Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemasangan Kateter Uretra

1. Pengertian

Dikenal juga dengan kateterisasi urine, yaitu tindakan

memasukkan kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih (Audrey

Berman&Shirlee Snyder, 2009)

2. Indikasi

Kateterisasi dapat menjadi tindakan yang menyelamatkan jiwa,

khususnya bila traktus urinarius tersumbat atau pasien tidak mampu

melakukan urinasi. Kateterisasi juga dapat digunakan dengan indikasi

lain, yaitu: untuk menentukan perubahan jumlah urin sisa dalam kandung

kemih setelah pasien buang air kecil; untuk melancarkan suatu obstruksi

yang menyumbat aliran urin; untuk menghasilkan drainase pascaoperatif

pada kandung kemih, daerah vagina atau prostat; atau menyediakan cara-

cara untuk memantau pengeluaran urin setiap jam pada pasien yang sakit

berat.

3. Pelaksanaan Pemasangan Kateter uretra

PERSIAPAN ALAT

1. Sarung tangan bersih

2. Duk steril

3. Pelumas

4. Larutan pembersih antiseptik


5. Bola kapas atau spon kasa

6. Forsep

7. Kateter

8. Spuit yang sudah terisi dengan larutan untuk mengembangkan balon

pada kateter

9. Wadah atau basin

10. Wadah spesimen

11. Lampu senter atau lampu leher angsa

12. Selang drainase steril dan kantung pengumpul

13. Plester, gelang karet, dan peniti

14. Selimut mandi

15. Bantalan tahan air

16. Kantung sampah

17. Basin dengan air hangat dan sabun

18. Handuk mandi

PENATALAKSANAAN :

1. Jelaskan prosedur pada klien

2. Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian yang tepat

3. Tutup ruangan atau tirai ruangan

4. Cuci tangan

5. Berdiri di sebelah kiri tempat tidur bila anda mempunyai tangan

dominan kanan (di sebelah kanan tempat tidur bila anda kidal).

Bersihkan meja samping tempat tidur dan atur peralatan.


6. Tinggikan pagar samping pada sisi tempat tidur yang berlawanan.

Letakkan bantalan tahan air di bawah klien.

7. Bantu klien pada posisi dorsal rekumben (terlentang dengan lutut

fleksi). Minta klien untuk merilekskan pahanya sehingga

memudahkan rotasi ekternal. Bila klien tidak dapat mengabduksikan

tungkainya pada sendi panggul (mis. Artritis sendi), baringkan klien

dalam posisi miring (Sim’s) dengan tungkai atas flexi pada lutut dan

panggul.

8. Selimuti klien dengan selimut mandi. Letakkan selimut dalam bentuk

intan di atas tubuh klien: satu ujung pada setiap kaki, dan ujung

terakhir di atas perineum.

9. Kenakan sarung tangan sekali pakai dan cuci area perineal dengan

sabun dan air sesuai kebutuhan, dan keringkan.Pada pria yang tidak

disirkumsisi, yakinkan untuk meretraksi prepusium untuk

membersihkan meatus uretral. ( Jangan biarkan sabun masuk ke dalam

meatus)

10. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.

11. Buka sistem drainase, letakkan kantung drainase di tepi dasar

kerangka tempat tidur. Naikkan selang drainase ke atas di antara pagar

tempat tidur dan kasur.

12. Posisikan lampu menyinari area perineal. (Jika menggunakan lampu

senter, minta perawat lain untuk memegangnya).

13. Buka kantung kateterisasi sesuai petunjuk, jaga agar bagian dasar

wadah tetap steril.


14. Gunakan sarung tangan steril

15. Pasang duk steril

16. Letakkan tray steril dan isinya di atas duk disisi paha klien atau pada

atas paha.

17. Ambil bola kapas atau kasa dengan larutan antiseptik. Buka wadah

spesimen steril, dengan mempertahankan bagian atasnya tetap steril.

18. Oleskan pelumas pada dasar ujung kateter 2,5-5cm (pada wanita) dan

12,5-17,5cm (pada laki-laki)

19. Dengan tangan non dominan anda,dengan hati-hati regangkan labia

(pada wanita) atau regangkan prepusium tak disirkumsisi (pada pria)

untuk pemajanan sempurna meatus uretra. Pertahankan tangan non

dominan anda pada posisi ini sepanjang prosedur.

20. Bersihkan area perineal, usap dari depan ke belakang, dari klitoris ke

anus juga sepanjang lipatan labia dan pada meatus (pada wanita).

