Anda di halaman 1dari 51

Laporan Pendahuluan

Sindrome Nefrotik

1. Definisi

Sindroma nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik


glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anarsarka, proteinuria massif
≥ 3,5 g/hari, hiperkolesterolemia dan lipiduria.

Pada proses awal atau SN ringan, untuk menegakkan diagnosis tidak semua
gejala ditemukan. Proteinuria massif merupakan tanda khas SN akan tetapi
pada SN berat yang disertai kadar albumin rendah, ekskresi protein dalam
urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai
komplikasi yang terjadi pada SN.

Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan


nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta
hormone tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya, SN dengan fungsi ginjal
normal kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal
tahap akhir (PGTA). Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan
menunjukkan respone yang baik terhadap terapi steroid akan tetapi sebagian
lain dapat berkembang menjadi kronik.

2. Etiologi

Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan GN sekunder akibat


infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease),
akibat obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik.

Glomerulonefritis Primer di bagi menjadi 5 jenis, yaitu :

a. Glumerulonefritis lesi minimal (GNLM)


b. Glomerulosklerosis fokal (GSF)

1
c. Glomerulonefritis membranosa (GNMN)
d. Glumerulonefritis membranoploriferatif (GNMP)
e. Glomerulonefritis proliperatif lainnya

Glomerulonefritis sekunder akibat infeksi seperti HIV, Hepatitis B dan C,


Tuberculosa. Sedangkan yang disebabkan oleh keganasan seperti
adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma, karsinoma ginjal. Yang
disebabkan oleh penyakit jaringan penghubung seperti lupus eritematosus
sistemik, dan rematik. Sedangkan yang dikarenakan efek obat dan toksin
seperti obat anti imflamasi non steroid, pinisilin, captopril, dan heroin. Yang
disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus, pre eklamsia

3. Patofisiologi

Perubahan patologis yang mendasari pada sindrom nefrotik adalah


proteinuria, yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dinding kapiler
glomerolus. Penyebab peningkatan permeabilitas ini tidak diketahui tetapi
dihubungkan dengan hilangnya glikoprotein bermuatan negatif pada dinding
kapiler.

Mekanisme timbulnya edema pada sindrom nefrotik disebabkan oleh


hipoalbumin akibat proteinuria. Hipoalbumin menyebabkan penurunan
tekanan onkotik plasma sehingga terjadi transudasi cairan dari kompartemen
intravaskulerke ruangan interstitial. Penurunan volum intravaskuler
menyebabkan penurunan perfusi renal sehingga mengaktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron yang selanjutnya menyebabkan reabsorpsi natrium di
tubulus distal ginjal. Penurunan volum intravaskuler juga menstimulasi
pelepasan hormon antidiuretik (ADH) yang akan meningkatkan reabsorpsi air
di tubulus kolektivus.

Mekanisme terjadinya peningkatan kolesterol dan trigliserida akibat 2faktor.


Pertama, hipoproteinemia menstimulasi sintesis protein di hati termasuk
lipoprotein. Kedua, katabolisme lemak terganggu sebagai akibat penurunan

2
kadar lipoprotein lipase plasma (enzim utama yang memecah lemak di
plasma darah).

3
Etiologi primer dan sekunder

Kerusakan glomerulus
Perubahan permeabilitas membran glomerulus
Penurunan laju filtrasi glomerulus
Protein terfiltrasi

Hipoalbuminemia Peningkatan sintesa protein di hati Penurunan sist. imun

Penurunan tekanan onkotik


Risiko tinggi infeksi
Peningkatan tekanan hidrostatik Pemecahan lemak & protein
Perpindahan cairan dari intrasel
Ke intertisial Peningkatan kolestrol darah Hiperlipidemia

Edema Penurunan
volume intravaskuler

Hipovolemia

Kelebihan volume Paru-paru Asites


Sekresi Renin
cairan tubuh
Efusi Pleura
Peningkatan Aldosteron
Penekanan pd tubuh terlalu dalam Menekan saraf vagus
Reabsobsi Na
Suplai nutrisi & O2 < Persepsi kenyang
Reabsobsi air
Hipoksia
Gangguan
Peningkatan volume plasma
pemenuhan Nutrisi
Iskemia
Peningkatan tekanan darah

4
Nekrosi Kelemahan
Beban jantung meningkat
Ekspa
Gangguan Mobilitas Fisik
nsi paru tdk adekuat

Gangguan integritas Perubahan perfusi Gangguan Pola Nafas


kulit jaringan / cerebral tidak efektif

5
4. Tanda dan Gejala

a. Proteinuria > 3,0 gr/24 jam


b. Hipoalbumin yang disebabkan karena peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma. Kadar albumin < 3 g/dl
c. Edema anasarka
d. Hiperlipidemia yang disebabkan karena penurunan enzim pemecah lemak
di plasma darah
e. Lipiduria

5. Penatalaksanaan Medis

a. Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap


penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi protenuria,
mengontrol edema dan mengobati komplikasi. Etiologi sekunder dari
sindrom nefrotik harus dicari dan diberi terapi, dan obat-obatan yang
menjadi penyebabnya disingkirkan.
b. Diuretik
Diuretik misalnya furosemid (dosis awal 20-40 mg/hari) atau golongan
tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic
(spironolakton) digunakan untuk mengobati edema dan hipertensi.
Penurunan berat badan tidak boleh melebihi 0,5 kg/hari.
c. Diet.
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari
karbohidrat. Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus
diberikan. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada pasien dengan
penyakit ginjal tertentu, asupan yang rendah protein adalah aman, dapat
mengurangi proteinuria dan memperlambat hilangnya fungsi ginjal,
mungkin dengan menurunkan tekanan intraglomerulus. Derajat
pembatasan protein yang akan dianjurkan pada pasien yang kekurangan

