Anda di halaman 1dari 20

ELIMINASI BUANG AIR KECIL

ELIMINASI BAK

Tujuan Intruksional khusus :


Mampu menjelaskan dan melakukan perawatan pada pasien dgn gangguan eliminasi urine/
BAK

Sub pokok bahasan :


1. Konsep eliminasi urine/ BAK
2. Pengakajian pemenuhan kebutuhan eliminasi urine
3. Diagnosa keperawatan pada gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urine
4. Rencana keperawatan pada gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urine

ELIMINASI : suatu proses dari pada sisa pembakaran atau metabolisme dalam tubuh yang
dikeluarkan , melalui : paru-paru -CO2, ginjal urine, usus feces, kulit keringat.

Eliminasi : BAK

Anatomi dan fisiologi system perkemihan :

Organ perkemihan :
1. Ginjal :
- penghasil urine
- pengatur konsentrasi garam
- pengatur keseimbangan asam basa
2. ureter :penyalur urine kedalam kandung kemih, panjang 35-40 cm

3. kandung kemih / blass / buli-buli , sebagai reservoir/penampung urine

4. uretra : saluran yg mengeluarkan urine dari kandung kemih ke luar tubuh, panjang nya
wanita : 2,5 3,5 cm dan laki-laki 17 22,5 cm

urine : adl hasil dr ginjal sebagai produk pemecahan yag terdapat dalam darah yg disertai
sejumlah air yang meninggalkan tubuh dalam bentuk air.

Proses urine meninggalkan tubuh disebut :


- kencing
- miksi
- mictio
- micturisi
- voiding

Jumlah urine normal : l ml / menit / kg BB


Unsure air kencing :
- air 96 %
- garam
- ureum
- pewarna
- vit D
- hormone
- As Urat

USIA JUMLAH URINE


1 hari 0-20 ml
2 hr 20-50
3 hr 20-60
4 hr 30-70
5-7 hr 40-90
1 bln 200-450
2 bln 300-500
3 bln 500-700
1-2 thn 600-800
3-5 thn 800-1200
6-10 thn 800-1400
10-14 thn 800-1500
Dewasa 1500-2000

Fisiologi Miksi :
1. Urie terkumpul dlm blass
- anak-anak : 100-200 ml
- dewasa : 200-300 ml
2. ransang reseptor didlm balss yg penuh
3. otot-otot detrusor menguncup
4. penurunan diafragma
5. urine turun memasuki uretra

factor yang mempengaruhi BAK :


1. Tingkat Perkembangan
2. Makanan dan Minuman
3. Gaya Hidup
4. Faktor Psikologis
5. Aktivitas dan Tonus Otot
6. Medikasi
7. kondisi patologis.

Masalah yg sering terjadi :


1. Retensio urine : terjadinya penumpukan urine dlm blas / tdk bisa kencing
Penyebabnya :
1. Tekanan perifer ( fimosis, sistitis, uretritis,prostatitis, trauma, striktur, batu, hypertropi
prostate)
2. lemahnya daya persyarafan otot vesika urinaria ( karna kecelakaan )
2. Inkontinensia Urine : urine mengalir tanpa dapat di tahan karena kelumpuhan saraf yg
mengatur spingter.
Jenisnya :
- Inkontinensia Stress ( karena batuk, bersin, ketawa,meningkatnya tekanan dlm perut,wanita
melahirkan, perubahan otot)
- Inkontinensia Desakan ( ggn neuropatik pd kandung kemih misalnya sistitis yg
berulang,kelainan anatomic )
- Inkontinensia Luapan / Total ( urine menetes lewat uretra setetes demi setetes karena
disebabkan kandung kemih lumpuh atau obstruksi
Inkontinensia usia lanjut : penyebabnya tidak jelas, bisa anatomi, fungsional, neurology, ini
biasanya diterapi sangat sulit kemungkinan kateterisasi menetap.
3. Disuria (sulit kencing yg disebabkan infeksi / trauma. Penanganannya : kaji penyebab,
banyak minum, kompres hangat, obat.
4. Polyuria : banyak kencing, DM, penanganannya atur pemasukan cairan, obat, kebersihan.
5. Enuresis Maturasional ( ngompol ) disebabkan karena : kapasitas blas kurang normal,
infeksi, makan banyak garam, psikologis.Penanganannya : kaji penyebab, malam batasi
minum, pasang perlak, BAK sblm tidur.

