Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


ELIMINASI

Oleh:

Mellenda Rahmawati
E1914401009

PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2020
KONSEPDASAR TEORI

1.1 Definisi Eliminasi

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau feses (tawarto, wartonah, 2006). Miksi adalah proses pengosongan kandung
kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses
eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Proses ini terjadi dari
dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di
dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah
kedua yaitu timbul reflekssaraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang
berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya
menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleksmiksi
adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa jugadihambat atau
ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.

Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan.


Dimana sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Proses
pembentukan urine di ginjal terdiri dari tiga proses yaitu: filtrasi, reabsorpsi dan
sekresi. Pada proses filtrasi berlangsung di glomerulus. Proses ini terjadi karena
permukaan afren lebih besar dari permukaan efren. Proses reabsorpsi terjadi
penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat, dan
beberapa ion karbonat. Proses sekresi ini sisa reabsorpsi diteruskan keluar.

1.2 Anatomi Fisiologi Eliminasi

Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan.


Dimana sistem ini terdiri dari:

1) Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal yang berperan sebagai pengatur
komposisi dan volume cairan dalam tubuh serta penyaring darah untuk dibuang
dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan
menahannya agar tidak bercampur dengan zat - zat yang tidak diperlukan oleh
tubuh. Pada bagian ginjal terdapat nefron yang merupakan unit dari struktur
ginjal dan melalui nefron ini urine disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal,
kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung kemih.
2) Kandung Kemih

1
Kandung kemih merupakan kantong yang terdiri atas otot halus yang
berfungsi menampung urine. Dalam kandung kemih terdapat lapisan jaringan
otot yang paling dalam disebut dekstrusor berfungsi mengeluarkan urine bila
terjadi kontraksi. Dalam kandung kemih juga terdapat lapisan tengah jaringan
otot berbentuk lingkaran bagian dalam yang disebut otot lingkar yang
berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dengan uretra, sehingga uretra
dapat menyalurkan urien dari kandung kemih ke luar tubuh.
3) Uretra
Uretra merupakan oragan yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian
luar. Fungsi uretra pada wanita berbeda dengan fungsi uretra pada pria. Pada pria
uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urine dan sistem reproduksi,
berukuran panjang 13,7 – 16,2 cm, dan terdiri atas tiga bagian, yaitu prostat,
selaput (membran) dan bagian yang berongga (ruang). Pada wanita, uretra
memiliki panjang 3,7 – 6,2 cm dan hanya berfungsi sebagai tempat menyalurkan
urine ke bagian luar tubuh.
Berkemih adalah proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih).
Proses ini dimulai dengan terkumpulnya urine dalam vesika urinaria yang
merangsang saraf – saraf sensorik dalam dinding vesika urinaria (bagian
reseptor). Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang
dapat menimbulkan rangsangan, melalui medula spinalis dihantarkan ke pusat
pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral, kemudian otak
memberikan impuls / rangsangan melalui medulla spinalis ke neuromotoris di
daerah sakral, serta terjadi koneksasi otot detrusor dan relaksasi otot sfingter
internal. Komposisi urine :
a) Air (96 %)
b) Larutan (4 %)
 Larutan organik
Urea, ammonia, kreatin, dan urine acid.
 Larutan anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat, magnesium dan
fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak
4) Ureter
Memiliki panjang 25 – 30 Cm, berdiameter 1,25 cm pd ordes. Untuk
fungsinya : Mendorong urine ke kandung kemih umumnya steril.
Proses pembentukan urine di ginjal terdiri dari 3 proses yaitu: filtrasi, reabsorbsi, dan
sekresi.
1) Filtrasi
Proses filtrasi berlangsung di glomelurus, proses ini terjadi karena
permukaanaferen lebih besar dari permukaan eferen.
2) Reabsorbsi
Proses reabsorbsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
sodium, klorida, fosfat, dan ion karbonat.
3) Sekresi
Pada proses sekresi ini sisa reabsorbsi diteruskan keluar.

2
1.3 Faktor-faktor yang mempengeraui Eliminasi

1) Diet dan asupan (intake)


Jumlah dan tipe makanan mempengaruhi output urine, seperti protein
dansodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar.
2) Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan respon awal untuk berkmeih dan hanya pada
akhirkeinginan berkemih mejadi lebih kuat mengakibatkan urine banyak tertahan
dikandung kemih, sehingga kapasitas kandung kemih lebih dari normal.
3) Gaya hidup
Ketersediaan fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi eliminasi
urin.
4) Stres Psikologis
Meningkatnya stres seseorang dapat meningkatkan frekuensi keinginan
berkemih.
5) Tingkat aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan dibutuhkan dalam mempertahankan tonus
otot.Eliminasi urin membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk
tonussfingter internal dan eksternal.
6) Tingkat Perkembangan
Misal pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena
adanyatekanan dari fetus.
7) Kondisi penyakit
Saat seorang sakit, produksi urin nya sedikit hal ini disebabkan oleh
keinginanyntuk minum sedikit.

1.4 Klasifikasi Eliminasi

1) Retensi urine
Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata didalam kandung kemih
akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih
2) Dysuria
Adanya rasa setidaksakit atau kesulitan dalam berkemih.
3) Polyuria
Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal , seperti 2500 ml /
hari , tanpa adanya intakecairan.
4) Inkontinensi urine

3
Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot spingter eksternal untuk
mengontrol keluarnyaurine dari kantong kemih.
5) Urinari suppresi
Adalah berhenti mendadak produksi urine.

1.5 Karakteristik Urine


1) Warna : kekuning-kuningan jernih
2) Bau : amoniak
3) PH : 4,5 – 7,5
4) BJ : 1,010 – 1,025
5) Jumlah : 1200 – 1500 ml
6) Konsistensi : sangat encer
7) Steril : bebas dari mikroorganisme

1.6 Manifestasi Klinis


1) Kulit ruam
2) Dekubitus
3) Iritasi kandung kemih
4) Ketidakmampuan mengontrol BAK

1.7 Patofisiologi
Normalnya urine tersusun dari bahan organik dan an organik terlarut

Terjadinya presipitasi kristal

Membentuk inti baru

Mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain menjadi kristal

Menempel di sauran kemih

Retensi kristal

Obstruksi saluran kemih

Kristal semakin besar, menyebabkan obstruksi

Ganguan eliminasi urin

4
1.8 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan USG
2) Pemeriksaan foto rontgen
3) Pemeriksaan laboratorium urin
4) Pemeriksaan IVP (Intravenous pyelogram)
Dengan membatasi jumlah asupan dapat memengaruhi produksi urine.
5) Pemeriksaan urine (urinalisis)
6) Pengakjian fungsi otot destrusor
7) Radiologi dan pemeriksaan fisik (mengetahui tingkat keparahan/kelainan dasar
panggul)
8) Cystometrogram dan elektroyogram

1.9 Etiologi
1) Trauma sumsum tulang belakang
2) Tekanan uretra yang tinggi disebabkan oleh otot detrusor yang lemah
3) Sfingter yang kuat
4) Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)
5) Operasi pada daerah abdomen bawah
6) Stres

1.10 Penatalaksanaan
1) Monitor atau observasi perubahan faktor, tanda gejala terhadap masalah perubahan
eliminasi urine dan inkontinensia.
2) Monitor terus perubahan retensi urine.
3) Lakukan kateterisasi urine
4) Kurangi faktor yang memengaruhi / penyebab masalah

5
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar pada keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang penderita agar dapt mengidentifikasi kebutuhan serta
masalahnya. Pengkajian meliputi:
a) Pengumpulan data
 Data subjektif
Data yang didapat oleh pencatatan dari pasien/keluarga dan dapat di ukur
dengan menggunakan standar yang diakui.
 Data Objektif
Data yang didapat oleh pencatat dari pemeriksaan dan dapat diukur dengan
menggunakan standar yang diakui.
 Analisis Data
Data Primer : Data yang diperoleh dari klien melalui percakapan.
Data Sekunder : Data yang diperoleh dari komunikasi dengan orang yang
dikenal, dokter/perawat yang mengetahui keadaan klien.
b) Anamnesa
1) Kebiasaan berkemih
a) Bagaimana kebiasaan berkemih?
b) Adakah hambatan?
c) Apakah frekuensi berkemih bergantung pada kebiasaan atau
kesempatan
2) Pola berkemih
a) Frekuensi, berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam?
b) Urgensi, sering ke toilet karena takut mengalami inkontinensia jika
tidak berkemih?
c) Disruria, adakah rasa sakit saat berkemih atau kesulitan untuk
berkemih?
d) Poliuria, apakah urine yang keluar berlebihan, tanpa ada
peningkatan masukan cairan?
e) Urinaria supresi, apakah saat berkemih keadaan produksi urine yang
berhenti mendadak?

6
f) Volume urine, berapa banyak jumlah urine yang dikeluarkan dalam
waktu 24 jam ?
g) Keadaan urine, bagaimana warna, bau, kejernihan dan adakah darah
yang keluar saat berkemih ?
c) Pemeriksaan Fisik
 Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus
 Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan
vagina.
 Genetalia laki – laki
Kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum.

2) Diagnosa Keperawatan
Gangguan Eliminasi Urine (PPNI, 2016; hal. 96) berhubungan dengan
ketidakmampuan mengakses toilet(D.0149):
a) Subjektif
 Sering buang air kecil
 Desakan berkemih (urgensi)
 Mengompol
b) objektif
 Distensi kandung kemih
 Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
 Volume residu urin meningkat

7
3) Intervensi Keperawatan
Gangguan Eliminasi Urin (D.0149) berhubungan dengan ketidakmampuan mengakses
toilet (mis. Imobilisasi)

Diagnosa SLKI SIKI

Gangguan Eliminasi Urin: 1. Dukungan perawatan diri; BAK/BAB


Eliminasi Urin Pengosongan kandung (memfasilitasi pemenuhan kebutuhan
(D.0149): jemih yang lengkap. BAK/BAB).(SIKI, 2019; hal.37)
Observasi:
Disfungsi a) Identifikasi kebiasaan BAK/BAB
Setelah dilakukan sesuai usia.
eliminasi urin tindakan keperawatan b) Monitor integritas kulit pasien.
(PPNI, 2016; hal. maka desakan berkemih Terapeutik:
96). membaik,distensi a) Dukung penggunaan
kandung kemih toilet/commode/pispot/urinal secara
membaik,berkemih tidak konsisten.
c) Latih BAK/BAB secara rutin.
tuntas membaik,volume
d) Sediakan alat bantu (misalnya;
residu urine membaik, kateter eksternal dan urinal), jika
mengompol membaik. perlu.
(SLKI, 2019; hak. 24) Edukasi:
a) Anjurkan BAK secara rutin.
b) Anjurkan ke kamar mandi/toilet.

2. Manajemen eliminasi urine:


Mengidentifikasi dan mengelola
gangguan pola eliminasi urine. (SIKI,
2019;hal. 117)
Obsevasi:
a) Monitor eliminasi urine (misalnys;
frekuensi, konsistensi, aroma,
volume dan warna)
Terapeutik:
a) Batasi asupan cairan
Edukasi:
a) Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
b) Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
c) Anjurkan minum yang cukup
Kolaborasi:
a) Kolabirasi pemberian obat
suposutoria uretra, jika perlu.

4) Implementasi
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan atau implementasi didasarkan atas
intervensi yang disusun sebelumnya, maka tindakan untuk diagnosa Gangguan

8
Eliminasi Urine berhubungan ketidakmampuan mengakses toilet (mis. Imobilisasi).
ditandai dengan:
Subjektif
 Sering buang air kecil
 Desakan berkemih (urgensi)
 Mengompol
objektif
 Distensi kandung kemih
 Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
 Volume residu urin meningkat

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah Identifikasi kebiasaan


BAK/BAB sesuai usia, Latih BAK/BAB secara rutin, sediakan alat bantu (misalnya;
kateter eksternal dan urinal), jika perlu dan Monitor eliminasi urine (misalnys;
frekuensi, konsistensi, aroma, volume dan warna).

5) Evaluasi
Untuk diagnosa Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan
ketidakmampuan mengakses toilet (mis. Imobilisasi). dan dikolaborasi dengan
pemasangan kateter. Gangguan eliminasi urine membaik, dengan kriteria hasil: sering BAK
membaik, mengompol membaik, distensi kandung kemih membaik, berkemih membaik,
residun urin membaik.

9
SOP PEMASANGAN KATETER

Pengertian Memasukkan selang kateter melalui uretra sampai ke kandung kemih.


Tujuan  Mengosongkan kandung kemih
 Mencegah distensi kandung kemih
 Mengatasi masalah incontinentia urine
 Drainage kandung kemih dan irigasi
 Mencegah infeksi perineal agar tidak terkena urin
Ukuran Orang Dewasa
Laki –laki : 16 – 18
Perempuan : 14 – 16
Persiapan Alat 1) Sarung tangan/ pinset anatomis
Steril. 2) Spuit 10 cc
3) Kapas sublimat
4) Bengkok berisi lysol
5) Jelly gliserin
6) Set kateter (Selang dan urin bag)
Persiapan Alat 1) Selimut
Non Steril. 2) Sampiran
3) selimut ekstra
4) plester
5) bengkok
Cara Kerja 1) Alat- alat dibawa ke dekat pasien
2) Menjelaskan tindakan pada pasien
3) Jaga privacy pasien
4) Pasang selimut, buka pakaian bawah
5) Pasang pengalas
6) Ataur posisi pasien dorsal recumbent
7) Cuci tangan
8) Bengkok didekatkan pada pasien
9) Buka alat steril
10) Pasang sarung tangan
11) Bersihkan vulva/penis bagian luar dengan kapas sublimat (seperti
vulva hygiene)
12) Ambil kateter sebelum dimasukkan ke dalam uretra diolesi jelly ujung
kateter
13) Buka labia kemudian masukkan ke dalam uretra (± 5 cm). Jika pria
panis dipegang dengan tangan kiri dan tegangkan 90 0 masukkan
kateter ke uretra. Anjurkan untuk tarik nafas
14) Tanpung urine dalam bengkok
15) Untuk kateter sementara, urine sudah keluar kateter tarik kembali
untuk kateter menetap langsung difiksasi dengan cairan ± 5 – 15 cc

10
untuk mengembangkan
balon dalam kateter.
16) Atur posisi kembali
17) Perhatikan keadaan umum pasien
18) Alat- alat dirapihkan
19) Cuci tangan

11
DAFTAR PUSTAKA

http://budirahayu.ip-dynamic.com:81/sdki/d-0040-gangguan-eliminasi-urin/

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/67943/Chapter%20II.pdf?sequence=3
&isAllowed=y

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnursing/article/download/222/227

https://id.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI

https://studylibid.com/doc/4295865/lp-eliminasi

https://www.academia.edu/9883646/Laporan_Pendahuluan_Kebutuhan_Eliminasi

https://www.academia.edu/9883646/Laporan_Pendahuluan_Kebutuhan_Eliminasi

https://www.slideshare.net/nissaicha2/deni-lp-eliminasi

12
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN YANG MENGALAMI INFEKSI SALURAN
KEMIH (ISK) DENGAN MASALAH HAMBATAN ELIMINASI URINE

Rika Nurul Latifah1 Inayatur Rosyidah2 Iva Milia Hani Rahmawati3


123
STIKes Insan Cendekia Medika Jombang
1
email : riikanulla25@gmail.com 2email : inrosyi@gmail.com 3email :
miliarahma88@gmail.com3

ABSTRAK

Pendahuluan Hambatan eliminasi urine merupakan proses hilangnya cairan urine yang
tidak terkendali berhubungan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Tolak ukur
karakteristiknya antara lain : nyeri saat berkemih, BAK sering, kemih keluar sedikit secara
terus menerus, dorongan berkemih, nokturia, tidak mampu menahan urine, tidak mampu
mengeluarkan urine. Tujuan penelitian adalah memenuhi nursing care pasien ISK dengan
problem hambatan eliminasi urine. Telitian ini mengaplikasikan Metode deskriptif studi
kasus. Subjek melibatkan 2 klien. Strategi pengumpulan data meliputi Tanya jawab,
pengamata n dan pencatatan. Hasil studi kasus pada keduanya didapatkan satu diagnosa
prioritas yaitu hambatan eliminasi urine berhubungan dengan penyakit multiple
ketidakmampuan mengeluarkan urine secara tuntas. Setelah dilakukan tindakan selama 3
hari berturut-turut klien mampu berkemih dengan dipasang DC, Urine yang dikeluarkan
perlahan tuntas, namun masih merasakan nyeri, untuk itu perawatan maupun pengobatan
tetap dilanjutkan. Kesimpulan Hasil pemaparan pembahasan diatas terdapat perbedaan
pencapaian keberhasilan akan tetapi problem hambatan eliminasi urine dapat teratasi
bertahap hingga tuntas. Saran yang diberikan penulis terkait asuhan keperawatan, hambatan
eliminasi urine, semoga menjadi media literature review jurnal ilmiah serta bahan referensi
dalam proses pembelajaran khususnya bagi mahasiswa keperawatan.

Kata kunci : asuhan keperawatan, hambatan eliminasi urine, kandung kemih

NURSING CLIENTS TREATMENT THAT EXPERIENCES URINARY TRACT


INFECTION (UTI) WITH PROBLEMS OBSTACLES OF URINE ELIMINATION
(Study at Bangil Pasuruan Regional Hospital)

ABSTRACT

Introduction Urine elimination barriers are uncontrolled urine fluid loss processes
associated with excessive bladder distension. Benchmark characteristics include: pain when
urinating, urinating often, urinary out a little continuously, urge to urinate, nocturia, unable
to hold urine, unable to pass urine. The purpose of the study was to meet the nursing care of
UTI patient with problems of urinating elimination. This research uses a descriptive case
study method. Research subjects involved 2 clients. Data collection strategies include
question and answer, observation and recording. The results of the case studies in both of
them obtained one priority diagnosis, namely inhibition of urine elimination associated with
multiple inability to completely pass urine. After taking action for 3 consecutive days the
client is able to urinate with a DC attached, the urine that is released slowly is complete, but
still feels pain, for that care and treatment continue. The Conclusion results of the
discussion above there are differences in the achievement of success but the problem of
elimination of urine can be overcome gradually until complete. Suggestions given by the
author regarding nursing care, obstacles to elimination of urine, hopefully become a media
for scientific journal review literature and reference materials in the learning process,
especially for nursing students.
Keywords: nursing care, urine elimination obstacles, bladder

PENDAHULUAN lebih rendah.

Hambatan Eliminasi urine merupakan Interprestasi karakteristik diagnosis


suatu keadaan dimana klien baik keperawatan NANDA (2018-2020)
perseorangan ataupun kelompok beresiko dikatakan ISK apabila terdapat tanda dan
mengalami ketidakmampuan gejala nyeri saat buang air kecil, poliuri,
mengeluarkan urine sebagai sisa bolak balik berkemih, nokturia,
pembuangan zat dalam (Lynda, 2010). ketidakmampuan menahan urine, kemih
tidak keluar, serta perasaan ingin
Hambatan eliminasi urine merupakan berkemih. Pada pemeriksaan laboratorium
proses hilangnya cairan urine yang tidak biasannya sering ditemui tanda strip reagen
terkendali berhubungan dengan distensi yang menggambarkan adanya enzim dalam
kandung kemih yang berlebihan. Tolak sel darah putih dengan jumlah banyak.
ukur karakteristiknya antara lain : nyeri Strip reagen yang bernilai positif NO2
saat berkemih, BAK sering, kemih keluar menggambarkan adanya perubahan dari zat
sedikit secara terus menerus, dorongan ke zat lainnya baik oleh bakteri gram
berkemih, nokturia, tidak mampu menahan negative ataupun lainnya dan biasannya
urine, tidak mampu mengeluarkan urine sangat mengarah pada infeksi perkemihan.
(NANDA International, Diagnosis Urine yang mengandung leukosit
Keperawatan 2018-2020). merupakan tanda yang sering menjadi
acuan sensitive tetapi bukan sebagai hal
ISK yaitu jenis infeksi yang diakibatkan positif penentu infeksi. Secara keseluruhan
karena pertumbuhan bakteri dengan jumlah metode pemeriksaan pendeteksi adanya
yang fantastis sehingga memicu terjadinya bakteri penginfeksi dalam urine dianggap
infeksi pada sistem perkemihan (Dipiro, berinfeksi ISK apabila melebihi 100 ribu
2011). koloni/Ml (M.Grabe, 2015).

