Anda di halaman 1dari 16

Mengenal Cuci Darah (Hemodialisis)

dr. Indro Chayadi Saleh


Saat mendengar istilah cuci darah, pasti hampir sebagian pembaca
merasa gentar dan takut. Cuci darah atau hemodialisis menjadi sebuah
momok negatif dalam masyarakat umum, dikarenakan adanya mitos
bahwa cuci darah sama dengan meninggal, bila sudah menjalankan cuci
darah maka akan dilakukan seumur hidup dan pasti meninggal. Pendapat
ini tidak sepenuhnya benar, karena hemodialisis merupakan tindakan
medis yang merupakan alat terapi untuk pasien penyakit ginjal dengan
kondisi tertentu. Memang ada pasien yang membutuhkan seumur hidup
dilakukan cuci darah namun ada juga yang hanya membutuhkan
beberapa kali saja dan pasien akan kembali normal. Peluang perbaikan
melalui hemodialisis tergantung dari tingkat keparahan penyakit pasien
yang disebabkan karena keterlambatan pengobatan, oleh karena
keengganan pasien dan keluarga pasien untuk dilakukan cuci darah
segera. Namun harus diingat bahwa dari 1 juta orang dengan penyakit
gagal ginjal terdapat 400 orang yang membutuhkan terapi cuci
darah/hemodialisis.

Sejarah cuci darah dimulai dari seorang ahli kimia asal Skotlandia
bernama Prof Thomas Graham yang pada tahun 1854 menemukan prinsip
pemisahan bahan /zat melalui membran semipermeable. Pada tahun 1912
dilakukan hemodialisis pertama kepada hewan dengan menggunakan
ginjal buatan (Artificial Kidney) oleh Jhon L Abel, LG Rowntre dan BB Turner
dari John Hopkins Medical School. Hemodialisis pertama pada manusia
dilakukan oleh George Haas pada tahun 1914 di Jerman. Sedangkan di
Indonesia hemodialisis pertama kali dilakukan pada tahun 1972 di RS
Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.

Sebelum membahas lebih lanjut mari kita pahami beberapa pengertian


cuci darah. Hemodialisis adalah suatu tindakan membersihkan
racun dalam tubuh, karena ginjal tidak mampu lagi membuang
sisa-sisa metabolisme dalam tubuh. Hemodialisis dilakukan pada
pasien dengan penyakit ginjal kronik dan penyakit ginjal akut dalam
kondisi tertentu.

Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang dialami selama 3


bulan atau lebih dengan definisi sebagai abnormalitas struktural atau
fungsional ginjal. Penyakit ginjal kronik dapat sampai ke tingkat cuci darah
secara bertahap namun progresif dan bersifat irreversibel, Jadi bila pasien
ini memerlukan cuci darah berarti kerusakan ginjal sudah berlangsung
lama dan biasanya memerlukan cuci darah seumur hidup.

Penyakit ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara
mendadak dimana sebelumnya ginjal dalam keadaan normal dan pada
beberapa kasus perlu dilakukan cuci darah. Pasien dengan penyakit ginjal
akut bila penyebab penyakit ginjalnya dapat diobati maka fungsi ginjal
akan kembali membaik dan tidak memerlukan cuci darah lagi.

Kapan dilakukan cuci darah? Idealnya Cuci darah dilakukan bila fungsi
ginjal (Laju Filtrasi Glomerolus/LFG) kurang dari 15 ml/menit. Namun
dalam pelaksanaannya ada beberapa pedoman yaitu, LFG kurang dari 10
ml/menit dengan disertai gejala uremia dan malnutrisi. Atau LFG kurang
dari 5 ml/menit untuk pasien dengan kerusakan ginjal akibat diabetes
(Nefropati Diabetik) walaupun tanpa gejala dapat dilakukan lebih awal
untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

Kondisi-kondisi tertentu yang perlu segera (cito) dilakukan hemodialisis


yaitu:

- Asidosis berat, yaitu kondisi pH darah pasien yang sangat rendah dan
tidak dapat

dikoreksi lagi dengan obat-obatan.

- Intoksikasi : kondisi keracunan, dilakukan cuci darah untuk membantu


menurunkan tingkat

keparahannya, contohnya keracunan methanol.

- Uremia: kondisi pasien dengan tingkat sisa metabolisme ureum dalam


tubuh sangat tinggi

dengan gejala klinis: mual muntah, kecegukan yang tidak berhenti,

penurunan kesadaran, bahkan kejang - kejang.