PENGKAJIAN :
Meliputi : fungsi system perkemihan, serta data pola BAK, kebiasaan, kesulitan BAK,
masalah dahulu maupun sekarang,
1. Riwayat keperawatan :
- Pola berkemih
- Gejala dari perubahan berkemih tersebut.

2. Pengkajian fisik :
- Ginjal
- Vesika Urinaria
- Meatus uretra

3. Pengukuran yang lain :


- Intake dan Autput
- Karakteristik urine
- Menentukan gravitasi spesifik urine
- Menyiapkan prosedur diagnostik

DIAGNOSA KEPERAWATAN YG MUNCUL MENURUT NANDA:


1. Nyeri berhubungan dgn : implamasi pd uretra, obstruksi uretra
2. toileting self care deficit, berhubungan dengan : keterbatasan aktivitas,, kurang
pengetahuan
3. kerusakan intergritas kulit atau resiko tinggi untuk terjadinya kerusakan intergritas kulit
berhubungan dengan inkontinesia urine.
4. perubahan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensorik dan motorik
5. gangguan body image berhubungan dengan : perasaan malu dari tindakan pemindahan
saluran urine dan perasaan malu dari adanya inkontinesia.
6. resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan : personal hygiene yg jelek, dan tindakan
pemasangan kateter.
7. inkonensia fungsional berhubungan dengan : efek dari pemberian obat diuresis, dan
keterbatasan pergerakan/mobilitas.
8. inkontinensia urgen berhubungan dengan : iritasi pd mukosa kandung kemih dan
penurunan kapasitas kandung kemih.
9. inkontinensia stress berhubungan dgn peningkatan tekanan intra abdomen, kelemahan otot-
otot pelvis.
10. inkontinensia urgen berhubungan dengan : iritasi pd mukosa kandung kemih dan
penurunan kapasitas kandung kemih
11. inkontinensia tital berhubungan dgn adanya fistula,kerusakan syaraf
12. retensio urine berhubungan dengan : obstruksi pd leher kandung kemih dan hambatan
pada reflek berkemih.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YG MUNCUL DARI FUNDAMENTAL OF NURSING :


1. Infeksi bd inkontinensia urine, kurang pengetahuan tentang prosedur diagnostic
2. resiko tinggi terjadi infeksi bd penggunaan kateter urine
3. gangguan integritas kulit (actual,potensial) bd inkontinensia urine
4. kurang pengetahuan tentang perawatan diri
5. gangguan rasa nyaman : nyeri bd spasme kandung kemih , disuria, retensi urine dan
prosedur diagnostic.
6. gangguan self esteem bd dgn inkontinensia urine
7. gangguan pola tidur bd dg nokturia.

PERENCANAAN :
Tujuan dari intervensi keperawatan yaitu : klien mampu memproduksi urine sebanyak
pemasukan cairan,mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mengosongkan urine
secara sempurna dgn interval yg teratur, menyatakan mudah BAK dan mempertahankan
integritas kulit.

BEBERAPA TINDAKAN UNTUK MEMBENTU PROSES BAK

Untuk memenuhi kebutuhan eliminasi BAK ada beberapa prosedur keperawatan yang dapat
dilakukan, diantaranya pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK dengan Urinal, Kateterisasi dan
kondom kateter

URINAL UNTUK BERKEMIH

Tindakan ini adalah membantu klien yang tidak mampu untuk berkemih secara mandiri
dikamar kecil sehingga harus memenuhi kebutuhan berkemih dengan menggunakan urinal.

Tujuan
Memenuhi kebutuhan eliminasi perkemihan
Alat dan Bahan
1. Urinal
2. Pengalas
3. Tisu

Prosedur Kerja
1. Jelaskan prosedur tindakan kepada klien
2. Cuci tangan
3. Pasang alas urinal di bawah glutea
4. Lepas pakaian bawah pasien
5. Letakan urinal di bawah bokong ( untuk wanita ) atau di antara kedua paha dengan ujung
penis masuk kelubang urinal ( untuk pria )
6. Anjurkan pasien untuk berkemih
7. Setelah selesai , bersihkan dengan tisu kamar mandi
8. Rapikan alat
9. Cuci tangan, cata prosedur, warna dan jumlah urine.

KATETERISASI PERKEMIHAN
Adalah tindakan memasukan slang karet atau palstik melalui uretra dan masuk ke kandung
kemih.

