Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

PERAWATAN PERITONEAL DAILYSIS,PERAWATAN KLIEN


HEMODALISA,IRIGASI BLEDDER,MONITORING KESEIMBANGAN CAIRAN

OLEH
MUHAMAD ABDUL WAKHID
1814201248

Dosen Pembimbing:
Ns.Lisa Mustika Sari,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes PERINTIS PADANG

TA 2019/2020
A. Definisi CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis)
Bagi para penderita gagal ginjal, kegiatan cuci darah adalah suatu keharusan.Biasanya,
para penderita ini melakukan hemodialisis (cuci darah melalui mesin) 2-3 kali dalam
seminggu di Rumah Sakit. Namun, dalam 4 tahun terakhir mulai disosialisasikan sebuah
alternatif dimana penderita dapat melakukan cuci darah sendiri di rumah. Metode tersebut
dikenal dengan continous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD).
CAPD merupakan sebuah kateter yang dipasang di dalam perut, ke dalam rongga
peritoneum. Pemasangan ini dilakukan melalui tindakan operasi. Setelah kateter tersebut
terpasang, lalu digunakan cairan dialisat, yang sering dipakai adalah Dianel Baxter dari
Kalbe untuk membilas rongga peritoneum tempat bersarang kateter. Ini berfungsi sebagai
sarana cuci darah, yang berlangsung sepanjang hari.
CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis)/Dialysis Peritoneal Mandiri
Berkesinambungan. Bedanya tidak menggunakan mesin khusus seperti APD. Dialysis
peritoneal diawali dengan memasukkan cairan dialisat (cairan khusus untuk dialysis) ke
dalam rongga perut melalui selang kateter, lalu dibiarkan selama 4-6 jam. Yang dimaksud
dengan kateter adalah selang plastik kecil (silikon) yang dimasukan ke dalam rongga
peritoneal melalui pembedahan sederhana, kateter ini berfungsi untuk mengalirkan cairan
dialysis peritoneal keluar dan masuk rongga peritoneum anda. Ketika dialisat berada di
dalam rongga perut, zat-zat racun dari dalam darah akan dibersihkan dan kelebihan cairan
tubuh akan ditarik ke dalam cairan dialisat.
CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis) :
 Continous : Terus menerus selama 24 jam
 Ambulatory : Bebas bergerak
 Peritoneal : Peritoneum sebagai membran semi permeable
 Dialysis : Membersihkan tubuh dari zat sisa-sisa metabolisme dan kelebihan
cairan. Atau disebut DPMB (Dialysis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan)
B. Proses CAPD
a. Proses dialysis peritoneal ini tidak menimbulkan rasa sakit.
b. Membutuhkan waktu yang singkat, terdiri dari 3 langkah:
1) Pertama, masukkan dialisat berlangsung selama 10 menit
2) Kedua, cairan dibiarkan dalam rongga perut untuk selama periode waktu tertentu (4-6
jam)
3) Ketiga, pengeluaran cairan yang berlangsung selama 20 menit Ketiga proses diatas
dilakukan beberapa kali tergantung kebutuhan dan bisa dilakukan oleh pasien sendiri
secara mandiri setelah dilatih dan tidak perlu ke rumah sakit.

Ketiga proses diatas dilakukan beberapa kali tergantung kebutuhan dan bisa dilakukan
oleh pasien sendiri secara mandiri setelah dilatih dan tidak perlu ke rumah sakit.
Perpindahan cairan pada CAPD dipengaruhi oleh:
a. Kualitas membrane
b. Ukuran & karakteristik larutan
c. Volume dialisat Proses dialysis
pada CAPD terjadi karena adanya perbedaan:
a. Tekanan osmotic
b. Konsentrasi zat terlarut antara cairan CAPD dengan plasma darah dalam pembuluh
kapiler
c. Pada saat cairan dialisat dimasukkan dalam peritoneum, air akan diultrafiltrasi dari
plasma ke dialisat, sehingga meningkatkan volume cairan intra peritoneal.
Peningkatan volume cairan intraperitoneal berbanding lurus dengan konsentrasi
glukosa dari cairan dialisat.
d. Kecepatan transport air dan zat terlarut dapat diestimasi secara periodic melalui
PET test (Peritoneal Equilibrum Test)
Standar konsentrasi elektrolit cairan CAPD:
 Na (132 meq /lt)
 Cl ( 102 meq /lt)
 Mg (0,5 meq /lt)
 K (0 meq /lt)
C. Beberapa hal yang harus di perhatikan saat pemasangan CAPD
Dalam peritoneal dialysis dilakukan pergantian cairan setiap hari tanpa menimbulkan rasa
sakit. Proses mengeluarkan cairan tersebut dalam jangka waktu tertentu dan kemudian
menggantikannya dengan cairan baru. Proses ini terdiri dalam 3 langkah:
1) Mengeluarkan cairan, proses pengeluaran cairan dari rongga peritoneal berlangsung
dengan bantuan gaya gravitasi dan memerlukan waktu sekitar 20 menit.
2) Memasukan cairan, cairan dialysis ke dalam rongga peritoneal melalui kateter dan
memerlukan proses 10 menit.
3) Waktu tinggal, tahap cairan disimpan di dalam rongga peritoneal selama 4 samapi 6
jam (tergantung anjuran dari dokter). Pergantian cairan diulang setiap 4 atau 6 jam,
dengan maksud minimal 4 kali sehari, 7 hari dalam seminggu. Anda dapat
melakukan pergantian di mana saja seperti di rumah, tempat bekerja, atau di tempat
lainnya yang anda kunjungi, namun tempattempat tersebut harus memenuhi syarat
agar terhindar infeksi.
Pemilihan tempat yang baik untuk pergantian cairan memiliki beberapa kriteria :
a. Pastikan tempat tersebut : bersih, tidak ada hembusan agin (kipas angin, pintu /
jendela terbuka), dan memiliki penerangan yang baik.
b. Tidak diperkenankan adanya binatang disekitar saat pergantian cairan dan di
tempat penyimpanan peralatan anda.
c. Bebas gangguan dari luar
Peralatan :
a. Ultrabag / twinbag sistem : Kateter, Konektor titanium, Short transfer set, Cairan
dialysis (ultra bag / twin bag system), Minicap, Outlet port clamps (untuk twin
bag system).
b. Sistem Ultraset / Easi-Y_system : Kateter, Konektor titanium, Short transfer set,
Cairan dialysis, Minicap, Outlet port Clamps (untuk sistem kantung kembar),
Ultra set / Easi-Y set, Kantong drainase untuk Easi-Y system
D. Pola Makan Pengguna Terapi
Pengguna terapi peritoneal dialysis memerlukan makanan berprotein tinggi guna
melawan infeksi. Dikarenakan sejumlah protein terbawa cairan dialisis pada saat cairan
tersebut dikeluarkan.Sehingga diperlukan protein lebih banyak guna menggantikan
protein yang hilang terbawa cairan dialysis. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan
protein tidak terserap oleh tubuh:
 Semakin besar kandungan dextrose pada cairan dialysis (4,25%) semakin banyak
protein yang hilang.
 Jika terjadi infeksi dapat menyebabkan kehilangan protein juga.

