Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR ELIMINASI URINE


DIAGNOSA RETENSI URINE
KASUS KEPERAWATAN PADA TN.S SAKURA 7
DI RSUD bekasi Dr.CHASBULLAH ABDULMADJID

Disusun Oleh:

Nama: Rahmadatul Ilmi


NIM: 1720210017

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A.Konsep Dasar
DEFINISI
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses).
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang
berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu Kandung kemih secara progresif terisi sampai
tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua
yaitu timbul reflex saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan
kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk
berkemih. Pada saat destrusor berkontraksi spinter interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah
kontol kesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal
berkontraksi meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa
dalam kandung kemih yang diusebuturine residu. Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada
individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau bangun tidur., Normal miksisehari 5 kali.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement.
Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali
perminggu.Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong
feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus
penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan
beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta
pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat
menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai
kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitastoilet yang normal; lingkungan rumah bisa
menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan
kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti proses eliminasi
yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.
Tujuan dari tindakana.
1. Mengatasi retensi urine;
2. Mengukur jumlah produksi urine oleh ginjal secara akurat;
3. Untuk memperoleh bahan urine steril;
4. Mengukur jumlah residu urine dalam kandung kemih;
5. Memperoleh bahan urine bila tidak dapat ditampung dengan cara lain: menampung urineagar
tidak terkontaminasi pada wanita yang sedang menstruasi, atau pada klien yangsedang
mengalami masalah inkontinensia urine;
6. Mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama operasi dan sebelum suatu pemeriksaan
diagnostik;
7. Membantu memenuhi kebutuhan klien untuk mengosongkan kandung kemih, yangdigunakan
bila klien mengalami sakit yang akut, sakit yang hebat atau terbatas pergerakan;
8. Menjaga agar kandung kemih tetap kosong dan penyembuhan luka
ETIOLOGI dan FAKTOR RISIKO
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK disebabkan oleh :
a. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis
b. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang
c. Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil dan tumor
d. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat, kelainan patologi uretra,
trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.

2. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi urinasi :


a. Perubahan dan pertumbuhan Bayi dan anak kecil tidak dapat memekatkan urine
secara efektif. Bayi dan anak-anak mengekresikan urine dalam jumlah yang besar
dibandingkan dengan ukuran tubuh mereka yang kecil. Seorang anak tidak dapat
mengontrol mikturisi secara volunter sampai usia 18-24 bulan. Orang dewasa dalam
kondisi normal mengekresikan 1500 sampai 1600 ml urine setiap hari. Proses
penuaan mengganggu mikturisi. Perubahan fungsi ginjal dan kandung kemih juga
terjadi seiring dengan proses penuaan.
b. Faktor sosiokultural Pendekatan keperawatan terhadap kebutuhan eliminasi klien
harus mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan sosial klien. Apabila seorang
klien menginginkan privasi, perawat berupaya untuk mencegah terjadinya interupsi
pada saat klien berkemih. Seorang klien yang kurang sensitif terhadap kebutuhannya
untuk mendapatkan privasi harus ditangani dengan sikap yang berusaha memahami
serta menerima klien.
c. Faktor psikologis Ansietas dan stres emosional dapat menimbulkan dorongan untuk
berkemih dan frekuensi berkemih meningkat. Seorang individu yang cemas dapat
merasakan suatu keinginan untuk berkemih. Bahkan setelah buang air beberapa
menit sebelumnya.
d. Kebiasaan pribadi Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting
untuk kebanyakan individu. Beberapa individu memerlukan distraksi untuk rileks.
e. Tonus otot Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi
kandung kemih dan kontrol sfingter uretra eksterna. Kontrol mikturisi yang buruk
dapat diakibatkan oleh otot yang tidak dipakai, yang merupakan akibat dari
lamanya imobilitas, peregangan otot selama melahirkan, atrofi otot setelah menopause,
dan kerusakan otot akibat trauma.
f. Status volume Apabila cairan dan kontsentrasi elektrolit serta solut berada dalam
keseimbangan, peningkatan asupan cairan dapat menyebabkan peningkatan produksi
urine. Cairan yang diminum akan meningkatkan plasma yang bersirkulasi didalam
tubuh sehingga meningkatkan volume filtrat glomerulus dan ekskresi urine.
g. Kondisi penyakit Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkemih.
Adanya luka pada saraf perifer yang menuju ke kandung kemih menyebabkan hilangnya
tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung kemih, dan individu sulit
untuk mengontrol urinasi.
h. Prosedur pembedahan Analgesik narkotik dan anestesi dapat memperlambat laju filtrasi
glomerulus, mengurangi haluan urine. Pembedahan struktur panggul dan abdomen
bagian bawah dapat merusak urinasi akibat trauma lokal pada jaringan sekitar.
i. Obat-obatan Deuretik mencegah reabsorbsi air dan elektrolit tertentu untuk
meningkatkan haluan urine. Retensi urine dapat disebabkan oleh penggunaan obat
antikolinergik (sekelompok obat yang menghambat kerja neurotransmitter asetilkolin
terutama reseptor-reseptor muskarin yang terdapat di SSP dan organ perifer).
3. Berikut adalah faktor risiko eliminasi urine, yaitu :
a. Retensi urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini
menyebabkan distensi vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam keadaan
distensi, vesika urinaria dapat menampung urine sebanyak 3000 – 4000 ml urine. Gejala
obstruktif pada saluran kemih yaitu mengedan ketika miksi (straining), menunggu pada
awal miksi (hesitancy), pancaran melemah (weakness), miksi terputus (intermitten),
dan tidak lampias setelah miksi. Sedangkan gejala iritatif meliputi rasa ingin miksi
yang tidak bisa ditahan (urgency), sering miksi (frequency), sering miksi pada
malam hari (nocturia), dan nyeri ketika miksi (dysuria).