ISK menduduki deretan infeksi yang Terinfeksinya sistem kemih oleh


berasal dari rumah sakit kisaran 39%-60%. penginfeksi pada dasarnya sudah dikenal
Presentase 30 – 80% klien banyak secara umum dalam ilmu kesehatan dan
dilakuakan perawatan intensif. 20 – 65% sering ditemui dipusat pelayanan baik
pengguna antibiotic yang yang salah. tingkat pertama maupun tingkat yang lebih
Pemakaian yang salah menyebabkan serius. ISK terjadi pada kebanyakan
munculnya berbagai masalah baik perempuan dibandingkan laki-laki. Inilah
kekebalan bakteri terhadap obat dan efek yang mengancam status social seorang
samping obat yang berbahaya (Lestari, perempuan karena sering mengalami ISK
2011). yang terus berulang (Hermiyanti,2016).
Perbedaan anatomis memudahkan bakteri
Proses berkemih melibatkan pengisian, patogen terkontaminasi cepat naik yang
penyerapan sisa zat yang masih kemudian melewati saluran perkemihan,
dibutuhkan tubuh, dan proses pengeluaran antara lain: bladder, ureter, kidney.
urine dalam penampungan. Proses tersebut Masuknya bakteri akan menginfeksi
berjalan secara berulang dan teratur. saluran kemih sistitis, urethritis, prostatitis,
Proses penyerapan dan pengeluaran urine pielonefritis sehingga saluran kemih tidak
di dalam kandung kemih dibantu oleh mampu mengosongkan isi kandung kemih
saraf otonom dan somatik dalam tubuh secara sempurna, inilah yang
manusia. Sedangkan pada saat pengisian mempengaruhi terjadinya disfungsi
dibantu oleh saraf simpatis yang eliminasi urine. Disfungsi eliminasi urin
mengakibatkan kandung kemih bertekanan
yang tidak segera ditangani akan secara tuntas. Pemberian antibiotik wajib
menimbulkan hambatan eliminasi urine. disesuaikan dengan dosis yang tepat, sebab
ketidaktepatan dalam pemberian bisa
WHO menyatakan sepertiga kematian mengakibatkan kekebalan bakteri,
diseluruh dunia terjadi karena infeksi munculnya alergi, keracunan, dan
bahkan terhitung dari tahun 2015 sejumlah perubahan fisik penggunanya. Langkah
± 25 juta jiwa yang mengalaminya (WHO, selanjutnya meningkatkan kualitas hidup
2015). Bahkan NKUDIC menjelaskan klien dengan penanganan segera berkemih
urinary tract infection urutan kedua agar tidak tejadi disfungsi eliminasi urine,
sesudah ISPA dan 8,3 juta kejadian Memberikan posisi nyaman pada klien
diinformasikan setiap tahunnya. ISK yang bertujuan untuk mengurangi rasa
terjadi pada klien dari berbagai umur mulai sakitnya, meraba perut bawah guna
bayi baru lahir (BBL) sampai orang mengobservasi adanya distensi kandung
dewasa (Hermiyanti, 2016). American kemih, mengajarkan dan mengedukasikan
Urology Assocition (2016) ada 150 juta cara mengurangi nyeri, Beri intake minum
penduduk dunia mengalami ISK setiap sesuai advis yang telah ditentukan untuk
tahunnya. Prevalensi di indonesia masih mengetahui intake input dan output cairan
menduduki angka tertinggi. Hasil serta perubahan pada urine klien.
pendataan Depkes RI (2016)
memperkirakan total klien yang terinfeksi BAHAN DAN METODE PENELITIAN
sejumlah ± 100 kejadian setiap 100 ribu
jiwa pada kisaran 180 ribu kejadian tiap Prosedur telaah yaitu langkah sistematis
tahunnya. Di Jawa Timur sendiri total yang guna mendapatkan data, kemudian
mengalami ISK sejumlah 3-4 kejadian dibuktikan dan dijabarkan dalam bentuk
setiap 100 ribu jiwa tiap tahunnya ilmu pengetahuan guna untuk dipahami,
(kementrian Kesehatan RI, 2016). diselesaikan dan menangani masalah yang
ada (Sugiyono, 2018).
Hasil penelitian Verma, Naik dan TS
(2017) bahwa perempuan, penggunaan Dalam penyusunan dan pembuatan karya
ventilasi, durasi penggunaan kateter dan tulis ini menggunakan analisa deskripsi
diabetes meningkatkan resiko mengalami yaitu bentuk pengumpulan dan
infeksi. Sekitar 12% - 16% pasien dewasa pengelompokan data yang kemudian
terpasang kateter urine menetap selama dikelola dengan ringkasan dan gambaran
berada di rumah sakit dan 3% - 7% pasien secara ilmiah baik dijabarkan dalam
mengalami ISK akibat pemasangan kateter bentuk grafik ataupun tabel (Nursalam,
(Center Disease Control, 2018). Adanya 2011)
factor penyebab akan memicu bakteri
patogen penyebab ISK yaitu Escherichia Strategi mengidentifikasi masalah sebelum
coli (Klapaczyńska 2018). Proliferasi memasuki tahap akhir pengelompokan data
mikroorganisme menunjukkan adanya guna menjelaskan tahapan selama
faktor resiko contohnya usia, gender, tirah penelitian disebut dengan skema telaahan
baring, pengonsumsi obat penambah Skema merupakan tahap berakhirnya
kekebalan tubuh, pola miksi, vulva pengambilan subjek telaah dalam
hygiene tidak benar, pemasangan menerapkan riset telitian (Sugiono, 2018).
kateterisasi dan pemicu lainnya (Sholihah,
2017). Model penelitian yang saya lakukan ini
adalah karya tulis ilmiah studi kasus.
Intervensi ISK dengan Hambatan eliminasi Dalam penelitian ini pokok pembahasan
urin dapat dilakukan penatalaksanaan penelitian terfokus pada studi untuk
askep yang efektif dan efisien. Prioritas mengeksplorasi masalah nursing care
Tindakan yang wajib dilakukan pada klien pasien ISK dengan masalah hambatan
yaitu pemasangan DC sementara ataupun eliminasi urine. Partisipan dalam
permanen guna membantu klien berkemih pembuatan penelitian ini ada beberapa
pelaku dalam mensukseskan kegiatan. pertanyaan mengenai silsilah
Peserta merupakan poin utama yang kehidupan klien.
digunakan dalam penelitian melibatkan 2) Tersusun secara struktural
minimal 2 klien dalam proses ini yaitu Wawancara yang berpacu pada
klien dengan catatan medis infeksi saluran pertnayaan yang telah dirancang
kemih dengan masalah hambatan eliminasi sebelumnya dan ditanyakan secara
urine di RSUD bangil pasuruan. Subjek berurutan.
yang dipilih harus sesuai dengan kreteria
inklusi dan kreteria ekslusi. 2. Observasi dan Pemeriksaan fisik

1. Kriteria inklusi Sugiyono (2018) observasi merupakan


kegiatan pengamatan terhadap suatu objek
Karakteristik dalam pengambilan sample yang melibatkan indra penglihatan.
penelitian yang saya angkat harus Pemeriksaan fisik yang diterapkan adalah
memenuhi standart kriteria inklusi antara pemeriksaan head to toe dengan
lain : (penglihatan, perabaan, pengetukan, dan
a. Pasien ISK dengan masalah hambatan pendengaran dengan stetoskop pada
eliminasi urine yang bersedia menjadi seluruh sistem tubuh klien).
responden.
b. Pasien ISK yang memenuhi batasan Jenis observasi dibedakan menjadi dua
karakteristik sesuai NANDA 2018- yaitu (Nursalam, 2017) :
2020. 1) Tidak terstruktur
c. Pasien yang menjalani perawatan di Metode observasi yang menjelaskan
Rumah sakit minimal 3 hari. informasi lebih banyak yang
dipergunakan untuk menganalisa data
2. Kriteria ekslusi kualitatif.
2) DenganTerstruktur
Subjek penelitian yang saya angkat tidak Metode observasi yang dilakukan
memenuhi standart telitian antara lain : secara cermat terhadap rencana yang
a. Ketidaksanggupan klien dan keluarga sudah jelas kemudian dicocokkan
untuk menjadi subjek penelitian. dengan fakta dan subjek yang di
b. Klien ada gangguan disabilitas. kelompokkan sesuai tempatnya, dan
c. Klien tidak mampu bekerjasama dicatat serta diberikan label sesuai
dengan kodenya.
Pengumpulan subjek KTI studi kasus
sudah sesuai dan akurat dengan problem 3. Dokumentasi
pokok pembahasan, untuk itu diguankan
strategi pengolahan yang benar meliputi Sugiyono (2018) menyatakan dalam
Tanya jawab, pengamatan, dan pencatatan. mendapatkan data dan informasi berbagai
bentuk data kelolaan guna mendukung
1. Tanya Jawab penelitian yang dilakukan diperlukan
pemahaman yang kritis dan tepat dalam
Arikunto (2013) menjelaskan Tanya jawab pendokumentasian setelah observasi dan
diberikan sesuai konteks yang telah ada pemeriksaan.
secara acak dan dikembnagkan saat proses
Tanya jawab berlangsung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode wawancara dibagi dua (Nursalam,
2017) : Hasil
1) Tidak tersusun secara struktural
Tanya jawab secara langsung tanpa Gambaran tempat Penelitian pembuatan
adanya hal khusus yang akan KTI dan objek penelitian di RS Umum
disampaikan, terfokus pada Daerah bangil bertempat di Jln. Raya Raci,
kel. Masangan, kab. Bangil, pasuruan, memberikan asupan cairan selama 24
jawa timur (67153) adalah rumah sakit jam, menentukan apakah pasien
akreditasi paripurna yang bertipe B. mengalami dehidrasi, memperbaiki
Penelitian diambil dirawat inap melati 7 alat medis yang bermasalah (misal :
dan 8 dengan kapasitas 8 orang pada kateter tertekuk /terblokir), memantau
masing-masing kamar. Ruang ini dan mengamati warna urine, kuantitas
berjumlah 16 ruang rawat inap yang dan berat jenis, mengkonsultasikan
terbagi lagi menjadi ranap interna, ranap kepada dokter jika pengeluaran urin
medical, ruang DM, ranap penyakit dalam 24 jam kurang dari kebutuhan,
menular dan ruang infeksi. memberikan pendekatan 15 menit
untuk bantuan berkemih, Pertahankan
1. Hasil observasi dan pemantauan aseptic yang ketat, mempertahankan
selama penelitian pada kedua pasien kebersihan daerah meatus uretra
dijumpai adanya sedikit dengan larutan antibakteri, Anjurkan
ketidaksesuaian yaitu pada Pasien pasien untuk minum antibiotik sesuai
pertama Ny.K mengatakan BAK tidak advis yang diresepkan. Dari intervensi
keluar sejak kemarin sore , perut yang disampaikan diatas pada klien ke-
terasa penuh dan nyeri menjalar 2 ditambahkan intervensi menentukan
sampai pinggang disertai anyang- dan memantau factor resiko yang
anyang, klien memiliki RPD operasi mungkin menyebabkan
batu ginjal. Sedangkan klien 2 ketidakseimbangan cairan, menimbang
mengeluh BAK disertai darah, kemih karena pasien memiliki komplikasi
keluar netes, ada rasa mau kencing tapi DM dan gejala mual.
tidak keluar, mual tapi tidak muntah,
klien memiliki RPD DM selama 2,5 4. Pelaksanan tindakan yang diterapkan
tahun ini. Dari pemeriksaan keduanya kepada kedua klien dilakukan selama 3
ditemukan adanya distensi kandung hari berturut-turut selama perawatan,
kemih yang berlebih, serta adanya dari intervensi yang telah dirancang
nyeri tekan pada perut bawah dan dan disusun dipilih sesuai kriteria
teraba tegang. Terdapat perbedaan kasus yang dibutuhkan klien. Pada
warna, Klien 1 urine bata keruh klien 1 setelah dilakukan implementasi
sedangkan klien 2 urine bercampur pada hari pertama, klien menunjukkan
darah segar. perubahan yang cukup signifikan dapat
mengeluarkan urine dengan tuntas, dan
2. Hasil pemaparan pembahasan hari selanjutkan sudah merasakan
diagnosis yang terjadi selama plong walaupun nyeri tekan masih
penelitian berlangsung pada keduanya dirasakan. Sedangkan pada klien 2
ditemukan hambatan eliminasi urine mengalami perubahan pada hari ke 2
dipicu karena distensi kandung kemih yaitu mampu berkemih dengan tuntas,
yang berlebih. Diagnosis yang tapi pada hari pertama klien masih
disimpulkan tersebut didasarkan pada merasakan sakit dan belum tuntas.
kreteria pemicu terjadinya penyakit Dari implementasi tersebut dapat
pada keduannya sesuai dengan kondisi disimpulkan bahwa ada sedikit
pasien saat dilakukan penelitian perbedaan respon perubahan pada
dilapangan. klien, klien 1 lebih cepat dibandingkan
klien 2.
3. Planning tindakan yang diberikan
kepada kedua klien kurang lebih 5. Kesimpulan selama tindakan dilakukan
sebagai berikut : pemasangan kateter mulai awal pemberian asuhan
urine, menjaga asupan cairan dan keperawatan. Pada saat dilakukan
mencatat output cairan, memantau evaluasi tidak adanya hambatan antara
status hidrasi, memantau hasil klien 1 dan 2, semua berjalan lancar
laboratorium dan perubahan yang ada, dan kooperatif. Hasil pemaparan
pembahasan evaluasi pada bab 4 ada pemeriksaan laboratorium ada beberapa
perbedaan pencapaian keberhasilan nilai diatas normal dan kurang dari normal
tindakan dari keduanya yaitu : Keluhan antara lain : 1) Pemeriksaan darah lengkap
klien 1 pada pertama tindakan (Leukosit (WBC) : 22.2, Neutrofil : 17.6 ,
sebagian teratasi, selanjutnya keluhan Neutrofil % : H 84.6, Limfosit % : L 9.2,
tertangani belum sepenuhnya, dan Eritrosit (RBC) : L 3.868). 2) Pemeriksaan
terakhir keadaan membaik dengan Faal Ginjal (Kreatinin : H 1,570). 3)
keluhan berkurang dan masalah Pemeriksaan Elektrolit (Kalium : L
terselesaikan. Begitu pula pada pasien 3,17)Pemeriksaan Urine lengkap (Bilirubin
ke 2 saat awal askep keluhan masih : positif 1, Keton : positif 2, Berat jenis :
dirasakan dan belum terpecahkan, >1.040, Darah : positif 1, Ph : 6.0, Protein :
besoknya teratasi belum seluruhnya positif 2 , Urobinogen : >1.2, Leukosit :
dan terakhir peninjauan belum positif).
sepenuhnya teratasi dank lien masih
melanjutkan perawatan. Sedangkan pada klien 2 didapatkan data
pengkajian, Ny.S mengatakan nyeri saat
BAK disertai darah, urine berupa darah,
PEMBAHASAN kemih keluar netes, ada perasaan kemih
tapi tidak keluar. Klien memiliki RPD
Dalam ulasan ini penelaah menguraikan diabetes militus ± 2,5 tahun. Pemeriksaan
berbagai ketidaksesuaian yang didapatkan fisik di temukan Keadaan lemah, respon
dalam uraian kasus dan teori pada sepenuhnya normal, Glasgow coma scale
pembuatan “Nursing Care pada pasien ISK E4/V5/M6, Capillary refill time < 2 detik,
dengan masalah hambatan eliminasi urine” ujung jari teraba hangat, Px menangis
diruang melati 7D dan 8B. Ulasan pokok kesakitan sambil memegangi perutnya,
pembahasan meliputi proses askep yang distensi kandung kemih, nyeri tekan skala
telah dituliskan pada sub bab hasil. 6, kandung kemih teraba tegang, makan
sedikit tapi sering, minum air ± 8
1. Pengkajian gelas/hari, mual tapi tidak muntah.
Terpasang infus sodium chloride
Analisis pasien pertama didapatkan data 1500CC/24 jam di tangan kanan, terpasang
keluhan utama Ny.K mengatakan BAK DC, urine keluar berupa darah segar dan
tidak keluar sejak kemarin sore dan perut berbau anyir. Hasil observasi vital sign,
terasa penuh dan nyeri. Klien memiliki blood pressure : 170/100 mmhg, Respirasi
Riwayat Penyakit Dahulu sembuh dari rate : 21x/minute, Pulse : 88x/menit,
batu ginjal dan pernah operasi. temperature : 38,2˚C. Dari hasil
Pemeriksaan fisik ditemukan Kondisi pemeriksaan laboratorium ada beberapa
lemah, respon penuh, Glasgow coma scale nilai diatas normal dan kurang dari normal
E4/V5/M6, Capillary refill time < 2 detik, antara lain : 1) Pemeriksaan darah lengkap
ujung kaki hangat, tampak meringis (Leukosit (WBC) : 17.47, Neutrofil : H
kesakitan dan memegangi perutnya, 88.6, Limfosit 5% : L 6.7, Hemoglobin
distensi kandung kemih, nyeri tekan (Hb) : 24.87, MCH : L 22.7, RDW : H 17).
kandung kemih skala 7, kandung kemih 2) Pemeriksaan Faal Ginjal (Kreatinin : H
teraba tegang, nafsu makan menurun, 1,690). 3) Pemeriksaan Elektrolit (Kalium
minum air ± 8 gelas/ hari, tidak : L 3.15, kalsium Ion : L 1.120). 4)
mual/muntah. Klien terpasang infus Pemeriksaan Urine lengkap (Bilirubin :
Natrium chloride 1500 CC/24 jam positif 2, Keton : positif 3, Berat jenis :
ditangan kanan, dan terpasang Down >2.057, Darah : positif 2, Ph : 4.0, Protein :
Cateter, urine berwarna bata keruh dan positif 1 , Urobinogen : >2.8, Leukosit :
berbau busuk. Hasil observasi Vital sign positif). 5) Pemeriksaan Gula Darah (GDS
didapatkan blood pressure : 130/80 mmhg, : 257).
Respirasi rate : 22x/minute, Pulse :
86x/minute, temperature : 38,6˚C dan hasil
Pemaparan hasil pengkajian diatas adalah diakibatkan karena adanya distensi
fakta. Sesuai dengan teori Hasil penelitian kandung kemih yang berlebih.
Lee, Kim, Yoon, Ha, Sohndan Cho (2013)
Yang dikemukakan oleh black & hawks Peneliti berpendapat kedua klien
(2014) bahwa pasien DM beresiko Tinggi mengalami ISK dengan masalah hambatan
terkena ISK akibat penggunaan DC 4-5 eliminasi urine yang ditegakkan dari
kali dibandingkan klien yang tidak analisa data yang didapatkan dari
menderita DM. Pengendalian glukosa anamnase dan observasi yang di lakukan
darah yang kurang dapat mengakibatkan oleh peneliti. Apabila masalah ini tidak
hiperglikemik kronik sebagai peluang segera di tangani dengan di lakukan
komplikasi termasuk ISK. pemasangan DC dapat menyebabkan
masalah yang lebih serius lagi.
Peneliti berpendapat adanya distensi
kandung kemih pada kedua klien 3. Intervensi
merupakan indikator pertanda seseorang
yang menderita ISK. Distensi kandung Perencanaan tindakan yang dilakukan
kemih sebabkan oleh respon tubuh kepada keduanya antara lain
terhadap tekanan didalam saluran pemasangan kateter urine, menjaga
perkemihan yang tidak dapat asupan cairan dan mencatat output
mengeluarkan urine secara tuntas sehingga
cairan, memantau status hidrasi,
menyebabkan hambatan eliminasi urine,
memantau hasil laboratorium,
sedangkan nyeri tekan disebabkan oleh
proses peradangan yang terjadi didalam memberikan asupan cairan selama 24
saluran perkemihan karena Penumpukan jam sesuai advis dan kebutuhan pasien,
urine dapat memicu pertumbuhan dan memperbaiki alat medis yang
perkembangbiakan bakteri yang dapat bermasalah (misal : kateter tertekuk
menginfeksi saluran kemih. Proses /terblokir), memonitor warna urine,
peradangan tersebut dapat mengakibatkan kuantitas dan berat jenis,
klien merasakan demam tinggi dan mengkonsultasikan jika pengeluaran
memicu rasa sakit saat berkemih. Hal ini urin kurang dari kebutuhan,
dapat menimbulkan masalah hambatan memberikan pendekatan 15 menit
eliminasi urine yang berhubungan dengan untuk bantuan berkemih, Pertahankan
distensi kandung kemih yang berlebihan
karena ketidakmampuan dalam
aseptic yang ketat, mempertahankan
mengeluarkan urine secara tuntas. kebersihan daerah meatus uretra
dengan larutan antibakteri, Anjurkan
2. Diagnosa pasien untuk minum antibiotik sesuai
advis yang diresepkan.
Nursing diagnose dari kedua klien
hambatan eliminasi urine berhubungan Pemaparan hasil intervensi diatas adalah
dengan distensi kandung kemih yang fakta. Berdasarkan teori Hasil penelitian
berlebihan karena ketidakmampuan Herdman & Kamitsuru (2015) Intervensi
dalam mengeluarkan urine secara tuntas. yang diberikan pada klien hambatan
Diagnosa tersebut didasarkan pada data Eliminasi Urine yaitu beristirahat cukup,
DS dan DO dalam pengkajian yang memberikan terapi antibiotik yang sesuai,
dikeluhkan keduanya. edukasikan klien bagaimana mengenali
infeksi dan kapan harus dilaporkan, dan
Pemaparan hasil diatas adalah fakta Ajarkan menjauhi pemicu infeksi.
dilapangan pada saat dilakukan penelitian
terhadap klien 1 dan 2. Sesuai dengan teori Peneliti berpendapat bahwa intervensi
NANDA 2018-2020 bahwa Hambatan yang diberikan kepada kedua klien harus
eliminasi urine merupakan Proses dicocokkan dengan yang diderita oleh
hilangnya urine secara involuntary yang klien tersebut. Intervensi klien 1 dan 2
kurang lebih sama dalam : (hari pertama lemah, ke-2 cukup, ke-3
pengaplikasiannya, hanya saja frekuensi cukup), kesadaran Composmentis,
dan lama tindakannya yang berbeda. Capillary refill time < 2 second, ujung
Misalnya pada klien 2 dilakuakn jari kaki hangat, status dehidrasi (tidak
monitoring factor resiko yang ada tanda dehidrasi), Distribusikan
menyebabkan ketidakseimbangan cairan, asupan cairan selama 24 jam (Terpasang
tetapi klien 1 tidak dilakuakan. infus sodium Chloride 1500 cc/24 jam
dan minum ± 8 gelas), Monitor urine,
4. Implementasi hari-1 (urine berwarna merah segar,
150cc, bau menyengat anyir darah), hari
Tindakan pelaksanaan dilaksanakan ke-2 (urine berwarna bata keruh, 800 cc,
mengacu kebutuhan dari keduanya. bau menyengat anyir darah), hari ke-3
Secara keseluruhan Terdapat 13 (urine berwarna kuning pekat, 700cc, bau
intervensi pada teori, namun pada klien 1 menyengat amoniak). Aseptic yang ketat
implementasi yang di lakukan yaitu : (memberikan tindakan aseptic dan steril
melakukan perawatan DC, memantau sesuai protocol), pertahankan kebersihan
vital sign secara berturut-turut diperoleh : genetalia dengan larutan antibakteri,
blood pressure (120/90 mmhg, 130/70 Anjurkan minum antibiotic (kolaborasi
mmhg, 110/60 mmhg), temperature : memberikan terapi Injeksi Intra Vena
(37,4˚C, 37,1˚C, 37˚C), pulse : (83 x/m, (ceftriaxone 3 x 1 gr, ondansentron 3 x 4
82 x/m, 84 x/m), Respirasi rate : (22 mg, omeprazole 3 x 40 mg, asam
x/minute, 22 x/minute, 21x/minute), KU tranexsamat 3 x 50 mg, santagesik 2 x 2
: ( hari pertama lemah, ke-2 cukup, ke-3 mg), injeksi Intra Cutan Insulin 6 unit.
baik), kesadaran penuh, Cappilary refill
time <2 detik, ujung jari hangat, status Pemaparan hasil implementasi diatas
hidrasi (tidak ada tanda dehidrasi), sesuai dengan fakta pada keduanya saat
Distribusikan asupan cairan selama 24 dilapangan. Menurut pujiastuti (2014)
jam (terpasang infus natrium chloride petugas dalam melakukan implementasi
1500 CC/24 jam, minum ± 8 gelas/hari), keperawatan harus sesuai intervensi
Monitor urine (hari 1 : urine berwarna keperawatan yang diimplentasikan untuk
bata pekat keruh, 600 cc, bau menyengat membantu klien secara mandiri dan
busuk), hari ke-2 (urine berwarna bata kolaborasi dengan petugas medis lainnya.
bening, 650 cc, bau menyengat busuk
dan amoniak), hari-3 (urine berwarna Peneliti berpendapat bahwa implementasi
kuning bening 550 cc, bau menyengat dari kedua klien diatas secara keseluruhan
amoniak). Pertahankan Aseptic sama namun antar keduanya memiliki
(memberikan tindakan aseptic dan steril kondisi fisik yang berbeda sehingga respon
sesuai protocol), Pertahankan kebersihan yang diberikan antara keduanya ada sedikit
genetalia dengan larutan antibakteri perbandingan hasil. Misalnya : Kedua
(mengedukasikan klien dan keluarga Klien diberikan tindakan sama tetapi
menjaga kebersihan area kemaluan dan respon klien 1 justru lebih baik daripada
rajin membersihkan supaya tidak klien ke-2.
lembab), kolaborasi pemberian Injeksi
IV. 5. Evaluasi

Implementasi yang dilakukan pada klien Evaluasi Px yang pertama mengatakan


2 yaitu melakukan perawatan kateter Perut bawah masih nyeri, kencing berasa
urine, memonitor vital sign, blood belum tuntas, perut begah. Terpasang
pressure (150/90 mmhg, 160/100 mmhg, DC, adanya distensi kandung kemih,
150/90 mmhg), temperature : (37,3˚C, Perut bawah teraba tegang, nyeri tekan
37,9˚C, 37,1˚C), pulse : (83 x/m, skala 7, klien memegangi perutnya dan
85 x/m, 81 x/m), Respirasi rate : (21 meringis kesakitan. Urine berwarna bata
x/minute, 21 x/ minute, 22 x/minute), KU pekat keruh 600cc, terpasang infus
Natrium Chloride 1500 cc/24 jam, tidak lancar, perut terasa nyaman. Terpasang
ada tanda dehidrasi. Problem sebagian DC, tidak ada distensi kandung kemih,
tertangani, rencana dilanjutkan 1-12. Perut bawah teraba normal, nyeri tekan
Evaluasi hari selanjutnya px mengatakan skala 2, klien tidak memegangi perut dan
berkurangnya nyeri perut bawah, kencing tidak meringis kesakitan. Urine berwarna
lancar. Terpasang DC, distensi kandung kuning pekat 700cc, bau menyengat
kemih berkurang, Perut bawah teraba amoniak, terpasang infus sodium chloride
normal, nyeri tekan skala 5, tidak 1500 cc/24 jam, status dehidrasi dan
memegangi perut dan kadang meringis infeksi aman. Problem sudah terlewati
kesakitan. Urine berwarna bata bening sebagian, rencana diteruskan 1,4,6,10,11-
650 CC, terpasang infus natrium chloride 13.
1500 cc/24 jam, tidak ada tanda
dehidrasi. Masalah sebagian teratasi, Pemaparan hasil evaluasi keduanya
intervensi dilanjut 1-12. Hari ke-3 klien membawa keberhasilan tindakan dlihat
mengatakan perut bawah tidak nyeri, dari cara membandingkan tingkat
kencing lancar, tidak ada keluhan kemandirian dengan tujuan serta proses
lainnya. Terpasang DC, distensi kandung yang dilakukan dengan rencana yang telah
kemih, Perut bawah teraba normal, nyeri dirumuskan sebelumnya.
tekan skala 3, klien tidak memegangi
perutnya dan tidak nampak kesakitan Peneliti berpendapat berdasarkan evaluasi
lagi. Urine berwarna kuning bening 550 yang dibahas diatas bahwa tindakan yang
cc, terpasang infus Natrium Chloride dilakukan pada kedua klien sudah sesuai
1500 cc/24 jam, tidak ada kemunculan dengan kondisi klien saat itu. Evaluasi
kekurangan cairan dan infeksi. Problem pada klien 1 dari awal perawatan sampai
terselesaikan, intervensi dipertahankan hari ke-3 menunjukkan pemulihan yang
dan klien pulang. cukup signifikan dan mampu berkemih
dengan lancar serta nyeri yang dirasakan
Evaluasi hari pertama klien 2 mengatakan lambat laun menghilang. Sedangkan pada
kencing masih berdarah, nyeri saat klien 2 pada hari pertama sampai ke-3
berkemih, sakit pada perut bawah dan klien menunjukkan adanya kesembuhan
terasa penuh. Terpasang DC, distensi perlahan mulai dari sudah tuntas berkemih
kandung kemih, Perut bawah teraba tidak disertai darah, tetapi proses
tegang, nyeri tekan skala 6, klien pemulihan cukup lambat karena klien
memegangi perutnya dan menangis sebelumnya memiliki RPD DM sehingga
kesakitan. Urine berwarna merah darah pada hari ke-3 klien masih merasakan
segar 150CC ada gumpalan darah, bau nyeri saat berkemih.
anyir darah, terpasang infus sodium
chloride 1500 CC/24 jam, tidak ada tanda
dehidrasi. Problem belum terpecahkan, SIMPULAN DAN SARAN
planning lanjutkan 1-13. Hari kedua Ny. S
mengatakan masih nyeri saat berkemih, Simpulan
kencing keluar sedikit-sedikit, perut sedikit
longgar. Terpasang DC, distensi kandung Peneliti berpendapat berdasarkan
kemih berkurang, Perut bawah teraba evaluasi yang dibahas diatas bahwa
tegang, nyeri tekan skala 4, klien tindakan yang dilakukan pada kedua
memegangi perutnya dan meringis klien sudah sesuai dengan kondisi klien
kesakitan. Urine berwarna bata keruh saat itu. Evaluasi pada klien 1 dari awal
800cc, bau anyir darah, terpasang infus perawatan sampai hari ke-3
sodium chloride 1500 cc/24 jam, tidak ada menunjukkan pemulihan yang cukup
tanda dehidrasi. Problem teratasi signifikan dan mampu berkemih dengan
setengahnya, perencanaan dijalankan lancar serta nyeri yang dirasakan lambat
1,4,5,6,7-13. Hari ke-3 Ny.S mengatakan laun menghilang. Sedangkan pada klien
nyeri saat berkemih berkurang, kencing 2 pada hari pertama sampai ke-3 klien
menunjukkan adanya kesembuhan (Eds.). Jakarta: @ 2017 Penerbit
perlahan mulai dari sudah tuntas Buku Kedokteran EGC.
berkemih tidak disertai darah, tetapi
proses pemulihan cukup lambat karena Irawan, E., & Mulyana, H. (2018, April
klien sebelumnya memiliki RPD DM 21). Faktor-Faktor Penyebab
sehingga pada hari ke-3 klien masih Infeksi Saluran Kemih (ISK).
merasakan nyeri saat berkemih. Prosiding Seminar Nasional dan
Diseminasi Penelitian Kesehatan,
Saran 978-602-72636-3-5, 1-7.

Penelaah ingin menyampaikan advokasi Lina, L. F., & Lestari, D. P. (2019,


sebagai dorongan untuk memberikan April). Analisis Kejadian Infeksi
pelayanan asuhan keperawatan maupun Saluran Kemih Berdasarkan
pengembangan ilmu pengetahuan yang Penyebab Pada Pasien Di
lebih baik lagi, antara lain : Poliklinik Urologi RSUD DR. M.
Yunus Bengkulu. Jurnal
1. Bagi perawat Keperawatan Muhammadiyah,
Dapat dijadikan sebagai tambahan Volume 07(Nomor 01), Page 56.
ilmu pengetahuan dan masukan bagi
perawat di rumah sakit dalam Mawaddah, I., Arisanti, N., &
memberikan nursing care khususnya Prasetyaningati, D. (2018, April).
pada pasien dengan penyakit infeksi Asuhan Keperawatan Pada Klien
saluran kemih dengan problem Infeksi Saluran Kemih Dengan
hambatan eliminasi urine. Masalah Gangguan Eliminasi
2. Bagi Mahasiswa Urine Di Ruang Dahlia RSUD
Acuan bahan referensi serta Jombang. Jurnal Studi kasus.
literature review ilmiah guna
memberikan pendidikan kepada Musdalipah. (2018). Identifikasi Drug
mahasiswa mengenai cara pemberian Related Problem (DRP) Pada
Nursing care pasien ISK pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Di
masalah hambatan eliminasi urine. Rumah Sakit Bhayangkara
3. Bagi klien dan keluarga Kendari. JURNAL KESEHATAN,
Dapat menambahkan wawasan 11, 40.
tentang infeksi saluran kemih (ISK)
dan bagaimana cara yang tepat dalam Mosby. (2013). Nursing Interventions
penanganan dan perawatannya. Classification (NIC). 6 Th
Edition. In G. M. Bulechek, H. K.
Butcher, J. M. Dochterman, & C.
KEPUSTAKAAN M. Wagner (Eds.). United
Kingdom: Elsevier Global Right.
Hariati, Suza, D. E., & Tarigan, R. (2019,
Oktober 4). Faktor Resiko Infeksi Mosby. (2013). Nursing Outcomes
Saluran Kemih Akibat Penggunaan Classification (NOC) ;
Kateter. Jurnal Ilmiah Permas, Measurement Of Health OUtcome.
Volume 9(p-ISSN 2089-0834 e- In Elsevier, S. Moorhead, M.
ISSN 2549-8134), Hal 401 - 406. Johnson, M. L.Maas, & E.
Swanson (Eds.). United Kingdom:
Headman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Elsevier Global Rights.
NANDA-I Diagnosis
Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020, Edisi.11.
In M. Ester, & W. Praptiani
Rasyid, S. A., & Paramita, N. (2019,
Juli). Perbandingan DeteksiI
Escherichia Coli Dengan Metode
Kultur Dan PCR Pada Penderita
InfeksiI Saluran Kemih (ISK) Di
Rumah Sakit Bhayangkara Kota
Kendari. Jurnal MediLab Mandala
Waluya Kendari, Vol.3, 36-38.

Sholihah, A. H. (2017, November).


Analisa Factor Resiko Kejadian
Infeksi Saluran Kemih Oleh
Bakteri Uropatogen Di Puskesmas
Ciputat Pada Agustus – Oktober
2017. 1-15.
Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN 1907 - 0357

 
PENELITIAN
PENGARUH LATIHAN KANDUNG KEMIH (BLADDER
TRAINING) TERHADAP INTERVAL BERKEMIH WANITA
LANJUT USIA (LANSIA) DENGAN INKONTINENSIA URIN
M. Reza Pamungkas*, Nurhayati **, Musiana**

Inkontinensia urin ialah kehilangan kontrol berkemih yang bersifat sementara atau menetap (Potter dan Perry,
2006). Salah satu penatalaksananaan keperawatan klien dengan inkontinensia urin adalah bladder training.
Bladder Training adalah latihan kandung kemih yang bertujuan untuk mengembangkan tonus otot dan sfingter
kandung kemih agar berfungsi optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan kandung
kemih (bladder training) terhadap interval berkemih pada lansia yang mengalami inkontinensia urin di UPTD
PSLU Tresna Werdha Bakti Yuswa Provinsi Lampung. Penelitian menggunakan desain quasi eksperimen pada
26 lansia penderita inkontinensia urin. Teknik pengambilan sampel dengan cara accidental sampling. Hasil
penelitian didapat rata-rata interval berkemih lansia sebelum latihan kandung kemih adalah 2,3154 jam dengan
SD = 0,82580 sedangkan rata-rata interval berkemih lansia setelah latihan kandung kemih yaitu 2,4615 jam
dengan SD = 0,83992. Hasil uji statistic didapat nilai P-value 0,000. Hal ini berarti ada perbedaan rata – rata
interval berkemih pada lansia sebelum dan setelah latihan kandung kemih. Saran bagi institusi agar dapat
melanjutkan terapi komplementer ini dengan pengawasan intensif pengasuh wisma sehingga lansia dapat
memiliki kemampuan lebih lama dalam menahan urin

Kata Kunci: inkontinensia urine, latihan kandung kemih

LATAR BELAKANG rendah karena pandangan orang Asia


bahwa inkontinensia urin merupakan hal
Inkontinensia urin ialah kehilangan yang memalukan dan dianggap tabu oleh
kontrol berkemih yang bersifat sementara beberapa orang sehingga tidak dikeluhkan
atau menetap (Potter Dan Perry, 2006). pada dokter. Survei inkontinensia urin
Inkontinensia urin bukan merupakan yang dilakukan oleh Departemen Urologi
penyakit, tetapi keluhan yang mempunyai FK Unair-RSU Dr. Soetomo tahun 2008
dampak medik, psikososial dan ekonomi terhadap 793 penderita, prevalensi
serta dapat menurunkan kualitas hidup. inkontinensia urin pada pria 3,02%
Dampak negatif dari inkontinensia urin sedangkan pada wanita 6,79%. Di sini
adalah dijauhi orang lain karena berbau menunjukkan bahwa prevalensi
pesing, minder, tidak percaya diri, timbul inkontinensia urin pada wanita lebih tinggi
infeksi di daerah kemaluan, tidak nyaman dibanding pria. Prevalensi inkontinensia
dalam beraktifitas termasuk dalam urin cenderung meningkat seiring
hubungan seksual yang akhirnya dapat meningkatnya usia (Soetojo, 2009 dikutip
menurunkan kualitas hidup (Soetojo,2009). dalam Galuh, 2012), usia 5-12 tahun
Prevalensi inkontinensia urin pada 0,13%, sedangkan pada usia 70-80 tahun
wanita di dunia berkisar antara 10 - 58%, 1,64% dan inkontinensia urin pada wanita
sedang di Eropa dan Amerika berkisar lansia 35-45%.
antara 29,4%. Menurut Asia Pacific Secara umum, dengan bertambahnya
Continence Advisor Board (APCAB) tahun usia, kapasitas kandung kemih menurun.
1998 menetapkan prevalensi inkontinensia Sisa urin dalam kandung kemih cenderung
urin di Asia 14,6% pada wanita dan 6,8% meningkat dan kontraksi otot kandung
pada pria, sedangkan di Indonesia kemih yang tidak teratur semakin sering
5,8%. Secara umum, prevalensi terjadi. Keadaan ini sering membuat lansia
inkontinensia urin pada pria hanya separuh mengalami gangguan pemenuhan
dari wanita, prevalensi di Asia relatif kebutuhan eliminasi urin yaitu

[214]
Inkontinensia urin (Darmojo dan Martono penderita inkontinensia urin sebelum dan
dikutip dalam Nursalam 2009). sesudah bladder training.
Perubahan yang tercatat pada Populasi penelitian adalah lansia
kandung kemih yang mengalami penuaan yang ada di UPTD PSLU Tresna Werdha
yaitu berkurangnya kapasitas kandung Bakti Yuswa Provinsi Lampung sebanyak
kemih, berkurangnya kemampuan kandung 102. Sampel pada penelitian ini adalah
kemih dan uretra, berkurangnya tekanan semua lansia wanita yang memenuhi
penutupan uretra maksimal, meningkatnya kriteria (inkontinensia urin, bersedia
voluma urin sisa pasca berkemih, dan menjadi responden, usia lebih dari atau
berubahnya ritme produksi urin di malam sama dengan 60 tahun, dapat melihat dan
hari. membaca angka dan tidak mengalami
Salah satu cara non farmakologis dimensia). Sampel diambil dengan teknik
untuk menangani inkontinensia urin pada non random sampling yaitu menggunakan
lansia adalah dengan latihan kandung accidental sampling diperoleh responden
kemih (Bladder Training). Bladder sebanyak 26 lansia. Pengumpulan data
training adalah latihan kandung kemih dilakukan pada tanggal 8-16 Juli 2013
yang bertujuan untuk mengembangkan menggunakan lembar observasi. Teknik
tonus otot dan spingter kandung kemih pengumpulan data dilakukan dengan
agar berfungsi optimal, terdapat 3 macam langkah-langkah sebagai berikut:
metode bladder training, yaitu kegel a. Pertama, peneliti membuat catatan
exercise, delay urination, dan scheduled harian selama 2 hari yaitu mencatat
bathroom trips. Kegel exercise adalah waktu berkemih lansia, baik saat
latihan pengencangan atau penguatan otot- berkemih di toilet atau tidak.
otot dasar panggul, delay urination adalah b. Lihat catatan harian lansia dan
menunda berkemih sedangkan scheduled temukan interval terpendek yang telah
bathroom trips yaitu menjadwalkan dicatat pada waktu-waktu tersebut.
berkemih (Suharyanto dan Madjid, 2009). c. Tambahkan 30 menit terhadap interval
Hasil studi pendahuluan yang tersebut. Sebagai contoh jika interval
dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha berkemih terpendek adalah 20 menit
Provinsi Lampung data statistik mengenai kemudian tambah 30 menit sehingga
inkontinensia urin pada lansia belum menjadi 50 menit.
diketahui, namun dari hasil wawancara d. Untuk berikutnya jadwalkan lansia
dengan petugas panti diketahui banyak untuk berkemih setiap 50 menit,
lansia yang mengalami inkontinensia urin apabila harus berkemih segera dicoba
(beser), ditandai dengan bau pesing yang untuk menahan berkemih.
tercium dari kamar lansia dan kain lansia e. Setelah satu minggu bladder training,
yang basah karena terkena urin. Tujuan peneliti membuat catatan kembali
penelitian ini adalah diketahuinya waktu berkemih lansia.
pengaruh latihan kandung kemih (bladder Pengolahan data dilakukan dengan
training) terhadap interval berkemih lansia menggunakan bantuan komputer, dan
inkontinensia urin di UPTD PSLU Tresna dianalisis secara univariat untuk melihat
Werdha Bakti Yuswa Provinsi Lampung interval berkemih lansia sebelum dan
Tahun 2013 sesudah bladder training, sedangkan untuk
melihat pengaruh bladder training
METODE terhadap interval berkemih lansia uji
statistik yang digunakan adalah uji T
Penelitian ini menggunakan dependen atau berpasangan. Dalam
rancangan desain pra eksperimen dengan penelitian ini digunakan tingkat
metode pengambilan data Pre and Post kemaknaan 0.05 dan CI 95 %, jika p value
Test One Group, yaitu desain penelitian ≤ 0,05 maka Ha diterima, artinya bladder
yang dilakukan untuk mengetahui training berpengaruh terhadap interval
bagaimana interval berkemih lansia berkemih lansia inkontinensia urin.

[215]
Sebaliknya jika p value > 0,05 maka Ha 1 jam dan interval berkemih sesudah
ditolak, artinya bladder training tidak bladder training terpanjang adalah 3,50
berpengaruh terhadap interval berkemih jam.
lansia inkontinensia urin.
Tabel 3: Distribusi Selisih Rata-Rata
HASIL Interval Ber Kemih Pada Lansia
Inkontinensia Urine Sebelum Dan
Sesudah Bladder Training
Analisis Univariat
Mean SD Median Min-Mak
Karakteristik responden berdasarkan 0,148 0,150 0,108 0-0,40
usia didapatkan rata – rata responden
berusia 76 tahun dengan median 75 dan Dari tabel di atas rata-rata interval
standar deviasi 11,775. Usia minimum berkemih lansia inkontinensia urin
responden adalah 60 tahun dan maximum sebelum bladder training adalah 2,315 jam
adalah 110 tahun. Berdasarkan distribusi dan rata-rata interval berkemih lansia
frekuensi dapat dilihat bahwa mayoritas inkontinensia urin setelah bladder training
responden berada pada kelompok usia old adalah 2,461 jam, maka didapatkan selisih
yaitu sebanyak 17 responden (65,4%), rata-rata interval adalah 0,146 jam atau
berikutnya eldery sebanyak 7 responden setara dengan 8,76 menit dengan standar
(26,9%), very old sebanyak 2 responden deviasi 0,15 jam.
(7,7%).
Analisis Bivariat
Tabel 1: Distribusi Rata-Rata Interval
Berkemih Sebelum Bladder Tabel 4: Distribusi Analisis Uji T
Training Pada Lansia Dependen Interval Berkemih
Inkontinensia Urine Pada Lansia Inkontinensia Urine
Sebelum Dan Sesudah Bladder
Mean SD Median Min-Mak Training
2,315 2,300 0,825 1-3,30
Interval
Dari tabel di atas rata-rata interval Mean n SD p Value
berkemih
berkemih lansia inkontinensia urine Sebelum 2.315 26 0.825 0.000
sebelum bladder training adalah 2,315 jam
dengan median 0,825 jam standar deviasi Sesudah 2.461 26 0.839
2,3 jam. Interval berkemih terpendek
adalah 1 jam dan interval berkemih Hasil analisis statistik dengan
terpanjang 3,25 jam menggunakan uji T dependen diperoleh
nilai p value 0,000. Nilai p value ini lebih
Tabel 2: Distribusi Rata-Rata Interval kecil dari nilai  (0,05) sehingga Ha
Berkemih Sesudah Bladder diterima, artinya bladder training
Training Pada Lansia berpengaruh terhadap interval berkemih
Inkontinensia Urine lansia inkontinensia urin.

Mean SD Median Min-Mak PEMBAHASAN


2,461 2,425 0,839 1-3,50
Interval berkemih sebelum bladder
Dari tabel di atas rata-rata interval training
berkemih lansia inkontinensia urine
sesudah bladder training adalah 2,461 jam Interval berkemih pada lansia dengan
dengan median 0,839 jam dan standar inkontinensia urin sebelum bladder
deviasi 2,425 jam. Interval berkemih training interval terpendek adalah 1 jam
terpendek sesudah bladder training adalah dan interval yang terpanjang adalah 3 jam

[216]
25 menit dan rata-rata interval berkemih hingga 200 ml yang menyebabkan
adalah 2 jam 23 menit. frekuensi berkemih meningkat dimana
Pada penelitian ini responden yang interval berkemih yaitu 3-4 jam. Pada
diambil adalah wanita, hal ini dikarenakan penelitian ini responden mengalami
kebanyakan inkontinensia urin terjadi pada inkontinensia urin yaitu ketidakmampuan
lansia wanita. Beberapa faktor yang menahan urin dimana rata-rata responden
menyebabkan terjadinya inkontinensia urin hanya mampu menahan urin selama sekitar
pada lansia wanita adalah penurunan 2 jam.
produksi estrogen yang disebabkan karena
atropi jaringan uretra dan efek melahirkan Interval berkemih sesudah bladder
yang mengakibatkan penurunan kekuatan training
otot-otot dasar panggul (Nety dan Sari,
2006). Pada penelitian ini responden Interval berkemih lansia
mengalami inkontinensia urin disebabkan inkontinensia urin setelah bladder training
karena faktor usia yaitu rata-rata responden didapatkan interval terpendek adalah 1 jam
berusia 75 tahun dimana secara alami telah dan interval yang terpanjang adalah 3 jam
terjadi atropi pada jaringan uretra namun 50 menit dan rata-rata interval berkemih
dalam penelitian ini tidak diketahui adalah 2 jam 46 menit. Terdapat kenaikan
bagaimana riwayat persalinan dari rata-rata interval berkemih lansia setelah
responden yang dapat berpengaruh pada dilakukan bladder training selama 7 hari.
kemampuan otot dasar panggulnya. Terdapat 3 macam metode bladder
Secara alami pengosongan kandung training yaitu kegel exercise, delay
kemih merupakan proses fisiologis yang urination, dan scheduled bathroom trips.
berlangsung di bawah kontrol dan Metode bladder training yang dilakukan
koordinasi sistem saraf pusat serta sistem pada penelitian ini adalah dengan delay
saraf tepi di daerah sakrum (Wolf dalam urination (menunda berkemih) dan
Nursalam,2009). Sensasi pertama ingin scheduled bathroom trips yaitu
berkemih biasanya timbul pada saat menjadwalkan berkemih. Latihan ini
volume kandung kemih mencapai 150-300 bertujuan untuk mengembalikan pola
ml. Kapasitas kandung kemih normal normal berkemih dengan menghambat atau
bervariasi antar 300-600 ml. Umumnya, menstimulasi pengeluaran air kemih
kandung kemih dapat menampung sekitar dimana terdapat tujuan yang lebih spesifik
500 ml tanpa terjadi kebocoran, bila proses dari bladder training yaitu
berkemih terjadi, otot-otot detrusor mengembangkan tonus otot kandung
kandung kemih berkontraksi diikuti kemih, melatih kandung kemih untuk
relaksasi dari sfingter dan uretra. (Darmojo mengeluarkan urin secara periodik serta
dalam Nursalam, 2009). membantu klien dengan inkontinensia urin
Frekuensi berkemih tergantung mendapatkan pola berkemih normal
dari jumlah urin yang dihasilkan. Lebih (Suharyanto dan Madjid, 2009).
banyak urin yang dihasilkan, lebih sering Responden dalam penelitian ini
berkemih, frekuensi berkemih secara diminta untuk menahan kemih selama 30
normal adalah setiap 6-8 jam. Perubahan menit dari interval terpendeknya dan
pada sistem perkemihan lansia terjadi pada berkemih sesuai jadwal yang dibuat.
ginjal, di mana ginjal mengalami Interval berkemih terpanjang yang dapat
pengecilan dan nefron menjadi atrofi. dicapai oleh lansia sesudah bladder
Aliran ginjal menurun hingga 50%, fungsi training adalah 3,50 jam artinya lansia
tubulus berkurang mengakibatkan Blood sudah dapat mencapai interval berkemih
Urea Nitrogen (BUN) meningkat hingga yang sesuai dengan usianya yaitu 3-4 jam.
21%, berat jenis urin menurun, serta nilai Pada penelitian ini tidak dilakukan
ambang ginjal terhadap glukosa latihan kegel dikarenakan alasan privacy
meningkat. Pada kandung kemih, otot-otot dan kesulitan dalam melakukan observasi
melemah, sehingga kapasitasnya menurun untuk menilai apakah latihan kegel sudah
dilakukan dengan benar atau belum karena
[217]
latihan ini merupakan latihan Responden dalam penelitian ini diminta
mengkontraksikan otot- otot dasar panggul untuk menahan kemih selama 30 menit
yang melibatkan organ kelamin. dari interval terpendeknya dan berkemih
Meskipun latihan kegel dalam sesuai jadwal yang dibuat selama 7 hari.
penelitian ini tidak dilaksanakan namun Secara bertahap bila lansia sudah mampu
berdasarkan penelitian Angelita Intan mencapainya maka interval berkemih
Septiastri dan Cholina Trisa Siregar yang ditambahkan 30 menit lagi sehingga pada
berjudul “Latihan Kegel Dengan akhirnya lansia dengan inkontinensia urin
Penurunan Gejala Inkontinensia Urin Pada dapat menahan urinnya sampai dengan
Lansia” menunjukkan bahwa latihan kegel waktu yang normal untuk lansia yaitu
efektif terhadap penurunan gejala sekitar 3-4 jam. Untuk itu perlu adanya
inkontinensia urin pada lansia. kerjasama dengan pihak panti khususnya
pengasuh wisma agar dapat memotivasi
Pengaruh bladder training terhadap lansia dalam melakukan latihan ini.
interval berkemih
KESIMPULAN
Hasil penelitian didapatkan Selisih
atau perbedaan antara interval berkemih
Berdasarkan hasil analisis data dan
pada lansia sebelum dan setelah bladder
pembahasan dapat disimpulkan bahwa
training sebanyak 0,146 jam atau setara
rRata-rata interval berkemih sebelum
dengan 8,76 menit. Penelitian ini sejalan
latihan kandung kemih (bladder training)
dengan penelitian Nursalam tentang efek
pada lansia dengan inkontinensia urin
latihan kegel terhadap pemenuhan
adalah 2,32 jam dan rata-rata interval
kebutuhan gangguan eliminasi urin
berkemih setelah latihan kandung kemih
menjelaskan bahwa latihan kegel dapat
(bladder training) adalah 2,26 jam.
menurunkan gangguan pemenuhan
Selanjutnya didapatkan rata-rata
kebutuhan eliminasi urin pada lansia, yang
selisih interval berkemih pada lansia
dimana metode latihan kegel itu sendiri
dengan inkontinensia urin sebelum dan
mempunyai tujuan untuk meningkatkan
setelah bladder training adalah 0,146 jam
tonus otot kandung kemih, meningkatkan
atau setara dengan 8,76 menit dengan p-
aliran darah ke ginjal dan memperpanjang
value = 0,000 yang artinya ada perbedaan
interval waktu berkemih sehingga lansia
interval berkemih pada lansia sebelum dan
dapat menahan sensasi untuk berkemih
sesudah bladder training selama 7 hari.
sebelum waktunya.
Saran bagi UPTD PSLU Bhakti
Bladder training dengan delay
Yuswa Provinsi Lampung institusi adalah
urination (menunda berkemih) dan
agar dapat melanjutkan latihan bladder
scheduled bathroom trips sebagai salah
training ini sebagai salah satu terapi
satu intervensi non farmakologis pada
komplementer pada lansia dengan
lansia dalam penelitian ini terbukti dapat
inkontinensia urin.
memperpanjang interval berkemih lansia
yaitu sebanyak 8,766 menit.
Dalam penelitian ini kerangka
konsepnya dengan cara menjadwalkan * Alumni pada Prodi Keperawatan
berkemih kemudian menahan kemih diluar Tanjungkarang Poltekes Kemenkes
jadwal maka tonus otot detrusor Tanjungkarang
mengembang diharapkan fungsi sfingter ** Dosen pada Prodi keperawatan
kembali normal dan berkemih di luar Tanjungkarang Poltekes Kemenkes
jadwal menurun. (Maryam dan Tanjungkarang
Suharyanto, 2008).
Meskipun kenaikannya sangat sedikit
namun apabila latihan ini dilakukan secara
kontinu diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan lansia dalam menahan kemih.

[218]
DAFTAR PUSTAKA Potter dan Perry (2006). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan .Edisi 4
Galuh Inggi M, Putri. 2012. KTI: Faktor – Vol 2. Jakarta : EGC
Faktor yang Berhubungan Dengan Boedhi Darmojo, H. Hadi Martono.
Inkontinensia Urine Pada Wanita (2000). Buku Ajar Geriatri (Ilmu
Lansia di Panti Sosial Tresna Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke 2.
Werdha Provinsi Lampung. Jakarta : FKUI
Lampung : Poltekkes Kemenkes Maryam dan Suharyanto (2008). Mengenal
Tanjung Karang Jurusan Usia Lanjut dan Perawatannya.
Keperawatan Jakarta : Salemba Medika
Nety juniarti , Sari Kurnianingsih. (2006). Suharyanto dan Madjid (2009). Asuhan
Alih Bahasa Buku Ajar Keperawatan Keperawatan Pada Klien dengan
Gerontik. Jakarta : EGC Gangguan Sistem Perkemihan.
Nursalam, M.Nurs,dkk. (2009). Asuhan Jakarta : Trans Info Media
Keperawatan Pada Pasien dengan Yunawa, Rudi. (2006). Buku Panduan
Gangguan Sistem Perkemihan. Klinis Menangani Inkontinensia.
Jakarta : Salemba Medika Edisi ke 2. Singapura : Masyarakat
Kontinensia

[219]
2

EFEKTIVITAS METODE BELAJAR PICTURE AND PICTURE TERHADAP


KETERAMPILAN TOILET TRAINING : BAK PADA ANAK DENGAN
GANGGUAN AUTISM SPECTRUM DISORDER (ASD) USIA 5-7 TAHUN DI
POLI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS RSJD SUNGAI BANGKONG
PROVINSI KALIMANTAN BARAT

(Efectivity Of Picture And Picture Learning Method On Toilet Training Skills : Urinating
Ability Of Children With Autism Spectrum Disorder (Asd) Age 5 - 7 Years Old In The Rsjd
Sungai Bangkong Kalimantan Barat)

Nanda Alvionita*, Lilis Lestari*, Arina Nurfianti*


*
Mahasiswa Program Studi Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura,
nandaalvionita62@gmail.com
*
Staf Pengajar Program Studi Keperawatan, STIK Muhammadiyah Pontianak
*
Staf Pengajar Program Studi Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura

ABSTRAK

Latar Belakang : Anak dengan gangguan Autism Spectrum Disorder (ASD) mengalami
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan perawatan eliminasi dan membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk belajar keterampilan. Pelatihan khusus yang berulang sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan keterampilan anak dengan gangguan ASD. Metode belajar yang diyakini
dapat diterapkan pada anak dengan gangguan ASD dalam meningkatkan keterampilan
khususnya toilet training adalah metode belajar picture and picture.
Tujuan : Mengetahui efektifitas metode belajar picture and picture terhadap keterampilan
toilet training: BAK ( Buang Air Kecil ) pada anak dengan gangguan ASD.
Metode : Penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian quasi experiment
dengan jenis penelitian pre and post test without control group design pada 19 responden.
Hasil : Setelah diberikan metode belajar picture and picture pada anak dengan gangguan
ASD menunjukkan adanya peningkatan skor keterampilan Toilet training dengan nilai p <
0,005 dan mean peningkatan skor prilaku toilet training adalah 9,368.
Kesimpulan : Metode belajar picture and picture efektif terhadap peningkatan keterampilan
toilet training pada anak dengan gangguan ASD di Poli Anak Berkebutuhan Khusus RSJD
Sungai Bangkong Provinsi Kalimanatan Barat. Sehingga metode belajar picture and picture
dapat direkomendasikan untuk membantu meningkatkan keterampilan anak dengan gangguan
ASD.

Kata Kunci : Autism Spectrum Disorder, Toilet Training,Picture and Picture,Prasekolah


Referensi : 54 ( 2005-2017)
3

ABSTRACT

Background : Children with Autism Spectrum Disorder (ASD) often experience the inability
of urinating to fulfill their daily care needs and require a longer time to learn the skill. A
special training is needed to improve the ASD children’s urinating skill. Picture and picture
learning method is believed to be applicable to children with ASD in order to improve their
skills especially toilet training
.
Objective : To Find out the effectivity of picture and picture learning method on toilet
training skill: urinating ability of children with ASD.
Method: Quantitative research was conducted using quasy-experiment research design with
pre and post test without control group design on 19 participants.
Results: After the picture and picture learning method was given to ASD children, there was
an increase in toiletting skill score p-value <0.005 and the mean of toilet training behavior
score was also increased which was 9.368.
Conclusion: The picture and picture learning method is proven effective on toiletting skill of
children with ASD in RSJD Sungai Bangkong Kalimantan Barat. This concludes that the
picture and picture learning methods can be used to improve skills on children with ASD.

Keywords: Autism Spectrum Disorder, Toilet Training, Picture and Picture,Praschool


Reference: 50 (2009-2017)

PENDAHULUAN kota Pontinak pada tahun 2014 terdapat 81


anak yang terdiagnosis ASD dan terus
Di dunia angka kejadian anak mengalami peningkatan pada tahun 2015
dengan gangguan Autism Spectrum yang mencapai 130 anak dengan gangguan
Disorder (ASD) terus mengalami ASD yang terdiri dari 61 anak (< 10
peningkatan. Berdasarkan laporan dari tahun), 66 remaja ( 10-19 tahun),dan 3
data Center for Disiase Control and orang dewasa (> 19 tahun) ( Lestari,
Prevention (CDC) tahun 2008 menyatakan Herini & Gamayanti,2017).
bahwa prevalensi angka kejadian anak
dengan ASD ialah 1: 8 dan terus ASD merupakan gangguan
mengalami peningkatan hingga tahun 2013 perkembangan yang dialami oleh anak
yaitu 1:50 di Amerika Serikat Hal ini secara kompleks baik secara kognitif,
didukung data UNESCO ( United Nations afektif dan psikomotorik pada anak
Educational, Scientific, and Cultural (Bregman, & Higdon, 2012). Anak dengan
Organization) tahun 2011 mencatat 35 gangguan ASD biasanya ditandai dengan
juta jiwa anak mengalami gangguan ASD gangguan sosial, komunikasi, serta
(Onibala, Dundu & Kondou ,2016). Anak gangguan prilaku berulang pada anak
dengan gangguan ASD di Indonesia (American Pchyatric Association dalam
diperkirakan terus mengalami peningkatan Maye, 2016) .
berdasarkan Badan Statistik tahun 2010
menyebutkan 500 jiwa atau 1,14 % Pelatihan toilet tranning adalah
mengalami gangguan ASD dari total usaha untuk melatih anak agar memiliki
populasi 237,5 juta jiwa penduduk. Di kemampuan mengendalikan perilaku
Pontianak data anak dengan gangguan BAK dan BAB. Tindakan pelatihan toilet
ASD berdasarkan laporan sekolah tranning pada anak membutuhkan
berkebutuhan khusus dan pusat autism persiapan baik secara fisik, psikologis, dan
4

intelektual. Persiapan kemandirian toilet Bedasarkan penelitian Kiromi dan


training sejak dini anak dapat mengenali Fauziah tahun 2016 menyebutkan bahwa
urgensi untuk mengeluarkan dan menahan penggunaan media gambar besar kepada
sensasi eliminasi (Hidayat dalam anak dapat melatih motorik halus anak
Mahmudah, 2016). dengan cara memegang atau meraba selain
itu juga dapat meningkatkan imajinasi
Dampak yang paling umum dalam pada anak (Karomi & Fauziah, 2016).
kegagalan toilet training seperti adanya
perlakuan atau aturan yang ketat bagi Penelitian Nainggolan dan
orang tua kepada anaknya yang dapat kurniawan (2016) dalam The Effects Of
mengganggu kepribadian anak dimana The Use Series Card Media On Toilet
anak cenderung minder dan tidak percaya Training Skill Toward Autism Children
diri, bersikap keras kepala dan kikir. Bila menyatakan bahwa media gambar dapat
orang tua santai dalam memberikan aturan meningkatkan keterampilan anak dalam
dalam toilet training maka anak dapat toileting dimana penelitian ini dilakukan
mengalami kepribadian ekspresif dimana selama 6 hari dan anak menunjukkan
anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka peningkatan keterampilan toilet training
membuat gara-gara, emosional dan dengan menirukan gerakaan toileting dari
seenaknya dalam kegiatan sehari-hari media gambar.
(Hidayat, 2009). Selain itu Toilet training
yang tidak tepat juga dapat menimbulkan Berdasarkan hasil studi
beberapa masalah yang dialami anak pendahuluan yang dilakukan dengan
seperti sembelit, menolak toileting, observasi dan wawancara yang dilakukan
disfungsi berkemih, infeksi saluran kemih, oleh peneliti di Poli Anak Berkebutuhan
dan enuresis (Hockenberry & Wilson, Khusus RSJD Sungai Bangkong Provinsi
2012). Kalimantan Barat yang mengungkapkan
bahwa sebagian besar anak ASD belum
Anak-anak yang mengalami dapat melakukan toilet training secara
gangguan perkembangan ASD biasanya mandiri. Berdasarkan keterangan melalui
membutuhkan waktu yang lebih lama wawancara pada 5 orang tua yang
untuk belajar keterampilan. Oleh karena mempuanyai anak dengan gangguan ASD
itu diperlukan suatu pelatihan khusus yang usia 5-7 tahun mengungkapkan bahwa saat
berulang untuk meningkatkan ini anaknya masih menggunakan popok,
keterampilan anak dengan gangguan ASD belum bisa memberitahukan keinginannya
(Kratz & McClannahan dalam Farrier, untuk BAK dan BAB, masih mengompol,
2017). dan juga orang tua mengatakan anak
mereka masih belum terampil dalam toilet
Metode belajar yang diyakini training. Hal ini didukung dengan hasil
dapat diterapkan pada anak dengan observasi lapangan dimana anak dengan
gangguan ASD dalam meningkatkan gangguan ASD masih menggunakan
keterampilan khususnya toilet training popok saat mengikuti terapi di Poli Anak
adalah metode belajar picture and picture. Berkebutuhan Khusus RSJD Sungai
Model Pembelajaran Picture and Picture Bangkong Provinsi Kaliamantan Barat.
adalah model pembelajaran kooperatif
yang mengutamakan kelompok - Berdasarkan hal tersebut peneliti
kelompok dalam proses pembelajarannya tertarik melakukan penelitian tentang
yang dapat juga mengembangkan interaksi efektifitas metode belajar picture and
antar anak saat proses belajar sehingga picture terhadap kemandirian toilet
dapat meningkatkan keterampilan pada training pada anak dengan gangguan ASD
anak (Tutupary, 2017). di Poli Anak Berkebutuhan Khusus RSJD
5

Sungai Bangkong Provinsi Kalimantan training yang terdiri dari 15 pertanyaan


Barat. yang telah di uji validitas kepada 20
responden di UPTD Autis Center
Pontianak dengan teknik korelasi Pearson
BAHAN DAN METODE Product Moment dengan melihat r hitung
> r table (0,444) dan uji reabilitas
Penelitian ini merupakan penelitian menggunakan tenknik Cronbach Alpha
kuantitatif dengan desain quasi experiment dengan hasil (0,883).
without control group yaitu desain yang Uji statistik yang digunakan untuk
hanya memberikan perlakuan pada satu mengetahui efektivitas metode belajar
kelompok intervensi tanpa pembanding. picture and picture terhadap keterampilan
Penelitian ini mengukur efektifitas metode toilet training pada anak dengan gangguan
belajar picture and picture terhadap ASD dengan menggunakan uji wilcoxon.
keterampilan toilet training pada anak
dengan gangguan ASD dengan
membandingkan kemampuan toilet PEMBAHASAN
training anak dengan gangguan ASD di
Poli Anak Berkebutuhan Khusus RSJD 1. Analisa Univariat
Sungai Bangkong Provinsi Kalimantan Analisa Univariat terdiri dari karakteristik
Barat sebelum dan sesudah dilakukan responden yang dikelompokkan
intervensi terapi belajar picture and berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat
picture (Dharma, 2015). pendidikan orang tua/ wali, status
pekerjaan orang tua (ibu) . Tabel 1
Penelitian ini dilaksanakan di Poli
Anak Berkebutuham Khusus RSJD Sungai Karakteristik Responden Berdasarkan Usia,
Bangkong Provinsi Kalimantan Barat. Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan Orang
Populasi adalah keseluruhan objek Tua, dan Pekerjaan Orang tua/ Ibu
penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam Karakteristik Frekuensi Persen
penelitian ini adalah siswa dengan Responden (f) (%)
diagnosa ASD di Poli Anak Berkebutuhan
Khusus RSJD Sungai Bangkong Provinsi Laki-laki 15 78,9
Kalimantan Barat. Jenis kelamin Perempuan 4 21,1
4 Tahun 11 57,9
Teknik pengambilan sampel Usia 5 Tahun 7 36,8
menggunakan teknik total sampling yaitu 7 Tahun 1 5,3
teknik penentuan sampel dengan
SD 1 5,3
mengambil seluruh anggota populasi
SMP 1 5,3
sebagai responden atau sempel ( Sugiono, Tingkat SMA 8 42,1
2017). Sampel yang digunakan sebanyak Pendidikan D3 5 26,3
19 anak dengan gangguan ASD usia 5-7 S1 4 21,1
tahum di Poli Anak Berkebutuhan Khusus Pekerjaan Bekerja 8 42,1
RSJD Sungai Bangkong Provinsi Orang tua/ Tidak Bekerja 11 57,9
Kalimantan Barat. Wali
Total 19 100
Instrumen dalam penelitian ini
adalah kuisioner berupa check list yang Sumber : Data Primer (2018), telah diolah.
digunakan untuk melakukan penilaian
keterampilan toilet training anak dengan
gangguan ASD sebelum dan sesudah
dilakukan metode balajar picture and
picture. Kuisioner keterampilan toilet
6

Berdasarkan table 1 didapatkan seorang anak dalam melatih diri agar dapat
jumlah responde laki-laki lebih banyak mengontrol eliminasinya secara mandiri.
dari pada responden perempuan Berdasarkan penelitian Frima
dikarenakan jumlah populasi dari (2012) mengungkapkan toilet training
responden laki-laki lebih banyak daripada yang dilakukan oleh orang tua pada anak
responden perempuan di Poli Anak autisme saat anak berusia 1 tahun 6 bulan
Berkebutuhan Khusus RSJD Sungai sampai dengan 5 tahun sering mengalami
Bangkong Provinsi Kalimantan Barat yang kesulitan karena adanya ketidakmampuan
didapat dari hasil jumlah responden laki- bicara serta adanya penggunaan kata
laki sebanyak 15 anak (78,9%) dan berulang - ulang, sehingga pencapaian
responden perempuan sebanyak 4 anak toilet training cenderung dapat dilihat
(21,1%). Rentang usia pada penelitian ini bertahap pada saat anak berusia diatas 5
yaitu rentang usia 5-7 tahun (pra-sekolah), tahun.
dimana distribusi umur anak dengan
gangguan ASD dalam penelitian ini tidak B. Jenis Kelamin
merata yaitu usia 5 tahun sebanyak 11 Berdasarkan hasil penelitian, anak
anak (57,9%), usia 6 tahun sebanyak 7 dengan gangguan ASD laki-laki terbukti
anak (36,8%), dan usia 7 tahun berjumlah lebih banyak dibandingkan anak dengan
1 anak (5,3%) berdasarkan data yang gangguan ASD berjenis kelamin
didapat dari populasi di Poli Anak perempuan dimana berturut-turut terdiri
Berkebutuhan Khusus RSJD Sungai dari 14 anak laki-laki dan 4 anak
Bangkong Provinsi Kalimantan Barat dari perempuan. Hal ini dipengaruhi populasi
hasil skrining keterampilan toilet training anak dengan gangguan ASD laki-laki lebih
pada anak dengan gangguan ASD. banyak jumlahnya dibandingkan populasi
Mayoritas tingkat pendidikan orang tua anak dengan gangguan ASD perempuan
responden yang terbanyak yaitu di Poli Anak Berkebutuhan Khusus RSJD
berpendidikan SMA dikarenakan dari hasil Sungai Bangkong Provinsi Kalimantan
skrining keterampilan toilet training pada Barat. Sejalan dengan penelitian Maryani
anak dengan gangguan ASD, tingkat (2012) menunjukkan prevalensi Autistic
pendidikan orang tua responden SMA Spectrum Disorder lebih banyak pada laki-
mempunyai angka tertinggi dengan jumlah laki daripada perempuan yaitu 3:1 atau
8 responden (42,1 %). Penelitian ini juga 4:1. Namun,anak perempuan penyandang
memaparkan pekerjaan orang tua autisme biasanya mempunyai gejala yang
responden dimana ibu dari responden lebih berat dan hasil tes intelegensinya
banyak yang tidak bekerja berdasarkan lebih rendah daripada anak laki-laki.
hasil skrining keterampilan toilet training Kaplan (2010) menyebutkan bahwa anak
pada anak dengan gangguan ASD yaitu laki-laki memiliki ketahanan fungsi otak
sebanyak 11 ibu (57,9%). yang lebih rendah dibanding dengan anak
perempuan.
A.Usia Hasil penelitian juga menunjukkan
Berdasarkan hasil yang didapatkan anak perempuan lebih tinggi tingkat
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa keberhasilan toilet trainingnya dimana
rata-rata anak ASD di Poli Anak sejalan dengan penelitian Frima (2012)
Berkebutuhan Khusus RSJD Sungai menyatakan anak laki-laki cenderung lama
Bangkong Provinsi Kalimantan Barat dibandingkan dengan anak perempuan hal
adalah umur 5-7 tahun masing- masing ini dikarenakan anak laki-laki harus belajar
sebanyak 11 anak berusia 5 tahun, 7 anak mengosongkan kandung kemihnya sambil
berusia 6 tahun, dan 1 anak berusia 7 berdiri.
tahun. Toilet training merupakan satu
diantara tugas awal dari perkembangan
7

C. Tingkat Pendididikan Orang Tua berdampak terhadap keberhasilan


Penelitian ini juga memaparkan pemberian pembelajaran dalam
perbedaan jumlah berdasarkan tingkat meningkatkan keterampilan toilet training
pendidikan orang tua yang berperan dalam anak dengan gangguan ASD melaui peran
mendukung keberhasilan toilet training orang tua. Didukung oleh penelitian
anak dengan gangguan ASD. Keberhasilan Triningsih (2014) yang mengungkapkan
seorang anak dimasa depan sangat semakin tinggi pendidikan seseorang maka
ditentukan oleh bimbingan, didikan, dan pengetahuannya semakin baik, ini dapat
peran orang tua dalam pembentukan dipengaruhi oleh pengalaman dan
karakter anak, tidak terkecuali peran orang wawasan yang lebih luas dibanding
tua dalam keberhasilan toilet training. mereka yang memiliki pendidikan yang
Peran yang diberikan orang tua pada lebih rendah. Seharusnya pada kelompok
anaknya dapat dipengaruhi oleh beberapa responden dengan tingkat pendidikan
faktor berdasarkan data yang didapatkan orang tua lebih tinggi maka pengalaman
yaitu tingkat pendidikan sangat dan wawasan sudah luas, akan tetapi
mempengaruhi peran keberhasilan toilet tingkat pengetahuan orang tua responden
training. masih kurang. Kemungkinan pada
Berdasarkan hasil data yang kelompok ini belum pernah terpapar
didapatkan peran pendidikan orang tua informasi tentang metode belajar toilet
hampir setengah orang tua responden training yang dapat diaplikasikan untuk
berpendidikan SMA dimana berperan aktif anak dengan gangguan ASD.
mendukung dalam toilet training anak
dengan gangguan ASD yaitu sebanyak 8 D.Pekerjaan Orang Tua
responden . Menurut Batuatas & Tripeni Penelitian ini juga memaparkan
(2012) menyatakan bahwa beberapa cara perbedaan jumlah berdasarkan tingkat
yang dapat dilakukan untuk dapat menjadi pekerjaan orang tua yang berperan dalam
siap dalam menjalankan peran adalah mendukung keberhasilan toilet training
dengan terlihat aktif dalam setiap upaya anak dengan gangguan ASD. Keberhasilan
pendidikan anak, mengamati segala seorang anak dimasa depan sangat
sesuatu dengan berorientasi pada masalah ditentukan oleh bimbingan, didikan, dan
anak. peran orang tua dalam pembentukan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter anak, tidak terkecuali peran orang
orang tua responden yang berpendidikan tua dalam keberhasilan toilet training.
lebih tinggi cenderung aktif menunjukkan Peran yang diberikan orang tua pada
peran mendukung toilet training pada anak anaknya dapat dipengaruhi oleh beberapa
dengan gangguan ASD, dimana hal faktor berdasarkan data yang didapatkan
tersebut dikarenakan orang tua lebih siap yaitu pekerjaan sangat mempengaruhi
mengetahui apa yang dibutuhkan oleh peran keberhasilan toilet training.
anak dan mudah menerima informasi Berdasarkan hasil data yang
sehingga dapat berperan aktif dalam didapatkan sebagian besar orang tua yang
pemberian pembelajaran sehingga peran memiliki anak dengan gangguan ASD di
orang tua responden lebih optimal dalam Poli Anak Berkebutuhan Khusus RSJD
pemberian pembelajaran toilet training Sungai Bangkong Provinsi Kalimantan
pada anak dengan gangguan ASD. Barat, tidak bekerja sehingga memberikan
Hal ini sejalan dengan penelitian peran mendukung pada toilet training anak
Adriyani, Ibrahim, & Wulandari (2014) yaitu sebanyak 12 responden. Kondisi
menyatakan bahwa pada umumnya tersebut menyebabkan orang tua optimal
semakin tinggi tingkat pendidikan dalam pemberian dukungan dan perhatian
seseorang maka akan semakin mudah pada anaknya. Sehingga dapat
menerima informasi . Hal ini akan disimpulakan dengan dukungan dan
8

perhatian ibu atau wali maka anak akan Berdasarkan tabel di atas dari 19
lebih berani atau termotivasi untuk responden, dikatakan ada pengaruh metode
mencoba karena sudah mendapatkan belajar picture and picture jika p < 0,05
kepercayaan dari anak. dan didapatkan hasil median skor
keterampilan toilet training sebelum
Hal ini sejalan dengan penelitian dilakukan metode belajar picture and
Batuatas & Tripeni (2012) menyatakan picture di Poli Anak Berkebutuhan Khusus
bahwa pekerjaan keluarga akan RSJD Sungai Bangkong Provinsi
mempengaruhi peran orang tua karena Kalimanatan Barat yaitu 2,00 dan memiliki
waktu yang diberikan tidak maksimal, hal nilai min-max 0,00-4,00. Dan median skor
tersebut sesuai dengan yang terjadi di keterampilan toilet training sesudah
tempat penelitian dimana orang tua yang diberikan metode belajar picture and
tidak bekerja cenderung berperan picture yaitu 8,00 dan memiliki nilai min-
mendukung toilet training anak karena max 6,00-11,00 didapatkan nilai p value
lebih mempunyai banyak waktu untuk 0,000.
memperhatiakn perkembangan anaknya
dan berperan aktif dalam memberikan Berdasarkan data diatas dapat
pembelajaran toilet trianing pada anaknya. disimpulkan bahwa ada pengaruh metode
Sejalan dengan penelitian Agustina & belajar picture and picture terhadap
Sapta (2015) menyatakan bahwa orang tua peningkatan keterampialan toilet training :
atau wali yang tidak bekerja maka kasih BAK pada anak dengan gangguan ASD di
sayang dan perhatian yang dimiliki ibu Poli Anak Berkebutuhan Khusus di RSJD
atau wali mempengaruhi kualitas dalam Sungai Bangkong Provinsi Kalimantan
penerapan toilet training anak dimana ibu Barat.
yang perhatian dalam memantau
perkembangan anak akan berpengaruh Hasil penelitian dikatakan ada
lebih cepat dalam mencapai keberhasilan pengaruh jika p < 0,05 dan didapatkan
toilet training anak. hasil uji wilcoxon nilai median sebelum
dilakukan metode belajar picture and
2. Analisa Bivariat picture terhadap keterampilan toilet
Analisa bivariat menjelaskan training : BAK anak dengan gangguan
perbedaan skor keterampilan toilet training ASD di Poli Anak Berkebutuhan Khusus
: BAK sebelum dan sesudah diberikan RSJD Sungai Bangkong Provinsi
intervensi metode belajar picture and Kalimantan Barat yaitu 2,00 dan memiliki
picture. nilai min-max 0,00-4,00. Dan median skor
Tabel 2 Hasil Uji Wilcoxon skor keterampilan toilet training sesudah
keterampilan toilet training : BAK pada anak diberikan metode belajar picture and
dengan gangguan ASD sebelum dan sesudah picture yaitu 8,00 dan memiliki nilai min-
metode belajar picture and picture max 6,00-11,00 didapatkan nilai p value
Min- P 0,000. Berdasarkan data diatas dapat
Variabel F Median
max Value disimpulkan bahwa ada pengaruh metode
Skor
belajar picture and picture terhadap
keterampilan
19 2,00 0,00-4,00 peningkatan keterampialan toilet training :
toilet training
sebelum BAK pada anak dengan gangguan ASD di
0,000
Skor Poli Anak Berkebutuhan Khusus di RSJD
keterampilan Sungai Bangkong Provinsi Kalimantan
19 8,00 6,00-1,00
toilet training Barat.
sesudah

Sumber Data : Uji Wilcoxon


9

Distribusi Karakteristik Peningkatan training anak dengan gangguan ASD


Keterampilan Toilet Training : BAK cukup signifikan, hal ini menunjukkan
Anak dengan Gangguan ASD pada bahwa metode belajar picture and picture
Pretest dan Posttest dapat mempengaruhi keterampilan toilet
training anak dengan gangguan ASD
Pretest Postest karena dapat menarik minat anak dalam
Tingkat F (%) F (%) belajar keterampilan.
Keterampilan
Pemberian metode belajar picture
Toilet Anak
Toilet 7 36,8 19 100 and picture diberikan selama 6 hari
Training Baik berturut-turut selama 30 menit. Metode
Toilet 12 63,2 0 0 pembelajaran dengan picture and picture
Training dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang
Tidak Baik telah dibuat dengan responden. Responden
Total 19 100 19 100
diajarkan dengan memperlihatkan gambar
Sumber data: Sumber Primer (2018) telah diolah menguunakan modul toilet training : BAK
. Setiap responden yang terdiri dari 19
Berdasarkan hasil penelitian anak dengan gangguan ASD akan
terdapat 12 responden yang memiliki memiliki kesempatan yang sama pada
keterampilan toilet training kurang baik pemberian metode belajar picture and
sebelum diberikan metode belajar picture picture. Metode belajar picture and picture
and picture terhadap keterampilan toilet dapat menciptakan rasa tertarik pada anak
training pada anak dengan gangguan ASD. hal ini dikarenakan media pembelajaran
Anak yang tidak terampil dalam toilet yang disajikan oleh pendidik yaitu berupa
training belum dapat mengenal peralatan gambar besar yang dapat meningkatkan
di kamar mandi,belum pernah diajarkan minat anak dalam proses belajar sehingga
keterampilan toilet training oleh orang tua perkembangan kognitif akan meningkat
dimana orang tua yang tidak mengerti cara dan mencapai hasil yang optimal.
mengajarkan anak dengan gangguan ASD Penelitian ini menggunakan
sehingga orang tua yang memenuhi instrumen penelitian berupa kuisioner yang
kebutuhan dasar anak satu diantaranya terdiri dari 15 pertanyaan yang berisikan
kebutuhan eliminasi : BAK dengan keterampilan – keterampilan toilet training
memberikan anak dalam pemakaian pada anak. Berdasarkan hasil penelitian
popok. didapatkan peningkatakn yang signifikan
Namun setelah memberikan terhadap skor peningkatan keterampilan
penjelasan kepada orang tua tentang apa toilet training yang dilakukan oleh anak
itu toilet training dan dampak yang akan dengan gangguan ASD didapatkan skor
ditimbuklan jika anak tidak diajarkan toilet peningkatan dengan median 2,00 menjadi
training, serta mengajarkan orang tua 8,33 dengan pemberian wantu terapi 6 hari
responden bagaimana cara mengajarkan berturut- turut. Sehingga peneliti
anak keterampilan toilet traning dengan berasumsi lebih lama waktu yang
cara yang menarik dan mudah diberikan untuk pembelajaran toilet
diaplikasikan oleh orang tua yaitu dengan training dengan metode picture and
metode belajar picture and picture yang picture maka anak denga gangguan ASD
menggunakan media gambar sebagai akan lebih terampil dalam toilet training.
bahan utamanya, dimana gambar yang Terjadinya peningkatan keterampilan
disediakan berupa gambar pengenalan toilet training : BAK pada anak dengan
peralatan di kamar mandi/wc dan aktivitas gangguan ASD melalui pemberian metode
yang dilakukan saat BAK. Sehingga belajar picture and picture. Hal ini
setelah 6 hari intervensi terjadi disebabkan penerapan metode belajar
peningkatan skor keterampilan toilet picture and picture dalam melatih
10

keterampilan toilet training satu Model prilaku kognitif tersebut menjadi


diantaranya BAK pada anak dengan bahan referensi bawah sadar, yang apabila
gangguan ASD dengan modeling gambar . anak bertemu dengan situasi yang serupa
Modeling merupakan proses belajar akan memberikan respon seperti anak telah
melalui pengamatan atau observasi melihat bagaimana modelnya memberi
sehingga dengan belajar melalui metode respon (Alwilson,2009).
belajar picture and picture atau belajar Sejalan dengan penelitian
dengan media gambar dapat melatih (Cruskelly,2007) dalam Toilet Training for
seorang anak untuk belajar berprilaku. Children with Autism: The Effect of Vidio
Sejalan dengan teori belajar sosial yang Modeling mengungkapkan anak autis yang
dikemukankn oleh Albert Bundura yang diberi petunjuk kartu bergambar tentang
menekankkan sebagian besar manusia pengarahan untuk ke wc/ kamar mandi
belajar melalui pengamatan selektif dan mengalami peningkatan frekuensi BAK di
mengingat tingkah laku. Inti dari wc/ kamar mandi. Hal ini didukung
pembelajaran sosial adalah pemodelan dengan penelitian (Patriani & Rahayu,
(modeling) yang merupakan satu diantara 2016) yang menyebutkan modul
langkah penting dalam pembelajaran bergambar dapat meningkatkan
terpadu (Hall & Lindzey,2012). Bandura keberhasilan toilet training pada anak.
juga menyebutkan bahwa belajar melalui
obsevasi dapat terjadi hanya dengan KESIMPULAN DAN SARAN
melihat modelnya saja dan melalui A. Kesimpulan
observasi tersebut seorang anak dapat Karakteristik usia anak dengan
belajar berprilaku. Anak kemungkinan gangguan ASD pada intervensi pemberian
tidak langsung memberikan (prilaku) yang metode belajar picture and picture
langsung dapat diobservasi, tetapi anak terbanyak pada usia 5 tahun yaitu 11 anak
menyimpan apa yang diobservasinya (57,9%). Karakteristik jenis kelamin anak
tersebut dalam bentuk kognitifnya. dengan gangguan ASD pada pemberian
Bentuk kognitif tetap aktif dalam pembelajaran toilet training dengan
diri anak dan saat anak berada pada situasi metode belajar picture and picture
atau kondisi serupa, secara spontan terbanyak adalah anak berjenis kelamin
kognitif tadi turut serta menentukan laki-laki dengan jumlah 15 anak (78,9%).
prilaku si anak dalam kondisi tersebut. Hal Karakteristik responden yaitu tingkat
ini sejalan dengan teori toilet training pendidikan orang tua pada penelitian ini
yaitu terdapat 2 cara atau teknik yang terbanyak yaitu pada orang tua
dapat dilakukan dalam melatih anak untuk berpendidikan SMA dengan jumlah 8
BAK dan BAB yang dapat dilakukan yaitu orang (42,1%). Karakteristik responden
dengan teknik lisan dan teknik modeling. pada satus pekerjaan orang tua ( ibu ) pada
Teknik modeling merupakan usaha melatih penelitian ini terbanyak yaitu orang tua (
anak dalam keterampilan ke wc/ kamar ibu ) yang tidak bekerja dengan jumlah 11
mandi dengan cara meniru atau memberi orang (57,9%).
contoh-contoh BAK dan BAB secara Berdasarkan hasil penelitian dan
benar (Hidayat, 2009). pembahasan mengenai efektivitas metode
Berdasarkan penelitian ini anak belajar picture and picture terhadap
mengobsevasi cara toilet training dengan keterampilan toilet training pada anak
metode belajar picture and picture atau dengan gangguan ASD, dapat disimpulkan
dengan media gambar sebagai teknik bahwa ada pengaruh metode belajar
modeling untuk membentuk prilaku si picture and picture terhadap keterampilan
anak. Prilaku model yang telah diobservasi toilet training pada anak dengan gangguan
anak melalui gambar sebagai media dapat ASD di Poli Anak Berkebutuhan Khusus
menjadi bahan kognitif seorang anak. RSJD Sungai Bangkong Provinsi
11

Kalimantan Barat. Data hasil analis skor Daftar Pustaka


keterampilan toilet training sesudah
diberikan intervensi berupa model Agustina, W., & Sapta, R. F. (2015). Three
pembelajaran picture and picture terhadap Dominant Factor that Affect the
keterampilan toileting pada anak dengan Failure of Toilet Training in
gangguan ASD terdapat peningkatan skor Children Aged 4-6 Years.
keterampilan didapatkan p value = 0,0008 Jurnal Ners Dan Kebidanan
yang menyatakan bahwa terdapat (Journal of Ners and
perubahan skor keterampilan toilet Midwifery), 2(2), 188-192.
training sebelum dan sesudah intervensi
metode belajar picture and picture. Andriyani, S., Ibrahim, K., & Wulandari,
Sehingga dengan metode belajar picture S. (2014). Analisis Faktor-
and picture dapat memberikan pengaruh Faktor yang berhubungan
terhadap keterampilan toileting pada anak Toilet Training pada Anak
dengan gangguan ASD. Prasekolah. Jurnal
Keperawatan Padjadjaran,
2(3).
B. Saran
Awilson. (2009). Psikologi Kepribadian.
1. Bagi Orang Tua/ Wali Edisi revisi. Malang :
Bagi orang tua/ wali yang memiliki Universitas Muhammadiyah
anak dengan gangguan ASD diharapkan Malang.
dapat mengaplikasikan model
pembelajaran dengan metode belajar Batuatas, R. (2012). Pengaruh Peran Ibu
picture and picture secara berulang Dengan Keberhasilan Toilet
khususnya dalam mengajarkan toilet Training Pada Anak Usia
training pada anak. Toddler Di Play Group
Tarbiyatush Shibiyan
2. Bagi Peneliti Selanjutnya Mojoanyar Mojokerto. Hospital
Saran dalam penelitian ini agar Majapahit, 4(1).
penelitian selanjutnya menggunakan Behrman Richart E., Kligman, Robert
peningkatan perbaikan metode dengan M.,dan Arvin, Ann M. (2012).
menggunakan kelompok kontrol sebagai Ilmu Kesehatan Anak Nelson,
pembanding. Kemudian menambah jenis Edisi 15,. Jakarta :EGC.
keterampilan toilet training dengan Dharma ,K K. (2015). Metodologi
metode belajar picture and picture Penelitian Keperawatan.
lainnya seperti BAB agar meminimalisir Jakarta: Trans Info Media.
rasa bosan anak dengan memberikan
gambar yang berbeda. Ferrier, K. (2017). Toilet-Training a Child
Selain itu peneliti dapat menyiapkan with Autism in a School
lingkungan yang tenang agar responden lebih Setting.
mudah berkonsentrasi ketika proses terapi.
Kemudian peneliti juga memperhatikan Frima, L. (2013). Gambaran Pelaksaan
kondisi fisik responden karena dengan Toilet Training pada Anak
kondisi fisik yang kurang baik akan Penyandang Autisme.
berdampak pada sulitnya responden untuk
mengerti pembelajaran yang diberikan. Hall, C.S., & Lindzey, G. (2012). Teori-
Teori Sifat dan Behavioristik.
Yogyakarta : Kanisius.
12

Hidayat, A. Aziz. (2009). Pengantar ilmu Disorders: Identification,


kesehatan anak 1. Jakarta: Salemba Education, and Treatment, 1.
Medika.
Hockenberry & Wilson. (2012). Essentials Nainggolan, I. N., & Kurniawan, A.
of Pediatric Nursing. (Eighth (2016). The Effects Of The Use Of
Edition). St.Louis, Missouri : Series Card Media On Toilet
Mosby Elsevier. Training Skill Toward Autism
Kaplan HI,Sadock BJ,Grebb JA. Children. Jurnal Penelitian dan
(2010).Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengembangan Pendidikan Luar
Pengetahuan Prilaku Psikiatri Biasa, 3(2), 103-108.
Klinik. Tanggerang: Binapura Notoadmodjo,S. (2012).Metodologi
Aksara. Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Keen, D., Brannigan, K.L., & Cruskelly, Rhianeka Cipta.
M. (2007). Toilet Training for Onibala, E. M., Dundu, A. E., & Kandou,
Children with Autism: The Effect L. F. (2016). Kebiasaan makan
of Vidio Modeling.Journal of pada anak gangguan spektrum
Devolopment ang Physical autisme. e-CliniC, 4(2)
Disabilities.
Sugiono. (2017). Metode Penelitian
Kiromi, I. H., & Fauziah, P. Y. (2016). Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.
Pengembangan media Bandung : Alfabeta.
pembelajaran big book untuk
pembentukan karakter anak usia Triningsih, T. (2014). Pengaruh
dini. JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pendidikan Kesehatan Toilet
Pemberdayaan Masyarakat), 3(1), Training Terhadap Tingkat
48-59. Pengetahuan Ibu Tentang Toilet
Training di Paud Tunas Harapan
Lestari, L., Herini, E. S., & Gamayanti, I. Kutoarjo Purworejo. JURNAL
L. (2017). Main Caregiver’s KOMUNIKASI KESEHATAN
Experience In Meeting Self-Care (Edisi 9), 5(2).
Needs Among Adolescents With
Asd In Pontianak Municipality, Tutupary, R. (2017). Penerapan
West Borneo, Indonesia: A Pembelajaran Kooperatif Tipe
Qualitative Study. Belitung Picture and Picture untuk
Nursing Journal, 3(4), 316-328 Meningkatkan Perkembangan
Kognitif Anak Usia Dini di
Machmudah, M. (2016). The Effectiveness Kelompok Bermain. Jurnal
Of The Psychoeducation Toilet Bimbingan dan Konseling Terapan,
Training With Demonstration 1(2), 148-168.
Video And Card Picture Toward
Increasing Mother’s Knowledge
And Ability To Toilet Training
Toddler In Informal School Play
Group. Surabaya : Universitas
Nadhatul Ulama Surabaya.
Maye, M. P., Kiss, I. G., & Carter, A. S.
(2016). Definitions and
Classification of Autism Spectrum
Disorders. Autism Spectrum
Pengaruh Modul Pemberdayaan Keluarga tentang Toilet Training terhadap
Kemandirian Eliminasi Anak di PAUD

Iryanti, Kamsatun
Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Bandung
Email: iryanti_natadiredja@yahoo.com

Abstrak

Anak prasekolah harusnya dapat mengontrol BAB/BAK secara mandiri, namun berdasarkan survey kesehatan
rumah tangga nasional, 75 juta anak prasekolah susah mengontrol BAB/BAK, sehingga anak mengompol
dan buang air besar di celana, keadaan tersebut bila berlangsung lama akan mengganggu tugas perkembangan
anak. Keluarga menentukan keberhasilan anak BAB/BAK di toilet, sehingga pengetahuan,sikap, dan
keterampilan keluarga mengenai toilet training menjadi penting. Penelitian ini menganalisis pengaruh modul
pemberdayaan keluarga tentang toilet training terhadap kemandirian eliminasi anak. Jenis quasi experiment,
pre-post test two group design. Sampel sebanyak 58, yaitu 29 subjek kelompok perlakuan dan 29 subjek
kelompok kontrol, diambil dengan multi stage random sampling. Lembar observasi digunakan untuk mengukur
kemandirian eliminasi anak, variabel tersebut diukur sebelum dan sesudah keluarga diberi modul toilet
training untuk digunakan melatih anaknya selama 4 minggu. Data dianalisis dengan uji T independent. Hasil
uji statistik menunjukkan kemandirian eliminasi BAB/BAK anak di toilet pada kelompok perlakuan lebih baik
daripada kelompok kontrol (p-value = 0,000) (p<0,05). Simpulan penelitian ini bahwa penggunaan modul
toilet training oleh keluarga meningkatkan kemandirian eliminasi anak BAB/BAK di toilet. Disarankan bagi
keluarga dan PAUD, agar anak umur prasekolah yang belum bisa BAB/BAK secara mandiri dikoreksi secara
dini dengan toilet training secara benar dan intensif agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Kata kunci: Anak, kemandirian eliminasi, modul, toilet training.

The Effect of Family Empowerment regarding Toilet Training Module


towards Children’s Independence for Toileting in PAUD (Early Child
Education)

Abstract
Pre-school children should be able to control urination/defecation independently, however, based on national
household health survey 75 million of pre-school children were difficult to control their urination/defecation, so
that they urinated and defecated in their pants. These conditions, if happened in prolonged time, would impair
the development tasks of the children. Families determine the success of children toilet training. Therefore,
knowledge, attitude, and skills of the families regarding toilet training are important. This study analyzed the
effect of the module of family empowerment regarding toilet training towards the independence of toileting
among children. Quasi-experiment with pre-posttest two group design was used. The sample of 58 participants,
which divided into 29 participants in intervention group and 29 participants in control group, were recruited
using multi stage random sampling. Observation sheet were used to measure the children’s independence for
toileting, this variable were measured before and after the families were given toilet training module to train
the children for 4 weeks. The data were analyzed using t-independent. The results showed that the children’s
independence in toileting were better in the intervention group compared to the control group (p-value = 0.000)
(p<0.05). The conclusion of this study is that the use of toilet training module by the families can increase the
children’s independence in toileting. It is suggested for families and early child education to provide toilet training
for children as early as possible in a right way intensively so that the children can grow and develop optimally.

Keywords: Children, module, toileting independence, toilet training.

34 Volume 4 Nomor 1 April 2016


Iryanti: Pengaruh Modul Pemberdayaan Keluarga tentang Toilet Training

Pendahuluan mengganggu tugas perkembangan anak.


Sejalan dengan penelitian Kurniawati tahun
Pembangunan kesehatan sebagai bagian 2008, yang menyebutkan bahwa 56 persen
dari upaya membangun manusia seutuhnya anak prasekolah masih sering mengompol.
antara lain diselenggarakan melalui upaya Fenomena ini dipicu antara lain karena
kesehatan anak. Upaya kesehatan yang pengetahuan ibu yang kurang tentang cara
dilakukan pada lima tahun pertama (balita) melatih BAB/BAK, pemakaian popok sekali
kehidupan, ditujukan untuk meningkatkan pakai, hadirnya saudara baru (Ritblatt, 2003
kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh dalam Pusparini, 2010).
kembang optimal (Kementerian Kesehatan Dampak tidak diterapkannya latihan
Republik Indonesia (Kemenkes RI), 2012). eliminasi diantaranya anak keras kepala, susah
Menurut Kemenkes RI (2012), otak diatur, tidak mandiri, dan masih membawa
balita lebih plastis. Plastisitas otak pada kebiasaan mengompol hingga besar. Selain
balita mempunyai sisi positif dan negatif. itu, ketidakberhasilan dalam latihan eliminasi
Sisi positifnya, otak balita lebih terbuka akan membuat anak mengalami kepribadian
untuk proses pembelajaran. Sisi negatifnya, eksprensif dimana anak akan lebih tega,
otak balita lebih peka terhadap lingkungan cenderung ceroboh, suka buat gara-gara,
utamanya lingkungan yang tidak mendukung emosional, dan seenaknya dalam melakukan
seperti kurang stimulasi atau latihan. Oleh kegiatan sehari-hari (Hidayat, 2009).
karena masa lima tahun pertama kehidupan Menurut Kemenkes RI (2012), intervensi
merupakan masa yang sangat pendek serta dini penyimpangan perkembangan
tidak dapat diulang lagi, maka masa balita adalah tindakan tertentu pada anak yang
disebut masa kritis. Masa ini dibagi menjadi perkembangan kemampuannya tidak sesuai
3 periode, yaitu: masa bayi umur 0 sampai dengan umurnya. Tindakan intervensi dini
11 bulan, masa toddler umur 12 sampai 36 tersebut berupa stimulasi perkembangan
bulan, masa prasekolah umur 36 sampai 60 terarah yang dilakukan secara intensif di
bulan. Menurut Andriana (2011), pada masa rumah selama dua minggu. Sedangkan
ini diperlukan stimulasi atau latihan agar menurut Schmitt (1991 dalam Hidayat,
potensi anak berkembang. 2010), latihan eliminasi dilakukan dalam dua
Masa toddler terjadi perkembangan sampai delapan minggu. Keberhasilan latihan
kemampuan mengenali rasa untuk eliminasi tidak hanya dipengaruhi oleh
mengeluarkan dan menahan eliminasi serta kemampuan anak tetapi juga perilaku orang
mampu mengomunikasikan sensasi BAB/ tua dalam mengajarkan latihan eliminasi
BAK kepada orang tua (Alexandra, 2008 secara baik dan benar (Warner dan Paula,
dan Klijn, 2006). Menurut Keen et al., 2007 dan Barone, 2009).
(2007) dan Wald, (2009), latihan eliminasi Keluarga salah satunya ibu, merupakan
merupakan suatu usaha untuk melatih anak tokoh sentral dalam perkembangan anak
agar mampu mengontrol BAB/BAK. Latihan prasekolah. Ibu perlu dibekali pengetahuan
tersebut dapat dilaksanakan pada anak yang dan keterampilan agar mengerti dan terampil
sudah memasuki fase kemandirian. Fase ini dalam melaksanakan pengasuhan anak
biasanya terjadi pada anak umur antara 18–24 khususnya latihan eliminasi, sehingga dapat
bulan (Ritblatt et al., 2003 dalam Mota dan bersikap positif dalam membimbing tumbuh
Barros, 2008). Keberhasilan toilet training kembang anak secara baik. Penelitian Syahid
bisa dilihat pada akhir umur 3 tahun. Anak (2009), 63,8 persen tingkat pengetahuan
umur prasekolah seharusnya sudah dapat ibu tentang latihan eliminasi tidak baik,
mengontrol BAB/BAK , namun berdasarkan dan 56,4 persen ibu tidak menerapkan
hasil survey kesehatan rumah tanggga latihan eliminasi. Terdapat hubungan antara
(SKRT) nasional diperkirakan balita yang tingkat pengetahuan ibu dengan penerapan
susah mengontrol BAB/BAK sampai umur latihan eliminasi anak umur 1–3 tahun..
prasekolah mencapai 75 juta anak. Kegagalan Notoatmodjo, (2003 dalam Wijayanti dan
mengontrol BAB/BAK mengakibatkan anak Purwandari, 2006) mengatakan bahwa
mengompol dan berak dicelana. Keadaan pengetahuan merupakan domain yang
tersebut apabila berlangsung lama akan sangat penting untuk terbentuknya tindakan

Volume 4 Nomor 1 April 2016 35


Iryanti: Pengaruh Modul Pemberdayaan Keluarga tentang Toilet Training

seseorang. Modul telah terbukti efektif sebagai upaya dalam mempersiapkan anak
dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, menjadi generasi penerus yang mandiri.
dan keterampilan tentang promosi farmasi
(Shankar et al., 2012 ).
Pengetahuan dan keterampilan dapat Metode Penelitian
diperoleh melalui pembelajaran modul, karena
pada dasarnya pembelajaran melalui modul Penelitian ini merupakan penelitian Quasy
adalah belajar secara mandiri (Sungkono, Experimental dengan pretest-posttest
2013). Hasil penelitian Ammelda, dkk. two group design (Grove et al., 2013).
(2015), menyimpulkan bahwa Modelling Penelitian ini melibatkan dua kelompok yaitu
media video dan gambar berpengaruh kelompok perlakuan yang diberi intervensi ,
terhadap peningkatan kemampuan toilet dan kelompok kontrol tidak diberi intervensi
training pada anak toddler p-value = 0,02 (p (intervensi diberikan setelah penelitian
value < α ). Perbedaan penelitian ini dengan selesai). Pada masing-masing kelompok
penelitian Ammelda dkk adalah populasinya dilakukan pengukuran sebelum diberikan
anak umur prasekolah dan menghasilkan intervensi (pretest) dan setelah diberikan
produk berupa modul tentang toilet training. intervensi (posttest). Variabel independen
Hasil studi pendahuluan tanggal 16 September adalah modul pemberdayaan keluarga
2014 di salah satu PAUD di Kota Bandung, tentang toilet training, variabel dependen
dari delapan ibu yang mempunyai anak adalah kemandirian eliminasi anak, dan
umur 4–5 tahun, 5 ibu tidak mendampingi variabel antara adalah pengetahuan, sikap,
anak saat BAB/BAK, didapatkan empat dan keterampilan keluarga. Penelitian
anak masih BAB/BAK di celana, sedangkan dilaksanakan di PAUD Kota Bandung, pada
tiga ibu yang mendampingi anak saat BAB/ bulan Juli – September 2015.
BAK, dua diantaranya masih BAB/BAK di Populasi adalah anak PAUD di Kota
celana. Dari data tersebut enam anak masih Bandung yang berjumlah 4640 anak pada 232
mengompol dicelana baik siang maupun PAUD, besar sampel berdasarkan rumus
malam hari, sedangkan BAB ke enam anak Lemesshow et al., (1997 dalam Suyatno,
sudah mengenali tanda mau berak tetapi 2010), didapatkan kelompok perlakuan 29
belum bisa cebok sendiri. Menurut Alexanda anak, dan kelompok kontrol 29 anak. Sampel
(2008) dan Klijn (2006), pada perkembangan diambil menggunakan multi stage random
normal akhir umur 3 tahun anak bisa sampling, dimana Kota Bandung terdiri dari
BAB/BAK secara mandiri di toilet, dan 30 kecamatan disetiap kecamatan terdapat
menurut Kroeger (2010) dan Horn (2006), PAUD dengan karakteristik yang hampir
mengompol yang terjadi pada anak yang sama, maka ke 30 kecamatan tersebut diundi
berumur lebih dari empat tahun tanpa adanya dan terpilih Kecamatan Cicendo.
kelainan fisik atau pun penyakit organik Kecamatan Cicendo terdiri dari 6 kelurahan
merupakan gangguan. Melakukan intervensi yang tiap kelurahan memiliki PAUD, agar
dini terhadap gangguan tumbuh kembang kelompok kontrol tidak terpapar kelompok
balita artinya melakukan tindakan koreksi, perlakuan, maka masing-masing kelompok
agar gangguan tidak semakin berat. dilaksanakan di kelurahan yang berbeda.
Latihan eliminasi sangat penting dilakukan, Setelah diundi Kelurahan Pasirkaliki terpilih
namun intervensi keperawatan tersebut belum sebagai kelompok perlakuan dan Kelurahan
banyak dilakukan di masyarakat dan belum Pamoyanan sebagai kelompok kontrol.
ada modul khusus tentang toilet training. Kota Adapun kriteria sampel adalah: 1) anak umur
Bandung memiliki anak umur prasekolah antara 36 bulan sampai dengan 60 bulan
sebanyak 30 persen dari total populasi, dan masih BAB/BAK dicelana; 2) anak
sehingga sebagai calon generasi penerus tidak cacat fisik dan mental; 3) anak tidak
bangsa, kemandirian anak umur prasekolah menggunakan popok sekali pakai; 4) anak
perlu mendapat perhatian serius. Berdasarkan tinggal dengan keluarga inti; 5) pendidikan
hal tersebut penelitian ini penting dilakukan orang yang dominan dalam pengasuhan anak
untuk menghasilkan modul dan memotivasi non kesehatan; 6) keluarga bisa baca dan
keluarga, agar melakukan toilet training tidak pikun. Dari 63 anak di PAUD Kelurahan

36 Volume 4 Nomor 1 April 2016


Iryanti: Pengaruh Modul Pemberdayaan Keluarga tentang Toilet Training

Pasir Kaliki 29 anak memenuhi kriteria, dan BAB/BAK di toilet setiap kali anak BAB/
dari 56 anak di PAUD Kelurahan Pamoyanan BAK baik di rumah maupun di sekolah
29 anak yang memenuhi kriteria. Setelah 58 selama 4 minggu, setelah 1 minggu, peneliti
keluarga atau orang yang dominan dalam mengobservasi keluarga di bantu guru PAUD
pengasuhan anak diberi dan menandatangani dan memberikan tutorial yang ke 2 dengan
informed consent, peneliti memberitahukan menggunakan modul yang sama, tutorial
keluarga agar pada saat penelitian anak tidak dilakukan sebanyak 3 kali selama penelitian
menggunakan popok sekali pakai. yaitu akhir minggu ke 1, 2, dan 3.
Sebelum diberikan intervensi (pretest), Akhir minggu ke 4 dilakukan Posttest pada
keluarga pada kelompok perlakukan dan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
kelompok kontrol dipersilahkan mengisi dengan menggunakan instrumen yang sama.
kuesioner pengetahuan dan sikap selama 30 Selama proses penelitian kelompok kontrol
menit, dilanjutkan dengan mengobservasi tidak diberikan intervensi apapun tetapi setelah
keterampilan keluarga dan kemandirian penelitian selesai kelompok kontrol diberi
eliminasi anak dengan mewawancarai modul dan dilatih cara menggunakannya.
keluarga atau orang yang dominan dalam Untuk menganalisis kemandirian eliminasi
pengasuhan anak dengan menggunakan anak, dan pengetahuan, sikap, keterampilan
lembar observasi. Kuesioner dan lembar keluarga sebelum dan sesudah diberikan
observasi keterampilan keluarga adalah valid modul tentang toilet training pada kelompok
dan reliabel, karena uji validitas kuesioner perlakuan dan kelompok kontrol digunakan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan uji t dependent, untuk menganalisis pengaruh
keluarga didapatkan nilai r hitung > 0,632 modul pemberdayaan keluarga tentang toilet
, dan hasil uji realibilitas didapatkan nilai r training terhadap kemandirian eliminasi
hitung > 0,9. Lembar observasi kemandirian anak, digunakan uji t independent dengan
eliminasi tidak dilakukan uji validitas dan keputusan uji bila p-value < α (0,05) maka
realibilitas, karena aspek yang diobservasi secara statistik terdapat pengaruh yang
sesuai langkah-langkah kemandirian bermakna, apabila p-value > α (0,05) tidak
eliminasi anak BAB/BAK di toilet. ada pengaruh yang bermakna . Sedangkan
Kemudian peneliti melatih keluarga untuk menganalisis hubungan pengetahuan,
kelompok perlakuan cara menggunakan sikap, dan keterampilan keluarga setelah
modul toilet training selama 2 hari, materi diberi modul tentang toilet training dengan
hari ke 1 yaitu konsep dan demonstrasi kemandirian eliminasi anak digunakan
toilet training, hari ke 2 redemonstrasi toilet analisis logistik linier.
training oleh keluarga. Media pelatihan Satu sampel drop out karena pada
yaitu LCD dan modul yang disusun peneliti. saat dilakukan pengumpulan data post
Adapun materi yang dimuat dalam modul perlakuan, orang yang dominan mengasuh
toilet training meliputi: pengertian, tujuan, anak melahirkan di luar kota di rumah
keuntungan, waktu, pentingnya, faktor yang orang tuanya, sehingga jumlah sampel akhir
mendukung, tahapan latihan, cara melatih, kelompok perlakuan 28 anak dan kelompok
tips dalam melatih, kunci keberhasilan kontrol 28 anak.
latihan, faktor pendukung lain latihan
BAB/BAK, faktor penghambat, tips untuk
memulai latihan, dasar-asar latihan BAB/ Hasil Penelitian
BAK. Modul ini dibuat untuk memudahkan
keluarga dalam melatih toilet training pada Penelitian dilakukan pada tanggal 27 Juli
anaknya di rumah. Alat untuk toilet training sampai dengan 5 September 2015. Sampel
menggunakan toilet yang ada di PAUD dan penelitian kelompok perlakuan sebanyak 28
yang ada di rumah masing-masing, sedangkan keluarga dan kelompok kontrol sebanyak 28
pakaian dan celana menggunakan kepunyaan keluarga, lama pelaksanaan pemberdayaan
anaknya sendiri. keluarga melalui modul toilet training
Selesai pelatihan keluarga kelompok dilakukan selama 4 minggu. Berikut adalah
perlakuan diberi modul tentang toilet deskripsi data hasil analisis pada kondisi
training untuk digunakan melatih anaknya baseline dan intervensi.

Volume 4 Nomor 1 April 2016 37


Iryanti: Pengaruh Modul Pemberdayaan Keluarga tentang Toilet Training

Kondisi baseline merupakan pengamatan 70,9, dan pengetahuan adalah 57,3, sikap
terhadap kemandirian eliminasi anak, dan adalah 71,2, keterampilan keluarga dalam
pengetahuan, sikap, serta keterampilan melakukan toilet training adalah 70,4. Untuk
keluarga tentang toilet training sebelum lebih jelasnya data tersebut dapat dilihat pada
diberi intervensi pada kelompok perlakuan tabel 1.
dan kelompok kontrol. Data kondisi baseline Hasil analisis dalam kondisi pada setiap
kelompok perlakuan, rerata nilai kemandirian komponennya dapat dijabarkan sebagai
eliminasi anak adalah 66,3, dan pengetahuan berikut: kemandirian eliminasi anak, dan
adalah 61,6, sikap adalah 72,1, keterampilan pengetahuan, sikap, keterampilan keluarga
keluarga dalam melakukan toilet training tentang toilet training sebelum diberikan
adalah 60,4. Sedangkan pada kelompok modul, pada kelompok perlakuan dan kontrol
kontrol, rerata nilai kemandirian eliminasi menunjukkan rerata nilai yang hampir
anak adalah 63,7, pengetahuan adalah 63,4, sama, akan tetapi setelah diberi modul, pada
sikap adalah 74,8, dan keterampilan keluarga kelompok perlakuan rerata nilai kemandirian
dalam melakukan toilet training adalah 62,1. eliminasi anak 30,2, dan pengetahuan 15,5,
Untuk lebih jelasnya data tersebut dapat sikap 10,8, keterampilan keluarga 34,2
dilihat pada tabel 1. lebih tinggi dibandingkan sebelum diberi
Pada kondisi baseline, hasil uji Skewness modul. Sebaliknya pada kelompok kontrol
yaitu untuk melihat normal tidaknya data rerata nilai kemandirian eliminasi anak 7,2,
dilihat dari nilai Skewness dibagi standar dan pengetahuan 6,1 dan sikap 3,6 lebih
eror jika nilai < 2 maka data berdistribusi rendah, kecuali keterampilan keluarga 8,3
normal (Hastono, 2007). Hasil uji didapatkan lebih tinggi, namun dibandingkan dengan
nilai kemandirian eliminasi anak, dan kelompok perlakuan kenaikan keterampilan
pengetahuan, sikap, keterampilan keluarga < keluarga jauh lebih baik pada kelompok yang
2 artinya data tersebut merupakan data yang diberi modul
berdistribusi normal. Hasil uji normalitas didapatkan data
Kondisi intervensi merupakan pengamatan terdistribusi normal, sehingga untuk
terhadap kemandirian eliminasi anak, dan menganalisis kemandirian eliminasi anak,
pengetahuan, sikap, keterampilan keluarga pengetahuan, sikap, dan keterampilan
tentang toilet training setelah diberikan keluarga sebelum dan sesudah keluarga
perlakuan. Data kondisi intervensi kelompok diberi modul pada kelompok perlakuan
perlakuan, rerata nilai kemandirian eliminasi dan kelompok kontrol, digunakan uji t
anak adalah 90,5, dan pengetahuan adalah dependent. Hasil analisis uji tersebut dapat
77,1, sikap adalah 82,9, keterampilan keluarga dilihat pada tabel 1.
dalam melakukan toilet training adalah 94,6. Tabel 1 menunjukkan kelompok kontrol
Sedangkan pada kelompok kontrol, rerata kemandirian eliminasi anak, dan pengetahuan,
nilai kemandirian eliminasi anak adalah sikap, keterampilan keluarga tentang toilet

Tabel 1 Rerata Kemandirian Eliminasi Anak, Pengetahuan, Sikap, Keterampilan Keluarga


Sebelum dan Sesudah Diberi Modul
Variabel Kelompok Sebelum Sesudah p-value
Mean SD Mean SD
Kemandirian Pengetahuan 66,3 17,9 96,5 6,2 0,000
Eliminasi Anak Kontrol 63,7 15,8 70,9 13,3 0,010
Pengetahuan Perlakuan 61,6 6,9 77,1 9,1 0,000
Kontrol 63,4 10,6 57,3 11,3 0,030
Sikap Perlakuan 72,1 8,4 82,9 6,9 0,000
Kontrol 74,8 8,3 71,2 8,9 0,020
Keterampilan Perlakuan 60,4 22,4 94,6 6,4 0,000
Keluarga Kontrol 62,1 18,3 70,4 16,2 0,020

38 Volume 4 Nomor 1 April 2016


Iryanti: Pengaruh Modul Pemberdayaan Keluarga tentang Toilet Training

Tabel 2 Pengaruh Modul Pemberdayaan Keluarga tentang Toilet Training terhadap


Kemandirian Eliminasi Anak
Kemandirian Sebelum Sesudah Delta (Δ) t P (Delta)
Eliminasi Anak (pretest) (posttest)

Mean + SD Mean+ SD
Perlakuan 66,3+17,9 96,5+6,2 30,2 6,940 0,000
Perlakuan 63,7+15,8 70,9+13,3 7,2

Tabel 3 Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan Keluarga terhadap Kemandirian Eliminasi


Anak
No. Variabel Koef Beta SE t p-value R Square
Independen
1 Pengetahuan 0,067 0,148 0,520 0,605 0,501
2 Sikap 0,297 0,206 2,428 0,019
3 Keterampilan 0,462 0,118 3,738 0,000
Keluarga

training sebelum dan sesudah didapatkan p modul tentang toilet training oleh keluarga
> α (p > 0,05) ini berarti tidak ada perbedaan minimal 4 minggu berpengaruh terhadap
yang signifikan kemandirian eliminasi peningkatan kemandirian eliminasi anak
anak, pengetahuan, sikap, keterampilan di PAUD Kota Bandung. Untuk melihat
keluarga tentang toilet training sebelum hubungan variabel antara yaitu pengetahuan,
dan sesudah. Sedangkan pada kelompok sikap, dan keterampilan keluarga dengan
perlakuan kemandirian eliminasi anak, dan variabel terikat yaitu kemandirian eliminasi
pengetahuan, sikap, keterampilan keluarga anak dilakukan uji regresi. Hasil uji Levene’s
tentang toilet training sebelum dan sesudah data pengetahuan, sikap, dan keterampilan
didapatkan p < α (p < 0,05) berarti ada keluarga sebelum perlakuan didapatkan
perbedaan signifikan kemandirian eliminasi p-value pengetahuan = 0,101, p-value sikap =
anak, pengetahuan, sikap, dan keterampilan 0,635, p-value keterampilan keluarga = 0,112,
keluarga tentang toilet training sebelum dan ketiga variabel tersebut p-value > α (0,05)
sesudah diberi modul. artinya pengetahuan, sikap, dan keterampilan
Berdasarkan hasil uji normalitas, variabel keluarga sebelum diberi modul tentang
kemandirian eliminasi anak sebelum toilet training pada kelompok perlakuan dan
perlakuan didapatkan nilai Skewness kelompok kontrol adalah homogen, sehingga
dibagi standar eror < 2 maka data tersebut untuk menganalisis hubungan pengetahuan,
merupakan data yang berdistribusi normal, sikap, dan keterampilan keluarga dengan
sehingga untuk menganalisis pengaruh kemandirian eliminasi anak di PAUD Kota
modul pemberdayaan keluarga tentang toilet Bandung digunakan uji regresi logistik linier.
training terhadap kemandirian eliminasi Hasil uji tersebut dapat dilihat pada tabel 3.
anak di PAUD Kota Bandung, digunakan Berdasarkan tabel. 3 didapatkan p-value
uji statistik T independent, Hasil analisis uji sikap = 0,019 < α (0,05) dan p-value
tersebut dapat dilihat pada tabel 2. keterampilan keluarga= 0,000 < α (0,05) yang
Berdasarkan tabel 2 didapatkan rerata bermakna secara statistik sebagai faktor yang
nilai kemandirian eliminasi anak sesudah berhubungan dengan terjadinya peningkatan
keluarga diberi modul tentang toilet training rerata nilai kemandirian eliminasi anak. Hal ini
selama 4 minggu pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa sikap dan keterampilan
lebih tinggi dari pada kelompok kontrol yaitu keluarga memberikan kontribusi pada
dengan selisih rerata nilai 25,6 poin, p-value kenaikan rerata nilai kemandirian eliminasi
= 0,000 < α (0,05), artinya penggunaan anak, artinya keluarga yang memiliki sikap

Volume 4 Nomor 1 April 2016 39


Iryanti: Pengaruh Modul Pemberdayaan Keluarga tentang Toilet Training

dan keterampilan yang baik tentang toilet yang akurat dengan sendirinya memperoleh
training dapat memandirikan anak BAB/ pengalaman langsung dengan objek tersebut.
BAK di toilet. Akhirnya keluarga akan mempercayai
informasi itu yang berakibat menciptakan
terjadinya perubahan sikap.Perubahan sikap
Pembahasan dapat berupa penambahan, pengalihan atau
modifikasi dari satu atau lebih komponen,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa artinya ada kemungkinan satu atau dua
pemberian modul pada keluarga dapat komponen sikap itu berubah, tapi komponen
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang lain tetap sama. Faktor pengalaman dan
toilet training. Sejalan dengan pendapat kematangan umur sangat berpengaruh dalam
Notoatmodjo bahwa pengetahuan dapat perubahan sikap seseorang.
diperoleh melalui pembelajaran modul, Keluarga yang diberi modul tentang toilet
karena pada dasarnya, pembelajaran dengan training, keterampilan toilet trainingnya jauh
modul memberikan kesempatan kepada lebih baik dibandingkan dengan keluarga
keluarga untuk belajar secara mandiri yang tidak diberi modul. Meningkatnya
(Sungkono, 2013). Peningkatan pengetahuan keterampilan keluarga tersebut berkaitan
disebabkan modul yang diberikan sudah dengan peningkatan pengatahuan dan
cukup baik, hal ini sesuai dengan ungkapan sikap keluarga tentang toilet training.
dari keluarga pada saat posttest, bahwa modul Hasil penelitian tersebut sejalan penelitian
menarik, simpel, dan komunikatif, serta Pusparini (2010), yang menyimpulkan bahwa
didukung oleh tingkat pendidikan keluarga pengetahuan terbukti memiliki hubungan
di mana 71,4 persen keluarga berpedidikan dengan perilaku ibu dalam melatih toilet
menengah ke atas. Kondisi ini menyebabkan training pada anak usia toddler.
kemampuan keluarga untuk memahami Pada penelitian ini keluarga terbanyak
modul tentang toilet training menjadi baik. adalah bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Keluarga yang berpengetahuan baik Kondisi tersebut menyebabkan keluarga
berarti mempunyai pemahaman yang memiliki waktu yang cukup untuk memberi
baik tentang manfaat dan dampak toilet perhatian kepada anaknya. Faktor lingkungan
training, sehingga keluarga akan mempunyai rumah, dimana keluarga memiliki waktu
sikap yang positif terhadap konsep toilet luang yang cukup dalam berinteraksi
training. Sikap merupakan kencenderungan dengan anaknya menjadi lebih baik. Kondisi
seseorang untuk bertindak atau berperilaku ini membantu keluarga memperhatikan
(Suryabudhi, 2003 dalam Pusparini, 2010). perkembangan perilaku anaknya, khususnya
Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo, (2003 dalam pemberian toilet training.
dalam Wijayanti dan Purwandari, 2006) Sehubungan dengan hal di atas, maka
bahwa pengetahuan merupakan domain yang pemberian modul pada keluarga terbukti dapat
sangat penting untuk terbentuknya tindakan meningkatkan pengetahuan, komponen-
seseorang. Selain itu, faktor pendidikan komponen sikap, dan keterampilan keluarga,
keluarga juga memengaruhi sikap keluarga, sehingga modul tentang toilet training ini
di mana keluarga dengan pendidikan dapat dipertimbangkan sebagai salah satu
menengah ke atas akan lebih baik dalam model yang perlu diberikan kepada keluarga
mempersepsikan sesuatu dibandingkan yang memiliki anak umur prasekolah yang
dengan keluarga yang berpendidikan dasar. belum dapat mengotrol BAB/BAK secara
Menurut Salawati (2009), menjelaskan mandiri di toilet.
bahwa proses pembentukan sikap berlangsung Pengaruh modul pemberdayaan keluarga
secara bertahap melalui proses belajar sosial tentang toilet training terhadap kemandirian
karena pengalaman pribadi dengan obyek eliminasi anak, hasil penelitian menunjukkan
tertentu. Sikap dipengaruhi oleh informasi kemandirian eliminasi anak pada keluarga
yang diberikan orang lain yang telah memiliki yang diberi modul tentang toilet training
atau membentuk sikap tertentu terhadap objek selama 4 minggu terjadi peningkatan, hal
tertentu pula dari pengalaman langsung. tersebut dapat dilihat dari selisih rerata
Seseorang yang memperoleh informasi nilai sesudah perlakuan antara kelompok

40 Volume 4 Nomor 1 April 2016


Iryanti: Pengaruh Modul Pemberdayaan Keluarga tentang Toilet Training

perlakuan dengan kelompok kontrol terdapat logistik linier. Hasil analisis menunjukkan
selisih 25,6 poin, artinya modul tentang toilet bahwa faktor sikap, dan keterampilan
training yang diberikan kepada keluarga keluarga yang bermakna secara statistik
mempunyai pengaruh terhadap peningkatan sebagai faktor yang berhubungan dengan
kemandirian eliminasi anak. peningkatan kemandirian eliminasi anak,
Hal ini disebabkan karena pada kelompok artinya keluarga yang memiliki sikap dan
perlakuan, keluarga diberi modul tentang keterampilan yang baik tentang toilet
cara melatih BAB/BAK secara lisan dan training akan meningkatkan kemampuan
modeling tentang toilet training. Modeling anak dalam mengotrol keinginan BAB/BAK
tidak sekedar peniruan atau mengulangi secara mandiri di toilet. Jika dilihat dari
perilaku model tetapi modeling melibatkan koefisien beta, maka keterampilan keluarga
penambahan dan atau pengurangan tingkah yang paling tinggi yaitu 0,462 yang artinya
laku yang teramati, menggeneralisir keterampilan keluarga merupakan faktor
berbagai pengamatan sekaligus melibatkan yang paling besar pengaruhnya terhadap
proses kognitif. Teori belajar sosial yang kemandirian eliminasi anak.
dikemukakan oleh Bandura yang menekankan Hasil penelitian tersebut sejalan dengan
bahwa lingkungan yang dihadapkan pada pendapat Gupte (2004 dalam Ammelda,
seseorang secara kebetulan, lingkungan itu dkk. 2015) bahwa usaha untuk melatih anak
seringkali dipilih dan diubah oleh orang dalam BAB/BAK dapat dilakukan dengan
itu melalui perilakunya sendiri (Yusuf, cara memberikan contoh, memberikan pujian
2011). Inti dari pembelajaran sosial adalah saat anak berhasil dan tidak memarahi saat
permodelan, merupakan salah satu langkah anak gagal dalam melakukan toilet training,
paling penting dalam pembelajaran terpadu dengan memberi contoh anak akan menirukan
(Hall & Lindzey, 2012). Sesuai dengan teori dengan benar. Anak kemungkinan tidak
toilet training yaitu ada 2 teknik yang dapat langsung memberikan respon atau perilaku
dilakukan dalam melatih anak untuk BAK yang langsung dapat diobservasi, tetapi anak
/BAB yaitu teknik lisan dan modeling. menyimpan apa yang diobservasinya tersebut
Teknik modeling merupakan usaha melatih dalam bentuk kognitifnya. Bentuk kognitif
anak dalam melakukan BAK/ BAB dengan ini tetap aktif dalam diri anak dan pada saat
cara meniru atau memberi contoh atau anak berada pada situasi atau kondisi yang
membiasakan BAK/BAB secara benar serupa, secara spontan bentuk kognitif tadi
(Hidayat, 2009). Sejalan dengan penelitian turut serta menentukan perilaku si anak
Keen et al., (2007) dalam Toilet training dalam kondisi tersebut. Perilaku model yang
for children with autism: the effects of video telah diobservasi anak menjadi referensi
modeling menunjukkan bahwa model video bawah sadar, yang apabila anak bertemu
dapat meningkatkan pencapaian BAK di dengan situasi serupa kelak akan memberikan
siang hari di kalangan anak-anak autism. respons seperti dia telah melihat bagaimana
Frekuensi BAK di toilet lebih besar bagi modelnya memberi respon (Alwisol, 2009).
anak-anak autis yang menonton video toilet Hasil uji statistik didapatkan R Square
training dibandingkan anak-anak yang tidak 0,501, artinya modul tentang toilet training
menonton. Penjelasan di atas menyimpulkan ini dapat memberdayakan keluarga dalam
bahwa keluarga yang diberi modul tentang memandirikan eliminasi anak sebanyak 50,1
Toilet training yaitu modul yang berisi persen. Artinya model lain dapat berkontribusi
cara melatih BAB/BAB anak dengan cara terhadap kemandirian eliminasi anak. Perawat
lisan dan modeling berpengaruh terhadap sebagai tenaga kesehatan memiliki tanggung
peningkatan kemampuan anak mengontrol jawab untuk mempromosikan kesehatan
BAB/BAK secara mandiri di toilet. keluarga dan anak, menyediakan layanan pada
Pada penelitian ini juga dilakukan analisis klien yang meliputi dukungan, pendidikan
untuk mengetahui hubungan variabel antara kesehatan dan pelayanan keperawatan yang
yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan dapat berkontribusi dalam meningkatkan
keluarga setelah diberi modul tentang pengetahuan, sikap dan keterampilan ibu
toilet training dengan variabel terikat yaitu dalam merawat anaknya (Mercer, 2006).
kemandirian eliminasi anak dengan analisis Perawat dapat bermitra dengan keluarga

Volume 4 Nomor 1 April 2016 41


Iryanti: Pengaruh Modul Pemberdayaan Keluarga tentang Toilet Training

dan kader untuk melakukan pembinaan modul yang menarik terutama dari segi
tumbuh kembang anak secara komprehensif materi, gambar, serta komunikatif; keluarga
dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi hendaknya meningkatkan pengetahuan, sikap,
atau latihan, deteksi dan intervensi dini dan keterampilan tentang toilet training,
penyimpangan tumbuh kembang balita, karena dengan pengetahuan, sikap, dan
agar kualitas tumbuh kembang balita keterampilan yang keluarga miliki keluarga
meningkat dan balita siap memasuki jenjang akan mampu melakuan toilet training pada
pendidikan formal. Selain itu, keperawatan anaknya dengan baik dan benar.
juga merupakan profesi kesehatan yang
berinteraksi kuat dan mendukung wanita
dalam pencapaian peran sebagai agen Daftar Pustaka
kesehatan bagi anak dan keluarganya.
Adriana, D. (2011). Tumbuh kembang dan
terapi bermain pada anak. Jakarta: Salemba
Simpulan Medika.

Hasil penelitian didapatkan bahwa rerata Alexandra, V. (2008). Toilet training of


pengetahuan, sikap, keterampilan keluarga healthy young toddlers: A randomized trial
dan kemandirian eliminasi anak yang between a daytime wetting alarm and timed
diberi modul tentang toilet training terjadi potty training. Journal of Developmental &
peningkatan yang bermakna dibandingkan Behavior Pediatrics, 29(3), 191–196.
dengan keluarga yang tidak diberi modul
artinya pemberdayaan keluarga tentang toilet Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian. Edisi
training terbukti dapat berpengaruh secara revisi. Malang: Universitas Muhammadyah
signifikan pada peningkatan kemandirian Malang.
eliminasi anak. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa sikap dan keterampilan Ammelda, R., Novayelinda, R., & Erwin.
keluarga memberikan kontribusi pada (2015). Pengaruh modeling media video dan
kenaikan rerata kemandirian eliminasi anak, gambar terhadap peningkatan kemampuan
artinya keluarga atau orang yang dominan toilet training pada anak toodler. Tersedia
dalam pengasuhan anak yang memiliki sikap dalam Repository.unri.ac.id/ xmlui/
dan keterampilan yang baik tentang toilet bitstream /handle/123456789/4139/jurnal.
training dapat memandirikan anak BAB/ pdf?sequence=1. Diunduh tanggal 28
BAK di toilet. Pebruari 2015.
Berdasarkan kesimpulan terebut, maka
saran yang dapat disampaikan untuk Barone, J. G. (2009). Later toilet training is
meningkatkan kemandirian eliminasi anak associated with urge incontinence in children.
adalah: bagi PAUD atau praktisi kesehatan Journal of Pediatric Urology, 5(6), 458–461.
dapat memfasilitasi keluarga yang memiliki
anak lebih dari 3 tahun yang masih BAB/BAK Grove, S. K., Burn, N., & Gray, J. R. (2013).
di celana, untuk mendapatkan penyuluhan The practice of nursing research: Appraisal,
baik melalui modul atau video secara kontinyu synthesis, and generation of evidence.7th
agar pengetahuan, sikap, dan keterampilan edition. St.Louis Missouri: Elsevier Sounders.
keluarga meningkat sehingga keluarga punya
kemampuan untuk melakukan toilet training Hall, C. S., & Lindzey, G. (2012). Teori-teori
pada anaknya dengan baik dan benar; modul sifat dan behavioristik. Yogyakarta: Kanisius.
pemberdayaan keluarga tentang toilet
training dapat dipertimbangkan sebagai salah Hastono, S. P. (2007). Analisis data
satu alternatif dalam upaya memandirikan kesehatan: Basic data analysis for health
eliminasi BAB/BAK anak di toilet; agar research training. Jakarta: Fakultas Kesehatan
pemberian modul tentang toilet training ini Masyarakat Universitas Indonesia.
efektif meningkatkan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan keluarga, diperlukan Hidayat, A. Aziz. (2009). Pengantar ilmu

42 Volume 4 Nomor 1 April 2016


Iryanti: Pengaruh Modul Pemberdayaan Keluarga tentang Toilet Training

kesehatan anak 1. Jakarta: Salemba Medika. ibu tentang toilet training dengan perilaku
ibu dalam melatih toilet training pada anak
Hidayat, I. H. (2010). Gambaran pengetahuan umur toddler di Desa Kadokan Sukoharjo.
ibu tentang toilet training pada anak usia Tersedia dalam Eprints.ums.ac.id/9476/1/
prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan. K210060033.pdf. Diunduh tanggal 2
Tersedia dalam Universitashttp://repository. Nopember 2015.
usu.ac.id/bitstream/123456789/23318/4/
Chapter%20II.pdf. Salawati, L. (2009). Hubungan perilaku,
manajemen keselamatan dan kesehatan
Horn, I. B. (2006). Beliefs about the kerja dengan terjadi kecelakaan kerja di
appropriate age for initiating toilet training: Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit
Are there racial and socioeconomic Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh.
differences?. The Journal of Pediatrics, Tersedia dalam http://www.academia.
149(2), 165–168. edu/19735978. Diunduh tanggal 16 Mei 2916

Kemenkes, R. I. (2012). Pedoman Shankar, P. R., Singh, K. K., & Priyani, R.


pelaksanaan stimulasi, deteksi dan M. (2012). Knowledge, attitude and skills
intervensi dini tumbuh kembang anak di before and after a module on pharmaceutical
tingkat pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: promotion in a Nepalese medical school.
Direktorat Bina Kesehatan Anak Direktorat BMC Research Notes. Tersedia dalam, http://
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat www.biomedcentral.com/1756-0500/5/8.
Departemen Kesehatan RI. Diunduh tanggal 12 Mei 2016.

Keen, D., Brannigan, K.L., & Cruskelly, Sungkono. (2013). Pengembangan dan
M. (2007). Toilet training for children with pemanfaatan bahan ajar modul dalam proses
Autism: The effects of video modeling. pembelajaran. Tersedia dalam https://
Journal of Development and Physical andridm72.wordpress.com /ilmu/, Diunduh
Disabilities, 19(4), 291–303. tanggal 2 Pebruari 2015.

Klijn, A. J. (2006). Home uroflowmetry Suyatno. (2010). Menghitung besar sampel


biofeedback in behavioral training for penelitian kesehatan masyarakat. blog.undip.
dysfunctional voiding in school-age children: ac.id. Diunduh 24 Maret 2016.
A randomized controlled study. The Journal
of Urology, 17(56), 2263–2268. Syahid, L. (2009). Hubungan antara tingkat
pengetahuan ibu tentang toilet training
Kurniawati, E. (2008). Enuresis. Buletin dengan penerapan toilet training pada anak
penelitian RSU Dr. Soetomo,89–9. umur toddler di Kelurahan Mijen Kecamatan
Mijen Kota Semarang (Skripsi). Universitas
Kroeger, K. (2010). A parent training model Muhammadiyah Semarang, Semarang.
for toilet training children with autism.
Journal of In¬tellectual Disability Research, Wald, E. R. (2009). Bowel habits and toilet
54(6), 556–567. training in a diverse population of children.
Journal of Pediatric Gastroenterology &
Mercer, T.R. and Walker, L.O. 2006. A review Nutrition, 48(3), 294–298.
of nursing intervention to fosterbecoming a
mother. AWHONN. JOGNN, 35(5). Warner, P., & Paula, K. ( 2007). Mengajari
anak pergi ke toilet. Jakarta: Arcan
Mota, D. M., & Barros, A. J. D. (2008). Toilet
training: methods, parental expectations Wijayanti, R., & Purwandari, H. (2006).
and associated dysfunctions. Journal de Dampak penggunaan modul terhadap
Pediatria, 84(1). peningkatan pengetahuan dan keterampilan
keluarga dalam menstimulasi tumbuh
Pusparini, W. (2010). Hubungan pengetahuan kembang bayi. Jurnal Keperawatan Sudirman

Volume 4 Nomor 1 April 2016 43


Iryanti: Pengaruh Modul Pemberdayaan Keluarga tentang Toilet Training

(The Soedirman Journal of Nursing), 1(2). anak dan remaja. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Yusuf, S. (2011). Psikologi perkembangan

44 Volume 4 Nomor 1 April 2016

Anda mungkin juga menyukai