Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN PEDAHULUAN (LP) DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

Tn.F DENGAN DIAGNOSA MEDIS CALCULUS OF BILE DUCT DI


RUANG OK IGD RSAL dr. RAMELAN SURABAYA

DISUSUN OLEH:

ISMA DAMAYANTI

2021-01-14401-026

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAP PALANGKARAYA


PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN
2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Laporan Pendahuluan (Lp) Dan Asuhan Keperawatan


Dengan Diagnosa Medis Calculus Of Bile Duct Di R
OK IGD RSAL dr. RAMELAN SURABAYA

Nama : Isma Damayanti

NIM : 20210114401026

Program Studi : Diploma Tiga Keperawatan

Laporan keperawatan ini telah disetujui

oleh : Pada Tanggal November

2023

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

( Zia Abdul Aziz, Ns., M.Kep) (Tri Sunu probolaksono,S.Kep.,Ns)

Mengetahui

Ketua Program Studi Diploma Tiga Keperawatan

Dina Rawan G. Rana, Ners., M.Kep

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Laporan Pendahuluan (Lp) Dan Asuhan Keperawatan Tn.F
Dengan Diagnosa Medis Calculus Of Bile Duct Di Ruang OK IGD RSAL dr.
RAMELAN SURABAYA Laporan Pendahuluan ini disusun guna melengkapi
syarat Praktek belajar lapangan (PBL). Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih
kepada :

1. Ibu Maria Adelheid, S.Pd,. M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.

2. Ibu Dina G. Rawan, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Diploma
III Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.

3. Bapak Zia Abdul Aziz, Ners., M.Kep dan Ibu Amiyani Kristina, Ners.,
M.Kep selaku penanggung jawab Praktek belajar lapangan (PBL) yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian laporan pendahuluan ini.

4. Bapak Zia Abdul Aziz, Ners., M.Kep selaku Pembimbing Akademik yang
telah banyak memberikan saran, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.

5. Bapak Tri Sunu probolaksono,S.Kep.,Ns selaku Pembimbing Lahan yang


telah banyak memberikan saran, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.

6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan Praktek belajar


lapangan (PBL).
Penulis menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat
bagi kita semua

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1. Latar Belakang........................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan....................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................2
2.1. Konsep Dasar Calculus Of Bile Duct.............................................2
2.1.1. Definisi................................................................................2
2.1.2. Etiologi................................................................................3
2.1.3. Manifestasi Klinis...............................................................4
2.1.4. Pemeriksaan Penunjangan..................................................4
2.1.5. Penatalaksanaan..................................................................5
2.1.6. Patofisiologi........................................................................6
2.1.7. Komplikasi..........................................................................8
2.2. Manajemen Asuhan Keperawatan..................................................9
2.2.1. Pengkajian Keperawatan.....................................................9
2.2.2. Diagnosa Keperawatan.......................................................12
2.2.3. Intervensi Keperawatan......................................................12
2.2.4. Implementasi Keperawatan.................................................14
2.2.5. Evaluasi Keperawatan.........................................................14
2.3. Asuhan Keperawatan Teori Perioperatif .......................................
2.3.1 Pengkajian keperawatan ....................................................
2.3.2 Diagnosa keperawatan.......................................................
2.3.3 Intervensi keperawatan......................................................
2.3.4 Implementasi keperawatan ................................................
2.3.5 Evaluasi keperawatan ........................................................

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................15


iv
3.1. Pengkajian..........................................................................15
3.2. Diagnosa.............................................................................26
3.3. Intervensi............................................................................28
3.4. Implementasi......................................................................29
3.5. Evaluasi..............................................................................29

BAB 4 PENUTUP...........................................................................................34
4.1. Kesimpulan...............................................................................34
4.2. Saran..........................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA

v
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan bahwa
terdapat 400 juta penduduk di dunia mengalami Cholelithiasis dan mencapai
700 juta penduduk pada tahun 2016. Cholelithiasis atau batu empedu
terbentuk akibat ketidak seimbangan kandungan kimia dalam cairan empedu
yang menyebabkan pengendapan satu atau lebih komponen empedu.
Cholelithiasis merupakan masalah kesehatan umum dan sering terjadi di
seluruh dunia, walaupun memiliki prevalensi yang berbeda beda di setiap
daerah (Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, 2017).
Gaya hidup adalah pola hidup setiap orang diseluruh dunia yang di
ekspresikan dalam bentuk aktivitas, minat, dan opininya. Secara umum gaya
hidup dapat diartikan sabagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan cara
bagaimana seseorang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting
bagi orang untuk menjadikan pertimbangan pada lingkungan (minat), dan
apa yang orang selalu pikirkan tentang dirinya sendiri dan dunia disekitarnya
(opini), serta faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi gaya hidup sehat
diantaranya adalah makanan dan olahraga. Gaya hidup dapat disimpulkan
sebagai pola hidup setiap orang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, dan
pendapatnya dalam membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan
waktunya untuk kehidupan sehari-harinya.
Saat ini dengan semakin meningkatnya tuntutan pekerjaan dan kebutuhan
hidup setiap orang, membuat masyarakat Indonesia melakukan gaya hidup
yang tidak sehat. Mereka banyak mengkonsumsi makanan yang cepat saji
(yang tinggi kalori dan tinggi lemak), waktu untuk melakukan latihan fisik
yang sangat terbatas, serta kemajuan teknologi yang membuat gaya hidup
masyarakat yang santai karena dapat melakukan pekerjaan dengan lebih
mudah sehingga kurang aktifitas fisik dan adanya stress akibat dari pekerjaan
serta permasalaahan hidup yang mereka alami menjadi permasalahan yang

1
2

sulit mereka hindari. Semua kondisi tersebut dapat meningkatkan resiko


terjadinya penyakit cholelitiasis dan jumlah penderita cholelitiasis meningkat
karena perubahan gaya hidup, seperti misalnya banyaknya makanan cepat
saji yang dapat menyebabkan kegemukan dan kegemukan merupakan faktor
terjadinya batu empedu karena ketika makan, kandung empedu akan
berkontraksi dan mengeluarkan cairan empedu ke di dalam usus halus dan
cairan empedu tersebut berguna untuk menyerap lemak dan beberapa
vitamin diantaranya vitamin A, D, E, K (Tjokropawiro, 2015).
Berdasarkan beberapa banyaknya faktor yang dapat memicu atau
menyebabkan terjadinya cholelitiasis adalah gaya hidup masyarakat yang
semakin meningkat terutama masyarakat dengan ekonomi menengah keatas
lebih suka mengkonsumsi makanan cepat saji dengan tinggi kolesterol
sehingga kolesterol darah berlebihan dan mengendap dalam kandung
empedu dan menjadi kantung empedu dan dengan kurangnya pengetahuan
dan kesadaran tentang akibat dari salah konsumsi makanan sangat berbahaya
untuk kesehatan mereka (Haryono, 2013).
Banyaknya faktor yang mempengaruhi terjadinya cholelitiasis adalah
faktor keluarga, tingginya kadar estrogen, insulin, dan kolesterol,
penggunaan pil KB, infeksi, obesitas, gangguan pencernaan, penyakit arteri
koroner, kehamilan, tingginya kandung lemak dan rendah serat, merokok,
peminum alkohol, penurunan berat badan dalam waktu yang singkat, dan
kurang olahraga (Djumhana, 2017).
Cholelitiasis saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat karena
frekuensi kejadiannya tinggi yang menyebabkan beban finansial maupun
beban sosial bagi masyarakat. Sudah merupakan masalah kesehatan yang
penting di negara barat, Angka kejadian lebih dari 20% populasi dan insiden
meningkat dengan bertambahnya usia. Cholelitiasis sangat banyak
ditemukan pada populasi umum dan laporan menunjukkan bahwa dari
11.840 yang dilakukan otopsi ditemukan 13,1% adalah pria dan 33,7%
adalah wanita yang menderita batu empedu. Di negara barat penderita
cholelitiasis banyak ditemukan pada usia 30 tahun, tetapi rata-rata usia
tersering adalah 40–50 tahun dan meningkat saat usia 60 tahun seiring
bertambahnya usia, dari 20 juta
2
3

