PENDAHULUAN
1
hemodialisis dilakukan 2 -3 kali seminggu selama masing – masing 4 -5 jam
per tindakan. Sedangkan peritoneal dialisis merupakan salah satu tipe dialisis,
dimana darah dibersihkan di dalam tubuh. Dokter akan melakukan
pembedahan untuk memasang akses berupa catheter di dalam abdomen
penderita. Pada saat tindakan, area abdominal pasien akan secara perlahan
diisi oleh cairan dialisa melalui catheter. Ada dua macam peritoneal dialysis
yaitu continous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) dan Continonus
Cycling Peritoneal Dialysis (CCPD). Penggunaan CAPD di Indonesia lebih
lazim digunakan daripada CCPD. Pada CAPD penderita melakukan sendiri
tindakan medis tanap bantuan mesin dan biasanya berlangsung 4 kali sehari
masing – masing selama 30 menit. Efektivitas CAPD juga dapat memberikan
beberapa manfaat secara langsung ataupun tidak langsung kepada pasien.
2
1.3 Tujuan Penulisan
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Proses dari terapi pengganti ginjal jenis CAPD ini umumnya dengan
proses yang lebih mudah disbanding terapi pengganti ginjal yang lain. Berikut
beberapa penjelasan mengenai proses dari terapi pengganti ginjal jenis CAPD,
antara lain :
4
2. Membutuhkan waktu yang singkat, terdiri dari 3 langkah, yaitu :
a. Pertama, masukkan dialisat berlangsung selama 10 menit
b. Kedua, cairan dibiarkan dalam rongga perut untuk selama
periode waktu tertentu (4-6 jam)
c. Ketiga, pengeluaran cairan yang berlangsung selama 20 menit
3. Ketiga proses diatas dilakukan beberapa kali tergantung kebutuhan
dan bisa dilakukan oleh pasien sendiri secara mandiri setelah
dilatih dan tidak perlu ke rumah sakit
4. Perpindahan cairan pada CAPD dipengaruhi oleh, antara lain :
a. Kualitas membrane
b. Ukuran & karakteristik larutan
c. Volume dialisat
5. Proses dialysis pada CAPD terjadi karena adanya perbedaan, antara
lain :
a. Tekanan osmotic
b. Konsentrasi zat terlarut antara cairan CAPD dengan plasma
darah dalam pembuluh kapiler
c. Pada saat cairan dialisat dimasukkan dalam peritoneum, air
akan diultrafiltrasi dari plasma ke dialisat, sehingga
meningkatkan volume cairan intra peritoneal. Peningkatan
volume cairan intraperitoneal berbanding lurus dengan
konsentrasi glukosa dari cairan dialisat.
d. Kecepatan transport air dan zat terlarut dapat diestimasi secara
periodic melalui PET test (Peritoneal Equilibrum Test)
6. Standar konsentrasi elektrolit cairan CAPD, antara lain :
a. Na (132 meq /lt)
b. Cl ( 102 meq /lt)
c. Mg (0,5 meq /lt)
d. K (0 meq /lt)
5
2.3 Prinsip Kerja Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
6
Zat-zat racun yang terlarut di dalam darah akan pindah ke dalam cairan
dialisat melalui selaput rongga perut (membran peritoneum) yang berfungsi
sebagai “alat penyaring”, proses perpindahan ini disebut Difusi. Cairan dialisat
mengandung dekstrosa (gula) yang memiliki kemampuan untuk menarik
kelebihan air, proses penarikan air ke dalam cairan dialisat ini disebut
Ultrafiltrasi.
1. Pengeluaran cairan
7
2. Memasukkan cairan
3. Waktu tinggal
8
2.4 Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Saat Pemasangan CAPD
9
sisa di dalam darah yang tidak dapat terbuang dengan
sempurna selama dialysis peritoneal. Produk sisa tersebut
adalah:
a. Fosfor
Ketika ginjal tidak dapat mengeluarkan
kelebihan fosfor, maka fosfor akan menumpuk pada
tubuh anda. Dalam jangka waktu yang lama fosfor akan
menyebabkan tulang lebih rapuh dan mudah patah,
fosfor banyak terdapat pada kacang-kacangan, ikan, dan
produk susu
b. Kalium
Merupakan elektrolit yang dibutuhkan untuk
fungsi syaraf dan otot yang baik. Ginjal yang tidak
berfungsi dengan baik akan sulit untuk membuang
kelebihan kalium. Kelebihan dan kekurangan dalam
kalium dapat menyebabkan otot menjadi lemah dan
sering kram. Dan kadar kalium yang tinggi dapat
membahayakan jantung. Perlu diperhatikan dalam
mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran hijau yang
mengandung kalium tinggi seperti pisang, jambu biji,
pepaya, tomat, kentang dan kacang-kacangan.Sebaiknya
hindari garam diet dikarenakan mengandung kalium
tinggi.
