Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

BATU SALURAN KEMIH (UROLITHIASIS)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu: Ni Wayan Rahayu, M.Tr.Kep.

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
1. Amanda Putri Rizal (211110002)
2. Anindy Ismaraya (211110004)
3. Eri Yanti Sopia (211110007)
4. Ilda Angriay (211110009)
5. Tiana (211110024)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BORNEO CENDIKIA MEDIKA
PANGKALAN BUN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Batu Saluran
Kemih”.
Makalah ini berisikan tentang pengertian batu saluran kemih (urolithiasis),
klasifikasi batu saluran kemih, manifestasi klinik (urolithiasis), patofisiologi
urolithiasis, serta penatalaksaanan baik terapi maupun pola diet yang dianjurkan
bagi penderita batu saluran kemih.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Pangkalan bun, 11 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Anatomi Fisiologi ........................................................................................ 3
B. Definisi ......................................................................................................... 5
C. Etiologi ......................................................................................................... 5
D. Klasifikasi .................................................................................................... 6
E. Manifestasi Klinik ........................................................................................ 9
F. Patofisiologi ................................................................................................. 9
G. Pathway ...................................................................................................... 11
H. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 12
I. Penatalaksanaan Medis .............................................................................. 13
J. Pencegahan ................................................................................................. 14
K. Komplikasi ................................................................................................. 15
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ............................................ 17
A. Pengkajian .................................................................................................. 17
B. Diagnosis Keperawatan .............................................................................. 19
C. Intervensi Keperawatan .............................................................................. 20
D. Implementasi .............................................................................................. 28
E. Evaluasi ...................................................................................................... 28
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 29
A. Kesimpulan ................................................................................................ 29
B. Saran ........................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Urolithiasis merupakan penyakit yang salah satu dari gejalanya adalah
pembentukan batu di dalam saluran kemih. Penyakit ini diduga telah ada sejak
peradaban manusia yang tua, karena ditemukan batu di antara tulang panggul
kerangka mummi dari seorang berumur 16 tahun. Mummi ini diperkirakan
sekitar 7000 tahun. Di berbagai tempat lain dilaporkan penemuan batu
kandung kemih.
Abad 16 hingga abad 18 tercatat insidensi tertinggi penderita batu kandung
kemih yang ditemukan pada anak di berbagai Negara Eropa. Batu seperti ini
sejak abad 18 menghilang sehingga disebut batu sejarah. Berbeda dengan
Eropa, di Negara berkembang penyakit batu kandung kemih seperti ini masih
ditemukan hingga saat ini, misalnya di Indonesia, Thailand, India, Kamboja,
dan Mesir. Karena ditemukan secara endemik, maka penyakit batu kandung
kemih ini disebut batu endemik atau batu primer karena terbentuk langsung di
dalam kandung kemih tanpa sebab yang jelas. Batu kandung kemih dapat juga
terbentuk pada usia lanjut yang disebut batu sekunder karena terjadi sebagai
akibat adanya gangguan aliran air kemih, misalnya karena hipertropi prostate.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja anatomi fisiologi Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih?
2. Apa yang dimaksud dengan Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih?
3. Apa penyebab Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih?
4. Apa saja klasifikasi Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih?
5. Apa saja tanda dan gejala Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih?
6. Bagaimana perjalanan penyakit Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih?
8. Bagaimana penatalaksanaan Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih?
9. Bagaimana pencegahan Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih?
10. Apa komplikasi Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih?

1
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih
2. Untuk mengetahui pengertian Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih
3. Untuk mengetahui penyebab Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih
4. Untuk mengetahui klasifikasi Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih
6. Untuk mengetahui perjalanan penyakit Urolitiasis atau Batu Saluran
Kemih
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Urolitiasis atau Batu Saluran
Kemih
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih
9. Untuk mengetahui pencegahan Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih
10. Untuk mengetahui komplikasi Urolitiasis atau Batu Saluran Kemih

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi

1. Anatomi
Saluran kemih dibagi menjadi dua bagian: saluran kemih bagian
atas dan saluran kemih bagian bawah. Pembentuknya terdiri dari ginjal
dan ureter, sedangkan saluran kemih bagian bawah terdiri dari
kandung kemih dan uretra. Ginjal adalah organ saluran kemih yang
terletak di rongga retroperiotoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai
kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Cekungan ini
disebut sebagi hilusrenalis, yang didalamnya terdapat apeks pelvis renalis
dan struktur lain yang merawat ginjal yakni pembuluh darah, sistem
limfatik, dan sistem saraf. Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk
silinder atau pipa yang menghubungkan ginjal dengan kandung kemih.
Ureter merupakan lanjutan dari pelvis renalis yang berjalan dari hillus
ginjal menuju distal dan kemudian bermuara pada kandung kemih.
Ureter terdiri dari 2 saluran pipa di sebelah kanan dan kiri yang
menghubungkan ginjal kanan dan kiri dengan kandung kemih. Ureter
memiliki panjang sekitar 20 - 30 cm dengan diameter rata - rata sekitar
0,5 cm dan diameter maksimal sekitar 1,7 cm yang berada di dekat
kandung kemih.
Kandung kemih adalah organ berongga yang terletak di rongga
pelvis di bagian posterior symphisis pubis. Lapisan jaringannya memiliki

