Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

KEBUTUHAN ELIMINASI URINE


Untuk Memenuhi Tugas Kebutuhan Dasar Manusia

Disusun oleh:
1. Arifah Oktafiyani (P27220019145)
2. Joefany Ikhsan N.H. (P27220019164)
3. Novia Amanda Dhita S. (P27220019171)
4. Rosa Sheila Diana O. (P27220019181)
5. Safiq Putut Tanawijaya (P27220019182)

PRODI D-IV KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN ELIMINASI URINE”. Kami
berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat kepada semua pihak,
khususnya bagi para pembaca untuk memperluas wawasan dan juga pengetahuan.
Sebagai bentuk upaya menumbuhkan peran pemuda dalam membangun bangsa.

Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai hasil
analisis kami tentang pemberian asuhan keperawatan kebutuhan eliminasi urine
kepada klien yang berdasar pada kasus, diagnosa, riwayat penyakit, tanda-tanda
vital serta ciri-ciri yang telah disajikan.

Terima kasih kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi


dan membantu memberikan ide-idenya sehingga makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.

Makalah ini kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber


dan berdasarkan hasil diskusi dari kelompok kami. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan serta kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu
mata kuliah Konsep Dasar Manusia I yang telah membimbing kami sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Surakarta, 14 September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................. 2

Daftar Isi........................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................ 4


1.2 Tujuan............................................................................................. 5
1.3 Manfaat........................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Dasar Teori..................................................................................... 6
2.2 Pengkajian....................................................................................... 13
2.3 Diagnosis Keperawatan.................................................................. 15
2.4 Perencanaan.................................................................................... 16
2.5 Implementasi................................................................................... 17
2.6 Evaluasi........................................................................................... 17

BAB III ANALISIS KASUS


3.1 Ilustrasi Kasus................................................................................. 18
3.2 Pengkajian....................................................................................... 18
3.3 Analisis Data................................................................................... 19
3.4 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 20
3.5 Rencana Keperawatan.................................................................... 20
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan..................................................................................... 23
4.2 Saran............................................................................................... 25
4.3 Daftar Pustaka................................................................................. 26

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pemenuhan kebutuhan eliminasi terdiri dari kebutuhan eliminasi alvi


(berhubungan dengan defekasi) dan kebutuhan eliminasi urine (berhubungan
dengan berkemih). Gangguan kebutuhan eliminasi, seperti obstipasi, inkontinesia,
dan retensi urine dapat mengganggu pola aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu,
sangat diperlukan pengawasan dari pihak perawat. (Fundamental of Nursing
Buku 3 Edisi 7)

Eliminasi urine merupakan fungsi dasar yang sering dilupakan. Jika terjadi
gagal fungsi eliminasi, semua system organ akan terpengaruh. Klien juga
merasakan penderitaan emosional akibat perubahan citra tubuh. Perawat harus
memahami alasan gangguan eliminasi urine, mencari solusi yang tepat, dan
memberikan pemahaman serta sensitivitas terhadap semua kebutuhan klien.
(Fundamental of Nursing Buku 3 Edisi 7)

Eliminasi urine bergantung pada ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Ginjal membuang zat sisa dari darah untuk membentuk urine. Ureter menstransfor
urine dari ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih menampung urine sampai
ada dorongan berkemih.urine meninggalkan tubuh uretra. Semua organ system
urine harus utuh dan fungsional agar zat sis adapt terbuang dengan baik.
(Fundamental of Nursing Buku 3 Edisi 7)

Eliminasi urine merupakan fungsi dasar daan bersifat dasar. Banyak klien
membutuhkan bantuan fisiologis dan psikologis dari perawat. Untuk memberikan
perawatan yang tepat, membutuhkan lebih dari sekedar pengetahuan anatomi dan
fisiologi system perkemihan. (Fundamental of Nursing Buku 3 Edisi 7)

4
1.2 TUJUAN

Tujuan Umum
Untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan kebutuhan eliminasi urine
pada Ny. Grayson dengan menggunaikan pendekatan proses keperawatan
yang utuh dan komprehensif.

Tujuan Khusus
1. Mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan pemenuhan
kebutuhan eliminasi urine pada Ny. Grayson.
2. Mampu merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien dengan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urine pada Ny. Grayson.
3. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urine pada Ny. Grayson.
4. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien pemenuhan
kebutuhan eliminasi urine pada Ny. Grayson.
5. Mampu mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah diberikan pada
pasien dengan pemenuhan kebutuhan eliminasi urine pada Ny. Grayson.