Selain memerlukan protein tinggi ada beberapa kandungan zat yang perlu di batasi,
dikarenakan ada sejumlah produk sisa di dalam darah yang tidak dapat terbuang dengan
sempurna selama dialysis peritoneal. Produk sisa tersebut adalah:
a. Fosfor Ketika ginjal tidak dapat mengeluarkan kelebihan fosfor, maka fosfor akan
menumpuk pada tubuh anda. Dalam jangka waktu yang lama fosfor akan
menyebabkan tulang lebih rapuh dan mudah patah, fosfor banyak terdapat pada
kacang-kacangan, ikan, dan produk susu.
b. Kalium Merupakan elektrolit yang dibutuhkan untuk fungsi syaraf dan otot yang
baik. Ginjal yang tidak berfungsi dengan baik akan sulit untuk membuang
kelebihan kalium. Kelebihan dan kekurangan dalam kalium dapat menyebabkan
otot menjadi lemah dan sering kram. Dan kadar kalium yang tinggi dapat
membahayakan jantung. Perlu diperhatikan dalam mengkonsumsi buah-buahan
dan sayuran hijau yang mengandung kalium tinggi seperti pisang, jambu biji,
pepaya, tomat, kentang dan kacangkacangan.Sebaiknya hindari garam diet
dikarenakan mengandung kalium tinggi.
c. Natrium Adalah elektrolit yang berperan dalam mengontrol cairan dan tekanan
darah di dalam tubuh.Saat ginjal tidak berfungsi, ginjal tidak dapat mengeluarkan
natrium yang berlebih sehingga tetap berada dalam jaringan bersama dengan
air.Asupan natrium dan garam yang tinggi menyebabkan tubuh menahan air dan
tekanan darah menjadi tinggi. Dapat diperhatikan jika mengkonsumsi makanan
yang mengandung natrium (garam) akan menimbulkan rasa haus sehingga akan
sulit mengontrol jumah cairan yang diminum. Makanan yang mengandung
natrium tinggi sangat perlu dihindari, makanan ini berupa makanan kaleng, fast
food, kudapan yang asin, bumbu penyedap, kecap, dan keju.Untuk menggantikan
natrium dapat menggunakan bawang putih, bawang, lada, jeruk limau, dan bumbu
rempah lainnya.Hindari menggunakan garam diet / pengganti.
d. Kabohidrat
Pada saat menjalani terapi Dialysis peritoneal, tubuh menerima kalori secara
normal dari makanan yang dikonsumsi, ditambah dari cairan dialysis yang masuk
ke dalam rongga peritoneal mengandung glukosa sejenis gula. Jumlah kalori yang
diserap setiap 2 liter cairan berbeda pada setiap pasien, kurang lebihnya sebagai
berikut:
 Kantung 1,5% mengandung 80 kalori.
 Kantung 2,5% mengandung 14% kalori.
 Kantung 4,25% mengandung 230 kalori.
Nilai tersebut tergantung karateristik peritoneal, dan jumlah yang diresepkan oleh
dokter.
E. Permasalahan CAPD
Cara mengatasi masalah yang kemungkinan terjadi di rumah saat pemasangan CAPD:
a. Jika keluar cairan yang berwarna merah:
 Karena menstruasi –> akan hilang dengan sendirinya
 Karena mengangkat beban –> hindari mengangkat beban dan kunjungi unit
dialysis anda.
b. Jika cairan keluar berwarna kuning tua tetapi tidak keruh cairan berada di dalam
rongga peritoneum selama beberapa jam, contoh pergantiandi pagi hari–> tidak
perlu khawatir (jika berlanjut, kunjungi tempat dialysis). Efek samping yang dapat
terjadi antara lain:
 Sakit punggung (5%)
 Nyeri dada (5%)
 Sakit kepala (5%)
 Hipotensi (tekanan darah tiba-tiba turun drastis) (20%)
 Gatal di kulit (5%)
 Rasa kram di kaki (5 – 20%)
 Mual dan muntah (15%)
 Demam dan menggigil (jarang)
 Komplikasi berat yang jarang terjadi seperti: reaksi alergi (anaphylaksis) akut,
banyak sel-sel darah merah pecah (hemolisis), adanya gelembung udara (air
embolism) yang menyumbat pembuluh darah, kadar oksigen yang rendah
dalam darah (hipoksemia)
 Komplikasi jangka panjang seperti: anemia, infeksi, denyut jantung tidak
teratur (aritmia), penyakit jantung koroner, gizi kurang, kekurangan mineral
(degenerasi) tulang, kekurangan vitamin dan mineral.
F. Indikasi dan kontraindikasi penggunaan CAPD
 Indikasi:
a) Kelainan fungsi otak karena keracunan ureum (ensepalopati uremik)
b) Gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit misal: asidosis metabolik,
hiperkalemia dan hipercalsemia
c) Kelebihan cairan (volume overload) yang memasuki paru-paru sehingga
menimbulkan sesak nafas berat
d) Gejala-gejala keracunan ureum (uremic symptoms)
 Kontra indikasi CAPD :
a) Hilangnya fungsi membran peritoneum
b) Operasi berulang pada abdomen, kolostomi

G. Perawatan CAPD

Selama perawatan, larutan dialisat yang berfungsi sebagai pembersihan akan mengalir
melalui kateter ke dalam perut anda. Darah sedang dibersihkan di dalam tubuh anda
dengan lapisan perut anda yang di sebuat lapisan peritoneum yang berfungsi sebagai filter
alami. Zat-zat beracun dan cairan ekstra akan mengalir dari darah anda ke larutan dialisat
atau pembersihan. Setelah beberapa jam, anda perlu mengantikan larutan yang telah
dipakai dari dalam perut anda dan mengisi ulang dengan cairan dialisat yang baru dan
lakukan prosedur Peritoneal Dialisis (PD) seperti semula. Mengantikan cairan dialisat
yang telah digunakan dengan yang baru membutuhkan waktu sekitar setengah jam dan ini
disebut “pertukaran”.
Ada bentuk lain dari perawatan rumahan yang disebut ‘Continuous Cycling Peritoneal
Dialysis (CCPD / APD) (Dialisis Peritoneal Bersepeda Berkelanjutan). Ini dilakukan
pada malam hari dengan  menggunakan mesin yang membantu mengeringkan kerja kita
dan mesin tersebut dapat membatu untuk mengantikan cairan secara otomatis.
 Cara Perawatannya :

 Setiap kali hendak melakukan cuci darah, pasien gagal ginjal harus
menghubungkan kantong berisi cairan dialisat baru ke kateter dan menunggu
sampai cairan tersebut mengisi rongga perutnya.
 Cairan dialisat kemudian dibiarkan di dalam rongga perut selama beberapa jam.
Ketika darah melewati pembuluh darah di peritoneum, zat-zat sisa dari darah
tersebut akan diserap oleh cairan dialisat ini.
 Cairan dialisat yang sudah tercampur dengan zat-zat sisa akan dialirkan keluar
melalui perut ke kantong lain yang kosong.
 Proses ini harus dilakukan oleh pasien sekitar 4 kali per hari. Masing-masing proses
pertukaran cairan biasanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit.