- Elektrolit imbalance. Pada pasien dengan penyakit ginjal terjadi


gangguan elektrolit dalam

tubuh, umumnya yang menjadi masalah adalah kelebihan kalium,


menjadi hiperkalemi.

Kondisi ini bila tidak segera diatasi akan menyebabkan gangguan pada
jantung.

- Overload, terjadi penumpukan cairan di dalam tubuh. Biasanya terjadi


penumpukan cairan
dalam paru-paru yang disebut sebagai Edema Paru, sehingga
menyebabkan pasien menjadi

sesak nafas hebat.

Komponen dalam hemodialisis ada bermacam-macam, seperti Dialyzer


(Kidney artificial), blood line, avfistula, cairan bicarbonate, cairan asam.
Dari semua komponen ini yang terpenting adalah Dialyzer (Kidney
artificial) yang berfungsi sebagai ginjal buatan, didalamnya terjadi proses
perpindahan zat-zat beracun dari tubu

Ginjal memiliki fungsi penting yaitu menyaring racun dari aliran darah.

Ginjal pada dasarnya terdiri dari jutaan struktur kecil bernama nefron
yang bertindak sebagai filter.

Penyakit tertentu seperti diabetes, kanker atau penyakit medis lainnya,


berpotensi menghambat fungsi nefron sehingga mengurangi kemampuan
ginjal menyaring racun.

Kondisi ini menyebabkan timbunan racun dalam tubuh sehingga harus


diambil penanganan segera.

Racun yang tidak dibuang akan semakin menumpuk sehingga


menyebabkan pasien menjadi koma hingga mengakibatkan kematian.

Dialisis (cuci darah) sering direkomendasikan sebagai pilihan pengobatan


pada penyakit ginjal stadium akhir.

Kapan Dialisis Diperlukan?


Ketika penyakit ginjal mencapai stadium akhir, ginjal kehilangan sekitar
85-90% kemampuan mereka.

Karena fungsi yang menurun, ginjal tidak lagi mampu mengeluarkan


racun dari tubuh.
Pada tahap ini, pasien memerlukan dialisis (cuci darah) yang merupakan
proses menghilangkan racun dari tubuh dengan menggunakan perangkat
eksternal.

Singkatnya, alat dialisis (cuci darah) dirancang mampu meniru fungsi


ginjal sampai batas tertentu untuk menggantikan fungsi ginjal yang rusak.

Terdapat dua metode dialisis yaitu hemodialisis dan dialisis peritoneal.

Pada hemodialisis, selang terhubung ke arteri yang mengambil darah


untuk kemudian dimurnikan oleh mesin dialisis.

Mesin dialisis memiliki membran dialisis yang berfungsi menghilangkan


racun dari darah dan mengembalikan darah bersih ke tubuh melalui
selang yang terhubung ke pembuluh darah vena.

Pada metode dialisis peritoneal, larutan khusus dimasukkan ke tubuh


untuk mengeluarkan racun.

Rongga perut dipenuhi dengan larutan khusus ini yang kemudian


diteruskan ke usus.

Racun dan limbah lantas terakumulasi dalam larutan ini yang kemudian
dikeluarkan dari rongga perut menggunakan pompa.

Kedua teknik dialisis dapat meningkatkan harapan hidup pasien ginjal dan
meningkatkan kualitas hidup mereka sampai batas tertentu.

Namun, kedua teknik ini tidak bisa benar-benar menggantikan ginjal.


Transplantasi ginjal merupakan satu-satunya cara untuk mengembalikan
fungsi ginjal sepenuhnya.

Hanya saja, menunggu untuk transplantasi ginjal bisa mengambil waktu


berminggu-minggu hingga beberapa tahun.

Selama masa menunggu ini, pasien bisa mendapatkan keuntungan dari


dialisis sebagai metode perawatan sementara.

Selain itu, pada pasien tertentu yang menderita gagal jantung atau
kanker, transplantasi ginjal bukanlah solusi yang layak.

Dalam keadaan ini, dialisis (cuci darah) mungkin menjadi satu-satunya


pilihan perawatan.

Kondisi yang Mengharuskan Dilakukan Dialisis


Dialisis bukanlah obat untuk penyakit ginjal. Prosedur ini hanya
membantu menghilangkan limbah dari tubuh.
Pada orang yang menderita gagal ginjal akut, dialisis hanya diperlukan
sampai fungsi ginjal membaik.

Namun, orang yang menderita penyakit ginjal kronis mungkin harus


melakukan dialisis seumur hidup atau sampai mereka menerima
transplantasi ginjal.

Terdapat kondisi tertentu yang mengharuskan seseorang menjalani dialisis


(cuci darah) sebagai berikut:

1. Oliguria (ketika output urin kurang dari 200 ml/12 jam)

2. Anuria/oliguria ekstrim (ketika output urin kurang dari 50 ml/12 jam)

3. Dysnatremia parah (kadar natrium urin lebih dari 160 mEq/L)

4. Hyperkalemia (kadar kalium lebih dari 6,5 mEq/L)

5. Acidemia parah (air kencing asam dengan pH kurang dari 7,1)

6. Azotemia (tingkat urea yang lebih besar dari 30 mg/dL)

7. Edema pada organ vital (terutama edema paru)

8. Uremic encephalopathy

9. Uremic pericarditis

10. Uremic neuropathy/myopathy

11. Hyperthermia

12. Overdosis obat dengan racun yang dialyzable

Efek Samping Dialisis


Seperti disebutkan sebelumnya, dialisis bukanlah pengganti untuk ginjal.

Untuk diketahui, ginjal juga melakukan berbagai fungsi lain selain


membuang racun.

Salah satu fungsi penting tersebut adalah menghasilkan hormon


eritropoietin yang bertanggung jawab untuk produksi sel darah merah.

Selain itu, dialisis (cuci darah) tidak sepenuhnya aman karena terdapat
beberapa efek samping seperti risiko terjadinya infeksi.
Juga, proses dialisis yang memakan waktu sekitar 3 sampai 7 jam,
beberapa kali selama seminggu, dapat amat melelahkan bagi sebagian
pasien.[]

Hemodialisis
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Hemodialisis sedang berlangsung

Mesin Hemodialisis
Hemodialisis berasal dari kata hemo artinya darah, dan dialisis
artinya pemisahan zat-zat terlarut. Hemodialisis berarti proses
pembersihan darah dari zat-zat sampah, melalui proses penyaringan di
luar tubuh. Hemodialisis menggunakan ginjal buatan berupa mesin
dialisis. Hemodialisis dikenal secara awam dengan istilah cuci darah.[1]

Cara kerja
Pada hemodialisis darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan diedarkan
dalam sebuah mesin di luar tubuh, sehingga cara ini memerlukan jalan
keluar-masuk aliran darah. Untuk itu dibuat jalur buatan di antara
pembuluh arteri dan vena atau disebut fistula arteriovenosa melalui
pembedahan. Lalu dengan selang darah dari fistula, darah dialirkan dan
dipompa ke dalam mesin dialisis. Untuk mencegah pembekuan darah
selama proses pencucian, maka diberikan obat antibeku yaitu Heparin.[2]

Sebenarnya proses pencucian darah dilakukan oleh tabung di luar mesin


yang bernama dialiser. Di dalam dialiser, terjadi proses pencucian, mirip
dengan yang berlangsung di dalam ginjal. Pada dialiser terdapat 2
kompartemen serta sebuah selaput di tengahnya. Mesin digunakan
sebagai pencatat dan pengontrol aliran darah, suhu, dan tekanan.[3]

Aliran darah masuk ke salah satu kompartemen dialiser. Pada


kompartemen lainnya dialirkan dialisat, yaitu suatu cairan yang memiliki
komposisi kimia menyerupai cairan tubuh normal. Kedua kompartemen
dipisahkan oleh selaput semipermeabel yang mencegah dialisat mengalir
secara berlawanan arah. Zat-zat sampah, zat racun, dan air yang ada
dalam darah dapat berpindah melalui selaput semipermeabel menuju
dialisat. Itu karena, selama penyaringan darah, terjadi peristiwa difusi dan
ultrafiltrasi. Ukuran molekul sel-sel dan protein darah lebih besar dari zat
sampah dan racun, sehingga tidak ikut menembus selaput
semipermeabel. Darah yang telah tersaring menjadi bersih dan
dikembalikan ke dalam tubuh penderita. Dialisat yang menjadi kotor
karena mengandung zat racun dan sampah, lalu dialirkan keluar ke
penampungan dialisat.

Difusi adalah peristiwa berpindahnya suatu zat dalam campuran, dari


bagian pekat ke bagian yang lebih encer. Difusi dapat terjadi bila ada
perbedaan kadar zat terlarut dalam darah dan dalam dialisat. Dialisat
berisi komponen seperti larutan garam dan glukosa yang dibutuhkan
tubuh. Jika tubuh kekurangan zat tersebut saat proses hemodialisis, maka
difusi zat-zat tersebut akan terjadi dari dialisat ke darah.