1.3 MANFAAT

1. Mampu menganalisa atau mengkaji suatu penyakit yang diderita seorang


pasien dari kasus yang telah disajikan.
2. Dapat meningkatkan pola berpikir kita menjadi lebih kritis tentang
gangguan eliminasi urine khususnya inkontinensia urine
3. Dapat menambah dan memperluas pengetahuan kita terhadap gangguan
eliminasi yang sedang dikaji.
4. Penulis memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil analisa
kasus dengan gangguan eliminasi urine.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DASAR TEORI

Eliminasi urine bergantung pada ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Ginjal membuang zat sisa dari darah untuk membentuk urine. Ureter mentranspor
urine dari ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih menampung urine sampai
ada dorongan berkemih. Urine meninggalkan tubuh melalui uretra.

Eliminasi merupakan suatu proses yang sangat penting di dalam tubuh


manusia. Eliminasi mempunyai peran yang sangat penting bagi jalannya cairan di
dalam tubuh.Terganggunya sistem eliminasi di dalam tubuh dapat menyebabkan
terganggunya fungsi organ dan bisa menyebabkan kematian. Eliminasi merupakan
salah satu sistem yang penting dan harus dijaga kesehatannya dengan baik.

Eliminasi urine tergantung tidak hanya dari satu organ saja, namun dari
beberapa organ yang penting dalam system perkemihan tubuh. Apabila terjadi
gangguan di dalam salah satu organ tubuh maka system perkemihan akan
terganggu dan menimbulkan suatu penyakit di tubuh. Banyak orang tidak sadar
bahwa organ-organ pada system eliminasi sangat penting untuk tubuh. Proses
eliminasi terkesan tidak dianggap penting dan ada orang yang bahkan tidak
mengetahui apa saja system eliminasi di tubuh manusia. Banyak faktor yang
menyebabkan permasalahan di dalam system perkemihan yang dapat
menimbulkan penyakit diantaranya rusaknya glomerulus yang dapat membuat
malfungsi pada system perkemihan. Pada saat terjadi penyakit orang baru akan
menyadari pentingnya system eliminasi.

Sistem kemih berperan dalam homeostasis dengan mengubah komposisi,


PH,volume,dan tekanan darah; mempertahankan osmolaritas darah;
mengekskresikan zat sisa dan benda asing;dan menghasilkan hormon(Tortora-
Derrickson,2014).

6
A. Sistem Urinaria Pada Manusia
Sistem urinaria dibagi menjadi dua, yaitu sistem urinaria atas dan sistem
urinaria bawah.
1. Sistem urinaria atas
a. Ginjal
Ginjal terletak di samping kolumna vertebralis di belakang
peritoneum dan di depan otot punggung. Ginjal kanan terletak
lebih rendah karena posisi hati yang terletak di atasnya.
Ginjal menyaring zat sisa metabolisme yang terkumpul
dalam darah. Darah mencapai ginjal melalui arteri renalis yang
merupakan cabang aorta abdominalis. Nefron merupakan unit
fungsional ginjal yang membentuk urine.
Nefron terdiri atas beberapa bagian yaitu :
1 . Glomerulus : menyaring zat-zat penting yang masuk seperti
air,glukosa, asam amino,kreatinin dan elektrolit utama ke dalam
kapsula bowman.
2. Tubulus proksimal : tempat penyerapan kembali zat-zat
penting yang masuk ke dalam tubuh setelah difiltrasi oleh
glomerulus.
3. Lengkung henle : berbentuk berkelok-kelok untuk mencegah
urine menuju tubulus distal tidak dapat kembali lagi menuju
tubulus proksimal.
4. Tubulus distal : tempat untuk menghasilkan zat yang
sesungguhnya dan membuang zat yang tidak berguna
5. Tubulus kolektivus : tempat penampungan urine
sesungguhnya sebelum dikeluarkan dari tubuh.