Berikut adalah bagaimana perawatan ini bekerja dibandingkan dengan kerja ginjal yang
sehat:

GINJAL  PERITONEAL DIALISIS
SEHAT
Darah mengalir Dialisat mengalir ke rongga perut dan darah mengalir melalui
ke ginjal pembuluh-pembuluh kecil di ‘peritoneum’ (selaput perut).
Filter kecil yang Limbah masuk ke dialisat melalui peritoneum
disebut
‘nephron’
menarik limbah
Darah bersih Darah bersih mengalir keluar dari pembuluh di peritoneum.
mengalir keluar
dari ginjal
Cairan dan Cairan, limbah dan dialisat dikeringkan dari rongga perut
limbah keluar
tubuh melalui
air kencing
Terjadi 24 jam Biasanya terjadi pada malam hari di rumah pasien
per hari
H. Kelebihan dan kelemahan penggunaan CAPD
Kelebihan CAPD dibandingkan HD:
a. Dapat dilakukan sendiri di rumah atau tempat kerja
b. Pasien menjadi mandiri (independen), meningkatkan percaya diri
c. Simpel, dapat dilatih dalam periode 1-2 minggu.
d. Jadwal fleksibel, tidak tergantung penjadwalan rumah sakit sebagaimana HD
e. Pembuangan cairan dan racun lebih stabil
f. Diit dan intake cairan sedikit lebih bebas
g. Cocok bagi pasien yang mengalami gangguan jantung h. Pemeliharaan residual renal
function lebih baik pada 2-3 tahun pertama
Kelemahan CAPD :
a. Resiko infeksi: Peritonitis, Exit site, Tunnel
b. BB naik karena glukosa, pada cairan CAPD diabsorbsi
REFERENSI
Agarwal, R. & Weir, M.R. (2010). Dry-weight: A concept revisyed in an effort to avoid
medication-directed approaches for blood pressure control in hemodialysis patients. Clinical
Jurnal American Society of Nephrology, 5, 1255-60. Beiber, S.D. & Himmelfarb, J. ( 2013).
Hemodialysis. In: schrier’s disease of the kidney. 9th. Edition. Coffman, T.M., Falk, R.J.,
Molitoris, B.A., Neilson, E.C., Schrier, R.W. editors. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia: 2473-505.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). (2003). Penyakit Ginjal Kronik dan
Glomerulopati: Aspek Klinik dan Patologi Ginjal. Jakarta: PERNEFRI.
LAPORAN PENDAHULUAN MELAKUKAN PERAWATAN KLIEN HEMODIALISIS

A. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air,
natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi
permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses
difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma & Nurarif, 2012).
            Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis = pemisahan atau filtrasi.
Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun secara progresif ginjal tidak mampu
melaksanakan proses tersebut. Tetapi ini dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang
dilengkapi dengan membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisis dapat
dilakukan pada saar toksin atau zat beracun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan
permanen atau menyebabkan kematian (Mutaqin & Sari, 2011).
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah yang
terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin hemodialisis.
Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis
dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury)
yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler
(Daurgirdas et al., 2007).

B.Tujuan Hemodialisa
Tujuan dari hemodilisis adalah untuk memindahkan produk-produk limbah terakumulasi
dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialisis. Pada klien gagal ginjal kronik,
tindakan hemodialisis dapat menurunkan risiko kerusakan organ-organ vital lainnya akibat
akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan hemodialisis tidak menyembuhkan atau
mengembalikan fungsi ginjal secara permanen. Klien GGK biasanya harus menjalani terapi
dialiss sepanjang hidupnya (biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam
perkali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari,
2011).

C. Indikasi Hemodialisa
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD kronik.
Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan, Indikasi hemodialisis segera antara
lain (D87uaurgirdas et al.,  2007):
a.       Kegawatan ginjal
1) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
2) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
3) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
4) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5
mmol/l )
5) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
6) Uremia ( BUN >150 mg/dL)
7) Ensefalopati uremikum
8) Neuropati/miopati uremikum
9) Perikarditis uremikum
10) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L
11) Hipertermia

b.      Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.


c.       Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur hidup penderita
dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15
ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis
dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et
al., 2007):
1) GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
2) Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
3) adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
4) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
5) Komplikasi metabolik yang refrakter.

