Oleh:
Mellenda Rahmawati
E1914401009
PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2020
KONSEPDASAR TEORI
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau feses (tawarto, wartonah, 2006). Miksi adalah proses pengosongan kandung
kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses
eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Proses ini terjadi dari
dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di
dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah
kedua yaitu timbul reflekssaraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang
berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya
menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleksmiksi
adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa jugadihambat atau
ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
1) Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal yang berperan sebagai pengatur
komposisi dan volume cairan dalam tubuh serta penyaring darah untuk dibuang
dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan
menahannya agar tidak bercampur dengan zat - zat yang tidak diperlukan oleh
tubuh. Pada bagian ginjal terdapat nefron yang merupakan unit dari struktur
ginjal dan melalui nefron ini urine disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal,
kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung kemih.
2) Kandung Kemih
1
Kandung kemih merupakan kantong yang terdiri atas otot halus yang
berfungsi menampung urine. Dalam kandung kemih terdapat lapisan jaringan
otot yang paling dalam disebut dekstrusor berfungsi mengeluarkan urine bila
terjadi kontraksi. Dalam kandung kemih juga terdapat lapisan tengah jaringan
otot berbentuk lingkaran bagian dalam yang disebut otot lingkar yang
berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dengan uretra, sehingga uretra
dapat menyalurkan urien dari kandung kemih ke luar tubuh.
3) Uretra
Uretra merupakan oragan yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian
luar. Fungsi uretra pada wanita berbeda dengan fungsi uretra pada pria. Pada pria
uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urine dan sistem reproduksi,
berukuran panjang 13,7 – 16,2 cm, dan terdiri atas tiga bagian, yaitu prostat,
selaput (membran) dan bagian yang berongga (ruang). Pada wanita, uretra
memiliki panjang 3,7 – 6,2 cm dan hanya berfungsi sebagai tempat menyalurkan
urine ke bagian luar tubuh.
Berkemih adalah proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih).
Proses ini dimulai dengan terkumpulnya urine dalam vesika urinaria yang
merangsang saraf – saraf sensorik dalam dinding vesika urinaria (bagian
reseptor). Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang
dapat menimbulkan rangsangan, melalui medula spinalis dihantarkan ke pusat
pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral, kemudian otak
memberikan impuls / rangsangan melalui medulla spinalis ke neuromotoris di
daerah sakral, serta terjadi koneksasi otot detrusor dan relaksasi otot sfingter
internal. Komposisi urine :
a) Air (96 %)
b) Larutan (4 %)
Larutan organik
Urea, ammonia, kreatin, dan urine acid.
Larutan anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat, magnesium dan
fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak
4) Ureter
Memiliki panjang 25 – 30 Cm, berdiameter 1,25 cm pd ordes. Untuk
fungsinya : Mendorong urine ke kandung kemih umumnya steril.
Proses pembentukan urine di ginjal terdiri dari 3 proses yaitu: filtrasi, reabsorbsi, dan
sekresi.
1) Filtrasi
Proses filtrasi berlangsung di glomelurus, proses ini terjadi karena
permukaanaferen lebih besar dari permukaan eferen.
2) Reabsorbsi
Proses reabsorbsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
sodium, klorida, fosfat, dan ion karbonat.
3) Sekresi
Pada proses sekresi ini sisa reabsorbsi diteruskan keluar.
2
1.3 Faktor-faktor yang mempengeraui Eliminasi
1) Retensi urine
Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata didalam kandung kemih
akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih
2) Dysuria
Adanya rasa setidaksakit atau kesulitan dalam berkemih.
3) Polyuria
Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal , seperti 2500 ml /
hari , tanpa adanya intakecairan.
4) Inkontinensi urine
3
Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot spingter eksternal untuk
mengontrol keluarnyaurine dari kantong kemih.
5) Urinari suppresi
Adalah berhenti mendadak produksi urine.
1.7 Patofisiologi
Normalnya urine tersusun dari bahan organik dan an organik terlarut
Retensi kristal
4
1.8 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan USG
2) Pemeriksaan foto rontgen
3) Pemeriksaan laboratorium urin
4) Pemeriksaan IVP (Intravenous pyelogram)
Dengan membatasi jumlah asupan dapat memengaruhi produksi urine.
5) Pemeriksaan urine (urinalisis)
6) Pengakjian fungsi otot destrusor
7) Radiologi dan pemeriksaan fisik (mengetahui tingkat keparahan/kelainan dasar
panggul)
8) Cystometrogram dan elektroyogram
1.9 Etiologi
1) Trauma sumsum tulang belakang
2) Tekanan uretra yang tinggi disebabkan oleh otot detrusor yang lemah
3) Sfingter yang kuat
4) Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)
5) Operasi pada daerah abdomen bawah
6) Stres
1.10 Penatalaksanaan
1) Monitor atau observasi perubahan faktor, tanda gejala terhadap masalah perubahan
eliminasi urine dan inkontinensia.
2) Monitor terus perubahan retensi urine.
3) Lakukan kateterisasi urine
4) Kurangi faktor yang memengaruhi / penyebab masalah
5
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar pada keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang penderita agar dapt mengidentifikasi kebutuhan serta
masalahnya. Pengkajian meliputi:
a) Pengumpulan data
Data subjektif
Data yang didapat oleh pencatatan dari pasien/keluarga dan dapat di ukur
dengan menggunakan standar yang diakui.
Data Objektif
Data yang didapat oleh pencatat dari pemeriksaan dan dapat diukur dengan
menggunakan standar yang diakui.
Analisis Data
Data Primer : Data yang diperoleh dari klien melalui percakapan.
Data Sekunder : Data yang diperoleh dari komunikasi dengan orang yang
dikenal, dokter/perawat yang mengetahui keadaan klien.
b) Anamnesa
1) Kebiasaan berkemih
a) Bagaimana kebiasaan berkemih?
b) Adakah hambatan?
c) Apakah frekuensi berkemih bergantung pada kebiasaan atau
kesempatan
2) Pola berkemih
a) Frekuensi, berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam?
b) Urgensi, sering ke toilet karena takut mengalami inkontinensia jika
tidak berkemih?
c) Disruria, adakah rasa sakit saat berkemih atau kesulitan untuk
berkemih?
d) Poliuria, apakah urine yang keluar berlebihan, tanpa ada
peningkatan masukan cairan?
e) Urinaria supresi, apakah saat berkemih keadaan produksi urine yang
berhenti mendadak?
6
f) Volume urine, berapa banyak jumlah urine yang dikeluarkan dalam
waktu 24 jam ?
g) Keadaan urine, bagaimana warna, bau, kejernihan dan adakah darah
yang keluar saat berkemih ?
c) Pemeriksaan Fisik
Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus
Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan
vagina.
Genetalia laki – laki
Kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum.
2) Diagnosa Keperawatan
Gangguan Eliminasi Urine (PPNI, 2016; hal. 96) berhubungan dengan
ketidakmampuan mengakses toilet(D.0149):
a) Subjektif
Sering buang air kecil
Desakan berkemih (urgensi)
Mengompol
b) objektif
Distensi kandung kemih
Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
Volume residu urin meningkat
7
3) Intervensi Keperawatan
Gangguan Eliminasi Urin (D.0149) berhubungan dengan ketidakmampuan mengakses
toilet (mis. Imobilisasi)
4) Implementasi
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan atau implementasi didasarkan atas
intervensi yang disusun sebelumnya, maka tindakan untuk diagnosa Gangguan
8
Eliminasi Urine berhubungan ketidakmampuan mengakses toilet (mis. Imobilisasi).
ditandai dengan:
Subjektif
Sering buang air kecil
Desakan berkemih (urgensi)
Mengompol
objektif
Distensi kandung kemih
Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
Volume residu urin meningkat
5) Evaluasi
Untuk diagnosa Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan
ketidakmampuan mengakses toilet (mis. Imobilisasi). dan dikolaborasi dengan
pemasangan kateter. Gangguan eliminasi urine membaik, dengan kriteria hasil: sering BAK
membaik, mengompol membaik, distensi kandung kemih membaik, berkemih membaik,
residun urin membaik.
