Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine


di Ruang Mawar RSUD Kota Tanjungpinang
2023

Nama Mahasiswa : Zurita


NIM 222213051
Tanggal Praktik : 11 Desember 2023
Pembimbing Akademik : Tri Arianingsih
S.Kep,Ns,M.Kep. Pembimbing Klinik : Erlen Madame ,
S.Kep.,Ns

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DASAR


PRODI D-3 KEPERAWATAN STIKES HANG
TUAH TANJUNGPINANG
T.A 2023/2024
A. KONSEP DASAR GANGGUAN ELIMINASI URINE
1. DEFINISI
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh
baik yang berupa urin maupun fekal. Eliminasi urin normalnya adalah
pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi dari plasma darah di glomerolus. Dari
180 liter darah yang masuk ke ginjal untuk di filtrasi, hanya 1-2 liter saja yang
dapat berupa urin sebagian besar hasil filtrasi akan di serap kembali di tubulus
ginjal untuk di manfaatkan oleh tubuh.
Eliminasi urin merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh yang
bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa dari tubuh. Eliminasi urine
tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra Ginjal
menyaring produk limbah dan darah untuk membentuk urine Ureter
mentranspor urine dan ginjal ke kandung kemih. Kandung kemnih
menyimpan urine sampai timbul keinginan ingin berkemih. Urine keluar dari
tubuh melalui ureter. Semua organ sistem perkemihan harus utuh dan
berfungsi supaya urine berhasil dikeluarkan dengan baik.
Eliminasi urine adalah salah satu dari proses metabolic tubuh yang
bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisadaritubuh. Chronic Kidney Desease
(CKD) merupakan suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan
sehingga tidak mampu melakukan filtrasi sisa metabolism tubuh.

2. ETIOLOGI dan FAKTOR RISIKO


1. Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK disebabkan oleh:
 Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinali
 Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena kuma teregang
 Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan leher veska, Batu kecil
dan tumor.

2
 Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat, kelainan patologi
uretra,
1. trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih
2. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi urinasi
a. Perubahan dan pertumbuhan
Bayi dan anak kecil tidak dapat memekatkan urine secara efektif.
Bayi dan anak-anak mengekresikan urine dalam jumlah yang besar
dibandingkan dengan ukuran tubuh mereka yang kecil. Seorang anak
tidak dapat mengontrol mikturisi secara volunter sampai usia 18-24
bulan Orang dewasa dalam kondisi normal mengekresikan 1500
sampai 1600 ml urine setiap hari Proses penuaan mengganggu
mikturisi Perubahan fungsi ginjal dan kandung kemih juga terjadi
seiring dengan proses penuaan.
b. Faktor sosiokultural
Pendekatan keperawatan terhadap kebutuhan eliminasi klien harus
mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan sosial klien. Apabila
seorang klien menginginkan privasi, perawat berupaya untuk
mencegah terjadinya interupsi pada saat klien berkemih. Seorang klien
yang kurang sensitif terhadap kebutuhannya untuk mendapatkan
privasi harus ditangani dengan sikap yang berusaha memahami serta
menerima klien
c. Faktor psikologis
Ansietas dan stres emosional dapat menimbulkan dorongan untuk
berkemih dan frekuensi berkemih meningkat Seorang individu yang
cemas dapat merasakan suatu keinginan untuk berkemih. Bahkan
setelah buang air beberapa menit sebelumnya.
d. Kebiasaan pribadi

3
Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting
untuk kebanyakan individu. Beberapa individu memerlukan distraksi
untuk rileks
e. Tonus otot
Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak
kontraksi kandung kemils dan kontrol sfingter uretra eksterna. Kontrol
mikturisi yang buruk dapat diakibatkan oleh otot yang tidak dipakai,
yang merupakan akibat dari lamanya imobilitas, peregangan otot
selama melahirkan, atrofi otot setelah menopause, dan kerusakan otot
akibat trauma.
f. Status volum e
Apabila cairan dan kontsentrasi elektrolit serta solut berada dalam
keseimbangan, peningkatan asupan cairan dapat menyebabkan
peningkatan produksi urine. Cairan yang diminum akan meningkatkan
plasma yang bersirkulasi didalam tubuh sehingga meningkatkan
volume filtrat glomerulus dan ekskresi urine.
g. Kondisi penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk
berkemih. Adanya luka pada saraf perifer yang menuju ke kandung
kemih menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya
sensasi penuh kandung kemih, dan individu sulit untuk mengontrol
urinusi.
h. Prosedur pembedahan
Analgesik narkotik dan anestesi dapat memperlambat laju filtrasi
glomerulus, mengurangi haluan urine. Pembedahan struktur panggul
dan abdomen bagian bawah dapat merusak urinasi akibat trauma lokal
pada jaringan sekitar.
i. Obat-obatan

