A. DEFINISI
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang
berupa urin maupun fekal. Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan sebagai
hasil filtrasi dari plasma darah di glomerolus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal
untuk di filtrasi, hanya 1-2 liter saja yang dapat berupa urin sebagian besar hasil filtrasi
akan di serap kembali di tubulus ginjal untuk di manfaatkan oleh tubuh.
Eliminasi urin merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh yang bertujuan
untuk mengeluarkan bahan sisa dari tubuh. Eliminasi urine tergantung kepada fungsi
ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal menyaring produk limbah dan darah
untuk membentuk urine. Ureter mentranspor urine dan ginjal ke kandung kemih.
Kandung kemih menyimpan urine sampai timbul keinginan ingin berkemih. Urine keluar
dari tubuh melalui ureter. Semua organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi
supaya urine berhasil dikeluarkan dengan baik.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Urine mengalir lambat
2. Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena pengosongan kandung kemih
tidak efisien
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc.
6. Hematuria
7. Edema ringan pada mata / seluruh tubuh
8. Edema berat mengakibatkan oliguria dan payah jantung
9. Hipertensi 60 – 70%
10. Gangguan GIT ( muntah dan diare )
11. Oliguria
D. PATOFISIOLOGI
Pengendalian kandung kemih dan sfingter diperlukan agar terjadi pengeluaran urine
secara kontinu. Pengendalian memerlukan kegiatan otot normal diluar kesadaran dan
yang di dalam kesadaran yang dikoordinasi oleh refleks urethrovesica urinaria.
Bila terjadi pengisian kandung kemih, tekanan didalam kandung kemih meningkat.
Otot detrusor (lapisan yang tiga dari dinding kandung kemih) memberikan respon
dengan relaksasi agar memperbesar volume daya tampung. Bila titik daya tampung telah
dicapai, biasanya 150 sampai 200 ml urin daya rentang reseptor yang terletak pada
dinding kandung kemih mendapat rangsang. Stimulus ditransmisi lewat serabut refleks
eferen ke lengkungan pusat refleks untuk mikturisi. Impuls kemudian disalurkan melalui
serabut eferen dari lengkungan refleks ke kandung kemih, menyebabkan kontraksi otot
detrusor.
Sfingter internal yang dalam keadaan normal menutup, serentak bersama-sama
membuka dan urin masuk ke uretra posterior. Relaksasi sfingter eksternal dan otot
perincal mengikuti dan isi kandung kemih keluar. Pelaksanaan kegiatan refleks bisa
mengalami interupsi dan berkemih ditangguhkan melalui dikeluarkannya impuls
inhibitori dari pusat kortek yang berdampak kontraksi diluar kesadaran dari sfingter
eksternal. Bila salah satu bagian dari fungsi yang komplek ini rusak, bisa terjadi
inkontinensia urin.
Pathway
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pielogram Intravena/ Intravenous Pyelography (IVP) : adalah pemeriksaan
radiografi dari traktus urinarius (renal, ureter, kandung kemih, uretra) dengan
memasukkan bahan media kontras kedalam traktus urinary melalui pembuluh darah
vena untuk mendapatkan informasi anatomi dan patologi.
2. Computerized Axial Tomography : merupakan prosedur sinar X terkomputerisasi
yang digunakan untuk memperoleh gambaran terperinci mengenai struktur bidang
tertentu dalam tubuh. scanner tomografi adalah sebuah mesin besar yang berisi
komputer khusus serta sistem pendeteksi sinar X yang berfungsi secara simultan
untuk memfoto struktur internal berupa potongan lintang transversal yang tipis.
3. Ultra Sonografi (USG) : merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang berharga
dalam mengkaji gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang suara
yang tidak dapat didengar, berfrekuensi tinggi, yang memantul dari struktur
jaringan.
4. Prosedur Invasif
a. Sistoscopy : sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak fleksibel
tapi ukurannya lebih besar sistoscopy di insersi melalui uretra klien. Instrumen
ini memiliki selubung plastik atau karet. Sebuah obturator yang membuat skop
tetap kaku selama insersi. Sebuah teleskop untuk melihat kantung kemih dan
uretra, dan sebuah saluran untuk menginsersi kateter atau instrumen bedah
khusus.
b. Biopsi Ginjal : menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal. Prosedur ini
dilakukan dengan mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa
dengan tekhnik mikroskopik yang canggih. Prosedur ini dapat dilakukan
dengan metode perkutan (tertutup) atau pembedahan (terbuka).
c. Angiography (arteriogram) : merupakan prosedur radiografi invasif yang
mengevaluasi sistem arteri ginjal. Digunakan untuk memeriksa arteri ginjal
utama atau cabangnya untuk mendeteksi adanya penyempitan atau okulasi dan
untuk mengevaluasi adanya massa (contoh: neoplasma atau kista)
5. Sitoure Terogram Pengosongan (volding cystoureterogram) : pengisian kandung
kemih dengan zat kontras melalui kateter. Diambil foto saluran kemih bagian bawah
sebelum, selama dan sesudah mengosongkan kandung kemih. Kegunaannya untuk
mencari adanya kelainan uretra (misal: stenosis) dan untuk menentukan apakah
terdapat refleks vesikoreta.