Glomerulus merupakan lokasi filtrasi awal dan awal


pembentukan urine. Protein besar dan sel darah tidak akan dapat
melewati filtrasi glomerulus. Adanya protein besar di urine
merupakan tanda cedera glomerular. Tidak semua filtrat

7
glomerular akan dibuang sebagai urine. Sekitar 99% filtrate
diabsorbsi kembali ke dalam plasma, dan 1% sisanya diekskresikan
sebagai urine (Copstead dan Banasik, 2005). Walaupun keluaran
bergantung pada asupan, keluaran urine dewasa normal adalah
1500 sampai 1600 ml/hari.
Ginjal mempertahankan volume sel darah merah normal
dengan memproduksi eritropoietin. Eritropoietin berfungsi di
dalam sumsum tulang untuk merangsang produksi dan pematangan
sel darah merah dan memperpanjang usia sel darah merah yang
matang (Copstead dan Banasik, 2005).
b. Ureter
Ureter merupakan struktur seperti tabung yang memasuki
kandung kemih. Urine dari ureter yang menuju kandung kemih
biasanya steril. Ureter memasuki kandung kemih dengan posisi
oblik melalui dinding kandung kemih posterior. Susunan ini
mencegah refluks urine saat mikturisi, dengan adanya kompresi
ureter pada tautan ureterovesikal (pertemuan ureter dengan
kandung kemih). Obstruksi di dalam ureter, seperti batu ginjal
(kalkulus renal), menimbulkan gerakan peristaltik yang kuat
dalam usahanya meninggalkan obstruksi dalam kandung kemih.
Hal ini sering menimbulkan nyeri yang disebut kolik renal.
2. Sistem urinaria bawah

a. Kandung kemih

Kandung kemih merupakan organ berotot yang dapat


meregang dan memiliki rongga. Organ ini berfungsi menyimpan
dan mengekskresikan urine. Pada pria, kandung kemih terletak di
depan dinding anterior rektum; sedangkan pada wanita terletak di
depan dinding anterior uterus dan vagina.
Kandung kemih dapat membesar saat terisi urine. Tekanan
di dalam kandung kemih biasanya rendah walaupun sedang terisi

8
sebagian, sehingga hal ini melindungi dari bahaya infeksi. Saat
kandung kemih penuh, ia akan mengembang dan membesar diatas
simfisis pubis.
b. Uretra
Urine mengalir dari kandung kemih melalui uretra dan
keluar dari tubuh melalui meatus uretra. Uretra dikelilingi oleh
lapisan otot polos yang tebal. Selain itu, uretra turun melalui
lapisan otot-otot lurik yang disebut otot panggul.
Pada wanita, panjang uretra sekitar 4-6,5 (1½-2½ inci) cm.
Pada pria, urera yang panjangnya kurang lebih 20cm merupakan
saluran urine sekaligus saluran bagi sel dan sekresi organ
reproduksi. Uretra pria memiliki tiga bagian, yaitu : uretra
prostatika, uretra membranosa, dan uretra penil (pars cavernosa).

B. Aksi Berkemih
Beberapa struktur otak mempengaruhi fungsi kandung kemih.
Berkemih yang normal melibatkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi
sfingter uretra dan otot panggul yang terkoordinasi.
Kandung kemih normalnya dapat menampung 600ml urine, tetapi
seseorang akan merasakan keinginan berkemih saat kandung kemih
mengandung urine sebanyak 150-200ml pada dewasa dan 50-100ml pada
anak-anak. Jika volume terus bertambah, dinding kandung kemih akan
meregang dan mengirimksn impuls sensorik ke pusat mikturisi. Impuls
dari pusat mikturisi akan merespon atau mengabaikan dorongan berkemih
tersebut, sehingga berkemih berada di bawah kontrol volunter. Jika
individu memilih untuk tidak berkemih, sfingter eksternal akan tetap
berkontraksi dan menghambat refleks mikturisi. Namun jika ia telah siap
berkemih, sfingter eksternal akan berelaksasi dan refleks mikturisi akan
merangsang otot detrusor untuk berkontraksi sehingga terjadi
pengosongan kandung kemih yang efektif. Jika kandung kemih terlalu

