Anda di halaman 1dari 48

Kelompok 8

1. Nina Aprilia Dewi


(Nim : 16.1348)

2. Pingki Yulia Kartika


(Nim : 16.1349)
Pemenuhan Kebutuhan
Eliminasi
Kebutuhan Eliminasi

Kebutuhan Eliminasi
Urine Kebutuhan Eliminasi
(Buang Air Kecil) Alvi
(Buang Air Besar)
Organ yang Berperan
dalam Eliminasi Urine

Proses Berkemih

Kebutuhan
Faktor yang Mempengaruhi
Eliminasi Eliminasi Urine
Urine (BAK)
Gangguan atau Masalah
Kebutuhan Eliminasi Urine

Tindakan Mengatasi Masalah


Eliminasi Urine
Organ yang Berperan dalam Eliminasi Urine

1. Ginjal
Ginjal merupakan organ
retroperitoneal (dibelakang
selaput perut) yang terdiri
atas ginjal sebelah kanan
dan kiri tulang punggung.
Ginjal berperan sebagai
pengatur komposisi dan
volume cairan dalam
tubuh. Ginjal juga
menyaring bagian dari
darah untuk dibuang dalam
bentuk urine sebagai zat
sisa yang tidak diperlukan
oleh tubuh
2. Ureter
Ureter adalah suatu saluran
moskuler berbentuk silider
yang menghantarkan urine
dari ginjal menuju kandung
kemih. Dinding ureter
terdiri dari mukosa yang
dilapisi oleh sel sel
transisional, otot
polossirkuler, dan
longitudinal yang dapat
melakukan kontraksi guna
mengeluarkan urine menuju
kandung kemih.
3. Kandung Kemih
(Bladder, Buli-Buli)
Kandung kemih merupakan
sebuah kantong yang terdiri atas
otot halus yang berfungsi
sebagai penampung air seni
(urine). Dalam kandung kemih,
terdapat lapisan jaringan otot
yang memanjang di tengah dan
melingkar disebut sebagai
detrusor dan berfungsi untuk
mengeluarkan urine.
3. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke
bagian luar. Fungsi uretra pada wanita mempunyai fungsi berbeda dengan
yang terdapat pada pria.
* Pada pria, uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urine
dan sistem reproduksi berukuran panjang 20 cm.
Uretra pria terdiri dari tiga bagian yaitu uretra prostatik,
uretra membranosa, dan uretra karvernosa.
* Pada wanita, uretra memiliki panjang 4-6,5 cm dan hanya
berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar tubuh.
Proses Berkemih
- Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung
kemih).
- Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang
dapat menimbulkan rangsangan pada saraf-saraf di dinding vesika
urinaria. Kemudian rangsangan tersebut diteruskan melalui medula
spinalis ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks
serebral.
- Selanjutnya, otak memberikan impuls/rangsangan melalui medula
spinalis ke neuromotorik, kemudian terjadi
koneksasi otot detrusor dan relaksasi otot sfingter internal.

- Urine dilepaskan dari vesika urinaria, tetapi masih tertahan sfingter


eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan, akan menyebabkan
relaksasi sfingter eksternal dan urine kemungkinan dikeluarkan
(berkemih).
Sistem Perkemihan
Komposisi Urine :
1. Air (96 ).
2. Larutan (4 ).
a. Larutan organik
Urea, amonia, kreatin, dan asam urat.
b. Larutan anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat,
magnesium, fosfor.
Nartrium klorida merupakan garam anorganik yang
paling banyak.

Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine


Diet dan Respons
asupan keinginan awal Gaya hidup
(intake) untuk berkemih

Stres Tingkat
Tingkat
psikologis perkembangan
sktivitas

Kebiasaan
Kondisi Sosiokultural seseorang
penyakit
Tonus otot Pembedahan

Pengobatan Pemeriksaan
diagnostik
Gangguan atau Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine
1. Retensi Urine 2. Inkontinensia Urine
Retensi urine merupakan Inkontinesia urine merupakan
penumpukan urine dalam ketidakmampuan otot sfingter
kandung kemih akibat eksternal sementara atau
ketidakmampuan kandung menetap untuk mengontrol
kemih untuk mengosongkan ekskresi urine.
kiandung kemih.
Penyebab
* Tanda Klinis Retensi a. proses penuaan (aging
a. Ketidaknyamanan daerah publis. process).
b. Distensi vesika urinaria. b. pembesaran kelenjar prostat.
c. Ketidaksanggupan untuk
c. penurunan kesadaran.
berkemih.
d. penggunaan obat narkotik dan
* Penyebab sedatif.
a.Operasi pada daerah abdomen
bawah, pelvis vesiak urinaria.
b. Trauma sumsum tulang
belakang.
3. Enuresis
Enuresis merupakan
ketidaksanggupan
menahan kemih
(mengompol) yang
diakibatkan tidak mampu
mengontrol sfingter
eksterna.
4. Perubahan Pola
* Faktor penyebab Enuresis Eliminasi Urine
a. Kapasitas vesika urinaria Perubahan pola eliminasi
lebih besar dari normal urine merupakan keadaan
b. Makanan yang banyak seseorang yang mengalami
mengandung garam dan
ganguuan pada eliminasi
mineral.
urine karena obstruksi
c. Anak yang takut jalan gela
anatomis, kerusakan motorik
untuk ke kamar mandi
sensoris, dan infeksi saluran
kemih.
Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Urine
I. Pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan
Cara pengambilan urine :
a. pengambilan urine biasa
merupakan pengambilan urine dengan mengeluarkan
urine secara biasa, yaitu buang air kecil.
b. Pengambilan urine steril
merupakan pengambilan urine dengan menggunakan alat steril,
dilakukan dengan kateterisasi atau fungsi suprapubis yang
bertujuan mengetahui adanya infeksi pada uretra, ginjal atau
saluran kemih
lainnya.
c. Pengambilan urine selama 24 jam
merupakan pengambilan urine yang dikumpulkan dalam waktu 24
jam, bertujuan untuk mengetahui jumlah urine selama 24 jam dan
mengukur berat jenis, asupan dan output, serta mengetahui fungsi
ginjal.
II. Menolong buang air kecil dengan menggunakan
urineal
Tindakan membantu pasien yang tidak mampu buang air kecil
sendiri di kamar kecil dilakukan dengan menggunakan alat
penampung (urineal). Hal tersebut dilakukan untuk menampug
urine dan mengetahui kelainan dari urine (warna dan jumlah).

III. Melakukan kateterisasi


Kateterisasi merupakan tindakan memasukkan kateter ke dalam
kandung kemih melalui uretra untuk membantu memenuhi
kebutuhan eliminasi, sebagai pengambilan bahan pemeriksaan.
Gambar Pemasangan Kateter Pada Wanita
Sistem yang Berperan dalam
Eliminasi Alvi

Proses Buang Air Besar


(Defekasi)

Kebutuhan
Gangguan atau Masalah
Eliminasi
Eliminasi Alvi
Alvi
(Buang Air Besar)
Faktor yang Mempengaruhi
Proses Defekasi

Tindakan Mengatasi Masalah


Eliminasi Alvi
Sistem Gastrointestinal
Bawah

Usus Halus Usus Besar

Rektum Duodenum
Kolon- Anus Jejunum
Ileum
Proses Buang Air Besar (Defekasi)

Pada dasarnya rektum lebih banyak dalam keadaan


kosong, disebabkan oleh adanya spinkter dan angulasi
antara kolon sigmoid dan rektum.
Namun bila terjadi gerakan massa yang mendorong
feses ke rektum, rasa ingin buang air besar (defekasi) akan
timbul.
Proses defekasi terjadi secara volunter dan
involunter/refleks. Gerakan yang mendorong feses ke anus
terhambat oleh adanya konstriksi tonik dari spinkter ani
interna dan spinkter ani eksterna.
Spinkter ani eksterna berada di bawah kesadaran
karena merupakan otot rangka dan diinervasi oleh saraf
somatik yaitu nervus pudendus.

Diawali oleh refleks defekasi yang terjadi sebagai berikut :


saat feses memasuki rektum, distensi dinding rektum
menimbulkan refleks rektospinkter yang mengirim sinyal
dan menyebar sepanjang pleksus mienterikus dan memulai
terjadinya gelombang peristaltik pada kolon desendens,
kolon sigmoid, dan rektum, sehingga feses terdorong ke
anus.
Setelah gelombang peristaltik mencapai anus,
spiknter ani interna berelaksasi oleh adanya sinyal yang
menghambat dari pleksus mienterikus; dan bila saat itu
spinkter ani eksterna relaksasi secara sadar maka terjadilah
defekasi.

PROSES DEFEKASI

Kontraksi otot abdomen dan diafragma dapat


membantu mendorong feses ke arah anus oleh karena
peningkatan tekanan intra abdominal.

Defekasi dapat ditahan bila secara sadar kita


kontraksikan spinkter ani eksterna yang berakibat
tertutupnya spinkter ani interna dan relaksasi dari
rektum.
Otot yang berperan dalam proses defekasi :

Otot sphincter ani internus :


Bekerja tidak sadar
Tidak terjadi proses defekasi

Otot sphincter ani eksternus :


Bekerja secara sadar
terjadi proses defekasi
Sadar

Buang Air Besar Tidak Sadar


Usia
Diet
Asupan cairan
Gaya hidup
Aktivitas
Penyakit
Pengobatan
Nyeri
Kerusakan sensoris dan motorik
Tindakan Mengatasi Masalah
Eliminasi Alvi (Buang Air Besar)
1. Menyiapkan Feses untuk Bahan Pemeriksaan
Pemeriksaan feses lengkap
Pemeriksaan feses kultur
2. Membantu pasien buang air dengan pispot
Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan eliminasi alvi.
3. Memberikan Huknah Rendah
memasukkan cairan hangat ke dalam kolon desenden
dengan kanula rekti melalui anus
bertujuan mengosongkan usus pada proses prabedah
agar dapat mencegah terjadinya obstruksi makanan
sebagai dampak dari pascaoperasi dan merangsang
buang air besar bagi paasien yang mengalami
kesulitan dalam buang air besar
4. Memberikan Huknah Tinggi
tindakan memasukkan cairan hangat ke dalam kolon
asenden dengan kanula usus.
Tujuan : mengosongkan usus pada pasien prabedah atau
untuk prosedur diagnostik.
5. Memberikan Gliserin
tindakkan memasukkan cairan gliserin ke dalam poros
usus dengan spuit gliserin.
Tujuan : merangsang peristaltik usus, sehingga pasien
dapat buang air besar (khususnya pada orang yang
mengalami sembelit). Selain itu, tindakan ini juga
dapat digunakan untuk persiapan operasi.
6. Mengeluarkan feses dengan jari
tindakan memasukkan jari ke dalam rektum pasien
untuk mengambil atau menghancurkan massa feses
sekaligus mengeluarkannya.
menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, serta
tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras.

Tanda Klinis
Adanya feses yang keras.
Defekasi kurang dari 3 kali seminggu.
Menurunnya bising usus.
Adanya keluhan pada rektum.
Nyeri saat mengejan dan defekasi.
Adanya perasaan masih ada sisa feses.
Kemungkinan penyebab .
Defek persarafan , kelemahan pelvis,immobilitas karena
cedera serebrospinalis, cerebro vascular accident (CVA),
dan lain-lain.
Pola defekasi yang tidak teratur
Nyeri saat defekasi karena hemorroid.
Menurunnya peristaltik karena stress psikologis.
Penggunaan obat seperti antasida, laksatif, atau
anestesi.
Proses menua (usia lanjut).
2. Diare
o Berisiko sering mengalami pengeluaran feses dalam
bentuk cair.
Tanda klinis
Adanya pengeluaran feses cair.
Frekuensi lebih dari 3 kali sehari.
Nyeri/kram abdomen.
Bising usus meningkat.
Kemungkinan penyebab

Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi.

Peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolisme.

Efek tindakan pembedahan usus.

Efek penggunaan obat seperti antasida,laksatif, antibiotic,


dan lain-lain.
Stres psikologis.
3. Inkontinensia Usus
Mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi
normal, hingga mengalami proses pengeluaran feses
tak disadari.
Tanda Klinis
Pengeluaran feses yang tidak dikehendaki.

Kemungkinan Penyebab
Gangguan sfingter rectal akibat cedera anus, pembedahan,dan
lain-lain.
Distensi rectum berlebih
Kurangnya control sfingter akibat cedera medulla spinalis,
CVA, dan lain-lain.
Kerusakan kognitif
Tindakan yang dapat diambil untuk menjaga agar
inkontinensia feses tidak muncul :
Suatu latihan yang baik dari otot-otot dasar panggul
(pada inkontinensia stress)
Makanan yang disesuaikan.

Alat-alat bantu dalam perawatan


pasien/penghuni inkontinensia untuk defekasi
adalah lembar kain, pempers/popok-popok, dan kain-
kain selulose yang khusus dipakai untuk
inkontinensia.
Tindakan Mengatasi Masalah
Eliminasi Alvi (Buang Air Besar)

1. Menyiapkan Feses untuk Bahan Pemeriksaan


Pemeriksaan feses lengkap merupakan pemeriksaan
feses yang terdiri atas pemeriksaan warna, bau,
konsistensi, lender,darah, dan lain-lain.
Pemeriksaan feses kultur merupakan pemeriksaan
feses melalui biakan dengan cara toucher (lihat
prosedur pengambilan feses melalui tangan)
Persiapan Alat dan Bahan
Tempat penampung atau botol penampung beserta tutup.
Etiket khusus.
Dua batang lidi kapas sebagai alat mengambil feses.

Prosedur kerja
Cuci tangan.
Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang dilakukan.
Anjurkan untuk buang air besar lalu mengambil feses melalui lidi yang
telah dikeluarkan. Setelah selesai, anjurkan untuk membersihkan
daerah sekitar anus.
Asupan bahan pemeriksaan ke dalam botol yang telah disediakan.
Catat nama pasien dan tanggal pengambilan bahan pemeriksaan.
Cuci tangan.
2. Membantu pasien buang air
dengan pispot

Persiapan alat dan bahan


Alas/perlak .
Pispot (Gambar 7.3)
Air bersih.
Tisu.
Sampiran apabila tempat pasien di bangsal umum.
Sarung tangan.
Prosedur kerja
Cuci tangan.
Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
Pasang sampiran kalau di bangsal umum.
Gunakan sarung tangan.
Pasang pengalas di bawah glutea.
Tempatkan pispot di antara pengalas tepat di bawah glutea dengan posisi
bagian lubang pispot tepat di bawah rektum.
Setelah pispot di bawah glutea, tanyakan pada pasien sudah nyaman atau
belum, atur sesuai dengan kebutuhan.
Anjurkan pada pasien untuk buang air besar pada pispot yang telah
disediakan.
Setelah selesai, siram dengan air hingga bersih. Kemudian keringkan dengan
tisu.
Catat tanggal, jam defekasi, dan karakteristiknya.
Cuci tangan.
3. Memberikan Huknah Rendah
Persiapan alat dan bahan
Pengalas.
Irrigator lengkap dengan kanula rekti.
Cairan hangat 700- 1.000 ml dengan suhu 40,5-43oC pada
orang dewasa.
Bengkok.
Jelly.
Pispot.
Sampiran.
Sarung tangan.
Tisu.
Prosedur kerja
Cuci tangan.
Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
Atur ruangan dengan meletakkan sampiran apabila di bangsal umum
atau menutup pintu apabila di ruang sendiri.
Atur posisi sim miring pada pasien.
Pasang pengalas di bawah glutea.
Irrigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan (40,5- 43oC) dan
hubungkan dengan kanula rekti. Kemudian cek aliran dengan
membuka kanula dan keluarkan air ke bengkok serta berika jelly pada
ujung kanula.
Gunakan sarung tangan dan asupan kanula kira-kira 15 cm ke dalam
rektum kearah kolon desenden sambil pasien diminta untuk bernapas
panjang dan memegang irrigator setinggi 50 cm dari tempat tidur.
Buka klemnya dan air dialirkan sampai pasien menunjukkan keinginan
untuk buang air besar.
Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila mau buang air besar
dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet. Jika pasien tidak mampu
mobilisasi jalan, bersihkan daerah sekitar rectum hingga bersih.
Cuci tangan.
Catat jumlah feses yang keluar, warna, konsistensi, dan respons pasien.
4. Memberikan Huknah Tinggi
Persiapan alat dan bahan
Pengalas.
Irrigator lengkap dengan kanula usus.
Cairan hangat (seperti huknah rendah).
Bengkok.
Jelly.
Pispot.
Sampiran.
Sarung tangan.
Tisu.
Prosedur kerja
Cuci tangan.
Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
Atur ruangan dengan meletakkan sampiran apabila di bangsal umum
atau menutup pintu apabila di ruang sendiri.
Atur posisi sim miring kanan pada pasien.
Gunakan sarung tangan
Irrigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan dan hubungkan
dengan kanula usus. Kemudian cek aliran dengan membuka kanula
dan keluarkan air ke bengkok serta berika jelly pada ujung kanula.
Masukkan kanula ke dalam rektum kearah kolon asenden 15-20 cm
sambil pasien disuruh napas panjang dan pegang irrigator setinggi 30
cm dari tempat tidur. Buka klem sehingga air mengalir pada rectum
sampai pasien menunjukkan ingin buang air besar.
Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila mau buang air besar
dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet. Kalau tidak mampu ke
toilet, bersihkan dengan iar sampai bersih lalu keringkan dengan tisu.
Buka sarung tangan dan catat jumlah warna, konsistensi,dan repons
pasien.
Cuci tangan.

Anda mungkin juga menyukai