Anda di halaman 1dari 21

TUGAS INDIVIDU

‘’TEORI ELIMINASI (KATETERISASI)’’

DI SUSUN OLEH :

NAMA : NUR HASNI

NIM : 19 02 0015

PRODI DIII KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA MANDIRI POSO

TAHUN 2020
A. Pengertian eliminasi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa
urine atau feses.

B. Jenis-jenis eliminasi
1. Eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil)
2. Eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar)
3. Kateterisasi.

1. Eliminasi urine
a. Pengertian eliminasi urine
Eliminasi urine adalah kebutuhan dalam manusia yang esensial dan
berperan menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi di
butuhkan untuk mempertahankan homeostasis tubuh.

Organ yang berperan dalam eliminasi urine :

1) Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal ( di belakang selaput perut )
yang terdiri atas ginjal sebelah kanan dan kiri tulamg panggul. Ginjal
berperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh.
Ginjal juga menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk
urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh. Bagian ginjal
terdiri atas nefron yang merupakan unit dari stuktur ginjal yang
berjumlah kurang lebih satu juta nefron. Melalui nefron, urine di
salurkan kedalam bagian pelvis ginjal kemudian disalurkan melalui
ureter menuju kandung kemih.
2) Ureter
Ureter adalah suatu saluran moskuler berbentuk slider yang
menghantarkan urine dari ginjal menuju kandung kemih.

3) Kandung kemih
Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot
polos yang berfungsi sebagai tempat penampungan air seni ( urine ).

4) Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke
bagian luar.

C. Proses Pelaksanaan Urine


Proses berkemih merupakan proses pengosongan vesika urineria (kandung
kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila
urinariaberisi ± 250 – 400 cc ( pada orang dewasa ) dan 200-250 cc (pada
anal-anak). Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine
yang dapat menimbulkan rangsangan pada saraf-saraf di dinding vesika
urinaria. Kemudian rangsangan tersebut diteruskan melalui medulla spinalis
ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat do korteks serebral. Selanjutnya,
otak memberikan impuls melalui medulla spinalis ke neuromotoris di daerah
sacral, kemudian terjadi kontraksi otot detrusor dan relaksasi otot sphincter
internal. Urine di lepaskan dari vesika urinaria, tetapi masih tertahan oleh
sphincter eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan, akan
menyebabkan relaksasi spincter eksternal dan urine di keluarkan ( berkemih ).

D. Faktor yang mempengaruhi eliminasi urine

1. Diet dan asupan (in take)


Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat
menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, minum kopi juga
dapat meningkatkan pembentukan urine.

2. Respons keinginan awal untuk berkemih


Kebiasaan mengabulkan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine banyak tertahan didalam vesika urinaria. Sehingga
mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.

3. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
4. stres psikologis
meningkatnya stress dapat menimbulkan frekuensi keinginan
berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan
berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.

5. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik
untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus oto didapatkan dengan
beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinaria dapat menyebabkan
kemampuan pengontrolan berkemih menurun.

6. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi
pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih
memiliki kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun,
kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat seiring
dengan pertambahan usia.

7. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat mempengaruhi produksi urine, seperti diabetes
mellitus.

8. Social kultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine.
Seperti adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk
buang air kecil ditempat tertentu.

9. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya
mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urine/pot urine
bila dalam keadaan sakit.

10. Tonus otot


Tonus otot berperan penting dalam membantu proses berkemih adalah
otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat
berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine.
11. Pembedahan
Pembehan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak
dari pemberian otot anastesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah
produksi urine.

12. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan berdampak pada terjadinya
peningkatan atau penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian
di uretic dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat
antikolinergik dan anthipertensi dapat menyebabkan retensi urine.

13. Pemeriksaan diagnostic


Pemeriksaan diagnostic ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan
eliminasi uirne, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan
dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus
pyelogram (IVP). Pemeriksaan ini dapat membatasi jumlah asuhan
sehingga mengurangi produksi urine. Selain itu, tindakan sistoskopi
dapat menimbulkan edemalocal pada urtetra sehingga pengeluaran
urine terganggu.