orang di negara barat 20% perempuan dan 8% laki-laki menderita


cholelitiasis dengan usia lebih dari 40 tahun (Cahyono, 2015).
Cholelitiasis merupakan kondisi yang paling banyak ditemukan, kondisi
ini menyebabkan 90% penyakit empedu, dan merupakan penyebab nomor
lima perawatan di rumah sakit pada usia muda. Choleltiaisis biasanya timbul
pada orang dewasa, antara usia 20-50 tahun dan sekitar 20% dialami oleh
pasien yang berumur diatas 40 tahun. Wanita berusia muda memiliki resiko
2-6 kali lebih besar mengalami cholelitiasis. Cholelitiasis mengalami
peningkatan seiring meningkatnya usia seseorang. Sedangkan kejadian
cholelitiasis di negara Asia 3%-15% lebih rendah dibandingan negara barat.
Di Indonesia, cholelitiasis kurang mendapat perhatian karena sering
sekali asimtomatik sehingga sulit di deteksi atau sering terjadi kesalahan
diagnosis. Penelitian di Indonesia pada Rumah Sakit Columbia Asia Medan
sepanjang tahun 2011 didapatkan 82 kasus cholelitiasis (Ginting, 2012).
Tatalaksana kolelitiasis dapat dibagi menjadi dua, yaitu bedah dan non
bedah. Terapi non bedah dapat berupa lisis batu yaitu disolusi batu dengan
sediaan garam empedu kolelitolitik, ESWL (exstracorporeal shock wave
lithitripsy) dan pengeluaran secara endoskopi, sedangkan terapi bedah dapat
berupa laparoskopi kolesistektomi, dan open kolesistektomi.
Perawat yang berhubungan langsung dengan klien kolelitiasis harus
melaksanakan perannya secara profesional, melakukan teknik relaksasi
adalah tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri,
tindakan reklaksasi mencakup teknik relaksasi nafas dalam, distraksi, dan
stimulasi kulit. Selain itu perawat juga berperan dalam memberikan terapi
medis berupa cairan intravena, antibiotik, dan analgetik.
Solusi masalah pada pasien dengan Kolelitiasis adalah perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan dapat memberikan informasi tentang
bagaimana tanda gejala, cara pencegahan, cara pengobatan dan penanganan
pasien dengan Kolelitiasis sehingga keluarga juga dapat beperan aktif dalam
pemeliharaan kesehatan baik individu itu sendiri maupun orang lain
disekitarnya.

3
4

Sehubungan dengan hal tersebut maka peneliti tertarik melakukan


penelitian untuk melihat dan mengetahui sejauh mana “Asuhan Keperawatan
Klien Dengan Cholelitiasis”
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien Cholelitiasis
1.3 Tujuan
Adapun Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dibedakan menjadi
tujuan umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum.
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Cholelithiasis
2. Tujuan Khusus.
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan pre ,intra,dan
post operatif Cholelithiasis di RSAL dr.Ramelan Surabaya
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan pre
,intra,dan post operatif Cholelithiasis di RSAL dr.Ramelan Surabaya
c. Menyusun perencanaan tindakan keperawatan yang sesuai dengan
masalah keperawatan pada klien dengan pre ,intra,dan post operatif
Cholelithiasis di RSAL dr.Ramelan Surabaya
d. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
perencanaan tindakan keperawatan pada pasien pre ,intra,dan post
operatif Cholelithiasis di RSAL dr.Ramelan Surabaya
e. Mengevaluasi dari pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan pada pasien pre ,intra,dan post operatif Cholelithiasis di RSAL
dr.Ramelan Surabaya

4
5

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Calculus Of Bile Duct


2.1.1 Definisi
Cholelithiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan
penyakit yang didalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di
dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-
duanya. Cholelithiasis adalah material atau kristal yang terbentuk di dalam
kandung empedu. Beberapa faktor risiko yang sering ditemui pada kejadian
Cholelithiasis dikenal dengan “6F” (Fat, Female, Forty, Fair, Fertile, Family
history). Keluhan klinis yang sering ditemukan adalah nyeri pada perut kanan
atas, nyeri epigastrium, demam, ikterus, mual, muntah. Kandung empedu
merupakan sebuah kantung yang terletak di bawah hati yang
mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai dilepaskan ke dalam
usus. Fungsi dari empedu sendiri sebagai ekskretorik seperti ekskresi
bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi
lemak oleh garam- garam empedu. Selain membantu proses pencernaan dan
penyerapan lemak, empedu juga berperan dalam membantu metabolisme dan
pembuangan limbah dari tubuh, seperti pembuangan hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol. Garam
empedu membantu proses penyerapan dengan cara meningkatkan kelarutan
kolesterol, lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak (Fitria, 2019).
Cholelithiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung
empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada keduaduanya.
Diperkirakan lebih dari 95% penyakit yang mengenai kandung empedu dan
salurannya adalah penyakit Cholelithiasis. Adanya infeksi dapat
menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga menyebabkan
terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat
disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke
saluran empedu sampai ke kantong empedu. Penyebab paling utama adalah
infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan
pada

5
6

saluran dan kantong empedu sehingga cairan


yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan
batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila
bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang
tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam (Fitria, 2019)
2.1.2 Etiologi
Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih
belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat
menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa
lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal
dan mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi
terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung
empedu.8 Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan batu
empedu, diantaranya: (Albab, 2018)
1. Eksresi garam empedu Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi
berbagai garam empedu atau fosfolipid dalam empedu. Asam empedu
dihidroksi atau dihydroxy bile acids adalah kurang polar dari pada asam
trihidroksi. Jadi dengan bertambahnya kadar asam empedu dihidroksi
mungkin menyebabkan terbentuknya batu empedu.
2. Kolesterol empedu Apa bila binatanang percobaan di beri diet
tinggi kolestrol, sehingga kadar kolesrtol dalam vesika vellea sangat
tinggi, dapatlah terjadi batu empedu kolestrol yang ringan. Kenaikan
kolestreol empedu dapat di jumpai pada orang gemuk, dan diet kaya
lemak.
3. Substansia mukus Perubahan dalam banyaknya dan komposisi
substansia mukus dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan
batuempedu.
4. Pigmen empedu Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin
disebabkan karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen
empedu dapat terjadi karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin
adalah berupa larutan bilirubin glukorunid.
6
7

5. Infeksi Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding


kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan
demikian menaikan pembentukan batu.
Gambar 2.1

Sumber : (Supardjo, 2020)


2.1.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien Cholelithiasis sangat bervariasi, ada yang
mengalami gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien
Cholelithiasis dapat mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan
oleh penyakit kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat
obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa
bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh,
distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen
dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila individu mengkonsumsi
makanan yang berlemak atau yang digoreng (Bini et al., 2020)
Gejala yang mungkin timbul pada pasien Cholelithiasis adalah nyeri dan
kolik bilier, ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi
vitamin. Pada pasien yang mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan
karena adanya obstruksi pada duktus sistikus yang tersumbat oleh batu
empedu

7
8

sehingga terjadi distensi dan menimbulkan infeksi. Kolik bilier tersebut


disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas, pasien akan
mengalami mual dan muntah dalam beberapa jam sesudah mengkonsumsi
makanan dalam posi besar (Bini et al., 2020)
2.1.4 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien Cholelithiasis adalah
(Bini et al., 2020)
1. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen
Dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung empedu
dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun, hanya 15-
20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak
melalui pemeriksaan sinar-x.
2. Ultrasonografi
Pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan kolesistografi oral
karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat dilakukan pada
penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi
kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami
dilatasi.
3. Pemeriksaan pencitraan Radionuklida atau koleskintografi
Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara
intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat
diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian
saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan
percabangan bilier.

4. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography)


Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke
dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul
dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus,

8
9

kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk


memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier.
5. Kolangiografi Transhepatik Perkutan
Pemeriksaan dengan cara menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam
percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu
relatif besar, maka semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus,
duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat
garis bentuknya dengan jelas.
6. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography)
Merupakan teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan
zat kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu
akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas
sinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai
intensitas sinyal rendah yang dikrelilingi empedu dengan intensitas
sinyal tinngi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran
empedu.

2.1.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kolelitiasis atau batu empedu meliputi observasi,
medikamentosa, atau tindakan operatif. Penanganan disesuaikan
dengan tingkat keparahan penyakit.(dr. Bianda Dwinda)
Observasi :
Kolelitiasis seringkali ditemukan secara insidental saat melakukan
pemeriksaan penunjang untuk kondisi lainnya. Kasus yang
bersifat asimtomatik sebaiknya dilakukan pendekatan terapi
observasi gejala dan follow up klinis.
Sekitar 2‒4% pasien asimtomatik menjadi bergejala dalam follow
up tahunan. Beberapa faktor risiko transisi ini adalah adanya batu
empedu yang multipel, temuan kolesistografi negatif, dan pasien
usia muda.
Medikamentosa :
Pada pasien asimptomatik atau simptomatik yang menolak
tindakan operatif, ataupun tidak memenuhi syarat pembedahan,
9
10

dapat direkomendasikan untuk diberikan terapi medikamentosa


disolusi oral atau Extracorporeal Shockwave Lithotripsy
(ESWL).
1. Analgetik lini pertama dapat diberikan obat antiInflamasi
nonsteroid (OAINS), seperti diklofenak, ketoprofen, indometasin,
atau paracetamol. Opsi lain bisa berikan analgetik golongan
narkotika, seperti meperidine atau buprenorfin. OAINS dipilih
karena efek analgesik yang setara dengan obat golongan
narkotika, tetapi dengan efek samping yang lebih rendah. Agen
antispasmodik, seperti butilscopolamina, merupakan alternatif
untuk merelaksasi dan mengurangi spasme kantung empedu.