9
SOP PEMASANGAN KATETER
10
untuk mengembangkan
balon dalam kateter.
16) Atur posisi kembali
17) Perhatikan keadaan umum pasien
18) Alat- alat dirapihkan
19) Cuci tangan
11
DAFTAR PUSTAKA
http://budirahayu.ip-dynamic.com:81/sdki/d-0040-gangguan-eliminasi-urin/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/67943/Chapter%20II.pdf?sequence=3
&isAllowed=y
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnursing/article/download/222/227
https://id.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI
https://studylibid.com/doc/4295865/lp-eliminasi
https://www.academia.edu/9883646/Laporan_Pendahuluan_Kebutuhan_Eliminasi
https://www.academia.edu/9883646/Laporan_Pendahuluan_Kebutuhan_Eliminasi
https://www.slideshare.net/nissaicha2/deni-lp-eliminasi
12
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN YANG MENGALAMI INFEKSI SALURAN
KEMIH (ISK) DENGAN MASALAH HAMBATAN ELIMINASI URINE
ABSTRAK
Pendahuluan Hambatan eliminasi urine merupakan proses hilangnya cairan urine yang
tidak terkendali berhubungan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Tolak ukur
karakteristiknya antara lain : nyeri saat berkemih, BAK sering, kemih keluar sedikit secara
terus menerus, dorongan berkemih, nokturia, tidak mampu menahan urine, tidak mampu
mengeluarkan urine. Tujuan penelitian adalah memenuhi nursing care pasien ISK dengan
problem hambatan eliminasi urine. Telitian ini mengaplikasikan Metode deskriptif studi
kasus. Subjek melibatkan 2 klien. Strategi pengumpulan data meliputi Tanya jawab,
pengamata n dan pencatatan. Hasil studi kasus pada keduanya didapatkan satu diagnosa
prioritas yaitu hambatan eliminasi urine berhubungan dengan penyakit multiple
ketidakmampuan mengeluarkan urine secara tuntas. Setelah dilakukan tindakan selama 3
hari berturut-turut klien mampu berkemih dengan dipasang DC, Urine yang dikeluarkan
perlahan tuntas, namun masih merasakan nyeri, untuk itu perawatan maupun pengobatan
tetap dilanjutkan. Kesimpulan Hasil pemaparan pembahasan diatas terdapat perbedaan
pencapaian keberhasilan akan tetapi problem hambatan eliminasi urine dapat teratasi
bertahap hingga tuntas. Saran yang diberikan penulis terkait asuhan keperawatan, hambatan
eliminasi urine, semoga menjadi media literature review jurnal ilmiah serta bahan referensi
dalam proses pembelajaran khususnya bagi mahasiswa keperawatan.
ABSTRACT
Introduction Urine elimination barriers are uncontrolled urine fluid loss processes
associated with excessive bladder distension. Benchmark characteristics include: pain when
urinating, urinating often, urinary out a little continuously, urge to urinate, nocturia, unable
to hold urine, unable to pass urine. The purpose of the study was to meet the nursing care of
UTI patient with problems of urinating elimination. This research uses a descriptive case
study method. Research subjects involved 2 clients. Data collection strategies include
question and answer, observation and recording. The results of the case studies in both of
them obtained one priority diagnosis, namely inhibition of urine elimination associated with
multiple inability to completely pass urine. After taking action for 3 consecutive days the
client is able to urinate with a DC attached, the urine that is released slowly is complete, but
still feels pain, for that care and treatment continue. The Conclusion results of the
discussion above there are differences in the achievement of success but the problem of
elimination of urine can be overcome gradually until complete. Suggestions given by the
author regarding nursing care, obstacles to elimination of urine, hopefully become a media
for scientific journal review literature and reference materials in the learning process,
especially for nursing students.
Keywords: nursing care, urine elimination obstacles, bladder
PENELITIAN
PENGARUH LATIHAN KANDUNG KEMIH (BLADDER
TRAINING) TERHADAP INTERVAL BERKEMIH WANITA
LANJUT USIA (LANSIA) DENGAN INKONTINENSIA URIN
M. Reza Pamungkas*, Nurhayati **, Musiana**
Inkontinensia urin ialah kehilangan kontrol berkemih yang bersifat sementara atau menetap (Potter dan Perry,
2006). Salah satu penatalaksananaan keperawatan klien dengan inkontinensia urin adalah bladder training.
Bladder Training adalah latihan kandung kemih yang bertujuan untuk mengembangkan tonus otot dan sfingter
kandung kemih agar berfungsi optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan kandung
kemih (bladder training) terhadap interval berkemih pada lansia yang mengalami inkontinensia urin di UPTD
PSLU Tresna Werdha Bakti Yuswa Provinsi Lampung. Penelitian menggunakan desain quasi eksperimen pada
26 lansia penderita inkontinensia urin. Teknik pengambilan sampel dengan cara accidental sampling. Hasil
penelitian didapat rata-rata interval berkemih lansia sebelum latihan kandung kemih adalah 2,3154 jam dengan
SD = 0,82580 sedangkan rata-rata interval berkemih lansia setelah latihan kandung kemih yaitu 2,4615 jam
dengan SD = 0,83992. Hasil uji statistic didapat nilai P-value 0,000. Hal ini berarti ada perbedaan rata – rata
interval berkemih pada lansia sebelum dan setelah latihan kandung kemih. Saran bagi institusi agar dapat
melanjutkan terapi komplementer ini dengan pengawasan intensif pengasuh wisma sehingga lansia dapat
memiliki kemampuan lebih lama dalam menahan urin
[214]
Inkontinensia urin (Darmojo dan Martono penderita inkontinensia urin sebelum dan
dikutip dalam Nursalam 2009). sesudah bladder training.
Perubahan yang tercatat pada Populasi penelitian adalah lansia
kandung kemih yang mengalami penuaan yang ada di UPTD PSLU Tresna Werdha
yaitu berkurangnya kapasitas kandung Bakti Yuswa Provinsi Lampung sebanyak
kemih, berkurangnya kemampuan kandung 102. Sampel pada penelitian ini adalah
kemih dan uretra, berkurangnya tekanan semua lansia wanita yang memenuhi
penutupan uretra maksimal, meningkatnya kriteria (inkontinensia urin, bersedia
voluma urin sisa pasca berkemih, dan menjadi responden, usia lebih dari atau
berubahnya ritme produksi urin di malam sama dengan 60 tahun, dapat melihat dan
hari. membaca angka dan tidak mengalami
Salah satu cara non farmakologis dimensia). Sampel diambil dengan teknik
untuk menangani inkontinensia urin pada non random sampling yaitu menggunakan
lansia adalah dengan latihan kandung accidental sampling diperoleh responden
kemih (Bladder Training). Bladder sebanyak 26 lansia. Pengumpulan data
training adalah latihan kandung kemih dilakukan pada tanggal 8-16 Juli 2013
yang bertujuan untuk mengembangkan menggunakan lembar observasi. Teknik
tonus otot dan spingter kandung kemih pengumpulan data dilakukan dengan
agar berfungsi optimal, terdapat 3 macam langkah-langkah sebagai berikut:
metode bladder training, yaitu kegel a. Pertama, peneliti membuat catatan
exercise, delay urination, dan scheduled harian selama 2 hari yaitu mencatat
bathroom trips. Kegel exercise adalah waktu berkemih lansia, baik saat
latihan pengencangan atau penguatan otot- berkemih di toilet atau tidak.