9
penuh, tekanan kandung kemih akan melebihi tekanan sfingter dan terjadi
pengeluaran urine secara involunter.
Kerusakan korda spinalis diatas region sakrum menyebabkan
hilangnya kontrol volunter berkemih, tetapi jalur refleks mikturisi tetap
utuh sehingga perkemihan dapat terjadi tanpa sensasi keinginan berkemih.
Kondisi ini disebut inkontinensia refleks. Jika obstruksi kronis
(pembesaran prostat) mengganggu pengosongan kandung kemih, refleks
mikturisi akan berubah seiring waktu dan menimbulkan aktivitas kandung
kemih yang berlebih sehingga menyebabkan kandung kemih tidak kosong
dengan sempurna.
Faktor yang mempengaruhi proses perkemihan :
1.Kondisi penyakit
Penyakit yang memengaruhi eliminasi urine akan berpengaruh
pada fungsi ginjal, eliminasi urine atau keduanya. Penyebab gangguan
fungsi ginjal diantaranya adalah aliran darah menuju dan melalui
ginjal(prerenal),penyakit di jaringan ginjal(renal) atau obstruksi di saluran
bawah kemih(pascarenal). Kondisi seperti penyempitan uretra, ganggguan
persarafan kandung kemih,atau kelemahan otot pelvis yang dapat
mempengaruhi eliminasi urine.
2. Faktor sosiokultural
Berkemih memiliki tingkat privasi yang berbeda pada macam-
macam norma budaya. Warga Amerika Utara menganggap ini sebagai hal
yang pribadi, sedangkan penduduk Eropa menerima fasilitas toilet
bersama
3.Faktor psikologis
Stress dan kegelisahan akan menimbulkan keinginan berkemih
secepatnya dan frekuensi berkemih yang lebih. Kegelisahan akan membuat
sistem berkemih belum selesai dan segera akan muncul keinginan untuk
berkemih lagi. Sedangkan ketegangan emosional akan menyebabkan
kesulitan dalam relaksasi otot abdominal dan perineum.

10
4. Keseimbangan cairan
Ginjal mempertahankan keseimbangan antara retensi dan eksresi
cairan. Jika cairan dan konsentrasi eektrolit dan soud berada dalam
keseimbangan,maka peningkatan asupan cairan akan meningkatkan
produksi urine. Jumlahnya akan berfariasi sesuai dengan asupan makanan
dan cairan.Konsumsi cairan seperti kopi,teh,coklat, dan minuman cola
yang mengandung kafein akan mendorong peningkatan pembentukan
urin.Alkohol menghambat pelepasan hormon Adh dan meningkatkan
kehilangan cairan melalui urine.
5. Prosedur Operasi
Klien biasanya mengalami perubahan keseimbangan cairan
sebelum operasi karena proses penyakit atau puasa pra operasi. Respon
stres melepaskan ADH dalam kadar yang lebih banyak dan juga
meningkatkan kadar aldosteron sehingga terjadi retensi garam dan air.
Kedua substansi ini mengurangi keluaran urine sebagai usaha
mempertahankan volume cairan sirkulasi
6. Obat-obatan
Penggunaan anti kolinergic atau anti histamin sering menyebabkan
retensi urine. Bbeberapa obat dapat mengubah warna urine seperti
phenazopyridine mengubah warna urin menjadi seperti warna karat dan
amitriptilin menimbulkan warna hijau atau biru.
7. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang melibatkan visuaisasi langsung dari
struktur kemih menyebabkan edema lokal saluran uretra dan spasme
sftinger kandung kemih.

C. Perubahan eliminasi urine


1. Retensi urine
Urine yang menumpuk akibat ketidakmampuan
pengkosongan kandung kemih.

11
Pada kondisi normal, urine mengisi dan mencegah aktivasi
reseptor sampai terjadi distensi dengan ketegangan tertentu.
Refleks miksi terjadi dan kandung kemih kosong. Namun saat
retensi urine, kandung kemih tidak mampu merespons refleks
miksi sehingga tidak ada pengkosongan. Urine bertumpuk di
kandung kemih dan dindingnya menjadi tegang sehingga timbul
perasaan tidak nyaman, nyeri simfisis pubis, kegelisahan dan
diaforesis.
2. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih adalah infeksi nosokomial (health
care-associated infection/HAI) di Amerika Serikat yang paling
tinggi mencapai $40(Foxman,2002). Wanita rentan terkena ISK
karena uretra lebih pendek dan kedekatan anus dengan meatus
uretra. Pada pria memiliki risiko yang lebih tinggi untuk penyakit
ginjal yang berhubungan dengan infeksi.
Urine yang tertinggal di kandung kemih jadi lebih basa dan
tempat pertumbuhan mikroorganisme.Kondisi yang menyebabkan
retensi urine seperti kateter terjepit,obstruksi atau bengkok
meningkatkan risiko ISK
3. Inkontinensia urine
Adalah kebocoran urine involunter yang menimbulkan
masalah(Mauk,2005). Inkontinensia urine terjadi pada semua usia,
tetapi lebih sering ditemukan pada lansia(Newman dan
Palmer,2003). Gangguan ini menyebabkan timbulnya masalah citra
tubuh dan mengakibatkan hilangnya kemandirian.
Inkontinensia urine yang berkepanjangan akan membuat
gangguan pada kulit karena sering berkontak. Klien yang
menderita imobilisasi dan inkontinensia urine berisiko menderita
ulkus tekan.

