Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah


Pemasangan CAPD biasanya dilakukan pada penderita gagal ginjal, kegiatan cuci darah adalah
suatu keharusan. Biasanya, para penderita ini melakukan hemodialisis (cuci darah melalui mesin)
2-3 kali dalam seminggu di Rumah Sakit. Namun, dalam 4 tahun terakhir mulai disosialisasikan
sebuah alternatif dimana penderita dapat melakukan cuci darah sendiri di rumah. Metode tersebut
dikenal dengan Peritoneal Dialysis (PD).
Ada dua macam PD, yaitu Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis(CAPD) dan Automated
Peritoneal Dialysis (APD). APD relatif masih jarang digunakan oleh masyarakat Indonesia,
mengingat metode ini menggunakan mesin yang dipasang di rumah penderita. "Tapi harganya
berikisar 120 hingga 150 juta, sehingga mungkin memberatkan. Kalau APD ini, cuci darahnya
memang hanya sekali dilakukan ketika menjelang tidur. Tapi dengan harga segitu, daripada beli
mesin dengan harga segitu, mending transplantasi ginjal saja kan," ujar dr. Erlan, Marketing
Manager Divisi Renal PT Kalbe Farma, disela-sela acara gathering para penderita gagal ginjal.
Sementara itu, dengan CAPD dikatakan dr. Erlan dapat menciptakan kualitas hidup yang lebih
baik bagi penderita. Sebab, mereka dapat menjalani hidupnya dengan normal, tanpa banyak
batasan untuk mengkonsumsi makanan. Clinical Coordinator Kalbe Farma, Kriatianto Dhanu
menjelaskan, CAPD dipasang permanen di tubuh penderita, tepatnya di bagian perut.
Sebuah catheter (kateter) dipasang di bagian perutnya dan disediakan sebuah kantong untuk
menjamin kesterilannya. Dengan CAPD, penderita cukup melakukan kontrol 1 kali dalam sebulan
ke rumah sakit. Pola kerja cuci darahnya, kateter disambungkan dengan titanium adapter yang
akan mengalirkan cairan dextrose. Cairan inilah yang berfungsi untuk menarik racun dari dalam
tubuh. Proses pengaliran cairan ini hanya membutuhkan waktu 10 menit. Dalam sehari dilakukan
sebanyak 3-4 kali.

B.Rumusan Masalah
1 Apa itu pritonial dialis ?
2 Hal – hal apa saja yang harus di perhatikan ?
3 Indikasi apa yang terjadi jika dilakukannya hemodialisis?
C.Tujuan Penulisan
1.Mengetahui pritonial dialis
2.Mampu Indikasi apa yang terjadi jika dilakukannya hemodialisis
D.Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi
kepustakaan yaitu dengan mencari berbagai sumber buku dan internet sebagai penunjang dalam
penyusunan makalah ini.
E.Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 3 bab, yaitu :
Bab I Pendahuluan Meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode
penulisan, serta sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Teori Mengemukakan isi dari makalah ini yang terdiri dari beberapa pembahasan
seperti; pengertian, indikasi, tujuan
Bab III Penutup. Terdiri dari kesimpulan dan saran

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Peritoneal dialysis adalah suatu proses dialysis di dalam rongga perut yang bekerja sebagai
penampung cairan dialysis, dan peritoneum sebagai membrane semi permeable yang berfungsi
sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang berlebihan & solute yang berisi racun yang akan
dibuang.Anatomi Membran Peritoneum Rongga Peritoneum Rongga peritoneum adalah bagian
dari perut yang membungkus organ-organ, seperti lambung, ginjal, usus, dll. gangguan.
Di dalam rongga perut ini terdapat banyak sel-sel darah kecil (kapiler) yang berada pada satu sisi
dari membran peritoneum dan cairan dialysis pada sisi yang lain.
Rongga peritoneum berisi + 100ml cairan yang berfungsi untuk lubrikasi / pelicin dari membran
peritoneum. Pada orang dewasa normal, rongga peritoneum dapan mentoleransi cairan > 2 liter
tanpa menimbulkan
Peritoneal dialysis adalah suatu proses dialysis di dalam rongga perut yang bekerja sebagai
penampung cairan dialysis, dan peritoneum sebagai membrane semi permeable yang berfungsi
sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang berlebihan & solute yang berisi racun yang akan
dibuang.Anatomi Membran Peritoneum Rongga Peritoneum Rongga peritoneum adalah bagian
dari perut yang membungkus organ-organ, seperti lambung, ginjal, usus, dll. gangguan.
Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding perut ke dalam rongga
perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah
secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan
diganti dengan cairan yang baru. Keunggulan CAPD nya adalah
1. Proses dialysis peritoneal ini tidak menimbulkan rasa sakit.
2. Membutuhkan waktu yang singkat, terdiri dari 3 langkah.
a) Pertama, masukkan dialisat berlangsung selama 10 menit
b) Kedua, cairan dibiarkan dalam rongga perut untuk selama periode waktu tertentu (4-6 jam)
c) Ketiga, pengeluaran cairan yang berlangsung selama 20 menit
Ketiga proses diatas dilakukan beberapa kali tergantung kebutuhan dan bisa dilakukan oleh pasien
sendiri secara mandiri setelah dilatih dan tidak perlu ke rumah sakit.
B.indikasi
Indikasi dilakukannya hemodialisis pada penderita gagal ginjal stadium terminal antara lain
karena telah terjadi:
Kelainan fungsi otak karena keracunan ureum (ensepalopati uremik)
Gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit misal: asidosis metabolik, hiperkalemia dan
hipercalsemia
Kelebihan cairan (volume overload) yang memasuki paru-paru sehingga menimbulkan sesak nafas
berat
Gejala-gejala keracunan ureum (uremic symptoms)
C.Beberapa hal yang harus di perhatikan saat pemasangan CAPD

1)Perpindahan cairan pada CAPD dipengaruhi :


1) Kualitas membrane
2) Ukuran & karakteristik larutan
3) Volume dialisat
2)Proses dialysis pada CAPD terjadi karena adanya perbedaan :
a) Tekanan osmotic
b) Konsentrasi zat terlarut antara cairan CAPD dengan plasma darah dalam pembuluh kapiler
c) Pada saat cairan dialisat dimasukkan dalam peritoneum, air akan diultrafiltrasi dari plasma
ke dialisat, sehingga meningkatkan volume cairan intra peritoneal. Peningkatan volume cairan
intraperitoneal berbanding lurus dengan konsentrasi glukosa dari cairan dialisat.
d) Kecepatan transport air dan zat terlarut dapat diestimasi secara periodic melalui PET test
(Peritoneal Equilibrum Test)

