1. DEFINISI
Dialisis merupakan suatu proses yang di gunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanakan proses tersebut. Tujuan dialisis adalah untuk mempertahankan
kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. Metode
terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal dialisis.
Pada dialisis molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel
dengan cara mengalir dari sisis cairan yang lebih pekat (konsentarsi solut lebih
tinggi) ke cairan yang lebih encer (kondisi solut yang lebih rendah). Cairan
mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi
(aplikasi tekanan exsternal pada membran) pada hemodialisis membran
merupakan bagian dari dialeser atau ginjal artifisial. Pada perritoneal dialisis,
merupakan peritoneum atau lapisan dinding abdomen berfungsi sebagai membran
semipermeabel .
Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan
larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke
dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian
besar volume cairan.
Hemodialisa adalah menggerakkan cairan dari partikel-pertikel lewat
membran semi permiabel yang mempunyai pengobatan yang bisa membantu
mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit yang normal, mengendalikan
asam dan basa, dan membuang zat-zat toksis dari tubuh. ( Long, C.B. : 381).
Membran selaput semipermiabel adalah lembar tipis, berpori-pori, terbuat
dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membrane memungkinkan
difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat
berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran,
tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri dan sel darah terlalu besar untuk
melewati pori-pori membrane. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen
disebut gradian konsentrasi.
2. EPIDEMIOLOGI
Hemodialisis di Indonesia mulai tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dapatdilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Kualitas hidup yang diperoleh
cukup baik danpanjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun.Indonesia
termasuk Negara dengantingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi.Saat ini
jumlah penderita gagal ginjalmencapai 4500 orang. Dari jumlah itu banyak
penderita yang meninggal dunia akibat tidakmampu berobat atau cuci darah
(hemodialisis) karena biaya yang sangat mahal.
3. ETIOLOGI
Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan
kronik akibat dari : azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis,
uremia, hiperkalemia berat, kelebihan cairan yang tidak responsive dengan
diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu ginjal, dan sindrom hepatorenal.
4. PATOFISIOLOGI
Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi
utama untuk menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi
karena sebab primer ataupun sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan pada
ginjal dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal atau kegagalan fungsi ginjal
dalam menyaring / membersihkan darah. Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan
menjadi gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik.
Dialisis merupakan salah satu modalitas pada penanganan pasien dengan
gagal ginjal, namun tidak semua gagal ginjal memerlukan dialisis. Dialisis sering
tidak diperlukan pada pasien dengan gagal ginjal akut yang tidak terkomplikasi,
atau bisa juga dilakukan hanya untuk indikasi tunggal seperti hiperkalemia.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum melalui hemodialisis
pada pasien gagal ginjal kronik terdiri dari keadaan penyakit penyerta dan
kebiasaan pasien. Waktu untuk terapi ditentukan oleh kadar kimia serum dan
gejala-gejala.Hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan kreatin menurun
dibawah 10 ml/mnt, yang biasanya sebanding dengan kadar kreatinin serum 8-10
mge/dL namun demikian yang lebih penting dari nilai laboratorium absolut adalah
terdapatnya gejala-gejala uremia.
5. TUJUAN
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme
yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan
dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam dengan
frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15
jam/minggu dengan Blood flow (QB) 200–300 mL/menit. Sedangkan menurut
Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 – 5 jam dan dilakukan 3 kali
seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan
garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan
menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses
hemodialisa.
2. Dialisat
Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya
mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan darah.
Fungsi Dialisat pada dialisit:
a. Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolisme
b. Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa
8. INDIKASI
1. Gagal ginjal akut
2. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit
3. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l
4. Ureum lebih dari 200 mg/dl
5. pH darah kurang dari 7,1
6. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari
7. Intoksikasi obat dan zat kimia
8. Sindrom Hepatorenal
9. Fluid overload
The National Kidney Foundation USA menyarankan apabila :
LFG ≤ 10ml /menit/1,73m2
9. KONTRA INDIKASI
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah
hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari
hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa,
akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi
hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi
infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan
lanjut (PERNEFRI, 2003).
Tidak dilakukan pada pasien yang mengalami suhu yang tinggi.Cairan
dialysis pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang
terlalu tinggi menyebabkan hemodialysis sel-sel darah merah sehingga
kemungkinan penderita akan meninggal.
