Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI URINE DI RUANG

URIOLOGI RSUD DR. R. SOEDJONO SELONG

LOMBOK TIMUR-NTB

Di Susun Oleh :

Hilda Riza Febriana., S.Kep


NIM. 113121074

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) HAMZAR
LOMBOK TIMUR
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Profesi Ners Dengan Judul : Laporan Asuhan

Keperawatan Dengan Diagnosa Eliminasi Urine Di Ruang Uriologi RSUD

DR. R. Soedjono Selong Lombok Timur-NTB

tanggal 06 November s/d 11 November 2023

telah di syahkan dan disetujui pada

Hari :

Tanggal :

Mahasiswa

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns. Supriadi, M.Kep) (Retno Dhiyan Pitaloka, S.Kep., Ns.)

(Hilda Riza Febriana.,S.Kep)

Kepala Ruangan

(Wiwin Ika Suliyanti, S.Kep., Ns)

LAPORAN PENDAHULUAN
ELIMINASI URINE

A. KONSEP TEORI
1. DEFINISI
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme

tubuh baik yang berupa urin maupun fekal. Eliminasi urin normalnya adalah

pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi dari plasma darah di glomerolus.

Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal untuk di filtrasi, hanya 1-2 liter

saja yang dapat berupa urin sebagian besar hasil filtrasi akan di serap

kembali di tubulus ginjal untuk di manfaatkan oleh tubuh.

Eliminasi urin merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh

yang bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa dari tubuh. Eliminasi urine

tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal

menyaring produk limbah dan darah untuk membentuk urine. Ureter

mentranspor urine dan ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih

menyimpan urine sampai timbul keinginan ingin berkemih. Urine keluar

dari tubuh melalui ureter. Semua organ sistem perkemihan harus utuh dan

berfungsi supaya urine berhasil dikeluarkan dengan baik.

Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem

perkemihan. Dimana sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih,

dan uretra. Proses pembentukan urine di ginjal terdiri dari 3 proses yaitu :

filtrasi , reabsorpsi dan sekresi. Proses filtrasi berlangsung di glomelurus.

Proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan

eferen. Proses reabsorpsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari

glukosa, sodium, klorida, fosfat, dan beberapa ion karbonat. Proses sekresi

ini sisa reabsorpsi diteruskan keluar.


2. FISIOLOGI/PENGARUH = PATHWAY

Kontraksi otot Penekanan pada Kelemahan otot


a.
kandung kemih abdomen spinter

Kontraksi otot Keluarnya


kandung kemih urine

Inkoutiunensia
urine

b. Supravesikal Vesikal (Batu Intravesikel (obstruksi


(DM) kandung kemih) kandung kemih)

- Kerusakan medulla Otot detrusur Penyumbatan/


spinalis TH 12-L-1 lemah penyempitan ureter
- Kerusakan saraf
simpatis dan
parasimpatis

Mau
berkontraksi

Distensi
kandung kemih

Retensi urine

1) Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK disebabkan oleh:

• Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis


• Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang

• Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu

kecil dan tumor

• Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat, kelainan

patologi uretra, trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi urinasi:

a. Perubahan dan pertumbuhan

Bayi dan anak kecil tidak dapat memekatkan urine secara

efektif. Bayi dan anak-anak mengekresikan urine dalam jumlah yang

besar dibandingkan dengan ukuran tubuh mereka yang kecil. Seorang

anak tidak dapat mengontrol mikturisi secara volunter sampai usia 18-

24 bulan. Orang dewasa dalam kondisi normal mengekresikan 1500

sampai 1600 ml urine setiap hari. Proses penuaan mengganggu

mikturisi. Perubahan fungsi ginjal dan kandung kemih juga terjadi

seiring dengan proses penuaan.

b. Faktor sosiokultural

Pendekatan keperawatan terhadap kebutuhan eliminasi klien

harus mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan sosial klien.