otot dasar panggul, delay urination adalah b. Lihat catatan harian lansia dan
menunda berkemih sedangkan scheduled temukan interval terpendek yang telah
bathroom trips yaitu menjadwalkan dicatat pada waktu-waktu tersebut.
berkemih (Suharyanto dan Madjid, 2009). c. Tambahkan 30 menit terhadap interval
Hasil studi pendahuluan yang tersebut. Sebagai contoh jika interval
dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha berkemih terpendek adalah 20 menit
Provinsi Lampung data statistik mengenai kemudian tambah 30 menit sehingga
inkontinensia urin pada lansia belum menjadi 50 menit.
diketahui, namun dari hasil wawancara d. Untuk berikutnya jadwalkan lansia
dengan petugas panti diketahui banyak untuk berkemih setiap 50 menit,
lansia yang mengalami inkontinensia urin apabila harus berkemih segera dicoba
(beser), ditandai dengan bau pesing yang untuk menahan berkemih.
tercium dari kamar lansia dan kain lansia e. Setelah satu minggu bladder training,
yang basah karena terkena urin. Tujuan peneliti membuat catatan kembali
penelitian ini adalah diketahuinya waktu berkemih lansia.
pengaruh latihan kandung kemih (bladder Pengolahan data dilakukan dengan
training) terhadap interval berkemih lansia menggunakan bantuan komputer, dan
inkontinensia urin di UPTD PSLU Tresna dianalisis secara univariat untuk melihat
Werdha Bakti Yuswa Provinsi Lampung interval berkemih lansia sebelum dan
Tahun 2013 sesudah bladder training, sedangkan untuk
melihat pengaruh bladder training
METODE terhadap interval berkemih lansia uji
statistik yang digunakan adalah uji T
Penelitian ini menggunakan dependen atau berpasangan. Dalam
rancangan desain pra eksperimen dengan penelitian ini digunakan tingkat
metode pengambilan data Pre and Post kemaknaan 0.05 dan CI 95 %, jika p value
Test One Group, yaitu desain penelitian ≤ 0,05 maka Ha diterima, artinya bladder
yang dilakukan untuk mengetahui training berpengaruh terhadap interval
bagaimana interval berkemih lansia berkemih lansia inkontinensia urin.
[215]
Sebaliknya jika p value > 0,05 maka Ha 1 jam dan interval berkemih sesudah
ditolak, artinya bladder training tidak bladder training terpanjang adalah 3,50
berpengaruh terhadap interval berkemih jam.
lansia inkontinensia urin.
Tabel 3: Distribusi Selisih Rata-Rata
HASIL Interval Ber Kemih Pada Lansia
Inkontinensia Urine Sebelum Dan
Sesudah Bladder Training
Analisis Univariat
Mean SD Median Min-Mak
Karakteristik responden berdasarkan 0,148 0,150 0,108 0-0,40
usia didapatkan rata – rata responden
berusia 76 tahun dengan median 75 dan Dari tabel di atas rata-rata interval
standar deviasi 11,775. Usia minimum berkemih lansia inkontinensia urin
responden adalah 60 tahun dan maximum sebelum bladder training adalah 2,315 jam
adalah 110 tahun. Berdasarkan distribusi dan rata-rata interval berkemih lansia
frekuensi dapat dilihat bahwa mayoritas inkontinensia urin setelah bladder training
responden berada pada kelompok usia old adalah 2,461 jam, maka didapatkan selisih
yaitu sebanyak 17 responden (65,4%), rata-rata interval adalah 0,146 jam atau
berikutnya eldery sebanyak 7 responden setara dengan 8,76 menit dengan standar
(26,9%), very old sebanyak 2 responden deviasi 0,15 jam.
(7,7%).
Analisis Bivariat
Tabel 1: Distribusi Rata-Rata Interval
Berkemih Sebelum Bladder Tabel 4: Distribusi Analisis Uji T
Training Pada Lansia Dependen Interval Berkemih
Inkontinensia Urine Pada Lansia Inkontinensia Urine
Sebelum Dan Sesudah Bladder
Mean SD Median Min-Mak Training
2,315 2,300 0,825 1-3,30
Interval
Dari tabel di atas rata-rata interval Mean n SD p Value
berkemih
berkemih lansia inkontinensia urine Sebelum 2.315 26 0.825 0.000
sebelum bladder training adalah 2,315 jam
dengan median 0,825 jam standar deviasi Sesudah 2.461 26 0.839
2,3 jam. Interval berkemih terpendek
adalah 1 jam dan interval berkemih Hasil analisis statistik dengan
terpanjang 3,25 jam menggunakan uji T dependen diperoleh
nilai p value 0,000. Nilai p value ini lebih
Tabel 2: Distribusi Rata-Rata Interval kecil dari nilai (0,05) sehingga Ha
Berkemih Sesudah Bladder diterima, artinya bladder training
Training Pada Lansia berpengaruh terhadap interval berkemih
Inkontinensia Urine lansia inkontinensia urin.
[216]
25 menit dan rata-rata interval berkemih hingga 200 ml yang menyebabkan
adalah 2 jam 23 menit. frekuensi berkemih meningkat dimana
Pada penelitian ini responden yang interval berkemih yaitu 3-4 jam. Pada
diambil adalah wanita, hal ini dikarenakan penelitian ini responden mengalami
kebanyakan inkontinensia urin terjadi pada inkontinensia urin yaitu ketidakmampuan
lansia wanita. Beberapa faktor yang menahan urin dimana rata-rata responden
menyebabkan terjadinya inkontinensia urin hanya mampu menahan urin selama sekitar
pada lansia wanita adalah penurunan 2 jam.
produksi estrogen yang disebabkan karena
atropi jaringan uretra dan efek melahirkan Interval berkemih sesudah bladder
yang mengakibatkan penurunan kekuatan training
otot-otot dasar panggul (Nety dan Sari,
2006). Pada penelitian ini responden Interval berkemih lansia
mengalami inkontinensia urin disebabkan inkontinensia urin setelah bladder training
karena faktor usia yaitu rata-rata responden didapatkan interval terpendek adalah 1 jam
berusia 75 tahun dimana secara alami telah dan interval yang terpanjang adalah 3 jam
terjadi atropi pada jaringan uretra namun 50 menit dan rata-rata interval berkemih
dalam penelitian ini tidak diketahui adalah 2 jam 46 menit. Terdapat kenaikan
bagaimana riwayat persalinan dari rata-rata interval berkemih lansia setelah
responden yang dapat berpengaruh pada dilakukan bladder training selama 7 hari.
kemampuan otot dasar panggulnya. Terdapat 3 macam metode bladder
Secara alami pengosongan kandung training yaitu kegel exercise, delay
kemih merupakan proses fisiologis yang urination, dan scheduled bathroom trips.
