Anda di halaman 1dari 11

Definisi dialisis

Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif
melalui suatu membrane berpori dari suatu kompaetemen cair menuju kompartemen
cair lainnya (Sylvia & Lorraine, 1995).
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakn pross
tersebut (Brunner & Suddarth, 2002).
Dialysis akut diperlukan bila terdapat kadar kalium yang tinggi/meningkat, kelebihan
muatan cairan atau adema pulmoner yang mengancam, asidosis yang meningkat,
perikarditis dan konfusi yang berat. Tindakan ini juga dapat dikerjakan untuk
menghilangkan obat-obat tertentu atau toksin lain (keracunan atau dosis obat yang
berlebihan).
Dialysis kronis atau pemeliharaan dibutuhkan pada gagal ginjal kronis (penyakit
ginjal stadium terminal) dalam keadaan: terjadi tanda-tanda gejala uremia yang
mengenai seluruh system tubuh (mual serta muntah, anoreksia berat, peningklatan
letargi, konfusi mental), kadar kalium serum yang meningkat, muatan cairan
berlebihan yang tidak responsive terhadap terapi diuretic serta pembatasan cairan, dan
penurunan status kesehatan umum.
Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya atau sampai
mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien
memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.

Metode dialsis banyak digunakan dalam pemurnian protein (terutama enzim).[2]


Dalam proses ini, dialisis digunakan untuk menghilangkan molekul garam, seperti
amonium sulfat, sebelum dilanjutkan dalam proses pemurnian berikutnya ataupun
pada tahap akhir pemurnian.[2] Dialisis juga banyak digunakan dalam proses
pencucian darah pada pasien penderita gagal ginjal.[3] [4] Untuk kasus ini, peranan
ginjal untuk menghilangkan senyawa beracun, garam dan air berlebih digantikan
dengan sistem buatan.[3] Hemodialisis adalah metode pencucian darah dengan
menggunakan mesin, sedangkan dialisis peritoneal menggunakan membran peritoneal
yang berlokasi di daerah perut untuk menggantikan peranan ginjal.

Jenis-jenis Dialisis Ada dua jenis dialisis yaitu hemodialisis dan dialisis peritoneal.
Hemodialisis Hemodialisis (HD) adalah jenis dialisis yang paling banyak digunakan
saat ini. Dilakukan dengan cara memasukkan jarum ke pembuluh darah kemudian
dihubungkan melalui selang ke tabung mesin atau alat cuci darah. alat cuci darah
sekema dan mesin cuci darah (HD) Darah ditransfer dari tubuh ke mesin dialisis,
yang akan menyaring produk limbah dan kelebihan cairan. Darah yang telah disaring
kemudian dikembalikan lagi ke dalam tubuh. Kebanyakan orang membutuhkan tiga
kali dalam seminggu (tergantung tingkat keparahan), masing-masing proses cuci
darah berlangsung selama empat jam. Dialisis Peritoneal Dialisis peritoneal
merupakan jenis cuci darah yang kurang terkenal. Metode ini menggunakan lapisan
perut (peritoneum) sebagai filter. Seperti ginjal, peritoneum berisi ribuan pembuluh
darah kecil, membuatnya menjadi perangkat penyaringan yang berguna. Selama
dialisis peritoneal, selang fleksibel kecil yang disebut kateter terpasang di perut
melalui sayatan kecil. Cairan khusus yang disebut cairan dialisis dipompa ke ruang
sekitar peritoneum (rongga peritoneal). skema dialisis peritoneal skema dialisis
peritoneal Ketika darah bergerak melalui peritoneum, produk limbah dan kelebihan
cairan dipindahkan dari darah ke dalam cairan dialisis. Cairan dialisis kemudian
dikeringkan dari rongga. Proses dialisis peritoneal berlangsung sekitar 30-40 menit
dan biasanya diulang empat kali sehari. Atau, Anda dapat menjalankannya semalam.
Jenis dialisis mana yang cocok untuk Anda? Kedua jenis dialisis dapat mencapai hasil
yang sama. Namun, dalam beberapa situasi teknik tertentu akan direkomendasikan
untuk Anda. Hal ini disesuaikan dengan riwayat medis dan kondisi Anda. Misalnya,
dialisis peritoneal biasanya dianjurkan untuk orang dewasa yang sehat disamping
memiliki penyakit ginjal. Hemodialisis biasanya dianjurkan untuk orang dewasa yang
lebih tua yang kesehatannya secara umum buruk.
Sumber: Cuci Darah (Dialisis) untuk Gagal Ginjal - Mediskus