6. Arteriogram Ginjal : memasukan kateter melalui arteri femonilis dan aorta
abdominis sampai melalui arteria renalis. Zat kontras disuntikan pada tempat ini, dan
akan mengalir dalam arteri renalis dan kedalam cabang-cabangnya. Indikasi :
a. Melihat stenosis renalis yang menyebabkan kasus hipertensi
b. Mendapatkan gambaran pembuluh darah suatu neoplasma
c. Mendapatkan gambaran dan suplai dan pengaliran darah ke daerah korteks,
untuk pengetahuan pielonefritis kronik (infeksi ginjal).
d. Menetapkan struktur suplai darah ginjal dari donor sebelum melakukan
transplantasi ginjal.
7. Pemeriksaan Urine : hal yang dikaji adalah warna, kejernihan dan bau urine. Untuk
melihat kejanggalan dilakukan pemeriksaan protein, glukosa, dll.
8. Tes Darah : hal yang di kaji BUN, bersih kreatinin, nitrogen non protein, sistoskopi,
intravenus, pyelogram.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan. Mengingat tujuan pemeriksaan
berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga dibeda-bedakan sesuai dengan
tujuannya.
2. Menolong untuk buang air kecil dengan menggunakan urinal. Menolong BAK
dengan menggunakan urinal merupakan tindakan keperawatan dengan membantu
pasien yang tidak mampu BAK sendiri dikamar kecil dengan menggunakan alat
penampung dengan tujuan menampung urine dan mengetahui kelainan urine berupa
warna dan jumlah urine yang dikeluarkan pasien.
3. Melakukan kateterisasi. Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya kateter
melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air seni atau urine.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada kebutuhan elimiasi urine meliputi :
a. Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan
diagnosa medis.
b. Data keluhan utama merupakan keluhan yang sering menjadi alasan pasien untuk
meminta bantuan kesehatan, seperti pada gangguan sistem perkemihan, meliputi
keluhan sistemik, antara lain gangguan fungsi ginjal (sesak nafas, edema, malaise,
pucat, dan uremia) atau demam disertai menggigil akibat infeksi/urosepsis, dan
keluhan lokal pada saluran perkemihan antara lain nyeri akibat kelainan pada saluran
perkemihan, keluhan miksi (keluhan iritasi dan keluhan obstruksi), hematuria,
inkontinensia, disfungsi seksual, atau infertilitas. Keluhan utama pada subjek retensi
urin adalah sensasi penuh pada kandung kemih, disuria/anuria, dan distensi kandung
kemih (Muttaqin, 2011).
c. Kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih serta hambatannya.
Frekuensi berkemih tergantung pada kebiasaan dan kesempatan.
d. Pola berkemih
Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam waktu 24
jam.
Urgensi dimana perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang ke toilet
karena takut mengalami inkotinensia jika tidak berkemih.
Disuria dimana keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih.
Poliuria dimana keadaan produksi yang abnormal.
Urinaria supresi adalah keadaan produksi urine yang berhenti secara mendadak.
e. Volume urine menentukan berapa jumlah urine dalam waktu 24 jam.
f. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih seperti berikut:
Diet dan asupan (diet tinggi protein dan natrium)
Gaya hidup
Stres psikologis dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih
Tingkat aktivitas
g. Keadaan urine meliputi :
Warna
Bau
Berat jenis
Kejernihan
pH
Protein
Darah
Glukosa
h. Tanda klinis gangguan eliminasi urine seperti retensi urine, inkontinensia urine.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Retensi urine b/d blok spingter dibuktikan dengan (d.d) pasien mengalami sensasi
penuh pada kandung kemih, disuria/ anuria, distensi kandung kemih, dribbling,
inkontinensia berlebih, dan residu rin 150 ml atau lebih (D.0050)
2. Inkontinensia urin fungsional b/d gangguan fungsi kognisi, faktor perubahan
lingkungan, gangguan psikologi, kelemahan struktur panggul, keterbatasan
neuromuskular (D.0044)
3. Inkontinensia urin berlebih b/d disenergia sfingter eksternal, obstruksi ureter,
program pengobatan (D.0043)
4. Inkontinensia urin refleks b/d gangguan neurologis diatas lokasi pusat mikturisi
pontine dan mikturisi sakral (D.0045)
5. Inkontinensia urin stres b/dndefisiensi sfingter uretra intrinsik, peningkatan tekanan
intraabdomen (D.0046)
6. Inkontinensia urin urgensi b/d infeksi kandung kemih, program pengobatan
(D.0047)
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Tujuan :
a. Memahami arti eliminasi urine
b. Membantu mengosongkan kandung kemih secara penuh
c. Mencegah infeksi
d. Mempertahankan integritas kulit
e. Memberikan rasa nyaman
f. Mengembalikan fungsi kandung kemih
g. Memberikan asupan secara tepat
h. Mencegah kerusakan kulit
i. Memulihkan self esteem atau mencegah tekanan emosional
Rencanakan Tindakan :
Monitor/observasi perubahan faktor, tanda dan gejala terhadap masalah perubahan
eliminasi urine, retensi dan urgensi
Kurangi faktor yang mempengaruhi/penyebab masalah
Monitor terus perubahan retensi urine
Lakukan kateterisasi urine
1. Inkontinensia dorongan
a) Pertahankan hidrasi secara optimal
b) Ajarkan untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih
c) Ajarkan pola berkemih terencana (untuk mengatasi kontraksi kandung kemih
yang tidak biasa)
d) Anjurkan berkemih pada saat terjaga seperti setelah makan, latihan fisik,
mandi
e) Anjurkan untuk menahan sampai waktu berkemih
f) Lakukan kolaborasi dengan tim dokter dalam mengatasi iritasi kandung kemih
2. Inkontinensia total
a) Pertahankan jumlah cairan dan berkemih
b) Rencanakan program kateterisasi intermitten apabila ada indikasi
c) Apabila terjadi kegagalan pada latihan kandung kemih pertimbangan untuk
pemasangan indweeling urinary catheter.
3. Inkontinensia stres
a) Ajarkan untuk mengidentifikasi otot dasar pelviks dan kekuatan dan
kelemahannya saat melakukan latihan
b) Untuk otot dasar pelviks anterior bayangkan anda mencoba menghentikan
aliran urine, kencangkan otot-otot belakang dan depan dalam waktu 10 detik,
kemudian lepaskan atau rileks, ulangi hingga 10 kali dan lakukan 4 kali sehari
c) Meningkatkan tekanan abdomen dengan cara :
Latih untuk menghindari duduk lama
Latih untk sering berkemih sedikitnya tiap 2 jam.
4. Inkontinensia fungsional
a) Ketuk supra pubis secara dalam, tajam dan berulang
b) Anjurkan pasien untuk posisi setengah duduk
c) Mengetuk kandung kemih secara langsung dengan rata-rata 7–8 kali setiap
detik
d) Gunakan sarung tangan
e) Pindahkan sisi rangsangan di atas kandung kemih untuk menentukan posisi
saling berhasil lakukan hingga aliran baik
f) Tunggu kurang lebih 1 menit dan ulangi hingga kandung kemih kosong
g) Apabila rangsangan dua kali lebih dan tidak ada respon, berarti sudah tidak
ada lagi yang dikeluarkan.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau perencanaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya
(Koizer et al., 2011). Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik
yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan perencanaan keperawatan.
Tindakan-tindakan pada perencanaan keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik,
edukasi dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP, 2018). Fase pertama merupakan fase
persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi
rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak implementasi
keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga merupakan transmisi perawat
dan pasien setelah implementasi keperawatan selesai dilakukan.
E. EVALUASI
Evaluasi keperaatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine secara umum dapat
dinilai dari adanya kemampuan dalam :
1. Miksi dengan normal, ditunjukkan dengan kemampuan berkemih sesuai dengan
asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan obat, kompresi
pada kandung kemih atau kateter.
2. Mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurangnya distensi,
volume urine residu, dan lancarnya kepatenan drainase
3. Mencegah infeksi/ bebas dari infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya infeksi,
tidak ditemukan adanya disuria, urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar
4. Mempertahankan integritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal kering
tanpa inflamasi dan kulit di sekitar uterostomi kering.
5. Memberikan rasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria, tidak
ditemukan adanya distensi kandung kemih dan adanya ekspresi senang.
6. Melakukan bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi
inkontinensia dan mampu berkemih di saat ingin berkemih.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: EGC
Kozier, Erb, Berman, Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume
2. Jakarta : EGC
Mubarok, Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. EGC: Jakarta
Potter dan Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2. Jakarta :
EGC
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan Edisi 4.
Jakarta : Salemba Medika