E. Gangguan eliminasi urine

1. Retensi urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih
akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan
kandung kemih. Hal ini menyebabkan distensi vesika urinaria atau
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan
kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam keadaan distensi, vesika
urinaria dapat menampung urine sebanyak 3000-4000 ml urine.
(musrifatul uliah 2010).

2. Inkontinensia urine
Onkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter
eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine
secara umum, penyebab dari inkontinensia urine adalah proses
penuaan, pembesaran kelenjar prostat, serta penuaan kesadaran, serta
penggunaan obat narkotik.
3. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang di
akibatkan tidak mengontrol sphincter eksternal biasanya, enuresis
terjadi pada anak atau orang jompo. Umunya enuresis terjadi pada
malam hari.

4. Perubahan pola eliminasi


Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang
mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anotomis,
kerusakan motoric sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan
pola eliminasi terdiri atas:

a) Frekuensi
Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam
sehari. Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan
meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang
tinggi tanpa suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan oleh
sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada keadaan
stres atau hamil.
b) Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut mengalami
inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umunya, anak kecil
memiliki kemampuan yang buruk dalam mengontrol sphincter
eksternal. biasanya, perasaan segera ingin berkemih terjadi
pada anak karena kurang pengontrolan pada sphincter.
c) Disuria
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini
sering ditemukan pada penyakit infski saluran kemih, trauma,
dan striktur uretra.

d) Poliuria
Polyuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah
besar oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan.
Biasanya, hakl dapat ditemukan pada penyakit diabetes melitus
dan penyakit ginjal kronis.

e) Urinaria supresi
Adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara
normal, urine di produksi oleh ginjal pada kecepatan 60-120
ml/jam secara terus menerus.

F. Penanggulanggan gangguan eliminasi urine

1. Pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan


Mengingat tujuan pemeriksaan dengan bahan urine tersebut berbeda
beda maka dalam pengambilan atau pengumpulan urine juga
dibedakan sesuai dengan tujuannya. Cara pengambilan urine tersebut
antara lain; pengambilan urine biasa, pengambilan urine steril, dan
pengumpulan selama 24 jam.
a) Pengambilan urine biasa
Pengambilan urine biasa merupakan pengambilan urine dengan
mengeluarkan urine secara biasa, yaitu buang air kecil.
Pengambilan urine biasa ini biasanya digunakan untuk
pemeriksaan kadar gula dalam urine, pemeriksaan kehamilan
dll.
b) Pengambilan urine steril
Pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan
menggunakan alat steril, dilakukan dengan kateterisasi atau
fungsi suprapubis yang bertujuan untuk mengetahui adanya
infeksi pada uretra, ginjal atau saluran kemih lainnya.

c) Pengambilan urine selama 24 jam


pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan
urine yang dikumpulkan dalam waktu 24 jam, bertujuan untuk
mengetahui jumlah urine selama 24 jam dan mengukur berat
jenis, asupan dan output, serta mengetahui fungsi ginjal
d) Menolong buang air kecil dengan menggunakan urineal
Tindakan membantu pasien yang tidak mampu buang air kecil
sendiri di kamar kecil dilakukan dengan menggunakan alat
penampung (urineal). Hal tersebut dilakukan untuk
menampung urine dan mengetahui kelainan dari urine (warna
dan jumlah).

e) Melakukan kateterisasi
kateterisasi merupakan tindakan memasukkan kateter ke dalam
kandung kemih melalui uretra untuk membantu memenuhi
kebutuhan eliminasi, sebagai pengambilan bahan pemeriksaan.
Dalam pelaksanaannya, kateterisasi terbagi menjadi dua tipe
internitent (straight kateter0 dan tipe indwelling (foley kateter).

