Anda di halaman 1dari 9

Apa Itu Peritoneal Dialysis?

Peritoneal Dialysis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang fungsinya sama
dengan hemodialisa, tetapi dengan metode yang berbeda. Peritoneal dyalisis adalah
metode cuci darah dengan bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut), jadi
darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin
dialysis.

Proses Peritoneal Dialysis

Dalam peritoneal dialysis dilakukan pergantian cairan setiap hari tanpa menimbulkan
rasa sakit. Proses mengeluarkan cairan tersebut dalam jangka waktu tertentu dan
kemudian menggantikannya dengan cairan baru. Proses ini terdiri dalam 3 langkah:

1. Mengeluarkan cairan, proses pengeluaran cairan dari rongga peritoneal


berlangsung dengan bantuan gaya gravitasi dan memerlukan waktu sekitar 20 menit.
2. Memasukan cairan, cairan dialysis ke dalam rongga peritoneal melalui kateter dan
memerlukan proses 10 menit.
3. Waktu tinggal, tahap cairan disimpan di dalam rongga peritoneal selama 4 samapi 6
jam (tergantung anjuran dari dokter). Pergantian cairan diulang setiap 4 atau 6 jam,
dengan maksud minimal 4 kali sehari, 7 hari dalam seminggu. Anda dapat melakukan
pergantian di mana saja seperti di rumah, tempat bekerja, atau di tempat lainnya yang
anda kunjungi, namun tempat-tempat tersebut harus memenuhi syarat agar terhindar
infeksi.

Pemilihan tempat yang baik untuk pergantian cairan memiliki beberapa kriteria :

1. Pastikan tempat tersebut : bersih, tidak ada hembusan agin (kipas angin, pintu /
jendela terbuka), dan memiliki penerangan yang baik.
2. Tidak diperkenankan adanya binatang disekitar saat pergantian cairan dan di
tempat penyimpanan peralatan anda.
3. Bebas gangguan dari luar.
Jenis Peritoneal Dialysis
1. APD (Automated Peritoneal Dialysis) / Dialysis Peritoneal Otomatis. Merupakan
bentuk terapi dialysis peritoneal yang baru dan dapat dilakukan di rumah, pada malam
hari sewaktu tidur dengan menggunakan mesin khusus yang sudah diprogram terlebih
dahulu. Mesin khusus ini dapat dibawa ke mana saja, dikarenakan mesin ini tidak bekerja
dengan daya gravitasi maka keharusan untuk menimbang dan menggantung kantung
cairan.
2. CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis) / Dialysis Peritoneal Mandiri
Berkesinambungan. Bedanya tidak menggunakan mesin khusus seperti APD. Dialysis
peritoneal diawali dengan memasukkan cairan dialisat (cairan khusus untuk dialysis) ke
dalam rongga perut melalui selang kateter, lalu dibiarkan selama 4-6 jam. Yang dimaksud
dengan kateter adalah selang plastik kecil (silikon) yang dimasukan ke dalam rongga
peritoneal melalui pembedahan sederhana, kateter ini berfungsi untuk mengalirkan cairan
dialysis peritoneal keluar dan masuk rongga peritoneum anda. Ketika dialisat berada di
dalam rongga perut, zat-zat racun dari dalam darah akan dibersihkan dan kelebihan
cairan tubuh akan ditarik ke dalam cairan dialisat.
Peralatan Peritoneal Dialysis
1. Ultrabag / twinbag sistem : Kateter, Konektor titanium, Short transfer set, Cairan
dialysis (ultra bag / twin bag system), Minicap, Outlet port clamps (untuk twin bag
system).
2. Sistem Ultraset / Easi-Y_system : Kateter, Konektor titanium, Short transfer
set, Cairan dialysis, Minicap, Outlet port Clamps (untuk sistem kantung kembar), Ultra set
/ Easi-Y set, Kantong drainase untuk Easi-Y system.
Fungsi Setiap Alat Peritoneal Dialysis

Kantung cairan dialysis


Kantung yang berisi cairan ini dimasukan ke dalam peritoneum dan akan membuang
produk sisa cairan yang berlebihan dari darah. Bagian depan kantung ini tertera
informasi yang sebaiknya dibaca terlebih dahulu sebelum digunakan, antara lain :
Pastikan konsentrat cairan dialysis yang digunakan sudah sesuai dengan ketentuan
(1.5%, 2.5% dan 4.25%).
Tanggal kadaluarsa, volume kantong.
Tidak mengalami kebocoran pada kantung.
Nomor kode produk.
Pastikan bagian ujung kantong masih dalam kondisi tetutup.
Pastikan cairan dalam kontong berwarna jernih.
Anda dapat menghangatkan kantung cairan dengan cara pemanasan kering, seperti :
bantal panas atau lampu pemanas. Hindari dengan pemanasan basah (merebus dengan
air), dikarenakan dapat menimbulkan pertumbuhan kuman.