Bersihkan dengan gerakan melingkar dari meatus bawah ke dasar

glans (pada laki-laki)

21. Masukkan kateter, yang sebelumnya ujung kateter diletakkan wadah

penampung urine/ bengkok.

22. Minta klien menarik napas, jangan mengedan.

23. Bila urine nampak dorong kateter masuk ± 5 cm, kemudian

hubungkan spuit ke port injeksi pada ujung keteter dengan sejumlah

larutan.
24. Hubungkan ujung kateter ke selang penampung dari sistem drainase.

Plester kateter ke sebelah dalam paha klien dengan plester non-

alergik.

25. Lepaskan sarung tangan dan buang peralatan, duk, dan urin ke dalam

wadah yang telah disediakan.

26. Bantu klien ke posisi nyaman. Cuci dan keringkan area perineal sesuai

kebutuhan.

27. Cuci tangan

28. Catat hasil prosedur di catatan perawat, termasuk ukuran kateter,

jumlah dan karakter urine, dan toleransi klien.

B. Konsep Infeksi Saluran Kemih (ISK)

1. Pengertian

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai

untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih.

2. Penyebab

Infeksi Saluran Kemih (ISK) disebabkan oleh adanya

mikroorganisme patogenik dalam taktus urinarius, dengan atau tanpa

disertai tanda dan gejala. Tempat yang sering mengalami infeksi adalah

kandung kemih (sistitis), tetapi uretra (uretritis), prostat (prostatitis), dan

ginjal (pielonefritis) juga dapat terkena. Normalnya traktus urinarius

diatas uretra adalah steril.

3. Tanda dan Gejala

Gejala klinis ISK tidak khas bahkan pada sebagian pasien tanpa

gejala. Gejala paling sering ditemukan ialah disuria, polakisuria, dan


terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan. Nyeri suprapubik dan

daerah pelvis. Polakisuria terjadi akibat kandung kemih tidak dapat

menampung urin lebih dari 500ml karena mukosa yang meradang

sehingga sering kencing. Stranguria yaitu kencing yang susah dan disertai

kejang otot pinggang yang sering ditemukan pada sistitis akut. Tenesmus

ialah rasa nyeri dengan keinginan mengosongkan kandung kemih

meskipun telah kosong. Nokturia ialah cenderung sering kencing pada

malam hari akibat kapasitas kandung kemih menurun. Sering juga

ditemukan enuresis nokturnal sekunder yaitu ngompol pada orang

dewasa, prostatismus yaitu kesulitan memulai kencing dan kurang deras

arus kencing. Nyeri uretra, kolik ureter dan ginjal.

Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi

sebagai berikut :

Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit

atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-

sedikit serta rasa tidak enak di daerah suprapubik.

Pada ISK bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise,

mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri di

pinggang.

4. Penatalaksanaan

Pasien dianjurkan untuk banyak minum agar diuresis meningkat,

diberikan obat yang menyebabkan suasana urin alkali jika terdapat disuria

berat, dan diberikan antibiotik yang sesuai. Biasanya ditujukan untuk


bakteri gram negatif dan obat tersebut harus tinggi konsentrasinya dalam

urin.

Wanita dengan bakteriuria asimtomatik atau gejala infeksi saluran

kemih bawah cukup diobati dengan dosis tunggal atau selama 5 hari.

Kemudian dilakukan pemeriksaan urin tengah seminggu kemudian. Jika

masih positif, harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Pasien dengan pielonefritis akut harus dirawat di rumah sakit dan

diberikan terapi antibiotik parenteral serta pemeriksaan lanjut. Bila gejala

tidak berkurang, dilakukan USG ginjal untuk mengetahui apakah terdapat

obstruksi.

Pemeriksaan lebih lanjut yang dilakukan biasanya berupa

pemeriksaan mikroskopik urin dan kultur secara berulang (urinalisis,

bakteriologis, tes kimiawi, tes plat celup/ Dip-slide), pielografi intravena,

tes fungsi ginjal, dan ultrasonografi ginjal.

5. Pencegahan

Higiene

Sering mandi pancuran daripada mandi rendam

Bersihkan perineum setiap sehabis defakasi dengan gerakan depan ke

belakang.