6
protein akibat sindrom nefrotik belum ditetapkan. Pembatasan asupan
protein 0,8-1,0 gr/ kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Tambahan
vitamin D dapat diberikan kalau pasien mengalami kekurangan vitamin
ini.
d. Terapiantikoagulan
Bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolisme , terapi antikoagulan
dengan heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang diperlukan untuk
mencapai waktu tromboplastin parsial (PTT) terapeutik mungkin
meningkat karena adanya penurunan jumlah antitrombin III. Setelah terapi
heparin intravena , antikoagulasi oral dengan warfarin dilanjutkan sampai
sindrom nefrotik dapat diatasi.
e. TerapiObat
Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian kortikosteroid
yaitu prednisone 1 – 1,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari selama 4 –
6 minggu. Kemudian dikurangi 5 mg/minggu sampai tercapai dosis
maintenance (5 – 10 mg) kemudian diberikan 5 mg selang sehari dan
dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila pada saat tapering off, keadaan
penderita memburuk kembali (timbul edema, protenuri), diberikan kembali
full dose selama 4 minggu kemudian tapering off kembali. Obat
kortikosteroid menjadi pilihan utama untuk menangani sindroma nefrotik
(prednisone, metil prednisone) terutama pada minimal glomerular lesion
(MGL), focal segmental glomerulosclerosis (FSG) dan sistemik lupus
glomerulonephritis. Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah digunakan
pada pasien dengan nefropati membranosa dan glomerulosklerosis fokal
untuk mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan dilatasi. Ini
menyebabkan vasokonstriksi ginjal, pengurangan tekanan intraglomerulus,
dan dalam banyak kasus penurunan proteinuria sampai 75 %.
Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone tidak ada respon,
kambuh yang berulang kali atau timbul efek samping kortikosteroid. Dapat
diberikan siklofosfamid 1,5 mg/kgBB/hari. Obat penurun lemak golongan

7
statin seperti simvastatin, pravastatin dan lovastatin dapat menurunkan
kolesterol LDL, trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL.
f. Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (Captopril 3 x 12,5 mg),
kalsium antagonis (Herbeser 180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat
enzim konversi angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors)
dan antagonis reseptor angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah dan
kombinasi keduanya mempunyai efek aditif dalam menurunkan
proteinuria.

6. Komplikasi

a. Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN. Kadar


kolesterol pada umumnya meningkat sedangkan trigliserida bervariasi dari
normal sampai sedikit tinggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan
oleh meningkatnya LDL (low density lipoprotein) yaitu sejenis lipoprotein
utama pengangkut kolesterol. Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan
oleh peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme hati.
Mekanisma hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan
sintesis lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya katabolisme.
b. Lipiduria sering ditemukan pada SN dan ditandai oleh akumulasi lipid
pada debris sel dan cast seperti badan lemak berbentuk oval (oval fat
bodies) dan fatty cast. Lipiduria lebih dikaitkan dengan protenuria
daripada dengan hiperlipidemia.
c. Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada SN akibat peningkatan
koagulasi intravascular. Pada SN akibat GNMP kecenderungan terjadinya
trombosis vena renalis cukup tinggi. Emboli paru dan trombosis vena
dalam sering dijumpai pada SN.
Terjadinya infeksi oleh kerana defek imunitas humoral, selular, dan
gangguan system komplemen. Oleh itu bacteria yang tidak berkapsul
seperti Haemophilus influenzae and Streptococcus pneumonia boleh
menyebabkan terjadinya infeksi. Penurunan IgG, IgA dan gamma globulin
sering ditemukan pada pasien SN oleh kerana sintesis yang menurun atau

8
katabolisme yang meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang
melalui urine.
Gagal ginjal akut disebabkan oleh hypovolemia. Oleh kerana cairan
berakumulasi di dalam jaringan tubuh, kurang sekali cairan di dalam
sirkulasi darah. Penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan ginjal tidak
dapat berfungsi dengan baik dan timbulnya nekrosis tubular akut.

7. Prognosis

Prognosis tergantung pada kausa sindrom nefrotik. Pada kasus anak,


prognosis adalah sangat baik kerana minimal change disease (MCD)
memberikan respon yang sangat baik pada terapi steroid dan tidak
menyebabkan terjadi gagal ginjal (chronic renal failure). Tetapi untuk
penyebab lain seperti focal segmental glomerulosclerosis (FSG) sering
menyebabkan terjadi end stage renal disease (ESRD). Faktor – faktor lain
yang memperberat lagi sindroma nefrotik adalah level protenuria, control
tekanan darah dan fungsi ginjal.

8. Manifestasi Klinik

1. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya


bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya
lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar
mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan
ekstermitas bawah.
2. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa.
3. Pucat Hematuri, azotemeia hipertensi ringan
4. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
5. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan
keletihan umumnya terjadi.
6. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
7. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang).

9
9. Pemeriksaan diagnostik
1. Uji urine
a. Protein urin – meningkat.
b. Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria.
c. Dipstick urin – positif untuk protein dan darah.
d. Berat jenis urin – meningkat

2. Uji darah
a. Albumin serum – menurun.
b. Kolesterol serum – meningkat.
c. Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi).
d. Laju endap darah (LED) – meningkat.
e. Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.

3. Uji diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin.

10
Konsep Dasar Keperawatan

A. Pengkajian

1. Keadaan Umum :
2. Riwayat :

Identitas anak : nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.


Riwayat kesehatan yang lalu : pernahkah sebelumnya klien sakit seperti
ini ?
Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami,
imunisasi, hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan.
Pola kebiasaan sehari-hari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola
istirahat tidur, aktivitas atau bermain, dan pola eleminasi.
3. Riwayat penyakit saat ini :
• Keluhan utama
• Alasan masuk rumah sakit
• Faktor pencetus
• Lamanya sakit
4. Pengkajian sistem
• Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada ( terkait
dengan edema ).
o Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada
tidaknya sianosis, diaphoresis.
o Sistem pernafasan : kaji pola bernafas, adakah wheezing atau
ronkhi, retraksi dada, cuping hidung.
o Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku (mood,
kemampuan intelektual, proses pikir), kaji pula fungsi sensori,
fungsi pergerakan dan fungsi pupil.

11
o Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya
hepatomegali / splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan
buang air besar.
o Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan
jumlahnya.

B. Diagnosa dan Rencana Keperawatan Sindrom Nefrotik

 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan


protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kelebiahn volume


cairan teratasi.volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil
penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine
adekuat 600 – 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Intervensi :

1. Catat intake dan output secara akurat. Rasional : Evaluasi


harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan.
2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ
urine. Rasional : Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi
indikator regimen terapi.
3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama.
Rasional : Estimasi penurunan edema tubuh.
4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah garam.
Rasional : Mencegah edema bertambah berat.
5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. Rasional : Pembatasan
protein bertujuan untuk meringankan beban kerja hepar dan
mencegah bertamabah rusaknya hemdinamik ginjal.

