Sindrome Nefrotik
1. Definisi
Pada proses awal atau SN ringan, untuk menegakkan diagnosis tidak semua
gejala ditemukan. Proteinuria massif merupakan tanda khas SN akan tetapi
pada SN berat yang disertai kadar albumin rendah, ekskresi protein dalam
urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai
komplikasi yang terjadi pada SN.
2. Etiologi
1
c. Glomerulonefritis membranosa (GNMN)
d. Glumerulonefritis membranoploriferatif (GNMP)
e. Glomerulonefritis proliperatif lainnya
3. Patofisiologi
2
kadar lipoprotein lipase plasma (enzim utama yang memecah lemak di
plasma darah).
3
Etiologi primer dan sekunder
Kerusakan glomerulus
Perubahan permeabilitas membran glomerulus
Penurunan laju filtrasi glomerulus
Protein terfiltrasi
Edema Penurunan
volume intravaskuler
Hipovolemia
4
Nekrosi Kelemahan
Beban jantung meningkat
Ekspa
Gangguan Mobilitas Fisik
nsi paru tdk adekuat
5
4. Tanda dan Gejala
5. Penatalaksanaan Medis
6
protein akibat sindrom nefrotik belum ditetapkan. Pembatasan asupan
protein 0,8-1,0 gr/ kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Tambahan
vitamin D dapat diberikan kalau pasien mengalami kekurangan vitamin
ini.
d. Terapiantikoagulan
Bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolisme , terapi antikoagulan
dengan heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang diperlukan untuk
mencapai waktu tromboplastin parsial (PTT) terapeutik mungkin
meningkat karena adanya penurunan jumlah antitrombin III. Setelah terapi
heparin intravena , antikoagulasi oral dengan warfarin dilanjutkan sampai
sindrom nefrotik dapat diatasi.
e. TerapiObat
Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian kortikosteroid
yaitu prednisone 1 – 1,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari selama 4 –
6 minggu. Kemudian dikurangi 5 mg/minggu sampai tercapai dosis
maintenance (5 – 10 mg) kemudian diberikan 5 mg selang sehari dan
dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila pada saat tapering off, keadaan
penderita memburuk kembali (timbul edema, protenuri), diberikan kembali
full dose selama 4 minggu kemudian tapering off kembali. Obat
kortikosteroid menjadi pilihan utama untuk menangani sindroma nefrotik
(prednisone, metil prednisone) terutama pada minimal glomerular lesion
(MGL), focal segmental glomerulosclerosis (FSG) dan sistemik lupus
glomerulonephritis. Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah digunakan
pada pasien dengan nefropati membranosa dan glomerulosklerosis fokal
untuk mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan dilatasi. Ini
menyebabkan vasokonstriksi ginjal, pengurangan tekanan intraglomerulus,
dan dalam banyak kasus penurunan proteinuria sampai 75 %.
Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone tidak ada respon,
kambuh yang berulang kali atau timbul efek samping kortikosteroid. Dapat
diberikan siklofosfamid 1,5 mg/kgBB/hari. Obat penurun lemak golongan
7
statin seperti simvastatin, pravastatin dan lovastatin dapat menurunkan
kolesterol LDL, trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL.
f. Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (Captopril 3 x 12,5 mg),
kalsium antagonis (Herbeser 180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat
enzim konversi angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors)
dan antagonis reseptor angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah dan
kombinasi keduanya mempunyai efek aditif dalam menurunkan
proteinuria.
6. Komplikasi
8
katabolisme yang meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang
melalui urine.
Gagal ginjal akut disebabkan oleh hypovolemia. Oleh kerana cairan
berakumulasi di dalam jaringan tubuh, kurang sekali cairan di dalam
sirkulasi darah. Penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan ginjal tidak
dapat berfungsi dengan baik dan timbulnya nekrosis tubular akut.
7. Prognosis
8. Manifestasi Klinik
9
9. Pemeriksaan diagnostik
1. Uji urine
a. Protein urin – meningkat.
b. Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria.
c. Dipstick urin – positif untuk protein dan darah.
d. Berat jenis urin – meningkat
2. Uji darah
a. Albumin serum – menurun.
b. Kolesterol serum – meningkat.
c. Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi).
d. Laju endap darah (LED) – meningkat.
e. Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
3. Uji diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin.
10
Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian
1. Keadaan Umum :
2. Riwayat :
11
o Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya
hepatomegali / splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan
buang air besar.
o Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan
jumlahnya.
12
6. Berikan diuretik sesuai instruksi. Rasional : Menurunkan
Edema
13
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang
menurun.
Tujuan : Infeksi dapat teratasi dengan kriteria evaluasi suhu dalam batas
normal, nilai laboratorium dalam batas normal.
Intervensi :
Intervensi :
14
3. Kaji tingkat fungsional klien dengan menggunakan skala
mobilitas. Rasional : Mempertahankan sendi pada posisi fungsional
dan mencegah deformitas muskulus skeletal .
Intervensi :
15
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. W DENGAN SINDROM
NEFROTIK DI RUANG ICU ULIN BANJARMASIN
Ruangan : ICU
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Umur : 23 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Menikah
Nama : Tn. M
Umur : 25 tahun
16
Agama : Islam
Pendidikan : D3
Pekerjaan : PNS
Status : Menikah
C. STATUS KESEHATAN
1. Keluhan Utama
17
Keluaraga pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit ini
sebelumnya dan pasien pernah mengalami hipotensi serta pasien
pernah menderita riwayat asma.
D. GENOGRAM
23 thn
Keterangan :
18
: laki-laki
: perempuan
: pasien
Tanda-tanda vital:
TD = 140/70 mmHg
N = 104 x/menit
R = 28 x/menit
T = 38,6°C
1. Pernafasan
Pola napas pasien tidak teratur, dengan jenis pernafasan kusmaul, suara
nafas pasien stridor, pasien mengalami sesak napas, terdapat cupping
hidung dan retraksi interkostal.
19
Masalah keperawatan : Pola nafas tidak efektif
2. Kardivaskular
Irama jantung pasien regular, tidak terdapat nyeri dada, bunyi jantung
normal, CRT lebih dari 3 detik, akral dingin kering, EKG terdapat
sinus tachikardi.
3. Persarafan
4. Perkemihan
Kebersihan alat kelamin bersih, urin berjumlah 700 cc/ hari warna
kuning keruh kecoklatan dan berbau amis. Pasien menggunakan alat
bantu berupa kateter. Kandung kemih tidak tampak membesar, tidak
terdapat nyeri tekan.
5. Pencernaan
20
Nafsu makan pasien menurun, terpasang NGT, pasien diberikan nutrisi
berupa cairan jenis nutrisol. Keadaan mulut terlihat bersih dengan
mukosa bibir kering, terdapat nyeri tekan di daerah epigastrium, bunyi
peristaltik usus 8 x/menit, pada eliminasi BAB sebanyak 1x / 21 jam
dengan frekuensi tidak teratur. Konsistensi feses berbau amis dengan
warna kuning campur darah.
6. Muskoluskeletal/ Integumen
1111 1111
1111 1111
, warna kulit sianotik dengan turgor kulit jelek > 3 detik dengan
pitting edema (+2)
+ +
+ +
. Ada luka dekubitus di daerah bokong sebelah kiri
dengan luas ± 2 cm.
Infeksi
7. Endokrin
8. Personal Hygiene
21
Pasien mandi selama di RS sebanyak 1x/ hari dengan cara diseka dan
ganti pakaian sebanyak 1x /hari.
9. Psiko-sosio-spiritual
Orang yang paling dekat dengan pasien adalah suami dan adik pasien,
pasien tidak terlihat beribadah selama di RS.
F. DATA PENUNJANG
MCH 24,8 pg 27 – 32 pg
22
MCHC 26,9 % 32 – 38 %
HITUNG JENIS HASIL NILAI RUJUKAN
Basofil 0,1% 0–1%
Gram% 91,8% 50 – 70 %
Limfosit% 5,1% 25 – 40 %
23
Eritrosit 3,58 ribu/ul 3,9 – 5,5 juta/ul
MCH 27,7 pg 27 – 32 pg
MCHC 33,4 % 32 – 38 %
HITUNG JENIS HASIL NILAI RUJUKAN
Basofil 0,1% 0–1%
Gram% 91,8% 50 – 70 %
Limfosit% 5,1% 25 – 40 %
24
Ureum 120 10 – 50 mg/dl
G. TERAPI
1. Injeksi metilprednisolone 3x ½
H. ANALISA DATA
25
2. Pola nafas tidak tidak Penurunan volume
teratur jenis intravaskuler
pernafasan kausmaul
dengan suara nafas
stridor.
3. Respirasi sebesar 28 Ekspansi paru tidak
x/menit, retraksi adekuat
interkostal(+),
cupping hidung (+).
4. Saturasi oksigen
(SPO2) sebesar 75%
DS :
26
7. Nilai laboratorium;
Hb sebesar 6,1 gr/dl
DS:
27
mg/ dl
6. Hemoglobin
sebesar 6,1 gr/dl
7. Intake = 900cc /
24 jam
Output = 700cc / 24
jam
DS :
DO:
28
x/menit. Penurunan sistem imun
4. Respirasi sebesar
28 x/menit
5. Nilai laboratorium;
leukosit sebesar
27,4 ribu/ul,
monosit sebesar
2,9%, basofil
sebesar 0,1 %,
Eosinofil sebesar
0,1 %, Gram %
sebesar 91,8 %
DS :
29
DO :
1111 1111
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
30
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
31
normal Hb 4. Untuk meningkatkan
2. Pasien menunjukan kemampuan pasien untuk berfungsi
konsentrasi dan secara mandiri
komunikasi jelas 5. Penurunan hematokrit dan
3. Nilai GCS dalam batas Hb mengindikasikan adanya iskemia
normal yaitu E4V5M6
3. Gangguan perfusi Jaringan Setelah dilakukan intervensi 1. Observasi status hidrasi 1. Memberikan informasi tentang status
Renal berhubungan selama 1 shift dinas,gangguan pasien (misalnya: membran keseimbangan cairan.
dengan nekrosis jaringan perfusi jaringan renal dapat mukosa lembab, keadekuatan 2. Peningkatan kadar creatinin dan
teratasi, dengan kriteria evaluasi nadi dan tekanan darah). ureum dapat mengidentifikasikan
: 2. Pantau hasil laboratorium penurunan fungsi ginjal.
terutama peningkatan 3. Untuk mengetahui status kondisi
1. Sesak nafas teratasi
creatinin dan ureum terkini pasien
2. Edema perifer tidak ada
3. Observasi TTV pasien tiap 1 4. Adanya edema merupakan tanda
3. Kadar creatinin dan
jam kurangnya fungsi ginjal
ureum dalam batas
4. Kaji adanya edema 5. Dapat mengetahui jumlah cairan
normal
5. Pantau intake dan output yang masuk ke tubuh pasien
4. Kadar Hb dalam darah,
cairan.
dalam batas normal
4. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan intervensi 1. Pertahankan catatan intake 1. Untuk menghindari dehidrasi atau
berhubungan dengan keperawatan selama 1 shift dan output yang akurat kelebihan cairan
hipoalbumin dinas, kelebihan volume cairan 2. Pasang urine kateter jika 2. Untuk memonitor intake dan output
dapat teratasi dengan kriteria diperlukan 3. Untuk menginformasikan tindakan
32
hasil : 3. Monitor hasil lab. Yang keperawatan yang tepat selanjutnya
sesuai dengan retensi cairan 4. Memberikan informasi tentang
1. Terbebas dari edema,
4. Monitor TTV kondisi pasien
efusi pleura, anasarka
5. Kaji lokasi dan luas edema 5. Untuk menentukan derajat kelebihan
2. Bunyi nafaas bersih,
6. Monitor masukan makanan/ volume cairan tubuh
tidak ada dispnea
cairan 6. Menghindari kelebihan cairan
3. Terbebas dari distensi
7. Berikan diuretik sesuai 7. Mengurangi kelebihan cairan tubuh
vena jugularis
instruksi
4. Memelihara tekanan
vena sentral kanan
kapiler paru
5. Output janung dan TTV
dalam batas normal
6. Terbebas dari kelelahan,
kecemasan dan bingung
5. Infeksi berhubungan Setelah dilakukan intervensi 1.Pantau suhu minimal setiap 1 1. Peningkatan suhu tubuh merupakan
dengan penurunan sistem selama 1 shift dinas, Infeksi jam sekali tanda awitan komplikasi dari
imun. dapat teratasi dengan kriteria prosees penyakit
2.Pantau SDP (sel darah putih).
evaluasi : 2. Peningkatan SDP total
3.Gunakan teknik aseptik yang mengidentifikasikan adanya infeksi.
1. Suhu dalam batas
ketat pada setiap tindakan. 3. Untuk menghindari transmisi atau
normal.
penyebaran pantogen
2. nilai laboratorium dalam 4.Kolaborasi pemberian
4. Untuk mencegah terjadinya infeksi
batas normal.
33
antibiotik (Ceftriaxone 2x1 yang lebih lanjut
gr)
6. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan intervensi 1. Lakukan latihan ROM pasif 1. Tindakan ini mencegah kontraktur
berhubungan dengan selama 8 jam hambatan untuk sendi jika tidak sendi dan atropi otot.
kelemahan mobilitas fisik dapat teratasi merupakan kontraindikasi 2. Mencegah kerusakan kulit dengan
dibuktikan dengan kriteria minimal 2x sehari. mengurangi tekanan
evaluasi : 2. Atur posisi pasien dengan 3. Mempertahankan sendi pada posisi
memiringkan tubuhnya fungsional dan mencegah deformitas
1. Kekuatan output dalam
kekanan dan kekiri setiap 2 musculuskletal.
batas normal
jam.