berlangsung di bawah kontrol dan Metode bladder training yang dilakukan
koordinasi sistem saraf pusat serta sistem pada penelitian ini adalah dengan delay
saraf tepi di daerah sakrum (Wolf dalam urination (menunda berkemih) dan
Nursalam,2009). Sensasi pertama ingin scheduled bathroom trips yaitu
berkemih biasanya timbul pada saat menjadwalkan berkemih. Latihan ini
volume kandung kemih mencapai 150-300 bertujuan untuk mengembalikan pola
ml. Kapasitas kandung kemih normal normal berkemih dengan menghambat atau
bervariasi antar 300-600 ml. Umumnya, menstimulasi pengeluaran air kemih
kandung kemih dapat menampung sekitar dimana terdapat tujuan yang lebih spesifik
500 ml tanpa terjadi kebocoran, bila proses dari bladder training yaitu
berkemih terjadi, otot-otot detrusor mengembangkan tonus otot kandung
kandung kemih berkontraksi diikuti kemih, melatih kandung kemih untuk
relaksasi dari sfingter dan uretra. (Darmojo mengeluarkan urin secara periodik serta
dalam Nursalam, 2009). membantu klien dengan inkontinensia urin
Frekuensi berkemih tergantung mendapatkan pola berkemih normal
dari jumlah urin yang dihasilkan. Lebih (Suharyanto dan Madjid, 2009).
banyak urin yang dihasilkan, lebih sering Responden dalam penelitian ini
berkemih, frekuensi berkemih secara diminta untuk menahan kemih selama 30
normal adalah setiap 6-8 jam. Perubahan menit dari interval terpendeknya dan
pada sistem perkemihan lansia terjadi pada berkemih sesuai jadwal yang dibuat.
ginjal, di mana ginjal mengalami Interval berkemih terpanjang yang dapat
pengecilan dan nefron menjadi atrofi. dicapai oleh lansia sesudah bladder
Aliran ginjal menurun hingga 50%, fungsi training adalah 3,50 jam artinya lansia
tubulus berkurang mengakibatkan Blood sudah dapat mencapai interval berkemih
Urea Nitrogen (BUN) meningkat hingga yang sesuai dengan usianya yaitu 3-4 jam.
21%, berat jenis urin menurun, serta nilai Pada penelitian ini tidak dilakukan
ambang ginjal terhadap glukosa latihan kegel dikarenakan alasan privacy
meningkat. Pada kandung kemih, otot-otot dan kesulitan dalam melakukan observasi
melemah, sehingga kapasitasnya menurun untuk menilai apakah latihan kegel sudah
dilakukan dengan benar atau belum karena
[217]
latihan ini merupakan latihan Responden dalam penelitian ini diminta
mengkontraksikan otot- otot dasar panggul untuk menahan kemih selama 30 menit
yang melibatkan organ kelamin. dari interval terpendeknya dan berkemih
Meskipun latihan kegel dalam sesuai jadwal yang dibuat selama 7 hari.
penelitian ini tidak dilaksanakan namun Secara bertahap bila lansia sudah mampu
berdasarkan penelitian Angelita Intan mencapainya maka interval berkemih
Septiastri dan Cholina Trisa Siregar yang ditambahkan 30 menit lagi sehingga pada
berjudul “Latihan Kegel Dengan akhirnya lansia dengan inkontinensia urin
Penurunan Gejala Inkontinensia Urin Pada dapat menahan urinnya sampai dengan
Lansia” menunjukkan bahwa latihan kegel waktu yang normal untuk lansia yaitu
efektif terhadap penurunan gejala sekitar 3-4 jam. Untuk itu perlu adanya
inkontinensia urin pada lansia. kerjasama dengan pihak panti khususnya
pengasuh wisma agar dapat memotivasi
Pengaruh bladder training terhadap lansia dalam melakukan latihan ini.
interval berkemih
KESIMPULAN
Hasil penelitian didapatkan Selisih
atau perbedaan antara interval berkemih
Berdasarkan hasil analisis data dan
pada lansia sebelum dan setelah bladder
pembahasan dapat disimpulkan bahwa
training sebanyak 0,146 jam atau setara
rRata-rata interval berkemih sebelum
dengan 8,76 menit. Penelitian ini sejalan
latihan kandung kemih (bladder training)
dengan penelitian Nursalam tentang efek
pada lansia dengan inkontinensia urin
latihan kegel terhadap pemenuhan
adalah 2,32 jam dan rata-rata interval
kebutuhan gangguan eliminasi urin
berkemih setelah latihan kandung kemih
menjelaskan bahwa latihan kegel dapat
(bladder training) adalah 2,26 jam.
menurunkan gangguan pemenuhan
Selanjutnya didapatkan rata-rata
kebutuhan eliminasi urin pada lansia, yang
selisih interval berkemih pada lansia
dimana metode latihan kegel itu sendiri
dengan inkontinensia urin sebelum dan
mempunyai tujuan untuk meningkatkan
setelah bladder training adalah 0,146 jam
tonus otot kandung kemih, meningkatkan
atau setara dengan 8,76 menit dengan p-
aliran darah ke ginjal dan memperpanjang
value = 0,000 yang artinya ada perbedaan
interval waktu berkemih sehingga lansia
interval berkemih pada lansia sebelum dan
dapat menahan sensasi untuk berkemih
sesudah bladder training selama 7 hari.
sebelum waktunya.
Saran bagi UPTD PSLU Bhakti
Bladder training dengan delay
Yuswa Provinsi Lampung institusi adalah
urination (menunda berkemih) dan
agar dapat melanjutkan latihan bladder
scheduled bathroom trips sebagai salah
training ini sebagai salah satu terapi
satu intervensi non farmakologis pada
komplementer pada lansia dengan
lansia dalam penelitian ini terbukti dapat
inkontinensia urin.
memperpanjang interval berkemih lansia
yaitu sebanyak 8,766 menit.
Dalam penelitian ini kerangka
konsepnya dengan cara menjadwalkan * Alumni pada Prodi Keperawatan
berkemih kemudian menahan kemih diluar Tanjungkarang Poltekes Kemenkes
jadwal maka tonus otot detrusor Tanjungkarang
mengembang diharapkan fungsi sfingter ** Dosen pada Prodi keperawatan
kembali normal dan berkemih di luar Tanjungkarang Poltekes Kemenkes
jadwal menurun. (Maryam dan Tanjungkarang
Suharyanto, 2008).
Meskipun kenaikannya sangat sedikit
namun apabila latihan ini dilakukan secara
kontinu diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan lansia dalam menahan kemih.
[218]
DAFTAR PUSTAKA Potter dan Perry (2006). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan .Edisi 4
Galuh Inggi M, Putri. 2012. KTI: Faktor – Vol 2. Jakarta : EGC
Faktor yang Berhubungan Dengan Boedhi Darmojo, H. Hadi Martono.
Inkontinensia Urine Pada Wanita (2000). Buku Ajar Geriatri (Ilmu
Lansia di Panti Sosial Tresna Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke 2.
Werdha Provinsi Lampung. Jakarta : FKUI
Lampung : Poltekkes Kemenkes Maryam dan Suharyanto (2008). Mengenal
Tanjung Karang Jurusan Usia Lanjut dan Perawatannya.
Keperawatan Jakarta : Salemba Medika
Nety juniarti , Sari Kurnianingsih. (2006). Suharyanto dan Madjid (2009). Asuhan
Alih Bahasa Buku Ajar Keperawatan Keperawatan Pada Klien dengan
Gerontik. Jakarta : EGC Gangguan Sistem Perkemihan.
Nursalam, M.Nurs,dkk. (2009). Asuhan Jakarta : Trans Info Media
Keperawatan Pada Pasien dengan Yunawa, Rudi. (2006). Buku Panduan
Gangguan Sistem Perkemihan. Klinis Menangani Inkontinensia.
Jakarta : Salemba Medika Edisi ke 2. Singapura : Masyarakat
Kontinensia
[219]
2
(Efectivity Of Picture And Picture Learning Method On Toilet Training Skills : Urinating
Ability Of Children With Autism Spectrum Disorder (Asd) Age 5 - 7 Years Old In The Rsjd
Sungai Bangkong Kalimantan Barat)
ABSTRAK
Latar Belakang : Anak dengan gangguan Autism Spectrum Disorder (ASD) mengalami
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan perawatan eliminasi dan membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk belajar keterampilan. Pelatihan khusus yang berulang sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan keterampilan anak dengan gangguan ASD. Metode belajar yang diyakini
dapat diterapkan pada anak dengan gangguan ASD dalam meningkatkan keterampilan
khususnya toilet training adalah metode belajar picture and picture.
Tujuan : Mengetahui efektifitas metode belajar picture and picture terhadap keterampilan
toilet training: BAK ( Buang Air Kecil ) pada anak dengan gangguan ASD.
Metode : Penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian quasi experiment
dengan jenis penelitian pre and post test without control group design pada 19 responden.
Hasil : Setelah diberikan metode belajar picture and picture pada anak dengan gangguan
ASD menunjukkan adanya peningkatan skor keterampilan Toilet training dengan nilai p <
0,005 dan mean peningkatan skor prilaku toilet training adalah 9,368.
Kesimpulan : Metode belajar picture and picture efektif terhadap peningkatan keterampilan
toilet training pada anak dengan gangguan ASD di Poli Anak Berkebutuhan Khusus RSJD
Sungai Bangkong Provinsi Kalimanatan Barat. Sehingga metode belajar picture and picture
dapat direkomendasikan untuk membantu meningkatkan keterampilan anak dengan gangguan
ASD.
ABSTRACT
Background : Children with Autism Spectrum Disorder (ASD) often experience the inability
of urinating to fulfill their daily care needs and require a longer time to learn the skill. A
special training is needed to improve the ASD children’s urinating skill. Picture and picture
learning method is believed to be applicable to children with ASD in order to improve their
skills especially toilet training
.
Objective : To Find out the effectivity of picture and picture learning method on toilet
training skill: urinating ability of children with ASD.
Method: Quantitative research was conducted using quasy-experiment research design with
pre and post test without control group design on 19 participants.
Results: After the picture and picture learning method was given to ASD children, there was
an increase in toiletting skill score p-value <0.005 and the mean of toilet training behavior
score was also increased which was 9.368.
Conclusion: The picture and picture learning method is proven effective on toiletting skill of
children with ASD in RSJD Sungai Bangkong Kalimantan Barat. This concludes that the
picture and picture learning methods can be used to improve skills on children with ASD.
Berdasarkan table 1 didapatkan seorang anak dalam melatih diri agar dapat
jumlah responde laki-laki lebih banyak mengontrol eliminasinya secara mandiri.
dari pada responden perempuan Berdasarkan penelitian Frima
dikarenakan jumlah populasi dari (2012) mengungkapkan toilet training
responden laki-laki lebih banyak daripada yang dilakukan oleh orang tua pada anak
responden perempuan di Poli Anak autisme saat anak berusia 1 tahun 6 bulan
Berkebutuhan Khusus RSJD Sungai sampai dengan 5 tahun sering mengalami
Bangkong Provinsi Kalimantan Barat yang kesulitan karena adanya ketidakmampuan
didapat dari hasil jumlah responden laki- bicara serta adanya penggunaan kata
laki sebanyak 15 anak (78,9%) dan berulang - ulang, sehingga pencapaian
responden perempuan sebanyak 4 anak toilet training cenderung dapat dilihat
(21,1%). Rentang usia pada penelitian ini bertahap pada saat anak berusia diatas 5
yaitu rentang usia 5-7 tahun (pra-sekolah), tahun.
dimana distribusi umur anak dengan
gangguan ASD dalam penelitian ini tidak B. Jenis Kelamin
merata yaitu usia 5 tahun sebanyak 11 Berdasarkan hasil penelitian, anak
anak (57,9%), usia 6 tahun sebanyak 7 dengan gangguan ASD laki-laki terbukti
anak (36,8%), dan usia 7 tahun berjumlah lebih banyak dibandingkan anak dengan
1 anak (5,3%) berdasarkan data yang gangguan ASD berjenis kelamin
didapat dari populasi di Poli Anak perempuan dimana berturut-turut terdiri
Berkebutuhan Khusus RSJD Sungai dari 14 anak laki-laki dan 4 anak
Bangkong Provinsi Kalimantan Barat dari perempuan. Hal ini dipengaruhi populasi
hasil skrining keterampilan toilet training anak dengan gangguan ASD laki-laki lebih
pada anak dengan gangguan ASD. banyak jumlahnya dibandingkan populasi
Mayoritas tingkat pendidikan orang tua anak dengan gangguan ASD perempuan
responden yang terbanyak yaitu di Poli Anak Berkebutuhan Khusus RSJD
berpendidikan SMA dikarenakan dari hasil Sungai Bangkong Provinsi Kalimantan
skrining keterampilan toilet training pada Barat. Sejalan dengan penelitian Maryani
anak dengan gangguan ASD, tingkat (2012) menunjukkan prevalensi Autistic
pendidikan orang tua responden SMA Spectrum Disorder lebih banyak pada laki-
mempunyai angka tertinggi dengan jumlah laki daripada perempuan yaitu 3:1 atau
8 responden (42,1 %). Penelitian ini juga 4:1. Namun,anak perempuan penyandang
memaparkan pekerjaan orang tua autisme biasanya mempunyai gejala yang
responden dimana ibu dari responden lebih berat dan hasil tes intelegensinya
banyak yang tidak bekerja berdasarkan lebih rendah daripada anak laki-laki.
hasil skrining keterampilan toilet training Kaplan (2010) menyebutkan bahwa anak
pada anak dengan gangguan ASD yaitu laki-laki memiliki ketahanan fungsi otak
sebanyak 11 ibu (57,9%). yang lebih rendah dibanding dengan anak
perempuan.
A.Usia Hasil penelitian juga menunjukkan
Berdasarkan hasil yang didapatkan anak perempuan lebih tinggi tingkat
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa keberhasilan toilet trainingnya dimana
rata-rata anak ASD di Poli Anak sejalan dengan penelitian Frima (2012)
Berkebutuhan Khusus RSJD Sungai menyatakan anak laki-laki cenderung lama
Bangkong Provinsi Kalimantan Barat dibandingkan dengan anak perempuan hal
adalah umur 5-7 tahun masing- masing ini dikarenakan anak laki-laki harus belajar
sebanyak 11 anak berusia 5 tahun, 7 anak mengosongkan kandung kemihnya sambil
berusia 6 tahun, dan 1 anak berusia 7 berdiri.