Cara membuang cairan bekas pakai dapat dibuang di toilet dan kantungnya dapat
dibuang di tempat sampah, pastikan anda mencuci tangan dengan bersih setelah
mebuangnya.

Outlet port clamps


Klem yang terbuat dari plastik ini berwarna merah dan berfungsi untuk mencegah aliran
cairan pada setiap tahap yang berbeda pada waktu pertukaran cairan. Klem ini tidak
bersifat steril, pastikan dengan mencuci menggunakan air dan sabun, dan mengeringkan
dengan bersih dan disimpan dalam posisi terbuka.

Short transfer set


Sistem PD produksi baxter merupakan sistem tertutup yang bertujuan melindungi
rongga peritoneal.

Mini Cap disconnect cap


Penutup ini berfungsi melindungi ujung short transfer line dan memberikan keamanan
dan kemudahan bagi pasien. Sehingga patients line tetap tertutup dengan baik, dan
sistem tidak terkontaminasi. Mini cap ini bersifat steril dan di dalamnya terdapat busa
yang dibasahi povidone iodine.

Titanium connector
Berfungsi menghubungkan kateter dengan transfer line konektor ini terbuat dari bahan
yang ringan, kuat dan anti infeksi.

Kateter
Kateter dipasang bedasarkan keputusan anda dan dokter anda. Lebih baik dijadwalkan
waktu yang memadai untuk proses penyembuhan luka perut karena operasi pemasangan
kateter. Pemasangan kateter direkomendasikan untuk dikakukan pada saat klirens
kreatinin antara 5-10 ml/menit.
Kateter terletak di dalam lobang peritoneum sebagian besar berlubang. Lubang-lubang ini
berfungsi untuk mengalirkan cairan masuk ke dalam maupun keluar dari rongga
peritoneum. Biasanya kateter dilengkapi dengan manset fiksasi putih yang berfungsi
mempertahankan posisi kateter tetap berada di otot di antara kulit dan rongga selaput
perut (peritoneal). Tempat an,sebagian kateter muncul dari dalam perut disebut exit site.
Sesudah pemasangan, jika ditemukan sejumlah kecil cairan bening dan darah disekitar
exit site merupakan hal yang normal. Cairan tersebut akan hilang dengan sendirinya
dalam satu atau dua minggu seiring dengan sembuhnya exit site. Konektor titanium adalah
sejenis logam yang berfungsi sebagai penghubung antara kateter dengan transfer set.

Metode Pemasangan Kateter

1. Metode PERCUTANEUS, dilakukan oleh dokter spesialis ginjal, pada tempat


baring pasien dilakukan pembiusan lokal, kateter diarahkan ke dalam dan ditempatkan di
dalam rongga perut dengan menggunakan pemadu. Untuk metode ini pasien tidak
memerlukan rawat inap.
2. Metode BEDAH, dilakukan di ruangan operasi, pasien diharuskan menjalani rawat
inap, dapat dilakukan bius lokal maupun umum.
Perawatan kateter ditujukan agar tidak terjadi infeksi dalam waktu panjang dan
diperlukan perawatan pasca operasi yang sifatnya mencegah pertumbuhan bakteri pada
luka operasi maupun exit site. Perawatan ini berupa:
1. Mandi setiap hari tanpa membahasahi exit site maupun luka operasi yang belum
sembuh.
2. Melakukan pergantian cairan ditempat yang memenuhi syarat seperti yang
dijelaskan diatas.
3. Mempertahankan posisi kateter, dan tidak diperkenankan untuk menarik atau
memutar kateter, karena akan melukai exit site dan sering menyebabkan timbulnya
infeksi.
4. Menjaga exit site dan luka operasi anda tetap kering. Keduanya harus tetap kering
paling tidak 10 hari setelah pemasangan.
5. Menggunakan masker pada saat pergantian cairan, hal ini dimaksudkan agar
mencegah kuman dari hidung dan mulut anda masuk ke dalam kateter.
6. Cuci tangan sebaik mungkin menggunakan sabun dan keringkan dengan lap atau
handuk yang bersih. Mintalah cara mencuci tangan oleh perawat anda.
Cara Mengatasi Masalah Yang Kemungkinan Terjadi Di Rumah

1. Jika keluar cairan yang berwarna merah :


- karena menstruasi --> akan hilang dengan sendirinya
- karena mengangkat beban --> hindari mengangkat beban dan kunjungi unit dialysis
anda
2. Jika cairan keluar berwarna kuning tua tetapi tidak keruh :
cairan berada di dalam rongga peritoneum selama beberapa jam, contoh pergantian di
pagi hari
--> tidak perlu khawatir (jika berlanjut, kunjungi tempat dialysis).

Pola Makan Pengguna Terapi Peritoneal Dialysis

Pengguna terapi peritoneal dialysis memerlukan makanan berprotein tinggi guna melawan
infeksi. Dikarenakan sejumlah protein terbawa cairan dialisis pada saat cairan tersebut
dikeluarkan. Sehingga diperlukan protein lebih banyak guna menggantikan protein yang
hilang terbawa cairan dialysis. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan protein tidak
terserap oleh tubuh:
Semakin besar kandungan dextrose pada cairan dialysis (4,25%) semakin banyak
protein yang hilang.
Jika terjadi infeksi dapat menyebabkan kehilangan protein juga.
Selain memerlukan protein tinggi ada beberapa kandungan zat yang perlu di batasi,
dikarenakan ada sejumlah produk sisa di dalam darah yang tidak dapat terbuang dengan
sempurna selama dialysis peritoneal. Produk sisa tersebut adalah:

Fosfor
Ketika ginjal tidak dapat mengeluarkan kelebihan fosfor, maka fosfor akan menumpuk
pada tubuh anda. Dalam jangka waktu yang lama fosfor akan menyebabkan tulang lebih
rapuh dan mudah patah, fosfor banyak terdapat pada kacang-kacangan, ikan, dan produk
susu.

Kalium
Merupakan elektrolit yang dibutuhkan untuk fungsi syaraf dan otot yang baik. Ginjal
yang tidak berfungsi dengan baik akan sulit untuk membuang kelebihan kalium.
Kelebihan dan kekurangan dalam kalium dapat menyebabkan otot menjadi lemah dan
sering kram. Dan kadar kalium yang tinggi dapat membahayakan jantung. Perlu
diperhatikan dalam mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran hijau yang mengandung
kalium tinggi seperti pisang, jambu biji, pepaya, tomat, kentang dan kacang-kacangan.
Sebaiknya hindari garam diet dikarenakan mengandung kalium tinggi.

Natrium
Adalah elektrolit yang berperan dalam mengontrol cairan dan tekanan darah di dalam
tubuh. Saat ginjal tidak berfungsi, ginjal tidak dapat mengeluarkan natrium yang berlebih
sehingga tetap berada dalam jaringan bersama dengan air. Asupan natrium dan garam
yang tinggi menyebabkan tubuh menahan air dan tekanan darah menjadi tinggi. Dapat
diperhatikan jika mengkonsumsi makanan yang mengandung natrium (garam) akan
menimbulkan rasa haus sehingga akan sulit mengontrol jumah cairan yang diminum.
Makanan yang mengandung natrium tinggi sangat perlu dihindari, makanan ini berupa
makanan kaleng, fast food, kudapan yang asin, bumbu penyedap, kecap, dan keju. Untuk
menggantikan natrium dapat menggunakan bawang putih, bawang, lada, jeruk limau, dan
bumbu rempah lainnya. Hindari menggunakan garam diet / pengganti.

Kabohidrat
Pada saat menjalani terapi Dialysis peritoneal, tubuh menerima kalori secara normal dari
makanan yang dikonsumsi, ditambah dari cairan dialysis yang masuk ke dalam rongga
peritoneal mengandung glukosa sejenis gula. Jumlah kalori yang diserap setiap 2 liter
cairan berbeda pada setiap pasien, kurang lebihnya sebagai berikut:
kantung 1,5% mengandung 80 kalori.
kantung 2,5% mengandung 14% kalori.
kantung 4,25% mengandung 230 kalori.
Nilai tersebut tergantung karateristik peritoneal, dan jumlah yang diresepkan oleh
dokter.

PERITONEAL DIALISIS
DIALISIS PERITONEUM
Dialisis perotoneum adalah dialisis yang menggunakan membran peritoneum sebagai sarana
petukaran cairan dialisis; berbeda dengan hemodialisis yang melalui pembuluh darah. Tujuan
dialisis ialah mengeluarkan zat-zat toksik dari tubuh seperti ureum yang tinggi pada GGA atau
GGK, atau racun didalam tubuh dan lain sebagainya.

Indikasi
Dibedakan indikasi klinik dan biokimis

Indikasi Klinik:
1. Gagal ginjal:Akut, ditandai dengan oliguriamendadak dan gejala uremia. Kronik,
gunanya untuk menopang kehidupan selama pasien dalam pengawasan atau untuk rencana
transplantasi ginjal
2. Gagal jantung atau edema paru yang sukar diatasi.
3. Keracunan yang menimbulkan gagal ginjal atau gagngguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
4. Keracunan obat mendadak dan perlu mengeluarkan obat tersebut.
5. Gejala uremia mayor. Yang menunjukan adanya gagal ginjal akut/kronik yang telah
terminal dengan gejala: Muntah sering, kejang, disorientasi, somnolen sampai koma. Tanda
hidrasi berlebihan: edema paru, gagal jantung, hipertensi yang tidak terkendali. Perdarahan.
Indikasi Biokemis
1. Ureum darah lebi dari 250 mg%. Ureum sendiri tidak sangat toksik, tetapi diperlukan
pemeriksaan ureum secara teratur selama dialisis.
2. Kalium darah lebih dari 8 mEq/L. Peninggian kadar kalium darah lebih dari 8 mEq/L
dapat menimbulkan atetmia jantung yang fatal.
3. Bikarbonat darah kurang dari 12 mEq/L. Kadar bikarbonat darah yang rendah akan
merupakan peluang terjadinya asidosis metabolik. Kadar bikarbonat plasma yang rendah secara
klinik ditunj8ukan adanya pernafasan yang cepat dan dalam. Kontraindikasi mutlak pada
hakekatnya tidak ada, tetapi harus hati-hati terhadap kemungkinan adanya peritonitis lokal, fistel
atau kolostomi, penyakit abdomen, anastomosis pembuluh darah besar abdomen, perdarahan
yang sukar diatasi.
Dialisis dilakukan dokter di kamar yang aseptik.

Persiapan yang diperlukan


Persiapan cairan dialisis
Cairan untuk dialisis ada tersendiri adalahg dexterose yang berkadar 1,5%, 4,25% dan 7%.
Selain itu harus tersedia larutan KCL, larutan Natrium-Bikarbonat, Albumisol dan heparin 10
mg/ml. Untuk infus biasa diperlukan glukosa 5%-10%.
Alat-alat untuk tindakan dialisis
1. Set untuk dialisis (terdiri dari: Selang/kateter khusus yang telah dilengkapi denga klem.
Kateter tersebut dimasukan kedalam rongga peritoneum dan bagian sebelah luar salah satu
cabangnya dihubungkan dengan penampung urine (urine bag) atau kantong plastyikkhusus yang
ada skalanya dan cabang yang lain ke botol cairan.
2. Stylet atau bisturi kecil, trokar yang ssuai dengan ukuran kateter, pinset
3. Sarung tangan steril
4. Kasa dan kapas lidi steril
5. Arteri klem 2
6. Spuit 2 cc, 5 cc, 10 cc dan 20 cc
7. Desinfektan: yodium/betadin 10% alkohol 70%
8. Novocain 2%
9. Gunting, plester, pembalut
10. Pengukat tanan atau kaki
11. Bengkok
12. Kertas untuk catatan
13. Tempat pemanas cairan yang harus selalu terisi air panas (khusus bila ada untuk pemanas
cairan yang elektrik).
Persiapan pasien
Bila pasien masih sadar diberitahukan dan diberikan dorongan moril agar pasien tidak takut.
Satu jam sebelum dialisis dilaksanakan kulit pada permukaan perut sampai di daerah simpisis
dibersihkan dengan air dan sabun kemudian sesudahnya dikompres dengan alkohol 70% sampai
dialisis akan di mulai. Beritahukan pasien agar kompres tetap di tempatnya.
Pasien dipasang infus. Kandung kemih dikosongkan. Pasien disuruh berkemih atau dipasang
kateter. Pasang pengikat pada tangan dan kaki (sambil dibujuk dan ikatan jangan terlalu
kencang).

Pelaksanaan Dialisis
Setelah dokter berhasil melakukan pemasangan kateter dialisis, pangkal kateter
dihubungkan dengan selang pada kantong penampung cairan dialisis yang digantungkan pada
sisi tempat tudur (satu pipa dihubungkan dengan selang cairan dialisis). Pasang klem pada selang
pembuangan ini.
Setelah persiapan selesai buka klem yang dari botol cairan dialisis; memasukan cairan ini
berlangsung selama 15 menit untuk 1 botol cairan. Setelah cairan habis klem ditutup biarkan
cairan berada didalam rongga peritoneum selama 30 menit. Banyaknya cairan yang dimasukan
dimulai dari 30-40 ml/kg sampai maksimum 2 leter. Sesudah 30 menit
Buka klem yang ke pembuangan; cairan akan keluar dalam waktu 15 menit. Jika tidak
ancar berarti ada gangguan, dan banyaknya cairan yang keluar harus sebanding dengan yang
dimasukan.Pada uumnya kurang sedikit; tetapi jika trlalu banyak perbdaannya harus
memberitahukan dokter.
Bila cairan tidak kelur lagi,selangdi klem; masukn cairan dialisis dan selanjutnya
dilakukan seperti siklus pertam. Siklus ini dapat sampai 24-36 kali sesuai dengan hasil
pemeriksaan ureum. Ureum dikontrol setiap 3 jam selama dialisis berlangsung. Tesimeter
dipasang menetap dan diukur secara periodik (sesuai petunjuk dokter dan melihat perkembangan
pasiennya).
Selama dialisis biasanya pasin boleh minum; kadang-kadang juga makan. Untuk
mencegan sumbatan fibrin pada selang dialisis pada setip botol cairan dialisis ditambahkan 1.000
Unit Heparin. Biasanya dilakukan terutama pada permulaan dialisis.

Komplikasi dialisis
Komplikasi dialisis dapat terjadi disebabkan karena drainase, infeksi, syndrom di sekuilibrium
dialisis dan masalah yang timbul akibat komposisi cairan. Komplikasi tersebut adalah:
Nyeri abdomen berat.
Biula terjadi saat pengisian abdomen. Tindakannya selang segera di jepit (diklem), pasien
diubah posisinya misalnya didudukan. Jika tidak ada perbaikan kateter harus diperbaiki (oleh
dokter). Nyeri hebat mendadak mungkin disebabkan ruptur peritoneum.
Bila mengikuti drainase, isi kembali ke ruang abdomen dengan sebagian dialisat.
Penyumbatan drain.
Urut perut pasien dan ubah posisi pasien.
Manipulasi kateter atau suntikan 20 ml dialisat dengan kuat untuk membebaskan
sumbatan.
Bila gagal, pindahkan kateter pada posisi lain.
Berikan heparin pada dialisat untuk mengurangi pembekuan darah dan merendahkan
fibrin.
Kontrol dengan pemeriksaan sinar x.
Bila ada perdarahan intraperitoneum yang masuk ke dalam kateter, kontrol kadar
hematokit dialisat untuk menilai lama dan beratnya pendarahan.
Hipokalsemia; dicegah dengan menambahkan 3,5-4 mEq/L kalsium per liter dialisat.
Hidrasi berlebihan dapat diketahui dengan mengukur berat badan tiap 8 jam. Berat badan pasien
akan turun 0,5-1% setiap hari. Jika meninggi berikan dialisat dextrose 2-7 % atau ke dalam
cairan dialisat ditambahkan cairan dextrose 1,5% dan 7% berganti-ganti atau bersama-sama
dengan perbandingan 1:1.
Hipovolemia dapat diketahui denga mengukur tekanan darah dan mengawasi tanda-tanda
renjatan. Jika ada berikan albumin 5% secara intravena atau infus dengan NaCl 0,9%.
Hipokalemia ditentukan dengan cara mengukur kadar kalium darah dan mengawasi perubahan
EKG yang terjadi (gejalanya: perut kembung, nadi lemah).
Infeksi dicurigai bila cairan dialisat yang dikeluarkan keruh atau berwarna. Peritonitis terjadi
biasanya karena kuman gram negatif atau streptococus aures. Berikan antibiotik.
Hiperglikemi terjadi karena absorbsi glukosa dari dialisat. Bila kadar glukosa darah meningkat,
koreksi dengan memberikan insulin dengan dosis yang sesuai.
Hipoproteinemia timbul karena keluarnya protein dalam dialisat. Bila terjadi, tindakannya
diberikan albumin atau plasma.
Pneumoni dan atelektasis diberikan pengobatan baku.