Kontraindikasi dialisis
Akses vaskuler sulit
Instabilitas hemodinamik
Koagulopati
Penyakit alzeimer
Dimensia multi infark
Sindrom hepatorenal
Sirosis hati dengan ensefalopati
Keganasan lanjut
Gangguan rongga peritoneum (pada CAPD)

Tujuan
Tujuan dialysis adalah untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien
sampai fungsi ginjal pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis,
hemofiltrasi dan peritoneal dialysis.

1)Hemodialisis
Tujuan terapi ini adalah untuk mengembalikan zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan.

2) Dialisis Peritoneal

Tujuan terapi ini adalah untuk mengeluarkan zat-zat toksik serta limbah metabolik,
mengembalikan keseimbangan cairan yang normal dengan mengeluarkan cairan yang
berlebihan dan memulihkan keseimbangan elektrolit.

Proses Dialisis

1) Penatalaksaan Pasien yang Menjalani Hemodilisis Jangka-Panjang


a. Diet dan masalah cairan
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis.
Apabila ginjal yang rusak tidak dapat mengekskresikan produk akhir
metabolisme, substansi yang bersifat sebagai racun atau toksik (gejala uremik
). Lebih banyak toksin yang menumpuk, semakin berat gejalayabg timbul.
Diet rendah protein akan mengurangi penumpikan limbah nitrogen dan
dengan demikian meminimalkan gejala.

b. Pertimbangan Medikasi
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal.
Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotic,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau untuk memastikan agar kadar obat
dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi
toksik.
Beberapa obat akan dikeluaran dari darah pada saat dialysis. Oleh karena itu,
penyesuaian dosis oleh dokter diperlukan. Apabila seorang pasien menjalani
dialysis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat,
karena komuniasi, pendidikan dan evaluasi dapat memberikan hasil yang
berbeda-beda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan
menundanya.

2) Penatalaksanaan Pasien yang Menjalani Dialisis Peritomeal


a. Persiapan
Proses persiapan pasien dan keluarganya yang dilaksanakan oleh perawat
adalah penjelasan prosedur dialysis peritoneal, surat persetujan (Informed
Consent) yang sudah ditandatangani, data dasar mengenai tanda-tanda vital,
berat badan dan kadar elektrolit serum, pengosongan kandung kemih dan
usus. Selain itu perawat juga mengkaji kecemasan pasien dan memberikan
dukungan serta petunjuk mengenai prosedur yang akan dilakukan.

b. Peralatan
Perawat harus berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan konsentrasi
dialisat yang akan digunakan dan obat-obatan yang akan ditambahkan,
misalnya dalam penambahan heparin untuk mencegah pembekuan fibrin yang
dapat menyumbat kateter peritoneal, penambahan antibiotic untuk mengobati
peritonitis.
Sebelum penambahan obat, larutan dialisat dihangatkan hingga mencapai
suhu tubuh untuk mencegah gangguan rasa nyaman, nyeri abdomen, serta
menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh darah peritoneum. Sebelum
dialysis dilakukan, peralatan dan selang dirakit. Selang tersebut diisi dengan
cairan dialisat untuk mengurangi jumlah udara yang masuk kedalam kateter
serta kavum peritoneal.

