W
DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI DIRUANG DAHLIA
RSUD DR DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA
Disusun oleh :
Nama : KALARA SEPTIANI PUTRI
NIM : 2021-01-14401-029
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................ ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iv
BAB 1 LAPORAN PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1 Konsep Dasar.................................................................................................... 3
1.1.1 Pengertian..................................................................................................
4
1.1.2 Penyebab................................................................................................... 3-4
1.1.3 Tanda dan Gejala..................................................................................... 5
1.1.4 Patofisiologi.............................................................................................. 5
1.1.5 Pathway..................................................................................................... 6
1.1.6 Komplikasi............................................................................................... 7
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................... 7
1.1.8 Penatalaksanaan Medis............................................................................ 7-9
1.2 Konsep dasar kebutuhan manusia................................................................ 8
1.2.1. Definisi ....................................................................................................... 8
1.2.2. Etiologi ....................................................................................................... 8
1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan 9
1.3.1. Pengkajian ................................................................................................ 9
1.3.2. Diagnosa .................................................................................................. 9
1.3.3. Intervensi ................................................................................................. 10
1.3.4. Implementasi ........................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….............
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN……………………………………….. 13
2.1 Pengkajian Keperawatan ................................................................................... 13
BAB 1
PENDAHULUAN
LEMBAR PENDAHULUAN
2. Respon keinginan awal untuk berkemih Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan yang
mengabaikan respon awal untuk berkemih dan hanya pada akhir keinginan berkemih
menjadi lebih kuat. Akibatnya urine banyak tertahan dalam kandung kemih. Masyarakat ini
mempunyai kapasitas kamdung kemih yang lebih dari normal.
3. Gaya hidup Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine.
Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi.
Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku,
4. Stress psikologi Meningkatnya stres seseorang dapat meningkatkan frekuens keinginan
berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitif untuk keinginan berkemih dan atau
meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
5. Tingkat aktivitas Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi
urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus spingter internal dan
eksternal.
6. Tingkat perkembangan Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi
pola berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya
tekanan dari fetus atau adanya
7. Kondisi patologis Saat seseorang dalam keadaan sakit,produksi urinnya sedikit hal ini
disebabkan minum sedikit.
Eliminasi Fekal
1. Tingkat perkembangan Pada bayi sistem pencernaannya belum sempuma. Sedangkan pada
lansia proses mekaniknya berkurang karena berkurangnya kemampuan fisiologis sejumlah
organ Ini bergantung pada kualitas, frekuensi, dan jumlah makanan yang dikonsumsi.
2. Diet makanan berserat akan mempercepat produksi feses. Secara fisiologis, banyaknya
makanan yang masuk kedalam tubuh juga berpengaruh terhadap keinginan defekasi.
3. Asupan Cairan Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses lebih keras. In karena
jumlah absorpsi cairan dikolon meningkat.
4. Tonos Otot Tonus otot terutama abdomen yang ditunjang dengan aktivitas yang cukup akan
membantu defekasi. Gerakan peristalak akan memudahkan materi feses bergerak
disepanjang kolon
5. Faktor psikologis Perasaan cemas atau takut akan mempengaruhi peristaltik atau motilitas
usus sehingga dapat menyebabkan diare
6. Pengobatan Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek konstipasi. Laksatif dan katarik
dapat melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik. Akan tetapi jika digunakan dalam
waktu lama, kedua obat tersebut dapat menurunkan tonus usus sehingga usus menjadi
10
kurang responsif terhadap stimulus laksati Obat-obat lain yang dapat mengganggu pola
defekasi antara lain: analgesik narkotik.obat dan anti kolinergik.
7. Penyakit Beberapa penyakit pencemaan dapat menyebabkan diare atau konstipasi.
Aktivitas harian yang biasa dilakukan, bowel training pada saat kanak-kanak, atau
kebiasaan
8. Gaya hidup menahan buang air besar.
9. Aktivitas fisik Orang yang banyakn bergerak akan mempengaruhi mortilitas usus.
10. Posisi selama defekasi Posisi jongkok merupakan posisi paling sesuai untuk defekasi. Posisi
tersebut memungkinkan individu mengerahkan tekanan yang terabdomen dan
mengerutkan otot pahanya sehingga memudahkan proses defekasi.
11. Kehamilan Konstipasi adalah masalah umum ditemui pada trimester akhir kehamilan
seiring bertambahnya usia kehamilan, ukuran janin dapat menyebabkan obstruksi yang
akan menghambat pengeluaran feses Akibatnya, ibu hamil sering kali mengalami hemoroid
permanen karena seringnya mengedan saat defekasi
1.1.4 Anatomi dan Patofisiologi
a. Anatomi
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah
(sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh) dan thenyerap zat-
zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut
dalam air dan dikeluarkan dari tubuh berupa urin (air kemih) (Syaifuddin, 2019). Sistem
perkemihan memiliki fungsi :
1. Keseimbangan transportasi air dan zat terlarut.
2. Mensekresi hormon yang membantu mengatur tekanan darah, eritropoietin dan
metabolism kalsium
3. Menyimpan nutrient
4. Ekskres zat buangan.
5. Mengatur keseimbangan asam basa
6. Membentuk urin
Sistem perkemihan disebut juga urinari sistemati renal sister. Terdiri dari:
1. Dua buah ginjal, yang berfungsi membuang zat-zat sisa metabolisme atau zat yang
berlebihan dalam tubuh serta membentuk urin.
2. Dus bush ureter, yang berperan untuk mentransport urin ke kandung kemih bladder.
3. Kandung kemih bladder, yang merupakan tempat penampungan urin
11
4. Uretra, yang merupakan saluran yang mengalirkan urin dari bladder kandungkemih
keluar tubuh.
Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol
oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf
simpatis terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan
resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem
simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan
otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra. Pengeluaran urine secara normal
timbul akibat dari kontraksi yang simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal
ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama
yaitu asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen
ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan
informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran
parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih,
hambatan pada aliran parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
1.1.6 Komplikasi
a. Eliminasi urin
retensi urin: akumulasi urine yang nyata didalam kandung kemih akibat ketidakmampuan
mengosongkan kandung kemih
dysuria: adanya rasa sakit atau kesulitan berkemih
polyuria produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal. seperti 2500 ml/hari
tanpa adanya intake cairan.
Inkontinensia urine: ketidaksanggupan sementara atau permanen oto sfingter eksternal
untuk mengontrol keluarnya urine dari kantong kemih
Urinari supresi : berhenti memproduksi urine secara mendadak.
b. Eliminasi fekal
13
Konstipasi : penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama
atau keras dan kering
Impaksi: merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi. Impaksi adalah kumpulan
feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum, yang tidak dapat dikeluarkan.
Diare: peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses yang cair dan tidak
berbentuk. Diare adalah gejala gangguan yang mempengaruhi proses pencernaan,
absorbsi, dan sekresi di dalam saluran GI.
Inkontinensia: ketidakmampuan mengontrol keluamya feses dan gas dari anus
Flatulen penyebab umum abdomen menjadi penuh, terasa nyeri, dan kram.
Hemoroid: vena-vena yang berdilatasi, membengkak dilapisan rektum
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Eliminasi Urine
1. Abdomen, kaji dengan cermat adanya pembesaran, distensi kandung kemih, pembesaran
ginjal, nyeri tekan pada kandung kemih.
2. Genitalia. Kaji kebersihan daerah genetalia. Amati adanya bengkak, rabas, atau radang
pada meatus uretra.
3. Urine, kaji karakteristik urine klien bandingkan dengan karakteristik urine normal.
Eleminasi fekal
1. Abdomen, pemeriksaan dilakukan pada posisi terlentang, hanya pada bagian yang tampak
saja Inspeksi. Amati abdomen untuk melihat bentuknya, simetrisitas adanya distensi atau
gerak peristaltik Auskultasi dengarkan bising usus, lalu perhatikan intensitas, frekuensi dan
kualitasnya. Perkusi, lakukan perkusi pada abdomen untuk mengetahui adanya distensi
berupa cairan, massa atau udara mulailah pada bagian kanan atas dan seterusnya. Palpasi,
lakukan palpasi untuk mengetahui konstitensi abdomen serta adanya nyeri tekan atau
massa di permukaan abdomen.
2. Rektum dan anus, pemeriksaan dilakukan pada posisi litotomi atau sims.
3. Feses, amati feses klien dan catat konstitensi, bentuk bau wama, dan jumlahnya
1.1.8 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk Pemenuhan kebutuhan eliminasi mencakup :
1. Teknik Bladder Training
2. Kateter
2.1 Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia
2.1.1. Definisi
14
Diagnosa keperawatan adalah suata penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual
maupun potensial, diagnose keperawatan yang muncul pada pasien dengan gangguan eliminasi
adalah:
1. Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, inkontinensi dan
enuresis
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine
3. Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria, nyeri saat mengejan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter
5. Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi
6. Self care defisit: toileting jika klien inkontinesi
7. Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi saluran urinary
akibat proses penyakit
2.1.3 INTERVENSI
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan yang termasuk dibuat untuk membantu
individu (klien) dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan dalam
hasil yang diharapkan. Intervensi tersebut bisa dikatakan sebagai semua tindakan asuhan yang
dilakukan perawat atas nama klien. Tindakan tersebut termasuk intervensi yang diprakarsai oleh
perawat. Intervensi (perencanaan) ialah kegiatan dalam keperawatan yang meliputi, pusat
tujuan pada klien, menetapkan hasil apa yang ingin dicapai serta memilih intervensi 34
keperawatan agar dengan mudah mencapai tujuan Tahapan perencanaan ini memberi
kesempatan kepada perawat,pasien atau klien, serta orang terdekat klien dalam merumuskan
rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah yang dialami oleh klien tersebut.
Perencanaan tersebut merupakan suatu petunjuk yang tertulis dengan menggambarkan sasaran
yang tepat dan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien
sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan
2.1.4 IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawat.
Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independent) dan tindakan kolaborasi
(Wartonah, 2018) Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang
merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi
(Kozier B, 2019) Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
16
b. Diagnosis keperawatan.
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan.
d. Tanda tangan perawat pelaksana
.2.1.5 EVALUASI
Pada proses ini, intervensi keperawatan harus ditentukan apakah intervensi tersebut
harus diakhiri, dilanjutkan, dimodifikasi, ataupun dirubah. Evaluasi dilakukan secara
continue dimana evaluasi dilakukan segera setelah implementasi dilaksanakan sehingga
memungkinkan perawat untuk segera merubah atau memodifikasi intervensi
keperawatannya. Evaluasi tidak hanya dilaksanakan segera setelah implementasi dilakukan,
namun juga dilaksanakan pada interval tertentu untuk melihat perkembangan untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan (Kozier B, 2019)
Perawat mengevaluasi keberhasilan intervensi. Perawat harus mempersiapkan untuk
mengubah rencana jika tidak berhasil (Widianti, 2017) Evaluasi merupakan evaluasi
intervensi keperawatan dan terapi dengan membandingkan kemajuan klien dengan tujuan
dan hasil yang diinginkan dan direncanakan keperawatan (Perry, Fundamental
Keperawawatan Buku 3 edisi 7, 2010) Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk
pendekatan SOAP, evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen, yaitu:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosa keperawatan
c. Evaluasi keperawatan