2. Terapi Disolusi Oral Obat disolusi disarankan untuk pasien


kolelitiasis asimtomatik dengan batu empedu kolesterol. Selain
itu, bisa diberikan juga pada pasien simptomatik yang mempunyai
kontraindikasi terapi pembedahan, atau dengan batu empedu
berukuran kurang dari 15 mm dengan fungsi kantung empedu
yang normal Jenis obat disolusi batu empedu adalah asam
ursodeoksikolat atau asam kenodeoksikolat. Kedua obat ini
berfungsi menurunkan sekresi kolesterol bilier oleh hepar,
menyebabkan pembentukan cairan empedu tak terkonjugasi, dan
meningkatkan pelarutan kristal dan batu kolesterol. Kelemahan
terapi ini adalah membutuhkan waktu observasi yang panjang dan
rekurensi yang tinggi (>50%) Terapi disolusi oral akan bermanfaat
pada pasien dengan batu empedu multipel,
ukuran batu kurang dari 15 mm, atau dengan hasil pemeriksaan
CT- Scan dengan nilai CT kurang dari 60 HU. Studi oleh Tomida
et al mengenai pemberian obat ursodeoksikolat jangka panjang
(18 tahun) pada 527 peserta, melaporkan bahwa obat tersebut
dapat menurunkan secara signifikan risiko nyeri traktus bilier dan
komplikasi kolesistitis akut pada pasien kolelitiasis, bahkan pada
pasien simptomatik

10
11

2.1.6 Patofisiologi (PATHWAY)


Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk
mengeluarkan kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai
kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu. Hati berperan
sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang
disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang
sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu
sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua
sel jaringan tubuh (Bini et al., 2020)
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut
air melalui agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan
bersamasama ke dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol
melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol
tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga
menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang
padat.(Bini et al., 2020)
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna.
Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu
kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan
kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya
kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan
akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel
hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu
dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya. (Bini et al., 2020)
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak
terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan
pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu
produk penguraian sel darah merah.(Bini et al., 2020)
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di
klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu

11
12

kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90% batu
empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >50%
kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50%
kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang
mana mengandung (Bini et al., 2020)
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan
normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam
menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi
tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol,
kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus
untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung
empedu, kemudian lama-kelamaan kristal tersebut bertambah
ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor
motilitas kandung 16 empedu, billiary statis, dan kandungan
empedu merupakan predisposisi pembentukan batu kandung
empedu.(Bini et al., 2020)
Batu kolesterol Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3
faktor utama:
1. Supersaturasi kolesterol
2. Hipomotilitas kandung empedu
3. Nukleasi/pembentukan nidus cepat Khusus mengenai
nukleasi cepat, sekarang telah terbukti bahwa empedu pasien
dengan kolelitiasis mempunyai zat yang mempercepat waktu
nukleasi kolesterol (promotor) sedangkan empedu orang normal
mengandung zat yang menghalangi terjadinya nukleasi.

2.1.7. Komplikasi
Jenis komplikasi (Bini et al., 2020) :
1. Kolesistis adalah Peradangan kandung empedu, saluran
kandung empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan
infeksi dan peradangan kandung empedu.

12
13

2. Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi


karena infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus
kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu
empedu
3. Hidrops Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat
menimbulkan hidrops kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak
ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya.
Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus
sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang
normal.
Kolesistektomi bersifat kuratif.
4. Empiema Pada empiema, kandung empedu berisi nanah.
Komplikasi ini dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan
kolesistektomi darurat segera.

13
14

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala :kelemahan
. Tanda : gelisah.
b. Sirkulasi
Gejala/Tanda : takikardia, berkeringat.
c. Eliminasi
Gejala : perubahan warna urine & feses.
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan
atas, urine gelap, pekat, feses warna pucat, steatorea.
d. Makanan/Cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap lemak &
makanan pembentukan gas, regurgitasi berulang, nyeri
epigastrium, tidak dapat makan, flatus,dyspepsia.
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan.
e. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung
atau bahu kanan, kolik epigastrium tengah sehubungan dengan
makan, nyeri mulai tiba-tiba & biasanya memuncak dalam 30
menit.
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas
ditekan.
f. Pernapasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan, penapasan tertekan
ditandai oleh napas pendek, dangkal.
g. Keamanan
Tanda : demam, menggigil, ikterik, dan kulit berkeringat & gatal
(pruritus), kecendrungan perdarahan (kekurangan vit. K).
h. Penyuluhan dan Pembelajaran

14
15

Gejala : kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu,


adanya kehamilan/melahirkan ; riwayat DM, penyakit inflamasi
usus, diskrasias darah.
i. Pemeriksaan Diagnostik
 Darah lengkap : Leukositis sedang (akut).
 Billirubin & amilase serum : meningkat.
 Enzim hati serum-AST (SGOT) : ALT (SGOT), LDH : agak
meningkat, alkalin fosfat & S-nukleotidase, ditandai pe
obstruksi bilier.
 Kadar protombin : menurun bila obstruksi aliran empedu
dalam usus menurunkan absorpsi vit. K.
 Ultrasound : menyatakan kalkuli & distensi empedu/duktus
empedu.
 Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik :
memperlihatkan percabangan bilier dengan kanulasi duktus
koledukus melalui duodenum.
 Kolangiografi transhepatik perkutaneus : pembedaan
gambaran dengan fluoroskopi antara penyakit kandung
empedu & kanker pangkreas.
 CT-Scan : dapat menyatakan kista kandung empedu.
 Scan hati : menunjukkan obstruksi percabangan bilier.

1. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi/spasmeduktus,
proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrisis.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan substansi
kimia, billirubin meningkat.
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan gangguan pencernaan lemak, mual
muntah, dispepsia, nyeri.

15
16

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan keluarnya cairan


empedu.

2.2.2 Diagnosa
NANDA menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah
keputusan klinik tentang respon individu, keluarga, dan masyarakat
tentang masalah kesehatan, sebagai dasar seleksi intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai
dengan kewenangan perawat (Yeni & Ukur, 2019). ada lima tipe
diagnosa, yaitu aktual, risiko, kemungkinan, sehat dan sindrom.
Diagnosa keperawatan aktual menyajikan keadaan yang secara klinis
telah divalidasi melalui batasan karakteristik mayor yang dapat
diidentifikasi. Diagnosa keperawatan risiko menjelaskan masalah
kesehatan yang nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi.
Masalah dapat timbul pada seseorang atau kelompok yang rentan dan
ditunjang dengan faktor risiko yang memberikan kontribusi pada
peningkatan kerentanan.

Menurut NANDA, diagnosa keperawatan risiko adalah keputusan


klinis tentang individu, keluarga, atau komunitas yang sangat rentan
untuk mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain
pada situasi yang sama atau hampir sama. Diagnosa keperawatan
kemungkinan menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk
memastikan masalah keperawatan kemungkinan. Pada keadaan ini
masalah dan faktor pendukung belum ada tetapi sudah ada faktor yang
dapat menimbulkan masalah. Diagnosa keperawatan Wellness
(Sejahtera) atau sehat adalah keputusan klinik tentang keadaan
individu, keluarga, dan atau masyarakat dalam transisi dari tingkat
sejahtera tertentu ke tingkat sejahtera yang lebih tinggi yang
menunjukkan terjadinya peningkatan fungsi kesehatan menjadi fungsi
yang positif. Diagnosa keperawatan sindrom adalah diagnosa yang

16
17

terdiri dari kelompok diagnosa aktual dan risiko tinggi yang


diperkirakan akan muncul karena suatu kejadian atau situasi tertentu
(Yeni & Ukur, 2019).

Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul pada klien

Cholelithiasis dan mengalami pembedahan adalah :

Masalah keperawatan pada Pre operatif :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera

fisiologis (Inflamasi)

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan


mencerna makanan
e. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan
asites
f. Resiko syok (Hipovolemik) berhubungan dengan
kekurangan volume cairan
Masalah keperawatan pada Post operatif :

g. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

h. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

i. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur infansif

Berikut adalah uraian dari diagnosa yang timbul bagi pasien,


dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(PPNI, 2017)

17
18

A. Nyeri akut D.0077

1. Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan


dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

2. Penyebab

Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia,


neoplasma)

3. Batasan karakteristik

a) Data mayor

Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa


nyeri akut antara lain:

a. Subjektif :1. Mengeluh Nyeri

b. Objektif : 1. Tampak meringis

2. Bersikap protektif

3. Gelisah

4. Frekuensi nadi meningkat

5. Sulit tidur

b) Data Minor

Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa


nyeri akut antara lain: a. Subjektif : -

18
19

b. Objektif : 1. Tekanan darah meningkat

2. Pola nafas berubah

3. Nafsu makan berubah

4. Proses berfikir terganggu

5. Menarik diri

6. Berfokus pada diri sendiri

7. Diaforesis

4. Kondisi Klinis Terkait

a) Infeksi

B. Gangguan mobilitas fisik D.0054

1. Definisi

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih


extremitas secara mandiri.

2. Penyebab

Nyeri

3. Batasan karakteristik

a) Data mayor

Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa


gangguan mobilitas fisik antara lain:

a. Subjektif : 1. Mengeluh sulit menggerakan extremitas

b. Objektif : 1. Kekuatan otot menurun

19
20

2. Rentang gerak menurun

b) Data minor

Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose


gangguan mobilitas fisik antara lain: a. Subjektif : 1.
Nyeri saat bergerak

2. Enggan melakukan pergerakan

3. Merasa cemas saat Bergerak

b. Objektif :

1. Sendi kaku

2. Gerakan tidak terkoordinasi

3. Gerakan terbatas

4. Fisik Lemah

C. Hipertermi D.0130

1. Definisi

Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh

2. Penyebab

Proses penyakit ( misalnya infeksi, kanker )

3. Batasan karakteristik

20
21

a) Data mayor

Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnose


hipertermi antara lain: a. Subjektif : -

b. Objektif : 1. Suhu tubuh di atas normal

b) Data minor

Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose


hipertermi antara lain : a. Subjektif : -

b. Objektif : 1. Kulit merah

2. Takikardi

3. Kulit terasa hangat

4. Kondisi klinis terkait

a) Proses infeksi

D. Defisit nutrisi D.0019

1. Definisi

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan


metabolisme

2. Penyebab

Ketidakmampuan mencerna makanan

3. Batasan karakteristik

a) Data mayor

21
22

Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa


defisit nutrisi antara lain:

a. Subjektif : -

b. Objektif : 1. Berat badan menurun minimal 10% di


bawah rentang ideal

b) Data minor

Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa


defisit nutrisi antara lain:

a. Subjektif : 1. Kram atau nyeri abdomen

2. Nafsu makan menurun

b. Objektif : 1. Bising usus hiperaktif

2. Otot menelan lemah


4. Kondisi klinis terkait :

a. Infeksi

E. Resiko ketidakseimbangan cairan D.0036

1. Definisi

Berisiko mengalami penurunann peningkatan atau percepatan


perpindahan cairan dari intravaskuler, interstisial, atau
intraselular

2. Faktor resiko

a. Asites

3. Kondisi klinis terkait

22
23

a. Perdarahan

F. Resiko syok (Hipovolemik) D0039

1. Definisi

Berisiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan


tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang
mengancam jiwa
2.Faktor resiko

Kekurangan volume cairan

1. Kondisi klinis terkait Perdarahan

G. Resiko infeksi D0142

1. Definisi

Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme


patogenik

2. Faktor resiko Efek prosedur invasive

3. Kondisi klinis terkait Tindakan invasive


4.
3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam


proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan
masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan
keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria
hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan rasionalisasi dari intervensi
dan mendokumentasikan rencana perawatan (Lestari et al., 2019).
Intervensi Keperawatan yang

23
24

biasa muncul pada klien Cholelithiasis dan mengalami pembedahan


adalah:

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis D.0077

Tabel 2.1 intervensi keperawatan cholelithiasis

Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan Observasi :
tindakan asuhan
keperawatan selama …. a. Identifikasi

Pasien menyatakan nyeri lokasi,karakteristik,durasi, frekuensi,


kualitas, intensitas nyeri
hilang berkurang atau menurun
dengan kriteria hasil: b. Identifikasi skala nyeri
a. Keluhan nyeri menurun c. Identifikasi respons nyeri non verbal
b. Meringis menurun d. Identifikasi faktor yang memperberat
c. Sikap protektif menurun dan memperingan nyeri
d. Gelisah menurun e. Identifikasi pengetahuan dan
e. Kesulitan tidur menurun keyakinan tentang nyeri
f. Menarik diri menurun f. Identifikasi pengaruh budaya
g. Berfokus pada diri terhadap respon nyeri
sendiri menurun
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
h. Diaforesis menurun
kualitas hidup
i. Perasaan depresi
h. Monitor keberhasilan terapi
(tertekan) menurun
komplementer yang sudah
j. Perasaan takut
diberikan
mengalami
i. Monitor efek samping penggunaan
cedera berulang menurun
analgetik
k. Anoreksia menurun
Terapeutik :
l. Perineum terasa tertekan
m. Uterus teraba Berikan teknik nonfarmakologis
membulat menurun untuk mengurangi rasa nyeri
n. Ketegangan otot menurun kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri

24
25

o. Pupil dilatasi menurun fasilitasi istirahat dan tidur


p. Muntah menurun pertimbangkan jenis dan sumber
q. Mual menurun nyeri dalam pemilihan strategi
r. Frekuensi nadi membaik meredakan nyeri Edukasi :
s. Pola nafas membaik
t. Tekanan darah membaik
u. Proses berfikir membaik
v. Fungsi berkemih membaik
w. Prilaku membaik

x. Nafsu makan membaik a. jelaskan penyebab, periode,


y. Pola tidur membaik dan pemicu nyeri
b. jelaskan strategi meredakan nyeri
c. anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
d. anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
e. ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika


perlu

25
26

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri D.0054

a Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan Observasi :


tindakan asuhan a. Identifikasi adanya nyeri atau
keperawatan selama …. Pasien keluhan fisik lainnya
menyatakan b mobilitas fisik b. Identifikasi toleransi fisik
meningkat dengan kriteria hasil: e melakukan ambulasi
f. Pergerakan extremitas meningkat c. Monitor frekuensi jantung dan
g. lKekuatan otot meningkat tekanan darah sebelum memulai
h. Rentang gerak meningkat ambulasi
d. Monitor kondisi umum selama
i. Nyeri menurun Kecemasan
melakukan ambulasi Terapeutik
menurun
:
j.
k. Kaku sendi menurun a. Fasilitasi aktivitas ambulasi
2Gerakan tidak terkoordinasi dengan alat bantu
menurun b. Fasilitasi melakukan
m. Gerakan terbatas menurun mobilisasi
n. .Kelemahan fisik menurun fisik
c. Libatkan keluarga
2 untuk membantu
pasien dalam
i
meningkatkan ambulasi
n
Edukasi :
t
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
b. Anjurkan melakukan
ambulasi
dini

26
27

c. Ajarkan ambulasi sederhana


yang harus dilakukan

intervensi keperawatan cholelithiasis

27
28

3) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit D.0130

Tabel 2.3 intervensi keperawatan cholelithiasis

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan Observasi :


tindakan asuhan a. Identifikasi penyebab
keperawatan selama …. Pasien hipertermia
menyatakan suhu tubuh pasien b. Monitor suhu tubuh
membaik dengan kriteria hasil: c. Monitor kadar elektrolit
e. Suhu tubuh membaik d. Monitor haluan urine
f. Suhu kulit membaik e. Monitor komplikasi
g. Kadar glukosa darah membaik akibat
h. Pengisian kapiler membaik hipertermia
i. Ventilasi membaik Terapeutik :
j. Tekanan darah membaik
a. Sediakan lingkunga yang
dingin
b. Basahi dan kipasi
permukaan
tubuh
c. Berikan cairan oral
d. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika terjadi
hyperhidrosis
e. Hindari pemberian
antipiretik dan aspirin
f. Berikan oksigen Edukasi :

a. Anjurkan tirah baring


Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian cairan


dan

28
29

elektrolit intravena

4) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan D.0019

Tabel 2.4 intervensi keperawatan cholelithiasis

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan Observasi :


tindakan asuhan a. Identifikasi status nutrisi
keperawatan selama … status b. Identifikasi alergi dan
nutrisi pasien membaik dengan intoleransi makanan
kriteria hasil: c. Identifikasi makanan disukai
a. Porsi makanan yang d. Identifikasi kebutuhan kalori
dihabiskan meningkat dan jenis nutrient
b. Berat badan membaik e. Identifikasi perlunya
c. Indeks massa tubuh membaik penggunaan selang
d. Frekuensi makan membaik nasogastric
e. Nafsu makan membaik f. Monitor asupan makanan
g. Monitor berat badan