Tujuan
1. Menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi kandung kemih
2. Mendapat urine steril untuk specimen
3. Pengkajian residu urine
4. Penatalaksanaan pasien yang dirawat karena trauma medulla spinalis, gangguan
neuromuskolar, atau inkompeten kandung kemih, serta pascaoperasi besar.
5. Mengatasi obstruksi aliran urine
6. Mengatasi retensi urine
Alat dan Bahan
1. Sarung tangan steril
2. Kateter steril ( sesuai ukuran dan jenis )
3. Duk steril
4. Minyak pelumas / jeli
5. Larutan pembersih antiseptic ( kapas sublimat)
6. Spuit yang berisi cairan atau udara.

Prosedur kerja memasang kateter pria

1. Jelaskan prosedur
2. Cuci tangan
3. Pasang sampiran
4. Pasang perlak
5. Gunakan sarung tangan steril
6. Pasang duk steril
7. Tangan kiri memegang penis lalu prepisium di tarik sedikit ke pangkalnya dan bersihkan
dengan kapas sublimat.
8. Kateter di beri pelumas atau jeli pada ujungnya (kurang lebih 12,5 17,5 cm ) lalu
masukan perlahan ( 17,5 20 cm ) dan sambil anjurkan pasien menarik nafas dalam.
9. Jika tertahan jangan dipaksa
10. Setelah kateter masuk, isi balon dengan aquades atau sejenisnya untuk kateter menetap
dan bila intermiten tarik kembali sambil pasien diminta menarik nafas dalam.
11. Sambung kateter dengan kantung penampung dan fiksasi kearah paha / abdomen
12. Rapikan alat
13. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
14. Catat prosedur dan respon klien.

Prosedur kerja memasang kateter wanita

1. Jelaskan prosedur
2. Cuci tangan
3. Pasang sampiran
4. Pasang perlak
5. Gunakan sarung tangan steril
6. Pasang duk steril disekitar alat genital
7. Bersihkan vulva dengan kapas sublimat dengan arah dari atas ke bawah ( sekitar 3 x
hingga bersih)
8. Buka labia mayor dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan bersihkan bagian dalam
9. Kateter di beri pelumas atau jeli pada ujungnya (kurang lebih 2,5 15 cm ) lalu masukan
perlahan ( 2,5 5 cm ) hingga urine keluar.
10. Jika tertahan jangan dipaksa
11. Setelah kateter masuk, isi balon dengan aquades atau sejenisnya untuk kateter menetap
dan bila intermiten tarik kembali sambil pasien diminta menarik nafas dalam.
12. Sambung kateter dengan kantung penampung dan fiksasi samping
13. Rapikan alat
14. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
15. Catat prosedur dan respon klien.

MEMASANG KONDOM KATETER

Tindakan ini dilakukan dengan memasang kondom pada pasien yang inkontinensia atau
pasien koma yang masih mempunyai fungsi pengosongan kandung kemih utuh.

Tujuan
1. Mempertahankan hygiene perineal pasien inkontinensia
2. Mempertahankan eliminasi perkemihan.

Alat dan Bahan


1. Sarung tangan
2. Air sabun
3. Pengalas
4. Kateter kondom
5. Kantong penampung urine
6. Sampiran

Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur
2. Cuci tangan
3. Pasang sampiran
4. Pasang perlak
5. Gunakan sarung tangan
6. Atur posisi pasien terlentang
7. Bersihkan daerah genitalia dengan air sabun, bilas dengan air hingga bersih kemudian
keringkan
8. Lakukan pemasangan kondom dengan disisakan 2,5 5 cm ruang antara glans penis
dengan ujung kondom.
9. Lekatkan pangkal kateter pada batang penis dengan perekat elastic dan jangan terlalu ketat.
10. Hubungkan ujung kondom kateter dengan kantung penampung urine
11. Rapikan alat
12. Cuci tangan setelah prosedur
13. Catat prosedur dan refspon pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin ( 2008 ), Asuhan keperawatan klien gangguan system perkemihan,


Banjarmasin

Azis Alimul Hidayat, Musrifatul Uliyah ( 2004 ), Buku saku Kebutuhan Dasar Manusia,
EGC, Jakarta

Tarwoto, Wartonah ( 2004 ) Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan, Salemba
Medika, Jakarta

Valerie C. Scanlon, Tina Sanders ( 2006 ) Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi, Edisi 3, EGC,
Jakarta

Perawat melakukan pengkajian fokus untuk menentukan apakah inkontinensia bersifat


sementara, yakni dalam merespons kondisi akut (mis., infeksi, efek samping obat), atau
ditetapkan dalam merespons berbagai kondisi persarafan atau genitourinaria kronis (Miller,
1999). Selain itu, perawat harus membedakan jenis-jenis inkontinensia: fungsional, stres,
urgensi, atau total. Diagnosis Inkontinensia Total tidak boleh digunakan kecuali seluruh jenis
inkontinensia lain telah disingkirkan.

Kesalahan Dalam Pernyataan Diagnostik


Gangguan Eliminasi Urine yang berhubungan denngan diversi pembedahan
Diagnosis ini mewakili label baru untuk urostomi, dan tidak berfokus pada akontabilitas
keperawatan. Pada klien urostomi perlu dilakukan pengkajian tentang pengaruh urostomi
terhadap pola fungsional dan fungsi fisiologis. Bagi klien tersebut, masalah kolaborasi
Komplikasi Potensial: Obstruksi stoma dan Komplikasi Potensial: Kebocoran urine internal,
dan diagnosis keperawatan seperti Risiko Gangguan Citra Tubuh dan Risiko Gangguan
Pemeliharnan Kesehatan, dapat diterapkan.

Gangguan Eliminasi Urine yang berhubungan den, gagal ginjal.


Diagnosis ini merupakan nama pengganti untuk gagal ginjal dan tidak sesuai untuk dijadikan
diagnosis keperawatan. Dengan demikian, diagnosis Kelebihan Volume Cairan yang
berhubungan dengan gagal ginjal akut juga tidak tepat. Gagal ginjal menyebabkan munculnya
berbagai diagnosis keperawatan, baik aktual maupun potensial, seperti Risiko lnfeksi dan
Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi, serta masalah kolaborasi, seperti Komplikasi Potensial:
Ketidakseimbangan cairan elektrolit dan Komplikasi Potensial: Asidosis metabolik.

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Eliminasi


Ada beberapa faktor yang memengaruhi eliminasi feses dan urine. Faktor tersebut antara lain:

a. Usia
Usia bukan hanya berpengaruh pada eliminasi feses dan urine saja, tetapi juga berpengaruh
terhadap kontrol eliminasi itu sendiri. Anak-anak masih belum mampu untuk mengontrol
buang air besar maupun buang air kecil karena sistem neuromuskulernya belum berkembang
dengan baik. Manusia usia lanjut juga akan mengalami perubahan dalam eliminasi tersebut.
Biasanya terjadi penurunan torus otot, sehingga peristaltik menjadi lambat. Hal tersebut
menyebabkan kesulitan dalam pengontrolan eliminasi feses, sehingga pada manusia usia Ian
jut berisiko mengalami konstipasi. Begitu pula pada eliminasi urine, terjadi penurunan
kontrol otot sphincter sehingga terjadi inkontinensia.

b. Diet
Makanan merupakan faktor utama yang berpengaruh pada eliminasi fekal dan urine.
Makanan berserat sangatlah diperlukan untuk pembentukan feses. Makanan yang rendah
serat menyebabkan pergerakan sisa digestif menjadi lambat mencapai rektum, sehingga
meningkatkan penyerapan air. Hal ini berakibat terjadinya konstipasi. Makan yang teratur
sangat berpengaruh pada keteraturan defekasi.

Di samping itu, pemilihan makanan yang kurang memerhatikan unsur manfaatnya, misalnya
jengkol, dapat menghambat proses miksi. Jengkol dapat menghambat miksi karena
kandungan pada jengkol, yaitu asam jengkolat, dalam jumlah yang banyak dapat
menyebabkan terbentuknya kristal asam jengkolat yang akan menyumbat saluran kemih
sehingga pengeluaran urine menjadi terganggu. Selain itu, urine juga dapat menjadi bau
jengkol.

Malnutrisi menjadi dasar terjadinya penurunan tonus otot, sehingga mengurangi kemampuan
seseorang untuk mengeluarkan feses maupun urine. Selain itu, yang paling penting akibat
malnutrisi terhadap eliminasi fekal dan urine adalah menurunnya daya tahan tubuh terhadap
infeksi yang menyerang pada organ pencernaan maupun organ perkemihan.