D.Prinsip Hemodialisis
Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi,
osmosis, dan ultrafiltrasi.
1)      Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di dalam
darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
2)      Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu perbedaan
osmolalitas dan dialisat.
3)      Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan hidrostatik
didalam darah dan dialisat.
Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air
yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan rendaman dialisat memerlukan
pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang dapat terjadi, misalnya:
emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau berlebihan (hipotensi, kram, muntah)
perembesan darah, kontaminasi, dan komplikasi terbentuknya pirau atau fistula (Mutaqin & Sari,
2011)
E.Pedoman Pengkajian Praprosedur Hemodilasis
Untuk memudahkan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pasien dengan
hemodialisis yang komprehensif, berikut adalah pedoman dalam melakukan pengkajian
keperawatan praprosedur hemodialisa.
1)      Pengkajian Anamnesis
a.       Kaji identitas klien
Rasional: memudahkan kelengkapan asuhan
b.      Kaji adanya progam dokter tentang pelaksanaan hemodilasis
Rasional: Sebagai peran kolaboratif untuk melaksanakan intervensi keperawatan yang sesuai
dengan progam dokter
c.       Kaji kondisi psikologis, mekanisme koping, dan adanya kecemasan praprosedur
Rasional: mekanisme koping maladktif terutama pada pasein yang pertama kali divonis untuk
cuci darah dapat memepengaruhi pelaksanaan. Peran perawat sangat penting untuk membantu
pasien dalam mencari mekanisme koping yang positif. Prosedu kecemasan merupakan hal yang
paling sering dialami pasien yang pertama kali dilakukan hemodilalisis. Peran perawat
memberikan dukungan dan penjelasan yang ringkas dan mudah dimengerti agar bisa
menurunkan kecemasan pasien.
d.      Kaji pengetahuan pasien tentang prosedur hemodialisis
Rasional: untuk menentukan tingkat koorperatif dan sebaga materi dasar untuk memberikan
penjelasan prosedur hemodialisis sesuai dengan tingkat pengetahuannya.
e.       Beri penjelasan prosedur pemasangan dan lakukan penandatangan informed consent
Rasional: hemodialisis dapat menimbulkan komplikasi. Klien perlu diberi penjelasan dan
menyatakan persetujuannya melalui surat pesetujuan tindakan.
f.       Kaji adanya riwayat dilakukan hemodialisis sebelumnya.
Rasional: untuk memantau reaksi pasca hemodialisis
g.      Kaji pemakaian obat-obatan sebelumnya
Rasional: klien yang meminum obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia,
antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat ini dalam darah
dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksis. Beberapa obat akan
dikeluarkan dari darah pada saat dialisis, oleh karena itu penyesuaian dosis oleh dokter mungkin
diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan protein tidak akan dikeluarkan selama dialisis.
Pengeluaran metabolit obat yang lain bergantung pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila
seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisinya harus dievaluasi dengan
cermat. Terapi antihipertensi yang sering merupakan bagian dari susunan terapi dialisis
meruapakan salah satu contih dimana komunikasi, pendidikan dan evalusasi dapat memberikan
hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai
contoh, jika obat antihipertensi diminum pada pagi hari yang sama dengan saat menjalani
hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah
rendah yang berbahaya.
2)      Pemeriksaan Fisik
a.       Timbang berat badan pasien
Rasional: sebagai pengukuran standar sebelum dilaksanakan hemodialisis. Berat badan akan
menurun pada saat prosedur selesai dilaksanakan.
b.      Periksa Tanda-tanda vital
Rasional: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis. Denyut nadi dan tekanan darah biasanya
diatas rentang normal. Kondisi ini harus diukur pada saat selesai prosedur dengan
membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur.
c.       Kaji adanya akses vakuler
Rasional: Pengkajian akses vaskular diperlukan dalam pengkajian praprosedur
a)      Subklavia dan femoralis
Rasional: akses segera kedalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat dicapai melalui
katerisasi subklavia untuk pemakaian sementara. Kateter dwi lumen atau multi lumen
dimasukkan ke dalam vena subklavia. Meskipun metode akses vaskular ini memiliki risiko
misalnya dapat menyebabkan cedera vaskuler seperti hematom, pneumothoraks, infeksi,
trombosis vena subklavia, dan aliran darah yang tidak adekuar. Namun metode tersebut biasanya
dapat digunakan selama beberapa minggu. Kateter femoralis dapat dimasukan ke dalam
pembuluh darah femoralis untuk pemakaian segera dan sementara. Kateter tersebut dikeluarkan
jika sudah tidak diperlukan karena kondisi pasein telah membaik, atau terdapat cara akses lain.
Oleh karena mayoritas pasien hemodialisis jangka panjang yang harus dirawat dirumah sakit
merupakan pasien dengan kegagalan akses sirkulasi yang permanen, maka salah satu prioritas
dalam perawatan pasien hemodilasis adalah perlindungan terhadap akses sirkulasi tersebut.
b)      Fistula arteri vena
Rasional: Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan yang biasanya dilakukan pada
lengan bawah dengan cara menghubungkan atau menyambung pembuluh arteri dengan vena
secara dihubungkan antar sisi atau dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah. Fistula
tersebutkan memerlukan waktu 4 hingga 6 minggu untuk menjadi matang sebelum siap
digunakan. Waktu ini diperlukan untuk memberikan kesempatan agar fistula pulih dn segmen
vena fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima jarum berlumen besar dengan
ukuran – 14 sampai – 16. Jarum ditusukan ke dalam pembuluh darah agar cukup aliran darah
yang akan mengalir melalui dialiser. Segmen arteri fistula digunakan untuk aliran darah arteri
dan segmen vena digunakan untuk memasukan kembali reinfus darah yang sudah didialisis.
Untuk menampung aliran darah ini, segmen arteri vena fistula tersebut harus lebih besar daripada
pembuluh darah normal. Pasien dianjurkan untuk melakukan latihan guna meningkatkan ukuran
pembuluh darah yaitu dengan meremas remas bola karet untuk melatih fistula yang dibuar
dilengan bawah sehingga pembuluh darah yang sudah lebar dapat menerima jarum berukuran
besar yang digunakand alam proses hemodialisis.
c)      Shunt/ Tandur
Rasional:  dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis, sebuah tandur
dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri atau vena dari sapi, materia; gore
tex (heterografi) atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila
pembuluh darah pasien tidak cocok untuk dijadikan fistula. Tandur biasanya dipasang pada
lengan bawah, lengan atas atau paha bagian atas. Pasien dengan sistem vaskular yang terganggu
seperti pasien diabetes, biasanya memerlukan pemasangan tandur sebelum menjalani
hemodialisis. Oleh karena tandur tersebut merupakan pembuluh darah artifisial, risiko infkesi
akan meningkat.
3)      Pengkajian Penunjang
a.       Kaji pemeriksaan laboratorium
Rasional: pemeriksaan lab menjadi parameter untuk dilakukan hemodialisis, meliputi Hb,
Hematokrit, kadar albumin, BUN, Kreatinin dan elektrolit.
b.      Konfirmasi pemeriksaan HbSag dan status HIV
Rasional: Preventif perawat dalam menjaga atau mempertahankan universa; precaution dan
mencegahan menular
c.       Kaji adanya peningkatan kadar SGOT/PT
Rasional: Menilai keterlibatan hati dengan melihat peningkatan enzim serum hati