Sindrom disekuilibrium dialisis lebih sering terjadi pada hemodialisis. Dapat terjadi selama
dialisis atau setelah 24 jam pertama yang ditandai oleh gejala kelemahan umum, mengantuk,
bingung. Lebih berat terdapat gejala tegang, hipertensi, berhentinya pernafasan dan denyut
jantung. Diduga patogenesisnyan karena meningginya osmolalitas cairan serebrospinal
dibandingkan dengan cairan eksrtaseluler. Perbedaan osmolalitas menyebabkan masuknya cairan
kedalam otak. Sindrom ini diatasi dengan pemberian glukosa hpertoik secara intravena dan
diharap dapat mengubah perbedaan osmolalitas hingga kembali normal.
Dapat terjadi, hiperglikemih nonketon sebagai akibat pengaruh osmosis glukosa yang
memasuki ruang ekstraseluler selama dialisis yang tidak dimetabolisme secara sempurna pada
saat uremia. Kadar glukosa dapat melampaui 500mg%. Untuk menurunkan kadar tersebut
diperlukan insulin. Jika menggunakan cairan yang 7% dapat terjadi dehidrasi ekstraseluyler dan
deplesi volume pembuluh darah yang menimbulkan renjatan.

Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadi komplikasi dan gagguan rasa aman
dan nyaman.
Risiko komplikasi
Pasien yang dilakukan dialisis adalah pasien yang sakit payah sedangkan dialisis merupakan
tindakan yang penuh resiko dengan berbagai komplikasi. Oleh karena itu pasien yang dilakukan
tindakan dialisis memerlukan pengawasan yang cermat. Untuk ini biasanya diperlukan 1-2
tenaga khusus yang selalu ada di tempat dialisis.
Adanya berbagai komplikasi dari sakit perut, perut kembung, kejang, renjatan sampai dengan
koma, maka pasien memerlukan pengawasan tanda-tanda pital setiap saat. Tekanan darah diukur
stiap jam, bila perlu lebih sering, oleh karena itu tensi meter dipasang tetap. Juga menghitung
nadi pernapasan serta suhu dilakukan lebih sering sesuai dengan keadaan pasien. Jika terjadi hal-
hal yang tidak semestinya pada pelaksanaan dialisis (yang memasukan dan mengeluarkan cairan
dialisa perawat) setelah dilakukan tindakan sesuai petunjuk dokter pada daftar dialisis supaya
segera menghubungi dokter. Pengawasan tanda-tanda vital dan gangguan yang terjadi selama
dialisis (bila ada) selalu dicatat dalam catatan khusus. Jumlah urine yang sebelum dibuang juga
dicatat. Perhatikan sesuai atau tidak. Obat-obatan diberikan sesuai petunjuk. Dan harus selslu
disediakan obat yang diperlukan sewaktu-waktu. Juga alat untuk EKG. Ureum dikontrol setiap 3
jam/6 jam sesuai petunjuk dokter atau melihat keadaan pasien. Berat badan ditimbang setiap 8
jam. Setelah dialisis selesai, luka ditutup denan kasa steril yang diolesi dengan salep antibiotik,
diplester kemudian pasien dipasang gurita.Selama 24 jam berikutnya, pasien diobservasi terus
karena komplikasi masih mungkin terjadi.
Gangguan rasa aman dan nyaman
Tindakan dialisis tentu merupakan hal yang menakutkan pasien, selain timbul rasa sakit juga
takut melihat alat-alatnya. Biasanya dialisis dilakukan diruangan khusus jika tidak di ICU. Oleh
karena itu jika pasien tidak payah atau koma perlu pendekatan yang baik. Berikan dorongan agar
tidak takut dan jelaskan mengapa perlu dilakukan dialisis. Untuk memberikan rasa aman
biasanya orang tua di izinkan menunggu. Selama dialisis pasien boleh makan dan minum, dan
keluarga boleh membantu memberikannya. Dengan adanya keluarga disisinya dan perhatian dari
perawatnya gangguan rasa aman dan nyaman dapat dikurangi

DAFTAR PUSTAKA
Blake, Wright, Waetchter, Anomalous Formation of the Genito Tract, Edisi VIII, USS. 1970.
diposting oleh Lutfi Parisi

Anda mungkin juga menyukai