Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) DENGAN DIAGNOSA MEDIS

CKD ON HD DI RUANG HEMODIALISA

RSPAL dr.RAMELAN SURABAYA

Disusun oleh:

Nama: Imelda Raisya Safitri

2021-01-14401-025

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan asuhan keperawatan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dengan
diagnosa Medis CKD ON HD Di Ruang Hemodialisa RSPAL dr. Rameldan
Surabaya”. Asuhan keperawatan ini disusun guna melengkapi tugas Praktik
Belajar Lapangan (PBL).
Asuhan Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Maria Adelheid, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Dina Rawan G.Rana, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi
Diploma III Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Amiyani Kristina Ners., M.Kep selaku penanggung jawab mata kuliah
Praktik Belajar Lapangan (PBL).
4. Bapak Zia Abdul Aziz, Ners., M.Kep selaku Pembimbing Akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.
5. Ibu selaku Pembimbing Lahan yang telah banyak memberikan saran,
masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini.
Penulis menyadari bahwa asuhan keperawatan ini mungkin terdapat
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan asuhan
keperawatan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya , Oktober 2023

Imelda Raisya Safitri

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 2
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 2
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................ 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................. 5
1.4 Manfaat Penulisan....................................................................... 5
1.4.1 Untuk Mahasiswa ............................................................. 5
1.4.2 Untuk Klien dan Mahasiswa ............................................ 5
1.4.3 Untuk Institusi .................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6
2.1 Konsep Dasar CKD ...................................................................... 6
2.1.1 Definisi ............................................................................... 6
2.1.2 Etiologi ................................................................................. 6
2.1.3 Patofisiologi.......................................................................... 7
2.1.4 Manisfestasi Klinis ..............................................................9
2.1.5 Pemeriksan Penunjang ......................................................... 11
2.1.6 Penatalksanaan......................................................................11
2.2 Konsep Dasar Hemodialisa ......................................................... 15
2.2.1 Definisi.................................................................................. 15
2.2.2 Tujuan ................................................................................. 16
2.2.3 Indikasi Hemodilisa.............................................................. 17
2.2.4 Prinsip Hemodialisa.............................................................. 18
2.2.5 Perawatan Pada Pasien Hemodialisa .................................. 19
2.2.6 Komplikasi ...........................................................................20
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan..............................................22
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ......................................................23
2.3.2 Diagnosa Keperawatan.........................................................24

iii
2.3.3 Implementasi Keperawatan...................................................38
2.3.4 Intervensi Keperawatan........................................................38
2.3.5 Evaluasi Keperawatan...........................................................38
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan merupakan penyakit yang sudah
familiar di kalangan masyarakat Indonesia sebagai penyakit yang tidak dapat
disembuhkan (Wahyuningsih, 2020). Penyakit Chronic Kidney Disease
(CKD) didefinisikan sebagai penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan
laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 ml/min/1,73 m2 yang terjadi selama lebih
dari 3 bulan atau adanya penanda kerusakan ginjal yang dapat dilihat melalui
albuminuria, adanya abnormalitas sedimen urin, ketidak normalan elektrolit,
terdeteksinya abnormalitas ginjal secara histologi maupun pencitraan
(imaging), serta adanya riwayat transplatasi ginjal (Mahesvara, 2020). Faktor-
faktor yang berhubungan dengan meningkatnya kejadian gagal ginjal kronik
antara lain merokok, penggunaan obat analgetic, hipertensi, dan minuman
suplemen berenergi selain itu riwayat penyakit seperti diabetes, hipertensi
maupun penyakit gangguan metabolik lain yang dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal(Restu & Supadmi2, 2016).
Penyakit gagal ginjal kronis berkontribusi pada beban penyakit dunia dengan
angka kematian sebesar 850.000 jiwa per tahun (World Health Organization
(2017) dalam Pongsibidang, 2016) .
World Health Organization (2017) melaporkan bahwa pasien yang
menderita gagal ginjal kronis meningkat 50% dari tahun sebelumnya, secara
global kejadian gagal ginjal kronis lebih dari 500 juta orang dan yang harus
menjalani hidup dengan bergantung pada cuci darah (hemodialisis) adalah 1,5
juta orang. Gagal ginjal kronis termasuk 12 penyebab kematian umum di
dunia, terhitung 1,1 juta kematian akibat gagal ginjal kronis yang telah
meningkat sebanyak 31,7% sejak tahun 2010 hingga 2015 (Wahyuningsih,
2020). Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018
menunjukan bahwa penderita penyakit gagal ginjal di Indonesia sebesar 3,8
% naik dari 2.0% pada tahun 2013 (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018).

2
Kidney Disease Outcomes Quality Initiative membagi CKD menjadi lima
stadium berdasarkan glomerular filtrate rate (GFR) dimana End Stage Renal
Disease (ESRD) merupakan stadium akhir dari gagal ginjal kronik yang
ditandai dengan kerusakan ginjal secara permanen dan irreversible (Wahyuni
et al., 2019). Jika individu sudah mencapai stadium ini maka membutuhkan
terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis (Wahyuni et al., 2019).
Hemodialisis adalah suatu bentuk terapi dengan mengunakan mesin
dialyzer sebagai bentuk pengganti fungsi ginja (Kusuma et al., 2020). Tujuan
dilakukan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan sisa metabolism, protein,
gangguan keseimbangan air dan elektrolit antara kompartemen larutan
dialisat melalui membrane (selaput tipis) semipermiabel yang berfungsi
sebagai ginjal buatan atau biasa disebut dialyzer (Wahyuningsih, 2020).
Hemodialisis (HD) dilakukan 2-3 kali seminggu, dengan rentang waktu tiap
tindakan hemodialisis adalah 4-5 jam setiap kali terapi (Relawati et al., 2016).
Terapi hemodialisis akan menimbulkan keluhan tidak nyaman, merasa
kelelahan, merasa kedinginan/ kepanasan, gelisah, mual, muntah, tidak
mampu rileks bahkan gatal seluruh tubuh (PPNI, 2016). Hal ini akan
menyebabkan pasien mengalami gangguan kebutuhan dasar manusia yaitu
gangguan rasa nyaman (PPNI, 2016).
Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan sempurna
dalam dimensi fisik, psiko spiritual, lingkungan dan social (PPNI, 2016).
Terjadinya gangguan rasa nyaman pada pasien hemodialisa dapat
menimbulkan rasa stress yang berkepanjangan dan mengakibatkan terjadinya
penurunnya kualitas hidup pasien (Relawati et al., 2016). Maka rasa nyaman
pasien hemodialisa sangat perlu diperhatikan.