Alat :
1. Botol penampung beserta penutup 2. Etiket khusus,
prosedur kerja (untuk pasien mampu buang air kecil):

a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Bagi pasien yang tidak mampu sendiri untuk buang air
kecil maka bantu untuk buang air kecil (lihat prosedur
menolong buang air kecil
d. Keluarkan urine, setelah itu tamping kedalam botol
e. Bagi pasien yang mampu untuk buang air kecil sendiri
anjurkan pasien untuk buang air kecil biarkan urine yang
pertama keluar dahulu kemudian anjurkan menampung
urine kedalam botol

f. Catat nama pasien, dan tanggal pengambilan bahan


pemeriksaan
g. Cuci tangan.
2. Menolong pasien pada waktu buang air besar dan buang air kecil

Persiapan alat :
a. Pispot atau steekpan bertutup dan urinal
b. Alat pispot
c. Botol berisi air cebok
d. Kapas cebok dalam tempatnya
e. Kertas kloset bila tersedia
f. Bengkok (nierbekken)
g. Sampiran (scherm)
h. Selimut atau kain tutup
i. Bel, bila tersedia.

Persiapan pasien :

Pasien diberi penjelasan tentang hal hal yang dilakukan

a. Pintu di tutup, kemudian sampiran (scherm) dipasang


b. Pakaian pasien bagian bawah di tanggalkan, kemudian
bagian badan dan yang terbuka itu di tutup dengan
selimut atau kain penutup.
c. Pasien di anjurkan menekuk lutut dan mengangkat
bokong
d. Alas pispot di pasang
e. Pispot disorongkan sampai terletak dibawah bokong
pasien. Jika pasien tidak dapat melakukannya sendiri,
petugas membantu menekukkan lutut mengangkat
pinggul pasien dengan tangan kiri, sedangkan tangan
kanan petugas menyorongkan pispot sedemikian rupa
sehingga posisinya tepat dan nyaman.

f. Bila pasien sudah selesai BAB atau BAK, kakinya di


renggangkandan selimut dibuka sedikit, selanjutnya
anus dan daerah genetalia di bersihkan dengan kapas
cebok atau kertas kloset lalu dibuang kedalam pispot.
Pembersihan ini dilakukan beberapa kali sampai anus
bersih. Setelah pasien selesai bab pispot di angkat, di
tutup dan diturunkan.
g. Bila pasien menginginkan cebok sendiri, petugas
membantu menyiram dan selanjutnya tangan pasien di
cuci lalu pispot di angkat, di tutup dan di turunkan
h. Bokong pasien dikeringkan dengan pengalas
i. Setelah selesai pasien di rapikan, sedangkan peralatan di
bersihkan, di bereskan dan dikembalikan ketempat
semula
j. Pintu dan sampiran (scherm) dibuka kembali.
Perhatikan:
k. Bila tidak dapat di tolong oleh satu orang petugas,
misalnya pasien gemuk, haemi plegia, payah diperlukan
lebih dari satu petugas
l. Bila urine akan di tamping untuk bahan pemeriksaan,
lebih dahulu tuangkan kedalam bengkok, lalu pispot
atau urine di pasang kembali setelah itu baru di ceboki
m. Bila vases akan diperiksa, perlu disiapkan dua pispot
yaitu satu untuk tempat vasesdan satu lagi untuk tempat
cebok
n. Pispot atau urina yang diberikan harus dalam keadaan
bersih dan kering.
o. Pispot sebaiknya tidak di berikan pada waktu makan
kunjungan keluarga atau menerima tamu
p. Kunjungan dokter urine harus diperhatikan dan di catat
q. Jumlahnya
r. Warnanya
s. Adanya kelainan (darah, nanah dan lainnya)
t. Veses harus di perhatikan dan di catat
u. Keadaannya (kertas, lembek, cair)
v. Bentuknya
w. Warnanya
x. Adanya kelainan (darah, lender, nanah, atau cacing)
y. Baunya
z. Keluhan lain dari pasien
3. Perawatan untuk pasien yang mengalami masalah eliminasi
Tubuh harus cukup cairan untuk tetap sehat. Lebih dari setengah berat
badan orang dewasa terdiri dari cairan. Jumlah atau volume cairan
yang ada dalam tubuh kurang lebih konstan. Individu mendapat cukup
cairan melalui minum air dan cairan lain dan melalui makan makanan
yang mengandung cairan. Volume ini di seimbangkan oleh jumlah
cairan yang di keluarkan individu dalam pernapasan, keringat, urine,
dan cairan dalam veses yang di eliminasikan dari saluran
gastroinstetinal.