3) Standar konsentrasi elektrolit cairan CAPD:


a) Na (132 meq /lt)
b) Cl ( 102 meq /lt)
c) Mg (0,5 meq /lt)
d) K (0 meq /lt)

C.Efek samping Hemodialisis yang dapat terjadi antara lain:


Sakit punggung (5%)
Nyeri dada (5%)
Sakit kepala (5%)
Hipotensi (tekanan darah tiba-tiba turun drastis) (20%)
Gatal di kulit (5%)
Rasa kram di kaki (5 - 20%)
Mual dan muntah (15%)
Demam dan menggigil (jarang)
Komplikasi berat yang jarang terjadi seperti: reaksi alergi (anaphylaksis) akut, banyak sel-sel darah
merah pecah (hemolisis), adanya gelembung udara (air embolism) yang menyumbat pembuluh
darah, kadar oksigen yang rendah dalam darah (hipoksemia)
Komplikasi jangka panjang seperti: anemia, infeksi, denyut jantung tidak teratur (aritmia),
penyakit jantung koroner, gizi kurang, kekurangan mineral (degenerasi) tulang, kekurangan
vitamin dan mineral.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.KESIMPULAN
Peritoneal dialysis adalah suatu proses dialysis di dalam rongga perut yang bekerja sebagai
penampung cairan dialysis, dan peritoneum sebagai membrane semi permeable yang berfungsi
sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang berlebihan & solute yang berisi racun yang akan
dibuang.Anatomi Membran Peritoneum Rongga Peritoneum Rongga peritoneum adalah bagian
dari perut yang membungkus organ-organ, seperti lambung, ginjal, usus, dll. gangguan.
Peritoneal dialysis adalah suatu proses dialysis di dalam rongga perut yang bekerja sebagai
penampung cairan dialysis, dan peritoneum sebagai membrane semi permeable yang berfungsi
sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang berlebihan & solute yang berisi racun yang akan
dibuang.Anatomi Membran Peritoneum Rongga Peritoneum Rongga peritoneum adalah bagian
dari perut yang membungkus organ-organ, seperti lambung, ginjal, usus, dll. gangguan.
B. SARAN
Penulis mengharapkan dengan membaca makalah ini dapat lebih memahami mengenai tindakan
keperawatan yang harus dimengerti dan dilakukan dalam keterampilan kritis pada gangguan
system perkemihan mulai dari memahami teorinya sampai dalam persiapan alat, pasien dan
langkah-langkah kerja yang harus dilakukan oleh para perawat dalam tindakan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.kalbe.co.id/?mn=news&tipe=detail&detail=18432
http://scorlibz.com/news/peritoneal-dialysis-wikipedia-the-free-encyclopedia.html
Jumat, 14 Maret 2014
MAKALAH DIALISIS PERITONIAL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ketika ginjal mengalami kerusakan maka ginjal tidak dapat membersihkan tubuh dari sisa-sisa
metabolisme. Sisa-sisa metabolisme dan kelebihan air menumpuk dan lama kelamaan menjadi
banyak di dalam darah yang disebut uremia.
Gagal ginjal kronik berarti kehilangan fungsi ginjal yang bisa terjadi secara cepat atau lambat
dalam beberapa tahun. End Stage Renal Disease (ESRD) terjadi ketika ginjal mengalami
kerusakan tahap akhir, dimana ginjal tidak dapat bekerja dengan baik untuk menjaga
keseimbangan zat-zat kimia tubuh yang diperlukan untuk hidup. Pada saat ini pasien memerlukan
dialysis sebagai terapi pengganti.
Terapi pengganti fungsi ginjal (dialysis) :
1.Hemodialisis (HD)
2.Peritoneal Dialisis (PD) :Acute Peritoneal Dialisis (PD Acute), Kronis Peritoneal Dialisis
(CAPD)
Peritoneal dialysis adalah suatu proses dialysis di dalam rongga perut yang bekerja sebagai
penampung cairan dialysis, dan peritoneum sebagai membrane semi permeable yang berfungsi
sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang berlebihan dan solute yang berisi racun yang akan
dibuang. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding perut ke dalam
rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah metabolik dari aliran
darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut. Kemudian cairan dikeluarkan, dibuang dan
diganti dengan cairan yang baru. Biasanya digunakan selang karet silikon yang lembut atau selang
poliuretan yang berpori-pori, sehingga cairan mengalir secara perlahan dan tidak terjadi kerusakan.
Rongga peritoneum adalah bagian dari perut yang membungkus organ-organ, seperti lambung,
ginjal, usus, dll. Di dalam rongga perut ini terdapat banyak sel-sel darah kecil (kapiler) yang berada
pada satu sisi dari membran peritoneum dan cairan dialysis pada sisi yang lain. Rongga peritoneum
berisi + 100ml cairan yang berfungsi untuk lubrikasi / pelicin dari membran peritoneum. Pada
orang dewasa normal, rongga peritoneum dapan mentoleransi cairan > 2 liter tanpa menimbulkan
gangguan.
B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian dialisis peritonial ?
2. Jelaskan etiologi dialisis peritonial !
3. Sebutkan dan jelaskan patofisiologi dialisis peritonial !
4. Apa saja pemeriksaan diagnostik dialisis peritonial ?
5. Jelaskan penatalaksanaan medis dan perawat !
6. Jelaskan asuhan keperawatan dialisis peritonial !

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dialisis peritonial
2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dialisis peritonial
3. Mahasiswa mampu menjelaskan dan menyebutkan patofisiologi dialisis peritonial
4. Mahasiswa dapat menyebutkan apa saja pemeriksaan diagnostik
5. Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksaan medis dan perawat
6. Mahasiswa dapat menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan dialisis peritonial

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dialisis peritonial


Peritoneal Dialisis adalah Metode pencucian darah dengan mengunakan peritoneum (selaput yang
melapisi perut dan pembungkus organ perut). Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang
menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu
sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut,
kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan yang baru.
Peritoneum merupakan suatu membran yang dapat melakukan dialisis, yaitu suatu proses
terjadinya bahan-bahan didalam suatu larutan dapt dipisahkan satu dengan yang lainnya. Prosedur
dialisis peritoneum dilakukan dengan memasukan cairan tertentu kedalam rongga peritoneum,
sebagai usaha untuk mempebaharui keseimbangan cairan dan elektrolit secara terus-menerus
sebagai pengobatan.