c. Natrium
Adalah elektrolit yang berperan dalam
mengontrol cairan dan tekanan darah di dalam
tubuh.Saat ginjal tidak berfungsi, ginjal tidak dapat
mengeluarkan natrium yang berlebih sehingga tetap
berada dalam jaringan bersama dengan air.Asupan
natrium dan garam yang tinggi menyebabkan tubuh
menahan air dan tekanan darah menjadi tinggi. Dapat
diperhatikan jika mengkonsumsi makanan yang
10
mengandung natrium (garam) akan menimbulkan rasa
haus sehingga akan sulit mengontrol jumah cairan yang
diminum. Makanan yang mengandung natrium tinggi
sangat perlu dihindari, makanan ini berupa makanan
kaleng, fast food, kudapan yang asin, bumbu penyedap,
kecap, dan keju.Untuk menggantikan natrium dapat
menggunakan bawang putih, bawang, lada, jeruk limau,
dan bumbu rempah lainnya.Hindari menggunakan
garam diet / pengganti.
d. Kabohidrat
Pada saat menjalani terapi Dialysis peritoneal,
tubuh menerima kalori secara normal dari makanan
yang dikonsumsi, ditambah dari cairan dialysis yang
masuk ke dalam rongga peritoneal mengandung glukosa
sejenis gula. Jumlah kalori yang diserap setiap 2 liter
cairan berbeda pada setiap pasien, kurang lebihnya
sebagai berikut, antara lain :
- Kantung 1,5% mengandung 80 kalori.
- Kantung 2,5% mengandung 14% kalori.
- Kantung 4,25% mengandung 230 kalori.
- Nilai tersebut tergantung karateristik
peritoneal, dan jumlah yang diresepkan oleh
dokter.
11
- Karena mengangkat beban –> hindari mengangkat beban dan
kunjungi unit dialysis anda.
2. Jika cairan keluar berwarna kuning tua tetapi tidak keruh cairan
berada di dalam rongga peritoneum selama beberapa jam,
contohpergantiandi pagi hari–> tidak perlu khawatir (jika berlanjut,
kunjungi tempat dialysis).
3. Efek samping yang dapat terjadi antara lain:
1) Sakit punggung (5%)
2) Nyeri dada (5%)
3) Sakit kepala (5%)
4) Hipotensi (tekanan darah tiba-tiba turun drastis) (20%)
5) Gatal di kulit (5%)
6) Rasa kram di kaki (5 – 20%)
7) Mual dan muntah (15%)
8) Demam dan menggigil (jarang)
9) Komplikasi berat yang jarang terjadi seperti: reaksi alergi
(anaphylaksis) akut, banyak sel-sel darah merah pecah
(hemolisis), adanya gelembung udara (air embolism) yang
menyumbat pembuluh darah, kadar oksigen yang rendah dalam
darah (hipoksemia)
10) Komplikasi jangka panjang seperti: anemia, infeksi, denyut
jantung tidak teratur (aritmia), penyakit jantung koroner, gizi
kurang, kekurangan mineral (degenerasi) tulang, kekurangan
vitamin dan mineral.
4. Tips menghilangkan rasa sakit setelah proses cuci darah CAPD
yaitu bagi penderita gagal ginjal yang harus menjalani proses cuci
darah, mungkin alternatif cuci darah yang bernama CAPD atau
Continouos Ambulatory Peritoneal Dialysis sudah tak asing lagi.
Sebuah alat cuci darah yang dipasang permanen diperut pasien.
Dengan alat ini pasien bisa menjalani proses cuci darah hingga 4
kali per hari dan dapat dilakukan di rumah tanpa bantuan dokter.
Tentu sebuah alat yang sangat membantu. Asal selama proses cuci
12
darah berlangsung dalam keadaan steril dan dikerjakan tepat
waktu. Tentu alat yang sangat membantu serta praktis.