c. Cairan
Intake cairan berpengaruh pada eliminasi fekal dan urine. Bila intake cairan tidak adekuat
atau output cairan yang berlebihan, maka tubuh akan mengabsorbsi cairan dari usus besar
dalam jumlah besar. Hal tersebut menyebabkan feses menjadi keras, kering, dan sulit
melewati saluran pencernaan. Pada eliminasi urine, kurangnya intake cairan menyebabkan
volume darah yang masuk ke ginjal untuk difiltrasi menjadi berkurang sehingga urine
menjadi berkurang dan lebih pekat.
d. Latihan fisik
Latihan fisik membantu seseorang untuk mempertahankan tonus otot. Tonus otot yang baik
dari otot-otot abdominal, otot pelvis, dan diafragma sangat penting bagi defekasi dan miksi.
Latihan fisik juga merangsang terhadap timbulnya peristaltik.

e. Stres psikologis
Stres yang berlebihan akan memengaruhi eliminasi fekal dan urine. Ketika seseorang
mengalami kecemasan atau ketakutan, terkadang ia akan mengalami diare ataupun beser.
Namun, adapula yang menyebabkan sulit buang air besar.

f. Temperatur
Eliminasi dipengaruhi oleh temperatur tubuh. Seseorang yang demam akan mengalami
peningkatan penguapan cairan tubuh karena meningkatnya aktivitas metabolik. Hal tersebut
menyebabkan tubuh akan kekurangan cairan sehingga dampaknya berpotensi terjadi
konstipasi dan pengeluaran urine menjadi sedikit. Selain itu, demam juga dapat memengaruhi
terhadap nafsu makan yaitu terjadi anoreksia, kelemahan otot, dan penurunan intake cairan.

Poin-poin pengkajian berikut ini berhubungan dengan berbagai aspek eliminasi urine.
Perawat memilih poin yang sesuai dengan teknik tertentu yang akan dilaksanakan. Kaji pola
frekuensi berkemih klien yang biasa. Tanyakan berapa kali rata-rata klien berkenmih setiap
harinya. Tentukan adanya perubahan baru-baru ini mengenai berkemih dengan
Memperhatikan:

Keluarnya sejumlah besar urine

Keluarnya sejumlah kecil urine

Berkemih dengan interval waktu yang lebih sering

Mengalami kesulitan mencapai kamar mandi pada waktunya atau merasa terdesak
(urgensi) untuk berkemih.

Berkemih disertai rasa nyeri

Mengalami kesulitan dalain memulai berkemih

Urine sering menetes atau kandung kemih terasa penuh terkait dengan keluarnya
sejumlah kecil urine

Tekanan aliran kemih berkurang

Adanya rembesan urine ketika terjadi hal-hal berikut ini (misalnya jika batuk, tertawa,
atau bersin, saat malam hari; ketika siang hari

Dapatkan riwayat medic mengenai masalah eliminasi, riwayat penyakit atau pembedahan
saluran kemih, dan penyakit lainnya yang dapat memengaruhi masalah eliminasi urine,
termasuk:

Infeksi ginjal, kandung kemih, atau uretra


Batu di saluran perkermihan

Pembedahan ginjal, pembedahan kandung kemih, pengangkatan prostat, atau prosedur


pembedahan lain yang mengubah jalur perkemihan (mis, ureterostomi)

Penyakit kardiovaskular, seperti hipertensi atau penyakit jantung

Penyakit kronis yang mengubah karakteristik perkemihan atau mengganggu fungsi


perkemihan, seperti diabetes melitus, penyakit saraf/ neurologic (mis., sklerosis
multipel dan kanker.

Kaji volume dan karakteristik urine klien:

Waktu berkemih klien yang terakhir dan jumlahnya (volume urine yang tidak
perkiraan yaitu yang kurang dari 30 ml atau lebih dart 500 ml per jam harus segera
dilaporkan).

Warna urine gelap, keruh, dan berubah.

Terdapat gumpalan lendir.

Bau menyengat.

Referensi
Diagnosis Keperawatan Aplikasi pd praktik klinis ed9 Oleh Lynda Juall Carpenito
Buku Ajar Praktik keperawatan Klinis Kozier Erb Oleh Audrey Berman, Shirlee J. Snyder, Barbara Kozier &
Glenora Erb
Teknik Prosedural Konsep & Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien Oleh Asmadi