Apabila seorang klien menginginkan privasi, perawat berupaya untuk

mencegah terjadinya interupsi pada saat klien berkemih. Seorang klien

yang kurang sensitif terhadap kebutuhannya untuk mendapatkan

privasi harus ditangani dengan sikap yang berusaha memahami serta

menerima klien.
c. Faktor psikologis

Ansietas dan stres emosional dapat menimbulkan dorongan

untuk berkemih dan frekuensi berkemih meningkat. Seorang individu

yang cemas dapat merasakan suatu keinginan untuk berkemih. Bahkan

setelah buang air beberapa menit sebelumnya.

d. Kebiasaan pribadi

Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya

penting untuk kebanyakan individu. Beberapa individu memerlukan

distraksi untuk rileks.

e. Tonus otot

Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak

kontraksi kandung kemih dan kontrol sfingter uretra eksterna. Kontrol

mikturisi yang buruk dapat diakibatkan oleh otot yang tidak dipakai,

yang merupakan akibat dari lamanya imobilitas, peregangan otot

selama melahirkan, atrofi otot setelah menopause, dan kerusakan otot

akibat trauma.

f. Status volume

Apabila cairan dan kontsentrasi elektrolit serta solut berada

dalam keseimbangan, peningkatan asupan cairan dapat menyebabkan

peningkatan produksi urine. Cairan yang diminum akan meningkatkan

plasma yang bersirkulasi didalam tubuh sehingga meningkatkan

volume filtrat glomerulus dan ekskresi urine.

g. Kondisi penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk

berkemih. Adanya luka pada saraf perifer yang menuju ke kandung

kemih menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya

sensasi penuh kandung kemih, dan individu sulit untuk mengontrol

urinasi.

h. Prosedur pembedahan

Analgesik narkotik dan anestesi dapat memperlambat laju

filtrasi glomerulus, mengurangi haluan urine. Pembedahan struktur

panggul dan abdomen bagian bawah dapat merusak urinasi akibat

trauma lokal pada jaringan sekitar.

i. Obat-obatan

Deuretik mencegah reabsorbsi air dan elektrolit tertentu

untuk meningkatkan haluan urine. Retensi urine dapat disebabkan

oleh penggunaan obat antikolinergik (sekelompok obat yang

menghambat kerja neurotransmitter asetilkolin terutama reseptor-

reseptor muskarin yang terdapat di SSP dan organ perifer).

4) Jenis Gangguan Eliminasi urin yaitu :

a. Retensi urine

Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung

kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan

kandung kemih. Hal ini menyebabkan distensi vesika urinaria atau

merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan


kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam keadaan distensi, vesika

urinaria dapat menampung urine sebanyak 3000– 4000 ml urine.

Gejala obstruktif pada saluran kemih yaitu mengedan ketika

miksi (straining), menunggu pada awal miksi (hesitancy), pancaran

melemah (weakness), miksi terputus (intermitten), dan tidak lampias

setelah miksi. Sedangkan gejala iritatif meliputi rasa ingin miksi yang

tidak bisa ditahan (urgency), sering miksi (frequency), sering miksi

pada malam hari (nocturia), dan nyeri ketika miksi (dysuria).

b. Inkontinensia urine

Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sfingter

eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine.

Secara umum, penyebab dari inkontinensia urine adalah proses

penuaan, pembesaran kelenjar prostat, serta penurunan kesadaran,

serta penggunaan obat narkotik. Inkotinensia terdiri atas:

1) Inkotinensia dorong: merupakan keadaan dimana seseorang

mengalami pengeluaran urine tanpa sadar, terjadi segera setelah

merasa dorongan yang kuat untuk berkemih.

2) Inkontinensia total: merupakan keadaan dimana seseorang

mengalami pengeluaran urine yang terus-menerus dan tidak dapat

diperkirakan.

3) Inkontinensia stress: merupakan keadaan seseorang yang

mengalami kehilangan urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan

peningkatan tekanan abdomen.