c. Pemasangan Kateter
Kateter peritoneal dipasang di dalam kamar operasi untuk mempertahankan
asepsis operasi dan memperkecil resiko kontaminasi. Kateter stylet dapat
digunakan jika dialysis peritoneal tersebut diperkirakan akan dilaksanakan
dalam waktu singkat. Sebelum prosedur pemasangan kateter dilakukan, kulit
abdomen dipersiapkan dengan larutan antiseptic local dan dokter melakuan
penyuntikan infiltrasi preparat anastesi local kedalam kulit dan jaringan
subcutan. Insisi kecil atau sebuah tusukan dibuat pada 3-5 cm dibawah
umbilicus.
Sebuah trokar (alat berujung tajam) digunakan untuk menusuk peritoneum
sementara pada pasien mengencangkan otot abdomennya dengan cara
mengangkat kepalanya. Kateter disisipkan lewat trokar dan kemudian diatur
posisinya. Cairan dialsat yang dipersiapkan diinfuskan kedalam kavum
peritoneal dengan mendorong omentum (lapisan peritoneal yang membentang
dari organ-organ abdomen) menjauhi kateter. Sebuah jahitan purse-string
dapat dibuat untuk mengikat kateter pada tempatnya.

d. Prosedur
Untuk dialisat peritoneal intermiten, larutan dialisat dialirkan dengan bebas
kedalam kavum peritoneal dan dibiarkan selama waktu retensi (dwell time)
atau waktu ekuilibrasi yang ditentukan dokter. Waktu itu berfungsi untuk
memungkinkan terjadinya difusi dan osmosis.
Poda waktu akhir retensi, klem selang drainase dilepas dan larutan dialisat
dibiarkan mengalir keluar dari kavum peritoneal melalui sebuah sistem yang
tertutup dengan bantuan gaya berat. Cairan drainase biasanya berwarna seperti
jerami atau tidak berwarna. Cairan dari botol yang baru kemudian
ditambahkan, diinfusikan dan dialirkan keluar. Jumlah siklus atau pertukaran
dan frekuensinyaditentukan oleh dokter sesuai kondisi fisik pasien serta
kondisi akut penyakit.