5. Namun setelah proses cuci darah selesai pasien sering kali merasa
kedinginan, bahkan hingga menggigil kedinginan. Atau juga pasien
merasa sakit yang amat sangat diperutnya.Kedinginan pada pasien
bisa diatasi dengan merendam cairan dextrose dalam air mendidih
sampai cairan hangat.Caranya rebus air sampai mendidih, lalu
tuang kedalam ember, rendam cairan dextrose bersama
kemasannya beberapa saat sampai cairan hangat. Setelah hangat
baru lakukan proses cuci darah. Cara kedua taruh cairan dextrose
dalam kardus yang telah diberi lampu beberapa jam sebelum proses
cuci darah, setelah cairan hangat baru mulai proses pencucian.
Sedang rasa sakit terasa ditusuk-tusuk setelah proses cuci darah itu
disebabkan oleh masuknya udara kedalam tubuh pasien melalui
selang bersama dengan cairan dextrose. Jadi jika kita melihat ada
gelembung udara pada selang segera hentikan aliran dextrose,
kemudian keluarkan gelembung dengan mendorongnya kembali ke
botol. Setelah semua gelembung kelur barulah proses dilanjutkan
kembali.
13
atau masyarakat memberikan dukungan. Pasien yang aktif dalam penanganan
penyakitnya, menginginkan lebih banyak kebebasan dan memiliki motivasi
serta keinginan untuk melaksanakan penanganan yang diperlukan sangat
sesuai dengan terapi CAPD. Selain kemampuan pasien dukungan dari
keluarga untuk melasanakan CAPD harus dipertimbangkan ketika memilih
terapi ini.
14
2.7 Komplikasi Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada CAPD, antara lain :
1. Peritonitis
Merupakan komplikasi yang paling sering terjadi dan paling
serius, yaitu antara 60-80 % dari pasien yang menjalani peritoneal
dialisis. Hal ini disebabkan oleh adanya kontaminasi dari
Staphylokokus epidermidis yang bersifat aksidental, dan
Staphylococcus aureus dengan angka morbiditas tinggi, prognosis
lebih serius serta lebih lama. Manifestasi dari peritonitis yaitu cairan
dialisat yang keruh, nyeri abdomen yang difus, hipotensi serta tanda-
tanda syok lainnya, hal ini jika penyebabnya S. Aureus. Pemeriksaan
cairan drainage untuk penghitungan jumlah sel, pewarnaan Gram, dan
pemeriksaan kultur untuk tahu penyebab mikroorganisme dan arahan
terapi.
Penatalaksanaan Peritonitis di rumah sakit apabila pasien
dalam kodisi parah dan tak mungkin melakukan terapi pertukaran
dirumah, dengan menjalani dialisis peritoneal intermitten selama 48
jam atau lebih atau sepenuhnya dihentikan selama dapat terapi
suntikan antibiotik. Jika gejalanya ringan ditangani secara rawat jalan
dan terapi antibiotik ditambahkan dalam cairan dialisat serta dapat AB
peroral selama 10 hari. Infeksi akan menghilang dalam waktu 2-4 hari .
AB harus diberikan dengan cermat dan tidak bersifat nefrotoksik agar
tidak memperparah fungsi ginjal yang tersisa. Intervensi bedah
mungkin diperlukan jika peritonitis akibat adanya kebocoran dari usus.
Pada infeksi persisten di tempat keluar kateter pelepasan kateter
permanen diperlukan untuk mencegah peritonitis. Peritonitis dengan
hasil kultur cairan peritoneal positif juga merupakan indikasi pelepasan
kateter. Untuk sementara menggunakan HD selama satu bulan sampai
dilakukan pemasangan kateter yang baru. Pasien dengan peritonitis
akan kehilangan protein melalui peritoneum dalam jumlah besar,
malnutrisi akut, serta kelambatan penyembuhan.
15
2. Kebocoran
Kebocoran cairan dialisat yang biasa terjadi melalui luka insisi
atau luka pemasangan kateter setelah kateter terpasang. Kebocoran
akan berhenti spontan jika terapi dialisis ditunda selama beberapa hari
sampai luka insisi dan tempat keluarnya kateter sembuh. Faktor yang
dapat memperlambat kesembuhan adalh aktifitas abdomen yang tidak
semestinya atau mengejan pada saat buang air besar. Kebocoran dapat
dihindari dengan memulai infus cairan dialisat dengan volume kecil
(100-200 ml) dan secara bertahap meningkatkan volume mencapai
2000 ml.