3
struktur yang sama seperti ureter. Ketika kosong bentuknya seperti balon
yang tidak berisi udara. Ketika berisi sedikit penuh bentuknya seperti
sphere. Semakin terisi oleh urin kandung kemih akan berkembang
menjadi seperti buah pir yang menonjol ke arah rongga abdomen.
Urethra laki-laki dan wanita memiliki struktur yang berbeda. Pada pria,
urethra memiliki panjang 18-20cm, dibagi menjadi: urethra pars
preprostatica, urethra pars prostatica, urethra pars membranasea
(intermediate), dan urethra pars cavernosa (spongy). Pada wanita,
urethra lebih pendek dan ditutupi oleh transitional epithelium dan
stratified squamous epithelium. Urethra wanita mempunyai panjang
sekitar 2,5-4 cm sehingga tidak dibagi (Mahdevan, 2019).
2. Fisiologi
Sistem urinaria adalah sistem organ yang berfungsi untuk
menyaring dan membuang zat limbah dengan cara menghasilkan urine.
Jika fungsi sistem ini terganggu, limbah dan racun bisa menumpuk di
dalam tubuh dan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Sistem
urinaria atau saluran kemih terdiri dari ginjal, kandung kemih, ureter, dan
juga uretra (saluran kencing). Setiap bagian dalam sistem urinaria
memiliki fungsi dan peranannya masing-masing. Melalui saluran
kemih, urine yang membawa limbah dan racun akan dikeluarkan dari
dalam tubuh.
Fungsi utama ginjal adalah mengatur jumlah air dalam darah,
menyaring zat limbah atau sisa metabolisme tubuh, menghasilkan hormon
yang berfungsi untuk mengendalikan tekanan darah dan produksi sel
darah merah, serta mengatur pH atau tingkat keasaman darah. Ureter
adalah bagian dari sistem urinaria yang berbentuk menyerupai saluran
pipa atau tabung. Ureter berfungsi untuk mengalirkan urine dari masing-
masing ginjal untuk ditampung di kandung kemih. Organ yang berada di
dalam perut bagian bawah ini bertugas menyimpan urine. Jika kandung
kemih sudah terisi penuh oleh urine, akan timbul dorongan untuk
buang air kecil. Kandung kemih orang dewasa mampung menampung
urine hingga 300–500 ml. Uretra atau saluran kencing adalah saluran

4
yang menghubungkan antara kandung kemih ke lubang saluran kemih
pada ujung penis atau vagina (Adrian, 2020).

B. Definisi
Urolithiasis adalah proses pembentukan batu secara berbeda bagian dari
saluran kemih, termasuk ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Pengelolaan urolitiasis rumit dengan tiga masalah utama yaitu, prevalensinya
yang tinggi, kemungkinan kambuh yang tinggi dan kurangnya intervensi yang
efektif, dan tidak diterapkan nya pola hidup sehat (Primiano, et. al, 2020).
Urolitiasis adalah kondisi dimana pasien datang ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan, termasuk analgesia dan perawatan untuk
memfasilitasi pengeluaran batu. Urolithiasis terjadi terutama melalui
supersaturasi urin dan biasanya timbul dengan nyeri pinggang, hematuria, dan
mual / muntah. Urinalisis tidak mendiagnosis, tetapi dapat digunakan dalam
kaitannya dengan pemeriksaan lain. Sejarah, pemeriksaan, dan penilaian
dengan beberapa tes laboratorium merupakan landasan evaluasi bahwa benar
adanya pasien tersebut menderita Urolithiasis. Urolithiasis adalah penyakit
umum yang prevalensinya meningkat dengan potensi morbiditas yang
signifikan. Evaluasi terfokus dengan riwayat, pemeriksaan, dan pengujian
penting dalam diagnosis dan manajemen (Gottlieb, Long, & Koyfman, 2018).