2. TD, kecepatan nadi,
3. Kaji tingkat fungsional
respirasi dalam batas
pasien dengan menggunakan
normal
skala mobilitas
34
K. IMPLEMENTASI DAN CATATAN PERKEMBANGAN
20 November 2012 Memberikan O2 via masker non O : Pasien tampak ada pernafasan cuping
rebreathing sebanyak 8 liter/ menit. hidung, pasien memakai O2 via MNR
Mengobservasi status pernafasan didapat sebanyak 8 liter/menit, Respirasi 26
cuping hidung positif, retraksi interkostal x/menit, saturasi O2 79%.
positif, aspirasi sebanyak 26 x/ menit, nadi
A : Masalah belum teratasi
116 x/ menit, saturasi O2 79%,
P : Lanjutkan intervensi
35
09.00 Wita 1. Observasi status neurologis
2. Observasi status pernafasan, peningkatan
Mengatur posisi semi fowler
frekuensi upaya nafas, perubahan pola
Kolaborasi pemberian metilprednisolon 3x
nafas, kaji adanya bunyi nafas tambahan
½ dan pemberian kalnex 3x1 mg
17.00
21.00
Gastrofer 2 x1mg
Kesadaran coma
Pemberian lasix 2 x 1 mg
II 08.00 Wita S:
36
dengan skor total 5 GCS : E1 V1 M3, hasil lab. Hematokrit
22,7 VOL%, dan hemoglobin 6,1 gr/dl
membran mukosa kering dengan intake O:membran mukosa kering, intake 900cc/24
900cc/ 24 jam, output 700cc/24 jam jam, output 700cc/24 jam, hasil lab. Ureum
hasil lab. Ureum 120 mg/dl, kreatinin 120 dan kreatinin 3,4
3,4 mg/dl
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
09.00 Wita
1. Mengobservasi status hidrasi pasien
kolaborasi pemberian injeksi Gastrofer 2 2. Mengobservasi TTV
x 1 mg 3. Memantau intake dan output
injeksi lasix 2x1000 mg 4. Pantau nilai lab ureum dan kreatinin
37
IV 08.00 Wita S:
Memonitor intake sebesar 900cc / 24 jam O : intake 900cc/24 jam, output 700cc/24 jam,
Output 300cc/ 24 jam TTV = TD: 146/72 mmhg, N : 116x/ menit,
N 116x/ menit +2
1. Monitor TTV
Pitting edema +2
2. Kaji lokasi dan luas edem
3. Monitor masukan makanan dan cairan
09.00 Wita 4. Monitor hasil lab. (Ureum, kreatinin dan
hematokrit)
TTV= TD : 136/ 78 mmhg
N : 112x/ menit
R : 27x/ menit
T : 38,20C
memantau suhu tubuh dengan suhu O : suhu tubuh pasien sebesar 38,5 0C, hasil
38,50 C lab. Leukosit 27,4 ribu/Ul
38
kolaborasi pemberian ceftriaxon 2 x 1 gr A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
09.00 Wita
1. Pantau suhu tubuh pada saat 1 jam
hasil lab. Leukosit sebesar 27,4 ribu/ Ul sekali
2. Pantau hasil lab. Leukosit
3. Kolaborasi pemberian ceftriaxson 2 x 1
gr
VI 08.00 Wita S:
39
Rabu I 08.00 Wita S:
21 November Memberikan O2 via masker non O : Pasien tampak ada pernafasan cuping
2012 rebreathing sebanyak 8 liter/ menit. hidung, pasien memakai O2 via MNR
Mengobservasi status pernafasan didapat sebanyak 8 liter/menit, nadi 112x/menit
cuping hidung positif, retraksi interkostal ,respirasi 25 x/menit, saturasi O2 76%.
positif, aspirasi sebanyak 25 x/ menit, nadi
A : Masalah belum teratasi
112 x/ menit, saturasi O2 76%,
P : Lanjutkan intervensi
40
21.00
Gastrofer 2 x1mg
Kesadaran coma
Pemberian lasix 2 x 1 mg
II 08.00 Wita S:
41
III 08.00 Wita S:
membran mukosa kering dengan intake O : membran mukosa kering, intake 900cc/24
900cc/ 24 jam, output 700cc/24 jam jam, output 700cc/24 jam,
09.00 Wita
A : Masalah belum teratasi
kolaborasi pemberian injeksi Gastrofer 2
P : Lanjutkan intervensi
x 1 mg
1. Mengobservasi status hidrasi pasien
injeksi lasix 2x1000 mg
2. Mengobservasi TTV
3. Memantau intake dan output
4. Pantau nilai lab ueum dan kreatinin
IV 08.00 Wita S:
Memonitor intake sebesar 900cc / 24 jam O : intake 900cc/24 jam, output 700cc/24 jam,
Output 720 cc/ 24 jam TTV = TD: 136/72 mmhg, N : 112x/ menit, R:
42
TTV= TD : 136/ 78 mmhg
N : 112x/ menit
R : 27x/ menit
T : 38,50C
V 08.00 Wita S:
memantau suhu tubuh dengan suhu O : suhu tubuh pasien sebesar 38,5 0C,
38,50 C
A : Masalah belum teratasi
kolaborasi pemberian ceftriaxon 2 x 1 gr
P : Lanjutkan intervensi
VI 08.00 Wita S:
43
melakukan oral hygiene O : TTV : TD: 146/78 mmhg, N: 116 x/ menit,
memberikan vit. Albimumin 4 kapsul R : 26 x/menit, T : 38,5 0C, Skala aktivitas
via NGT pasien, skala aktivitas 4 (dibantu total)
44
Kamis, I 08.00 Wita S:
22 November 2012 Memberikan O2 via masker non O : Pasien tampak ada pernafasan cuping
rebreathing sebanyak 8 liter/ menit. hidung, pasien memakai O2 via MNR
Mengobservasi status pernafasan didapat sebanyak 8 liter/menit, nadi 112 x/menit
cuping hidung positif, retraksi interkostal ,respirasi 28 x/menit, saturasi O2 68%.
positif, aspirasi sebanyak 28 x/ menit, nadi
A : Masalah belum teratasi
112 x/ menit, saturasi O2 68 %,
P : Lanjutkan intervensi
45
21.00
Gastrofer 2 x1mg
Kesadaran coma
Pemberian lasix 2 x 1 mg
II 08.00 Wita S:
membran mukosa kering dengan intake O: membran mukosa kering, intake 900cc/24
46
900cc/ 24 jam, output 700cc/24 jam jam, output 700cc/24 jam,
09.00 Wita
A : Masalah belum teratasi
kolaborasi pemberian injeksi Gastrofer 2
P : Lanjutkan intervensi
x 1 mg
injeksi lasix 2x1000 mg 1. Mengobservasi status hidrasi pasien
2. Mengobservasi TTV
3. Memantau intake dan output
4. Pantau nilai lab ueum dan kreatinin
IV 08.00 Wita S:
Memonitor intake sebesar 900cc / 24 jam O : intake 900cc/24 jam, output 700cc/24 jam,
Output 760 cc/ 24 jam TTV = TD: 137/80 mmhg, N : 112x/ menit, R:
47
N : 110x/ menit
R : 25x/ menit
T : 37,60C
memantau suhu tubuh dengan suhu O : suhu tubuh pasien sebesar 38,5 0C,
38,50 C
A : Masalah belum teratasi
kolaborasi pemberian ceftriaxon 2 x1 gr
P : Lanjutkan intervensi
48
mengatur posisi pasien miring kanan jika tidak merupakan kontraindikasi
dan miring kiri minimal 2x sehari.
2. Atur posisi pasien dengan memiringkan
tubuhnya kekanan dan kekiri setiap 2
jam.
3. Kaji tingkat fungsional pasien dengan
49
Jum’at I –VI S:
23 November 2012 O : saturasi oksigen 0%, TD tidak teraba, arteri karotis tidak teraba, nadi tidak teraba, kesadaran
koma dengan nialai GCS E1M1V1, tidak ada refleks pupil.
P : intervensi dihentikan
Kronologi kejadian :
Pada jam 08.00 Wita saturasi oksigen pasien turun dengan nilai sebesar 24 %, pasien tampak
apneu dengan saturasi yang terus turun tekanan darah 70/40 MmHg, respirasi sebesar 3 x/menit,
nadi sekitar 40 x/menit, suhu 38,50C. Tindakan yang dilakukan pada saat itu dengan melakukan
beging dengan kecepatan 100 x/menit konsentrasi oksigen 100% hal it terus dilakukan sampai jam
08.55 wita setelah itu pada gambar di monitor menunjukan gambaran EKG asistol yang mana
sempat dilakukan tindakan RJP selama 5 menit dan di barengi dengan pemberian injeksi efinefrin
2 ampul. Jam 09.00 Wita pasien di diagnosa oleh dokter jaga sudah meninggal dunia.
50
51