tahun. Toilet training merupakan satu
diantara tugas awal dari perkembangan
7
perhatian ibu atau wali maka anak akan Berdasarkan tabel di atas dari 19
lebih berani atau termotivasi untuk responden, dikatakan ada pengaruh metode
mencoba karena sudah mendapatkan belajar picture and picture jika p < 0,05
kepercayaan dari anak. dan didapatkan hasil median skor
keterampilan toilet training sebelum
Hal ini sejalan dengan penelitian dilakukan metode belajar picture and
Batuatas & Tripeni (2012) menyatakan picture di Poli Anak Berkebutuhan Khusus
bahwa pekerjaan keluarga akan RSJD Sungai Bangkong Provinsi
mempengaruhi peran orang tua karena Kalimanatan Barat yaitu 2,00 dan memiliki
waktu yang diberikan tidak maksimal, hal nilai min-max 0,00-4,00. Dan median skor
tersebut sesuai dengan yang terjadi di keterampilan toilet training sesudah
tempat penelitian dimana orang tua yang diberikan metode belajar picture and
tidak bekerja cenderung berperan picture yaitu 8,00 dan memiliki nilai min-
mendukung toilet training anak karena max 6,00-11,00 didapatkan nilai p value
lebih mempunyai banyak waktu untuk 0,000.
memperhatiakn perkembangan anaknya
dan berperan aktif dalam memberikan Berdasarkan data diatas dapat
pembelajaran toilet trianing pada anaknya. disimpulkan bahwa ada pengaruh metode
Sejalan dengan penelitian Agustina & belajar picture and picture terhadap
Sapta (2015) menyatakan bahwa orang tua peningkatan keterampialan toilet training :
atau wali yang tidak bekerja maka kasih BAK pada anak dengan gangguan ASD di
sayang dan perhatian yang dimiliki ibu Poli Anak Berkebutuhan Khusus di RSJD
atau wali mempengaruhi kualitas dalam Sungai Bangkong Provinsi Kalimantan
penerapan toilet training anak dimana ibu Barat.
yang perhatian dalam memantau
perkembangan anak akan berpengaruh Hasil penelitian dikatakan ada
lebih cepat dalam mencapai keberhasilan pengaruh jika p < 0,05 dan didapatkan
toilet training anak. hasil uji wilcoxon nilai median sebelum
dilakukan metode belajar picture and
2. Analisa Bivariat picture terhadap keterampilan toilet
Analisa bivariat menjelaskan training : BAK anak dengan gangguan
perbedaan skor keterampilan toilet training ASD di Poli Anak Berkebutuhan Khusus
: BAK sebelum dan sesudah diberikan RSJD Sungai Bangkong Provinsi
intervensi metode belajar picture and Kalimantan Barat yaitu 2,00 dan memiliki
picture. nilai min-max 0,00-4,00. Dan median skor
Tabel 2 Hasil Uji Wilcoxon skor keterampilan toilet training sesudah
keterampilan toilet training : BAK pada anak diberikan metode belajar picture and
dengan gangguan ASD sebelum dan sesudah picture yaitu 8,00 dan memiliki nilai min-
metode belajar picture and picture max 6,00-11,00 didapatkan nilai p value
Min- P 0,000. Berdasarkan data diatas dapat
Variabel F Median
max Value disimpulkan bahwa ada pengaruh metode
Skor
belajar picture and picture terhadap
keterampilan
19 2,00 0,00-4,00 peningkatan keterampialan toilet training :
toilet training
sebelum BAK pada anak dengan gangguan ASD di
0,000
Skor Poli Anak Berkebutuhan Khusus di RSJD
keterampilan Sungai Bangkong Provinsi Kalimantan
19 8,00 6,00-1,00
toilet training Barat.
sesudah
Iryanti, Kamsatun
Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Bandung
Email: iryanti_natadiredja@yahoo.com
Abstrak
Anak prasekolah harusnya dapat mengontrol BAB/BAK secara mandiri, namun berdasarkan survey kesehatan
rumah tangga nasional, 75 juta anak prasekolah susah mengontrol BAB/BAK, sehingga anak mengompol
dan buang air besar di celana, keadaan tersebut bila berlangsung lama akan mengganggu tugas perkembangan
anak. Keluarga menentukan keberhasilan anak BAB/BAK di toilet, sehingga pengetahuan,sikap, dan
keterampilan keluarga mengenai toilet training menjadi penting. Penelitian ini menganalisis pengaruh modul
pemberdayaan keluarga tentang toilet training terhadap kemandirian eliminasi anak. Jenis quasi experiment,
pre-post test two group design. Sampel sebanyak 58, yaitu 29 subjek kelompok perlakuan dan 29 subjek
kelompok kontrol, diambil dengan multi stage random sampling. Lembar observasi digunakan untuk mengukur
kemandirian eliminasi anak, variabel tersebut diukur sebelum dan sesudah keluarga diberi modul toilet
training untuk digunakan melatih anaknya selama 4 minggu. Data dianalisis dengan uji T independent. Hasil
uji statistik menunjukkan kemandirian eliminasi BAB/BAK anak di toilet pada kelompok perlakuan lebih baik
daripada kelompok kontrol (p-value = 0,000) (p<0,05). Simpulan penelitian ini bahwa penggunaan modul
toilet training oleh keluarga meningkatkan kemandirian eliminasi anak BAB/BAK di toilet. Disarankan bagi
keluarga dan PAUD, agar anak umur prasekolah yang belum bisa BAB/BAK secara mandiri dikoreksi secara
dini dengan toilet training secara benar dan intensif agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Abstract
Pre-school children should be able to control urination/defecation independently, however, based on national
household health survey 75 million of pre-school children were difficult to control their urination/defecation, so
that they urinated and defecated in their pants. These conditions, if happened in prolonged time, would impair
the development tasks of the children. Families determine the success of children toilet training. Therefore,
knowledge, attitude, and skills of the families regarding toilet training are important. This study analyzed the
effect of the module of family empowerment regarding toilet training towards the independence of toileting
among children. Quasi-experiment with pre-posttest two group design was used. The sample of 58 participants,
which divided into 29 participants in intervention group and 29 participants in control group, were recruited
using multi stage random sampling. Observation sheet were used to measure the children’s independence for
toileting, this variable were measured before and after the families were given toilet training module to train
the children for 4 weeks. The data were analyzed using t-independent. The results showed that the children’s
independence in toileting were better in the intervention group compared to the control group (p-value = 0.000)
(p<0.05). The conclusion of this study is that the use of toilet training module by the families can increase the
children’s independence in toileting. It is suggested for families and early child education to provide toilet training
for children as early as possible in a right way intensively so that the children can grow and develop optimally.
seseorang. Modul telah terbukti efektif sebagai upaya dalam mempersiapkan anak
dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, menjadi generasi penerus yang mandiri.
dan keterampilan tentang promosi farmasi
(Shankar et al., 2012 ).
Pengetahuan dan keterampilan dapat Metode Penelitian
diperoleh melalui pembelajaran modul, karena
pada dasarnya pembelajaran melalui modul Penelitian ini merupakan penelitian Quasy
adalah belajar secara mandiri (Sungkono, Experimental dengan pretest-posttest
2013). Hasil penelitian Ammelda, dkk. two group design (Grove et al., 2013).