B. Komplikasi dialisis peritonial


Terdiri atas masalah drainase, infeksi, sindrom disekuilibrium dialisis dan masalah yang timbul
akibat komposisi cairan dialisis.
1. Nyeri abdomen hebat
Nyeri hebat mendadak mungkin disebabkan ruptura peritoneum bila mengikuti drainase isi
kembali ruang abdomen dengan sebagian dialisa.
2. Penyumbatan drain
Urut perut penderita dan penderita diubah posisinya. Manipulasi kateter atau suntikan 20ml dialisat
dengan kuat untuk membebaskan sumbatan. Bila gagal pindahan kateter pada posisi lain, diberikan
heparin pada dialisat untuk mengurangi pembekuan darah dan merendahkan fibrin, kontrol dengan
pemeriksaan sinar-X, kontrol kadar hemaktokrit dialisat untuk menilai lama dan berat pendarahan.
3. Hipokalsemia
Dicegah dengan menambahkan 3,5-4 mEq/1 kalsium per-liter dialisat.

4. Hidrasi berlebihan
Dapat diketahui dengan mengukur berat badan tiap 8 jam. Berat badan penderita akan turun 0,5-
1% setiap hari, jika meninggi berikan dialisat dekstrose 2-7% atau kedalam cairan dialisat
ditambahkan cairan dekstrose 1,5% dan 7% berganti-ganti atau bersama-sama dengan
perbandingan 1:1.
5. Hipovolemial
Dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah dan mengawasi tanda-tanda renjatan. Bila ada,
diberikan albumin 5% secara intravena atau infus NaCl 0,9%.
6. Hipokalemia
Ditentukan dengan mengukur kadar kalium darah dan mengawasi perubahan EKG yang terjadi.
7. Infeksi dicurigai bila cairan dialisat yang dikeluarkan keruh atau berwarna. Peritonitis terjadi
biasanya karena kuman gram negatif atau staphylococcus aureus. Antibiotikum yang sesuai
hendaknya diberikan.
8. Hiperglikemia
Terjadi karena absorbsi glukosa dari dialisat. Bila kadar glukosa darah meningkat, dapat dikoreksi
dengan pemberian insulin dosis yang sesuai.

C. Indikasi
Dibedakan indikasi klinis dan biokemis
1. Indikasi klinis
a. Gagal ginjal akut, ditandai oliguria mendadak dan gejala toksik uremia, gagal ginjal kronis
berguna untuk menopang kehidupan selama penderita ada dibawah pengawasan atau dibawah
rencana transplantasi ginjal
b. Gagal jantung atau edema paru yang sukar diatasi.
c. Keracunan yang menimbulkan gagal ginjal atau gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
d. Keracunan obat mendadak untuk mengeluarkan obat tersebut melalui dialisis.
e. Gejala uremia mayor menunjukan adanya gagal ginjal akut atau kronis yang telah terminal
gejalanya : muntah, kejang, disorientasi, somnolen sampai koma, hidrasi berlebihan seperti edema
paru, gagal jantung, hipertensi yang tidak terkendali dan pendarahan.

2. Indikasi biokemis
a. Ureum darah lebih dari 250mg%, ureum sendiri tidak sangat toksik, tetapi pemeriksaan
teratur kadar ureum selama dialisis sangat bermanfaat.
b. Kalium darah lebih dari 8mEq / 1. Peninggian kadar kalium darah lebih dari 8mEq/1 dapat
menimbulkan aritmia jantung yang fatal.
c. Bikarbonat darah kurang dari 12mEq/1. Kadar bikarbonat darah yang rendah merupakan
cermin toleransi terhadap asidosis metabolik, kadar bikarbonat plasma yang rendah secara klinis
ditunjukan oleh pernafasan yang cepat dan dalam.
D. Etiologi
Adapun penyebab dilakukan tindakan hemodialisis dan dialyisis peritoneal:
1. Pembuangan cairan yang berlebihan, toksin atau obat karena tidak
adekuatnya osmotic dialisat
2. Kehilangan darah aktual (heparinisasi sitemik atau pemutusan aliran darah.
3. Distensi abdomen atau konstipasi.
4. Penurunan area ventilasi dimana bunyi nafas adventisius menunjukkan kelebihan cairan,
tertahannya sekresi dan infeksi. dimana bunyi nafas adventisius menunjukkan kelebihan cairan,
tertahannya sekresi dan inspeksi.
5. Penggunaan dialisat hipertonik dengan pembuangan cairan yang berlebihan dari volume
sirkulasi.
E. Manifestasi klinis
1. Hemodialisis
Penurunan aliran darah akan mengakibatkan “kedinginan” pada akses vascular. Penurunan tekanan
hemodinamik menunjukkan kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan terjadi hipotensi dan
takikardi. Kelebihan cairan atau hipervolemia dapat berpotensi terjadinya edema serebral (sindrom
disekuilibrasi), hipertensi dan takikardi. Destruksi sel darah merah (hemolisis) oleh dialysis
mekanikal dapat mengakibatkan anemia berat atau progesif.
2. Dialisis Peritoneal
Adanya keluhan nyeri dikarenakan pemasukan kateter melalui dinding abdomen atau iritasi kateter
dan penempatan kateter yang tidak tepat. Takipnea, dispnea, nafas pendek dan nafas dangkal
selama dialysis diduga karena tekanan disfragmatik dari distensi tongga peritoneal. Penuruna area
ventilasi dapat menunjukkan adanya atelektasis. Berikut ini gejala-gejala lainnya :
• Peritonitis
• Penurunan tekanan darah (hipotensi)
• Takikardi
• Hiponatremia atau intoksikasi air
• Turgor kulit buruk, dll.
F. Patofisiologi
Dialysis peritoneal merupakan alternatif dari hemodialisis pada penanganan gagal ginjal akut dan
kronik. Kira-kira 15% pasien penyakit ginjal tahap akhir menjalani dialysis peritoneal (Health Care
Financing Administration,1986.
Dialysis peritoneal sangat mirip dengan hemodialsis, dimana pada tehnik ini peritoneum berfungsi
sebagai membrane semi permeable. Akses terhadap rongga peritoneal dicapai melalui perisintesis
memakai trokar lurus, kaku untuk dialysis peritoneal yang akut dan lebih permanent, sedangkan
untuk yang kronik dipakai kateter Tenckoff yang lunak.
Dialysis peritoneal dilakukan dengan menginfuskan 1-2 L cairan dialysis kedalam kavum
peritoneal menggunakan kateter abdomen. Ureum dan kreatinin yang merupakan hasil akhir
metabolisme yang diekskresikan oleh ginjal dikeluarkan dari darah melalui difusi dan osmosis.
Ureum dikeluarkan dengan kecepatan 15-20 ml/ menit, sedangkan kreatinin dikeluarkan lebih
lambat.
Dialysis peritoneal kadang-kadang dipilih karena menggunakan tehnik yang lebih sederhana dan
memberikan perubahan fisiologis lebih bertahap dari pada hemodialisis.
G. Macam-macam Dialysis Peritoneal
1. Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
Memungkinkan pasien untuk menangani prosedur dirumah dengan kantung dan aliran gravitasi,
memerlukan waktu lama pada malam hari, dan total 3-5 siklus harian/ 7 hari seminggu.
2. Automated Peritoneal Dialysis (APD)
APD sama dengan CAPD dalam melanjutkan proses dialysis tetapi berbeda pada tambahan mesin
siklus peritoneal. APD dapat dilanjutkan dengan siklus CCPD, IPD dan NPD.