Ultrafiltrasi merupakan proses berpindahnya air dan zat terlarut karena


perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat. Tekanan darah
yang lebih tinggi dari dialisat memaksa air melewati selaput
semipermeabel. Air mempunyai molekul sangat kecil sehingga pergerakan
air melewati selaput diikuti juga oleh zat sampah dengan molekul kecil.

Kedua peristiwa tersebut terjadi secara bersamaan. Setelah proses


penyaringan dalam dialiser selesai, maka akan didapatkan darah yang
bersih. Darah itu kemudian akan dialirkan kembali ke dalam tubuh.

Rata-rata tiap orang memerlukan waktu 9 hingga 12 jam dalam seminggu


untuk menyaring seluruh darah dalam tubuh. Tapi biasanya akan dibagi
menjadi tiga kali pertemuan selama seminggu, jadi 3 - 5 jam tiap
penyaringan. Tapi hal ini tergantung juga pada tingkat kerusakan
ginjalnya.
Mengapa gagal ginjal harus melakukan cuci darah? Untuk menjawab
pertanyaan ini ada baiknya kalau kita pahami terlebih dahulu beberapa
pengertian cuci darah yang sebenarnya. Cuci darah / Hemodialisis adalah suatu
tindakan medis yang dilakukan untuk membersihkan racun dalam tubuh, karena
ginjal tidak mampu lagi membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh. Cuci
darah dilakukan pada pasien penderita ginjal kronik dan ginjal akut.

Cuci Darah pada Penyakit Ginjal Kronik & Ginjal Akut


Bila dilihat secara sekilas kedua istilah atau kondisi penyakit ginjal ini sama,
tetapi sebenarnya ada perbedaannnya. Inilah perbedaan tersebut :

Penyakit gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang dialami selama
kurun waktu 3 (tiga) bulan atau lebih dengan keadaan sebagai abnormalitas
struktural atau abnormal fungsional ginjal. Bila penderita ginjal kronik dapat
sampai ke tingkat cuci darah maka ini berarti kerusakan ginjal sudah
berlangsung lama dan biasanya memerlukan cuci darah seumur hidup.

Penyakit gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara
tiba - tiba dan pada beberapa kondisi diperlukan cuci darah. Pasien dengan
penyakit ginjal akut bila dapat diobati penyebabnya maka dapat membaik dan
selanjutnya tidak memerlukan tindakan cuci darah lagi.

Baik penyakit ginjal kronik maupun ginjal akut tetaplah disarankan untuk cuci
darah, untuk itu kapankah sebenarnya kita disarankan cuci darah? Cuci darah
dapat dilakukan bila fungsi ginjal kurang dari 15 ml/menit. Namun bisa juga
kurang dari 10 ml/menit dengan disertai gejala uremia dan malnutrisi. Bagi
penderita diabetes bila 5 ml/menit pun dapat dilakukan lebih awal untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut.
Cuci Darah Secara Medis Harus Dilakukan
Berikut marilah kita lihat kondisi-kondisi tertentu yang perlu segera
dilakukan cuci darah (hemodialisis) secara medis, yaitu:

Kondisi pH darah pasien yang sangat rendah dan tidak dapat dinaikkan
lagi dengan obat-obatan.

Kondisi keracunan, dilakukan cuci darah untuk membantu menurunkan


tingkat keracunannya, seperti keracunan methanol.

Kondisi dengan tingkat sisa metabolisme ureum dalam tubuh sangat tinggi
dengan gejala klinis sbb: mual muntah, kecegukan yang tidak berhenti,
penurunan kesadaran, bahkan bisa kejang - kejang.

Elektrolit imbalance. Pada umumnya yang menjadi masalah adalah


kelebihan kalium, menjadi hiperkalemi. Kondisi ini bila tidak segera diatasi
dapat menyebabkan gangguan pada jantung.