C. Etiologi
Urolithiasis adalah penyakit batu saluran kemih yang dapat ditemukan di
sepanjang saluran perkemihan. Sekitar 97% batu kemih ditemukan di ginjal
dan ureter (batu ginjal), sisanya 3% di kandung kemih dan uretra. Ukuran
batu saluran kemih berkisar dari mikrometer hingga beberapa sentimeter
dalam diameter. Penyakit batu saluran kemih sering tidak diperhatikan dalam
waktu lama periode sebelum individu memanifestasikan diri mereka sendiri
bahwa ada gejala yang seringkali sangat menyakitkan (Fisang, et al., 2015).
Urolithiasis adalah penyakit multifaktorial akibat interaksi kompleks
antara faktor eksogen seperti lingkungan dan faktor endogen seperti genetik.
Faktor lingkungan, seperti gaya hidup, obesitas, kebiasaan makan dan

5
dehidrasi, serta kondisi air yang cenderung terdapat butiran pasir, telah terlibat
dalam perkembangan urolitiasis, sedangkan hormonal, faktor genetik atau
anatomis mungkin juga mempengaruhi patogenesisnya. Lebih dari 80%
penderita batu ginjal menderita urolithiasis yang disebabkan oleh kalsium
oxalate dan asam urat. Meskipun urolithiasis adalah penyakit yang dikenal
sejak zaman kuno, bahkan sekarang banyak peneliti mencoba untuk
menjelaskan mekanisme pembentukan batu ginjal kalsium oksalat dan asam
urat. Mekanisme fisiokimia pembentukan batu melalui presipitasi,
pertumbuhan, agregasi, nukleasi, pembentukan retensi kristal merupakan
pemicu terjadinya Urolithiasis (Yasui, et al., 2017).

D. Klasifikasi
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya,
besarnya dan morfologinya. Walaupun demikian penyakit ini mempunyai
tanda umum yaitu hematuria, baik hematuria makroskopik atau mikroskopik.
Selain itu, bila disertai infeksi saluran kemih dapat juga ditemukan kelainan
endapan urin bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lain. Berdasarkan
jenisnya batu dibagi dalam:
1. Batu Pelvis Ginjal
Batu pielum didapatkan dalam bentuk yang sederhana sehingga
hanya menempati bagian pelvis, tetapi dapat juga tumbuh mengikuti
bentuk susunan pelviokaliks, sehingga bercabang menyerupai tanduk rusa.
Kadang batu hanya terdapat di suatu kaliks. Batu pelvis ginjal dapat
bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala
batu saluran kemih merupakan akibat dari obstruksi aliran kemih atau
infeksi
Nyeri di daerah pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik
atau nyeri yang terus menerus dan hebat karena adanya pionefrosis.Pada
pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada, sampai
mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat adanya
hidronefrosis.Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus
costa pada sisi ginjal yang terkena. Sesuai dengan gangguan yang terjadi,

6
batu ginjal yang terletak di pelvis dapat menyebabkan terjadinya
hidronefrosis, sedangkan batu kaliks pada umumnya tidak memberikan
kelainan fisik.
2. Batu Ureter
Anatomi ureter menunjukkan beberapa tempat penyempitan yang
memungkinkan batu ureter dapat terhenti, karena adanya peristaltis maka
akan terjadi gejala kolik yaitu nyeri yang hilang timbul disertai perasaan
mual dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu
bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan datang sampai
batu bergeser dan memberi kesempatan pada air kemih untuk lewat.
Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan
kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung
kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang
besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan
menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin
asimptomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan
kolik. Bila keadaan obstruksi terus berlangsung, lanjutan dari kelainan
yang terjadi dapat berupa hidronefrosis dengan atau tanpa pielonefritis,
sehingga menimbulkan gambaran infeksi umum
3. Batu Vesika Urinaria
Karena batu menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher
kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan
terhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri. Pada anak, menyebabkan
anak yang bersangkutan menarik penisnya sehingga tidak jarang dilihat
penis yang agak panjang. Bila pada saat sakit tersebut penderita berubah
posisi maka suatu saat air kemih akan dapat keluar karena letak batu yang
berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi yang sekunder, maka nyeri
menetap di suprapubik
4. Batu Prostat
Pada umunya batu prostat juga berasal dari air kemih yang secara
retrograde terdorong ke dalam saluran prostat dan mengendap, yang
akhirnya berupa batu yang kecil. Pada umumnya batu ini tidak