1. PENGKAJIAN
a. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah
a. Sindrom uremia
b. Mual, muntah, perdarahan GI.
c. Pusing, nafas kusmaul, koma.
d. Perikarditis, cardiar aritmia
e. Edema, gagal jantung, edema paru
f. Hipertensi
Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah,
anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang
meningkat. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1397)
c. Riwayat obat-obatan
Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus
dievaluasi dengan cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian
dari susunan terapi dialysis, merupakan salah satu contoh di mana komunikasi,
pendidikan dan evaluasi dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus
mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, obat
antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis,
efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah
rendah yang berbahaya. (Brunner & Suddarth, 2001: 1401)
d. Psikospiritual
Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi
penyakitnya yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah
financial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang
menghilang serta impotensi, dipresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan
terhadap kematian. (Brunner & Suddarth, 2001: 1402)
Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang
pertama kali dilakukan hemodialisis.(Muttaqin, 2011: 267)
f. Pemeriksaan fisik
BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan menurun.
TTV: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut nadi dan tekanan
darah diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur kembali pada saat prosedur
selesai dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur.(Muttaqin, 2011:
268)
Manifestasi klinik
a. Kulit : kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau gatal-gatal
b. Kuku : kuku tipis dan rapuh
c. Rambut : kering dan rapuh
d. Oral : halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi
e. Lambung : mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.
f. Pulmonary : uremic “lung” atau pnemonia
g. Asam basa : asidosis metabolik
h. Neurologic : letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot : pegal
i. Hematologi : perdarahan
g. Pemeriksaan Penunjang
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan
GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre HD
1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl,
Pneumonitis dan Perikarditis d.dPenggunaan otot aksesoris untuk bernafas,
Pernafasan cuping hidung, Perubahan kedalaman nafas, dan Dipneu
2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih,
retensi cairan & natrium b.d Perubahan berat badan dalam waktu sangat
singkat, Gelisah, Efusi pleura, Oliguria, Asupa melebihi haluran, Edema,
Dispnea, Penurunan hemoglobin, Perubahan pola pernapasan , dan
Perubahan tekanan darah
3. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual
& muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa oral d.d nyeri
abdomen bising usus hiperaktif, kurang makanan, diare, kurang minat pada
makanan, dan berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal.
4. Ansietas b.d krisis situasional d.d gelisah, wajah tegang, bingung, tampak
waspada, ragu/tidak percaya diri dan khawatir
5. Kerusakan integritas kulit b.d Gangguan sirkulasi, Iritasi zat kimia, Defisit
cairan d.d Kerusakan jaringan (Mis. Kornea, membrane mukosa, integument,
atau subkutan) dan Kerusakan jaringan.
b. Intra HD
1. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap
penusukan & pemeliharaan akses vaskuler.
2. Risiko terjadi perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses hemodialisa
c. Post HD
1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialisis d,d menyatakan merasa lemah, menyatakan merasa letih,
dispnea setelah beraktifitas, ketidaknyamanan setelah beraktifitas, dan
respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas.
2. Risiko Harga diri rendah b.d ketergantungan, perubahan peran dan
perubahan citra tubuh dan fungsi seksual d.d gangguan citra
tubuh, Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan
individudalam penampilan, Respon nonverbal terhadap persepsi perubahan
pada tubuh (mis;penampilan,steruktur,fungsi), Fokus pada perubahan,
Perasaan negatif tentang sesuatu
3. Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi atau tindakan yang
direncanakan.
E. EVALUASI
a. Pre HD
1. Nafas kembali normal, tidak terdapat edema paru dan sianosis
2. Volume cairan kembali dalam keadaan seimbang
3. Nutrisi pasien kembali dalam keadaan seimbang
4. Ansietas yang di alami menurun sampai tingkat dapat ditangani
5. Integritas kulit tidak mengalami kerusakan
b. Intra HD
1. Resiko cedera tidak terjadi
2. Tidak terjadi perdarahan
c. Post HD
1. Dapat beraktivitas seperti biasa
2. Harga diri rendah dapat teratasi karena pola koping klien efektif
3. Tidak terjadi infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC
Setiawati, Wiwik. 2013. Laporan Pendahuluan Hemodialisa .Di Akses Pada Tanggal
23 Desember 2014 Pada :http://kesehatan-ilmu.blogspot.com/2012/01/laporan-
pendahuluan-hemodialisa.html