12
4. Diversi urine
Dilakukan untuk mengalihkan urine dari ginjal langsung ke
permukaan abdomen dengan alasan trauma,kanker kandung
kemih,cedera radiasi pada kandung kemih,fistula,atau sistitis
kronik. Hal ini dapat bersifat sementara atau permanen. Terdiri atas
ileal loop dan diversi urine kontinen. Pada kasus yang
membutuhkan pengaliran langsung dari ginjal,selang diletakkan
pada pelvis renalis. Prosedur ini dinamakan nefrostomi.
Diversi urine dapat mengancam citra tubuh. Klien harus
belajar mengatur diversi, bila tidak memiliki diversi kontinen harus
menggunakan alat pengumpul urine. Namun, sebagian tetap dapat
beraktivitas, mengenakan pakaian normal,berpergian dan
melakukan hubungan seksual

2.2 PENGKAJIAN

a. Anamnesis Keperawatan
Anamnesis mencakup tinjauan pola eliminasi klien dan gejala perubahan
perkemihan serta pengkajian faktor lain yang dapat mempengaruhi
kemempuan berkemih normal.
1. Pola berkemih: menanyakan pola berkemih harian, termasuk frekuensi
dan waktu, volume normal tiap berkemih, dan perubahan yang timbul.
2. Gejala perubahan perkemihan: menanyakan klien tentang gejala yang
berhubungan dengan perkemihan. Memperhatikan apakah klien
menyadari faktor yang memperburuk gejala.
3. Faktor yang mempengaruhi perkemihan: faktor yang mempengaruhi
perkemihan antara lain adalah usia, lingkungan, riwayat pengobatan,
psikologis, tonus otot, keseimbangan cairan, prosedur operatif atau
diagnostik yang sedang dijalani oleh klien, dan kondisi penyakit.

13
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik akan memberikan data tentang adanya masalah
eliminasi urine dan keparahannya. Struktur pimer yang perlu diperiksa
adalah kulit dan membran mukosa, ginjal, kandung kemih, dan meatus
uretra.
1. Kulit dan membran mukosa
Masalah eliminasi urine sering berhubungan dengan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Memperhatikan turgor kulit dan
mukosa mulut sehingga diperoleh data tentang status hidrasi klien.
Inkontinensia urine meningkatkan resiko kerusakan kulit. Memperiksa
perineum untuk melihat adanya ruam, bengkak, iritasi, dan ganguan
integritas.
2. Ginjal
Auskultasi dapat dilakukan untuk mendeteksi bruit arteri renalis (suara
yang timbul akibat aliran turbulensi sarah melalui arteri yang
menyempit).
3. Meatus uretra
Meatus uretra normal wanita tidak memiliki sekret; jika ada, secret
tersebut diambil untuk diperiksa sebelum klien berkemih. Meatus
uretra pria yang normal berupa lubang kecil di ujung penis.

c. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine melibatkan pengukuran asupan dan keluaran cairan
klien serta pengamatan karakteristik urine klien.
1. Asupan dan keluaran
Pada tatanan pelayanan kesehatan, pemeriksaan asupan cairan
dilakukan jika terdapat instruksi pengukuran asupan dan keluaran.
Perubahan volume urine merupakan indikator penting adanya
perubahan cairan.

14
2. Karakteristik urine
a) Warna: urine normal berwarna pucat sampai gelap tergantung pada
konsentrasinya.
b) Kejernihan: urine yang normal tampak transparan.
c) Bau: semakin pekat urine, baunya akan semakin kuat.

d. Pemeriksaan Diagnostik
Tanggung jawab keperawatan sebelum pemeriksaan dilakukan sebagai
berikut.
1. Memperoleh persetujuan tertulis
2. Memeriksa riwayat alergi klien
3. Memberikan obat pembersih usus (periksalah kebijakan istitusi)
4. Memastikan klien telah menerima diet pra-pemeriksaan yang tepat
Tanggung jawab keperawatan setelah pemeriksaan meliputi hal-hal
berikut.
1. Mengkaji asupan dan keluaran
2. Mengamati karakteristik urine (warna, kejernihan, adanya darah)
3. Mendorong klien untuk mengonsumsi cairan

2.3 DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Gangguan citra tubuh


2. Inkontinensia urine(fungsional,stres, tidak tertahankan)
3. Nyeri(akut,kronis)
4. Risiko infeksi
5. Defisit perawatan diri
6. Gangguan integritas kulit
7. Gangguan eliminasi urine
8. Retensi urine