7
memberikan gejala sama sekali karena tidak menyebabkan gangguan
pasase air kemih
5. Batu Uretra
Batu uretra umumnya merupakan batu yang berasal dari ureter atau
vesika urinaria yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra,
tetapi menyangkut di tempat yang agak lebar. Tempat uretra yang agak
lebar ini adalah di pars bulbosa dan di fossa navikular. Bukan tidak
mungkin dapat ditemukan di tempat lain. Gejala yang ditimbulkan
umumnya sewaktu miksi tiba-tiba terhenti, menjadi menetes dan terasa
nyeri. Penyulit dapat berupa terjadinya divertikel, abses, fistel proksimal,
dan uremia karena obstruksi urin
6. Batu kalsium
Terutama dibentuk oleh pria pada usia rata-rata timbulnya batu adalah
dekade ketiga. Kebanyakan orang yang membentuk batu lagi dan interval
antara batu-batu yang berturutan memendek atau tetap konstan.
Kandungan dari batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat
atau campuran dari kedua jenis batu tersebut. Faktor yang menyebabkan
terjadinya batu kalsium adalah :
a. Hiperkalsiuria
Dapat disebabkan oleh pembuangan kalsium ginjal primer atau
sekunder terhadap absorbsi traktus gastrointestinal yang berlebihan.
Hiperkalsiuria absorptif dapat juga disebabkan oleh hipofosfatemia
yang merangsang produksi vitamin D3. Tipe yang kurang sering
adalah penurunan primer pada reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal,
yang mengakibatkan hiperkalsiuria di ginjal.
b. Hipositraturia
Sitrat dalam urin menaikkan kelarutan kalsium dan memperlambat
perkembangan batu kalsium oxalat. Hipositraturia dapat terjadi akibat
asidosis tubulus distal ginjal, diare kronik atau diuretik tiazid.
c. Hiperoksalouria
Terdapat pada 15% pasien dengan penyakit batu berulang (> 60
mg/hari). Hiperoksaluria primer jarang terjadi, kelainana metabolisme

8
kongenital yang merupakan autosan resesif yang secara bermakna
meningkatkan ekskresi oksalat dalam urin, pembentukan batu yang
berulang dan gagal ginjal pada anak.
7. Batu asam urat
Batu asam urat merupakan penyebab yang paling banyak dari batu-
batu radiolusen di ginjal. Batu-batu tersebut dapat terbentuk jika terdapat
hiperurikosuria dan urin asam yang menetap.

E. Manifestasi Klinik
1. Batu di ginjal
a. Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral
b. Hematuria dan piuria
c. Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita
nyeri ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria
mendekati testis
d. Mual dan muntah
e. Diare
2. Batu di ureter
a. Nyeri menyebar ke paha dan genitalia
b. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar
c. Hematuria akibat aksi abrasi batu
d. Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diametr batu 0,5-1 cm
3. Batu di kandung kemih
a. Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi
traktus urinarius dan hematuria.
b. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan
terjadi retensi urine.

F. Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan
urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor
predisposisi terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin

9
akibat dari intake cairan yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan
organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk
pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain
mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam,
jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan
metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga
mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan batu cystine dapat
mengendap dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu struvite biasa
terdapat dalam urin yang alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju
tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan
yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan
atau pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini semakin kompleks
sehingga terjadi batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang
kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan
menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah
dalam urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran
kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi
refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi
ginjal.
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan
pada organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena
ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal. Maka dapat terjadi
penyakit GGK yang dapat menyebabkan kematian

10
G. Pathway

11
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien Urolithiasis
adalah :
1. Ureteroskopi
Ureteroskopi adalah tindakan medis yang digunakan untuk
memeriksa saluran kemih bagian atas untuk mendiagnosa penyakit
tertentu seperti infeksi saluran kemih atau bahkan kanker. Tindakan ini
menggunakan tabung kecil yang disebut endoskop, yang mirip dengan
teleskop fleksibel. Tabung ini terpasang kamera kecil pada ujungnya, dan
dimasukkan ke dalam ureter dan kandung kemih. Secara umum,
ureteroskopi dianggap sebagai endoskopi saluran kemih atas.
Selain untuk tujuan diagnostik, ureteroskopi juga dapat digunakan
untuk menghilangkan batu ginjal yang terletak di ureter atau ginjal itu
sendiri. Tindakan ini dapat menghilangkan batu ginjal dengan segala
ukuran, namun batu ginjal yang lebih besar biasanya dipecah terlebih
dahulu kemudian diangkat dengan menggunakan perangkat laser helium,
gelombang suara berfrekuensi tinggi, atau energi listrik
2. CT Scan
Terdapat banyak pemeriksaan penunjang untuk membantu
menegakkan diagnosis batu saluran kemih, salah satunya ialah
pemeriksaan radiologi dengan menggunakan CT-Scan. Menurut the
European Society of Urogenital Radiology, pemeriksaan CT- Scan
Urografi (CTU) merupakan alat pemeriksaan dengan hasil pencitraan
yang lebih maksimal dibandingkan lainnya seperti foto konvensional dan
ultrasonografi. Pemeriksaan CTU dapat dilakukan dengan atau tanpa
menggunakan kontras namun untuk membantu penegakan diagnosis batu
saluran kemih biasanya pemeriksaan tidak memerlukan kontras karena
batu sudah dapat dilihat dengan jelas. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran CT-Scan tanpa kontras pada pasien batu saluran
kemih.