Pengertian Eliminasi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisia metabolisme tubuh baik berupa urine atau alvi
(buang air besar). Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan
buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
1.2 Kebutuhan eliminasi urine
Organ yang berperan dalam Eliminasi Urine
a. Ginjal
Merupakan organ retropenitoneal (di belakang selaput perut) yang terdiri atas ginjal sebelah
kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagi pengatur komposisi dan volume
cairan dalam tubuh.
b. Kandung kemih (bladder, buli-buli)
Merupakan sebuah kantung yang terdiri atas otot halus yang berfungsi sebagai penampung air
seni (urine).
c. Uretra
Merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar.
2.3 Proses Berkemih
Urine normal adalah pengeluaran cairan yang prosesnya tergantung pada fungsi organ-
organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder dan uretra.
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria
dapat menimbulkan rangsangan s`raf bila urinaria berisi 250-450 cc (pada orang dewasa)
dan 200-250 cc (pada anak-anak). Ginjal memindahkan air dari darah berbentuk urine. Ureter
mengalirkan urine ke bladder. Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas
tertentu. Kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Komposisi urine :
a. Air (96%)
b. Larutan (4%)
Larutan Organik: Urea, ammonia, keratin, dan asam urat
Larutan Anorganik: Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sufat, magnesium, fosfor.
Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.
2.4 Faktor yang Memengaruhi Eliminasi Urine
a. Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine (jumlah
urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. selain itu, minum
kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
b. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urin banyak
tertahan di vesika urinaria, sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah
pengeluaran urine.
c. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait
dengan tersedianya fasilitas toilet.
d. Stres psikologis
Meningkatkan stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena
meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang baik untuk fungsi sphincter.
Kemampuan tonus otot di dapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika
urinearia juga dapat menyebabkan.
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal
tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih mengalami mengalami kesulitan untuk
mengontrol buang air kecil. Namun kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat
dengan bertambahnya usia.
g. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.
h. Sosiokultural
Budaya dapat memegaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada
pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
i. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemh di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk
berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
j. Tonus otot
Tonus otot yang berperan penting dlam membantu proses berkemih adalah otot kandung
kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai
pengontrolan pengeluaran urine.
k. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat
anestesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi urine.
l. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau
penurunan proses perkemihan.
m. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya
prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti
intra venus pyelogram (IVP).
2.5 Gangguan/Masalah-masalah eliminasi urine
a. Retensi
Adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan kandung
kemih untuk mengosongkan diri. Menyebabkan distensi kandung kemih. Normal urine
berada di kandung kemih 250 450 ml. Dalam keadaan distensi, kandung kemih dapat
menampung urine sebanyak 3000 4000 ml urine.
Tanda-tanda klinis retensi
Ketidaknyamanan daerah pubis.
Distensi kandung kemih
Ketidak sanggupan unutk berkemih.
Sering berkeih dalam kandung kemih yang sedikit (25 50 ml)
Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikelurakan dengan intakenya.
Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.

Penyebab
Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
Pembesaran kelenjar prostat
Strukture urethra.
Trauma sumsum tulang belakang.
b. Inkontinensi urine
Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter eksterna untuk mengontrol
keluarnya urine dari kandung kemih. Jika kandung kemih dikosongkan secara total selama
inkontinensi inkontinensi komplit. Jika kandung kemih tidak secara total dikosongkan selama
inkontinensia inkontinensi sebagian
Penyebab Inkontinensi
Proses ketuaan
Pembesaran kelenjar prostat
Spasme kandung kemih
Menurunnya kesadaran
Menggunakan obat narkotik sedative
Jenis inkontinensi yang dapat dibedakan :
Total inkontinensi
Adalah kelanjutan dan tidak dapat diprediksikan keluarnya urine. Penyebabnya biasanya
adalah injury sfinter eksternal pada laki-laki, injury otot perinela atau adanya fistula antara
kandung kemih dan vagina pada wanita dan kongenital atau kelainan neurologis.
Stress inkontinensi
Ketidaksanggupan mengontrol keluarnya urine pada waktu tekanan abdomen meningkat
contohnya batuk, tertawa karena ketidaksanggupan sfingter eksternal menutup.
Urge inkontinensi
Terjadi pada waktu kebutuhan berkemih yang baik, tetapi tidak dapat ketoilet tepat pada
waktunya. Disebabkan infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme kandung kemih.
Fungisonal inkontinensi
Adalah involunter yang tidak dapat diprediksi keluarnya urine. Biasa didefinisikan sebagai
inkontinensi persists karena secara fisik dan mental mengalami gangguan atau beberapa
faktor lingkungan dalam persiapan untuk buang air kecil di kamar mandi.
Refleks inkontinensi
Adalah involunter keluarnya urine yang diprediksi intervalnya ketika ada reaksi volume
kandung kemih penuh. Klien tidak dapat merasakan pengosongan kandung kemihnya penuh.
c. Enuresis
Sering terjadi pada anak-anak
Umumnya terjadi pada malam hari nocturnal enuresis
Dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
Penyebab Enuresis
Kapasitas kandung kemih lebih besar dari normalnya.
Anak-anak yang tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi dari keinginan berkemih
tidak diketahui, yang mengakibatkan terlambatnya bagun tidur untuk kekamar mandi.
Kandung kemih irritable dan seterusnya tidak dapat menampung urine dalam jumlah besar.
Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya persaingan dengan
saudara kandung, cekcok dengan orang tua). Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa
anaknya akan mengatasi kebiasaannya tanpa dibantu untuk mendidiknya.
Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik atau neurologi sistem perkemihan.
Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral atau makanan pemedas
Anak yang takut jalan pada gang gelap untuk kekamar mandi.
Perubahan pola eliminasi urine
Frekuensi
Normal, meningkatnya frekuensi berkemih, karena meningkatnya cairan. Frekuensi tinggi
tanpa suatu tekanan intake cairan dapat diakibatkan karena cystitis. Frekuensi tinggi pada
orang stress dan orang hamil. Canture / nokturia meningkatnya frekuensi berkemih pada
malal hari, tetapi ini tidak akibat meningkatnya intake cairan
Urgency
Adalah perasaan seseorang untuk berkemih. Sering seseorang tergesa-gesa ke toilet takut
mengalami inkontinensi jika tidak berkemih. Pada umumnya anak kecil masih buruk
kemampuan mengontrol sfingter eksternal.
Dysuria
Adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih. Dapat terjadi karena : striktura urethra,
infeksi perkemihan, trauma pada kandung kemih dan urethra.
Polyuria
Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya
peningkatan intake cairan. Dapat terjadi karena : DM, defisiensi ADH, penyakit ginjal kronik.
Tanda-tanda lain adalah : polydipsi, dehidrasi dan hilangnya berat badan.
Urinari suppresi
Adalah berhenti mendadak produksi urine. Secara normnal urine diproduksi oleh ginjal
secara terus menerus pada kecepatan 60 120 ml/jam (720 1440 ml/hari) dewasa. Keadaan
dimana ginjal tidak memproduksi urine kurang dari 100 ml/hari disanuria. Produksi urine
abnormal dalam jumlah sedikit oleh ginjal disebut oliguria misalnya 100 500 ml/hari.
Penyebab anuria dan oliguria : penyakit ginjal, kegagalan jantung, luka bakar dan shock.
2.6 Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Urine
a. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan
Cara pengambilan urine antara lain:
Pengambilan urine byasa
Merupakan pengambilan urine dengan mengeluarkan urine secara byasa, yaitu buang air
kecil. Byasanya digunakan untuk pemeriksaan kadar gula dalam urine, pemeriksaan
kehamilan. Dll.
Pengambilan urine steril
Merupakan pengambilan urine dengan menggunakan alat steril. Dilakukan dengan
katerisasiatau fungsi supra pubis yang bertujuan mengetahui adanya infeksi pada uretra,
ginjal, atau saluran kemih lainnya.
Pengambilanurine selama 24 jam
Merupakan pengambilan urine yang di kumpulkan dalam waktu 24 jam. Bertujuan untuk
mengetahui jumlah urine selama 24 jamdan mengukur berat jenis, asupan dan output, serta
mengetahui fungsi ginjal.
Persiapan alat dan bahan
1. Botol penampung beserta penutup
2. Etiket khusus
Prosedur kerja ( untuk pasien mampu buang air kecil sendiri )
1. Cuci tangan
2. Memberitahu tindakan yang akan di lakukan pada pasien
3. Untuk pasien yang tidak mampu buang air kecil sendiri, maka bantu untuk buang air kecil
kemudian tamping dalam botol.
4. Bagi pasien yang mampu untuk buang air kecil sendiri, maka anjurkan pasien untuk buang
air kecil dan birkan urine yang pertama keluar dahulu, kemudian anjurkan menampung urine
kedalam botol.
5. Catat nama pasien, dan tanggal pengambilan bahan pemeriksaan.
6. Cuci tangan
b. Menolong Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urineal
Hal ini dilakukan untuk menampung urine dan mengetahui kelainan dari urine ( warna dan
jumlah )
Persiapan alat dan bahan
1. Urineal
2. Pengalas
3. Tisu
Prosedur kerja:
1. Cuci tangan
2. Memberitahu tindakan yang akan dilakukan pada pasien
3. Pasang pengalas pada glutea
4. Lepas pakaian bawah pasien
5. Pasang urineal di bawah glutea/ pinggul atau di antara kedua paha.
6. Anjurkan pasien untuk berkemih
7. Merapikan alat
8. Cuci tangan
9. Menmdokumentasikan tindakan yang dilakukan. Catat warna, dan jumlah produksi urine.
c. Melakukan kateterisasi
Katerisasi merupakan tindakan memasukkan kateter kedalam kandung kemih melalui uretra
untuk membantu memenuhi kebutuhan eliminasi, sebagai pengambilan bahan pemeriksaan.
Dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 2 type yaitu intermittent dan indwelling
Indikasi
Tipe Intermitent
1. Tidak mampu berkemih 8-12 jam setelah operasi
2. Retensi akut setelah trauma uretra
3. Tidak mampu berrkemih akibat obat sedative atau analgesic
4. Cedera tulang belakang
5. Degenerasi neoromuskular secara progresif
6. Untuk mengeluarkan urine residual
Tipe Indwelling
1. Obstruksi aliran urine
2. Post op uretra dan struktur disekitarnya
3. Obstruksi uretra
4. Inkontinensia dan disorientasi berat
Persiapan alat dan bahan
1. Sarung tangan steril
2. Kateter steril
3. Duk steril
4. Minyak pelumas/jelly
5. Larutan pembersih antiseptic ( kapas sublimat )
6. Spuit yang berisi cairan
7. Perlak dan alasnya
8. Pinset anatomi
9. Bengkok
10. Urineal bag
11. Sampiran
Prosedur Kerja
1. Cuci tangan
2. Memberitahu tindakan yang akan dilakukan pada pasien
3. Atur ruangan
4. Pasang perlak
5. Gunakan sarung tangan steril
6. Pasang duk steril
7. Bersihkan vulva dengan kapas sublimat dari atas kebawah
8. Buka labia mayora dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri. Bersihkan bagian dalam
9. Kateter diberi minyak pelumas/jelli pada ujungnya, lalu asupan pelan-pelan sambil anjurkan
untuk tarik napas.
10. Setelah selesai, isi balon dengan cairan akuades dengan menggunakan spuit bila dipasang
permanen
11. Sambung kateter dengan urineal bag dan fiksasi kea rah samping
12. Merapikan alat
13. Cuci tangan
7 Kebutuhan eliminasi alvi ( Buang air besar )
Sistem tubuh berperan dalam proses eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem
gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.
2.8 Proses Buang Air Besar (Defekasi)
adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua pusat ang
menguasai refleks untuk defekasi, yang terletak di medula dan sumsum tulang belakang.
Secara umum, terdapat dua macam terdapat dua macam refleks yang membantu proses
defekasi yaitu refleks defekasi intrinsic dan refleks defekasi parasimpatis.
angguan / Masalah Eliminasi Alvi
a. Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami
statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar
jadi terlalu kering dan keras.
b. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami
pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa
mula dan muntah
c. Inkontinesia usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari
proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini
juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk
mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
d. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas berlebihan
dalam lambung atau usus
e. Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat
peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan
saat defekasi dan lain-lain
f. Fecal Impaction
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh
retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah
asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
10 Faktor yang Memengaruhi Proses Defekasi
a. Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang
berbeda.
b. Diet
Diet, pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat memengaruhi proses defekasi.
Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi
dan jumlah yang dikonsumsipun dapat memengaruhinya.
c. Asupan cairan
Pemasukana cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena
itu, proses absopsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.
d. Aktivitas
Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen,
pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi
e. Pengobatan
Pengobatan juga dapat memengaruhinya proses defekasi, seperti penggunaan laksantif, atau
antasida yang terlalu sering.
f. Gaya hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada
seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/ kebiasaan melakukan buang air besar di tempat
yang bersih atau toilet, etika seseorang tersebut buang air besar di tempat terbuka atau tempat
kotor, maka akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
h. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit tersebut
berhubungan langsung dengan system pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit
infeksi lainnya.
i. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan / keinginan untuk defekasi seperti nyeri pada
kasus hemorrhoid atau episiotomi
j. Kerusakan sensoris dan motoris
Kerusakan pada system sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena
dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.
2.11 Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Alvi (Buang Air Besar)
a. Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan
b. Membantu pasien buang air besar dengan pispot
c. Memberikan huknah rendah
d. Memberikan huknah tinggi
e. Memberikan gliserin
f. Mengeluarkan feses dengan jari

Anda mungkin juga menyukai