4
Deuretik mencegah reabsorbsi air dan elektrolit tertentu untuk
meningkatkan haluan urine. Retensi urine dapat disebabkan oleh
penggunaan obat antikolinergik (sekelompok obat yang menghambat
kerja neurotransmitter asetilkolin terutama reseptor-reseptor muskarin
yang terdapat di SSP dan organ perifer)
3. Berikut adalah faktor risiko eliminasi urine, yaitu:
a. Retensi urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal
inimenyebabkan distensi vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika
seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
Dalam keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung urine sebanyak
3000-4000 ml urine.
Gejala obstruktif pada saluran kemih yaitu mengedan ketika miksi
(straining). menunggu pada awal miksi (hesitancy), pancaran melemah
(weakness), miksi terputus (intermitten), dan tidak lampias setelah miksi.
Sedangkan gejala iritatif meliputi rasa ingin miksi yang tidak bisa ditahan
(urgency), sering miksi (frequency), sering miksi pada malam hari
(nocturia), dan nyeri ketika miksi (dysuria).
b. Inkontinensia urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sfingter eksternal
sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum.
penyebab dari inkontinensia urine adalah proses penuaan pembesaran
kelenjar prostat, serta penurunan kesadaran, serta penggunaan obat narkotik.
Inkotinensia terdiri atas:

1) Inkotinensia dorongan: merupakan keadaan dimana seseorang


mengalamipengeluaran urine tanpa sadar, terjadi segera setelah
merasa dorongan yang kuat untuk berkemih.

5
2) Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang
mengalamipengeluaran urine yang terus-menerus dan tidak dapat
diperkirakan.
3) Inkontinensia stress merupakan keadaan seseorang yang mengalami
kehilangan urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan
tekanan abdomen
4) Inkotinensia refleks merupakan keadaan dimana seseorang
mengalami pengeluaran urine yang tidak dirusakan, terjadi pada
interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih
mencapai jumlah tertentu.
5) Inkontinensia fungsional: merupakan keadaan seseorang yang
mengalami pengeluaran urine secara tanpa disadari dan tidak dapat
diperkirakan.
c. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol sfingter eksternal. Biasanya, enuresis
terjadi pada anak atau orang jompo. Umumnya enuresis terjadi pada malam
hari.
d. Perubahan pola eliminasi urine
Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang
mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis,
kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan pola
eliminasi terdiri
1) Frekuensi : merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam
sehari. Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan
meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang
tinggi tanpa suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan oleh
sistisis (penyakit kronis yang menyebabkan peradangan, nyeri

6
dan tekanan di kandung kemih). Frekuensi tinggi dapat
ditemukan juga pada keadaan stres atau hamil.
2) Urgensi : perasaan seseorang yang takut mengalami
inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya, anak kecil
memiliki kemampuan yang buruk dalam mengontrol sfingter
eksternal. Biasanya, perasaan segera ingin berkemih terjadi
pada anak karena kurangnya pengontrolan pada sfingter.
3) Disuria: rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering
ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan
striktur uretra (menyempit).
4) Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah
besar oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan.
Biasanya, hal ini dapat ditemukan pada penyakit diabetes
mellitus dan penyakit ginjal kronis.
5) Urinaria supresi berhentinya produksi urine secara mendadak.
Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60-
120 ml/jam secara terus-menerus.