3
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dirumuskan
permasalahan sebagai berikut “ bagaimana asuhan keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) di RSPAL dr. Ramelan
Surabaya”
Tujuan Penulisan
1.1.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui “ bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD)
on HD di RSPAL dr. Ramelan Surabaya”
Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan secara komprehensif pada pasien
dengan diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) on HD di RSPAL dr.
Ramelan Surabaya”
2. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien pada pasien dengan
diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) on HD di RSPAL dr.
Ramelan Surabaya”
3. Mampu menyusun intervensi tindakan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) on HD di RSPAL dr.
Ramelan Surabaya”
4. Mampu melaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis Chronic Kidney Disease (CKD) on HD di RSPAL dr. Ramelan
Surabaya”Mampu mengevaluasi hasil tindakan yang
5. dilaksanakan terhadap tindakan pada pasien dengan diagnosa medis Chronic
Kidney Disease (CKD) on HD di RSPAL dr. Ramelan Surabaya”
6. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) on HD di RSPAL dr.
Ramelan Surabaya”

4
1.2 Manfaat Penulisan
1.2.1 Manfaat Teoritis
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya kebutuhan
oksigenasi dalam mendukung kesehatan dan keseimbangan tubuh manusia. Serta
dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai dengan kebutuhan
oksigenasi.
1.2.2 Manfaat Praktis
1.2.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Studi kasus ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan terapan, khususnya berkaitan dengan melakukan asuhan keperawatan
pasien CKD.
1.2.2.2 Bagi Rumah Sakit
Studi kasus ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak pelayanan rumah
sakit untuk bahan peningkatan kinerja perawat dalam rangka peningkatan kualitas
pelayanan asuhan keperawatan, khususnya dalam melakukan asuhan keperawatan
pasien CKD
1.2.2.3 Bagi Mahasiswa
Hasil asuhan keperawatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
serta pemahaman mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) on HD di RSPAL dr. Ramelan
Surabaya”

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


2.1 Definisi
Gagal ginjal Kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kondisi
penyakit pada ginjal yang persisten (≥3 bulan) dengan terjadinya kerusakan
pada ginjal dan kerusakan Glomerular filtration Rate (GFR ≤60 ml/menit/1,73
m2). Dengan kata lain, gagal ginjal kronis merupakan gagal ginjal akut yang
sudah berlangsung lama yang mengakibatkan gangguan yang persisten
(irreversible) dan bersifat kontinyu (Prabowo & Pranata, 2014). Gagal ginjal
kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia atau adanya retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Brunner & Suddarth, 2001). National Kidney Foundation
mendefinisikan dampak dari kerusakan ginjal adalah sebagai kondisi
mikroalbuminuria/over-proteinuria, abnormalitas sedimentasi dan
abnormalitas gambaran ginjal (Prabowo & Pranata, 2014). Oleh karena itu,
perlu diketahui klasifikasi derajat gagal ginjal kronis untuk mengetahui tingkat
prognosanya.
GFR
Stage Deskripsi
(ml/menit/1,73 m2)
I Kidney damage with normal or increase of GFR ≥90
II Kidney damage with mild decrease of GFR 60-89
III Moderate decrease of GFR 30-59
IV Severe decrease of GFR 15-29
V Kidney Failure <15 (or dialysis)

6
2.2 ETIOLOGI
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit
lainnya, sehingga merupakan penyakir sekunder. Prabowo & Pranata (2014),
penyebab gagal ginjal kronis diantaranya :
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit yang berkembang lambat
dan ditandai dengan inflamasi glomeruli, yang mengakibatkan sklerosis,
parut, dan akhirnya gagal ginjal.
b. Infeksi kronis (pyelonefritis kronis, TBC)
c. Kelainan kongenital (polikistik ginjal, asidosis tubulus ginjal)
d. Penyakit vaskuler (nefrosklerosis benigna / maligna, stenosis arteria
renalis)
e. Proses obstruksi (kalkuli, nefrolithisis)
f. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodosa, sklerosis
sistemik progresif)
g. Agen nefrotik (amino-glikosida)
h. Penyakit metabolik (diabetes, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis)

Menurut Rendy & Margareth (2012), penyebab GGK dapat


dikelompokkan sebagai berikut :
a. Penyakit parenkim ginjal
1) Penyakit ginjal primer : glomerulonefritis, miebnefritis, ginjal
polikistik, TBC ginjal
2) Penyakit ginjal sekunder : nefritis lupus, nefropati, amilordosis
ginjal, poliartritis nodasa, selelosis sistemik, gout, DM.
b. Penyakit ginjal obstruktif
Pembesaran prostat, batu saluran kemih, refluk ureter
2.3 PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya

7
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾
dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu. (Long, 1996)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN)
normal dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration
Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen
mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat
melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration
rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang.
Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat
sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992)

2.4 MANIFESTASI KLINIS

8
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan
yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi
memiliki fungsi yang banyak sehingga kerusakan kronis secara fisiologis
ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor
(Prabowo & Pranata, 2014). Menurut Long dalam Rendy & Margareth (2012),
tanda dan gejala GGK sebagai berikut :
a. Gejala dini : letargi, sakit kepala, kelelaham fisik dan mental, BB
berkurang, mudah tersinggung dan depresi.
b. Gejala lebih lanjut
Anoreksia, nausea, vomiting, nafas dangkal/sesak saat ada kegiatan
maupun tidak, edema disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi
mungkin juga sangat parah.
Sedangkan menurut Robinson (2013), tanda dan gejala pada gagal ginjal
kronis meliputi :
a. Ginjal dan Gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudian
terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat.
Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot
dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak
terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling
khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi
yang tinggi.
b. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomiopati, uremic perikarditis,
efusi perikardial (kemungkinan terjadi tamponade jantung), gagal
jantung, edema periorbital dan edema perifer.
c. Sistem Respirasi
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung
dan sesak nafas.
d. Gastrointestinal

9
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, doudenal
ulseratif, lesi pada intestinum/kolon, kolitis, dan pankreatitis. Kejadian
sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan vomitting.
e. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering, dan ada scalp.
Selain itu biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis,
petekie, dan timbunan urea pada kulit.
f. Neurologi
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropati perifer, nyeri, gatal,
pada lengan dan kaki. Selain iu, juga adanya kram pada otot dan
refleks kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan
adanya perubahan metabolik ensefalopati.
g. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorea dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma,
peningkatan sekresi aldosteron dan kerusakan metabolisme
karbohidrat.
h. Hematopoetic
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dialisis) dan kerusakan platelet. Biasanya
masalah yang serius pada sistem hematologi ditunjukkan dengan
adanya perdarahan (purpura, ekimosis, petekie).
i. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi pada tulang, fraktur
patologis, kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard)