15
2.4 PERENCANAAN

Perencanan dalam mengembangkan suatu rencana keperawatan, perawat


menetapkan tujuan dan hasil akhir yang diharapkan untuk setiap diagnosis.
Rencana menggabungkan aktivitas untuk meningkatkan kesehatan dan intervensi
terapeutik untuk klien yang mengalami masalah eliminasi urine. Dalam proses
keperawatan, penting untuk mempertimbangkan lingkungan rumah klien dan
eliminasi rutinnya yang normal saat merencanakan terapi untuk klien.
Merencanakan asuhan keperawatan juga melibatkan suatu pemahaman tentang
kebutuhan klien untuk mengontrol fungsi tubuhnya.Perubahan eliminasi urine
dapat menjadi sesuatu yang memalukan, membuat tidak nyaman, dan sering
membuat klien frustasi. Perawat dan klien bekerja sama untuk mempertahankan
eliminasi urine yang normal (Marilyn E,1999).
Tujuan rencana perawatan gangguan eliminasi :
1. Memahami arti eliminasi urine.
2. Membantu mengosongkan kandung kemih secara penuh.
3. Mencegah infeksi.
4. Mempertahankan integritas kulit.
5. Memberi rasa nyaman.
6. Mengembalikan fungsi kandung kemih.
7. Memberikan asupan cairan secara cepat.
8. Mencegah kerusakan kulit.
9. Memulihkan self esteem/ mencegah tekanan emosional.
Rencana Tindakan :
1. Monitor / observasi perubahan faktor, tanda gejala terhadap masalah perubahan
eliminasi urine, retursi dan inkontinensia.
2. Kurangi faktor yang memengaruhi masalah.
3. Monitor terus perubahan retensi urine.
4. Lakukan kateterisasi.

16
2.5 IMPLEMENTASI

Implementasi merupakan tahap yang dilakukan setelah menyusun rencana


keperawatan. Dengan rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis
yang tepat, intervensi diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang dinginkan
untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien. Intervensi
keperawatan merupakan bentuk penanganan yang dilakukan oleh perawat
berdasarkan pertimbangan dan pengetahuan klinis yang bertujuan meningkatkan
hasil perawatan klien (Bulechek, Butcher, dan Dotcherman,2008). Sebelum
mengimplementasikan intervensi keperawatan, menggunakan pemikirian kritis
untuk menentukan ketepatan intervensi terhadap situasi klinis.

Menurut Muttain(2009) implementasi merupakan inisiatif dari rencana


tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Suatu tahap pelaksanaan dimulai
setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukkan pada perintah keperawatan
untuk membantu pasien dalam mencapai tujuan yang diharapkan atau mencapai
suatu kesehatan yang prima. Oleh karena itu, rencana tindakan spesifik dilakukan
untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pada
klien.

2.6 EVALUASI

Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan tindakan


keperawatan.
Hasil evaluasi terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :
1) Tujuan tercapai, apabila keadaan pasien telah membaik sesuai dengan kriteria
yang ditentukan.
2) Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan belum tercapai sepenuhnya, sehingga
perlu dicari penyebab dan cara mengatasinya.
3) Tujuan tidak tercapai, apabila keadaan pasien belum membaik bahkan
memburuk. Dalam hal ini perawat perlu mengkaji lebih mendalam.

17
BAB III

ANALISIS KASUS

3.1 ILUSTRASI KASUS

Kay adalah perawat home care dari Ny. Grayson 75 tahun di rumah. Ny.
Grayson dirujuk oleh dokter karena terjadi dimensia dan artritis. Ny. Grayson
mempunyai riwayat infeksi saluran kemih sebanyak 3 kali. Hasil pengkajian
menunjukkan bahwa Ny. Grayson mengalami gangguan aktivitas seperti saat
mengganti diapers karena nyeri sendi yang dialaminya ketika beraktivitas. Ny.
Grayson rutin memakai diapers karena mengalami masalah mengontrol buang air
kecil (BAK). Ny. Grayson juga mengalami gangguan untuk aktivitas toileting
(pergi ke kamar mandi), sehingga sering mengompol. Hasil pengkajian pola
eliminasi (bladder diary) menunjukkan bahwa Ny. Grayson BAK BAK sebanyak
200 ml setiap 2 jam, setiap batuk keluar urin, intake cairan rendah 800 ml per 24
jam. Hasil pemeriksaan laboratorium urinalisis (urin rutin) adalah pH 6, leukosit
12 HPF, dan bakteria 13 /μL.