12
3. Ultrasonografi abdomen
Ultrasonografi abdomen terbatas digunakan dalam diagnosis dan
pengelolaan urolitiasis. Meskipun ultrasonografi sudah tersedia, dilakukan
dengan cepat dan sensitif terhadap kalkuli ginjal, hampir sulit mendeteksi
adanya batu ureter (sensitivitas: 19 persen), yang kemungkinan besar
bersifat simtomatik daripada kalkuli ginjal. Namun, jika batu ureter itu
ada, divisualisasikan dengan ultrasound, temuannya dapat diandalkan
(spesifisitas: 97 persen). Pemeriksaan ultrasonografi juga sangat sensitif
terhadap hidronefrosis, yang mungkin merupakan manifestasi obstruksi
ureter, namun seringkali terbatas pada penentuan tingkat atau sifat
obstruksi.
4. Radiografi polos BNO
Radiografi polos BNO mungkin cukup untuk mendokumentasikan
ukuran dan lokasi kalkuli yang bersifat radiopaque. Batu yang
mengandung kalsium, seperti batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat,
paling mudah dideteksi dengan radiografi. Batu yang bersifat radiopaque
lemah, seperti batu asam urat murni dan batu yang terutama terdiri
dari sistin atau magnesium amonium fosfat, mungkin sulit, jika tidak
mungkin, untuk dideteksi pada radiografi film biasa.
5. IVP (Intravenous Pielography)
Intravenous Pielography (IVP) telah dianggap sebagai modalitas
pencitraan standar untuk urolitiasis. IVP memberikan informasi yang
berguna tentang batu (ukuran, lokasi, radiodensitas) dan lingkungannya
(anatomi calyx, tingkat obstruksi), serta unit ginjal kontralateral
(fungsi, anomali) (Tubagus, Ali, & Rondo,2017).

I. Penatalaksanaan Medis
Tujuannya:
1. Menghilangkan obstruksi
2. Mengobati infeksi
3. Mencegah terjadinya gagal ginjal
4. Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali).

13
Operasi dilakukan jika :
1. Sudah terjadi stasis, bendungan.
2. Tergantung letak dan besarnya batu, batu dalam pelvis dengan bendungan
positif harus dilakukan operasi.
Terapi :
1. Analgesik untuk mengatasi nyeri.
2. Allopurinol untuk batu asam urat.
3. Renisillin untuk batu systin.
4. Antibiotika untuk mengatasi infeksi.
Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan :
1. Batu kalsium oksalat Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan
yang mengandung kalsium oksalat seperti bayam, daun seledri, kacang-
kacangan, kopi, teh, dan coklat. Sedangkan baut kalsium fosfat :
mengurangi makanan yang mengandung kalsium tinggi seperti : ikan laut,
kerang, daging, sarden, keju dan sari buah.
2. Batu asam urat
Makanan yang dikurangi : daging, kerang, gandum, kentang, tepung-
tepungan, saus dan lain-lain

J. Pencegahan
Pencegahan Urolithiasis dapat di mulai dari keluarga yang sehat yang
memiliki faktor risiko untuk terkena Urolithiasis sebagai upaya untuk
mencegah peningkatan kasus Urolithiasis dengan tindakan promotif dan
preventif. Tindakan promotif yang dapat dilakukan adalah dengan cara
mengedukasi keluarga untuk hidup sehat, menjaga pola makan, memodifikasi
lingkungan dan perilaku atau gaya hidup yang sehat. Sedangkan tindakan
preventif yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalisir faktor risiko
penyebab Urolithiasis, pentingnya pola makan vegetarian yang lazim dengan
pengurangan asupan daging dan lemak, mengurangi mengkonsumsi makanan
mengandung purin untuk mengurangi risiko pembentukan batu dari akumulasi
asam urat, mengkonsumsi air putih sebanyak lebih dari 2 liter per hari,

14
aktif secara fisik dan memiliki gaya hidup sehat berpotensi mencegah
urolitiasis dan kekambuhan (Boarin, et al., 2018).
Pada pasien yang sudah di diagnosa mengalami Urolithiasis dapat
dilakukan tindakan dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan
secara bedah adalah dengan cara operasi terbuka. Sedangkan penanganan
secara non-bedah adalah dengan cara melarutkan batu empedu menggunakan
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), Ureteroscopic Lithotripsy
(URS), Percutaneous Nephrolithotripsy (PNL), dan Retrograde Intra Renal
Surgery (RIRS). Sementara efektivitas PNL tidak terlalu tergantung dari
ukuran batu, efektivitas Stone Free Rate (SFR) dari SWL atau RIRS sangat
tergantung dari ukuran batu. Tindakan ESWL sangat tergantung pada ukuran
batu < 20 mm. Batu berukuran >20 mm harus diterapi secara primer
dengan PNL, karena ESWL sering kali membutuhkan beberapa kali prosedur
dan berkaitan dengan peningkatan risiko obstruksi ureter yang membutuhkan
terapi tambahan (Ikatan Ahli Urologi Indonesia, 2018).

K. Komplikasi
Banyak komplikasi yang mungkin timbul dari urolitiasis terutama jika ada
keterlambatan dalam diagnosis atau pengobatan yang tidak tuntas. Komplikasi
Urolithiasis meliputi :
1. Obstruksi adalah suatu kondisi tersumbatnya saluran kemih secara
fungsional atau anatomis karena berbagai macam penyebab, sehingga
akan terjadi gangguan aliran urin dari proksimal ke distal.
2. Uremia adalah kondisi berbahaya yang terjadi ketika ginjal tidak lagi
menyaring dengan baik. Ini mungkin terjadi ketika seseorang berada pada
stadium akhir penyakit ginjal kronis.
3. Sepsis adalah suatu komplikasi infeksi yang mengancam jiwa. Sepsis
terjadi ketika bahan kimia yang dilepaskan di dalam aliran darah untuk
melawan infeksi memicu peradangan di seluruh tubuh. Dapat
menyebabkan berbagai perubahan yang merusak beberapa sistem organ,
menyebabkan kegagalan organ, terkadang bahkan mengakibatkan
kematian

15
4. Pielonefritis kronis, ditandai dengan peradangan dan fibrosis ginjal yang
disebabkan oleh infeksi berulang atau persisten ginjal, vesicoureteral
refluks (aliran kencing yang mengarah balik ke ginjal), atau penyebab lain
dari obstruksi saluran kemih.
5. Gagal ginjal akut atau kronis. Gagal ginjal akut adalah Suatu
kondisi saat ginjal tiba-tiba tidak dapat menyaring limbah dari darah.
Gagal ginjal kronis adalah penyakit ginjal yang telah berlangsung lama
sehingga menyebabkan gagal ginjal.
6. Pielonefritis xanthogranulomatous adalah bentuk pielonefritis kronis yang
tidak biasa yang ditandai dengan pembentukan abses granulomatosa,
kerusakan ginjal yang parah, dan gambaran klinis yang mungkin
menyerupai karsinoma sel ginjal dan penyakit parenkim ginjal inflamasi
lainnya.
7. Pielonefritis emfisematosa (EPN) adalah infeksi yang
menyebabkan nekrosis ditandai dengan adanya gas di parenkim ginjal,
demam tinggi, leukositosis dan nyeri pinggang.
8. Pyonephrosis adalah infeksi bakteri atau jamur yang terjadi di ginjal.
Mikroba ini bergerak dari uretra ke dalam ginjal melalui darah (Al-
Mamari, 2017).

16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu
wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik (Bolat & Teke, 2020).
Menurut (Lestari, 2019) pengkajian adalah fase pertama proses
keperawatan, Data yang dikumpulkan meliputi:
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,
diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitas klien tersebut
untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan
jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien
dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah
nyeri. Menurut (Nisa, 2020) nyeri post operasi adalah suatu reaksi
tubuh terhadap kerusakan jaringan (mulai dari sayatan kulit hingga
kerusakan yang ditimbulkan saat proses operasi) tarikan atau regangan
pada organ dalam tubuh maupun penyakitnya.
b. Riwayat penyakit sekarang

17
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri atau gatal dirasakan
oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S)
yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau
klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri/gatal tersebut. Menurut teori (Puji, 2021) bahwa nyeri dapat
terjadi setelah tindakan operasi. Proses nyeri dapat menyebabkan
tekanan darah meningkat dari biasanya. Namun, peningkatan tekanan
darah tersebut bersifat sementara dan tekanan darah akan kembali
normal setelah mengatasi nyeri.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
di riwayat sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
Urolithiasis
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Menurut (Darpana, 2021) keadaan umum yaitu baik atau buruknya
yang dicatat adalah tanda-tanda seperti kesadaran klien (apatis,
sopor, koma, compos mentis) dan kesakitan (keadaan penyakit yaitu
akut, kronik, ringan, sedang, berat).
1) Penampilan umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien.
2) Kesadaran
Mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.
3) Tanda-tanda vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi.
Menurut (Afif, 2018) mean arterial pressure adalah tekanan arteri
rata rata selama satu siklus denyutan jantung yang didapatkan dari
pengukuran tekanan darah systole dan tekanan darah diastole. Pada

18
perhitungan MAP akan didapatkan gambaran penting dalam
tekanan darah yaitu tekanan sistolik adalah tekanan maksimal
ketika darah dipompakan dari ventrikel kiri, batas normal dari
tekanan sistolik adalah 120 mmHg, tekanan diastolic adalah
tekanan darah pada saat relaksasi, batas normal dari tekanan
diastolic adalah 80 mmHg. Tekanan diastolic menggambarkan
tahanan pembuluh darah yang harus dicapai jantung.
4) Sistem perkemihan
Mengkaji tentang keadaan abdomen. Biasanya pada penyakit
ini saat teraba oleh tangan terasa sakit pada perut bagian
kanan bawah.
b. Pemeriksaan head to toe
Pemeriksaan ini mencakup pemeriksaan fisik mulai dari kepala, leher,
thorax, abdomen, ekstremitas, hingga genetalia dengan metode
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
4. Pola aktivitas
a. Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
b. Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan
anjuran bedrest
c. Aspek psikologis
Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati
d. Aspek penunjang
1) Hasil pemeriksaan Laboratorium.
2) Obat-obatan terapi sesuai dengan anjuran dokter.