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

10
Untuk hasil yang lebih akurat, pemeriksaan fungsi ginjal adalah dengan
analisa Creatinin Clearence. Menurut Prabowo & Pranata (2014),
pemeriksaan penunjang lainnya adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Laboratorium (Biokimia)
1. Laboratorium darah :
Pemeriksaan utama (BUN, Kreatinin), elektrolit (Na, K, Ca,
Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein,
antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin). Pemeriksaan
kadar elektrolit dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan
elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
2. Pemeriksaan Urin
Warna, pH, Berat Jenis, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
b. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
c. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate. Pada klien gagal ginjal, hasil
menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal.
d. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen
2.6 PENATALAKSANAAN
Mengingat bahwa fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk
dikembalikan, maka tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengoptimalkan
fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan keseimbangan secara maksimal
untuk memperpanjang harapan hidup klien. Sebagai penyakit yang kompleks,
gagal ginjal kronis membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan serius sehingga
akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien

11
(Prabowo & Pranata, 2014). Menurut Robinson (2013), beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam penatalaksanaan yaitu :
a. Perawatan kulit yang baik
Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion tanpa alkohol
untuk mengurangi rasa gatal. Jangan gunakan gliserin/sabun yang
mengandung gliserin karena akan mengakibatkan kulit semakin kering.
b. Jaga kebersihan oral
Gunakan sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut, kurangi konsumsi
gula untuk mengurangi rasa tidak nyaman di mulut.
c. Beri dukungan nutrisi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyediakan makanan dengan
anjuran diet tinggi kalori, rendah protein (20-40 gr/hari), rendah
natrium dan kalium. Menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari
uremia, menyebabkan penurunan uremia, dan perbaikan gejala.
Hindari masukan berlebih dari kalium dan garam
d. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan
terdapat edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui berat
badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan
e. Pantau adanya hiperkalemia
Hiperkalemia ditunjukkan dengan adanya kejang/kram pada lengan
dan abdomen dan diarea, dan dapat dipantau melalui ECG. Hindari
masukan kalium yang besar (<60 mmol/hari). Hiperkalemia diatasi
dengan dialisis.
f. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Kondisi ini dapat diatasi dengan pemberian antasida (kalsium
karbonat)
g. Kaji status hidrasi dengan hati-hati
Periksa ada/tidaknya distensi vena jugularis dan crackles pada
auskultasi paru-paru. Pantau keringan berlebih pada aksila, lidah yang
kering, hipertensi dan edema perifer. Cairan hidrasi yang

12
diperbolehkan adalah 500-600 ml atau lebih dari haluaran urine 24
jam.
h. Kontrol tekanan darah
Upayakan dalam kondisi normal, yang dapat dicegah dengan
mengontrol volume intravaskuler dan obat-obatan anti-hipertensi.
i. Pantau terjadinya komplikasi pada tulang dan sendi
j. Mencegah obstruksi jalan nafas
Latih klien nafas dalam dan batuk efektif untuk mencegah terjadinya
kegagalan nafas akibat obstruksi
k. Jaga kondisi septik dan aseptik setiap prosedur perawatan
l. Observasi tanda perdaraham
Pantau kadar hemoglobin dan hematokrit. Pemberian heparin selama
proses dialisis harus disesuaikan dengan kebutuhan.
m. Observasi adanya gejala neurologis
Laporkan segera jika dijumpai kedutan, sakit kepala, kesadaran
delirium, kejang otot. Berikan diazepam/fenitoin jika dijumpai kejang.
n. Atasi komplikasi dan penyakit
Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan komplikasi, maka
harus dipantau secara ketat. Gagal jantung kongestif dan edema
pulmonal dapat diatasi dengan membatasi cairan, diet rendah natrium,
diuretik, preparat inotropik (igitalis/dobutamin) dan lakukan dialisis
jika perlu. Kondisi asidosis metabolik dapat diatasi dengan pemberian
nartrium bikarbonat atau dialisis.
o. Laporkan segera jika mucul tanda-tanda perikarditis (friction rub &
nyeri dada)
p. Tata laksana dialisis/transplantasi ginjal
q. Transfusi darah
r. Obat-obatan
Diuretik untuk meningkatkan urinasi, alumunium hidroksida untuk
terapi hiperfosfatemia, anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta
diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa

13
bila terjadi anemia, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemid (membantu berkemih)

14
2.2 KONSEP DASAR HEMODIALISA
2.2.1 Definisi
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialis nadalah
memisah dari yang lain, maka hemodialisa adalah pemisahan komponen darah
dari zat metabolisme dan zat yang dibutuhkan oleh tubuh dengan
menggunakan ginjal pengganti (dialyzer) dan dialisat melalui membran semi
permeabel.
Hemodialisa-dialisis merupakan suatu proses dimana solute dan air
mengadakan difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dan
kompartemen cair menuju kompartemen lain (Prince & Wilson, 2005). Proses
ini digunakan untuk mengeluarkan cairan dan elektrolit limbah dari dalam
tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.
2.2.2 TUJUAN HEMODIALISA
a. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein (toksin uremia)
b. Memperbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
c. Menjaga fungsi ginjal bila terjadi obstruksi.
2.2.3 INDIKASI HEMODIALISA
a. Gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik yang tidak berhasil dengan terapi
konservatif.
b. Gagal ginjal kronik yang dipersiapkan untuk transpantasi ginjal.
c. Dialisis pre operatif.
2.2.4 INDIKASI ABSOLUTE HEMODIALISA
a. Ureum lebih dari 200 mg%
b. Kreatinin lebih dari 8 mg%
c. Kelebihan voleme cairan coverload.
d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit/hiperkalemia
e. Gangguan asam basa (asidosis) pH < 7,2
f. Klinis uremia dengan kesadaran menurun meskipun ureum darah < 200
mg%
g. Keracunan obat dan kesalahan transfuse
h. Tes Clearen Creatinin (CCT) < 10 ml/menit
i. Perikarditis