3 MANIFESTASI KLINIS
1) Urine mengalir lambat
2) Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena
pengosongan kandung kemih tidak efisien
3) Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
4) Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK
5) Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc.
6) Hematuria
7) Edema ringan pada mata/seluruh tubuh
8) Edema berat mengakibatkan oliguria dan payah jantung
9) Hipertensi 60-70%

7
10) Gangguan GIT (muntah dan diare)
11) Oliguria

4. PATOFISIOLOGI
Pengendalian kandung kemih dan sfingter diperlukan agar terjadi
pengeluaran urine secara kontinu. Pengendalian memerlukan kegiatan otot
normal diluar kesadaran dan yang di dalam kesadaran yang dikoordinasi oleh
refleks urethrovesica urinaria. Bila terjadi pengisian kandung kemih, tekanan
didalam kandung kemih meningkat. Otot detrusor (lapisan yang tiga dari
dinding kandung kemih) memberikan respon dengan relaksasi agar
memperbesar volume daya tampung. Bila titik daya tampung telah dicapai,
biasanya 150 sampai 200 ml urin daya rentang reseptor yang terletak pada
dinding kandung kemih mendapat rangsangan . Stimulus ditransmisi lewat
serabut refleks eferen ke lengkungan pusat refleks untuk mikturisi. Impuls
kemudian disalurkan melalui serabut eferen dari lengkungan refleks ke
kandung kemih, menyebabkan kontraksi otot detrusor.
Stingter internal yang dalam keadaan normal menutup, serentak bersama-
sama membuka dan urin masuk ke uretra posterior. Relaksasi sfingter
eksternal dan otot perineal mengikuti dan isi kandung kemih keluar.
Pelaksanaan kegiatan refleks bisa mengalami interupsi dan berkemih
ditangguhkan melalui dikeluarkannya impuls inhibitori dari pusat kortek yang
berdampak kontraksi diluar kesadaran dari sfingter eksternal. Bila salah satu
bagian dari fungsi yang komplek ini rusak, bisa terjadi inkontinensia urin,

8
5. PATHWAY

9
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pielogram Intravena Intravenous Pyelography (IVP) adalah pemeriksaan
radiografi dari traktus urinarius (renal, ureter, kandung kemih, uretra)
dengan memasukkan bahan media kontras kedalam traktus urinary melalui
pembuluh darah vena untuk mendapatkan informasi anatomi dan patologi.
2) Computerized Axial Tomography: merupakan prosedur sinar X
terkomputerisasi yang digunakan untuk memperoleh gambaran terperinci
mengenai struktur bilang tertentu dalam tubuh, scanner tomografi adalah
sebuah mesin besar yang berisi komputer khusus serta sistem pendeteksi
sinar X yang berfungsi secara simultan untuk memfoto struktur internal
berupa potongan lintang transversal yang tipis.
3) Ultra Sonografi (USG): merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang
berharga dalam mengkaji gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan
gelombang suara yang tidak dapat didengar, berfrekuensi tinggi yang
memantul dari struktur jaringan.
4) Prosedur Invasif
a) istoscopy: sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak
fleksibel tapi ukurannya lebih besar sistoscopy di insersi melalui
uretra klien. Instrumen ini memiliki selubung plastik atau karet.
Sebuah obturator yang membuat skop tetap kaku selama insersi.
Sebuah teleskop untuk melihat kantung kemih dan uretra, dan
sebuah saluran untuk menginsersi kateter atau instrumen bedah
khusus
b) Biopsi Ginjal menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal.
Prosedur ini dilakukan dengan mengambil irisan jaringan korteks
ginjal untuk diperiksa dengan tekhnik mikroskopik yang canggih
Prosedur ini dapat dilakukan dengan metode perkutan (tertutup)
atau pembedahan (terbuka).

10
c) Angiography (arteriogram) merupakan prosedur radiografi invasif
yang mengevaluasi sistem arteri ginjal. Digunakan untuk
memeriksa arteri ginjal utama atau cabangnya untuk mendeteksi
adanya penyempitan atau okulasi dan untuk mengevaluasi adanya
massa (contoh: neoplasma atau kista)
5) Sitoure Terogram Pengosongan (volding cystoureterogram): pengisian
kandung kemih dengan zat kontras melalui kateter. Diambil foto saluran
kemih bagian bawah sebelum. selama dan sesudah mengosongkan kandung
kemih. Kegunaannya untuk mencari adanya kelainan uretra (misal: stenosis)
dan untuk menentukan apakah terdapat refleks vesikoreta.
6) Arteriogram Ginjal: memasukan kateter melalui arteri femonilis dan aorta
abdominis sampai melalui arteria renalis Zat kontras disuntikan pada tempat
ini, dan akan mengalir dalam arteri renalis dan kedalam cabang-cabangnya.
Indikasi :
a) Melihat stenosis renalis yang menyebabkan kasus hipertensi.
b) Mendapatkan gambaran pembuluh darah suatu neoplasma.
c) Mendapatkan gambaran dan suplai dan pengaliran darah ke daerah
korteks, untuk pengetahuan pielonefritis kronik (infeksi ginjal).
d) Menetapkan struktur suplai darah ginjal dari donor sebelum
melakukan transplantasi ginjal
7) Pemeriksaan Urine: hal yang dikaji adalah warna, kejernihan dan bau urine.
Untuk melihat kejanggalan dilakukan pemeriksaan protein, glukosa, dll.
8) Tes Darah hal yang di kaji BUN, bersih kreatinin, nitrogen non protein,
sistoskopi,intravenus, pyelogram