b. Inkontinensia urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara
atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari
inkontinensia urine adalah proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, serta
penurunan kesadaran, serta penggunaan obat narkotik. Inkotinensia terdiri atas:
1) Inkotinensia dorongan : merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang
kuat untuk berkemih.
2) Inkontinensia total : merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.
3) Inkontinensia stress : merupakan keadaan seseorang yang mengalami
kehilangan urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan
abdomen.
4) Inkotinensia refleks : merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat
diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
5) Inkontinensia fungsional : merupakan keadaan seseorang yang mengalami
pengeluaran urine secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan.
c. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan tidak mampu
mengontrol sfingter eksternal. Biasanya, enuresis terjadi pada anak atau orang jompo.
Umumnya enuresis terjadi pada malam hari.

d. Perubahan pola eliminasi urine


Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami
gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik,
dan infeksi saluran kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas:
1) Frekuensi : merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan
frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk.
Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan oleh
sistisis (penyakit kronis yang menyebabkan peradangan, nyeri dan tekanan di
kandung kemih). Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada keadaan stres atau
hamil.
2) Urgensi : perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak
berkemih. Pada umumnya, anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam
mengontrol sfingter eksternal. Biasanya, perasaan segera ingin berkemih terjadi
pada anak karena kurangnya pengontrolan pada sfingter.
3) Disuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada
penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra (menyempit).
4) Poliuria : merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,
tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya, hal ini dapat ditemukan pada
penyakit diabetes mellitus dan penyakit ginjal kronis.
5) Urinaria supresi : berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal,
urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60 – 120 ml/jam secara terus – menerus
MANIFESTASI KLINIS
1. Urine mengalir lambat
2. Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena pengosongan kandung kemih tidak
efisien
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc.
6. Hematuria
7. Edema ringan pada mata / seluruh tubuh
8. Edema berat mengakibatkan oliguria dan payah jantung
9. Hipertensi 60 – 70%
10. Gangguan GIT ( muntah dan diare )
11. Oliguria
PATOFISIOLOGI
Pengendalian kandung kemih dan sfingter diperlukan agar terjadi pengeluaran urine secara
kontinu. Pengendalian memerlukan kegiatan otot normal diluar kesadaran dan yang di dalam
kesadaran yang dikoordinasi oleh refleks urethrovesica urinaria. Bila terjadi pengisian kandung
kemih, tekanan didalam kandung kemih meningkat. Otot detrusor (lapisan yang tiga dari
dinding kandung kemih) memberikan respon dengan relaksasi agar memperbesar volume daya
tampung. Bila titik daya tampung telah dicapai, biasanya 150 sampai 200 ml urin daya rentang
reseptor yang terletak pada dinding kandung kemih mendapat rangsang. Stimulus ditransmisi
lewat serabut refleks eferen ke lengkungan pusat refleks untuk mikturisi. Impuls kemudian
disalurkan melalui serabut eferen dari lengkungan refleks ke kandung kemih, menyebabkan
kontraksi otot detrusor. Sfingter internal yang dalam keadaan normal menutup, serentak
bersama-sama membuka dan urin masuk ke uretra posterior. Relaksasi sfingter eksternal dan
otot perincal mengikuti dan isi kandung kemih keluar. Pelaksanaan kegiatan refleks bisa
mengalami interupsi dan berkemih ditangguhkan melalui dikeluarkannya impuls inhibitori dari
pusat kortek yang berdampak kontraksi diluar kesadaran dari sfingter eksternal. Bila salah satu
bagian dari fungsi yang komplek ini rusak, bisa terjadi inkontinensia urin
.TALAKSANAAN MEDIS
1. Pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan. Mengingat tujuan pemeriksaan berbeda-
beda, maka pengambilan sampel urine juga dibeda-bedakan sesuai dengan tujuannya.
2. Menolong untuk buang air kecil dengan menggunakan urinal. Menolong BAK dengan
menggunakan urinal merupakan tindakan keperawatan dengan membantu pasien yang
tidak mampu BAK sendiri dikamar kecil dengan menggunakan alat penampung dengan
tujuan menampung urine dan mengetahui kelainan urine berupa warna dan jumlah urine yang
dikeluarkan pasien.
3. Melakukan kateterisasi. Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya kateter
melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air seni atau urine

Anda mungkin juga menyukai