15
j. Uremic lung
k. Enselopati
l. Hipertensi Berat
2.2.5 PRINSIP HEMODIALISA
Menempatkan darah disampingan dengan cairan dialisat, dipisahkan
oleh suatu membran (selaput tipis) yang disebut membrane semi permeabel.
Membrane dapat dilalui oleh air dan zat tertentu (zat sampah) sesuai dengan
besar molekulnya. Proses ini disebut dialisis yaitu pemisahan air dan zat
tertentu dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat atau sebaliknya dari
kompartemen dialisat ke kompartemen darah, melalui membrane semi
permeabel.
2.2.6 MEKANISME PERPINDAHAN HEMODIALISA
Mekanisme perpindahan ditentukan oleh 3 proses, yaitu:
a. Difusi
Berpindahnya suatu zat (solute) karena tenaga yang ditimbulkan oleh
keadaan kadar zat (konsentrasi) di dalam darah dan dializat yaitu makin
tinggi kadar zat dalam darah makin banyak yang dipindahkan ke dializat.
Kecepatan perpindahan darah dipengaruhi oleh:
1) Konsentrasi
2) Berat molekul
3) QB dan QD
4) Luas permukaan membran
5) Permeabilitas membrane
b. Osmosis
Perpindahan air oleh karena kimiawi, yaitu karena perbedaan osmolalitas
darah dan dialisat.
c. Ultrafiltrasi
Berpindahnya air dan zat melalui membran semi permeabel akibat tekanan
hidrostatik yang bekerja pada membrane atau perbedaan tekanan
hidrostatik di dalam kompartemen darah dan kompartemen dialisat.
Perpindahan dan kecepatan ini dipengaruhi oleh :
1) TMP (trans membrane pressure)

16
2) Luas permukaan membran
3) KUF (koefisien Ultra Filtrasi
4) QB dab QD
2.2.7 KOMPONEN UTAMA HEMODIALISA
Komponen utama hemodialisa terdiri dari 3 komponen, yaitu:
a. Sirkulasi darah
Adalah sirkulasi yang memberikan darah dari tubuh melalui jarum atau
kanula arteri dengan bantuan pompa darah (blood pump) ke kompartemen
darah dengan kecepatan aliran darah QB kemudian darah dikembalikan ke
dalam tubuh melalui jarum/kanula vena. Sirkulasi darah ada 2 bagian
besar, yaitu:
1) Saluran arteri (arteri line) atau in let set yaitu: saluran sirkulasi darah
sebelum dializer yang berwarna merah (ABL)
2) Saluran vena ( vena line) atauout let set yaitu: saluran sirkulasi darah
sesudah dialyzer yang berwarna biru (AVL)
b. Sirkulasi cairan dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk proses hemodialisa, berada
dalam kompartemen dialisat, bersebrangan dengan kompartemen darah
dengan bantuan pompa dialisat, ada 2 jenis dialisat yaitu:
a. Asetat (acetat)
b. Bikarbonat (bicarbonate)
c. Dializer (Gb)
Dializer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sampah
hasil metabolism tubuh atau zat toksik lainnya dari dalam tubuh. Dializer
merupakan suatu kotak atau tabung tertutup yang dibagi atas 2 ruangan
atau kompartemen oleh suatu membran (selaput tipis) semi permeabel
yaitu kompartemen dialisat dan kompartemen darah dan mempunyai 4
jalan masuk/keluar, 2 buah berhubungan dengan kompartemen darah dan 2
buah lagi berhubungan dengan kompartemen dialisat.
2.2.8 AKSES VASKULER
a. Permanen : AV fistula
b. Sementara : femoral

17
c. Long HD
1) HD pertama kali : 3 jam
2) HD kedua : 4 jam
3) HD rutin : 4-5 jam
2.2.9 PERAWATAN PADA PASIEN HEMODIALISA
a. Pre hemodialisa
1) Persiapan alat
a) Mesin HD
b) Listrik
c) Air ( reserve asmosis)
d) Cairan dializat
2) Dialisa set
a) Hallow fiker (GB)
b) Blood line ABL, VBL
c) Fistula sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan
d) Infus set/blood set
3) Persiapan alat
a) NaCl 0,9% 2 flash (2000cc)
b) Kupet steril : 1 spuit 20cc, 5cc, 1cc, duk, gaas steril 3 buah,
handscoon steril
c) Alat-alat lain :
- Gunting
- Plaster
- Klem
- Timbangan
- Desinfektan, alcohol dan betadin
- Antikoagulasi + heparin
- Tempat sampah medis dan non medis
4) Persiapan pasien
1) Perjanjian HD
- Persiapan mental
- Anamnesa kesehatan umum pasien

18
- Pemeriksaan fisik : timbang BB, posisi pasien, observasi vital
sign
b. Intra Hemodialisa
1) Monitor penderita : KU pasien, Observasi TTV
2) Monitor mesin HD: QB ( kecepatan aliran HD), conductivity, TMP,
Venoeus pressure, UFG, UFR, ultrafiltrasi, heforinisasi, kecepatan
aliran dializat, kecepatan aliran darah, temperature.
3) Sirkulasi darah : Sambungan sirkulasi darah, gelombang darah,
kecepatan aliran darah, bekuan darah, kebocoran darah.
c. Post Hemodialisa
1) Darah dimasukkan di dorong dengan NaCl 0,9%
2) Tekan luka bekas tusukan dengan gaas betadine
3) Perhatikan KU pasien
4) Mengukur TTV
5) Menimbang BB
2.2.10 KOMPLIKASI
a. Hipotensi
Angka terjadinya komplikasi ini sekitar 15–30% dari pasien yang
menjalankan hemodialisa. Keadaan yang biasa menyebabkan hipotensi
menurut Clarkson et al (2010) antara lain kecepatan ultrafiltrasi yang
tinggi, diabetes mellitus, amyloidosis, medikasi (beta bloker, alpha bloker,
nitrat, calcium channel blocker), proses pencernaan makanan selama
dialisis.
b. Emboli udara
dapat terjadi bila udara memasuki sitem vaskuler pasien
c. Nyeri dada
dapat terjadi bila tekanan CO2 menurun bersama dengan terjadinya
sirkulasi darah di luar tubuh
d. Kram otot
Kram otot terjadi sekitar 20% dalam terapi dialisis. Keram otot ini
berhubungan dengan kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi dan rendahnya
konsentrasi sodium diasilat yang dapat mengindikasi terkadinya keram