3. Continous Cyclic Peritoneal Dialysis (CCPD)


CCPD merupakan variasi dari CAPD dimana suatu mesin siklus secara otomatis melakukan
pertukaran beberapa kali dalam semalam dan satu siklus tambahan pada pagi harinya. Di siang
hari, dialisat tetap berada dalam abdomen sebagai satu siklus panjang.
4. Intermittent Peritoneal Dialysis (IPD)
IPD bukan merupakan lanjutan prosedur dialisat seperti CAPD dan CCPD. Dialysis ini dilakukan
selama 10-14 jam, 3 atau 4 jam kali per minggu, dengan menggunakan mesin siklus dialysis yang
sama pada CCPD. Pada pasien hospitalisasi memerlukan dialysis 24-48 jam kali jika katabolis dan
memerlukan tambahan waktu dialisat.
5. Nightly Peritoneal Dialysis (NPD)
Dilakukan mulai dari 8-12 jam misalnya dari malam hingga siang hari.

H. Penatalaksanaan medis dan perawat


Penatalaksanaan Pasien yang Menjalani Dialisis Peritomeal
1. Persiapan
Proses persiapan pasien dan keluarganya yang dilaksanakan oleh perawat adalah penjelasan
prosedur dialysis peritoneal, surat persetujan (Informed Consent) yang sudah ditandatangani, data
dasar mengenai tanda-tanda vital, berat badan dan kadar elektrolit serum, pengosongan kandung
kemih dan usus. Selain itu perawat juga mengkaji kecemasan pasien dan memberikan dukungan
serta petunjuk mengenai prosedur yang akan dilakukan.
2. Peralatan
Perawat harus berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan konsentrasi dialisat yang akan
digunakan dan obat-obatan yang akan ditambahkan, misalnya dalam penambahan heparin untuk
mencegah pembekuan fibrin yang dapat menyumbat kateter peritoneal, penambahan antibiotic
untuk mengobati peritonitis.
Sebelum penambahan obat, larutan dialisat dihangatkan hingga mencapai suhu tubuh untuk
mencegah gangguan rasa nyaman, nyeri abdomen, serta menyebabkan dilatasi pembuluh-
pembuluh darah peritoneum. Sebelum dialysis dilakukan, peralatan dan selang dirakit. Selang
tersebut diisi dengan cairan dialisat untuk mengurangi jumlah udara yang masuk kedalam kateter
serta kavum peritoneal.

3. Pemasangan Kateter
Kateter peritoneal dipasang di dalam kamar operasi untuk mempertahankan asepsis operasi dan
memperkecil resiko kontaminasi. Kateter stylet dapat digunakan jika dialysis peritoneal tersebut
diperkirakan akan dilaksanakan dalam waktu singkat. Sebelum prosedur pemasangan kateter
dilakukan, kulit abdomen dipersiapkan dengan larutan antiseptic local dan dokter melakuan
penyuntikan infiltrasi preparat anastesi local kedalam kulit dan jaringan subcutan. Insisi kecil atau
sebuah tusukan dibuat pada 3-5 cm dibawah umbilicus.
Sebuah trokar (alat berujung tajam) digunakan untuk menusuk peritoneum sementara pada pasien
mengencangkan otot abdomennya dengan cara mengangkat kepalanya. Kateter disisipkan lewat
trokar dan kemudian diatur posisinya. Cairan dialsat yang dipersiapkan diinfuskan kedalam kavum
peritoneal dengan mendorong omentum (lapisan peritoneal yang membentang dari organ-organ
abdomen) menjauhi kateter. Sebuah jahitan purse-string dapat dibuat untuk mengikat kateter pada
tempatnya.

4. Prosedur
Untuk dialisat peritoneal intermiten, larutan dialisat dialirkan dengan bebas kedalam kavum
peritoneal dan dibiarkan selama waktu retensi (dwell time) atau waktu ekuilibrasi yang ditentukan
dokter. Waktu itu berfungsi untuk memungkinkan terjadinya difusi dan osmosis.
Poda waktu akhir retensi, klem selang drainase dilepas dan larutan dialisat dibiarkan mengalir
keluar dari kavum peritoneal melalui sebuah sistem yang tertutup dengan bantuan gaya berat.
Cairan drainase biasanya berwarna seperti jerami atau tidak berwarna. Cairan dari botol yang baru
kemudian ditambahkan, diinfusikan dan dialirkan keluar. Jumlah siklus atau pertukaran dan
frekuensinyaditentukan oleh dokter sesuai kondisi fisik pasien serta kondisi akut penyakit.

I. Pemeriksaan diagnostik
Pada laboratorium didapatkan:
1. Hb menurun
2. Ureum dan serum kreatinin meningkat
3. Elektrolit serum (natrium meningkat)
4. urinalisis (BJ. Urine meningkat, albumin, Eritrosit , leukosit)

J. Asuhan keperawatan dialisis peritonial


1. Pengkajian
Pengkajian Riwayat Penyakit
a. Riwayat kesehatan umum, meliputi Gangguan /penyakit yang lalu, berhubungan dengan
penyakit sekarang. Contoh: ISPA
b. Riwayat kesehatan sekarang,Meliputi;keluhan/gangguan yang berhubungan dengan
penyakit saat ini. Seperti;mendadak, nyeri abdomen,Pinggang, edema.