F. Perawatan Hemodialisa
1)      Perawatan sebelum hemodialisis (Pra HD)
a.       Persiapan mesin :
-          Listrik                                            - air (sudah melalui pengolahan)
-          Saluran pembuangan                     - Dialyzer (ginjal buatan)
-          AV Blood line                              - AV Fistula/ Abocath
-          Infuse set                                      - Spuit 50cc, 5 cc
-          Insulin, Heparin Injeksi                 - Xylocain (anestesi local)
-          Nacl 0,90%                                   - Kain Kasa/ Gaas Steril
-          Persiapan peralatan & obat2         - Duk steril
-          Sarung tangan steril                      - Bak & mangkuk steril kecil
-          Klem, Plester                                 - Desinfektan (alkohol, betadin)
-          Gelas ukur                                     - Timbangan BB
-          Formulir Hemodialisis                   - Sirkulasi darah
b.      Langkah – langkah:
a)      Letakkan GB (ginjal buatan) pada holder dengan posisi merah diatas
b)      Hubungkan ujung putih pada ABL dengan GB ujung merah
c)      Hubungkan uung putih VBL dengan GB ujung biru, ujung biru VBL dihubungkan dengan
alat penampung/ matkan
d)     Letakkan posisi GB terbalik yaitu yang tanda merah dibawah, biru diatas
e)      Gantungkan NaCl 0,9% (2-3 Kolf)
f)       Pasang inus set pada kolf NaCl
g)      Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau tempat khusus
h)      Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL, 9untuk hubungan tekanan arteri,
tekanan vena, pemberian obat-obatan)
i)        Buka klem ujung dari ABL, VBL dan infus set
j)        Jalankan Qb dengan kecapatan kurang lebih dari 100 ml/m
k)      Udara yang ada dalam GB harus hilang sampai bebas udara degan cara menekan nekan
VBL
l)        Air trap/ bubble trap disisi 2/3 – ¾ bagian
m)    Setiap kolf NaCl sesudah/ hendak mengganti kolf baru Qb dimatikan
n)      Setelah udara dalam GB habis, hubungkan ujung ABL dengan ujung VBL, klem tetap
dilepas
o)      Masukan heparin dalam sirkulasi darah sebanyak 1500-2000 U
p)      Ganti kolf NaCl dengan baru yang telah diberi heparin 500 U dan klem infus dibuka
q)      Jalankan sirkulasi darah dan soaking (melembabkan GB) selama 10- 15 menit sebelum
dihubungkan dengan sirkulasi sistemik pasien
Catatan Istilah dalam kegiatan Hemodialisa Persiapan Sirkulasi:
o   Rinsing (Membilas GB + VBL + ABL)
o   Priming (Mengisi GB + VBL + ABL)
o   Soaking (Melembabkan GB)

Cara melembabkan GB yaitu dengan menghubungkan GB dengan sirkulasi dialisat. Bila


mempergunakan dialyzer reuse/ pemakaian GB ulang:
1. Buang formalin dari kompartemen darah dan kompartemen dialisat
2. Hubungkan dialyzer dengan selang dialisat biarkan kurang lebih 15 menit pada posisi rinse.
Test formalin dengan tablet clinitest:
Tampung cairan yang keluar dari dialyzer atau drain ambil 100 tts ( 1/ 2 cc) masukkan ke dalam
tabung gelas, masukan 1 cairan tablet clinitest ke dalam tabung gelas yang sudah berisi cairan.
Lihat reaksi:
Warna biru : - / negatif
Warna hijau : + / positif
Warna kuning : + / positif
Warna coklat : + / positif
Selanjutnya mengisis GB sesuai dengan cara mengisi GB baru.
o   Volume priming: darah yang berada dalam sirkulasi (ABL + GB + VBL)
Cara menghitung volume priming :
NaCl yang dipakai membilas dikurangi jumlah Nacl yang ada didalam mat kan (gelas
tampung/ukur). Contoh:
1. Nacl yang dipakai membilas 1000 cc
2. Nacl yang ada didalam mat kan : 750 cc
Jadi volume priming : 1000 cc – 750 cc = 250 cc
r)       Persiapan pasien: Persiapan mental, izin hemodialisis, persiapan fisik (timbang BB, Posisi,
Observasi Ku dan ukur TTV)

2)      Perawatan Selama Hemodialisis (Intra HD) Pasien


Sarana hubungan sirkulasi/ akses sirkulasi:
a.       Dengan internal A-V shunt / Fistula cimino
b.      Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan dan tangan
c.       Teknik aseptic + antiseptic: Betadine + acohol
d.      Anestesi local (lidocain, procain inj)
e.       Punksi vena. Dengan Av fistula no G. 14 s/d G. 16 abocath, fiksasi tutup dengan kasa steril
f.       Berikan bolus heparin inj (dosisi awal)
g.      Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril
h.      Dengn eksternal A-V shunt, desifektan, klem kanula arteri dan vena
i.        Bolus heparin inj (dosis awal)
j.        Tanpa 1 & 2 (femora, dll), desinfektan anestesi lokal
k.      Punksi outlet / vena salah satu vena yang besar biasanya dilengan
l.        Bolus heparin inj (dosis awal), fiksasi dan tutup kassa steril
m.    Punksi inlet (vena atau arteri femoralis), raba arteri femoralis, tekan arteri femoralis 0,5 – 1
cm ke arah medial vena femoralis
n.      Anestesi lokal (infiltrasi anestesi)
o.      Vena femoralis dipunksi setelah anestesi lokal 3 – 5 menit dan fiksasi, tutup kassa steril
3)      Memulai Hemodilasis
a.       Ujung ABL line dihubungkan dengan punksi inlet
b.      Ujung VBL line dihubungkan dengan punksi outlet
c.       Semua klem dibuka, kecuali klem infus set 100 ml/m, samoai sirkulasi darah terisi semua
d.      Jalankan pompa darah dengan Ob
e.       Pompa darah  (blood pump stop, sambungkan ujung dari VBL dengan punksi outlet
f.       Fiksasi ABL dan VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk bergerak)
g.      Cairan priming diampung digelas ukur dan jumlahnya dicatat (cairan dikeluarkan sesuai
kebutuhan)
h.      Jalankan pompa darah dengan Qb = 100 ml/m, setelah 15 menit bisa dinaikan sampai 300
ml/ m (dilihat dari keadaan pasien)
i.        Hubungkan selang-selang untuk monitor : venous pressure, arteri pressure, hidupkan air/
blood leak detector
j.        Pompa heparin dijalankan (dosis heparin sesuai keperluan). Heparin dilarutkan dengan
NaCl
k.      Ukur Td, Nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik/ lemah lakukan megukur TD,
nadi lebih sering
1.        Isi formulir HD antara lain: Nama, umur, BB, TD, N, S, P, Tipe GB, cairan priming yang
masuk, makan/ minum, keluhan selama HD, Masalah selama HD.
Cacatan:
a.       Permulaan HD posisi dialyzer terbalik setelah dialyzer bebas udara posisi kembalikan ke
posisi sebenarnya
b.      Pada waktu menghubungkan venous line dengan punksi outlet, udara harus diamankan
lebih dulu
c.       Semua sambungkan dikencangkan
d.      Tempat-tempat punksi harus sering dikontrol, untuk menghindari terjadi perdarahan dari
tempat punksi
Mesin:
Memprogam mesin hemodialisis:
a.       Qb: 200 – 300 ml/ m
b.      Qd : 300 – 500 ml/m
c.       Temperatur : 36 – 400 c
d.      TMP, UFR
e.       Heparinisasi
Dosis awal : 25 – 50 U/ kg BB
Dosis selanjutnya (maintance) = 500 – 1000 U/ kg BB
Cara memberikan:
a)      Kontinus
b)      Intermiten (biasa diberikan tiap 1 jam sampai 1 jam terakhir sebelum HD selesai

Heparin Umum:
Kontinius:
Dosis awal : ........ U
Dosis Selanjutnya: ........ U
Intermitten:
Dosis awal : ...... U
Dosis selanjutnya : ...... U
Heparinisasi Regional :
Dosis awal : ....... U
Dosis Selanjutnya : ..... U
Protamin : ....... U
Heparin : Protamin = 100 U : 1 mg
Heparin & Protamin dilarutkan dengan NaCl, hepain diberikan atau dipasang pada selang
sebelum dialyzer. Protamin diberikan atau dipasang pada selang sebelum masuk ke tubuh / VBL.