19
yang menjadikan penyebab terjadinya kontraksi akut volume ekstraseluler
(Clarkson et al., 2010). Selain itu kram mungkin adalah reflek dari
perubahan elektrolit yang berpindah ke otot membran (O’Callaghan, 2006)
e. Dialysis Disequilibrium Syndrome
Terjadi pada saat hemodialisis pertama kali atau pada awal dimulainya
terapi hemodialisis. Sindrom ini merupakan akibat dari perubahan osmotik
pada otak, khususnya pada dinding urea plasma. (O’Callaghan, 2006).
Sindrom ini berhubungan dengan sekumpulan gejala yang mencakup mual
dan muntah, kegelisahan, sakit kepala, dan kelelahan selama dilakukannya
hemodialisa atau setelah dilakukannya hemodialisa. Dialysis
Disequilibrium biasanya dilihat pada situasi dimana pada awal konsentrasi
larutan sangat tinggi dan alirannya menalami kemunduran kecepatan
(Clarkson et al., 2010).
f. Hipoglikemia
Disebabkan oleh pengurangan level potassium yang terlalu sering.
g. Perdarahan
Terjadi karena kerusakan fungsi platelet di daerah uremik dan adanya
perubahan permeabilitas kapiler serta anemia. Dari beberapa hal tersebut
dapat meningkatkan hilangnya di saluran pencernaan karena gastritis atau
angiodysplasia, lesi yang berhubungan dengan gagal ginjal. Pada awal
dilakukannya hemodialis, dilaporkan bahwa adanya sebagian kerusakan
yang disebabkan disfungsi platelet dan permeabilitas kapiler. Pasien yang
menjalani hemodialisis mempunyai resiko tinggi untuk terkena perdarahan
karena terpapar heparin secara berulang ulang (Clarkson et al., 2010).
h. Hipoksemia
Merupakan reflek dari hipoventilasi yang menyebabkan perpindahan dari
bikarbonat atau penutupan pulmo sehingga mengakibatkan perubahan
vasomotor dan terjadi aktifasi subtansi pada membran dialisis
(O’Callaghan, 2006).
i. Gatal gatal
Terjadi setelah proses hemodialisis dilakukan mungkin terjadi karena
adanya reflek gatal pada gagal ginjal kronik, eksaserbasi dari pelepasan

20
histamin menyebabkan adanya reaksi alergi ringan pada membran dialisis.
Jarang terjadi dengan terpaparnya darah pada membran dialisis dapat
meyebabkakan respon alergi yang general (O’Callaghan, 2006)
Penanganan komplikasi HD
1. Hipotensi : meningkatkan BB pasien sebelum HD kemudian
membandingkan antara BB pre HD dengan post HD terakhir untuk
menentukan jumlah cairan yang akan dikeluarkan
2. Emboli udara : penanganan dengan mengeluarkan udara dari dalam otot –
otot HD tidak boleh ada udara yang masuk dalam alat HD dan sebelum
alat dipasang pada pasien maka alat dibilas dulu dengan NaCl 0,9%
sekaligus untuk mendorong udara keluar, udara harus dikeluarkan dari alat
dan tidak boleh masuk ke dalam vaskuler pasien karena dapat
menimbulkan emboli.
3. Kram otot : bagian tubuh yang mengalami kram dipijat agar menjadi
lemas, pasien dianjurkan untuk relaks agar otot-otot yang kram bisa lemas
dengan cepat setelah dipijat.
4. Nyeri dada : nyeri disebabkan QB, tapi darah yang masuk dalam tubuh
lambat penanganannya dengan menurunkan QB.
5. Mual muntah : pasien diajarkan teknik relaksasi nafas dalam yang dapat
membantu merilekskan diri dan mengurangi rasa mual pasien.

21
2.3 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.3.1 PENGKAJIAN
a. Pernapasan : nafas pendek, dispnea, batuk
b. Makan dan minum : peningkatan berat badan cepat (odema), penurun
berat badan (malnutrisi), anoreksia, mual, muntah, perubahan turgor kulit.
c. Eleminasi : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria
d. Aktifitas dan istirahat : kelelahan, kelemahan otot,penurunan rentang
gerak, kehilangan tonus, malaisie
e. Sirkulasi : riwayat hipertensi nyeri dada, odema jaringan umum (kaki
tangan)
f. Integritas ego : factor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan,
perubahan kepribadian takut.
g. Neurosensori : sakit kepala,penglihatan kabur, keram otot/kejang,
kehilangan memori, penurunan kesadaran
h. Seksualitas : penurunan libido, amenoria, infertilitas
i. Penyuluhan dan pembelajaran : riwayat dalam keluarga, penyakit
polikistik, nefrtis herideter, penggunaan antibiotik,terpejam toksik
j. Keamanan : kulit gatal, pruritis, demam

Pre Hemodialisa (HD)


 Data Subjektif
- Pasien mengeluh sulit bernafas
- Pasien mengeluh sering mual dan muntah
- Pasien mengeluh nafsu makan menurun
- Pasien mengeluh nyeri dada
- Pasien mengeluh nyeri/ sakit kepala
- Pasien mengeluh penglihatan rabun
- Pasien mengeluh gatal pada kulit dan mengeluh demam
- Pasien mengatakan aktifitas seksual mulai menurun
 Data objektif
- Pasien terlihat lemas

22
- Nafas pendek
- Dispneu
- Mual, muntah, dan anoreksia
- Penurunan BB yang drastis
- Penurunan kesadaran
- Perubahan turgor kulit

Intra Hemodialisa
 Data Subjektif
- Pasien mengeluh lemas
- Pasien mengeluh mual, muntah
- Pasien mengatakan cemas dengan keadaannnya
 Data objektif
- Kelemahan otot, kehilangan tonus
- Pendarahan
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak cemas dan gelisah

Post Hemodialisa
 Data Subjektif
- Pasien mengeluh lemas, kepala pusing, gatal- gatal, pada tubuhnya
 Data Objektif
- Pendarahan
- Terjadi atau terdapat tanda- tanda infeksi (kolor, dolor, rubor, tumor
dan fungsiolasia
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Pre Hemodialisa
1) Pola nafas tidak efektif b/d penumpukan secret, edema sekunder pada
paru akibat GGK
2) Perubahan pefusi jaringan perifer b/d transportasi oksigen dan nutrisi
ke jaringan menurun

23
3) Kelebihan volume cairan b/d retensi cairan dan natrium, penurunan
haluaran urine
4) Resiko penurunan curah jantung b/d ketidakseimbangancairan yang
mempengaruhi volume sirkulasi
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia, mual, muntah
6) Kerusakan integritas kulit b/d penumpukan ureum
7) Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakitnya
b. Intra Hemodialisa
1) Resiko tinggi syok hipovolemik b/d proses ultrasi yang berlebihan
2) Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan, kehilangan darah
actual
3) Nyeri akut b/d proses patologis penyakit
4) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, terapi pembatasan
5) Ansietas b/d kurang pengetahuan terhadap penyakitnya, program
pengobatan
c. Post Hemodialisa
1) Resiko pendarahan b/d pemberian heparin yang berlebihan
2) Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasive
2.3.3 PERENCANAAN
1. Prioritas masalah
a. Pre Hemodialisa
1) Pola nafas tidak efektif
2) Perubahan perfusi jaringan perifer
3) Kelebihan volume cairan
4) Resiko penurunan curah jantung
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
6) Kerusakan integritas kulit
7) ansietas
b. Intra Hemodialisa
1) Kekurangan volume cairan
2) Resiko syok hipovolemik
3) Nyeri akut