4) Inkotinensia refleks: merupakan keadaan dimana seseorang

mengalami pengeluaran urine yang tidak dirasakan, terjadi pada

interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih

mencapai jumlah tertentu.

5) Inkontinensia fungsional: merupakan keadaan seseorang yang

mengalami pengeluaran urine secara tanpa disadari dan tidak

dapat diperkirakan. c. Enuresis

Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang

diakibatkan tidak mampu mengontrol sfingter eksternal. Biasanya,

enuresis terjadi pada anak atau orang jompo. Umumnya enuresis

terjadi pada malam hari.

d. Perubahan pola eliminasi urine

Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan

seseorang yang mengalami gangguan pada eliminasi urine karena

obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran

kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas:

1) Frekuensi: merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari.

Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya

jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu

tekanan asupan cairan dapat disebabkan oleh sistisis (penyakit

kronis yang menyebabkan peradangan, nyeri dan tekanan di

kandung kemih). Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada

keadaan stres atau hamil.


2) Urgensi: perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia

jika tidak berkemih. Pada umumnya, anak kecil memiliki

kemampuan yang buruk dalam mengontrol sfingter eksternal.

Biasanya, perasaan segera ingin berkemih terjadi pada anak

karena kurangnya pengontrolan pada sfingter.

3) Disuria: rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering

ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan

striktur uretra (menyempit).

4) Poliuria: merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar

oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya,

hal ini dapat ditemukan pada penyakit diabetes mellitus dan

penyakit ginjal kronis.

5) Urinaria supresi: berhentinya produksi urine secara mendadak.

Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60–

120 ml/jam secara terus– menerus.

3. MANIFESTASI KLINIS

a. Edema berat mengakibatkan oliguria dan payah jantung

b. Hipertensi 60 – 70%

c. Gangguan GIT (muntah dan diare)

d. Oliguria

4. PATOFISIOLOGI
Pengendalian kandung kemih dan sfingter diperlukan agar

terjadi pengeluaran urine secara kontinu. Pengendalian memerlukan

kegiatan otot normal diluar kesadaran dan yang di dalam kesadaran yang

dikoordinasi oleh refleks urethrovesica urinaria.

Sfingter internal yang dalam keadaan normal menutup, serentak

bersama-sama membuka dan urin masuk ke uretra posterior. Relaksasi

sfingter eksternal dan otot perincal mengikuti dan isi kandung kemih keluar.

Pelaksanaan kegiatan refleks bisa mengalami interupsi dan berkemih

ditangguhkan melalui dikeluarkannya impuls inhibitori dari pusat kortek

yang berdampak kontraksi diluar kesadaran dari sfingter eksternal. Bila

salah satu bagian dari fungsi yang komplek ini rusak, bisa terjadi

inkontinensia urin.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pielogram Intravena/Intravenous Pyelography (IVP) : adalah

pemeriksaan radiografi dari traktus urinarius (renal, ureter, kandung

kemih, uretra) dengan memasukkan bahan media kontras kedalam traktus

urinary melalui pembuluh darah vena untuk mendapatkan informasi

anatomi dan patologi.

b. Prosedur Invasif

1) Sistoscopy : sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak

fleksibel tapi ukurannya lebih besar sistoscopy di insersi melalui

uretra klien. Instrumen ini memiliki selubung plastik atau karet.

Sebuah obturator yang membuat skop tetap kaku selama insersi.


Sebuah teleskop untuk melihat kantung kemih dan uretra, dan sebuah

saluran untuk menginsersi kateter atau instrumen bedah khusus.

2) Biopsi Ginjal : menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal.

Prosedur ini dilakukan dengan mengambil irisan jaringan korteks

ginjal untuk diperiksa dengan tekhnik mikroskopik yang canggih.

Prosedur ini dapat dilakukan dengan metode perkutan (tertutup) atau

pembedahan (terbuka).