3.2 PENGKAJIAN

Hari,tanggal : Selasa, 17 September 2019,pukul 06.45 WIB

1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. Grayson
b. Umur : 75 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Dxmedis : Dimensia dan artritis

2. Derajat Kesehatan :
a. Keluhan
 Ny.Grayson mengalami nyeri sendi dan bermasalah dalam
mengontrol buang air kecil (BAK).

18
 gangguan untuk aktivitas toileting (pergi ke kamar mandi),
sehingga sering mengompol.

b. Riwayat Penyakit
Ny.Grayson mempunyai riwayat infeksi saluran kemih sebanyak 3
kali.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Hasil pengkajian pola eliminasi
 BAK sebanyak 200ml per 2 jam
 Setiap batuk keluar urine
 Intake cairan rendah 800ml per 24 jam
b. Hasil pemeriksaan laboratorium
 pH urine : 6
 Leukosit : 12 HPF
 Bakteria : 13 /μL

3.3 ANALISIS DATA

Hari,Tanggal Data Masalah Etiologi Tanda


Tangan
Selasa,10 Data Subyektif: Inkontinensia Gangguan
September Ny.Grayson urine
aktivitas
2019. Pukul mengalami nyeri fungsional
06.45 sendi. toileting
(pergi ke
Ny.Grayson
mengalami kamar
masalah dalam
mandi).
mengontrol BAK.

Ny.Grayson
mempunyai
riwayat infeksi
saluran kemih
sebanyak 3 kali.

Data Objektif:

19
Hari,Tanggal Data Masalah Etiologi Tanda
Tangan
BAK sebanyak
200ml per 2 jam

Setiap batuk keluar


urine

Intake cairan
rendah 800ml per
24 jam

pH urine : 6

Leukosit : 12 HPF

Bakteria : 13/ μL

3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Inkontinensia urine fungsional berhubungan dengan pengeluaran urine yang


tidak terkendali karena kesulitan dan tidak mampu mencapai toilet pada waktu
yang tepat.

3.5 RENCANA KEPERAWATAN

Hari,Tanggal Tujuan dan Intervensi Rasional Tanda


Kriteria Hasil Keperawatan Tangan
Sabtu,14 Label: Label:
September Kontinensia Perawatan
2019 Urine Inkontinensia Urine
Setelah
dilakukan
tindakan Observasi:
keperawatan Identifikasi penyebab Mencatat
selama 3x24 inkontinensia urine penyebab

20
jam, (misal obat-obatan, inkontinensia
Ny.Grayson usia, riwayat operasi). urine yang
menunjukkan dialami
kontinensia Ny.Grayson.
urine yang
membaik Monitor kebiasaan Memantau
dengan kriteria BAK. kebiasaan BAK
hasil: Ny.Grayson.
Kemampuan
berkemih Terapeutik:
meningkat
(skala 5) Bersihkan genitalia Mengelap area
Nokturia dan kulit sekitar genitalia dan kulit
menurun (skala secara rutin. sekitar
5) menggunakan
Residu volume handuk yang
urine setelah dicelupkan pada
berkemih ember berisi air
menurun (skala sabun setelah
5) Ny.Grayson
Sensasi melakukan BAK.
berkemih
meningkat Buat jadwal Membuat jadwal
(skala 5) konsumsi obat-obat konsumsi obat-
Mengompol diuretik. obatan yang harus
menurun (skala diminum
5) Ny.Grayson.
Frekuensi BAK
membaik (skala Edukasi:
5) Jelaskan definisi, Menjelaskan
Kemampuan jenis inkontinensia, tentang

21
melakukan penyebab inkontinensia
tindakan untuk inkontinensia urine. kepada
mengurangi Ny.Grayson.
gejala
meningkat Anjurkan membatasi Membatasi
(skala 5) konsumsi cairan 2-3 Ny.Grayson
jam menjelang tidur. minum air
sebelum tidur.