24
4) Intolerabsi aktivitas
5) Ansietas
c. Post Hemodialisa
1) Resiko terjadinya pendarahan
2) Resiko tinggi infeksi

2. Rencana Tindakan
a. Pre Hemodialisa
1) Diagnose : Pola nafas tidak efektif b/d penumpukan secret,
edema, sekunder pada paru akibat GGK
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
pola nafas pasien efektif

Kriteria Hasil :
a) Frekuensi nafas efektif
b) RR = 16-20 x/menit
c) Pasien tidak mengeluh sesak
d) Pasien tidak mengeluh nyeri dada
Intervensi :
a) Beri posisi semifowler / posisi yang nyaman
R/ : meningkatkan ekspansi paru dan
memudahkan pernafasan
b) Kaji pola nafas, auskultasi kedalaman
pernafasan
R/ : untuk mengetahui kebutuhan
c) Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/ : untuk mengetahui kebutuhan oksigen
pasien secara adekuat
d) Kolaborasi dalam pemberian oksigen
tambahan sesuai kebutuhan
R/ : meningkatkan sediaan oksigen pasien
untuk kebutuhan miocard untuk memperbaiki

25
kontraktilitas, menurunkan iskemia dan kadar
asam laktat

2) Diagnose : Perubahan perfusi jaringan perifer b/d


transportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan
menurun
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
perfusi jaringan perifer kembali efektif
Kriteria Hasil :
a) Tidak ada sianosis
b) Kulit pasien teraba hangat
c) Tidak merasa kesemutan lagi
d) CRT < 3 detik
Intervensi :
a) Observasi warna dan suhu kulit/membrane
mukosa
R/ : kulit pucat atau sianosis, kuku, membrane
bibir/lidah, atau dingin, kulit burik
menunjukkan vasokontriksi perifer (syok) atau
gangguan aliran darah sistemik
b) Tingkatkan tirah baring selama fase akut
R/ : pembatasan aktivitas menurunkan aktivitas
oksigen
c) Tinggikan kaki bila ditempat tidur atau duduk,
sesuai indikasi
R/ : menurunkan pembengkakan jaringan dan
pengosongan cepat vena superficial dan tibial,
mencegah distensi berlebihan dan sehingga
meningkatkan aliran balik vena
d) Peringatkan pasien untuk menghindari
menyilang kaki atau hiperfleksi lutut.

26
R/ : pembatasan fisik terhadap sirkulasi
mengganggu aliran darah dan meningkatkan
statis vena pada pelvis, popliteal, dan pembuluh
kaki, jadi meningkatkan pembengkakan
embolisasi dan meningkatkan risiko komplikasi
e) Anjurkan pasien untuk menghindari pijatan
pada ekstremitas yang sakit
R/ : aktivitas ini potensial memecah/menyebar
thrombus, menyebabkan embolisasi dan
meningkatkan risiko komplikasi
f) Dorong latihan nafas dalam
R/ : meningkatkan tekanan negative pada
thoraks, yang membantu pengosongan vena
besar.

3) Diagnose : Resiko penurunan curah jantung b/d


ketidakseimbangan cairan yang mempengaruhi
volume sirkulasi
Tujuan :
a) Pasien dapat mempertahankan curah jantung
b) Irama jantung dan frekuensi dalam batas normal
c) Nadi perifer kuat
Kriteria Hasil :
a) Observasi TD dan frekuensi jantung
R/ : kelebihan volume cairan disertai hipertensi
dapat menimbulkan gagal jantung
b) Auskultasi bunyi jantung
R/ : apabila terbentuk suara jantung S3 dan S4
menunjukkan gagal jantung
c) Kaji warna kulit, membrane mukosa, dan dasar
kuku. Perhatikan waktu pengisian kapiler

27
R/ : pucat dapat menunjukan vasokontriksi.
Sianosis mungkin berhubungan dengan kongesti
paru atau gagal ginjal.
d) Pertahankan tirah baring
R/ : menurunkan konsumsi oksigen
e) Kolaborasi dalam berikan tambahan oksigen
sesuai indikasi
R/ : memaksimalkan sediaan oksigen untuk
kebutuhan miokardial untuk menurunkan kerja
jantung dan hipoksia seluler.

4) Diagnose : Kelebihan volume cairan b/d retensi cairan dan


natrium, penurunan haluaran urine.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
volume cairan pasien seimbang
Kriteria Hasil :
a) BB pasien stabil (BB Post HD = BB Kering)
b) Tidak terdapat edema
+
c) Kadar Na dan air didalam darah pada batas
normal
d) TTV dalam batas normal ( TD : 110-120/70-80
mmHg, N: 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit)
Intervensi :
a) Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk edema.
Evaluasi derajad edema (+1 sampai +4)
R/ : edema terjadi terutama pada jaringan yang
tergantung pada tubuh, contoh tangan, kaki, area
lumbosacral. BB pasien dapat meningkat
sampai 4,5 kg cairan sebelum piting edema
terdeteksi
b) Ukur semua sumber pemasukan dan
pengeluaran. Timbang dengan rutin

28
R/ : membantu mengevaluasi status cairan
khususnya bila dibandingkan dengan berat
badan. Peningkatan berat badan antara
pengobatan harus tidak lebih dari 0,5 kg/hari.
c) Timbang BB pre HD
R/ : BB pre HD diperlukan untu menentukan
HD yang dilakukan
tubuh
d) Ukur Tanda-Tanda Vital Pre-HD
R/ : TTV Pre-HD dapat menentukan program
HD dapat dilakukan atau tidak
e) Lakukan persiapan pelaksanaan HD sesuai
program dan SOP
R/ : pelaksanaan HD dapat membantu
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme dan cairan
berlebih yang tidak mampu dilakukan oleh
ginjal
f) Lakukan HD sesuai kebutuhan
R/ : program HD sesuai kelebihan cairan dalam
g) Berikan KIE pada pasien dan keluarga untuk
membatasi asupan cairan sesuai indikasi
R/ : Pembatasan konsumsi cairan dapat
membantu mencegah terjadinya kelebihan
volume cairan dalam tubuh
h) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai
indikasi: Diuretik, contoh furosemide (Lasix),
Mannitol (Osmitrol)
R/ : diberikan dini pada fase oliguria pada GGa
pada upaya mengubah ke fase nonoliguria,
untuk melebarkan lumen tubular dari debris,
menurunkan hyperkalemia, dan meningkatkan
volume urine yang adekuat.