Heparinisasi Minimal:
Syarat – syarat:
Dialyzer Khusus (kalau ada)
Qb tingi ( 250 – 300 ml/ m)
Dosis Heparin : 500 U (pada sirkulasi darah)
Bilas dengan NaCl yang masuk harus dhitung
Banyaknya Nacl yang masuk harus dikeluarkan dari tubuh, bisa dimasukkan ke dalam progam
ultrafiltarsi
Catatan :
a.       Dosis awal: diberikan pada waktu punksi (sirkulasi sistem)
b.      Dosis selanjutnya: diberkan dengan sirkulasi ekstra korporeal
c.       Tekanan (+) , tekanan (-)
d.      Tekanan / Pressure:
o   Aterial pressure / tekanan arteri: banyaknya darah yang keluar dari tubuh
o   Venous pressure/  tekanan vena: lancar atau tidak darah yang masuk ke dalam.

4)      Pengamatan Observasi, Monitor Selama Hemodialisa


a.       Pasien: Keadaan umum, TTV, Perdarahan, tempat punksi inlet, outlet, keluhan /
komplikasi hemodialisis
b.      Mesin & Peralatan: Qb & Qd, temperature, koduktiviti, Pressure/ tekanan arterial &
venous, dialysate, UFR, Air leak & blood leak, heparinisasi, sirkulasi ekstra corporeal,
sambungan-sambungan
Catatan:
Obat menaikkan TD (Tu. Pend hipotensi berat): Efedrin 1 ampul + 10 cc aquadest kmd disuntik
2 ml/ IV
5)      Perawatan Sesudah Hemodialisis (Post HD)
Menghadiri HD:
Persiapan alat:
Kain kassa/ gaas sterl, plester, verband gulung, alkohol/ betadine, antibiotik powder
(Nebacetin/cicatrin), bantal pasir (1 – ½ kram): pada punksi femoral
Cara Bekerja:
a.       Menit sebeum hemodialisis berakhir Qb diturunkan sekitar 100cc/m UFR= 0
b.      Ukur TD, nadi
c.       Blood Pump Stop
d.      Ujung ABL diklem, jarum inlet dicabut, bekas punksi inlet ditekan dengan kassa steril yang
diberi betadine
e.       Hubungkan ujung ABL dengan indus set 50 – 100 cc, 100ml/m Nacl masuk
f.       Darah dimasukkan ke dalam tubuh dengan dorong dengan Nacl sambil Qb dijalankan
g.      Setelah darah masuk ke tubuh blood pump stop, ujun VBL diklem
h.      Jarum outlet dicabut, bekas punksi inlet & outlet ditekan dengan kassa steril yang diberi
betadine
i.        Bila perdarahan pada punksi sudah berhenti, bubuhi bekas punksi inlet dan outlet dengan
antibiotik powder, lalu tutup dengan kain kassa/ band aid lalu pasang verband
j.        Ukur TTV : TD, N, S, P
k.      Timbang BB (kalau memungkinkan)
l.        Isi Formulir Hemodialisis
Catatan:
a.       Cairan pendorong/ pembilas NaCl sesuai dengan kebutuhan kalau perlu didorong dengan
udara (harus hati-hati)
b.      Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit
c.       Bekas punksi femoral lebih lama, setelah peredarahn berhenti, ditekan kembali dengan
bantal pasir
d.      Bekas punksi arteri penekanan harus tepat, lebih lama
e.       Memakai teknik aseptik dan antiseptik

Scribner:
a.       Pakai sarung tangan
b.      Sebelum ABL & VBL dilepas dari kanula maka kanula arteri & kanula vena harus diklem
lebih dulu
c.       Kanula arteri & vena dibilas dengan Nacl yang diberi 250 U – 300 U heparin inj
d.      Kedua sisi kanula dihubungkan kembali dengan konektor
e.       Lepas klem pada kedua kanula
f.       Fiksasi
g.      Pasang balutan dengan sedikit kanula bisa dilihat dari luar untuk mengetahui ada bekuan
atau tidak
h.      Bila perdarahan pada pungsi sudah berhenti, bubuhi bekas punksi inlet & outlet dengan
antibiotik powder, lalu tutup dengan kain kassa/band aid lalu pasang verband
i.        Ukur TTV: TD, N, S, P
j.        Timbang BB
k.      Isi Formulir

Catatan:
a.       Cairan pendorong atau pembilas Nacl sesuai dengan kebutuhan. Kalau perlu didorong
dengan udar
b.      Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit
c.       Bekas pungsi femoral lebih lama, setelah perdaragan berhenti, ditekan kembali dengan
bantal pasir
d.      Memakai teknik aseptik dan antiseptik.
G.Komplikasi
Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari fungsi ginjal.
Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal kronik (PGK) stadium V atau gagal
ginjal kronik (GGK). Walaupun tindakan HD saat ini mengalami perkembangan yang cukup
pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani HD.
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani HD adalah gangguan
hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun dengan dilakukannya UF atau penarikan cairan
saat HD. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani H  reguler. Namun
sekitar 5-15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi
intradialitik atau intradialytic hypertension (HID) (Agarwal dan Light, 2010). Komplikasi HD
dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik (Daurgirdas et al., 2007).
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung.
Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit kepala, sakit
dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan
Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik
hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom
disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang,
hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).
komplikasi Kronik adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis
kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi dapat dilihat pada Tabel 2.4 di bawah ini (Bieber
dan Himmelfarb, 2013).
a.       Penyakit jantung
b.      Malnutrisi
c.       Hipertensi / volume excess
d.      Anemia
e.       Renal osteodystrophy
f.       Neurophaty
g.      Disfungsi reproduksi
h.      Komplikasi pada akses
i.        Gangguan perdarahan
j.        Infeksi
k.      Amiloidosis
l.        Acquired cystic kidney disease
DAFTAR PUSTAKA

Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schrier’s Disease of the Kidney. 9th
edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C., Schrier, R.W. editors.
Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473-505.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia. Lipincott
William & Wilkins.
Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
LAPORAN PENDAHULUAN IRIGASI BLEDDER

A. Pengertian Irigasi Bledder


Irigasi kandung kemih melalui kateter adalah pencucian kateter urine untuk
mempertahankan kepatenan kateter urine menetap dengan larutan steril yang diprogramkan oleh
dokter. Karena darah, pus, atau sedimen dapat terkumpul di dalam selang dan menyebabkan
distensi kandung kemih serta menyebabkan urine tetap berada di tempatnya. Ada dua metode
untuk irigasi kateter, yaitu :
1. Irigasi kandung kemih secara tertutup. Sistem ini memungkinkan seringnya irigasi
kontinu tanpa gangguan pada sistem kateter steril. Sistem ini paling sering digunakan
pada kalien yang menjalani bedah genitourinaria dan yang kateternya berisiko mengalami
penyumbatan oleh fragmen lendir dan bekuan darah.
2. Dengan membuka sistem drainase tertutup untuk menginstilasi irigasi kandung kemih.
Teknik ini menimbulkan resiko lebih besar untuk terjadinya infeksi. Namun, demikian
kateter ini diperlukan saat kateter kateter tersumbat dan kateter tidak ingin diganti
(misalnya : setelah pembedahan prostat).

Dokter dapat memprogramkan irigasi kandung kemih untuk klien yang mengalami
infeksi kandung kemih, yang larutannya terdiri dari antiseptik atau antibiotik untuk
membersihkan kandung kemih atau mengobati infeksi lokal. Kedua irigasi tersebut menerapkan
teknik asepsis steril (Potter & Perry, 2005). Dengan demikian Irigasi kandung kemih adalah
proses pencucian kandung kemih dengan aliran cairan yang telah di programkan oleh dokter.

B. Tujuan Irigasi Bledder


1. Untuk mempertahankan kepatenan kateter urine
2. Mencegah terjadinya distensi kandung kemih karena adanya penyumbatan kateter urine,
misalnya oleh darah dan pus
3. Untuk membersihkan kandung kemih
4. Untuk mengobati infeksi local.
C. Respon Klien Yang Membutuhkan Tindakan Segera
Respon :
1. Klien mengeluh nyeri atau spasme kandung kemih karena irigan terlalu dingin.
2. Ada darah atau bekuan darah dalam selang irigasi.
Tindakan :
1. Lambatkan atau hentikan irigasi kandung kemih
2. Memerlukan peningkatan kecepatan aliran (tujuan intervensi ini adalah mempertahankan
patensi kateter, sel darah mempunyai potensi menyumbat kateter).

D. Teknik Melakukan Irigasi Kandung Kemih


a. Perlengkapan
a. Sarung tangan bersih
b. Kateter retensi yang sudah terpasang
c. Selang dan kantong drainase (jika belum terpasang)
d. Klem selang drainase
e. Kapas antiseptic
f. Wadah steril
g. Larutan irigasi steril yang dihangatkan atau memiliki suhu rungan
b. Pelaksanaan
a. Jelaskan kepada klien tentang apa yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Berikan privasi klien
d. Pasang sarung tangan bersih
e. Kosongkan, ukur dan catat jumlah serta tampilan urine yang ada di dalam kantong
urine. Buang urine dan sarung tangan. Pengosongan kantong drainase memungkinkan
pengukuran haluaran urine yang lebih akurat setelah irigasi dilakukan atau selesai.
Pengkajian karakter urine memberikan data dasar untuk perbandingan selanjutnya.
f. Persiapkan perlengkapan.
g. Cuci tangan
h. Hubungkan selang infus irigasi dengan larutan irigasi dan bilas selang dengan larutan,
jaga agar ujungnya tetap steril. Membilas selang akan mengeluarkan udara sehingga
mencegah udara masuk ke dalam kandung kemih.
i. Pasang sarung tangan bersih dan bersihkan port irigasi dengan kapas antiseptic
j. Hubungkan selang irigasi ke port cairan pada kateter tiga cabang
k. Hubungkan kantong dan selang drainese ke port drainase urine jika belum
dihubungkan
l. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
m. Langkukan irigasi kandung kemih
n. Untuk irigasi kontinu, buka klem aliran pada selang drainase urine (jika ada). Hal ini
memungkinkan larutan irigasi mengalir keluar dari kandung kemih secara kontinu.
o. Buka klem pengatur pada selang irigasi dan atur kecepatan aliran sesuai dengan
program dokter atau atur kecepatan aliran sebanyak 40-60 tetes per menit jika
kecepatan aliran tidak ditentukan.
p. Kaji jumlah, warna dan kejernihan drainase, jumlah drainase harus sama dengan
jumlah cairan irigasi yang masuk ke kandung kemih ditambah dengan perkiraan
haluaran urine.
q. Untuk irigasi intermiten, tentukan apakah larutan perlu tetap di kandung kemih
selama waktu tertentu
r. Apabila larutan tetap berada di dalam kandung kemih (irigasi atau pemasukan cairan
ke kandung kemih), tutup klem aliran ke selang drainase urine. Menutup kliem aliran
memungkinkan larutan tetap di dalam kandung kemih dan bersentuhan dengan
dinding kandung kemih.
s. Apabila larutan sedang dimasukkan untuk mengirigasi kateter, buka klem aliran pada
selang drainase urine larutan irigasi akan mengalir melalui selang dan port drainase
urin, mengeluarkan mukosa atau bekuan darah.
t. Buka klem aliran pada selang irigasi agar sejumlah larutan yang telah diprogramkan
masuk ke dalam kandung kemih. Klem selang.
u. Setelah larutan dipertahankan selama waktu yang telah ditetapkan, buka klem aliran
pada selang drainase dan biarkan kandung kemih kosong.
v. Kaji jumlah warna dan kejernihan drainase. Jumlah drainase seharusnya sama dengan
jumlah cairan irigasi yang masuk ke kandung kemih ditambah dengan perkiraan
haluaran urin.
w. Kaji klien dan haluaran urine.
x. Kaji kenyamanan klien
y. Kosongkan kantong drainase dan ukur isinya.