12
6. Berikan diuretik sesuai instruksi. Rasional : Menurunkan
Edema

 Gangguan perfusi jaringan renal berhubungan dengan


penurunan konsentrasi Hb di dalam darah, hipoksia jaringan
Tujuan : menunjukan keseimbangan cairan dengan kriteria evaluasi sesak
nafas teratasi, edema perifer tidak ada, kadar kreatinin dan ureum dalam
batas normal, kadar Hb dalam darah dalam batas normal.
Intervensi :

1. Observasi status hidrasi klien (misalnya : membran mukosa


lembab, keadekuatan nadi dan tekanan darah ) . Rasional :
Memberikan infirmasi tentang status keseimbangan cairan.
2. Pantau hasil laboratorium terutama peningkatan kreatinin dan
ureum. Rasional : Peningkatan kadar kreatinin dan ureum dapat
mengidentifikasikan penurunan fungsi ginjal.
3. Observasi TTV klien tiap 1 jam. Rasional : Untuk mengetahui
status kondisi terkini klien.
4. Kaji adanya edema. Rasional : Adanya edema merupakan tanda
kurangnya fungsi ginjal.
5. Pantau intake dan output cairan. Rasional : Dapat mengetahui
jumlah cairan yang masuk ke tubuh pasien

 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan suplai


nutrisi dan O2 yang kurang.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan gangguan perfusi jaringan serebral


dengan kriteria hasil tekanan darah dalam batas normal, klien
menunjukan konsentrasi dan komunikasi jelas, nilai GCS dalam batas
normal yaitu E 4 V 5 M 6

13
 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang
menurun.
Tujuan : Infeksi dapat teratasi dengan kriteria evaluasi suhu dalam batas
normal, nilai laboratorium dalam batas normal.
Intervensi :

1. Pantau suhu minimal setiap 4 jam sekali. Rasional :


Peningkatan suhu tubuh merupakan tanda awitan komplikasi dari
proses penyakit.
2. Pantau SDP (Sel Darah Putih). Rasional : Peningkatan SDP
total mengidentifikasikan adanya infeksi.
3. Gunakan teknik aseptik yang ketat pada setiap tindakan.
Rasional : Untuk menghindari transmisi atau penyebaran patogen.
4. Kolaborasi pemberian antibiotik. Rasional : Untuk
mencegah terjadinya infeksi yang lebih lanjut.

 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan : Tidak ada hambatan mobilitas fisik dibuktikan dengan kriteria
evaluasi kekuatan output dalam batas normal, TTV dalam batas normal.

Intervensi :

1. Lakukan latihan ROM pasif untuk sendi jika tidak merupakan


kontraindikasi minimal 2 kali sehari. Rasional : Tindakan ini
mencegah kontaktor sendi dan atropi.
2. Atur posisi pasien dengan memiringkan tubuhnya kekanan
dan kekiri setiap 2 jam. Rasional : Mencegah kerusakan kulit dengan
mengurangi tekanan.

14
3. Kaji tingkat fungsional klien dengan menggunakan skala
mobilitas. Rasional : Mempertahankan sendi pada posisi fungsional
dan mencegah deformitas muskulus skeletal .

 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perpindahan cairan


dari intra sel ke intratisial.

Tujuan : Ventilasi dan oksigen adekuat dengan kriteria evaluasi saturasi


oksigen dalam batas normal, klien tidak sesak, suara nafas normal,
pernafasan dalam batas normal, tidak terdapat sianosis.

Intervensi :

1. Observasi status neurologis. Rasional : dapat memberikan informasi


yang aktual tentang kondisi klien.
2. Observasi status pernafasan, peningkatan frekuensi, upaya nafas
atau perubahan pola nafas. Rasional : mengetahui secara dini
kebutuhan oksigen klien.
3. Kaji adanya bunyi nafas dan bunyi nafas tambahan . Rasional :
bunyi nafas abnormal mengindikasikan kekurangan oksigen.
4. Atur posisi klien semi fowler. Rasional : untuk memaksimalkan
ventilasi.
5. Lakukan pemeriksaan analisa gas darah. Rasional : menunjukan
status oksiegnisasi dan status asam basa.

15
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. W DENGAN SINDROM
NEFROTIK DI RUANG ICU ULIN BANJARMASIN

Tanggal Masuk : 19 November 2012

Ruangan : ICU

Pengkajian : 19 November 2012

No. RMK : 1. 02. 00. 45

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. W

Umur : 23 tahun

Suku/ Bangsa : Banjar/ Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Asam-asam

Status : Menikah

B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB

Nama : Tn. M

Umur : 25 tahun

Suku/ Bangsa : Banjar/ Indonesia

16
Agama : Islam

Pendidikan : D3

Pekerjaan : PNS

Alamat : Jl. Sawahan Pelaihari Tala

Status : Menikah

Hubungan dengan pasien : Saudara kandung

C. STATUS KESEHATAN

1. Keluhan Utama

Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami sesak nafas dan


bengkak ditangan dan kaki.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluarga pasien mengatakan sejak 6 bulan yang lalu setelah


melahirkan anak pertama dengan persalinan normal di bantu oleh
bidan sejak saat itu pasien sering mengeluh sesak nafas dan kaki dan
tangan bengkak. Pada tanggal 6 Oktober 2012 , pasien di rujuk ke
puskesmas pelehari tetapi kondisi pasien semakin parah oleh karena itu
pihak puskesmas menyarankan untuk merujuk ke Rumah Sakit Umum
Daerah Ulin Banjarmasin. Baru pada tanggal 19 November 2012
pasien di rujuk ke instalasi gawat darurat Ruamah sakit ulin
banjarmasin pasien dipasang NGT dan kateter lalu pasien di rujuk ke
ICU untuk mendapatkan pemantau yang ketat.

Sebelumnya pasien memilki riwayat penyakit asma yang mana pada


saat itu pasien hanya berobat dirumah dan bila gejala berlanjut pasien
hanya membawanya ke puskesmas.

3. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

17
Keluaraga pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit ini
sebelumnya dan pasien pernah mengalami hipotensi serta pasien
pernah menderita riwayat asma.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama dengan


pasien.

D. GENOGRAM

23 thn

Keterangan :

18
: laki-laki

: perempuan

: pasien

----------------- : tinggal serumah

E. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum: pasien terlihat lemah, terpasang O₂ dengan metode


Masker Non Reberating : 7 liter/menit, SPO2 : 75%

Kesadaran pasien: sopor

Tanda-tanda vital:

TD = 140/70 mmHg

N = 104 x/menit

R = 28 x/menit

T = 38,6°C

1. Pernafasan

Pola napas pasien tidak teratur, dengan jenis pernafasan kusmaul, suara
nafas pasien stridor, pasien mengalami sesak napas, terdapat cupping
hidung dan retraksi interkostal.

19
Masalah keperawatan : Pola nafas tidak efektif

2. Kardivaskular

Irama jantung pasien regular, tidak terdapat nyeri dada, bunyi jantung
normal, CRT lebih dari 3 detik, akral dingin kering, EKG terdapat
sinus tachikardi.

Masalah keperawatan : Pola nafas tidak efektif

3. Persarafan

Glaslow Coma Skala (GCS) pasien mata 1, verbal 1, motorik 4 dengan


total 6 dengan tidak adanya refleks patella, ada reflek triseps dan
biseps, budzinsky (-), kernig (-).

Masalah keperawatan : Perubahan perpusi cerebral

4. Perkemihan

Kebersihan alat kelamin bersih, urin berjumlah 700 cc/ hari warna
kuning keruh kecoklatan dan berbau amis. Pasien menggunakan alat
bantu berupa kateter. Kandung kemih tidak tampak membesar, tidak
terdapat nyeri tekan.

Masalah keperawatan : Perubahan perfusi jaringan renal

Kelebihan volume cairan tubuh

5. Pencernaan

20
Nafsu makan pasien menurun, terpasang NGT, pasien diberikan nutrisi
berupa cairan jenis nutrisol. Keadaan mulut terlihat bersih dengan
mukosa bibir kering, terdapat nyeri tekan di daerah epigastrium, bunyi
peristaltik usus 8 x/menit, pada eliminasi BAB sebanyak 1x / 21 jam
dengan frekuensi tidak teratur. Konsistensi feses berbau amis dengan
warna kuning campur darah.

6. Muskoluskeletal/ Integumen

Kemampuan persendian terbatas dengan kekuatan otot

1111 1111

1111 1111

, warna kulit sianotik dengan turgor kulit jelek > 3 detik dengan
pitting edema (+2)

+ +
+ +
. Ada luka dekubitus di daerah bokong sebelah kiri
dengan luas ± 2 cm.

Masalah keperawatan : Gangguan mobilitas fisik

Infeksi

7. Endokrin

Tidak ada pembesaran tiroid, pasien tidak mengalami hipoglikemia


dan hiperglikemia dan tidak terdapat luka ganggren.

8. Personal Hygiene

21
Pasien mandi selama di RS sebanyak 1x/ hari dengan cara diseka dan
ganti pakaian sebanyak 1x /hari.

9. Psiko-sosio-spiritual

Orang yang paling dekat dengan pasien adalah suami dan adik pasien,
pasien tidak terlihat beribadah selama di RS.

F. DATA PENUNJANG

Hasil Laboratorium tanggal 20 November 2012

HEMATOLOGI HASIL NILAI RUJUKAN


Hemoglobin 6,1 gr/ dl 12 – 16 gr/dl

Leukosit 27,4 ribu/ul 4,0 – 10,5 ribu/ul

Eritrosit 2,46 ribu/ul 3,9 – 5,5 juta/ul

Hematokrit 22,7 vol% 37 – 47 vol%

Trombosit 167 ribu/ul 150 – 450 ribu/ul

RDW-CV 17,6 % 11,5 – 14,7 %


MCV, MCH, MCHC HASIL NILAI RUJUKAN
MCV 92,1 fl 80 – 97 fl

MCH 24,8 pg 27 – 32 pg

22
MCHC 26,9 % 32 – 38 %
HITUNG JENIS HASIL NILAI RUJUKAN
Basofil 0,1% 0–1%

Eosinofil 0,1% 1–3%

Gram% 91,8% 50 – 70 %

Limfosit% 5,1% 25 – 40 %

Monosit% 2,9% 3–9%

Basofil# 0,03 ribu/ul < 1 ribu/ul

Eosinofil# 0,03 ribu/ul <3 ribu/ul

Gram# 25,4 ribu/ul 2,5 – 7 ribu/ul

Limfosit# 1,4 ribu/ul 1,25 – 4,0 ribu/ul

Monosit# 0,79 ribu/ul 0,3 – 1 ribu/ul

KIMIA DARAH HASIL NILAI RUJUKAN


Protein Total 5 6,2 – 8,0 g/dl

Albumin 2,5 3,5 – 5,5 g/dl

Ureum 120 10 – 50 mg/dl

Kreatinin 3,4 0,6 – 1,2 mg/dl

Hasil laboratorium tanggal 22 November 2012

HEMATOLOGI HASIL NILAI RUJUKAN


Hemoglobin 9,9 gr/ dl 12 – 16 gr/dl

Leukosit 47,4 ribu/ul 4,0 – 10,5 ribu/ul

23
Eritrosit 3,58 ribu/ul 3,9 – 5,5 juta/ul

Hematokrit 29,6 vol% 37 – 47 vol%

Trombosit 125 ribu/ul 150 – 450 ribu/ul

RDW-CV 17,4 % 11,5 – 14,7 %


MCV, MCH, MCHC HASIL NILAI RUJUKAN
MCV 82,7 fl 80 – 97 fl

MCH 27,7 pg 27 – 32 pg

MCHC 33,4 % 32 – 38 %
HITUNG JENIS HASIL NILAI RUJUKAN
Basofil 0,1% 0–1%

Eosinofil 0,1% 1–3%

Gram% 91,8% 50 – 70 %

Limfosit% 5,1% 25 – 40 %

Monosit% 2,9% 3–9%

Basofil# 0,03 ribu/ul < 1 ribu/ul

Eosinofil# 0,03 ribu/ul <3 ribu/ul

Gram# 25,4 ribu/ul 2,5 – 7 ribu/ul

Limfosit# 1,4 ribu/ul 1,25 – 4,0 ribu/ul

Monosit# 0,79 ribu/ul 0,3 – 1 ribu/ul

KIMIA DARAH HASIL NILAI RUJUKAN


Protein Total 5 6,2 – 8,0 g/dl

Albumin 2,9 3,5 – 5,5 g/dl

24
Ureum 120 10 – 50 mg/dl

Kreatinin 3,4 0,6 – 1,2 mg/dl

G. TERAPI

1. Injeksi metilprednisolone 3x ½

2. Ceftriaxone 2x1 gr (injeksi)

3. Lasix 1x20 mg (injeksi) jika TD (sistol) lebih dari 100 mmHg

4. Kalnex 3x1 (injeksi)

5. Injeksi gastrofer 2x1

6. Injeksi braint act 2 x150

7. Diet nutrisol 6x100 cc

8. Albumin 4 kapsul via NGT

9. Terpasang infus NaCl via infus pump 28 IV/ 24 jam

10. NGT dan DC terpasang

11. Masker Non Rebreting terpasang 7 Liter /menit

H. ANALISA DATA

DATA PROBLEM ETIOLOGI


DS :

DO: Pola nafas tidak efektif Perpindahan cairan dari


intrasel ke intertisial
1. Pasien tampak
menggunakan MNR
dengan konsentrasi 7
liter/menit

25
2. Pola nafas tidak tidak Penurunan volume
teratur jenis intravaskuler
pernafasan kausmaul
dengan suara nafas
stridor.
3. Respirasi sebesar 28 Ekspansi paru tidak
x/menit, retraksi adekuat
interkostal(+),
cupping hidung (+).
4. Saturasi oksigen
(SPO2) sebesar 75%

DS :

DO : Gangguan perfusi Edema


serebral
1. Pasien terlihat
menggunakan
Suplai nutrisi & O2
masker non
berkurang
rebriting dengan
konsentrasi 7 liter/
menit. Nekrosis
2. Saturasi oksigen
sebesar 75%
3. Kesadaran pasien
sopor
4. Tekanan darah
140/70 mmHg
5. Nilai GCS sebesar
E1M4V1
6. Respirasi sebesar
28x/menit

26
7. Nilai laboratorium;
Hb sebesar 6,1 gr/dl

DS:

DO: Gangguan perfusi Penurunan suplai nutrisi


Jaringan Renal dan O2
1. Tekanan darah
sebesar 140/70 mmHg
2. Nadi sebesar
104x/ menit
3. Albumin sebesar Hipoksia jaringan
2,5 gr/dl
4. Kreatinin sebesar
Oliguri
3,4 mg/dl
5. Ureum sebesar 120

27
mg/ dl
6. Hemoglobin
sebesar 6,1 gr/dl
7. Intake = 900cc /
24 jam

Output = 700cc / 24
jam

DS :

DO: Kelebihan volume Protein terfiltrasi


cairan
1. Urine 700cc/24 jam
2. Adanya oliguria
Hipoalbumin
3. Udem anasaka
dengan pitting
edema = +2 Edema
4. Respirasi sebanyak
28x/ menit
5. Bunyi nafas
kussmaul dengan
pola nafas stridor
6. Hasil lab. Ureum
120 dan Kreatinin
3,4
DS :

DO:

1. Suhu tubuh pasien Infeksi Penurunan laju


sebasar 38,6OC gromerulus
2. Adanya luka
dekubitus dengan
luas ± 2 cm Protein terfiltasi

3. Nadi sebesar 104

28
x/menit. Penurunan sistem imun
4. Respirasi sebesar
28 x/menit
5. Nilai laboratorium;
leukosit sebesar
27,4 ribu/ul,
monosit sebesar
2,9%, basofil
sebesar 0,1 %,
Eosinofil sebesar
0,1 %, Gram %
sebesar 91,8 %

DS :

29
DO :

1. Kesadaran sopor Gangguan Mobilitas Edema


2. Nilai GCS : E1M4V1 Fisik
dengan total 6
3. Irama pada EKG Kelemahan
adalah sinus
tachikardi
4. Nadi sebesar 104
x/menit
5. Pasien memerlukan
bantuan total untuk
memenuhi kebutuhan
nya
6. Pasien terpasang DC
dan NGT
7. Skala kekuatan otot
1111 1111

1111 1111

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perpindahan cairan dari


intrasel ke intertisial.

2. Gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan suplai nutrisi dan O2 yang


kurang.

3. Gangguan perfusi Jaringan Renal berhubungan dengan nekrosis jaringan

4. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan hipoalbumin

5. Infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun

6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan

30
J. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi 1. Observasi status neurologis. 1. Dapat memberikan informasi yang
berhubungan dengan selama 1 shift dinas, Ventilasi 2. Observasi status pernafasan, aktual tentang kondisi pasien
perpindahan cairan dari dan oksigen adekuat dengan peningkatan frekuensi, upaya 2. Mengetahui secara dini kebutuhan
intrasel ke intertisial. kriteria evaluasi : nafas atau perubahan pola oksigen pasien atau pasien
nafas. 3. Bunyi nafas obnormal
1. Saturasi oksigen dalam
3. Kaji adanya bunyi nafas dan mengindikasikan kekurangan oksigen
batas normal
bunyi nafas tambahan 4. Untuk memaksimalkan ventilasi
2. Pasien tidak sesak
4. Atur posisi pasien semi 5. Menunjukan status oksigenisasi dan
3. Suara nafas normal
fowler status asam-basa
4. Pernafasan dalam batas
5. Lakukan pemeriksaan analisa
normal
gas darah
5. Tidak terdapat sianosis
2. Gangguan perfusi serebral Setelah di lakukan intervensi 1. Monitor tanda-tanda vital 1. Memberikan informasi
berhubungan dengan selama 1 shift dinas, gangguan 2. Monitor status neurologis tentang kondisi pasien
penurunan suplai nutrisi perfusi jaringan serebral dapat 3. Atur posisi (semi fowler) 2. Mengetahui tingkat
dan O2 teratasi dengan kriteria hasil: 4. Lakukan rehabilitasi fisik kesadaran pasien
dan okupasi 3. Untuk mencegah terjadinya
1. Tekanan darah dalam batas
5. Pantau kadar hematokrit dan tekanan intra serebral

31
normal Hb 4. Untuk meningkatkan
2. Pasien menunjukan kemampuan pasien untuk berfungsi
konsentrasi dan secara mandiri
komunikasi jelas 5. Penurunan hematokrit dan
3. Nilai GCS dalam batas Hb mengindikasikan adanya iskemia
normal yaitu E4V5M6
3. Gangguan perfusi Jaringan Setelah dilakukan intervensi 1. Observasi status hidrasi 1. Memberikan informasi tentang status
Renal berhubungan selama 1 shift dinas,gangguan pasien (misalnya: membran keseimbangan cairan.
dengan nekrosis jaringan perfusi jaringan renal dapat mukosa lembab, keadekuatan 2. Peningkatan kadar creatinin dan
teratasi, dengan kriteria evaluasi nadi dan tekanan darah). ureum dapat mengidentifikasikan
: 2. Pantau hasil laboratorium penurunan fungsi ginjal.
terutama peningkatan 3. Untuk mengetahui status kondisi
1. Sesak nafas teratasi
creatinin dan ureum terkini pasien
2. Edema perifer tidak ada
3. Observasi TTV pasien tiap 1 4. Adanya edema merupakan tanda
3. Kadar creatinin dan
jam kurangnya fungsi ginjal
ureum dalam batas
4. Kaji adanya edema 5. Dapat mengetahui jumlah cairan
normal
5. Pantau intake dan output yang masuk ke tubuh pasien
4. Kadar Hb dalam darah,
cairan.
dalam batas normal

4. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan intervensi 1. Pertahankan catatan intake 1. Untuk menghindari dehidrasi atau
berhubungan dengan keperawatan selama 1 shift dan output yang akurat kelebihan cairan
hipoalbumin dinas, kelebihan volume cairan 2. Pasang urine kateter jika 2. Untuk memonitor intake dan output
dapat teratasi dengan kriteria diperlukan 3. Untuk menginformasikan tindakan

32
hasil : 3. Monitor hasil lab. Yang keperawatan yang tepat selanjutnya
sesuai dengan retensi cairan 4. Memberikan informasi tentang
1. Terbebas dari edema,
4. Monitor TTV kondisi pasien
efusi pleura, anasarka
5. Kaji lokasi dan luas edema 5. Untuk menentukan derajat kelebihan
2. Bunyi nafaas bersih,
6. Monitor masukan makanan/ volume cairan tubuh
tidak ada dispnea
cairan 6. Menghindari kelebihan cairan
3. Terbebas dari distensi
7. Berikan diuretik sesuai 7. Mengurangi kelebihan cairan tubuh
vena jugularis
instruksi
4. Memelihara tekanan
vena sentral kanan
kapiler paru
5. Output janung dan TTV
dalam batas normal
6. Terbebas dari kelelahan,
kecemasan dan bingung

5. Infeksi berhubungan Setelah dilakukan intervensi 1.Pantau suhu minimal setiap 1 1. Peningkatan suhu tubuh merupakan
dengan penurunan sistem selama 1 shift dinas, Infeksi jam sekali tanda awitan komplikasi dari
imun. dapat teratasi dengan kriteria prosees penyakit
2.Pantau SDP (sel darah putih).
evaluasi : 2. Peningkatan SDP total
3.Gunakan teknik aseptik yang mengidentifikasikan adanya infeksi.
1. Suhu dalam batas
ketat pada setiap tindakan. 3. Untuk menghindari transmisi atau
normal.
penyebaran pantogen
2. nilai laboratorium dalam 4.Kolaborasi pemberian
4. Untuk mencegah terjadinya infeksi
batas normal.

33
antibiotik (Ceftriaxone 2x1 yang lebih lanjut
gr)

6. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan intervensi 1. Lakukan latihan ROM pasif 1. Tindakan ini mencegah kontraktur
berhubungan dengan selama 8 jam hambatan untuk sendi jika tidak sendi dan atropi otot.
kelemahan mobilitas fisik dapat teratasi merupakan kontraindikasi 2. Mencegah kerusakan kulit dengan
dibuktikan dengan kriteria minimal 2x sehari. mengurangi tekanan
evaluasi : 2. Atur posisi pasien dengan 3. Mempertahankan sendi pada posisi
memiringkan tubuhnya fungsional dan mencegah deformitas
1. Kekuatan output dalam
kekanan dan kekiri setiap 2 musculuskletal.
batas normal
jam.
2. TD, kecepatan nadi,
3. Kaji tingkat fungsional
respirasi dalam batas
pasien dengan menggunakan
normal
skala mobilitas

34
K. IMPLEMENTASI DAN CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


Selasa / I 08.00 Wita S:

20 November 2012  Memberikan O2 via masker non O : Pasien tampak ada pernafasan cuping
rebreathing sebanyak 8 liter/ menit. hidung, pasien memakai O2 via MNR
 Mengobservasi status pernafasan didapat sebanyak 8 liter/menit, Respirasi 26
cuping hidung positif, retraksi interkostal x/menit, saturasi O2 79%.
positif, aspirasi sebanyak 26 x/ menit, nadi
A : Masalah belum teratasi
116 x/ menit, saturasi O2 79%,
P : Lanjutkan intervensi

35
09.00 Wita 1. Observasi status neurologis
2. Observasi status pernafasan, peningkatan
 Mengatur posisi semi fowler
frekuensi upaya nafas, perubahan pola
 Kolaborasi pemberian metilprednisolon 3x
nafas, kaji adanya bunyi nafas tambahan
½ dan pemberian kalnex 3x1 mg

17.00

 mengkaji kesadaran pasien yaitu kesadaran


pasien koma, GCS E1 M3 V1 skor total 5

21.00

 Tekanan Darah 146/72 Mmhg


 Kolaborasi pemberian :
Kalnex 3 x 1 mg

Brain act 2 x 150 mg

Gastrofer 2 x1mg

 Kesadaran coma
 Pemberian lasix 2 x 1 mg
II 08.00 Wita S:

 Kesadaran coma dengan GCS, E1 V1 M3 O : Kesadaran pasien coma, dengan nilai

36
dengan skor total 5 GCS : E1 V1 M3, hasil lab. Hematokrit
22,7 VOL%, dan hemoglobin 6,1 gr/dl

09.00 Wita A : Masalah belm teratasi

 Memberikan ROM pasif P : Lanjutkan intervensi

Hasil lab. Hematokrit sebesar 22,7 VOL %, Hb 1. Monitor TTV


61 gr/dl 2. Monitor status neurologis
3. Melakukan ROM pasif
Monitor hasil lab. Hematokrit dan
hemoglobin
III 08.00 Wita S :

 membran mukosa kering dengan intake O:membran mukosa kering, intake 900cc/24
900cc/ 24 jam, output 700cc/24 jam jam, output 700cc/24 jam, hasil lab. Ureum
 hasil lab. Ureum 120 mg/dl, kreatinin 120 dan kreatinin 3,4
3,4 mg/dl
A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi
09.00 Wita
1. Mengobservasi status hidrasi pasien
 kolaborasi pemberian injeksi Gastrofer 2 2. Mengobservasi TTV
x 1 mg 3. Memantau intake dan output
injeksi lasix 2x1000 mg 4. Pantau nilai lab ureum dan kreatinin

37
IV 08.00 Wita S:

 Memonitor intake sebesar 900cc / 24 jam O : intake 900cc/24 jam, output 700cc/24 jam,
 Output 300cc/ 24 jam TTV = TD: 146/72 mmhg, N : 116x/ menit,

 TTV = TD 146/72 mmhg R: 26 x/ menit, T: 38,5 0C, pitting edema

N 116x/ menit +2

R 26x/ menit A : Masalah belum tertasi

T 38,50C P : Lanjutkan intervensi

1. Monitor TTV
 Pitting edema +2
2. Kaji lokasi dan luas edem
3. Monitor masukan makanan dan cairan
09.00 Wita 4. Monitor hasil lab. (Ureum, kreatinin dan
hematokrit)
 TTV= TD : 136/ 78 mmhg
N : 112x/ menit

R : 27x/ menit

T : 38,20C

Kolaborasi pemberian lasix 2 x 1 gr


V 08.00 Wita S:

 memantau suhu tubuh dengan suhu O : suhu tubuh pasien sebesar 38,5 0C, hasil
38,50 C lab. Leukosit 27,4 ribu/Ul

38
 kolaborasi pemberian ceftriaxon 2 x 1 gr A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi
09.00 Wita
1. Pantau suhu tubuh pada saat 1 jam
 hasil lab. Leukosit sebesar 27,4 ribu/ Ul sekali
2. Pantau hasil lab. Leukosit
3. Kolaborasi pemberian ceftriaxson 2 x 1
gr

VI 08.00 Wita S:

 melakukan oral hygiene O : TTV : TD: 146/78 mmhg, N: 116 x/ menit,


 memberikan vit. Albimumin 4 kapsul R : 26 x/menit, T : 38,5 0C, Skala aktivitas
via NGT pasien, skala aktivitas 4 (dibantu total)

 memberikan Nutrisol 6 x 100 cc A : Masalah belum teratasi


 membantu dalam proses eliminasi
P : Lanjutkan intervensi

1. Lakukan latihan ROM pasif untuk


14.00
sendi jika tidak merupakan
 memberikan Nutrisol via NGT kontraindikasi minimal 2x sehari.
 mengatur posisi pasien miring kanan 2. Atur posisi pasien dengan
dan miring kiri memiringkan tubuhnya kekanan dan
kekiri setiap 2 jam.
3. Kaji tingkat fungsional pasien

39
Rabu I 08.00 Wita S:

21 November  Memberikan O2 via masker non O : Pasien tampak ada pernafasan cuping
2012 rebreathing sebanyak 8 liter/ menit. hidung, pasien memakai O2 via MNR
 Mengobservasi status pernafasan didapat sebanyak 8 liter/menit, nadi 112x/menit
cuping hidung positif, retraksi interkostal ,respirasi 25 x/menit, saturasi O2 76%.
positif, aspirasi sebanyak 25 x/ menit, nadi
A : Masalah belum teratasi
112 x/ menit, saturasi O2 76%,
P : Lanjutkan intervensi

09.00 Wita 1.Observasi status neurologis


2.Observasi status pernafasan,
 Mengatur posisi semi fowler peningkatan frekuensi upaya nafas,
 Kolaborasi pemberian metilprednisolon 3x perubahan pola nafas, kaji adanya
½ dan pemberian kalnex 3x1 mg bunyi nafas tambahan
17.00

 mengkaji kesadaran pasien yaitu kesadaran


pasien, GCS E1 M3 V1 skor total 5

40
21.00

 Tekanan Darah 136/78 MmHg


 Kolaborasi pemberian :
Kalnex 3 x 1 mg

Brain act 2 x 150 mg

Gastrofer 2 x1mg

 Kesadaran coma
Pemberian lasix 2 x 1 mg
II 08.00 Wita S:

 Kesadaran coma dengan GCS, E1 V1 M3 O : Kesadaran pasien coma, dengan nilai

dengan skor total 5 GCS : E1 V1 M3.

A : Masalah belm teratasi

09.00 Wita P : Lanjutkan intervensi

 Memberikan ROM pasif 1. Monitor TTV


2. Monitor status neurologis
3. Melakukan ROM pasif
4. Monitor hasil lab. Hematokrit dan
hemoglobin

41
III 08.00 Wita S:

 membran mukosa kering dengan intake O : membran mukosa kering, intake 900cc/24
900cc/ 24 jam, output 700cc/24 jam jam, output 700cc/24 jam,
09.00 Wita
A : Masalah belum teratasi
 kolaborasi pemberian injeksi Gastrofer 2
P : Lanjutkan intervensi
x 1 mg
1. Mengobservasi status hidrasi pasien
 injeksi lasix 2x1000 mg
2. Mengobservasi TTV
3. Memantau intake dan output
4. Pantau nilai lab ueum dan kreatinin
IV 08.00 Wita S:

 Memonitor intake sebesar 900cc / 24 jam O : intake 900cc/24 jam, output 700cc/24 jam,
 Output 720 cc/ 24 jam TTV = TD: 136/72 mmhg, N : 112x/ menit, R:

 TTV = TD 136/72 mmhg 25 x/ menit, T: 38,5 0C, pitting edema +2

N =112x/ menit A : Masalah belum tertasi

R= 25x/ menit P : Lanjutkan intervensi

T = 38,50C 1. Monitor TTV


2. Kaji lokasi dan luas edem
 Pitting edema +2
3. Monitor masukan makanan dan cairan
Monitor hasil lab. (Ureum, kreatinin dan
09.00 Wita hematokrit)

42
 TTV= TD : 136/ 78 mmhg
N : 112x/ menit

R : 27x/ menit

T : 38,50C

 Kolaborasi pemberian lasix 2 x 1 gr

V 08.00 Wita S:

 memantau suhu tubuh dengan suhu O : suhu tubuh pasien sebesar 38,5 0C,
38,50 C
A : Masalah belum teratasi
 kolaborasi pemberian ceftriaxon 2 x 1 gr
P : Lanjutkan intervensi

1. Pantau suhu tubuh pada saat 4 jam


sekali
2. Pantau hasil lab. Leukosit
3. Kolaborasi pemberian ceftriaxson 2 x 1
gr

VI 08.00 Wita S:

43
 melakukan oral hygiene O : TTV : TD: 146/78 mmhg, N: 116 x/ menit,
 memberikan vit. Albimumin 4 kapsul R : 26 x/menit, T : 38,5 0C, Skala aktivitas
via NGT pasien, skala aktivitas 4 (dibantu total)

 memberikan Nutrisol 6 x 100 cc A : Masalah belum teratasi


 membantu dalam proses eliminasi
P : Lanjutkan intervensi
14.00
1. Lakukan latihan ROM pasif untuk sendi
 memberikan Nutrisol via NGT
jika tidak merupakan kontraindikasi
 mengatur posisi pasien miring kanan
minimal 2x sehari.
dan miring kiri
2. Atur posisi pasien dengan memiringkan
tubuhnya kekanan dan kekiri setiap 2
jam.

44
Kamis, I 08.00 Wita S:

22 November 2012  Memberikan O2 via masker non O : Pasien tampak ada pernafasan cuping
rebreathing sebanyak 8 liter/ menit. hidung, pasien memakai O2 via MNR
 Mengobservasi status pernafasan didapat sebanyak 8 liter/menit, nadi 112 x/menit
cuping hidung positif, retraksi interkostal ,respirasi 28 x/menit, saturasi O2 68%.
positif, aspirasi sebanyak 28 x/ menit, nadi
A : Masalah belum teratasi
112 x/ menit, saturasi O2 68 %,
P : Lanjutkan intervensi

09.00 Wita 1. Observasi status neurologis


2. Observasi status pernafasan, peningkatan
 Mengatur posisi semi fowler frekuensi upaya nafas, perubahan pola
 Kolaborasi pemberian metilprednisolon 3x nafas, kaji adanya bunyi nafas tambahan.
½ dan pemberian kalnex 3x1 mg
17.00

 mengkaji kesadaran pasien yaitu kesadaran


pasien, GCS E1 M3 V1 skor total 5

45
21.00

 Tekanan Darah 137 /80 MmHg


 Kolaborasi pemberian :
Kalnex 3 x 1 mg

Brain act 2 x 150 mg

Gastrofer 2 x1mg

 Kesadaran coma
Pemberian lasix 2 x 1 mg
II 08.00 Wita S:

 Kesadaran coma dengan GCS, E1 V1 M3 O : Kesadaran pasien coma, dengan nilai

dengan skor total 5 GCS : E1 V1 M3.

A : Masalah belum teratasi

09.00 Wita P : Lanjutkan intervensi

 Memberikan ROM pasif 1. Monitor TTV


2. Monitor status neurologis
3. Melakukan ROM pasif
Monitor hasil lab. Hematokrit dan hemoglobin
III 08.00 Wita S:

 membran mukosa kering dengan intake O: membran mukosa kering, intake 900cc/24

46
900cc/ 24 jam, output 700cc/24 jam jam, output 700cc/24 jam,
09.00 Wita
A : Masalah belum teratasi
 kolaborasi pemberian injeksi Gastrofer 2
P : Lanjutkan intervensi
x 1 mg
 injeksi lasix 2x1000 mg 1. Mengobservasi status hidrasi pasien
2. Mengobservasi TTV
3. Memantau intake dan output
4. Pantau nilai lab ueum dan kreatinin

IV 08.00 Wita S:

 Memonitor intake sebesar 900cc / 24 jam O : intake 900cc/24 jam, output 700cc/24 jam,
 Output 760 cc/ 24 jam TTV = TD: 137/80 mmhg, N : 112x/ menit, R:

 TTV = TD 137/80 MmHg 25 x/ menit, T: 38,5 0C, pitting edema +2

N =112x/ menit A : Masalah belum tertasi

R= 25x/ menit P : Lanjutkan intervensi

T 38,50C 1. Monitor TTV


2. Kaji lokasi dan luas edem
 Pitting edema +2
3. Monitor masukan makanan dan cairan
Monitor hasil lab. (Ureum, kreatinin dan
09.00 Wita hematokrit)

 TTV= TD : 137/ 78 mmhg

47
N : 110x/ menit

R : 25x/ menit

T : 37,60C

 Kolaborasi pemberian lasix 2 x 1 gr


V 08.00 Wita S:

 memantau suhu tubuh dengan suhu O : suhu tubuh pasien sebesar 38,5 0C,
38,50 C
A : Masalah belum teratasi
 kolaborasi pemberian ceftriaxon 2 x1 gr
P : Lanjutkan intervensi

1. Pantau suhu tubuh pada saat 4 jam sekali


2. Pantau hasil lab. Leukosit
3. Kolaborasi pemberian ceftriaxson 2 x 1
gr
VI 08.00 Wita S:

 melakukan oral hygiene O : TTV : TD: 137/80mmhg, N: 112 x/ menit,


0
 memberikan vit. Albimumin 4 kapsul R : 28 x/menit, T : 38,5 C, Skala aktivitas
via NGT pasien, skala aktivitas 4 (dibantu total)

 memberikan Nutrisol 6 x 100 cc A : Masalah belum teratasi


 membantu dalam proses eliminasi
P : Lanjutkan intervensi
14.00
1. Lakukan latihan ROM pasif untuk sendi
 memberikan Nutrisol via NGT

48
 mengatur posisi pasien miring kanan jika tidak merupakan kontraindikasi
dan miring kiri minimal 2x sehari.
2. Atur posisi pasien dengan memiringkan
tubuhnya kekanan dan kekiri setiap 2
jam.
3. Kaji tingkat fungsional pasien dengan

49
Jum’at I –VI S:

23 November 2012 O : saturasi oksigen 0%, TD tidak teraba, arteri karotis tidak teraba, nadi tidak teraba, kesadaran
koma dengan nialai GCS E1M1V1, tidak ada refleks pupil.

A: Pasien meninggal dunia jam 09.00 Wita wita

P : intervensi dihentikan

Kronologi kejadian :

Pada jam 08.00 Wita saturasi oksigen pasien turun dengan nilai sebesar 24 %, pasien tampak
apneu dengan saturasi yang terus turun tekanan darah 70/40 MmHg, respirasi sebesar 3 x/menit,
nadi sekitar 40 x/menit, suhu 38,50C. Tindakan yang dilakukan pada saat itu dengan melakukan
beging dengan kecepatan 100 x/menit konsentrasi oksigen 100% hal it terus dilakukan sampai jam
08.55 wita setelah itu pada gambar di monitor menunjukan gambaran EKG asistol yang mana
sempat dilakukan tindakan RJP selama 5 menit dan di barengi dengan pemberian injeksi efinefrin
2 ampul. Jam 09.00 Wita pasien di diagnosa oleh dokter jaga sudah meninggal dunia.

50
51

Anda mungkin juga menyukai