29
30

h. Monitor hasil
pemeriksaan

laboratorium
Terapeutik

a. Lakukan oral hygiene


sebelum
makan, jika perlu
b. Fasilitas menentukan
pedoman
diet
c. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
d. Berikan makanan
tinggi
seratuntuk mencegah
konstipasi
e. Berikan makanan tinggi
kalori
dan tinggi protein
f. Berikan suplemen makanan,
jika
perlu
g. Hentikan pemberian
makanan melalui
selang nasogastric jika

30
31

asupan oral dapat ditoleransi


Edukasi :

a. Anjarkan posisi duduk, jika


perlu
b. Ajarkan diet yang
deprogramkan
Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan,
jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
di
butuhkan, jika perlu

31
32

5) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan asites D.0036


Tabel 2.5 intervensi keperawatan cholelithiasis
Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :


keperawatan selama …. Pasien a. Monitor status
menyatakan keseimbangan cairan hidrasi (mis. Frekuensi
meningkat dengan kriteria hasil: nadi, kekuatan
a. Asupan cairan meningkat nadi,akral,pengisian
b. Keluaran urin meningkat kapiler,kelembapan mukosa,
c. Kelembapan membrane turgor kulit, tekanan darah)
Mukosa b. Monitor berat badan harian
d. Asupan makanan meningkat c. Monitor berat badan
e. Edema menurun sebelum dan sesudah dialysis
f. Dehidrasi menurun d. Monitor hasil
g. Asites menurun pemeriksaan
h. Konfusi menurun laboratorium
i. Tekanan darah membaik e. Monitor status hemodinamik
j. Denyut nadi radial membaik Terapeutik :
k. Tekanan arteri rata-rata
a. Catat intake dan output lalu
membaik
hitung balance cairan 24 jam
l. Mata cekung membaik
b. Berikan asupan cairan ,
m. Turgor kulit membaik
sesuai kebutuhan
n. Berat badan membaik
c. Berikan cairan intravena ,
jika diperlukan Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian
diuretic,
jika diperlukan

32
33

6) Resiko syok (Hipovolemik) berhubungan dengan kekurangan volume


cairan D.0039
Tabel 2.6 intervensi keperawatan cholelithiasis

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :


keperawatan selama …. Pasien a. Monitor status
mengatakan sudah tidak mengalami kardiopulmonal
syok dengan kriteria hasil: b. Monitor status oksigenasi
a. Kekuatan nadi meningkat c. Monitor status cairan
b. Output urinei meningkat d. Monitor tingkat kesadaran
c. Tingkat kesadaran meningkat dan respon pupil
d. Saturasi oksigen meningkat e. Periksa riwayat alergi
e. Akral dingin menurun Terapeutik :
f. Pucat menurun
a. Berikan oksigen untuk
g. Haus menurun
mempertahan kan saturasi
h. Tekanan darah sistolik
oksigen
membaik
b. Persiapan intubasi dan
i. Tekanan darah diastolic
ventilasi mekanis, jika perlu
membaik
c. Pasang jalur IV, jika perlu
j. Tekanan nadi membaik
d. Pasang kateter urine
k. Frekuensi nafas membaik
untuk
menilai produksi urine, jika
perlu
e. Lakukan skin test
untuk
mencegah reaksi alergi
Edukasi :

a. Jelaskan penyebab atau


faktor
risiko syok

33
34

b. Jelaskan tanda dan gejala


awal syok
c. Anjurkan melapor jika
menemukan atau merasakan
tanda dan gejala syok
d. Anjurkan memperbanyak
asupan
cairan oral
Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian IV,


jika
perlu
b. Kolaborasi pemberian
transfuse
darah, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu

34
35

7) Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive D.0142


Tabel 2.7 intervensi keperawatan cholelithiasis
Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :


keperawatan selama … pasien tidak a. Monitor tanda dan gejala
mengalami infeksi dengan kriteria infeksi local dan sistemik
hasil: Terapeutik
a. Demam menurun
a. Batasi jumlah pengunjung
b. Kemerahan menurun
b. Berikan perawatan kulit
c. Nyeri menurun
pada area edema
d. Bengkak menurun
c. Cuci tangan sebelum dan
e. Vesikel menurun
sesudah kontak dengan
f. Cairan berbau
pasien dan
busuk menurun
lingkungan pasien
g. letargi
d. Pertahankan teknik aseptic
h. Kebersihan
pada pasien beresiko tinggi
tangan meningkat
Edukasi :
i. Kebersihan badan meningkat
j. Kadar sel darah putih a. Jelaskan tanda dan gejala
membaik infeksi
k. Kultur area luka membaik b. Ajarkan cara mencuci
l. Kadar sel darah putih tangan dengan benar
membaik c. Ajarkan etika batuk
d. Jarkan cara memeriksa
kondisi
luka atau luka oprasi
e. Anjurkan meningkatkan
asupan
nutrisi
f. Anjurkan meningkatkan
asupan

35
36

cairan
Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian
imunisasi,
jika perlu

4. Implementasi keperawatan

Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana


tindakanuntuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di
mulai setelah rencana tindakan di susun dan di tujukan pada rencana
strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh
sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan.
Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan
yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping
(Harahap, 2019)

36
37

5. Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan


terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk
melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan
dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012)

37
38

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAR DARURAT

RUANG KAMAR OPERASI RSPAL DR.RAMELAN SURABAYA

1. Identitas

Nama : Tn. F RM : 73xxxx


Tanggal Lahir : 14/11/1984 Umur : 84 Tahun
Alamat : Pasar Timur Wedi RT.02/03
Pendidikan : SD Agama : Islam
MRS : 05 November 2023
Tanggal Pengkajian :06 November 2023 Jam : 11.00 WIB
Pasien Datang dari Ruang : G2 nomor 4
Diagnosa Medis : Calculus Of Bile Duct

2. Pengkajian PRE OPERASI

Keluhan Saat Ini :

Pasien menanyakan kapan akan dilakukan operasi dan pasien merasa


cemas serta takut tidak dapat pulih seperti kondisi semula. Pasien
mengatakan merasa nyeri pada bagian perut kanan atas ketika bergerak,
nyeri seperti ditusuk-tusuk hilang timbul.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengatakan merasakan nyeri perut kanan atas hilang timbul sejak 1
tahun yang lalu .sehingga dibawa ke RSPAL dr. Ramelan pada 05/11/2023.
Setelah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan usg dengan hasil cholelithiasis.

38
39

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan, pasien mengatakan
pernah dirawat di Rs Bunda.

Rencana Tindakan : Rencana operasi

Status Operasi : Cito Elektif


Status Anastesi : PS 1 PS 2 PS 3 PS 4 PS 5

Surat Ijin Operasi : Ada Tidak

Surat Ijin Pembiusan : Ada Tidak


Mulai Puasa : 24.00 WIB
Hasil Pemeriksaan PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Penunjang
Laboratorium Darah Lengkap
(06/11/2023) 8.88 10^3/µL 4.00-10.00
Leukosit
7.55 10^3/µL 2.00-7.00
Neutrofil# H
85.00 % 50.0-70.0
Neutrofil% H
0.73 10^3/µL 0.80-4.00
Limfosit# L
8.20 % 20.0-40.0
Limfosit% L
12.50 g/dL 12-15
Hemoglobin
24.50 % 37.0-47.0
Hematokrit
4.26 10^6/µL 3.50-5.00
Eritrosit
252.00 10^3/µL 150-450
Trombosit
Keterangan : L : Rendah LL : Rendah Kritis

H : Tinggi HH : Tinggi Kritis

Hasil USG :-

39
40

Terapi Ruangan Nama Obat Pemberian


Asering 500cc/24 jam 14 TPM IV
Lansoprazole 1 x 30 mg
Cinam 4 x 1,4 gram
Cefobactam 3x1gram
Metrinidazole 43x500mg
Terapi Nama Obat Pemberian
Primedikasi

Asering 500cc 500cc/24jam


Lansoprazole 1x30mg

Riwayat Alergi : Tidak ada


AIRWAY
: Bebas

Tidak Bebas (Pangkal lidah jatuh/sputum/darah/benda


asing)
BREATHING :Suara nafas Normal Stridor
Ronchi

Pola nafas Normal Apnea Bradip

Orthopenea Sesak Takipnea


Frekuensi Nadi : 96 x / menit

Bunyi nafas Versikuler Stridor


Ronchi
Wheazing

Irama Nafas Teratur Tidak teratur

Tanda distres pernafasan Tidak ada Otot bantu

Retraksi Cuping
hidung

Jenis Pernafasan Pernafasan dada

40
41

Pernafasan perut

CIRCULATION :Akral Hangat Dingin SPO2 : 98 %

Pucat Ya Tidak

Sianosis Ya Tidak

Pengisian kapiler 3 < detik > detik

Nadi : 96 x / menit Tensi :178/81

Frekuensi : 26 x/ Menit
Irama : Reguler Ireguler

Kekuatan : Kuat Lemah

Kelembapan : Lembap Kering

Turgor : Normal Kering

DISABILITY : Tingkat kesadaran CM Apatis

Samnolen

Delirium Stupor Coma

Nilai GCS : 4 Eye 5 Motorik 6 Verbal


Pupil : Sensorik Isokor Miosis
:

Kekuatan otot : Atas Kanan Kiri

Bawah Kanan Kiri

EXPOSURE : Deforitas : Tidak ada

Contusio : Tidak

ada

41
42

Abrasi : Tidak

ada Penetrasi : Tidak

ada Laserasi : Tidak

Edema : Ada

Luka Bakar : Tidak ada

Terlihat edema dan perubahan warna lokal (memar) pada bagian paha kanan
letak terjadinya patahan.

42
43

3. Analisis Data
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DS: Krisis Situasional Ansietas
Pasien menanyakan kapan akan
dilakukan operasi dan pasien
mengatakan merasa cemas serta takut
tidak dapat pulih seperti kondisi semula.

DO:
 Pasien tampak gelisah
 Pasien tampak tegang
 Pasien tremor
 Muka tampak pucat
 Akral dingin
 Berorientasi pada masa lalu
Kesadaran composmentis E4M5V6
TTV :
TD : 178/81 mmHg

43
44

HR : 96 x/menit
RR : 26 x/menit
T : 36, 3° C
SPO2 : 98%
DS: Agen Pencedera Fisik (Trauma) Nyeri Akut
Pasien mengatakan nyeri perut kanan atas
P : Nyeri tibul saat bergerak
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri pada paha bagian kanan
S : 7 (1-10)
T: Nyeri hilang timbul

DO:
 Pasien tampak meringis
 Pasien gelisah
 Pasien bersikap protektif
(waspada, posisi menghindai nyeri)
TTV :

44
45

TD : 178/81
mmHg HR : 96
x/menit RR : 26
x/menit
T : 36, 3° C
SPO2 : 98%
Resiko tinggi gangguan pemenuhan Resiko tinggi gangguan pemenuhan
DS: nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh nutrisi
berhubungan dengan
Klien mengatakan sering muntah mual, muntah
muntah, dan merasa mual”

DO :
 Pasien tampak lemah
 Fisik lemah TTV :
TD : 178/81 mmHg
HR : 96 x/menit
RR : 26 x/menit
T : 36, 3° C
SPO2: 98%

45
46

4. Diagnosa Keperawatan

1. SDKI D.0080 Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional.

2. SDKI D. 0077 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik (trauma).

3. SDKI D. 0054 Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi

5. Intervensi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
SDKI D.0080 Ansietas berhubungan Tingkat Ansietas L.09093 Reduksi Ansietas I.09314
dengan Krisis situasional
Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 1 x 15 menit, maka
tingkat ansietas menurun, dengan kriteria
hasil :

46
47

- Verbalisasi kebingungan menurun - Identifikasi saat tingkat ansietas


- Perilaku gelisah menurun berubah (mis: kondisi, waktu,
- Perilaku tegang menurun stresor)
- Konsentrasi membaik - Monitor tanda-tanda ansietas
(verbal dan nonverbal)
Terapeutik
- Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
- Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan, jika memungkinkan
- Dengarkan dengan penuh perhatian
Edukasi
- Anjurkan keluarga untuk tetap
Bersama pasien
- Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi

SDKI D. 0077 Nyeri Akut berhubungan Tingkat Nyeri L.08066 Manajemen Nyeri I.08238
dengan Agen pencedera fisik (trauma)

47
48

Setelah dilakukan intervensi Observasi


keperawatan selama 1 x 15 menit, maka - Identifikasi lokasi, karakteristik,
tingkat nyeri menurun, dengan kriteria durasi, frekuensi, kualitas,
hasil : intensitas nyeri
- Keluhan nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri
- Meringis menurun - Idenfitikasi respon nyeri non verbal
- Sikap protektif menurun - Identifikasi faktor yang
- Gelisah menurun memperberat dan memperingan
nyeri
Terapeutik
- Berikan Teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri

SDKI D. 0054 Gangguan Mobilitas Fisik Mobilitas Fisik L.05042 Dukungan Mobilisasi I.05173
berhubungan dengan nyeri luka post op
Observasi

48
49

Setelah dilakukan intervensi - Identifikasi adanya nyeri atau


keperawatan selama 1 x 15 menit, maka keluhan fisik lainnya
tingkat mobilitas fisik meningkat, - Identifikasi toleransi fisik
dengan kriteria hasil : melakukan pergerakan
- Pergerakan ekstremitas meningkat Terapeutik
- Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi

49
50

6. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi TTD
Senin, 14.45 D.0080 Ansietas 15.20 WIB Isma
6/11/2023 WIB - Mengidentifikasi saat tingkat ansietas S :
berubah (mis: kondisi, waktu, stresor) Pasien menanyakan kapan akan
- Memonitor tanda-tanda ansietas (verbal dilakukann operasi dan pasien mulai
dan nonverbal) berani untuk menjalani tindakan
- Menciptakan suasana terapeutik untuk operasi yang akan dilakukan.
menumbuhkan kepercayaan O:
- Menemani pasien untuk mengurangi - Pasien menjelaskan penyebab
kecemasan, jika memungkinkan kecemasannya
- Mendengarkan dengan penuh perhatian - Pasien tampak gelisah
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama - Pasien tremor
pasien - Muka tampak pucat
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan A : Masalah teratasi sebagian
persepsi P : Intervensi dilanjutkan

50
51

Senin, 14.45 D. 0077 Nyeri Akut 15.25 WIB Isma


6/11/2023 WIB - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, S:
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri Pasien mengatakan nyeri perut kana
- Mengidentifikasi skala nyeri atas
- Mengidenfitikasi respon nyeri non verbal P : Nyeri timbul pada saat bergerak
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
memperingan nyeri R : Nyeri pada perut kanan atas
- Memberikan Teknik nonfarmakologis untuk S : 5 (VAS)
mengurangi nyeri (nafas dalam) T: Nyeri hilang timbul
- Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu O:
nyeri - Pasien tampak meringis
- Pasien gelisah
- Pasien bersikap protektif
(waspada, posisi menghindai
nyeri)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

51
52

Senin, 14.45 D. 0054 Gangguan Mobilitas Fisik 14.30 WIB Isma


23/10/2023 WIB S:
- Mengidentifikasi adanya nyeri Pasien mengatakan nyeri saat
atau keluhan fisik lainnya bergerak
- Mengidentifikasi toleransi O:
fisik melakukan pergerakan - Gerakan pasien terbatas
- Meliibatkan keluarga untuk membantu A : Masalah belum teratasi
pasien dalam meningkatkan P : Intervensi dilajutkan
pergerakan Menjelaskan tujuan dan
- prosedur mobilisasi

52
53

INTRA OPERASI

1. Pengkajian
Jenis Anastesi : Anastesi umum
Midazolam 2mg,Fentanyl 100mg

Mulai Anastesi : 10.45 WIB


Vital Sign Pre Induksi : Tensi :140/67 mmHg Suhu :35,7°C
SPO2 : 98% Nadi : 104x/menit
RR : 24 x/menit
Nama Obat Jumlah Pemberian

Epinephrine 1mg/ml (1 ampul 1ml)

Vasodrin (Ephedrine HCL) 50mg/ml isi 1 ml

Atropine Sulfate 0,2mg/ml isi 1 ml

Vital Sign Post Induksi : Tensi : 130/90 mmHg Suhu : 35,7°C


SPO2 : 98 % Nadi :104 x/menit RR
: 24 x/menit
Posisi Pembedahan : Lateral decubitus kanan atas
Rencana lama operasi : 2 Jam Jumlah tenaga: 7 Orang
Suhu kamar operasi : 18° Celcius
Kelembapan OK : 50%

Cateter urine : Ya Tidak


Posisi Plate ESU : Paha kanan

ESU (Electro Surgical Unit) : Ya Tidak

Tourniquet : Ya Tidak
Tekanan Tourniquet : 150 mmHg
Lama Tourniquet : 2 Jam
Jumlah Instrumen : 30
Jumlah Kassa Kecil : 20 Jumlah Kassa Besar : 20
Jumlah Deppres 5
Jumlah Pisau :2 Ukuran pisau : 20 dan 10

53
54

Jumlah Jarum Benang :3 Ukuran benang : Safil 1 (1),


Safil 2/0 (1)

Sign in : Ya Tidak Time Out


: Ya Tidak
AIRWAY : Kepatenan jalan napas bebas, Hipoksia (-),
Sianosis (-), Sumbatan (-)
BREATHING : Pola nafas efektif, Nafas spontan (+), Bersihan
jalan nafas (+), SPO2 98%
CIRCULATION : CRT < 3 detik, HR 104 x/menit, Tensi 130/90
mmHg, Akral dingin, Suhu 35,7°C
DISABILITY : Kesadaran composmentis, GCS 15 E4M5V6,
pupil isokor
EXPOSURE : Adanya memar dan laserasi paha sebelah kanan

PRE EXTUBASI
Vital Sign : Tensi :130/89 mmHg Suhu : 35, 2°C
SPO2 : 98 % Nadi : 93 x/menit
RR : 24 x/menit

Perkembangan Pukul Pukul Pukul Pukul Pukul


Vital Sign
11.00 11.30 12.00 13.30 14.00
(SELAMA
WIB WIB WIB WIB WIB
DURANTE)
Tensi 140/67mmHg 130/90mmHg 130/89mmHg 130/90mmHg 125/90mmHg
Nadi 104 x/menit 90 x/menit 93 x/menit 90 x/menit 90 x/menit
RR 24 x/menit 26 x/menit 24 x/menit 20 x/menit 24 x/menit
Suhu 35.7°C 35.3°C 35,2°C 35.3°C 35.5°C
SPO2 98% 98% 98% 98% 99%

POST EXTUBASI
Vital Sign : Tensi : 130/90 mmHg Suhu : 35,3°C

54
55

SPO2 : 98 % Nadi :90 x/menit


RR : 20 x /menit
AIRWAY : Kepatenan jalan napas bebas, Hipoksia (-),
Sianosis (-), Sumbatan (-)
BREATHING : Penggunaan otot bantu nafas ventilator,
SPO2 98%
CIRCULATION : CRT < 3 detik, HR 104 x/menit, Tensi 130/90
mmHg, Akral dingin, Suhu 35,3°C
DISABILITY : Kesadaran stupor , GCS 6 E3M2V1

55
56

2. Analisis Data
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DS: - Tindakan Pembedahan Risiko Pendarahan
DO:
 Dilakukan tindakan pembedahan
pada bagian perut kanan
 Pasien tampak pucat
 Pendarahan 100 cc TTV :
TD : 130/90 mmHg
HR : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 35,3°C
SPO2 : 98%

DS: - Suhu Lingkungan Rendah Risiko Hipotermia


DO:
 Pasien tampak menggigil
 Suhu tubuh pasien rendah
57

TTV :
TD : 130/90
mmHg HR : 90
x/menit RR : 20
x/menit
T : 35,3°C
SPO2 : 98%

3. Diagnosa Keperawatan

 SDKI D. 0012 Risiko Pendarahan dibuktikan dengan Tindakan pembedahan.

 SDKI D. 0149 Risiko Hipotermia dibuktikan dengan Suhu lingkungan rendah.

4. Intervensi
SDKI SLKI SIKI
SDKI D. 0012 Risiko Pendarahan Tingkat Perdarahan L.02017 Pencegahan Perdarahan I.02067
dibuktikan dengan Tindakan
pembedahan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
selama 1 x 2 jam, maka tingkat - Monitor tanda dan gejala perdarahan
58

pendarahan menurun, dengan kriteria - Monitor tanda-tanda vital ortostatik


hasil : Terapeutik
- Tekanan darah membaik - Pertahankan bed rest selama
- Suhu tubuh membaik perdarahan
- Kelembapan kulit meningkat

SDKI D. 0149 Risiko Hipotermia Termoregulasi L.14134 Manajemen Hipotermia I.14507


dibuktikan dengan Tindakan
pembedahan Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 1 x 2 jam, maka - Monitor suhu tubuh
termogulasi membaik, dengan kriteria - Identifikasi penyebab hipotermia
hasil : (mis: terpapar suhu lingkungan
- Menggigil menurun rendah, pakaian tipis, kerusakan
- Suhu tubuh membaik hipotalamus, penurunan laju
- Suhu kulit membaik metabolisme, kekurangan lemak
subkutan)
Terapeutik
59

-Lakukan penghangatan pasif (mis: selimut, menutup kepala, pakaian tebal)


60

5. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi TTD
Senin, 11.00 SDKI D. 0012 Risiko Pendarahan 14.00 WIB Isma
6/11/2023 - - Memonitor tanda dan gejala perdarahan S : - O
14.00 - Memonitor tanda-tanda vital ortostatik :
WIB - Mempertahankan bed rest - Tidak terlihat adanya tanda
selama perdarahan gejala syok hipovolemik
- Pendarahan ± 100 cc
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Senin, 11.00 SDKI D. 0149 Risiko Hipotermia 14.10 WIB Isma
6/11/2023 - - Memonitor suhu tubuh S:-O
14.00 - Mengidentifikasi penyebab :
WIB hipotermia (terpapar suhu lingkungan - Pasien tampak menggigil
rendah) - Tubuh pasien terasa dingin
- Melakukan penghangatan pasif - Suhu tubuh pasien berada dalam
(selimut, menutup kepala, rentang 35,2°C – 35,7°C
pakaian tebal)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
61
56

POST OPERASI

1. Pengkajian
Jenis Anastesi : Anastesi Normal

(Levobupuvacaine HCL monohydrate 5mg/ml)


10m/

Selesai Anastesi : 14.30 WIB


Vital Sign Pre Induksi : Tensi :115/66 mmHg Suhu : 35,7° C

SPO2 : 99 % Nadi : 97 x/menit

RR : 26 x/menit
Advice Post Ops Nama Obat Pemberian
Asering 500cc 14 TPM/IV
Lansoprazole 1 x 30 mg
Peinloss 3x800mg
Furamin 3 x 1 amp

Jumlah Cairan Masuk : 1500 cc (1 infus NaCl, 2 infus RL)

Jumlah Produksi Urine : 250 cc

Jumlah Pendarahan : 200 cc

Jumlah Instrumen : 30

Jumlah Kassa Kecil : 20 Jumlah Kassa Besar : 20

Jumlah Deppres :5

Jumlah Pisau :2 Ukuran Pisau : 20 dan 10


Jumlah Jarum Benang :3 Ukuran Benang : Safil 1 (1),

Safil monocyn 2/0 (1)

Sign Out : Ya Tidak

57
AIRWAY : Terpasang penggunaan otot bantu pernafasan nasal
kanula

BREATHING : Terpasang penggunaan otot bantu pernafasan nasal

kanula, SPO2 99%

CIRCULATION : Tensi 115/66 mmHg, nadi 97 x/menit, CRT < 3

detik, Suhu 35,7° C, akral teraba dingin

DISABILITY : Kesadaran apatis GCS 13 E4V4M5, pupil isokor

EXPOSURE : Suhu tubuh 35,7°C, ada injury pada paha kanan


Alderate Kriteria Score

Warna Kulit 2

Aktivitas Motorik 1

Pernafasan 2

Tekanan darah 2

Kesadaran 2

Total 9

Steward score Kesadaran

Pernafasan

Motorik

Total

Bromage Score Total Score


64

2. Analisis Data
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DS: Agen Pencedera Fisik Nyeri Akut
Pasien mengatakan merasa nyeri pada (Prosedur Operasi)
bagian perut kanan pasca operasi.
P : Nyeri pada saat digerakkan
Q : Nyeri seperti cenat cenut
R : Nyeri pada daerah perut
sebelah kanan.
S : Skala nyeri 4 (1-10)
T : Nyeri hilang timbul DO:
 Pasien tampak meringis
 Pasien gelisah
 Pasien bersikap protektif
(waspada, posisi menghindai nyeri)
TTV :
65

TD : 115/66 mmHg
HR : 97 x/menit
RR : 26bx/menit
T : 35,7°C
SPO2 : 99%
66

DS : Efek Agen Farmakologis Gangguan Mobilitas Fisik


Pasien mengatakan tidak mampu (Tindakan Pembedahan)
menggerakkan badannya karena merasa
nyeri sehingga pasien merasa cemas.
DO :
 Kaki pasien tidak bergerak
 Gerakan pasien terbatas
 Fisik lemah TTV :
TD : 115/66 mmHg
HR : 97 x/menit
RR : 26bx/menit
T : 35,7°C

SPO2 : 99%
67

DS : Efek Prosedur Invasif Risiko Infeksi


Pasien mengatakan telah melakukan
tindakan operasi pada bagian perut
kanan
DO :
 Terdapat luka post op pada perut
sebelah kanan
 Luka post op terbalut dengan kasa
dan perban TTV :
TD : 115/66 mmHg
HR : 97 x/menit
RR : 26bx/menit
T : 35,7°C
SPO2 : 99%
68

3. Diagnosa Keperawatan

 SDKI D. 0077 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik (prosedur operasi)

 SDKI D. 0054 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Efek agen farmakologis (tindakan pembedahan)

 SDKI D. 0142 Risiko Infeksi dibuktikan dengan Efek prosedur invasif

4. Intervensi
SDKI SLKI SIKI
SDKI D. 0077 Nyeri Akut berhubungan Tingkat Nyeri L.08066 Manajemen Nyeri I.08238
dengan Agen pencedera fisik (prosedur
operasi)
Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 1 x 15 menit, maka - Identifikasi lokasi, karakteristik,
tingkat nyeri menurun, dengan kriteria durasi, frekuensi, kualitas,
hasil : intensitas nyeri
- Keluhan nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri
- Meringis menurun - Idenfitikasi respon nyeri non verbal
- Sikap protektif menurun
- Gelisah menurun
69

- Identifikasi faktor yang


memperberat dan memperingan
nyeri
Terapeutik
- Berikan Teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri

SDKI D. 0054 Gangguan Mobilitas Fisik Mobilitas Fisik L.05042 Dukungan Mobilisasi I.05173
berhubungan dengan Efek agen
farmakologis (tindakan pembedahan) Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 1 x 15 menit, maka - Identifikasi adanya
tingkat mobilitas fisik meningkat, nyeri atau keluhan fisik lainnya
dengan kriteria hasil : - Identifikasi toleransi fisik
- Pergerakan ekstremitas meningkat melakukan pergerakan
Terapeutik
70

- Libatkan keluarga untuk membantu


pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
71

SDKI D. 0142 Risiko Infeksi dibuktikan Tingkat Infeksi L.14137 Pencegahan Infeksi I.14539
dengan Efek prosedur invasif
Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 1 x 15 menit, maka - Monitor tanda dan gejala
tingkat infeksi menurun, dengan kriteria infeksi lokal dan sistemik
hasil : Terapeutik
- Demam menurun - Batasi jumlah pengunjung
- Kemerahan menurun - Cuci tangan sebelum dan sesudah
- Nyeri menurun kontak dengan pasien dan
- Bengkak menurun lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi

Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
72

5. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi TTD
Senin, 13.45 D. 0077 Nyeri Akut 14.00 WIB Isma
6/11/2023 WIB - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S :
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri Pasien mengatakan nyeri pada perut
- Mengidentifikasi skala nyeri sebelah kanan.
- Mengidenfitikasi respon nyeri non verbal P : Nyeri timbul pada saat digerakkan
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
dan memperingan nyeri R : Nyeri pada perut bagian kanan
- Memberikan Teknik nonfarmakologis S : 3 (1-10)
untuk mengurangi nyeri (nafas dalam) T: Nyeri terus menerus O
- Menjelaskan penyebab, periode, dan :
pemicu nyeri - Pasien tampak meringis
- Pasien gelisah
- Pasien bersikap protektif
(waspada, posisi menghindai
73

nyeri)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Senin, 13.45 D. 0054 Gangguan Mobilitas Fisik 14.00 WIB Isma
6/11/2023 WIB - Mengidentifikasi adanya nyeri atau S :
keluhan fisik lainnya Pasien mengatakan tidak mampu
- Mengidentifikasi toleransi fisik menggerakkan badanya karena
melakukan pergerakan merasa nyeri sehingga pasien
- Meliibatkan keluarga untuk membantu merasa cemas.
pasien dalam meningkatkan pergerakan O :
- Menjelaskan tujuan dan - pasien tidak bergerak
prosedur mobilisasi - Gerakan pasien terbatas
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilajutkan
74

Senin, 13.45 SDKI D. 0142 Risiko Infeksi 14.00 WIB Isma


6/11/2023 WIB - Memonitor tanda dan gejala S:
infeksi lokal dan sistemik Pasien mengatakan luka post
- Membatasi jumlah pengunjung operasi terasa nyeri dan sedikit
gatal
O:
- Mencuci tangan sebelum dan - Terdapat luka post operasi
sesudah kontak dengan pasien dan pada perut sebelah kanan
lingkungan pasien - Pasien tampak meringis
- Mempertahankan teknik aseptic A : Masalah belum teratasi
pad
P : Intervensi dilajutkan
a pasien berisiko tinggi
-
Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
0

BAB 4
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan di atas dapat
disimpulkan bahwa penulis telah mendapatkan gambaran asuhan keperawatan
pada pasien dengan Calculus Of Bile Duct dan di dapatkan simpulan sebagai
berikut :
1. Pengkajian Keperawatan
Berdasarkan kasus di atas, di peroleh hasil pengkajian sebagai berikut : Pasien
menanyakan kapan akan dilakukan operasi dan pasien merasa cemas serta
takut tidak dapat pulih seperti kondisi semula. Pasien mengatakan merasa
nyeri pada perut sebelah kanan ketika bergerak, nyeri seperti ditusuktusuk
terus menerus. Pasien mengatakan merasakan nyeri perut kanan atas hilang
timbul sejak 1 tahun yang lalu .sehingga dibawa ke RSPAL dr. Ramelan pada
05/11/2023. Setelah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan usg dengan hasil
cholelithiasis.

Diagnosa Keperawatan
Dalam tinjauan teori pada bab 2 tinjauan pustaka pada pasien denganCalculis
Of Bile Duct dapat dirumuskan beberapa diagnosa keperawatan. Namun,
pada pasien Tn.F ditemui 6 diagnosa keperawatan. Pada penegakkan
diagnosa berdasarkan data yang diperoleh selama pengkajian berupa data
objektif dan subjektif yang menunjukkan tanda dan gejala yang mendukung
diangkatnya 6 diagnosa keperawatan yaitu :
a. SDKI D. 0080 Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional
b. SDKI D. 0077 Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera
fisik (trauma)
c. SDKI D. 0054 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Nyeri
1

c. SDKI D.0012 Risiko pendarahan dibuktikan dengan


Tindakan pembedahan
d. SDKI D. 0149 Risiko Hipotermia dibuktikan dengan Suhu lingkungan
rendah
e. SDKI D. 0077 Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera
fisik (prosedur operasi)
f. SDKI D. 0054 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Efek agen
farmakologis (tindakan pembedahan)
g. SDKI D. 0142 Risiko infeksi dibuktikan dengan Efek prosedur invasif
2. Intervensi Keperawatan
Pada tahap intervensi/perencanaan, penulis menerapkan intervensi utama
berdasarkan diagnosa yang ditegakkan yaitu :
a. SIKI I. 09314 Reduksi Ansietas
b. SIKI I. 05173 Manajemen Nyeri
c. SIKI I.02067 Pencegahan Pendarahan
d. SIKI I. 14507 Manajemen Hipotermia
e. SIKI I. 14539 Pencegahan Infeksi
Yang meliputi tindakan observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi jika
diperlukan.
3. Implementasi Keperawatan
Implementasi/pelaksanaan dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah
ditentukan seperti mengidentifikasi, memeriksa tanda dan gejala,
memonitor dan menganjurkan.
4. Evaluasi Keperawatan
Pada evaluasi SOAP ditemui bahwa masalah keperawatan belum teratasi
dan teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan di ruang perawatan.
2

4.2. Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Bagi pihak rumah sakit agar dapat meningkatkan penanganan pasien
kolelitiasis terutama kerja sama dengan semua tenaga kesehatan dalam hal
edukasi unttuk pasien serta keluarga mengenai penataklasaan nyeri,
perawatan luka, dan meningkatkan mobilisasi.
3

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M.


(2017). Nursing Intervention Classification (NIC) (Edisi Keenam ed.). (B.
Indonesia, Ed.) Elsevier Mocomedia.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015-2017). Diagnosis Keperawatan


Definisi & Klasifikasi (10 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Moorhead, S., Jhonson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2017). Nursing
Outcomes Classification (NOC) (Edisi kelima ed.). (B. Indonesia, Ed.) Elsevier
Mocomedia.

Patrick CDG, dkk., 2015. Gambaran Ultrasonografi Batu Empedu pada


Pria & Wanita di Bagian Radiologi FK UNSRAT BLU RSUP PROF. DR. R. D.
Kandou Manado. Periode Oktober 2012 Oktober 2014. Manado: Jurnal e-Clinic
(eCI), Vol.3 No.1, Januari - April 2015.

Smeltzer, SC dan Bare, BG. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8. Vol.2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai