Anda di halaman 1dari 6

MANAJEMEN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

KATETERISASI KANDUNG KEMIH DAN DRAIN SUPRAPUBIK


I Made Eka Santosa
PENANGANAN RETENSI URINE
Adalah hal penting bagi perawat untuk membedakan retensi dari oliguri dan anuri. Pada retensi urine,
ginjal memproduksi jumlah urine normal tetapi tidak bisa dikeluarkan dari kandung kemih. Kandung
kemih menjadi penuh dan membesar melebihi batas simpisis pubis. Perkusi terhadap kandung kemih
akan menghasilkan suara dull. Pasien akan merasa sangat tidak nyaman dan ingin segera berkemih.
Intervensi keperawatan dapat dilakukan untuk mengatasi retensi tersebut. Jaga privacy, berikan
tempat tidur yang hangat, dan posisikan pasien pada posisi normal atau berdiri, gunakan prinsip
gravitasi dan peningkatan tekanan intraabdominal untuk mengatasi problem tersebut. Buat suasana
yang dapat memberikan suggesti pada pasien untuk berkemih misalnya dengan memperdengarkan
suara air mengalir baik secara langsung ataupun dengan menggunakan tape recorder. Berendam air
hangat atau kompres hangat pada perut dapat merelaksasikan otot-otot berkemih. Dilatasi anal
dengan jari telunjuk kadang dapat merangsang mikturisi. Jika pasien merasa tegang dan cemas,
gunakan tehnik distraksi.
TUJUAN KATETERISASI
Jika tindakan-tindakan tersebut tidak berhasil maka dilaksanakan kateterisasi. Kateter ini bisa
dipasang dalam jangka waktu lama maupun singkat. Jika digunakan dalam jangka waktu lama maka
akan dilengkapi dengan urine bag. Adapun tujuan dari drainase urine dengan kateter adalah sbb :
1. Meringankan sementara obstruksi anatomis atau fisiologis
2. Memberikan kesempatan penyembuhan dari berbagai bagian dari sistem urinaria setelah bedah
3. Memungkinkan pengukuran output urine pada pasien gawat
4. Menolong ketidak mampuan berkemih
5. Dapat berkemih dengan lancar
6. Dapat mencegah retensi urine pada orang tertentu dengan gangguan fungsi kandung kemih
neurogenik
7. Memungkinkan dilakukannya irigasi yang bisa mencegah obstruksi saluran kemih
TIPE-TIPE KATETER
Mengembalikan kelancaran aliran kemih adalah merupakan tujuan yang segera harus terpenuhi. Tipe
kateter yang dipakai ada beberapa jenis antara lain :
1. Robinson kateter intermitten dan mudah memasukkannya
2. Caude prostat hipertrofi (mencegah trauma pada kelenjar prostat)
3. Cateter folley untuk pemasangan kateter dalam jangka waktu lama
4. Cateter whistle-tip filiformis untuk striktur uretra.
Gambar :

Kateter folley paling banyak dipakai karena mudah dipasang untuk jangka waktu lama guna drainase
terus menerus. Kateter ini berlumen dua yang dilengkapi balon pada ujung distal. Balon
dikembangkan dengan NaCl atau Aqua steril setelah masuk sampai ke kandung kemih. Pemasangan
dauer (kateter yang dipasang terus menerus) harus betul-betul erat guna mencegah terlepasnya
kateter. Mengeratkan yang baik dapat mencegah tarikan yang tidak sengaja sehingga terjadi cedera
pada kandung kemih atau uretra. Juga untuk mencegah kateter keluar masuk uretra yang
memungkinkan infeksi dan iritasi.
Kantong urine yang dipakai ada dua jenis yaitu yang dipasang di tempat tidur dan yang dipasang
pada kaki. Pada urine bag yang dipasang pada kaki, jangan difiksasi terlalu erat karena akan
menimbulkan iritasi pada kulit. Sebelum pemasangan, harus dikaji apakah pasien mempunyai alergi
terhadap lateks.
PENGELOLAAN KATETERISASI
Karena kateter merupakan benda asing yang masuk ke dalam tubuh maka kemungkinan infeksi harus
dihindari. Penyebab infeksi pada saluran kemih umumnya adalah kuman E Coli, Proteus, Klibsiella,
Aerobacter, Pseudomonas Aeruginosa, Streptococcus, Staphylococcus, Providencia, dan Serratia
Marcescens. Mikroorganisme ini bisa masuk kedalam sistem drainase urine jika sistem ini terbuka
oleh berbagai sebab.
Untuk itu perlu dipahami prinsip-prinsip dalam pengelolaan sistem drainase sbb :
Kegiatan
Rasional
Jangan melepaskan sambungan kateter, kecuali Mencegah masuknya bakteri
bila akan dibilas
Mengambil urine untuk pemeriksaan ditusuk Mempertahankan bagian yang tertutup dan
dengan jarum suntik, pipa yang akan ditusuk mencegah masuknya kuman
bersihkan dulu dengan alkohol atau providoneiodine
Jangan
sekali-kali
meninggikan
kantong Mencegah urine dari kantong msuk kembali ke
penampung urine lebih tinggi dari rongga yang kandung kemih, tersedia juga kantong yang
sedang di darinase, eratkan kantong kepada dilengkapi katup agar urine tidak bisa kembali
rangka tempat tidur bila pasien tidur terlentang
dan pada daerah di bawah dengkul bila pasien
ambulasi
Kantong penampung tidak boleh diletakkan di Mencegah kontaminasi terhadap sistem
atas lantai
Amati pipa melipat atau tidak atau bocor
Penyumbatan memungkinkan terjadinya back
flow aliran urine ke kandung kemih
Mengosongkan kantong penampung ke dalam Mencegah kontaminasi sistem drainase
takaran urine, takaran harus dibersihkan secara
teratur
Perhatikan sistem penampung apakah terdapat Ganti bila terdapat sedimen atau bocor
sedimen atau bocor

Antibiotik tidak boleh diberikan untuk mencegah infeksi pada kandung kemih untuk menghindari
terjadinya resistensi kuman. Yang terpenting adalah perawatan yang adekuat terhadap sistem drainase
tersebut.
Trauma jaringan dapat terjadi selama pelaksanaan prosedur kateterisasi. Iritasi jaringan atau nekrosis
dapat diakibatkan oleh :
1. Pemakaian kateter yang ukurannya kebesaran
2. Penekanan yang berlebihan, misalnya memfiksasi terlalu erat
3. Kurangnya pemakaian jely pada saat memasukkan kateter
4. Penggunaan kateter intermitten yang terlalu sering dapat merusak jaringan kulit
Iritasi lokal atau reaksi alergi sistemik dapat terjadi pada penggunaan kateter karet pada klien dengan
riwayat allergi latex. Ini bisa terjadi bila penggunaan kateter latex dilakukan sering kali. Pada pasien
ini dapat digunakan kateter yang terbuat dari bahan silikon.
PROBLEM SETELAH KATETER DILEPAS
Merupakan keadaan yang wajar bila setelah kateter dicabut, dalam beberapa jam masih terjadi tetesan
urine, karena terjadi dilatasi otot sfinkter oleh kateter. Bila tetesan terus berlangsung lebih lama dari
yang wajar agar segera dilaporkan kepada dokter karena gejala ini merupakan gejala kerusakan
sfinkter. Stress karena inkontinen akan bertahan dalam beberapa bulan bila kateter pernah terpasang
lebih dari beberapa hari.
Ketidakmampuan berkemih biasanya terjadi setelah kateter diangkat. Pada pasien harus dianjurkan
banyak minum cairan guna merangsang sfinkter dan harus dikaji kembali kemungkinan terjadinya
distensi. Usaha-usaha untuk memperlancar berkemih harus dilaksanakan. Orang tidak boleh lebih
lama dari 8 jam tidak berkemih kecuali minum dibatasi.
Cystitis (peradangan kandung kencing) bisa terjadi setelah kateter diangkat akibat kurang
sempurnanya pengosongan kandung kencing. Karena itu maka abnormalitas mengenai warna, bau,
sedimen harus segera dilaporkan.
PERAWATAN KLIEN DENGAN DAUER KATETER DI RUMAH
Tidak jarang klien setelah boleh pulang ke rumah masih memakai dauer kateter untuk keperluan
drainase temporer atau permanen. Idealnya kateter dan pipa penyambung untuk drainase jangan
sering dicabut. Namun setiap malam pipa harus dipindahkan dari kantong di paha ke kantong di
tempat tidur untuk semalaman kemudian esoknya dipindahkan lagi. Untuk mengurangi resiko
kontaminasi, klien harus mencuci tangan dulu, kemudian menghapus kateter dan pipa penyambung
dengan alkohol 70 % sebelum membuka dan memasangkan sambungan. Ujung yang tidak
disambungkan dari kantong penampung harus ditutup dengan kasa steril yang dieratkan dengan tali
karet.
Mandi dibawah pancuran atau berendam dengan kateter diperbolehkan asal tidak ada luka bedah
yang belum sembuh. Plester yang mengeratkan kateter pada tempatnya hendaknya diganti setelah
mandi. Tidak perlu mencabut kateter pada pria atau wanita saat melakukan hubungan seksual. Pria
dapat melipatkan kateter ke penis agar bisa masuk pada waktu berhubungan. Berikan dorongan dan