B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu

19
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul pada penderita batu
ureter menurut SDKI (2017) antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi kandung kemih
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
4. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
5. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan
sirkulasi
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
7. Resiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasive

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosis Tujuan dan
No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
asuhan keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam 1) Identifikasi lokasi,
diharapkan tingkat karakteristik, durasi,
nyeri menurun, frekuensi, kualitas, intensitas
dengan kriteria hasil: nyeri
1. Keluhan nyeri 2) Identifikasi skala nyeri
menurun 3) Identifikasi respon nyeri non
2. Meringis verbal
menurun 4) Identifikasi faktor yang
3. Gelisah menurun memperberat dan
4. Sulit tidur memperingan nyeri
menurun 5) Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
6) Monitor efek samping

20
penggunaan analgetik
Terapeutik
7) Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresure,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau dingin,
terapi bermain)
8) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
9) Fasilitasi istirahat dan tidur
10) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
11) Jelaskan penyebab periode
dan pemicu nyeri
12) Jelaskan strategi meredakan
nyeri
13) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
14) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Gangguan Setelah dilakukan Manajemen Eliminasi Urine

21
Eliminasi asuhan keperawatan Observasi:
Urin selama 3 x 24 jam 1. Identifikasi tanda dan gejala
diharapkan eliminasi retensi atau inkontinensia
urin membaik, urine
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi factor yang
1. Distensi kandung menyebabkan retensi atau
kemih menurun inkontinensia urine
2. Anuria menurun 3. Monitor eliminasi urin (mis.
3. Frekuensi BAK frekuensi, konsistensi,
membaik aroma, volume, dan warna)
Terapeutik
4. Catat waktu-waktu dan
haluaran berkemih
5. Batasi asupan cairan
6. Ambil sampel urine tengah
(midsteam) atau kultur
Edukasi
7. Ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
8. Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran urine
9. Ajarkan mengambil
spesimen urine midstream
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian obat
suppositoria uretra, jika
perlu
3 Defisit Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
Nutrisi asuhan keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam 1) Monitor asupan makanan
diharapkan status 2) Monitor berat badan
nutrisi membaik, Terapeutik

22
dengan kriteria hasil: 3) Lakukan oral hygienis
4. Nafsu makan sebelum makan, jika perlu
membaik 4) Fasilitasi menentukan
5. Frekuensi makan pedoman diet (mis. piramida
meningkat makanan)
5) Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
6) Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
7) Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
8) Berikan suplemen makanan,
jika perlu
9) Hentikan pemberian
makanan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
10) Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
11) Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
12) Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antlemetik), jika perlu
13) Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang

23
dibutuhkan, jika perlu
4 Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
asuhan keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam 1) Identifikasi saat tingkat
diharapkan tingkat ansietas berubah (mis.
ansietas menurun, kondisi, waktu, stressor)
dengan kriteria hasil: 2) Identifikasi kemampuan
1. Verbalisasi mengambil keputusan
khawatir akibat 3) Monitor tanda-tanda ansietas
kondisi yang (verbal dan nonverbal)
dihadapi Terapeutik
menurun 4) Ciptakan suasana terapeutik
2. Perilaku gelisah untuk menumbuhkan
menurun kepercayaan
3. Perilaku tegang 5) Temani pasien untuk
menurun mengurangi kecemasan, jika
4. Konsentrasi memungkinkan
membaik 6) Pahami situasi yang
membuat ansietas
7) Dengarkan dengan penuh
perhatian
8) Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
9) Tempatkan barang pribadi
yang memberikan
kenyamanan
10) Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
11) Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang

24
Edukasi
12) Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin
dialami
13) Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
14) Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, Jika
perlu
15) Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
16) Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
17) Latih kegiatan pengelihatan
untuk mengurangi
ketegangan
18) Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
19) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
20) Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
5 Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Luka
Integritas asuhan keperawatan Observasi
Kulit selama 3 x 24 jam 1) Monitor karakteristik luka
diharapkan integritas 2) Monitor tanda-tanda infeksi
kulit membaik, Terapeutik
dengan kriteria hasil: 3) Bersihkan dengan cairan
1. Kerusakan NaCl atau pembersih