3. Perdarahan
Cairan drainage dialisat yang mengandung darah dapat terlihat
khususnya pada wanita yang sedang haid. Hal ini disebabkan karena
cairan hipertonik menarik darah dari uterus lewat orificium tuba falopii
yang bermuara ke dalam kavum peritoneal. Kejadian ini dapat terjadi
selama beberapa kali penggantian cairan mengingat darah akibat
prosedur tersebut tetap berada pada rongga abdomen.
Penyebab lain adanya perdarahan karena pergeseran kateter
dari pelvis serta pada pasien yang habis menjalani pemeriksaan enema
atau mengalami trauma. Adapun intervensi yang perlu dilakukan
adalah dengan melakukan pertukaran cairan lebih sering untuk
mencegah obstruksi kateter oleh bekuan darah.
4. Komplikasi lainnya antara lain :
1) Hernia abdomen karena peningkatan tekanan intra abdomen yang
terus menerus. Tipe hernia yang terjadi adalah insisional, inguinal,
diafragmatik, dan umbilikal. Tekanan intra abdomen yang persisten
meningkat juga dapat memperburuk gejala hernia hiatus dan
hemoroid.
2) Hipertrigliseridemia sehingga memberi kesan dapat mempermudah
aterogenesis. Penyakit Kardiovaskuler tetap merupakan penyebab
utama kematian pada populasi pasien ini.
16
3) Nyeri Pun ggung bawah dan anoreksia karena cairan dalam rongga
peritoneum selain rasa manis yang selalu tarasa pada indra
pengecap juga berkaitan dengan absorpsi glukose.
4) Pembentukan bekuan dalam kateter peritoneal dan konstipasi.
Kelebihan CAPD :
Kelemahan CAPD :
17
tetangga saja sudah sejak tahun 1980-an mempraktekannya. Singapura,
Thailand, Malaysia, Philipina, Cina dll.
Di Negara tersebut para pasien yg baru divonis gagal ginjal
kronis/terminal akan langsung dioperasi pasang cateter di perutnya agar bisa
melakukan refil (isi ulang) cairan ke dalam perut. Bahkan cairan Dianeal
yang merupakan kebutuhan pokok pasien CAPD di Indonesia pun sampai
sekarang masih di impor dari Singapura.
Yang membuat CAPD ini lebih unggul daripada cuci darah
(HD/hemodialisa) yaitu dapat dilakukan sendiri di rumah atau di tempat
kerja. Yang terpenting bila menggunakan CAPD mesti selalu menjaga
kebersihan tubuh dan menjaga keteternya tidak terinfeksi.Infeksi yang lazim
terjadi adalah peritonitis (infeksi pada peritoneum).peritoneum sebagai
membrane semi permeable yang berfungsi sebagai tempat yang dilewati
cairan tubuh yang berlebihan dan solute yang berisi racun yang akan dibuang.
Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding
perut ke dalam rongga perut.Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu
sehingga limbah metabolik dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam
cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan
cairan yang baru.
Beberapa perbedaan antara cuci darah (HD) dengan cuci perut (CAPD) :
1. Fungsi
HD : Menyaring racun darah dan mengeluarkannya bersama cairan tubuh,
agar darah menjadi bersih.
CAPD :Menyerap racun darah dan kelebihan cairan pada tubuh pasien
dengan system difusi melalui membran peritoneum di dalam perut.
2. Proses
HD : Darah dialirkan ke mesin penyaring racun melalui selang yang
ditusukkan dengan jarum vistula pada urat nadi di pangkal paha
(selangkangan jika belum memiliki Ave-shunt) untuk menyalurkan darah
keluar dan satu jarum lagi di tangan untuk memasukkan darah yg sudah
bersih. Jarum vistula bisa dipasang keduanya di tangan bila sudah operasi
Ave-shunt.
18
CAPD :Sebelum melakukan refill(isi ulang) pasien harus menjalani
operasi pemasangan cateter di perut sebelah kanan. Melalui satu cateterlah
cairan masuk dan keluar, karena cairan yg akan diisi sudah dilengkapi dg
kantong yg kosong untuk pembuangan makanya disebut twinbag Dianeal
yg hanya sekali pakai. Tidak membutuhkan mesin, karena hanya
menggunakan gaya gravitasi baik untuk pengeluaran cairan, maupun
pemasukkan cairan.
3. Tempat
HD : Harus dilakukan di rumah sakit tertentu yang memiliki fasilitas
ruangan khusus untuk hemo dialysis.
CAPD :Dapat dilakukan di mana saja, asal bersih, baik di rumah, di dalam
mobil bahkan di tempat wisata.
4. Waktu
HD : Setiap kali cuci darah membutuhkan waktu selama 4 s.d.5 jam dalam
periode 2 s.d. 3kali per minggu. Banyak tambahan waktu yang dibutuhkan
untuk menunggu giliran, pemasangan alat dan pencabutan alat.
CAPD:Satu kali refill hanya membutuhkan waktu 20 s.d. 30 menit, setiap
hari sebanyak 3 atau 4 kali refill.
5. Menu Makanan dan Minuman
HD : Makanan yang berkelium tinggi terutama santan, buah-buahan dan
sayuran hanya diperbolehkan dalam porsi yang sangat kecil.Contohnya,
sebuah apel Fuji hanya bisa dikonsumsi ¼ s.d. 1/3-nya satu kali dalam
sehari.Volume air minum juga sangat terbatas. Sangat dianjurkan banyak
makan protein.
CAPD: Asupan gizi yg mengandung protein harus dua kali lipat porsi
makan orang sehat! Makan minum lebh bebas.Kita bisa memakan apel
Fuji 2s.d.3 buah per hari bahkan makan sayuran punboleh.Lotek, karedok,
rujak hiris, rujak ulek, rujak bebek, dll masih bisa kita konsumsi dalam
porsi yang cukup, tetapi jangan berlebihan.Volume air minum bisa banyak
disesuaikan dengan akumulasi cairan yang terserap dianeal setiap harinya.
19
6. Biaya
HD : Biaya operasi Ave-shunt ( Cimino) untuk memperbesar pembuluh
darah di tangan,transfort menuju tempat HD 2 s.d.3 kali per minggu
besarnya tergantung jarak tempuh, biaya proses HD jika tak memiliki
kartu jaminan Askes atau sejenisnya, juga obat-obatan.
CAPD :Biaya operasi pemasangan carteter memang cukup tinggi sekitar
25 jutaan, tapi bagi peserta Askes tak jauh beda dengan pasang Ave-shunt,
tak ada biaya transfor bolak-balik ke rumah sakit, paling sebulan sekali
beli cairan sekitar 5 jutaan (peserta Askes gratis), obat-obatan yg
dikonsumsi semakin berkurang, kecuali betadin, NaCl, kassa dan plester
untuk dressing tutup execite.
7. Kebutuhan Tenaga Medis
HD :Sangat membutuhkan bantuan tenaga medis yang professional, untuk
memasang dan mencabut jarum vistula.Harus selalu dalam pengawasan
perawat/dokter jaga, karena banyak resiko yang terjadi saat HD
berlangsung.
CAPD :Tidak membutuhkan bantuan tenaga medis yang professional,
seperti dokter jaga dan perawat, karena bisa dilakukan sendiri atau bantuan
anggota keluarga,setelah kita mengikuti pelatihan selama tiga hari.
8. Efek Samping/ dampak negative
HD : Sering mengalami kram akibat dehidrasi karena terlalu banyak cairan
yg tersedot mesin, menggigil kedinginan, pusing, mual-mual, muntah,
tensi ngedrop tiba-tiba, sesak napas bahkan sampai pingsan. Biasanya
badan jadi lemas, karena terkuras energy dan saripati makanan dalam
darah kita. Kehilangan nafsu makan,bahkan lidahpun mati rasa. Esoknya
badan masih terasa loyo. Lusanya baru mulai bertenaga lagi, itu pun kalau
asupan gizinya bagus! Hari ke-3 atau ke-4 harus siap-siap HD lagi.Kulit
akan semakin hitam, karena penumpukkan Fe di permukaan kulit yg tidak
terbuang, gatal-gatal seluruh tubuh, osteoporosis, dan sulit tidur. Sisa
fungsi ginjal semakin berkurang, akhirnya urine pun tak bisa keluar
lagi.Kerjajantung semakin berat saat HD berlangsung, sehingga jantung
pun beresiko tinggi mengalami gangguan. Jika terjadi uremia, sesak napas
20
atau hiper kalemia harus cepat datang ke tempat HD, di mana pun dan
kapan pun kita berada, jangan menunggu sampai esok harinya!
CAPD : Sekali-kali perut terasa kembung, gatal-gatal, pegal linu atau
kurang tidur. Bisa juga mual-mual sampai muntah, karena
hiperkalemia.Jika mengalami hiper kalemia, atau sesak napas akibat
terlalu banyak minum, kita bisa mengatasinya dengan mempercepat waktu
periode refil sehingga refill bisa dilakukan sampai dengan 5 kali. Agar
kalium yang berlebih cepat terbuang.
9. Dampak Positif
HD : Bisa mengeluarkan racun dalam darah dan kelebihan cairan di
tubuh.Selain bisa mengeluarkan racun dalam darah dan kelebihan cairan
dalam tubuh, sisa fungsi ginjal akan lebih awet dipertahankan. Kerja
jantung akan ringan,karena bukan darah yang terpompa jantung harus
dikeluarkan dulu, sehingga mengurangi resiko serangan jantung. Badan
akan terasa selalu lebih bugar dari pada saat HD. Nafsu makan stabil.
Tensi darah semakin lama semakin mendekati normal yang pada akhirnya
menjadi normal kembali dan tidak perlu mengkonsumsi obat penurun
tensi.
CAPD:Permukaan kulit tidak kehitam-hitaman, karena tidak ada
penumpukkan Fe.
21
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
22
Sesudah dialisa
Kaji terhadap hipotensi dan perdarahan. Volume besar dari
pembuangan cairan selama dialisa dapat mengakibatkan hipotensi ortostatik
dengan menggunakan anti koagulan selama tindakan menempatkan pasien
pada resiko perdarahan dari sisi akses dan terhadap perdarahan internal.
23
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan keterbatasan pengembangan
diafragma
Kriteria hasil : menunjukan pola pernapasan efektif dengan bunyi nafas
jelas, GDA dalam batas normal.
Intervensi:
a. Kaji TTV ; RR
b. Jelaskan pada klien terjadinya pola nafas tidak efektif
c. Awasi frekuensi / upaya pernapasan.penurunan kecepatan infuse bila
ada dispnea.
d. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi.
e. Libatan keluarga dalam proses pelaksanaan tindakan pada klien
f. Berikan analgesic sesuai indikasi.
g. Kolaborasikan dengan tim medis dalam pemberian analgesic pada
klien
h. Pantau keefektifan tindakan yang telah diberikan pada klien.
3) Resiko tinggi untuk cidera b,d akses vascular dan komplikasi sekunder
terhadap penusukan dan pemeliharaan akses vascular, emboli
udara,ketidaktepatan konsentarsi / suhu dialisat.
Kriteria Hasil: cidera tidak terjadi pada klien selama tindakan dilakukan.
Intervensi:
a. Kaji kondisi yang memberikan kondisi resiko terhadap cidera
b. Pastikan semua alat berbahaya ditempatkan secara aman
c. Mempertahankan lingkungan steril selama pemasukan kateter.
d. Melakukan radiografi dada setelah pemasukan kateter kevena
subklavia.
e. Amati tanda pneumothorak, ketidakteraturan jantung, perdarahan
hebat, dan periksa bunyi nafas bilateral.
f. Ganti balutan kateter secara rutin sesuai kebijakan unit.
g. Pastikan bahwa detektor udara telah terpasang dan berfungsi baik
selama dialisis.
h. Bantu klien dalam perawatan (baik bantu langsung atau pengawasan)
sehingga terhindar dari cidera.
24
4) Kurang pengetahuan b.d penyakit dan kebutuhan untuk dialysis
Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan pengetahuan tentang konsep
penyakit serta tindakan yang diberikan
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang fungsi ginjal dan
alasan dialysis.
b. Kaji kesiapan untuk belajar.
c. Berikan informasi yang sesuai untuk kesiapan dan kemampuan belajar
termasuk alasan pasien kehilangan fungsi ginjal: tanda dan gejala yang
b.d kehilangan fungsi ginjal.
d. Berikan dorongan untuk mengungkapkan perasaan takut dan ansietas.
e. Berikan informasi yang sama pada keluarga sehingga keluarga paham
tentang kondisi klien
f. Libatkan keluarga dalam memberikan pemahaman pada klien
g. Anjurkan klien untuk melakukan sharing dengan tenaga kesehatan
terkait proses penyakit serta tindakan yang diberikan
h. Beri semangat pada klien untuk proses pembelajarannya.
25
3) Resiko tinggi cidera masih ada atau tidak
4) Peningkatan pengetahuan pada klien dan keluarga telah tercapai
atau belum.
26
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
27