Komplikasi
1) Komplikasi Hemodialisis
Hemodilisis dapat memperpanjang usia tapi tidak akan mengubah perjalanan
alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengembalikan seluruh
fungsi ginjal. Salah satu penyebab kematian diantara pasien-pasien yang
menjalani hemodialisis kronis adalah penyakit kardiovaskuler arteriosklerotik.
Gangguan metabolisme lipid (hipertrigliseridemia) tampaknya semakin diperberat
dengan tindakan hemodilisis.
Gagal jantung kongestif, penyakit jantung koroner serta nyeri angina pectoris,
stroke dan insufisiensi vaskuler perifer juga dapat terjadi. Anemia dan rasa letih
dapat menyebabkan penurunan kesehatan fisik maupun mental, berkurangnya
tenaga serta kemauan, dan kehilangan perhatian. Gangguan metabolisme kalsium
akan menimbulkan osteodistropi renal yang menyebabkan nyeri tulang dan
fraktur. Komplikasi dialysis dapat mencangkup hal-hal sebagai berikut :
Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialysis ketika cairan dikeluarkan.
Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika
udara memasuki sistem vaskuler pasien.
Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah diluar tubuh.
Pruritus dapat terjadi selama terapi dialysis ketika produk-akhir metabolisme
meninggalkan kulit.
Gangguan keseimbangan dialysis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan
muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih
besar jika terdapat gejala uremia yang berat.
Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
meninggalkan ruang ekstrasel.
Mual dan muntah merupakan peristiwa yang serius terjadi.
2) Komplikasi Dialysis Peritoneal
Peritonitis
Peritonitis merupakan komplikasi yang paling sering dijimpai dan paling sering
serius 60% sampai 80% pasien. Sebagain besar disebabkan oleh kontaminasi
Staphylococcus epidermidis yang bersifat aksidental.
Manifestasi peritonitis mencangkup cairan drainase (effluent) dialisat yang keruh
dan nyeri abdomen yang difus. Hipotensi dantanda-tanda syok lainnya dapat
terjadi jika Staphylococcus aureus merupakan penyebab dari peritonitis.
Peritonitis ditangani di rumah sakit jika pasien parah dan tidak memungkinkan
untuk melakukan terapi pertukaran dirumah, biasanya pasien menjalani dialysis
peritoneal intermiten selama 48 jam atau lebih, atau terapi dialysis dihentikan dan
memberikan suntikan antibiotic. Pada infeksi persisten di tempat keluarnya
kateter yang biasanya disebabkan oleh S. Aureus. Pelepasan kateter permanent
diperlukan untuk mencegah terjadinya peritonitis.
Selain mikroorganisme, pasien peritonitis akan kehilangan protein melalui
perotonium dalam jumlah besar, malnutrisi akut dan kelambatan penyembuhan
dapat terjadi sebagai akibatnya.
Kebocoran
Kebocoran cairan dialysis melalui luka insisi atau luka pada pemasangan kateter
dapat diketahui sesudah kateter dipasang. Kebocoran akan berhenti spontan jika
terapi dialysis tertunda selama beberapa hari untuk menyembuhkan luka insisi
dan tempat keluarnya kateter. Kebocoran melalui tempat pemasangan kateter atau
kedalam abdomen dapat terjadi spontan beberapa bulan atau tahun setelah
pemasangan kateter tersebut. Kebocoran sering dapat dihindari dengan melalui
infuse cairan dialysis dengan volume kecil (100-200 ml) dan secara bertahap
meningkatkan cairan tersebut hingga mencapai 2000ml.
Perdarahan
Cairan drainase (effluent) dialysis yang mengandung darah kadang-kadang dapat
terlihat khususnya pada pasien wanita yang sedang haid (cairan hipertonik
menarik darah dari uterus lewat orifisium tuba falopi yang bermuara ke dalam
kavum peritoneal). Pada banyak kasus penyebab terjadinya perdarahan tidak
ditemukan. Pergeseran kateter dari pelvis kadang-kadang disertai dengan
perdarahan. Perdarahan selalu berhenti setelah satu atau dua hari sehingga tidak
memerlukan intervensi yang khusus.
Komplikasi lain yang mencangkup hernia abdomen yang mungkin terjadi akibat
peningkatan tekanan intra abdomen yang terus menerus. Tipe hernia yang pernah
terjadi adalah tipe insisional, inguinal, diafragmatik, dan umbilical.
Edukasi Dialisis
1. Macam Dialisis
Ada 2 ( dua ) macam dialisis yaitu
A. Hemodialisis ( cuci darah )
Adalah suatu proses pengeluaran zat sisa metabolisma yang tidak di perlukan dalam
tubuh menggunakan darah sebagai media dengan bantuan mesin. proses pengeluaran
zat sisa metabolisma dalam tubuh, dengan cara mengalirkan darah dari tubuh pasien
ke dalam dialyser ( ginjal buatan ) dan dikembalikan lagi dalam tubuh pasien.
Tindakan ini dilakukan pada pasien yang menderita penyakit ginjal tahap akhir dan
dapat di lakukan pada beberapa bentuk keracunan
B. Peritoneal Dialisis
Adalah suatu proses pengeluaran zat sisa metabolisma yang tidak di perlukan dalam
tubuh menggunakan diding peritonium sebagai media dan cairan konsentrat ( dianeal
) yang di tanam 6 12 jam dalam dinding peritoneum kemudian dibilas kembali
2. Apakah tujuan dilakukan dialisis ( cuci darah ) ?
Tujuan dilakukan tindakan dialisis adalah untuk menggantikan kerja ginjal yaitu
menyaring, membuang sisa metabolisma yang tidak di perlukan tubuh, membuang
kelebihan cairan, membantu menyeimbangkan asam basa sehingga kondisi pasien
dapat di pertahankan.
3. Bagaimana hemodialisis ( cuci darah ) dilakukan ?
Proses hemodialisis dengan cara mengalirkan darah dari tubuh pasien dengan bantuan
mesin ke dalam dialiser ( ginjal buatan ) dimana proses pengeluaran zat sisa
metabolisma yang tidak diperlukan tubuh dilakukan dan selanjutnya di kembalikan
lagi kedalam tubuh pasien. Untuk proses hemodialisis ini membutuhkan pintu (akses)
keluar dari dalam tubuh pasien ke dialiser dan pintu ( akses ) darah masuk dari
dialiser ke tubuh pasien. Ada 3 ( tiga ) jenis akses darah yaitu AV Shunt yang bersifat
permanent, pemasangan cateter double lumen yang bersifat sementara, dan
menyuntik langsung pada pembuluh darah di pangkal paha.
4. Kapan hemodialisis di lakukan ?
Prinsip hemodialisis adalah menggantikan kerja ginjal, oleh karena itu apabila pasien
dinyatakan dalam kategori penyakit ginjal tahap akhir ( terminal ), hasil pemeriksaan
laborat menujukkan kelainan , di pertimbangkan untuk segera mengambil keputusan
untuk dilakukan tindakan hemodialisis
5. Apa yang terjadi saat Hemodialisis ?
Pada proses hemodialisis ada beberapa pasien merasa kurang nyaman ini di
karenakan ada akses yang harus terpasang pada pasien, ada pula yang mengeluh
merasa capek ini di karenakan pasien harus berbaring selama proses hemodialisis
berlangsung. Setelah di lakukan hemodialisis di harapkan kondisi pasien lebih baik di
karenakan timbunan sampah metabolisma yang tidak di perlukan tubuh dapa
tersaring dan di buang selama proses hemodialisis.
6. Berapa lama proses hemodialisis berlangsung ?
Proses hemodialisis berlangsung selama 3 5 jam selama proses sebagian kecil darah
pasien di keluarkan dari tubuh untuk di saring dan akan segera di kembalikan.