Terjadi penumpukan cairan di dalam tubuh. Biasanya terjadi penumpukan


cairan dalam paru-paru yang disebut sebagai Edema Paru, sehingga
menyebabkan pasien menjadi sesak nafas hebat

Cuci darah hanyalah salah satu tindakan medis untuk penyakit ginjal diatas,
prosedur lain yang bisa ditempuh oleh penderita ginjal kronik adalah dengan
transplantasi ginjal.
Cara medis diatas yaitu dengan cuci darah maupun transplantasi ginjal
sangatlah mahal biayanya. Selain biaya yang mahal juga mengandung resiko
tinggi untuk kegagalanya. Untuk itu cara yang terbaik adalah sayangilah sedini
mungkin ginjal anda dari kerusakan. Carilah alternatif obat sakit ginjal alami
yang lebih aman tetapi sudah terbukti dan dapat menyembuhkan kembali. Mari
kita jaga ginjal agar tetap sehat, Semoga bermanfaat.
14 Efek Samping Cuci Darah Ginjal Bagi Kesehatan
ads

Cuci darah atau dialysis merupakan suatu metode yang ditempuh oleh penderita gagal ginjal
untuk melakukan proses penyaringan darah. Darah akan secara rutin tercuci dari zat-zat
berbahaya yang terkandung di dalamnya ginjal. Pasien gagal ginjal ini, memiliki ginjal yang
tidak berfungsi dengan baik untuk melakukan proses penyaringan dan pembersihan darah
secara alami. Cuci darah ini menjadi wajib dilakukan secara medis untuk menggantikan
fungsi kerja dari ginjal yang rusak.

Selain itu, ginjal juga berfungsi untuk


membuang sisa-sisa metabolisme tubuh, kelebihan cairan di dalam tubuh, menjaga unsur
kimiawi di dalam tubuh dan menjaga tekanan darah. Berikut ini beberapa hal yang mungkin
terjadi apabila fungsi ginjal ini rusak :

1. Muntah-Muntah

2. Gatal pada kulit

3. Lemas

4. Koma

5. Pembengkakan pada kaki dan lengan


Mengerikan? Iya, itulah yang akan terjadi apabila ginjal tidak mampu membuang sisa-sisa
metabolisme tubuh. Bagi pasien gagal ginjal, metode cuci darah atau dialysis ini sangatlah
penting untuk mencegah terjadinya hal-hal tersebut sebagai akibat dari gagal ginjal.

Proses cuci darah atau dialysis sendiri dibagi menjadi 2 metode, yaitu :

PERITONEAL DIALYSIS

Peritoneal dialysis menggunakan lapisan perut


atau peritoneum sebagai filter dalam menyaring sisa-sisa metabolisme tubuh yang terkandung
di dalam darah. Dalam prosesnya, peritoneal dialysis menggunakan selang kecil yang
dipasang pada bagian perut. Dalam selang tersebut terdapat cairan dialysis yang dapat
membantu memindahkan sisa-sisa metabolism di dalam darah untuk dibersihkan dengan
cairan tersebut. Prosesnya hanya 30 sampai 40 menit, namun pasien harus mengulanginya
selama 4 kali dalam sehari.

Efek Samping cuci darah, Peritoneal Dialysis :

1. Peritonitis Peritonitis merupakan suatu infeksi yang terjadi pada bagian peritoneum,
yang pada metode peritoneal dialysis ini digunakan sebagai tempat untuk menyaring darah.
Kondisi peralatan yang tidak steril dapat menyebabkan kondisi peritonitis ini. Peritonitis
sendiri memeiliki beberapa gejalanya yaitu :

Demam Tinggi

Nausea

Muntah

Sakit pada bagian perut

2. Hernia Hernia merupakan salah satu gejala yang timbul sebagai efek samping dari cuci
darah menggunakan metode peritoneal dialysis. Hal ini disebabkan karena adanya cairan
yang bertahan sangat lama pada bagian rongga peritoneal dapat memicu terjadinya
ketegangan pada bagian otot perut, yang mengakibatkan terjadinya hernia.

3. Kenaikan Berat Badan Cairan dialysis yang dimasukkan ke dalam tubuh ketika proses
cuci darah dengan metode ini, berlangsung dengan memiliki kandungan gula yang sangat
tinggi. Hal ini akan berefek langsung terhadap berat badan yang akan naik secara drastis
karena tingginya kandungan gula yang masuk ke dalam tubuh pasiennya.
HEMODIALYSIS

Hemodialysis merupakan metode cuci darah


yang paling banyak digunakan saat ini. Metode ini menggunakan jarum yang dimasukkan ke
dalam pembuluh darah untuk kemudian dihubungkan dengan selang, yang dapat mentransfer
darah ke dalam mesin cuci darah.

Darah yang sudah ditransfer ke dalam alat cuci darah kemudian disaring dan dibersihkan dari
sisa metabolisme, lalu kemudian mengembalikannya ke dalam tubuh. Biasanya pasien yang
menggunakan metode ini membutuhkan 3 kali proses cuci darah dalam seminggu, dan
berlangsung selama 4 jam.