besarkan harapan klien untuk kembali ke kehidupan yang wajar sehingga klien menjadi lebih siap
untuk merawat diri sendiri di rumahnya.
KATETERISASI INTERMITTEN
Kateterisasi intermitten biasanya dilakukan pada pengobatan disfungsi kandung kemih neurogenik
sebagai keadaan sekunder dari trauma sumsum tulang belakang, defek akibat melahirkan, retensi
urine, dan karena beberapa penyakit kronis. Pengosongan kandung kemih secara periodik bertujuan
untuk membersihkan urine residu yang merupakan media kultur yang sangat baik untuk multiplikasi
bakteri dan melestarikan suplay darah ke dinding kandung kemih disamping untuk mencegah retensi
urine dan mencapai kontinen.
Pasien rawat inap dengan kateter intermitten sebagai drainase merupakan hal yang sementara dan
perlu discharge planning untuk selanjutnya. Walau bagaimanapun juga, tehnik bersih sangat tepat
untuk di rumah. Untuk di rumah sakit maka tehnik yang digunakan adalah tehnik steril untuk
menurunkan resiko infeksi.
Kateter Fr. Robinson No.14 sering dinjurkan dipakai untuk orang dewasa. Air kemih yang didapat
setiap kateterisasi harus dilaporkan untuk menjamin kesesuaian jadwal kateterisasi. Kandung kemih
tidak boleh menahan lebih dari 300 ml tiap kalinya karena jumlah yang terlalu besar akan
menimbulkan distensi kandung kemih dan meningkatkan resiko infeksi. Frekuensi kateterisasi
ditentukan oleh jumlah residu air kemih (melebihi 200 ml berarti bahwa kateterisasi harus lebih
sering). Biasanya pada orang seperti itu kateterisasi harus dilakukan tiap 4 6 jam sekali.
Pada beberapa keadaan, tehnik bersih (tidak steril) dianjurkan untuk di rumah. Mencuci tangan
dianjurkan untuk tiap kali sebelum kateterisasi. Bersihkan daerah kemaluan, dan bersihkan kateter
setelah pemakaian dengan sabun dan air kemudian disimpan di tempat yang bersih. Kateter boleh
dipakai bila belum terlalu lunak maupun terlalu keras untuk dimasukkan.
Tiap individu memerlukan informasi untuk pelaksanaan prosedur secara mandiri. Pada awalnya,
pasien wanita belajar melakukan kateterisasi dengan memakai bantuan cermin untuk memasukkan
kateter. Wanita harus belajar memasang kateter sambil duduk pada kursi untuk BAB (commode) dan
mempalpasi daerah lubang uretranya sendiri. Untuk pria boleh melakukan sambil duduk atau berdiri.
Perlu diingatkan bahwa pada pria harus memakai lebih banyak pelumas untuk mencegah iritasi
uretra.
Pengawasan terhadap warna, bau dan adanya sedimen pada urine perlu diajarkan pada pasien yang
akan menggunakan kateter intermitten di rumah. Bila ditemukan penyimpangan agar pasien segera
mengkonsultasikan dirinya ke sarana kesehatan terdekat.
PENGELOLAAN PASIEN DENGAN DRAIN SUPRAPUBIC
Kateterisasi suprapubic kadang-kadang diperlukan untuk mengatasi retensi urine, khususnya bila
kateterisasi uretral sulit atau berbahaya misalnya pada pasien dengan pembesaran prostat, strictur
uretra, atau pada pasien quadriplegic. Kateter suprapubic dimasukkan oleh dokter dengan anastesi
lokal. General anestesi dapat digunakan jika memang diperlukan. Untuk mefasilitasi penempatan

kateter, kandung kemih harus terisi cairan sebelum kateter dipasang. Jika kandung kemih tidak terisi
urine, maka cairan fisiologis dimasukkan ke kandung kemih lewat kateter atau csytoscope.
Kulit suprapubic dibersihkan, kemudian dengan tehnik steril cateter dimasukkan melalui lubang kecil
incisi kulit ke kandung kemih. Canula dipasang, kemudian kateter dimasukkan kedalam kanula
tersebut sehingga membentuk sistem drainase tertutup. Untuk mencegah bocoran, luka incisi dijarit.
Potensial komplikasi dari drainase suprapubic ini adalah antara lain pergeseran kateter, hematuria,
dan kegagalan penyembuhan luka yang menimbulkan fistula.
Klien dengan kateter suprapubic membutuhkan perawatan yang sama dengan klien dengan
kateterisasi uretra. Masalah yang paling sering ditemui adalah obstruksi kateter karena terlipat atau
adanya sedimen dan bekuan darah.
MASALAH PERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KATETERISASI DAN DRAIN SUPRAPUBIK
1. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b/d masuknya benda asing ke kulit, adanya luka, luapan
urine, reaksi kulit terhadap urine.
- kaji adanya iritasi, kemerahan, gatal-gatal dan keadaan kateter
- bersihkan dengan air hangat
- jaga kebersihan kateter
2. Gangguan body image b/d adanya stoma, kehilangan kemampuan mengontrol berkemih,
terpasangnya alat.
- review indikasi kateterisasi
- jawab semua pertanyaan pasien mengenai keadaannya
- anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya
- catat penolakan terhadap perawatan yang diberikan
- libatkan pasien untuk merawat dirinya
- anjurkan keluarga untuk memotivasi klien
- rencanakan aktivitas yang bisa dilaksanakan klien
- motivasi klien untuk menghadapi kehidupan normal
3. Nyeri b/d disrupsi kulit/jaringan, luka incisi, ketakutan dan kecemasan.
- kaji tingkatan nyeri, lokasi, karakteristik dan intensitas
- auskultasi bowell sounds
- amati aliran urine dan karakteristiknya
- anjurkan pasien untuk menyatakan keadaannya
- anjurkan tehnik relaksasi dan distraksi
- bantu latihan ROM
- kolaborasi : analgetik
4. Resiko tinggi disfungsi seksual b/d penurunan fungsi tubuh, kesulitan ereksi, respon pasangan
yang tidak adekuat.
- informasikan tentang hubungan seksual dan kaitannya dengan keadaannya
- review anatomi dan fisiologi fungsi seksual
- diskusikan tentang cara hubungan seks dan waktu yang tepat untuk itu
- anjurkan pasangan untuk mendukung klien, gunakan humor secara tepat
- terangkan bahwa keadaan sekarang tidak akan menimbulkan impotensi

5. Deficit pengetahuan tentang kondisi, prognosa dan pengobatan b/d kurangnya informasi,
misinterpretasi, kurang menangkap informasi.
- evaluasi keadaan emosional pasien dan kemampuan psikisnya
- review anatomi, fisiologi dan implikasi kateterisasi, diskusikan keadaan setelah sembuh
- berikan informasi tentang cara perawatan
- demontrasikan cara perawatan
- intruksikan pasien melaksanakan latihan otot perkemihan
- anjurkan nutrisi adekuat
- diskusikan tentang asupan diet asam, hindari sodium bikarbonat dan antasid
6. Resiko tinggi infeksi b/d pertahanan tubuh yang tidak adekuat (kerusakan kulit/incisi, refluk urine
ke saluran urinaria.
- catat perubahan karakteristik urine
- test pH urine dengan kertas nitrasin
- kaji kemerahan, gatal-gatal dan nyeri
- inspeksi area kateterisasi dan incisi
- monitor vital signs
- kolaborasi : antifungal powder, ascorbic acid
LATIHAN PENGEMBALIAN FUNGSI OTOT KEMIH
Ketika kateter dicabut setelah pemakaian dalam jangka waktu lama, maka sering terjadi inkontinensia
urine pada pasien. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan latihan perineum sbb :
1. Kencangkan otot perineum seperti akan mencegah berkemih. Tahan dalam hitungan 10 kemudian
kendurkan.
2. Tarik nafas sambil melipat bibir pada saat mengencangkan otot perineum
3. Berjongkok seperti akan BAB, kendurkan dan kemudian kencangkan otot perineum
4. Duduk pada toilet dengan lutut direntangkan ke samping, alirkan dan hentikan berkemih.

Anda mungkin juga menyukai