7. Bagaimana bila Hemodialisa tidak di lakukan


Sesuai prinsip hemodialisis yaitu menyaring dan membuang sampah sisa
metabolisma yang tidak di perlukan tubuh, maka bila hemodialisis tidak di lakukan
sampah dan sisa metabolisma yang tidak di perlukan tubuh akan semakin menimbun
dalam tubuh pasien di karenakan ginjal tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisma
yang tidak di perlukan tubuh.

Asuhan Keperawatan
Ketika klien mengalami gagal ginjal kronik, cari informasi yang lengkap dan
adanya faktor resiko yang lain.
Kaji pengetahuan klien tentang gagal ginjal kronik dan tingkat kecemasan klien dan
kemampuan klien untuk mengatasinya ketika klien terdiagnosa.
Ketika klien yang mengalami dialisis peritonial
Jika klien sedang melakukan hemodialisis, prioritas utama adalah potensi dari
tempat pemasukan kateter pada vena.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan.
Nyeri berhubungan dengan infeksi dalam rongga peritoneal.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keterbatasan pengembangan
diafragma.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sfingter
Resiko terhadap kekurangan volume cairan.
Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kateter dimasukkan kedalam
rongga peri-toneal.

EBN

Aroma
terapi inhalasi, merupakan terapi komplementer yang paling efektif dan aman digunakan.
Masalah psikologis seabagai dampak dari gangguan fisik banyak terjadi pada pasien penyakit
kronis,
terutama Gagal Gin
jal Kronik (GGK).

Anda mungkin juga menyukai