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan. Mengingat tujuan
pemeriksaan berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga dibeda-
bedakan sesuai dengan tujuannya.

11
2) Menolong untuk buang air kecil dengan menggunakan urinal. Menolong
BAK dengan menggunakan urinal merupakan tindakan keperawatan
dengan membantu pasien yang tidak mampu BAK sendiri dikamar kecil
dengan menggunakan alat penampung dengan tujuan menampung urine
dan mengetahui kelainan urine berupa warna dan jumlah urine yang
dikeluarkan pasien.
3) Melakukan kateterisasi. Kateterisasi kandung kemih adalah
dimasukkannya kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk
mengeluarkan air seni atau urine.

B. Konsep Asuhan Klien Dengan Gangguan Eliminasi Urine


1. Pengkajian
Pengkajian pada kebutuhan elimiasi urine meliputi:
a) Identitas Klien
Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan. agans, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, nomor register, dan diagnosa medis
b) Data keluhan utama merupakan keluhan yang sering menjadi alasan
pasien untuk meminta bantuan kesehatan, seperti pada gangguan
sistem perkemihan, meliputi keluhan sistemik, antara lain gangguan
fungsi ginjal (sesak nafas, edema, malaise. pucat, dan uremia) atau
demum disertai menggigil akibat infeksi/uresepsis, dan keluhan lokal
pada saluran perkemihan antara lain nyeri akibat kelainan pada
saluran perkemihan, keluhan miksi (keluhan iritasi dan keluhan
obstruksi), hematuria. inkontinensia, disfungsi seksual, atau
infertilitas. Keluhan utama pada subjek retensi urin adalah sensasi
penah pada kandung kemih, disuria/onuria, dan distensi kandung
kemih

12
c) Kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih serta
hambatannya. Frekuensi berkemih tergantung pada kebiasaan dan
kesempatan:
d) Pola berkemih
 Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu
berkemih dalam waktu 24jam
 Urgensi dimana perasaan seseorang untuk berkemih seperti
seseorang ke toilet karena takut mengalami inkotinensia jika
tidak berkemih
 Disuria dimana keadaan rasa sakit atau kesulitan saat
berkemih
 Poliuria dimana keadaan produksi yang abnormal.
 Urinaria supresi adalah keadaan produksi urine yang berhenti
secara mendadak.
e) Volume urine menentukan berapa jumlah urine dalam waktu 24 jam.
f) Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih seperti berikut:
 Diet dan asupan (diet tinggi protein dan natrium)
 Gaya hidup
 Stres psikologis dapat meningkatkan frekuensi keinginan
berkemih
 Tingkat aktivitas
g) Keadaan urine meliputi:
 Warna
 Bau
 Berat jenis
 Kejernihan
 PH

13
 Protein
 Darah
 Glukosa

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Gangguan pola eliminasi urine (D.0040) b/d Berkemih tidah tuntas ,
distensi kandung kemih
 Nyeri (D.0077) b/d mengeluh nyeri
 Defisit nutrisi (D.0019) b/d Diare
 Hipertermi (D.0130)b/d Suhu tubuh di atas nilai normal

3. Intervensi Keperawatan

No DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI RASIONAL


1. Gangguan pola Setelah melakukan Dukungan perawatan diri: - Mencegah
eliminasi urin intervensi selama 3x24 BAB/BAK terjadinya inpeksi
(D.0040) b/d jam diharapkan klien  monitor integritas kulit saluran kemih
berkemih tidak nyaman dalam  sediakan alat bantu yang
tuntas ,distensi berkemih yang (mis. Kateter eksternal berkelanjutan
kandung kemih. dibuktikan dengan : ,urinal ) jika perlu
-pengeluaran urine  jaga privasi selama
tanpa nyeri tanpa eliminasi.
kesulitan di awal
berkemih atau urgensi.