(2015), menyimpulkan bahwa Modelling Penelitian ini melibatkan dua kelompok yaitu
media video dan gambar berpengaruh kelompok perlakuan yang diberi intervensi ,
terhadap peningkatan kemampuan toilet dan kelompok kontrol tidak diberi intervensi
training pada anak toddler p-value = 0,02 (p (intervensi diberikan setelah penelitian
value < α ). Perbedaan penelitian ini dengan selesai). Pada masing-masing kelompok
penelitian Ammelda dkk adalah populasinya dilakukan pengukuran sebelum diberikan
anak umur prasekolah dan menghasilkan intervensi (pretest) dan setelah diberikan
produk berupa modul tentang toilet training. intervensi (posttest). Variabel independen
Hasil studi pendahuluan tanggal 16 September adalah modul pemberdayaan keluarga
2014 di salah satu PAUD di Kota Bandung, tentang toilet training, variabel dependen
dari delapan ibu yang mempunyai anak adalah kemandirian eliminasi anak, dan
umur 4–5 tahun, 5 ibu tidak mendampingi variabel antara adalah pengetahuan, sikap,
anak saat BAB/BAK, didapatkan empat dan keterampilan keluarga. Penelitian
anak masih BAB/BAK di celana, sedangkan dilaksanakan di PAUD Kota Bandung, pada
tiga ibu yang mendampingi anak saat BAB/ bulan Juli – September 2015.
BAK, dua diantaranya masih BAB/BAK di Populasi adalah anak PAUD di Kota
celana. Dari data tersebut enam anak masih Bandung yang berjumlah 4640 anak pada 232
mengompol dicelana baik siang maupun PAUD, besar sampel berdasarkan rumus
malam hari, sedangkan BAB ke enam anak Lemesshow et al., (1997 dalam Suyatno,
sudah mengenali tanda mau berak tetapi 2010), didapatkan kelompok perlakuan 29
belum bisa cebok sendiri. Menurut Alexanda anak, dan kelompok kontrol 29 anak. Sampel
(2008) dan Klijn (2006), pada perkembangan diambil menggunakan multi stage random
normal akhir umur 3 tahun anak bisa sampling, dimana Kota Bandung terdiri dari
BAB/BAK secara mandiri di toilet, dan 30 kecamatan disetiap kecamatan terdapat
menurut Kroeger (2010) dan Horn (2006), PAUD dengan karakteristik yang hampir
mengompol yang terjadi pada anak yang sama, maka ke 30 kecamatan tersebut diundi
berumur lebih dari empat tahun tanpa adanya dan terpilih Kecamatan Cicendo.
kelainan fisik atau pun penyakit organik Kecamatan Cicendo terdiri dari 6 kelurahan
merupakan gangguan. Melakukan intervensi yang tiap kelurahan memiliki PAUD, agar
dini terhadap gangguan tumbuh kembang kelompok kontrol tidak terpapar kelompok
balita artinya melakukan tindakan koreksi, perlakuan, maka masing-masing kelompok
agar gangguan tidak semakin berat. dilaksanakan di kelurahan yang berbeda.
Latihan eliminasi sangat penting dilakukan, Setelah diundi Kelurahan Pasirkaliki terpilih
namun intervensi keperawatan tersebut belum sebagai kelompok perlakuan dan Kelurahan
banyak dilakukan di masyarakat dan belum Pamoyanan sebagai kelompok kontrol.
ada modul khusus tentang toilet training. Kota Adapun kriteria sampel adalah: 1) anak umur
Bandung memiliki anak umur prasekolah antara 36 bulan sampai dengan 60 bulan
sebanyak 30 persen dari total populasi, dan masih BAB/BAK dicelana; 2) anak
sehingga sebagai calon generasi penerus tidak cacat fisik dan mental; 3) anak tidak
bangsa, kemandirian anak umur prasekolah menggunakan popok sekali pakai; 4) anak
perlu mendapat perhatian serius. Berdasarkan tinggal dengan keluarga inti; 5) pendidikan
hal tersebut penelitian ini penting dilakukan orang yang dominan dalam pengasuhan anak
untuk menghasilkan modul dan memotivasi non kesehatan; 6) keluarga bisa baca dan
keluarga, agar melakukan toilet training tidak pikun. Dari 63 anak di PAUD Kelurahan
Pasir Kaliki 29 anak memenuhi kriteria, dan BAB/BAK di toilet setiap kali anak BAB/
dari 56 anak di PAUD Kelurahan Pamoyanan BAK baik di rumah maupun di sekolah
29 anak yang memenuhi kriteria. Setelah 58 selama 4 minggu, setelah 1 minggu, peneliti
keluarga atau orang yang dominan dalam mengobservasi keluarga di bantu guru PAUD
pengasuhan anak diberi dan menandatangani dan memberikan tutorial yang ke 2 dengan
informed consent, peneliti memberitahukan menggunakan modul yang sama, tutorial
keluarga agar pada saat penelitian anak tidak dilakukan sebanyak 3 kali selama penelitian
menggunakan popok sekali pakai. yaitu akhir minggu ke 1, 2, dan 3.
Sebelum diberikan intervensi (pretest), Akhir minggu ke 4 dilakukan Posttest pada
keluarga pada kelompok perlakukan dan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
kelompok kontrol dipersilahkan mengisi dengan menggunakan instrumen yang sama.
kuesioner pengetahuan dan sikap selama 30 Selama proses penelitian kelompok kontrol
menit, dilanjutkan dengan mengobservasi tidak diberikan intervensi apapun tetapi setelah
keterampilan keluarga dan kemandirian penelitian selesai kelompok kontrol diberi
eliminasi anak dengan mewawancarai modul dan dilatih cara menggunakannya.
keluarga atau orang yang dominan dalam Untuk menganalisis kemandirian eliminasi
pengasuhan anak dengan menggunakan anak, dan pengetahuan, sikap, keterampilan
lembar observasi. Kuesioner dan lembar keluarga sebelum dan sesudah diberikan
observasi keterampilan keluarga adalah valid modul tentang toilet training pada kelompok
dan reliabel, karena uji validitas kuesioner perlakuan dan kelompok kontrol digunakan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan uji t dependent, untuk menganalisis pengaruh
keluarga didapatkan nilai r hitung > 0,632 modul pemberdayaan keluarga tentang toilet
, dan hasil uji realibilitas didapatkan nilai r training terhadap kemandirian eliminasi
hitung > 0,9. Lembar observasi kemandirian anak, digunakan uji t independent dengan
eliminasi tidak dilakukan uji validitas dan keputusan uji bila p-value < α (0,05) maka
realibilitas, karena aspek yang diobservasi secara statistik terdapat pengaruh yang
sesuai langkah-langkah kemandirian bermakna, apabila p-value > α (0,05) tidak
eliminasi anak BAB/BAK di toilet. ada pengaruh yang bermakna . Sedangkan
Kemudian peneliti melatih keluarga untuk menganalisis hubungan pengetahuan,
kelompok perlakuan cara menggunakan sikap, dan keterampilan keluarga setelah
modul toilet training selama 2 hari, materi diberi modul tentang toilet training dengan
hari ke 1 yaitu konsep dan demonstrasi kemandirian eliminasi anak digunakan
toilet training, hari ke 2 redemonstrasi toilet analisis logistik linier.
training oleh keluarga. Media pelatihan Satu sampel drop out karena pada
yaitu LCD dan modul yang disusun peneliti. saat dilakukan pengumpulan data post
Adapun materi yang dimuat dalam modul perlakuan, orang yang dominan mengasuh
toilet training meliputi: pengertian, tujuan, anak melahirkan di luar kota di rumah
keuntungan, waktu, pentingnya, faktor yang orang tuanya, sehingga jumlah sampel akhir
mendukung, tahapan latihan, cara melatih, kelompok perlakuan 28 anak dan kelompok
tips dalam melatih, kunci keberhasilan kontrol 28 anak.
latihan, faktor pendukung lain latihan
BAB/BAK, faktor penghambat, tips untuk
memulai latihan, dasar-asar latihan BAB/ Hasil Penelitian
BAK. Modul ini dibuat untuk memudahkan
keluarga dalam melatih toilet training pada Penelitian dilakukan pada tanggal 27 Juli
anaknya di rumah. Alat untuk toilet training sampai dengan 5 September 2015. Sampel
menggunakan toilet yang ada di PAUD dan penelitian kelompok perlakuan sebanyak 28
yang ada di rumah masing-masing, sedangkan keluarga dan kelompok kontrol sebanyak 28
pakaian dan celana menggunakan kepunyaan keluarga, lama pelaksanaan pemberdayaan
anaknya sendiri. keluarga melalui modul toilet training
Selesai pelatihan keluarga kelompok dilakukan selama 4 minggu. Berikut adalah
perlakuan diberi modul tentang toilet deskripsi data hasil analisis pada kondisi
training untuk digunakan melatih anaknya baseline dan intervensi.