Cairan tubuh mengnadung elektrolit seperti natrium, kalium, klorida,


fosfat, dan kalsium. Pada individu, elektrolit ini seimbang. Beberapa
penyakit menyebabkan cairan atau elektrolit tidak seimbang. Ketika
individu sakit, perawat harus memerhatikan dengna ketat jumlah
cairan yang masuk dengan keluar, untuk meyakinkan bahwa cairan dan
elektrolit seimbang.

2. Eliminasi Alvi
a. Pengertian elimnasi alvi
Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran
metabolism berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan yang
melalui anus. Manusia dapat melakukan buang air besar beberapa
kalidalam satu hari atau satu kali. Tetapi bahkan dapat mengalami
gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu
atau dapat berkali kali dalam satu hari, biasanya gangguan
gangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar
dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang lebih besar.
(hidayat, uliyah; 2009).

b. Organ yang berperan dalam eliminasi alvi


1. Usus halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan
yang terletak di antara lambung dan usus besar. Bagian bagian
dari usus halus yaitu; duodenum (usus dua belas jari), jejunum
(usus kosong), ileum (usus penyerapan).
a) Duodenum (usus dua belas jari)
Usus dua belas jari adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong dengan panjang antara 25-38 cm. bagian usus dua
belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus.

b) Jejunum (usus kosong)


Usus kosong adalah bagian kedua dari usus halus,
diantara usus dua belas jari dan usus penyerapan. Pada
manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8
meter adalah bagian usus kosong.
c) Ileum (usus penyerapan)
Usus penyerapan adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada system pencernaan manusia ini memiliki panjang
sekitar 2-4 meter dan terletak setelah duodenum dan
jejunum dan dilanjutkan oleh usus buntu.
d) Usus besar
Usus besar adalah bagian usus antara usus buntu dan
rectum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dan
veses. Bagian-bagian dari usus besar yaitu; kolon,
rectum, dan anus.
 Kolon
Kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan
rectum.
 Rectum
Rectum adalah organ terakhir daei usus besar.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
veses sementara.

 Anus
Anus atau dubur adalah sebuah bukaan dari
recktum ke lingkungan luar tubuh.

c. Proses pelaksanaan elimiasi alvi


Proses defekasi
Defekasi merupakan proses pengosongan usus yang sering disebut
buang air besar. Terdapat dua pusat yang menguasai reflex utntuk
defekasi, yang terletak di medulla dan sumsum tulang belakang.
Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sphincter anus bagian
dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Reflex defekasi
dirangsang untuk buang air besar, kemudian sphincter anus bagian
luar yang di awasi oleh system saraf parasimpatis, setiap waktu
menguncup dan mengendur. Selam defekasi berbagai otot lain
membantu proses itu, seperti otot dinding perut diafragama, dan
otot-otot dasar pelvis.
Seacar umum, dua macam reflex yang memebantu proses
defekasi, yaitu proses defekasi intrinsic dan reflex defekasi
parasimpatis. Reflex defekasi intrinsic dimulai dari adanya zat sisa
makanan (feses) didalam rectum sehingga terjadi distensi kemudian
flexus mesenterikus merangsang gerakan peristalyik, dan akhirnya
feses sampai di anus. Lalu pada saat sphincter internal relaksasi,
maka terjadilah proses defekasi. Sedangkan, reflex defekasi
parasintesis dimulai dari adanya proses dalam rectum yang
meranfsang saraf rectum, ke spinal cord, dan merangsang kekolon
deseng desenden, kemudian ke sigmoid, lalu ke rectum dengan
gerakan peristaltic dan akhirnya terjadi relaksasi sphincter internal,
maka terjadilah proses defekasi saat sphincter internal berelaksasi.
Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulosa yang tidak
direncanakan dan zat makanan lainnya seluruhnya tidsak dipakai
oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar usus,
pigmen empedu dan usus kecil.

d. Gangguan eliminasi alvi


 Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau
beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami
eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar terlalu
kering dank eras.
 Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau
beresiko sering mengalami pengeluaran fese dalam bentuk cair.
Diare disertai kejang usus, mungkin ada rasa mual dan muntah.
 Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami
perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga
mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari, hal ini juga
disebut sebagai inkontinesia alfi yang merupakan hilangnya
kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran fese dan gas
melalui sphincter akibat kerusakan sphincter
 Kembung merupakan keadaan penuh udara didalam perut karena
pengumpulan gas berlebih didalam lambung atau usus.

 Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena


didaerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan diaerah naus
yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan defekasi
dan lain-lain.
 Fecal impaction merupakan massa feses karena dilpatkan rectum
yang di akibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang
berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan
kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus
otot.

e. Faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi


 Usia, etiap tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan
mengontrol proses defekasi yang berbeda.
 Diet pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat
mempengaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki
kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan
defekasi dan jumlah yang dikonsumsi dapat mempengaruhinya.
 Asupan cairan, pemasukan cairan yang kurang kedalam tubuh
membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena itu, proses
absorpsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.
 Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui
aktivitas tinus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat
membantu kelancaran proses defekasi.
 Pengobatan juga dapat mempengaruhi proses defekasi, seperti
penggunaan laksantif, atau antasida yang terlalu sering.
 Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi,
hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup
sehat atau terbiasa melakukan buang air besar di tempat bersih
atau toilet, jika seseorang terbiasa buang air besar ditempat yang
kotor, maka ia akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
 Penyakit, beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses
defekasi, niasanya penyakit-penyakit tersebut berhubungan
langsung dengan system pencernaan seperti gastroenteritis atau
penyakit infeksi lainnya.
 Nyeri, adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau
keinginan untuk defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid
atau episotomy.
 Kerusakan sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses
defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi
sensoris dalam melakukan defekasi.

f. Cara menangani gangguan eliminasi alvi


 Menyiapkan fese untuk bahan pemeriksaan merupakan tindakan
yang dilakukan untuk mengambil feses sebagai bahan
pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut yaitu pemeriksaan lengkap
dan pemeriksaan kutur (pemblakan).
 Memberikan huknah rendah merupakan tindakan memasukkan
cairan hangat kedalam kolon desensen dengan menggunakan
kanula rekti melalui anus. Tindakan tersebut bertujuan untuk
mengosongkan usus pada proses prabedah agar dapat mencegah
terjadinya obstruksi makanan sebagai dampak pasca operasi dan
merangsang buang air besar pada pasien yang mengalami
kesulitan buang air besar.
 Memberikan huknah tinggi merupakan tindakan memasukkan
cairan hangat kedalam kolon asenden dengan menggunakan
kanula usus. Hal tersebut dilakukan untuk mengosongkan usus
pada pasien prabedah untuk prosedur diagnostic.
 Membantu pasien buang air besar dengan pispot ditempat tidur
merupakan tindakan bagi pasie yang tidak mampu buang air
besar secara sendiri dikamar mandi.
 Memberikan gliserin marupakan tindakan memasukkan cairan
gliserin kedalam proses usus dengan menggunakan spuit gliserin.
Hal ini dilakukan untuk merangsang peristaltic usus, sehingga
pasie dapat buang air besar.
 Mengeluarkan fese dengan jari, rectum pasien untuk mengambil
atau menghancurkan feses sekaligus mengeluarkannya.
(musrifatul uliyah,A.Aziz Alimul hidayat:2008)