14
2. Nyeri akut -setelah dilakukan Manajemen nyeri 1) Untuk mengetahui
(D.0077) b/d intervensi selama  Identifikasi lokasi lokasi,karakteristik’d
mengeluh nyeri 3x24jam masalah ,karakteristik urasi dan frekuensi
nyeri akut ,durasi frekuensi ,kualitas dan
diharapkan menurun ,kualitas ,intensitas intensitas nyeri.
dan teratasi sengan nyeri. 2) Agar kita tahu tingkat
indikator.  Identifikasi skala cedera yang
nyeri dirasakan oleh pasien.
 Identifikasi 3) Agar mengetahui
pengetahuan dan tingkat nyeri yang
keyakinan tentang sebenarnya.
nyeri .
 Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memeperingan
nyeri.
 Brikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri.
 Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri .
-Fasilitasi istirahat dan
tidur.
3 Deficit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi 1) Dapat mengetahui status
(D.0019) B/d diare tindakan  identifikasi nutrisi pasien sehingga
keperawatan 3x24 status nutrisi dapat melakukan
jam diharapkan  identifikasi intervensi yang tepat.
keadekuatan asupan kebutuhan 2) mencukupi kalori sesuai
nutrisi untuk kalori dan kebutuhan pasien dapat
memenuhi nutrient membantu proses
kebutuhan  monitor asupan penyembuhan dan
metabolisme makanan menghindari terjadinya
membaik.  monitor berat komplikasi.
badan 3) Membantu dalam
 lakukan mengidentifikasii mal
oral hygine nutrisi protein
sebelium 4) kalori pasien.Khususnya
makan,jika apabila berat badan

15
perlu kurang atau normal.
 anjurkan posisi 5) Mulut yang bersih
duduk jika dapat meningkatkan
mampu nafsu makan.

4. Hipertermi (D.0130) Setelah diakukan Manajemen hipertermia 1) Mengetahui dan


B/d suhu tubuh di atas intervensi selama 24  identifikasi memonitori
normal. jam diharapkan suhu penyebab TTV klien.
tubuh pada pasien hipertermia. 2) menurunkan
normal  lakukan suhu dengan
pendinginan teknik non
eksternal farmakologi.
(kompres)
 monitor suhu
tubuh
 monitor
komplikasi
akibat
hipertermia
 sediakan
lingkungan
yang dingin

16
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Mencegah terjadinya inpeksi saluran kemih yang berkelanjutan
Untuk mengetahui lokasi,karakteristik’d urasi dan frekuensi kualitas dan intensitas nyeri.
Agar kita tahu tingkat cedera yang dirasakan oleh pasien.
Agar mengetahui tingkat nyeri yang sebenarnya
apat mengetahui status nutrisi pasien sehingga dapat melakukan intervensi yang tepat.
mencukupi kalori sesuai kebutuhan pasien dapat membantu proses penyembuhan dan
menghindari terjadinya komplikasi.
Membantu dalam mengidentifikasii mal nutrisi protein
kalori pasien.Khususnya apabila berat badan
Mengetahui dan memonitori TTV klien.
menurunkan suhu dengan teknik non farmakologi

5. EVALUASI
a) S ( Subjective) :Keluhan pasien setelah dilakukan tindakan.

b) O (Objektif) :Hasil observasi langsung kepada pasien setelah


dilakukan tindakan.

c) A (Analysis) :Masalah keperawatan yang terjadi akibat perubahan


status klien dalam data subjektif dan objektif.

d) P (Planning) :Rencana yang akan dilanjutkan, dihentikan, /


modifikasi.

17
DAFTAR PUSTAKA
Hasanah,Miftahula(2016) “ PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN
ELIMINASI URINE”

http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/index.php?p=show_detail&id=3768

PPNI (2016) “ Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia ; Definisi Dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1 , Jakarta : DPP PPNI “

PPNI (2018) “ Standar Intervensi Keperawatan Indonesia ; Definisi Dan Tindakan


Keperawatan , Edisi 1 , Jakarta : DPP PPNI “

PPNI (2018) “ Standar Luaran Keperawatan Indonesia ; Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan , Edisi 1 , Jakarta : DPP PPNI “

18

Anda mungkin juga menyukai