3) Angiography (arteriogram) : merupakan prosedur radiografi invasif

yang mengevaluasi sistem arteri ginjal. Digunakan untuk memeriksa

arteri ginjal utama atau cabangnya untuk mendeteksi adanya

penyempitan atau okulasi dan untuk mengevaluasi adanya massa

(contoh: neoplasma atau kista)

c. Arteriogram Ginjal : memasukan kateter melalui arteri femonilis dan

aorta abdominis sampai melalui arteria renalis. Zat kontras disuntikan

pada tempat ini, dan akan mengalir dalam arteri renalis dan kedalam

cabang-cabangnya. Indikasi:

1) Melihat stenosis renalis yang menyebabkan kasus hipertensi

2) Mendapatkan gambaran pembuluh darah suatu neoplasma

3) Mendapatkan gambaran dan suplai dan pengaliran darah ke daerah

korteks, untuk pengetahuan pielonefritis kronik (infeksi ginjal).

4) Menetapkan struktur suplai darah ginjal dari donor sebelum

melakukan transplantasi ginjal.


6. PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan. Mengingat tujuan

pemeriksaan berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga dibeda-

bedakan sesuai dengan tujuannya.

b. Melakukan kateterisasi. Kateterisasi kandung kemih adalah

dimasukkannya kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk

mengeluarkan air seni atau urine.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Pengkajian pada kebutuhan elimiasi urine meliputi:

a. Identitas pasien meliputi : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,

alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah

sakit, nomor register, dan diagnosa medis.

b. Data keluhan utama merupakan keluhan yang sering menjadi alasan

pasien untuk meminta bantuan kesehatan, seperti pada gangguan sistem

perkemihan, meliputi keluhan sistemik, antara lain gangguan fungsi

ginjal (sesak nafas, edema, malaise, pucat, dan uremia) atau demam

disertai menggigil akibat infeksi/urosepsis, dan keluhan lokal pada

saluran perkemihan antara lain nyeri akibat kelainan pada saluran

perkemihan, keluhan miksi (keluhan iritasi dan keluhan obstruksi),

hematuria, inkontinensia, disfungsi seksual, atau infertilitas. Keluhan

utama pada subjek retensi urin adalah sensasi penuh pada kandung

kemih, disuria/anuria, dan distensi kandung kemih (Muttaqin, 2011).


c. Kebiasaan berkemih

Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih serta

hambatannya. Frekuensi berkemih tergantung pada kebiasaan dan

kesempatan.

d. Pola berkemih

• Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam

waktu 24 jam.

• Urgensi dimana perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang

ke toilet karena takut mengalami inkotinensia jika tidak berkemih.

• Disuria dimana keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih.

• Poliuria dimana keadaan produksi yang abnormal.

• Urinaria supresi adalah keadaan produksi urine yang berhenti secara

mendadak.

e. Volume urine menentukan berapa jumlah urine dalam waktu 24 jam.

f. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih seperti berikut:

• Diet dan asupan (diet tinggi protein dan natrium)

• Gaya hidup

• Stres psikologis dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih

• Tingkat aktivitas

g. Keadaan urine meliputi:

• Warna

• Bau
• Berat jenis

• Kejernihan

• pH

• Protein

• Darah

• Glukosa

h. Tanda klinis gangguan eliminasi urine seperti retensi urine,

inkontinensia urine.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Retensi urine b/d blok spingter dibuktikan dengan (d.d) pasien

mengalami sensasi penuh pada kandung kemih, disuria/ anuria, distensi

kandung kemih, dribbling, inkontinensia berlebih, dan residu rin 150 ml

atau lebih (D.0050)

b. Pola eliminasi urine (inkontinensia urin) b/d gangguan fungsi kognisi,

faktor perubahan lingkungan, gangguan psikologi, kelemahan struktur

panggul, keterbatasan neuromuskular (D.0044)

c. Nyeri adalah suatu keadaan tidak nyaman baik bersifat ringan maupun

berat. Adanya perasaan yang menimbulkan ketegangan dan siksaan

bagi yang mengalaminya. Kadang pasien menangis dan menahan rasa

sakit yang dialaminya. Nyeri ada yang sifatnya sebentar (nyeri akut)

dan ada yang sifatnya lama (nyeri kronik).


3. INTERVENSI KEPERAWATAN

SDKI SLKI SIKI


Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0077) (L.08066) Tindakan:
Definisi: Setelah dilakukan  Identifikasi respon nyeri non verbal
pengalaman tindakan keperawatan  Identifikasi faktor yang memperberat
sensorik atau 3x24 jam diharapkan nyeri
emosional yang pasien mempunyai  Monitor efek samping penggunaan
berkaitan dengan kriteria hasil : analgetik
kerusakan  Keluhan nyeri  Berikan teknik nonfarmakologis
jaringan aktual  Kesulitan tidur untuk mengurangi rasa nyeri
atau fungsional
 Pola tidur  Kompres hangat/ dingin
dengan onset
 Meringis  Fasilitasi istirahat dan tidur
mendadak atau
lambat dan  Gelisah  Anjurkan memonitor nyeri secara
berintensitas mandiri
ringan hingga  Anjurkan menggunakan analgetik
berat yang secara tepat
berlangsung
kurang dari 3
bulan.
Retensi Urin Eliminasi Urine Perawatan Kateter Urine (I.04164)
(D.0050) (L.04034) Obsevasi:
Setelah dilakukan  Monitor kepatenan kateter urine
Definisi:
perencanaan  Monitor tanda dan infeksi saluran
pengosongan
keperawatan selama 2 kemih
kandung kemih
x 24 jam, maka  Monitor tanda dan gejala obstruksi
yang tidak
eliminasi urine aliran urine.
lengkap. membaik, dengan  Monitor kebocoran kateter, selang
kriteria hasil: dan kantung urine.
1.Disuria menurun  Monitor input dan output cairan
2. Mengompol (jumlah dan karakteristik)
menurun Terapeutik:
 Gunakan teknik aseptik selama
perawatan kateter urine.
 Pastikan selang kateter dan kantung
urine terbebas dari lipatan.
 Pastikan kantung urine diletakkan di
bawah ketinggian kandung kemih dan
tidak dilantai.
 Lakukan perawatan perineal (perineal
hygiene) minimal 1 kali sehari.
 Kosongkan kantung urine jika
kantung urine telah terisi setengahnya
 Ganti kateter dan kantung urine
secara rutin sesuai protokol atau
sesuai indikasi
 Lepaskan kateter urine sesuai
kebutuhan.
 Jaga privasi selama melakukan
tindakan
Gangguan Eliminasi Urine Manajemen Eliminasi Urine
Eliminasi Urine (L.04034) (I.04152)
(D. 0040) Setelah dilakukan Tindakan:
Definisi: keadaan tindakan keperawatan  Identifikasi tanda dan gejala retensi
dimana seorang selama 3x24 jam atau inkontinensia urine
individu diharapkan pasien  Monitor eliminasi urine
mengalami atau mempunyai kriteria  Catat waktu-waktu dan haluaran
resiko hasil : berkemih
ketidakmampuan  Sensasi  Batasi asupan cairan
untuk berkemih. berkemih  Ajarkan tanda dan gejala infeksi
 Desakan saluran kemih
berkemih  Ajarkan mengukur asupan cairan
 Berkemih tidak dan haluaran cairan
tuntas  Ajarkan terapi modalitas penguatan
 Mengontrol otot – otot panggul/ berkemih
 Frekuensi  Anjurkan mengurangi minum
BAK menjelang tidur
 Kolaborasi pemberian obat
supositoria, jika perlu
Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas (I.09314)
Definisi : kondisi (L.09093) Tindakan:
emosi dan Setelah dilakukan  Identifikasi saat tingkat ansietas
pengalaman tindakan keperawatan berubah
subyektif individu selama 3x24jam  Monitor tanda – tanda ansietas
terhadap objek diharapkan pasien  Ciptakan suasana terapeutik
yang tidak jelas mempunyai kriteria untuk menumbuhkan kepercayaan
dan spesifik hasil :  Pahami situasi yang
akibat antisipasi  Verbalisasi membuat ansietas
bahaya yang kebingungan  Gunakan pendekatan yang
memungkinkan  Perilaku tenang dan meyakinkan