25
lapisan kulit nontoksik
menurun 4) Bersihkan jaringan nekrotik
2. Nyeri menurun 5) Pasang balutan sesuai jenis
luka
6) Pertahankan teknik steril
saat melakukan perawatan
luka
Edukasi
7) Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
Kolaborasi
8) Kolaborasi pemberiaan
antibiotik
6 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
Mobilitas asuhan keperawatan Observasi
Fisik selama 3 x 24 jam 1) Identifikasi adanya nyeri
diharapkan mobilitas atau keluhan fisik lainnya
fisik meningkay, 2) Identifikasi toleransi fisik
dengan kriteria hasil: melakukan pergerakan
1. Pergerakan 3) Monitor frekuensi jantung
ekstremitas dan tekanan darah sebelum
meningkat memulai mobilisasi
2. Kekuatan otot 4) Monitor kondisi umum
meningkat selama melakukan mobilisas
3. Rentang gerak Terapeutik
(ROM) 5) Fasilitasi aktivitas mobilisasi
meningkat dengan alat bantu (misal.
4. Nyeri menurun pagar tempat tidu)
membaik 6) Fasilitasi melakukan
pergerakan, Jika perlu
7) Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam

26
meningkatkan pergerakan
Edukasi
8) Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
9) Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
10) Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (misal. duduk di
tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
7 Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)
asuhan keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam 1) Monitor tanda dan gejala
diharapkan tingkat infeksi lokal dan sistematik
infeksi menurun, Terapeutik
dengan kriteria hasil: 2) Batasi jumlah pengunjung
1. Perdarahan 3) Berikan perawatan kulit
menurun pada area edema
2. Kemerahan 4) Cuci tangan sebelum dan
menurun sesudah kontak dengan
3. Nyeri menurun pasien dan lingkungan
pasien
5) Pertahankan teknik aseptik
pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
6) Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
7) Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
8) Ajarkan etika batuk

27
9) Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka dan luka
operasi
10) Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
11) Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
12) Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

D. Implementasi
Implementasi atau tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas
spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan
mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri
(independen) adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau
keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas
kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil
keputusan bersama,seperti dokter dan petugas kesehatan lain (Tarwoto &
Wartonah, 2021).

E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan
untuk dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi
pada dasarnya adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien
dengan tujuan atau kriteria hasil yang ditetapkan (Tarwoto & Wartonah,
2021).

28
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi
(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Mekanisme terbentuknya
batu pada saluran kemih atau dikenal dengan urolitiasis belum diketahui
secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu antara
lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang
kurang dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran
kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk pembentukan batu.
Penatalaksanaan urolithiasis ini dapat dilakukan dengan terapi (untuk
mengatasi infeksi, meredakan rasa nyeri dll.) dan juga dapat dengan
pengaturan makan (pola diet khusus) tergantung kasus batu yang dialami.
Namun apabila sudah tergolong parah (sudah terjadi bendungan dan letak
serta ukuran batu yang sudah membahayakan) maka penderita harus dioperasi.

B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Penulis berharap bahwa institusi dapat menyediakan buku tentang
Urolithiasis dengan tahun dan penerbit terbaru sebagai bahan referensi
peserta didik.
2. Bagi penulis selanjutnya
Diharapkan penulis selanjutnya dapat menggunakan atau memanfaatkan
waktu seefektif mungkin, dan dapat lebih teliti dalam mencari sumber
referensi yang lengkap dan akurat sehingga dapat dijadikan bahan
pembelajaran bagi orang lain

29
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, K. (2020, Juny Monday). Mengenal Fungsi Sistem Urinaria dan Penyakit
yang Bisa Menyerangnya. Dipetik february Wednesday, 2021, dari
https://www.alodokter.com/mengenal-fungsi-sistem-urinaria-dan-
penyakit-yang-bisa-menyerangnya: https://www.alodokter.com
Afif, M. (2018). BAB II. Dipetik July Thursday, 2021, dari
http://repository.unimus.ac.id/2084/4/BAB%20II.pdf
Al-Mamari, S. A. (2017). Complication Of Urolithiasis. Dalam I. C. Practice,
Urolithiasis in Clinical Practice (hal. 121-129). Springer.
Gottlieb, M., Long, B., & Koyfman, A. (2018). The evaluation and
management of urolithiasis in the ED: A review of the literature. The
American Journal of Emergency Medicine , 36 (4), 699-706.
Kemenkes. (2017). 27 tahun 2017. Dipetik September Wednesday, 2021, dari
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._27_ttg_Pedo
man_Pencegahan_dan_Pengendalian_Infeksi_di_FASYANKES_.pdf
Kurniawan, A., & Armiyati, Y. (2017). Pengaruh pendidikan kesehatan pre
operasi terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di RSUD
Kudus. 6 (2), 139-148.
Lestari. (2019). Pelaksanaan intervensi cakupan informasiku melalui
pendekatan asuhan keperawatan keluarga sebagai upaya pencegahan
perilaku seksual berisiko pada remaja. e-journal Stikes Telogo Rejo , 11
(1).
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tarwoto, & Wartonah. (2021). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan (Edisi 5 ed.). Jakarta: Salemba Medika.

30

Anda mungkin juga menyukai