Rasional langkah pelaksanaan :


1. Mendeteksi apakah kateter atau sistem drainase urine tidak berfungsi
2. Mengurangi transmisi mikroorganisme
3. Mencegah kehilangan larutan irigasi
4. Menghilangkan udara silang
5. Kateter tiga saluran atau konektor-Y memberikan cara untuk larutan irigasi masuk ke
kandung kemih. Sistem harus tetap steril.
6. Meyakinkan bahwa urine dan larutan irigasi akan mengalir dari kandung kemih
7. Cairan mengisi melalui kateter ke dalam kandung kemih, sistem pembilas. Cairan
mengalir ke luar setelah irigasi selesai.
8. Meyakinkan kontinuitas, meskipun irigasi sistem kateter. Mencegah akumulasi larutan di
kandung kemih yang dapat menyebabkan distensi kandung kemih dan kemungkinan
cedera
9. Mengurangi penyebaran mikroorganisme

Pelaksanaan :
1. Persiapan alat :
2. Sarung tangan
3. Penggaris
4. Alat tulis
5. Lembar dokumentasi
6. Persiapan perawat :
7. Memperkenalkan diri
8. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
9. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien
10. Persiapan lingkungan :
11. Ciptakan lingkungan yang nyaman
12. Menjaga privasi klien
13. Minta klien untuk berdiri (jika mampu), amati struktur rangka dan perhatikan adanya
kelainan dan deformitas
14. Amati adanya kontraktur dengan meminta klien untuk menggerakkan persendian
ekstremitas
15. Minta klien merentangkan kedua lengan ke depan, amati adanya tremor, ukuran otot
(atropi, hipertrofi) serta ukur lingkar ekstremitas (perbedaan > 1 cm dianggap bermakna)
16. Palasi otot unutuk memeriksa apakah ada kelainan otot
17. Sternokleidomastoideus : klien menengok ke salah satu sisi dengan melawan tahanan
tangan pemeriksa
18. Trapezius : letakkan kedua tangan pada bahu klien, minta klien menaikkan bahu melawan
tahanan tangan pemeriksa
19. Deltoideus : minta klien mengangkat kedua tangan dan melawan dorongan tangan
pemeriksa kea rah bawah
20. Otot panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi, minta klien
mengangkat salah satu tungkai, dorong tungkai ke bawah
21. Abduksi panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi, letakkan
kedua tangan pada permukaan lateral masing – masing lutut klien, minta klien
meregangkan kedua tungkai, melawan tahanan pemeriksa
22. Aduksi panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi, letakkan
tangan diantara kedua lutut klien, minta klien merapatkan kedua tungkai melawan
tahanan pemeriksa.
23. Palpasi otot untuk memeriksa apakah ada kelainan otot, kekuatan otot
24. Bisep : minta klien merentangkan kedua lengan dan mencoba menekuknya, pemeriksa
menahan lengan agar tetap ekstensi
25. Trisep : minta klien menekuk kedua lengan dan mencoba merentangkannya melawan
usaha pemeriksa untuk membuat lengan klien tetap fleksi
26. Otot pergelangan tangan dan jari – jari : minta klien meregangkan kelima jari dan
melawan usaha pemeriksa untuk mengumpulkan kelima jari
27. Kekuatan genggaman : minta klien menggenggam jari telunjuk dan jari tengah
pemeriksa, tarik kedua jari dari genggaman klien
28. Hamstring : posisikan klien telentang, kedua lutut ditekuk, minta klien meluruskan
tungkai melawan tahanan pemeriksa
29. Kuadrisep : posisikan klien telentang, lutut setengah ekstensi, klien menahan usaha
pemeriksa untuk memfleksikan lutut
30. Otot mata kaki dan kaki : minta klien melawan usaha pemeriksa untuk
mendorsofleksikan kakinya dan kembali melawan usaha pemeriksa untuk memfleksikan
kakinya
31. Palpasi tulang ekstremitas dan setiap persendian untuk menemukan area yang mengalami
edema atau nyeri tekan, bengkak, krepitasi dan nodul
32. Rapikan alat dank lien
33. Dokumentasikan hasil pemeriksaan
RESERENSI
B.B Purnomo. 2003. Dasar – Dasar Urologi. Malang : Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya.
Nursalam. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta :
Salemba Medika.
Berman, Audrey. Et al. 2009. Kozier : Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta :
EGC
MONITORING EVALUASI KESEIMBANGAN CAIRAN
A.DEFENISI
Keseimbangan cairan yaitu keseimbangan antara intake dan output. Dimana pemakaian
cairan pada orang dewasa antara 1.500ml-3.500ml/hari, biasanya pengaturan cairan tubuh
dilakukan dengan mekanisme haus. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui
makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan
elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung
satu dengan yang lainnya jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
B.TUJUAN
1) Mengidentifikasi data yang perlu dikaji
2) Menghitung kebutuhan cairan
3) Mengatur tetesan infus sesuai kebutuhan
4) Memantau keefektifan pemasukan cairan melalui intravena
5) Menghitung keluar cairan per jam

C.BAHAN DAN ALAT


1) Cairan (NaCl/Ka En 18/ Ka En 3B/ RL? Asering? Dekstrose 5%)
2) Set infus paediatric
3) Bengkok
4) Jam tangan dengan jarum detik
5) Abocath no.22 dan no.24
6) Stesoskop
7) Format inpt-output
8) Central venous catheter dan manometer
9) Mesin hitung darah
10) Alat analisa gas darah
11) Alat analisa kimia darah
12) Refractometer (mengukur urine spesifik gravity)

D. PROSEDUR PELAKSANA
1) Menentukan jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh klien terdiri dari :
 Air minum
 Air dalam makanan
 Air hasil oksidasi (metabolisme)
 Cairan intravena
2) Menentukan jumlah cairan yang keluar dari tubuh klien terdiri dari :
 Urine
 Insensible watel los (IWL), paiu dan kulit
 Keringat
 Feces
 Muntah
3) Menentukan keseimbangan cairan klien dengan rumus :
Intake-output

E. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


1) Rata-rata intake cairan perhari
 Air minum 1500-2500 ml
 Air dari makanan 750 ml
 Air hasil oksidasi (metabolisme) 200 ml

2) Rata-rata output cairan per hari


o Urine 1400-1500 ml
o IWL : Paru 350-400 ml

Kulit 350-400 ml
o Keringat 100 ml
o Feses 100-200 ml
3)Insensible water loss
 Dewasa 15 cc/kgBB/hai
 Anak 30-usia (tahun)cc/kgBB/hari
DAFTAR PUSTAKA
https://docplayer.info/72950127-Laporan-pendahuluan-pemenuhan-kebutuhan-dasar-
manusia-cairan-dan-elektrolit-oleh-muhamad-afifudin-s-kep-nim-b054.html
https://id.scribd.com/doc/205575686/Lp-Gg-Cairan-Elektrolit
https://id.scribd.com/doc/75912756/Laporan-Pendahuluan-Monitoring-Cairan

Anda mungkin juga menyukai