individu gelisah  Jelaskan prosedur termasuk sensasi
melakukan  Frekuensi nadi yang dialami
tindakan untuk  Pola tidur  Anjurkan keluarga untuk tetap
menghadapi  Pola berkemih bersama pasien
ancaman.  Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Latih teknik relaksasi
lengkap. membaik, kriteria
dengan • Monitor kebocoran kateter, selang
hasil: dan kantung urine.
1.Disuria
• Monitor input dan output cairan
menurun 2.
(jumlah dan karakteristik) Terapeutik:
Mengompol
menurun • Gunakan teknik aseptik selama
perawatan kateter urine.
• Pastikan selang kateter dan kantung
urine terbebas dari lipatan.
• Pastikan kantung urine diletakkan di
bawah ketinggian kandung kemih
dan tidak dilantai.
• Lakukan perawatan perineal
(perineal hygiene) minimal 1 kali
sehari.
• Kosongkan kantung urine jika
kantung urine telah terisi
setengahnya
• Ganti kateter dan kantung urine
secara rutin sesuai protokol atau
sesuai indikasi
• Lepaskan kateter urine sesuai
kebutuhan.
• Jaga privasi selama melakukan
tindakan
Gangguan Eliminasi Urine Manajemen Eliminasi Urine
Eliminasi Urine(L.04034) (I.04152)
(D. 0040) Setelah dilakukan Tindakan :
Definisi: tindakan keperawatan • Identifikasi tanda dan gejala retensi
keadaan dimana selama 3x24 jam atau inkontinensia urine
seorang individu diharapkan pasien
mengalami atau mempunyai kriteria hasil : • Monitor eliminasi urine
resiko • Catat waktu-waktu dan haluaran
• Sensasi berkemih
ketidakmampua berkemih
n untuk • Desakan berkemih
• Batasi asupan cairan
berkemih. • Berkemih tidak • Ajarkan tanda dan gejala infeksi
tuntas saluran kemih
• Mengontrol
• Ajarkan mengukur asupan cairan
• Frekuensi BAK
dan haluaran cairan
• Ajarkan terapi modalitas penguatan
otot – otot panggul/ berkemih
• Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
• Kolaborasi pemberian obat
supositoria, jika perlu
Ansietas Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas (I.09314)
(D.0080) (L.09093) Tindakan :
Definisi : Setelah dilakukan tindakan • Identifikasi saat tingkat ansietas
kondisi emosi keperawatan selama 3x24jam berubah
dan pengalaman diharapkanpasien mempunyai
subyektif • Monitor tanda – tanda ansietas
kriteria hasil :
individu • Ciptakan suasana terapeutik untuk
terhadap objek • Verbalisasi
menumbuhkan kepercayaan
yang tidak jelas kebingungan
• Pahami situasi yang membuat
dan spesifik • Perilaku gelisah
ansietas
akibat antisipasi • Frekuensi nadi
bahaya yang • Gunakan pendekatan yang tenang
• Pola tidur dan meyakinkan
memungkinkan
individu • Pola berkemih
• Jelaskan prosedur termasuk sensasi
melakukan yang dialami
tindakan untuk
menghadapi • Anjurkan keluarga untuk tetap
ancaman. bersama pasien
• Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
• Latih teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi Konsep dan

Proses Keperawatan. Jakarta: EGC

Kozier, Erb, Berman, Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi

7 Volume 2. Jakarta : EGC

Mubarok, Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. EGC: Jakarta

Potter dan Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2.

Jakarta : EGC
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator

Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses

Keperawatan Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai