. Mencuci penis setiap hari dengan air saat mandi. Hal ini juga perlu dilakukan pada
pria yang telah disunat.
2. Menggunakan sabun yang tidak mengandung parfum dan menghindari penggunaan
deodoran pada penis untuk mengurangi risiko iritasi.
3. Tariklah kulup penis perlahan guna membersihkan kulit di bawah kulup, tetapi
jangan menarik kulup dengan keras karena dapat menimbulkan nyeri dan luka.

36
Kesimpulan

1. Penyakit apa saja yang menyebabkan An. Tarjo tidak dapat buang air kecil?
Jawab:
 Fimosis (Phimosis)
2. Bagaimana anatomi dan patofisiologi dari penyakit yang dialami An. Tarjo?
Jawab:
 Anatomi
Sistem urogenital merupakan sistem yang terdiri dari sistem urinarius dan sistem
genitalia. Dimana sistem urinarius dibagi menjadi traktur urinarius bagian atas dan
bagian bawah. Traktus urinarius bagian atas terdiri dari ginjal, pelvis renalis dan
ureter, sedangkan traktur urinarius bagian bawah terdiri dari vesika urinaria dan
uretra. Untuk sistem genitalia eksterna pada pria dan wanita berbeda, pada pria terdiri
dari penis, testis dan skrotum sedangkan pada wanita berupa vagina, uterus dan
ovarium. Pada kasus ini kita berfokus kepada sistem urogenitalia laki-laki.
 Patofisiologi
Preputium mulai berkembang pada usia gestasi 8 minggu dan menutupi glans penis
secara lengkap pada usia kehamilan 16 minggu. Lapisan epitel pada glans dan
preputium berdekatan hingga mengalami perlekatan. Pemisahan lapisan epitel dimulai
secara proksimal melalui proses deskuamasi dengan pembentukan ruang-ruang kecil
yang kemudian bergabung membentuk kantung preputium. Pemisahan epitel yang
berdekatan antara preputium dan glans penis adalah proses yang terus
berkembang.Pemisahan yang tidak lengkap pada saat lahir hingga tahun ketiga
kehidupan merupakan bawaan atau fimosis fisiologis.
3. Pemeriksaan apa yang dilakukan untuk menentukan diagnosis penyakit tersebut?
Jawab:
Pada Fimosis dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan prepusium penis yang lekat
dan sulit di retraksi, adanya gelembung pada ujung penis saat buang air kecil,
inflamasi pada prepusium serta suhu tubuh yang subfebris. Pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium dan radiologi untuk penyakit phimosis tidak diperlukan.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan terkait infeksi saluran kemih, infeksi kulit,
serta untuk menyingkirkan bukti keganasan pada jaringan post eksisi fimosis
patologis.

37
4. Apa diagnosa untuk penyakit tersebut?
Jawab:
 Fimosis
5. Apa differential diagnosis dari kasus tersebut?
Jawab:
 Fimosis (Phimosis)
 Parafimosis
 Infeksi Saluran Kemih (ISK)
6. Bagaimana pentalaksanaan secara farmakologi dan non farmakologi dari diagnosis
tersebut?
Jawab:
 Farmakologi
Penatalaksanaan fimosis tergantung pada jenis fimosis, usia, tingkat
keparahan, etiologi dan faktor komorbid lain. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan
berupa observasi, pemberian steroid topikal, dan retraksi manual, dapat pula berupa
pembedahan.
1. Pengobatan Krim Kortikosteroid
Prinsip tindakan medis yang dapat dilakukan pada pasien ini adalah dengan
memberikan pengobatan ini. Krim kortikosteroid membantu melunakkan ujung
kulit penis, sehingga lebih mudah ditarik ke belakang. Krim diberikan selama 6-8
minggu dua kali sehari. Setelah kulit dapat ditarik kebelakang, krim kortikosteroid
dapat dihentikan dan dilanjutkan penarikan halus berkala setiap pagi.
2. Sirkumisi (sunat)
Sirkumsisi dilakukan jika ditemui kegagalan dalam penggunaan krim
kortikosteroid. Sirkumsisi diperlukan jika terdapat tanda-tanda hambatan aliran
urine dan infeksi saluran kemih berulang.

 Non farmakologi
Fimosis merupakan kondisi yang normal pada anak. Tindakan pencegahan
yang diperlukan adalah mencegah infeksi penis pada anak. Untuk itu, orangtua

38
perlu mengajarkan anaknya agar selalu membersihkan dan mengeringkan
penis secara rutin.
Sedangkan pada orang dewasa, membersihkan penis dilakukan untuk
mencegah terjadinya atau terulangnya fimosis. Langkah-langkah yang dapat
dilakukan untuk membersihkan penis adalah:
1. Mencuci penis setiap hari dengan air saat mandi. Hal ini juga perlu
dilakukan pada pria yang telah disunat.
2. Menggunakan sabun yang tidak mengandung parfum dan menghindari
penggunaan deodoran pada penis untuk mengurangi risiko iritasi.
3. Tariklah kulup penis perlahan guna membersihkan kulit di bawah
kulup, tetapi jangan menarik kulup dengan keras karena dapat menimbulkan
nyeri dan luka.
7. Bagaimana prognosis dari penyakit tersebut?
Jawab:
Prognosis fimosis tergantung pada penatalaksanaan yang diberikan. Komplikasi
yang dapat terjadi, baik pada fimosis fisiologis maupun patologis, adalah risiko
terjadinya parafimosis.
Prognosis fimosis ditentukan oleh kualitas sirkumsisi. Pada sirkumsisi yang baik,
kemungkinan rekurensi fimosis hampir tidak ada. Jika terdapat banyak sisa jaringan,
maka mungkin membutuhkan sirkumsisi ulang untuk alasan medis maupun kosmetik.
Fimosis sekunder umumnya terjadi pada sirkumsisi yang menggunakan Gomco clamp
atau metode Plastibell.

39
DAFTAR PUSTAKA

Kusumajawa Christopher. 2017. Teknik Reduksi untuk Parafimosis. Fakultas Kedokteran

Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Jakarta. Online :


file:///C:/Users/User/AppData/Local/Temp/709-1244-1-SM.pdf diakses pada 16 Oktober
2020.

Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genetilian Pria. 2015. Online :

http://103.139.98.4/iaui/GL%20ISK%202015%20fix.pdf diakses pada 16 Oktober 2020.

Rahman Fiky. Fimosis. Online : https://www.scribd.com/doc/221828868/Fimosis diakses pada

16 Oktober 2020.

Shahid S. K. (2012). Phimosis in children. ISRN urology, 2012, 707329.

https://doi.org/10.5402/2012/707329

Palmisano, F., Gadda, F., Spinelli, M. G., & Montanari, E. (2017). Glans penis necrosis

following paraphimosis: A rare case with brief literature review. Urology case
reports, 16, 57–58. https://doi.org/10.1016/j.eucr.2017.09.016

McGregor TB, Pike JG, Leonard MP. Pathologic and Physiologic Phimosis. Can Fam Phys.
2007(53)445-448.
Dave S, Afshar K, Braga LH, Anderson P. Canadian Urological Association guideline on
the care of the normal foreskin and neonatal circumcision in Canadian infants. Can
Urol Assoc. 2018(12)18-28.
Lourencao PLTA, Queiroz DS, Junior WEO, Comes GT, Marques RG, Jozala DR, Ortolan
EVP. Observation time and spontaneous resolution of primary phimosis in children.
Rev Col Bras Cir. 2017(44)505-510.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Medah. Jakarta : EGC.

Chang, E. Daly, J. dan Elliott, D. 2010. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. 112-113.
Jakarta. EGC.

40
Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedoketran. Edisi 22. Jakarta EGC. 280-81

Guyton, A.C. 2018. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Lubis, A.J. 2006. Dukungan Sosial Pada Psaien Gagal Ginjal Terminal Yang Menjalani Terapi
Hemodialisa. Tersedia dalam http://library.usu.ac.id/download/fk/06010311/pdf. Diakses
Pada 1 Juni 2020

Mansjoer, Arif et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius

Pearce, Evelyne C. 2006. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis, Cetakan kedua puluh Sembilan.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. P. 141-142

Rangarajan M. 2008. Paraphimosis revisited : Is Chronic Paraphimosis a Predominantly Third World


Condition. Tropica Doctor. 38:40-2

41

Anda mungkin juga menyukai