29
5) Diagnose : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d
anoreksia, mual, muntah
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharpkan
nutrisi pasien adekuat
Kriteria Hasil :
a) BB pasien stabil
b) Terjadi peningkatan nafsu makan
Intervensi :
a) Beri makan sedikit tapi sering
R/ : meminimalkan anoreksia dan mual
sehubungan dengan status uremik/menurunnya
peristaltic dan memberikan sedikit energy
b) Batasi kalium, natrium, dan pemasukan fosfat
sesuai indikasi
R/ : pembatasan elektrolit ini diperlukan untuk
mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut,
khususnya bila dialysis tidak menjadi bagian
pengobatan,dan/atau selama fase penyembuhan
GGA
c) Timbang BB tiap dilakukan HD
R/ : untuk mengetahui siklus nutrisi

d) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian


asupan nutrisi
R/ : memberi asupan nutrisi yang tepat bagi
pasien

6) Diagnosa : Kerusakan integritas kulit b/d penumpukan


ureum

30
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
kerusakan integritas kulit dapat diatasi
Kriteria Hasil :
a) Mempertahankan kulit utuh
b) Menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah
kerusakan atau cedera kulit.
Intervensi :
a) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor,
vascular. Perhatikan kemerahan, ekskoriasi.
Observasi terhadap ekimosis, purpura
R/ : menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan
yang dapat menimbulkan pembentukan
decubitus/infeksi
b) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan
membran mukosa
R/ : mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi
berlebihan yang memengaruhi sirkulasi dan
integritas jaringan pada tingkat seluler
c) Ubah posisi dengan sering, gerakan pasien
dengan perlahan, beri bantalan pada tonjolan
tulang dengan kulit domba, pelindung, siku,
atau tumit
R/ : menurunkan tekanan pada oedema,
jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia. Peninggian meningkatkan
aliran balik status vena terbatas atau
pembentukan oedema.
d) Berikan perawatan kulit. Batasi penggunaan
sabun. Berikan salep atau krim (mis lanolin,
aquaphor)
R/ : Lotion dan salep mungkin diinginkan untuk
menghilangkan kering, robekan kulit.

31
e) Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab
dan dingin untuk memberikan tekanan (daripada
garukan) pada area pruritus. Pertahankan kuku
pendek, berikan sarung tangan selama tidur bila
diperlukan.
R/ : menghilangkan ketidaknyamanan dan
menurunkan resiko cidera dermal
f) Anjurkan menggunakan katun longgar
R/ : mencegah iritasi dermal langsung dan
meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.

7) Diagnosa : Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang


penyakitnya.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
pasien tidak cemas
Kriteria Hasil :
a) Pasien tampak tenang dan nyaman
b) Kecemasan pasien berkurang
Intervensi :
a) Kaji tingkat ansietas
R/ : untuk menentukan intervensi yang
diberikan
b) Beri informasi tentang HD
R/ : untuk mengetahui prosedur HD
c) Komunikasi Terapeutik
R/ : sesuatu yang disampaikan pada pasien agar
menjadi efektif
b. Intra Hemodialisa
1) Diagnosa : Resiko tinggi syok hipovolemik b/d proses
ultrafiltrasi berlebihan.
Tujuan : Setekah diberikan asuhan keperawatan diharapka
klien tidak mengalami syok hipovolemik

32
Kriteria Hasil :
a) Volume darah dalam tubuh kembali normal
b) Keadaan pasien compos mentis
c) Keadaan umum pasien baik
d) TTV dalam batas normal (S= 36-37,4 0C, TD=
120/80 mmHg, RR=16-20 x/mnt, nadi=60-100
x/mnt)
Intervensi :
a) Observasi KU pasien
R/: Pasien syok tidak menunjukkan KU yang
lemah
b) Observasi TTV pasien tiap jam
R/: Penurunan TD dan nadi menunjukkan
adanya syok
c) Monitor nilai UFG & QB pada mesin HD
R/ : nilai UFG menunjukkan banyaknya cairan
yang telah ditarik dari tubuh dan nilai QB
merupakan kecepatan penarikan cairan
d) Berikan KIE pada pasien dan keluarga tentang
tanda-tanda syok hipovolemik yaitu penurunan
tekanan darah dan peningkatan nadi
R/ : KIE dapat membuat pasien dan keluarga
lebih waspada dan bisa melaporkan pada
petugas apabila tanda syok muncul
e) Kolaborasi pemberian cairan intravena (IVFD)
R/: mengganti kekurangan cairan dan
meneimbangkan cairan vaskuler
2) Diagnosa : Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan,
kehilangan darah actual.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
kebutuhan cairan klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :

33
a) Volume cairan tubuh kembali normal
Intervensi :
a) Kaji ulang KU dan tanda-tanda vital pasien
R/: Menetapkan data dasar pasien untuk
mengetahui penyimpangan dari keadaan normal
b) Observasi tanda-tanda syok
R/: Dapat segera dilakukan tindakan untuk
menangani terjadinya syok
c) Catat intake dan output cairan
R/: Untuk mengetahui keseimbangan cairan
d) Kolaborasi pemberian cairan intravena dengan
dokter
R/: pemberian cairan intravena sangat penting
bagi pasien yang mengalami kekuranmgan
cairan tubuh. Karena cairan yang diberikan
langsung masuk kedalam pembuluh darah.

3) Diagnosa : Nyeri akut b/d proses patologis penyakit


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
nyeri klien berkurang
Kriteria Hasil :
a) Nyeri pasien berkurang/hilang
b) KU klien baik, klien tidak meringis
c) Skala nyeri (0-3) dari skala yang diberikan
Intervensi :
a) Monitor TTV
R/: Mengetahui KU pasien dan sebagai data
dasar untuk tindakan lebih lanjut
b) Observasi nyeri pasien dengan teknik PQRST
R/: Mengetahui penyebab, kualitas, lokasi, skala
dan waktu terjadinya nyeri

34
c) Beri posisi nyaman, usahakan situasi ruangan
tenang
R/: Mengurangi rasa nyeri
d) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
R/: Analgetik dapat menekan rasa nyeri

4) Diagnosa : Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, terapi,


pembatasan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
aktivitas pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
a) Klien mampu beraktifitas mandiri
b) Klien tidak merasa lemas lagi
Intervensi :
a) Kaji faktor yang mempengaruhi kelemahan
R/: Untuk mengetahui penyebab terjadinya
kelemahan
b) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
R/: Melatih pasien untuk beraktivitas secara
bertahap
c) Kaji ulang hal-hal yang mampu dan tidak
mampu dilakukan pasien
R/: Mengetahui tingkat ketergantungan pasien
dalam memenuhi kebutuhannya
d) Bantu pasien memenuhi ADL yang tidak dapat
dilakukan sendiri
R/: Menumbuhkan rasa percaya diri pasien
dalam melakukan ADL

5) Diagnosa : Ansietas b/d kurangnya pengetahuan terhadap


penyakitnya dan program pengobatan.

35
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan pasien tidak cemas lagi

Kriteria Hasil :
a) Pasien tampak nyaman dan tenang
b) Kecemasan pasien berkuran/pasien tidak cemas
lagi
Intervensi :
a) Kaji tingkat ansietas
R/: Penentuan tindak lanjut intervensi
keperawatan yang akan diberikan
b) Berikan informasi mengenai tindakan HD yang
dilakukan
R/: Untuk mengetahui prosedur tindakan HD
dan menurunkan ansietas
c) Gunakan komunikasi terapeutik
R/: Segala sesuatu yang disampaikan, diajarkan
pada pasien agar memberikan hasil yang efektif
d) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang
penyakitnya
R/: Mengetahui sejauh mana klien tahu tentang
penyakitnya
e) Berikan dukungan pada pasien dan libatkan
orang terdekat /keluarga untuk mendampingi
pasien
R/: dukungan yang diberikan dapat menurunkan
ansietas pasien

c. Post Hemodialisa
1) Diagnosa : Resiko pendarahan b/d pemberian heparin yang
berlebih

36
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
pendarahan tindak lanjut
Kriteria Hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda perdarahan
Intervensi :
a) Observasi daerah luka penusukan
R/: Untuk mengetahui terjadinya pendarahan
secara dini
b) Observasi TTV pasien
R/ : penurunan tekanan darah yang drastis dapat
menunjukkan terjadinya perdarahan
c) Lakukan fiksasi/penekanan pada tempat
penusukan dengan gaas berisi betadine
R/: Mencegah pengeluaran darah

2) Diagnosa : Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasive


Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan tidak terjadi
infeksi
Kriteria Hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
(pembengkakan, kemerahan, nyeri, panas dan
perubahan fungsi
Intervensi :
a) Ukur TTV pasien
R/: Sebagai data dasar untuk tindakan
selanjutnya
b) Observasi daerah pemasangan/daerah
penusukan
R/: Mengetahui tanda-tanda infeksi pada daerah
pemasangan alat HD/bekas luka tusukan

37
c) Lakukan teknik aseptik saat melakukan aff HD
dan tindakan perawatan luka bekas penusukan
R/: Tindakan aseptik merupakan tindakan
preventif terhadap kemungkinan terjadinya
infeksi
d) Tutup luka bekas penusukan dengan gaas steril
R/ : Perawatan dengan gaas steril dapat
mencegah kontaminasi kuman
e) Berikan KIE pada pasien dan keluarga tentang
tanda dan gejala infeksi
R/ : KIE dapat meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga tentang infeksi dan mampu
melaporkan ke petugas jika terjadi
f) Segera cabut jarum bila tampak adanya
pembengkakan/flebitis
R/: Menghindari kondisi yang lebih buruk

2.3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana
asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan
yang telah dibuat, dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan
mandiri dan kolaborasi (Tarwoto dan Wartonah, 2003).
2.3.5 EVALUASI KEPERAWATAN
a. Pre Hemodialisa
1) Pola napas efektif
2) Perfusi jaringan perifer kembali efektif
3) Tidak terjadi penurunan curah jantung
4) Volume cairan klien seimbang
5) Nutrisi klien adekuat
6) Kerusakan integritas kulit dapat diatasi
7) Ansietas tidak terjadi
b. Intra Hemodialisa

38
1) Syok hipovolemik tidak terjadi
2) Keseimbangan cairan tetap tejaga
3) Rasa nyeri pasien berkurang
4) Aktivitas sehari-hari dapat terpenuhi
5) Ansietas tidak terjadi
c. Post Hemodialisa
1) Pendarahan tidak terjadi
2) Infeksi tidak terjadi

39
WEB OF CAUTION (WOC)
Faktor kongenital, infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, nefropati obstruksi,
nefropati toksik, penyakit metabolik, hipoplasia renal, trauma ginjal yang hebat,
disfungsi biokimia, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan pada jaringan

Jumlah nefron berkurang

Nefron hipertropi

Filtrasi glomerulus

Beban solut

GFR < 5 ml

GAGAL GINJAL KRONIS/CKD

Penatalaksanaan

Tranplantasi ginjal Hemodialisa CAPD


40

Kerusakan
integritas
Pruritus, kulit Prognosis
Kurang paparan
kulit
bersisik, kering +
Retensi Na dan H2O cemas
penyakit
informasi
Kurang informasi
Pre HD Intra HD tentang program Post HD
pengobatan (HD)
Ureum Defisiensi hormone Difusi, ultrafiltrasi,
eritropoetin osmosis Takut, cemas
Uremia
Jumlah cairan dalam Retensi RAA Produksi eritrosit, Penarikan
tubuh Fe, dan as.folat Ansietas
cairan dan
Gangguan Penumpukan Hipertensi
Tek. hidrostatis elektrolit yang volume cairan
keseimbangan di dalam kulit Respon Hb berlebihan intravaskuler
asam basa Beban jantung psikologis
Oedema,, ansietas Gangguan system
Asam Lambung Transportasi O2 dan Kram Haus, mukosa
Hipertropi otot bibir kering, sirkulasi
nutrisi ke jaringan Resiko Syok
Kelebihan volume ventrikel kiri Nyeri turgor kulit < 3
Anoreksia, mual, cairan Hipovolemik Intoleransi
Akut detik Tekanan
muntah, BB Ruang ventrikel Ansietas Sianosis, akral
darah Aktivitas
kiri menyempit dingin, konjungtiva
Perubahan nutrisi Volume cairan sirkulasi pucat, muka pucat Resiko
kurang dari kebutuhan Darah refluk kekurangan
Resiko penurunan curah
tubuh ke atrium kiri Perubahan perfusi volume cairan
jantung
Tekanan vena jaringan
pulmonalis
Tekanan kapiler
paru

Oedema paru Terdapat luka bekas


pungsi di lipatan paha,
41 daerah yang lembab
Pemberian heparin
berlebih

Pengembangan
paru Resiko pendarahan
Resiko tinggi
Infeksi
Sesak

Pola Nafas Tak Efektif

42
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (2003). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Long, B C. (2010). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan

Prabowo, Eko P. Dan Pranata, Eka A.. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem
Pperkemihan. Yogyakarta : Nuha Medika

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Rendy, M. Clevo dan Margareth, TH.. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2003). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:
Balai Penerbit FKUI

43

Anda mungkin juga menyukai