Masukan cairan

Minum dengan bebas sejumlah cairan

Hindari kopi, teh, dan alkohol

Kebiasaan berkemih

Berkemih setiap 2-3 jam selama sehari


Kosongkan kandung kemih dengan sempurna setiap berkemih

Segera berkemih setelah melakukan hubungan seksual

Terapi Medis

Minum medikasi tepat sesuai resep

Jika diresepkan, lakukan tes urin dip-slide terhadap adanya bakteri

C. Standar Operasional Prosedur (SOP)

1. Pengertian :

a. Suatu standar/pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong

dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.

b. Protap merupakan tatacara atau tahapan yang harus dilalui dalam

suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang

berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan

tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat

diselesaikan secara efektif dan efisien. (Depkes RI, 1995)

c. SOP merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus

dialui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. (KARS, 2000)

2. Tujuan

a. Agar petugas menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas atau tim

dalam organisasi atau unit.

b. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam

organisasi

c. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas

terkait.
d. Melindungi organisasi dan staf dari malpraktek atau kesalahan

administrasi lainnya.

e. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi dan

inefisiensi

3. Fungsi

a. Memperlancar tugas petugas atau tim.

b. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.

c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak.

d. Mengarahkan petugas untuk sama-sama disiplin dalam bekerja.

e. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.

4. Prinsip-prinsip dalam penyusunan SOP

Prinsip-prinsip protap :

a. Harus ada pada setiap kegiatan pelayanan.

b. Bisa berubah sesuai dengan perubahan standar profesi atau

perkembangan iptek serta peraturan yang berlaku.

c. Memuat segala indikasi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada

setiap upaya, disamping tahapan-tahapan yang harus dilalui setiap

kegiatan pelayanan.

d. Harus didokumentasikan.

D. Tindakan Keperawatan untuk mencegah Infeksi Saluran Kemih (ISK)

pada pemasangan kateter uretra

Tindakan asepsis yang ketat diperlukan pada saat memasang kateter.


Sistem drainase urin tetutup yang dirakit sebelumnya dan steril sangat

penting dan tidak boleh dilepas sebelum, selama atau sesudah

pemasangan kateter.

Untuk mencegah kontaminasi pada sistem tertutup, selang tidak boleh

dilepas dari kateter. Tidak boleh ada bagian dari kantong penampung urin

atau selang drainase yang terkontaminasi.

Kantong penampung urin tidak boleh ditinggikan di atas ketinggian

kandung kemih pasien karena tindakan ini akan menyebabkan aliran urin

yang terkontaminasi ke dalam kandung kemih dari kantong penampung

tersebut akibat pengaruh gaya berat.

Urin tidak boleh dibiarkan berkumpul dalam selang karena aliran

urinyang bebas harus dipertahankan untuk mencegah infeksi. Drainase

yang tidak sempurna akan terjadi bila selangnya tertekuk atau terpilin

sehingga urin berakumulasi dalam gelungan selang tersebut.

Kantong penampung tidak boleh menyentuh lantai. Kantong dan selang

pengumpul harus segera diganti jika terjadi kontaminasi, aliran urin

tersumbat atau tersumbat atau tempat pertemuan selang dengan kateter

mulai bocor pada sambungan tersebut.

Kantong urin harus dikosongkan setiap 8 jam sekali melalui katup

drainase dan lebih sering lagi jika urin terdapat dalam volume yang besar,

tindakan ini akan mengurangi resiko proliferasi bakteri.

Perhatian harus diberikan untuk memastikan bahwa selang drainase

(katup/ corot) tidak terkontaminasi. Sebuah wadah untuk mengosongkan

kantong penampung disediakan untuk tiap-tiap pasien.


Irigasi kateter tidak boleh dilakukan sebagai tindakan rutin.

Kateter urin tidak boleh dilepas dari selang untuk mengambil sampel urin,

mengirigasi kateter, memindahkan atau mengubah posisi pasien.

Kateter tidak boleh dibiarkan di tempatnya lebih lama daripada yang

diperlukan.

Jika kateter harus dibiarkan terpasang selama beberapa hari atau beberapa

minggu, kateter tersebut harus diganti secara periodik, sekitar seminggu

sekali, dan pemasangan kateter tidak boleh dihentikan tanpa latihan

kandung kemih (bladder training).

Penanganan atau manipulasi kateter yang tidak cermat oleh pasien dan

staf rumah sakit perlu dihindari.

Tindakan mencuci tangan mutlak harus dilakukan sebelum dan setelah

penanganan kateter, selang dan kantong penampung urin.

Kateter urin harus dicuci dengan sabun dan air paling sedikit dua kali

sehari; gerakan yang membuat kateter bergeser maju-mundur harus

dihindari.

Ketika kateter dilepas, pasien harus dapat melakukan urinasi dalam waktu

8 jam; jika pasien tidak dapat melakukan urinasi, kateterisasi dilakukan

dengan kateter yang lurus.

Jika terlihat tanda-tanda infeksi, spesimen urin harus segera diperoleh

untuk pemeriksaan kultur.

Anda mungkin juga menyukai