Kolaborasi:
Rujuk ke ahli Merujuk
inkontinensia, jika Ny.grayson pada
perlu. ahli inkontinensia
bila ingin
mengetahui
tentang penyakit
Ny.Grayson lebih
lanjut

22
BAB IV

PENUTUP

4. 1 KESIMPULAN

1. Pengkajian pada Ny.Grayson

Hari,tanggal : Selasa, 17 September 2019 Jam : 06.45 WIB

1. Identitas Pasien
e. Nama : Ny. Grayson
f. Umur : 75 tahun
g. Jenis Kelamin : Perempuan
h. Dxmedis : Dimensia dan artritis

2. Derajat Kesehatan :
c. Keluhan
Ny.Grayson mengalami nyeri sendi dan bermasalah dalam
mengontrol buang air kecil (BAK).

d. Riwayat Penyakit
Ny.Grayson mempunyai riwayat infeksi saluran kemih sebanyak 3
kali.
3. Pemeriksaan Fisik
c. Hasil pengkajian pola eliminasi
 BAK sebanyak 200ml per 2 jam
 Setiap batuk keluar urine
 Intake cairan rendah 800ml per 24 jam
d. Hasil pemeriksaan laboratorium
 pH urine : 6
 Leukosit : 12 HPF
 Bakteria : 13 /μL

23
2. Diagnosis pada Ny.Grayson
Inkontinensia urine fungsional berhubungan dengan pengeluaran urine
yang tidak terkendali karena kesulitan dan tidak mampu mencapai toilet
pada waktu yang tepat.
3. Rencana tindakan keperawatan pada Ny.Grayson
1. Observasi:
Identifikasi penyebab inkontinensia urine (misal obat-obatan, usia,
riwayat operasi).
Monitor kebiasaan BAK.
2. Terapeutik:
Bersihkan genitalia dan kulit sekitar secara rutin.
Buat jadwal konsumsi obat-obat diuretik.
3. Edukasi:
Jelaskan definisi, jenis inkontinensia, penyebab inkontinensia
urine.
Anjurkan membatasi konsumsi cairan 2-3 jam menjelang tidur.
4. Kolaborasi:
Rujuk ke ahli inkontinensia, jika perlu.
4. Tindakan keperawatan pada Ny.Grayson
 Mencatat penyebab inkontinensia urine yang dialami Ny.Grayson.
 Memantau kebiasaan BAK Ny.Grayson.
 Mengelap area genitalia dan kulit sekitar menggunakan handuk
yang dicelupkan pada ember berisi air sabun setelah Ny.Grayson
melakukan BAK.
 Membuat jadwal konsumsi obat-obatan yang harus diminum
Ny.Grayson.
 Menjelaskan tentang inkontinensia kepada Ny.Grayson.
 Membatasi Ny.Grayson minum air sebelum tidur.
 Merujuk Ny.grayson pada ahli inkontinensia bila ingin mengetahui
tentang penyakit Ny.Grayson lebih lanjut

24
5. Hasil asuhan keperawatan pada Ny.Grayson
Setelah melakukan asuhan keperawatan terhadap Ny. D selama 3x24
jam, Ny. D menunjukkan pola nafas efektif dengan kriteria hasil:
Dispneu menurun(skala 5), retraksi dinding dada menurun (skala 5),
frekuensi nafas 12-20 kali per menit (skala 5). Diagnosa tersebut
berdasarkan teori SLKI (Edisi 1, Cetakan II).

4. 2 SARAN

Setelah penulis melakukan studi kasus, penulis mengalami beberapa


hambatan. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak penulis mampu
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Demi kemajuan selanjutnya, maka penulis menyarankan kepada:

1. Pasien dapat lebih kooperatif, selalu memperhatikan arahan tim medis serta
tidak melakukan hal-hal yang menyimpang dari petunjuk dokter maupun
perawat. Apabila telah diperbolehkan pulang, dihimbau untuk tetap berhati-hati
agar proses penyembuhan berjalan lancar.

2. Untuk perawatan dengan pasien gagal jantung, harus ada kerja sama antara
perawat ruangan dan keluarga agar selalu memberikan informasi tentang
perkembangan pasien dan memberikan edukasi kesehatan yang sederhana pada
keluarga dan senantiasa mengingatkan pasien dan keluarga untuk selalu
menjaga pola makan dan kesehatan pasien.

3. Perawat sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan


pasien perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar mampu
merawat pasien dengan komprehensif dan optimal. Perawat juga harus bekerja
sama dengan tim kesehatan lain (dokter, ahli gizi, psikiatri, dan pekerja sosial)
dalam melakukan perawatan atau penanganan terhadap pasien gagal jantung
kongestif.

DAFTAR PUSTAKA

25
Potter Perry. 2010. “Fundamentals of Nursing”. Singapura: Mosby Elsevier.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/download/14739/14308
repository.usu.ac.id
jurnal.poltekkes-malang.ac.id
jurnal.unej.ac.id

26

Anda mungkin juga menyukai