Efek Samping cuci darah, Hemodialysis :

1. Tekanan Darah Rendah Tekanan darah rendah atau hipotensi, merupakan salah satu
efek samping yang umum terjadi pada pasien yang menggunakan metode hemodialysis. Hal
ini terjadi karena kurangnya cairan yang terdapat di dalam tubuh. Hipotensi atau tekanan
darah rendah ini dapat menyebabkan :

Nausea

Pusing

Sakit kepala

Sponsors Link

2. Infeksi Bakteri Staphylococcal Bakteri staphylococcal merupakan jenis bakteri yang


mungkin dapat menginfeksi dan berkembang dalam proses cuci darah hemodialysis ini.
Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi pada bagan kulit, seperti kulit yang terasa tebakar.

3. Sepsis Sepsis merupakan keadaan dimana infeksi bakteri staphylococcal yang sudah
menjalar melalui darah ke organ-organ lain, atau bisa disebut blood poisoning (keracunan
darah). Gejala sepsis ini antara lain :

Demam Tinggi ( diatas 38 derajat celcius )

Pusing pusing
4. Kram pada otot Kram dapat terjadi karena hilangnya atau berkurangnya cairan tubuh,
dan biasanya akan merasakan kram pada bagian kaki.

5. Gatal pada kulit Kandungan potasium yang tinggi dianggap menjadi penyebab dari
gatal-gatal ini. Pasien yang melakukan metode cuci darah hemodialysis biasanya akan
mengalami rasa gatal pada bagian tubuh mereka.

6. Insomnia Insomnia atau kesulitan tidur merupakan efek samping lain yang dapat terjadi
sebagai akibat dari metode cuci dara hemodialysis ini.

7. Sakit pada tulang dan persendian Sakit pada tulang dan persendian merupakan salah
satu efek samping yang ditimbulkan karena kekurangan cairan pada tubuh. Hal ini juga akan
menambah tingkat kelelahan dari tubuh pasien.

Efek Sampng Cuci Darah Secara Umum


Kedua metode cuci darah memiliki efek samping yang sama-sama terjadi dikedua metode
tersebut. Efek samping yang paling terasa ketika melakukan proses cuci darah secara umum
ini adalah :

Sponsors Link

1. Kelelahan

Kelelahan ini merupakan efek samping paling umum dari cuci darah atau dialysis, baik
peritoneal dialysis maupun hemodialysis. Kelelahan ini disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu :

Hilangnya fungsi ginjal normal

Merupakan efek langsung dari dialysis terhadap tubuh

Pantangan pantangan yang diberikan sebelum melakukan dialysis

2. Kondisi Fisik Yang Lemah

Kondisi fisik yang lemah merupakan salah satu efek samping yang ditimbulkan oleh proses
cuci darah, baik peritoneal ataupun hemodialysis. Hal ini disebabkan oleh asupan nutrisi yang
sedikit karena banyaknya pantangan makanan yang tidak boleh dikonsumsi, sehingga tubuh
akan terasa lemas dan aangat mengganggu aktivitas.

3. Stress dan Rasa Cemas

Tidak hanya kondisi fisik yang menurun sebagai akibat dari proses cuci darah, namun juga
kondisi mental dari pasien akan ikut turun. Hal ini disebabkan oleh, selain asupan nutrisi
yang cukup, pasien juga memiliki kecemasan dan khawatir dengan kondisi tubuhnya sendiri,
sehingga akan menimbulkan stress, yang tentunya akan sangat mengganggu kondisi mental
dari pasien.

4. Menghabiskan Uang
Ini bukan merupakan efek samping terhadap tubuh, namun efek samping yang ditimbulkan
dari segi ekonomi. Biaya cuci darah atau dialysis yang tidak sedikit, serta obat-obatan yang
harus ditebus akan sangat mengganggu kondisi neraca keuangan yang dimiliki oleh pasien.

Itulah beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan karena proses cuci darah yang
dilakukan oleh pasien. Solusi terbaik untuk mengobati penyakit gagal ginjal yang sudah
kronis adalah melakukan pencangkokan ginjal. Namun demikian, tentunya lebih baik
mencegah daripada mengobati, bukan?? anda harus merubah pola hidup anda menjadi
gaya hidup sehat, agar terhindar dari berbagai macam masalah penyakit seperti gagal ginjal.

Anda mungkin juga menyukai