3. Kateter
a. Pengertian kateter
Kateterisasi adalah memasukkan kateter melalui uretra kedalam
kandung kencing untuk membuang urine. Kateter hendaknya hanya
dilakukan pada pasien bila mutlak perlu, karena dapat menimbulkan
kerusakan berat pada uretra. Uretra wanita lebih pendek dari pria,
dan lebih mudah dicedera oleh kateter yang dipaksakan
kedalamnya. Bakteri dapat didorong memasuki kandung kencing
selagi kateter dimasukkan.
Kateter dapat dipasang sebelum pembedahan untuk
mengosongkan seluruh isi kandung kencing pasien, karena
ketegangan dan obat pereda sebelum operasi dapat menyebabkan
kandung kencing tidak sepenuhnya kosong (yuni kusmiyati 2009).
Kateterisasi selalu membawa resiko infeksi dan ini harus
dihindari jika mungkin.
Kateterisasi melibatkan pemasangan selang yang disebut kateter
melalui uretra kedalam kandung kemih. Seperti juga mengalirkan
urine, kateterisasi dapat digunakan selama pembedahan untuk
mempertahankan kandung kemih kosong. Ada dua jenis kateter.
Kateter lurus digunakan untuk mengeluarkan isi kandung kemih
selama beberapa menit. Kateter foley atau menetap (indwelling)
tetap di pasang dan terus menerus mengalirkan urine.
Selalu memberikan privasi untuk pasien bila prosedur
melibatkan area genital. Tutup pintu atau tarik tirai di sekeliling
tempat tidur.
Sebelum anda memulai, jelaskan apa yang akan anda lakukan dan
alasanya. Beritahu pasien bahwa pasangan kateter tidak akan
menyakiti meskipun mereka dapat merasakan adanya tekanan.
(kedokteran EGG;).
Gunakan teknik steril dan sangat berhati-hati ketika memasang
kateter.
Jika kateter tidak steril anda dapat memasukkan mikroorganisme
kedalam kandung kemih dan menyebabkan infeksi. Jika nada tidak
cermat ketika memasukkan slang kateter, anda dapat merusak
uretra. Kerusakan uretra khusunya mungkin terjadi pada pria, yang
uretra nya lebih panjang dari pada wanita.

b. Perawatan pasien yang terpasang kateter.


Dalam merwat pasien dengan kateter menetap, tujuan utamanya
adalah mencegah infeksi saluran kemih.
Cara terbaik untuk mencegah infeksi adalah memastikan
bahwa pasien minum banyak air setiap hari, sampai 3 liter. Minum
banyak menghasilkan banyak urine. Ini mempertahankan kandung
kemih terbilas dan menghilangkan sedimen yang melekat pada
kateter. Ajarkan pasien dan keluarganya untuk memeriksa selang
drainase dan kantung secara meyakinkan bahwa alat ini selalu
berada lebih rendah dari kandung kemih pasien, sehingga gravitasi
akan membantu aliran urine. Ingatkan pasien jangan pernah
berbaring di atas selang dan memeriksanya untuk meyakinkan tidak
ada tekukkan pada selang. Berikan atau bantu pasien dengan
hygiene perineum 2 kali sehari.
Penggantian kateter meningkatkan kesempatan infeksi. Jangan
melepaskan selang kecuali benar-benar perlu. Lepaskan kateter
sesegera mungkin, infeksi mudah di tularkan melalui kateter . selalu
cuci tangan anda dengan seksama sebelum dan setelah merawat
kateter. Jika sedimen menumpuk didalam selang atau kandung
drainase, atau bila ada kebocoran, anda perlu mengganti selang atau
kantung. Jika anda mengganti selang, anda harus menggunakan
teknik steril yang ketat. (lihat lab lindungi pasien dari infeksi.
(kedokteran EGC).

c. Pemasangan kateter
1. Peralatan dan perlengkapan
 Baik instrument
 Spuit
 Cc
 Bengkok
 Sarung tangan steril
 Aqua destilata
 Plester
 Gunting plester
 Perlak
 Kateter
 Kapas air DTT
 Kassa
 Urine bag
 Jelly atau vaselin
 Waskom larutan klorin 0,5%
2. Prosedur pelaksanaan
 Wanita
 Beritahu dan jelaskan pada ibu maksud dan tujuan
tindakan yang akan dilakukan
 Susun alat secara ergonomis untuk memudahkan dalam
bekerja
 Pasang sampiran atau tirai
 Atur posisi pasien senyaman mungkin
 Pasang perlak di bawah bokong pasien
 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan
dengan handuk bersih
 Buka kemasan bungkus kateter dan tempatkan kateter di
bak instrument steril
 Pakai sarung tangan
 Lakukan vulva higiens dengan kapas air DTT
 Olesi ujung katater dengan jelly atau valin kira-kira 4 cm
 Buka labia mayora dengan ibu jari dan jari telunjuk
tangan yang tidak dominan
 Masukkan ujung kateter uretra secara perlahan lahan
menuju kandung kencing, sampai keluar air kencing,
alirkan kebengkok atau urinal
 Masukkan cairan aquadest ke karet pengunci kateter
sebanyak 10cc untuk mengunci kateter agar tidak lepas
bila di pasang permanen
 Hubungkan pangkal kateter dengan pipa penyambung
pada kantong urine (urine bak)
 Rekatkan kateter pada paha pasien dengan plester
 Pasang urine bak pada tempat tidur pasien (urine bak
diberi tali dari kassa untuk mengikat dengan tepi tempat
tidur)
 Rapikan pasien
 Bereskan alat
 Cuci sarung tangan dalam larutan klorin 0,5% lepas
sarung tangan secara terbalik dan merendam dalam
larutan klorin selama 10 menit.
 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
mengeringkan dengan handuk bersih (yanu kusmiyati
2009).
 Pada laki-laki
 Memberitahu dan menjelaskan pada klien
 Mendekatkan alat-alat
 Memasang sampiran
 Mencuci tangan
 Menanggalkan pakaian bagian bawah
 Memasang selimut mandi, perlak, dan pengalas bokong.
 Menyiapkan posisi klien
 Meletakkan dua bengkok diantara tungkai pasien
 Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
 Memegang penis dengan tangan kiri
 Menarik preputium sedikit ke pangkalnya, kemudian
membersihkan tangan dengan kapas
 Mengambil kateter, ujungnya diberi vaselin 20 cm
 Memasukkan kateter perlahan-lahan sedalam uretra 20
cm sambil penis di arahkan keatas, jika kateter tertahan
jangan dipaksakan , usahakan penis lebih di keataskan,
sedikit dan pasien di anjurkan menarik nafas panjang dan
memasukkan kateter perlahan-lahan sampai urine keluar,
kemudian menampung urine kedalam botol steril bila
diperlukan untuk pemeriksaan
 Bila urine sudah keluar semua anjurkan klien untuk
menarik nafas panjang, kateter dicabut pelan-pelan
dimasukkan kedalam botol yang berisi larutan klorin
 Melepas sarung tangan dan memasukkan kedalam botol
bersama dengan kateter dan pinset
 Memasang pakaian bawah, mengambil perlak dan
pengalas
 Menarik selimut dan mengambil selimut mandi
 Membereskan alat
 Mencuci tangan yuni kusmiati 2009)

d. Melepas kateter
Peralatan:
 Sarung
 Spuit
 Betadine
 Bengkok 2 buah

Prosedur:
 Memberitahu pasien
 Mendekatkan alat
 Memasang sampiran
 Mencuci tangan
 Memakai sarung tangan
 Mengeluarkan isi balon kateter dengan spuit
 Menarik kateter dan anjurkan pasien untuk tarik nafas
panjang, kemudian letakkan kateter pada bengkok
 Olesi area prepotium (meatus uretra) dengan betadine
 Memebersekan alat
 Melepaskan sarung tangan
 Mendokumentasikan.

Anda mungkin juga menyukai