2. Pengkajian Pemeriksaan Fisik


a. Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan/malaise, kelelahan estrem,
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus otot, penurunan rentang gerak
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi lama/berat
Tanda: Hipertensi, pucat,edema
c. Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, perubahan pola berkemih (oliguri),anuria
Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
d. Makanan/cairan
Gejala: Peningkatan BB (edema), anoreksia, mual,muntah
Tanda: Distensi abdomen/asites, Penurunan haluaran urine
e. Pernafasan
Gejala: Nafas pendek, dispnea noktural paroksismal
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul)
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala, keram otot/nyeri kaki
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

3. Diagnosa keperawatan
a. Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya osmotik dialisat
b. Nyeri berhubungan dengan infeksi dalam rongga peritoneal
c. Resiko tinggi pola napas efektif pola napas berhubungan dengan keterbatasan pengembangan
diafragma
d. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kateter dimasukkan kedalam rongga
peritoneal
4. Intervensi dan rasional
a. Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya osmotik dialisat
Intervensi: Pertahankan pencatatan volume masuk dan keluar
Kaji patensi kateter, Miring dari satu sisi ke sisi lain, tinggikan kepela tempat tidur, lakukan
tekanan perlahan pada abdomen
Rasional: Keseimbangan positif menunjukkan kebutuhan evaluasi lebih lanjut
Melambatkan kecepatan aliran, Dapat meningkatkan aliran cairan bila kateter slah posisi
b. Nyeri berhubungan dengan infeksi dlam rongga peritoneal
Intervensi : Kaji tingkat Nyeri, Perhatikankeluhgan nyeri pada daerah bahu, Dorong penggunaan
teknik relaksasi, Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional : Membantu mengidentifikakasi tingkat nyeri, Masuknya udara yang kurang hati hati ked
lam abdomen mengiritasi diafragma dan mengakibatkan nyeri pada bahu, Membalikan pehatian,
meningkatkan rasa control
c. Resiko tinggi pola napas efektif pola napas berhubungan dengan keterbatasan pengembangan
diafragma
Intervensi : Awasi frekuensi/upaya pernapasan, Auskultasi paru, perhatikan penurunan atau bunyi
nafas atventisius, contoh gemericik, Perhatikan kateter, jumlah dan warna sekresi, Tnggikan
kepala tempat tidur, tingkatkan latihan nafas dalam dan batuk
Rasional : Takipne,dispnea, napas pendek, dan napas dangkal selama, dialisa diduga tekanan
diafragmatik dari distensi rongga peritoneal, Penurunan area ventilasi nemunjukkan adanya
athdalektasis.
d. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kateter dimasukkan kedalam rongga
peritoneal
Intervensi : Biarkan Pasien mengosongkan kandung kemih sebelum pemasangan kateter,
Benamkan kateter/selang dengan plester, Perhatikan adanya bahan fekal dalam dialisat, Hentikan
dialysis bila ada bukti perforasi usus
Rasional : Menurunkan kemungkinan menjadi tertusuk selama pemasangan kateter, Menurunkan
Resiko trauma dengan memanipulasi kateter, Menduga perforasi usus dengan pencampuran
dialisat dan isi usus, Tindakan cepat akan mencegah cedera selanjutnya.

http://bendelinathein.blogspot.co.id/2014/03/makalah-dialisis-peritonial.html
CAPD (CONTINOUS AMBULATORY PERITONEAL DIALYSIS)
15 OKTOBER 2014 WINDANURAYUOCTAVIA TINGGALKAN KOMENTAR
CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis)
Winda Nurayu Octavia
(1307-035)
Bagi para penderita gagal ginjal, kegiatan cuci darah adalah suatu keharusan.Biasanya, para
penderita ini melakukan hemodialisis (cuci darah melalui mesin) 2-3 kali dalam seminggu di
Rumah Sakit.Namun, dalam 4 tahun terakhir mulai disosialisasikan sebuah alternatif dimana
penderita dapat melakukan cuci darah sendiri di rumah. Metode tersebut dikenal dengan continous
ambulatory peritoneal dialysis (CAPD).
A. Apa itu CAPD??
CAPD merupakan sebuah kateter yang dipasang di dalam perut, ke dalam rongga
peritoneum.Pemasangan ini dilakukan melalui tindakan operasi.Setelah kateter tersebut terpasang,
lalu digunakan cairan dialisat, yang sering dipakai adalah Dianel Baxter dari Kalbe untuk
membilas rongga peritoneum tempat bersarang kateter.Iniberfungsi sebagai sarana cuci darah,
yang berlangsung sepanjang hari.
CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis) / Dialysis Peritoneal Mandiri
Berkesinambungan.Bedanya tidak menggunakan mesin khusus seperti APD.Dialysis peritoneal
diawali dengan memasukkan cairan dialisat (cairan khusus untuk dialysis) ke dalam rongga perut
melalui selang kateter, lalu dibiarkan selama 4-6 jam.Yang dimaksud dengan kateter adalah selang
plastik kecil (silikon) yang dimasukan ke dalam rongga peritoneal melalui pembedahan sederhana,
kateter ini berfungsi untuk mengalirkan cairan dialysis peritoneal keluar dan masuk rongga
peritoneum anda. Ketika dialisat berada di dalam rongga perut, zat-zat racun dari dalam darah akan
dibersihkan dan kelebihan cairan tubuh akan ditarik ke dalam cairan dialisat
CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis) :
Continous : Terus menerus selama 24 jam
Ambulatory : Bebas bergerak
Peritoneal : Peritoneum sebagai membran semi permeable
Dialysis : Membersihkan tubuh dari zat sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan.
Atau disebut DPMB (Dialysis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan)

B. ProsesCAPD :
1. Proses dialysis peritoneal ini tidak menimbulkan rasa sakit.
2. Membutuhkan waktu yang singkat, terdiri dari 3 langkah.
a. Pertama, masukkan dialisat berlangsung selama 10 menit
b. Kedua, cairan dibiarkan dalam rongga perut untuk selama periode waktu tertentu (4-6 jam)
c. Ketiga, pengeluaran cairan yang berlangsung selama 20 menit
Ketiga proses diatas dilakukan beberapa kali tergantung kebutuhan dan bisa dilakukan oleh pasien
sendiri secara mandiri setelah dilatih dan tidak perlu ke rumah sakit
Perpindahan cairan pada CAPD dipengaruhi oleh :
a) Kualitas membrane
b) Ukuran & karakteristik larutan
c) Volume dialisat
Proses dialysis pada CAPD terjadi karena adanya perbedaan :
a) Tekanan osmotic
b) Konsentrasi zat terlarut antara cairan CAPD dengan plasma darah dalam pembuluh kapiler
c) Pada saat cairan dialisat dimasukkan dalam peritoneum, air akan diultrafiltrasi dari plasma ke
dialisat, sehingga meningkatkan volume cairan intra peritoneal. Peningkatan volume cairan
intraperitoneal berbanding lurus dengan konsentrasi glukosa dari cairan dialisat.
d) Kecepatan transport air dan zat terlarut dapat diestimasi secara periodic melalui PET test
(Peritoneal Equilibrum Test)
Standar konsentrasi elektrolit cairan CAPD:
a) Na (132 meq /lt)
b) Cl ( 102 meq /lt)
c) Mg (0,5 meq /lt)
d) K (0 meq /lt)

C. Beberapa hal yang harus di perhatikan saat pemasangan CAPD


Dalam peritoneal dialysis dilakukan pergantian cairan setiap hari tanpa menimbulkan rasa sakit.
Proses mengeluarkan cairan tersebut dalam jangka waktu tertentu dan kemudian menggantikannya
dengan cairan baru. Proses ini terdiri dalam 3 langkah:
1. Mengeluarkan cairan, proses pengeluaran cairan dari rongga peritoneal berlangsung dengan
bantuan gaya gravitasi dan memerlukan waktu sekitar 20 menit.
2. Memasukan cairan, cairan dialysis ke dalam rongga peritoneal melalui kateter dan memerlukan
proses 10 menit.
3. Waktu tinggal, tahap cairan disimpan di dalam rongga peritoneal selama 4 samapi 6 jam
(tergantung anjuran dari dokter). Pergantian cairan diulang setiap 4 atau 6 jam, dengan maksud
minimal 4 kali sehari, 7 hari dalam seminggu. Anda dapat melakukan pergantian di mana saja
seperti di rumah, tempat bekerja, atau di tempat lainnya yang anda kunjungi, namun tempat-tempat
tersebut harus memenuhi syarat agar terhindar infeksi.
Pemilihan tempat yang baik untuk pergantian cairan memiliki beberapa kriteria :
1. Pastikan tempat tersebut : bersih, tidak ada hembusan agin (kipas angin, pintu / jendela terbuka),
dan memiliki penerangan yang baik.
2. Tidak diperkenankan adanya binatang disekitar saat pergantian cairan dan di tempat
penyimpanan peralatan anda.
3. Bebas gangguan dari luar.
Peralatan :
1. Ultrabag / twinbag sistem : Kateter, Konektor titanium, Short transfer set, Cairan dialysis (ultra
bag / twin bag system), Minicap, Outlet port clamps (untuk twin bag system).
2. Sistem Ultraset / Easi-Y_system : Kateter, Konektor titanium, Short transfer set, Cairan dialysis,
Minicap, Outlet port Clamps (untuk sistem kantung kembar), Ultra set / Easi-Y set, Kantong
drainase untuk Easi-Y system.
Pola Makan Pengguna Terapi
Pengguna terapi peritoneal dialysis memerlukan makanan berprotein tinggi guna melawan
infeksi.Dikarenakan sejumlah protein terbawa cairan dialisis pada saat cairan tersebut
dikeluarkan.Sehingga diperlukan protein lebih banyak guna menggantikan protein yang hilang
terbawa cairan dialysis. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan protein tidak terserap oleh
tubuh:
• Semakin besar kandungan dextrose pada cairan dialysis (4,25%) semakin banyak protein yang
hilang.
• Jika terjadi infeksi dapat menyebabkan kehilangan protein juga.
Selain memerlukan protein tinggi ada beberapa kandungan zat yang perlu di batasi, dikarenakan
ada sejumlah produk sisa di dalam darah yang tidak dapat terbuang dengan sempurna selama
dialysis peritoneal. Produk sisa tersebut adalah:
1. Fosfor
Ketika ginjal tidak dapat mengeluarkan kelebihan fosfor, maka fosfor akan menumpuk pada tubuh
anda. Dalam jangka waktu yang lama fosfor akan menyebabkan tulang lebih rapuh dan mudah
patah, fosfor banyak terdapat pada kacang-kacangan, ikan, dan produk susu.
2. Kalium
Merupakan elektrolit yang dibutuhkan untuk fungsi syaraf dan otot yang baik. Ginjal yang tidak
berfungsi dengan baik akan sulit untuk membuang kelebihan kalium. Kelebihan dan kekurangan
dalam kalium dapat menyebabkan otot menjadi lemah dan sering kram. Dan kadar kalium yang
tinggi dapat membahayakan jantung. Perlu diperhatikan dalam mengkonsumsi buah-buahan dan
sayuran hijau yang mengandung kalium tinggi seperti pisang, jambu biji, pepaya, tomat, kentang
dan kacang-kacangan.Sebaiknya hindari garam diet dikarenakan mengandung kalium tinggi.
3. Natrium
Adalah elektrolit yang berperan dalam mengontrol cairan dan tekanan darah di
dalam tubuh.Saat ginjal tidak berfungsi, ginjal tidak dapat mengeluarkan natrium yang berlebih
sehingga tetap berada dalam jaringan bersama dengan air.Asupan natrium dan garam yang tinggi
menyebabkan tubuh menahan air dan tekanan darah menjadi tinggi. Dapat diperhatikan jika
mengkonsumsi makanan yang mengandung natrium (garam) akan menimbulkan rasa haus
sehingga akan sulit mengontrol jumah cairan yang diminum. Makanan yang mengandung natrium
tinggi sangat perlu dihindari, makanan ini berupa makanan kaleng, fast food, kudapan yang asin,
bumbu penyedap, kecap, dan keju.Untuk menggantikan natrium dapat menggunakan bawang
putih, bawang, lada, jeruk limau, dan bumbu rempah lainnya.Hindari menggunakan garam diet /
pengganti.
4. Kabohidrat
Pada saat menjalani terapi Dialysis peritoneal, tubuh menerima kalori secara normal dari makanan
yang dikonsumsi, ditambah dari cairan dialysis yang masuk ke dalam rongga peritoneal
mengandung glukosa sejenis gula. Jumlah kalori yang diserap setiap 2 liter cairan berbeda pada
setiap pasien, kurang lebihnya sebagai berikut:
• kantung 1,5% mengandung 80 kalori.
• kantung 2,5% mengandung 14% kalori.
• kantung 4,25% mengandung 230 kalori.
Nilai tersebut tergantung karateristik peritoneal, dan jumlah yang diresepkan oleh dokter.

D. Permasalahan CAPD
Cara Mengatasi Masalah Yang Kemungkinan Terjadi Di Rumah saat pemasangan CAPD
1. Jika keluar cairan yang berwarna merah :
• karena menstruasi –> akan hilang dengan sendirinya
• karena mengangkat beban –> hindari mengangkat beban dan kunjungi unit dialysis anda.
2. Jika cairan keluar berwarna kuning tua tetapi tidak keruh cairan berada di dalam rongga
peritoneum selama beberapa jam, contohpergantiandi pagi hari–> tidak perlu khawatir (jika
berlanjut, kunjungi tempat dialysis).
Efek samping yang dapat terjadi antara lain:
1. Sakit punggung (5%)
2. Nyeri dada (5%)
3. Sakit kepala (5%)
4. Hipotensi (tekanan darah tiba-tiba turun drastis) (20%)
5. Gatal di kulit (5%)
6. Rasa kram di kaki (5 – 20%)
7. Mual dan muntah (15%)
8. Demam dan menggigil (jarang)
9. Komplikasi berat yang jarang terjadi seperti: reaksi alergi (anaphylaksis) akut, banyak sel-sel
darah merah pecah (hemolisis), adanya gelembung udara (air embolism) yang menyumbat
pembuluh darah, kadar oksigen yang rendah dalam darah (hipoksemia)
10. Komplikasi jangka panjang seperti: anemia, infeksi, denyut jantung tidak teratur (aritmia),
penyakit jantung koroner, gizi kurang, kekurangan mineral (degenerasi) tulang, kekurangan
vitamin dan mineral.
Tips menghilangkan rasa sakit setelah proses cuci darah CAPD
Bagi penderita gagal ginjal yang harus menjalani proses cuci darah, mungkin alternatif cuci darah
yang bernama CAPD atau Continouos Ambulatory Peritoneal Dialysis sudah tak asing lagi.
Sebuah alat cuci darah yang dipasang permanen diperut pasien. Dengan alat ini pasien bisa
menjalani proses cuci darah hingga 4 kali per hari dan dapat dilakukan di rumah tanpa bantuan
dokter. Tentu sebuah alat yang sangat membantu. Asal selama proses cuci darah berlangsung
dalam keadaan steril dan dikerjakan tepat waktu. Tentu alat yang sangat membantu serta praktis.
Namun setelah proses cuci darah selesai pasien sering kali merasa kedinginan, bahkan hingga
menggigil kedinginan. Atau juga pasien merasa sakit yang amat sangat diperutnya.Kedinginan
pada pasien bisa diatasi dengan merendam cairan dextrose dalam air mendidih sampai cairan
hangat.Caranya rebus air sampai mendidih, lalu tuang kedalam ember, rendam cairan dextrose
bersama kemasannya beberapa saat sampai cairan hangat. Setelah hangat baru lakukan proses cuci
darah. Cara kedua taruh cairan dextrose dalam kardus yang telah diberi lampu beberapa jam
sebelum proses cuci darah, setelah cairan hangat baru mulai proses pencucian. Sedang rasa sakit
terasa ditusuk-tusuk setelah proses cuci darah itu disebabkan oleh masuknya udara kedalam tubuh
pasien melalui selang bersama dengan cairan dextrose. Jadi jika kita melihat ada gelembung udara
pada selang segera hentikan aliran dextrose, kemudian keluarkan gelembung dengan
mendorongnya kembali ke botol. Setelah semua gelembung kelur barulah proses dilanjutkan
kembali. Sepertinya sepele, tapi sangat membantu pasien mengurangi penderitaannya
E. Indikasi dan kontraindikasi penggunaan CAPD
Indikasi :
Indikasi dilakukannya CAPD pada penderita gagal ginjal stadium terminal antara lain karena telah
terjadi:
1. Kelainan fungsi otak karena keracunan ureum (ensepalopati uremik)
2. Gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit misal: asidosis metabolik, hiperkalemia dan
hipercalsemia
3. Kelebihan cairan (volume overload) yang memasuki paru-paru sehingga menimbulkan sesak
nafas berat
4. Gejala-gejala keracunan ureum (uremic symptoms)
Kontra indikasi CAPD :
1. Hilangnya fungsi membran peritoneum
2. Operasi berulang pada abdomen, kolostomi

F. Perbandingan antara HD dengan CAPD


Pasien Gagal Ginjal pada umumnya memilih terapi pengganti fungsi ginjal dengan cara Cuci
Darah, istilah medisnya Hemodialisis (HD), karena dianggap lebih sederhana, praktis dan murah.
Padahal sekarang para pasien di Negara-negara maju banyak yg sudah beralih ke CAPD, bahkan
Negara tetangga saja sudah sejak tahun 1980-an mempraktekannya. Singapura, Thailand,
Malaysia, Philipina, Cina dll.
Di Negara tersebut para pasien yg baru divonis gagal ginjal kronis/terminal akan langsung
dioperasi pasang cateter di perutnya agar bisa melakukan refil (isi ulang) cairan ke dalam perut.
Bahkan cairan Dianeal yang merupakan kebutuhan pokok pasien CAPD di Indonesia pun sampai
sekarang masih di impor dari Singapura.
Yang membuat CAPD ini lebih unggul daripada cuci darah (HD/hemodialisa) yaitu dapat
dilakukan sendiri di rumah atau di tempat kerja. Yang terpenting bila menggunakan CAPD mesti
selalu menjaga kebersihan tubuh dan menjaga keteternya tidak terinfeksi.Infeksi yang lazim terjadi
adalah peritonitis (infeksi pada peritoneum).peritoneum sebagai membrane semi permeable yang
berfungsi sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang berlebihan dan solute yang berisi racun
yang akan dibuang. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding perut
ke dalam rongga perut.Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah metabolik
dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan,
dibuang, dan diganti dengan cairan yang baru.
Agar lebih jelas mengetahui perbedaan antara cuci darah (HD) dengan cuci perut (CAPD), silakan
Anda perhatikan bagian berikut ini:
HD (Hemo Dialysis) atau Cuci Darah
CAPD (Continues Ambulatory Peritoneum Dialysis) atau Cuci Perut
Fungsi
HD : Menyaring racun darah dan mengeluarkannya bersama cairan tubuh, agar darah menjadi
bersih.
CAPD :Menyerap racun darah dan kelebihan cairan pada tubuh pasien dengan system difusi
melalui membran peritoneum di dalam perut.
Proses
HD : Darah dialirkan ke mesin penyaring racun melalui selang yang ditusukkan dengan jarum
vistula pada urat nadi di pangkal paha (selangkangan jika belum memiliki Ave-shunt) untuk
menyalurkan darah keluar dan satu jarum lagi di tangan untuk memasukkan darah yg sudah bersih.
Jarum vistula bisa dipasang keduanya di tangan bila sudah operasi Ave-shunt.
CAPD :Sebelum melakukan refill(isi ulang) pasien harus menjalani operasi pemasangan cateter di
perut sebelah kanan. Melalui satu cateterlah cairan masuk dan keluar, karena cairan yg akan diisi
sudah dilengkapi dg kantong yg kosong untuk pembuangan makanya disebut twinbag Dianeal yg
hanya sekali pakai. Tidak membutuhkan mesin, karena hanya menggunakan gaya gravitasi baik
untuk pengeluaran cairan, maupun pemasukkan cairan.
Tempat
HD : Harus dilakukan di rumah sakit tertentu yang memiliki fasilitas ruangan khusus untuk hemo
dialysis.
CAPD :Dapat dilakukan di mana saja, asal bersih, baik di rumah, di dalam mobil bahkan di tempat
wisata.
Waktu
HD : Setiap kali cuci darah membutuhkan waktu selama 4 s.d.5 jam dalam periode 2 s.d. 3kali per
minggu. Banyak tambahan waktu yang dibutuhkan untuk menunggu giliran, pemasangan alat dan
pencabutan alat.
CAPD:Satu kali refill hanya membutuhkan waktu 20 s.d. 30 menit, setiap hari sebanyak 3 atau 4
kali refill.
Menu Makanan dan Minuman
HD : Makanan yang berkelium tinggi terutama santan, buah-buahan dan sayuran hanya
diperbolehkan dalam porsi yang sangat kecil.Contohnya, sebuah apel Fuji hanya bisa dikonsumsi
¼ s.d. 1/3-nya satu kali dalam sehari.Volume air minum juga sangat terbatas. Sangat dianjurkan
banyak makan protein.
CAPD: Asupan gizi yg mengandung protein harus dua kali lipat porsi makan orang sehat! Makan
minum lebh bebas.Kita bisa memakan apel Fuji 2s.d.3 buah per hari bahkan makan sayuran
pun boleh.Lotek, karedok, rujak hiris, rujak ulek, rujak bebek, dll masih bisa kita konsumsi dalam
porsi yang cukup, tetapi jangan berlebihan.Volume air minum bisa banyak disesuaikan dengan
akumulasi cairan yang terserap dianeal setiap harinya.
Biaya
HD : Biaya operasi Ave-shunt ( Cimino) untuk memperbesar pembuluh darah di tangan,transfort
menuju tempat HD 2 s.d.3 kali per minggu besarnya tergantung jarak tempuh, biaya proses HD
jika tak memiliki kartu jaminan Askes atau sejenisnya, juga obat-obatan.
CAPD :Biaya operasi pemasangan carteter memang cukup tinggi sekitar 25 jutaan, tapi bagi
peserta Askes tak jauh beda dengan pasang Ave-shunt, tak ada biaya transfor bolak-balik ke rumah
sakit, paling sebulan sekali beli cairan sekitar 5 jutaan (peserta Askes gratis), obat-obatan yg
dikonsumsi semakin berkurang, kecuali betadin, NaCl, kassa dan plester untuk dressing tutup
execite.
Kebutuhan Tenaga Medis
HD :Sangat membutuhkan bantuan tenaga medis yang professional, untuk memasang dan
mencabut jarum vistula.Harus selalu dalam pengawasan perawat/dokter jaga, karena banyak
resiko yang terjadi saat HD berlangsung.
CAPD :Tidak membutuhkan bantuan tenaga medis yang professional, seperti dokter jaga dan
perawat, karena bisa dilakukan sendiri atau bantuan anggota keluarga,setelah kita mengikuti
pelatihan selama tiga hari.
Efek Samping/ dampak negative
HD : Sering mengalami kram akibat dehidrasi karena terlalu banyak cairan yg tersedot mesin,
menggigil kedinginan, pusing, mual-mual, muntah, tensi ngedrop tiba-tiba, sesak napas bahkan
sampai pingsan. Biasanya badan jadi lemas, karena terkuras energy dan saripati makanan dalam
darah kita. Kehilangan nafsu makan,bahkan lidahpun mati rasa. Esoknya badan masih terasa loyo.
Lusanya baru mulai bertenaga lagi, itu pun kalau asupan gizinya bagus! Hari ke-3 atau ke-4 harus
siap-siap HD lagi.Kulit akan semakin hitam, karena penumpukkan Fe di permukaan kulit yg tidak
terbuang, gatal-gatal seluruh tubuh, osteoporosis, dan sulit tidur. Sisa fungsi ginjal semakin
berkurang, akhirnya urine pun tak bisa keluar lagi.Kerjajantung semakin berat saat HD
berlangsung, sehingga jantung pun beresiko tinggi mengalami gangguan. Jika terjadi uremia, sesak
napas atau hiper kalemia harus cepat datang ke tempat HD, di mana pun dan kapan pun kita berada,
jangan menunggu sampai esok harinya!
CAPD : Sekali-kali perut terasa kembung, gatal-gatal, pegal linu atau kurang tidur. Bisa juga mual-
mual sampai muntah, karena hiper kalemia.Jika mengalami hiper kalemia, atau sesak napas akibat
terlalu banyak minum, kita bisa mengatasinya dengan mempercepat waktu periode refil sehingga
refill bisa dilakukan sampai dengan 5 kali. Agar kalium yang berlebih cepat terbuang.
Dampak Positif
HD : Bisa mengeluarkan racun dalam darah dan kelebihan cairan di tubuh.Selain bisa
mengeluarkan racun dalam darah dan kelebihan cairan dalam tubuh, sisa fungsi ginjal akan lebih
awet dipertahankan. Kerja jantung akan ringan,karena bukan darah yang terpompa jantung harus
dikeluarkan dulu, sehingga mengurangi resiko serangan jantung. Badan akan terasa selalu lebih
bugar dari pada saat HD. Nafsu makan stabil. Tensi darah semakin lama semakin mendekati
normal yang pada akhirnya menjadi normal kembali dan tidak perlu mengkonsumsi obat penurun
tensi.
CAPD:Permukaan kulit tidak kehitam-hitaman, karena tidak ada penumpukkan Fe.

G. Kelebihan dan kelemahan penggunaan CAPD


Keuntungan CAPD dibandingkan HD :
1. Dapat dilakukan sendiri di rumah atau tempat kerja
2. Pasien menjadi mandiri (independen), meningkatkan percaya diri
3. Simpel, dapat dilatih dalam periode 1-2 minggu.
4. Jadwal fleksibel, tidak tergantung penjadwalan rumah sakit sebagaimana HD
5. Pembuangan cairan dan racun lebih stabil
6. Diit dan intake cairan sedikit lebih bebas
7. Cocok bagi pasien yang mengalami gangguan jantung
8. Pemeliharaan residual renal function lebih baik pada 2-3 tahun pertama
Kelemahan CAPD :
Resiko infeksi:
• Peritonitis
• Exit site
• Tunnel
BB naik karena glukosa, pada cairan CAPD diabsorbsi
DAFTAR PUSTAKA
http://infoduniakesehatan449.blogspot.com/2013/06/capd-penatalaksanaan-gagal-ginjal.html
http://immashpratiwi.blogspot.com/2011/07/capd-continuous-ambulatory-peritoneal.html
http://akperpemdagarut2agroup3.blogspot.com/2011/04/makalah-peritoneal-dialysis-pada-
sistem.html
http://www.edikusmiadi.com/2012/07/peritoneal-dialy

https://bidanwinda.wordpress.com/2014/10/15/capd-continous-ambulatory-peritoneal-dialysis/

Anda mungkin juga menyukai