Kondisi baseline merupakan pengamatan 70,9, dan pengetahuan adalah 57,3, sikap
terhadap kemandirian eliminasi anak, dan adalah 71,2, keterampilan keluarga dalam
pengetahuan, sikap, serta keterampilan melakukan toilet training adalah 70,4. Untuk
keluarga tentang toilet training sebelum lebih jelasnya data tersebut dapat dilihat pada
diberi intervensi pada kelompok perlakuan tabel 1.
dan kelompok kontrol. Data kondisi baseline Hasil analisis dalam kondisi pada setiap
kelompok perlakuan, rerata nilai kemandirian komponennya dapat dijabarkan sebagai
eliminasi anak adalah 66,3, dan pengetahuan berikut: kemandirian eliminasi anak, dan
adalah 61,6, sikap adalah 72,1, keterampilan pengetahuan, sikap, keterampilan keluarga
keluarga dalam melakukan toilet training tentang toilet training sebelum diberikan
adalah 60,4. Sedangkan pada kelompok modul, pada kelompok perlakuan dan kontrol
kontrol, rerata nilai kemandirian eliminasi menunjukkan rerata nilai yang hampir
anak adalah 63,7, pengetahuan adalah 63,4, sama, akan tetapi setelah diberi modul, pada
sikap adalah 74,8, dan keterampilan keluarga kelompok perlakuan rerata nilai kemandirian
dalam melakukan toilet training adalah 62,1. eliminasi anak 30,2, dan pengetahuan 15,5,
Untuk lebih jelasnya data tersebut dapat sikap 10,8, keterampilan keluarga 34,2
dilihat pada tabel 1. lebih tinggi dibandingkan sebelum diberi
Pada kondisi baseline, hasil uji Skewness modul. Sebaliknya pada kelompok kontrol
yaitu untuk melihat normal tidaknya data rerata nilai kemandirian eliminasi anak 7,2,
dilihat dari nilai Skewness dibagi standar dan pengetahuan 6,1 dan sikap 3,6 lebih
eror jika nilai < 2 maka data berdistribusi rendah, kecuali keterampilan keluarga 8,3
normal (Hastono, 2007). Hasil uji didapatkan lebih tinggi, namun dibandingkan dengan
nilai kemandirian eliminasi anak, dan kelompok perlakuan kenaikan keterampilan
pengetahuan, sikap, keterampilan keluarga < keluarga jauh lebih baik pada kelompok yang
2 artinya data tersebut merupakan data yang diberi modul
berdistribusi normal. Hasil uji normalitas didapatkan data
Kondisi intervensi merupakan pengamatan terdistribusi normal, sehingga untuk
terhadap kemandirian eliminasi anak, dan menganalisis kemandirian eliminasi anak,
pengetahuan, sikap, keterampilan keluarga pengetahuan, sikap, dan keterampilan
tentang toilet training setelah diberikan keluarga sebelum dan sesudah keluarga
perlakuan. Data kondisi intervensi kelompok diberi modul pada kelompok perlakuan
perlakuan, rerata nilai kemandirian eliminasi dan kelompok kontrol, digunakan uji t
anak adalah 90,5, dan pengetahuan adalah dependent. Hasil analisis uji tersebut dapat
77,1, sikap adalah 82,9, keterampilan keluarga dilihat pada tabel 1.
dalam melakukan toilet training adalah 94,6. Tabel 1 menunjukkan kelompok kontrol
Sedangkan pada kelompok kontrol, rerata kemandirian eliminasi anak, dan pengetahuan,
nilai kemandirian eliminasi anak adalah sikap, keterampilan keluarga tentang toilet
Mean + SD Mean+ SD
Perlakuan 66,3+17,9 96,5+6,2 30,2 6,940 0,000
Perlakuan 63,7+15,8 70,9+13,3 7,2
training sebelum dan sesudah didapatkan p modul tentang toilet training oleh keluarga
> α (p > 0,05) ini berarti tidak ada perbedaan minimal 4 minggu berpengaruh terhadap
yang signifikan kemandirian eliminasi peningkatan kemandirian eliminasi anak
anak, pengetahuan, sikap, keterampilan di PAUD Kota Bandung. Untuk melihat
keluarga tentang toilet training sebelum hubungan variabel antara yaitu pengetahuan,
dan sesudah. Sedangkan pada kelompok sikap, dan keterampilan keluarga dengan
perlakuan kemandirian eliminasi anak, dan variabel terikat yaitu kemandirian eliminasi
pengetahuan, sikap, keterampilan keluarga anak dilakukan uji regresi. Hasil uji Levene’s
tentang toilet training sebelum dan sesudah data pengetahuan, sikap, dan keterampilan
didapatkan p < α (p < 0,05) berarti ada keluarga sebelum perlakuan didapatkan
perbedaan signifikan kemandirian eliminasi p-value pengetahuan = 0,101, p-value sikap =
anak, pengetahuan, sikap, dan keterampilan 0,635, p-value keterampilan keluarga = 0,112,
keluarga tentang toilet training sebelum dan ketiga variabel tersebut p-value > α (0,05)
sesudah diberi modul. artinya pengetahuan, sikap, dan keterampilan
Berdasarkan hasil uji normalitas, variabel keluarga sebelum diberi modul tentang
kemandirian eliminasi anak sebelum toilet training pada kelompok perlakuan dan
perlakuan didapatkan nilai Skewness kelompok kontrol adalah homogen, sehingga
dibagi standar eror < 2 maka data tersebut untuk menganalisis hubungan pengetahuan,
merupakan data yang berdistribusi normal, sikap, dan keterampilan keluarga dengan
sehingga untuk menganalisis pengaruh kemandirian eliminasi anak di PAUD Kota
modul pemberdayaan keluarga tentang toilet Bandung digunakan uji regresi logistik linier.
training terhadap kemandirian eliminasi Hasil uji tersebut dapat dilihat pada tabel 3.
anak di PAUD Kota Bandung, digunakan Berdasarkan tabel. 3 didapatkan p-value
uji statistik T independent, Hasil analisis uji sikap = 0,019 < α (0,05) dan p-value
tersebut dapat dilihat pada tabel 2. keterampilan keluarga= 0,000 < α (0,05) yang
Berdasarkan tabel 2 didapatkan rerata bermakna secara statistik sebagai faktor yang
nilai kemandirian eliminasi anak sesudah berhubungan dengan terjadinya peningkatan
keluarga diberi modul tentang toilet training rerata nilai kemandirian eliminasi anak. Hal ini
selama 4 minggu pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa sikap dan keterampilan
lebih tinggi dari pada kelompok kontrol yaitu keluarga memberikan kontribusi pada
dengan selisih rerata nilai 25,6 poin, p-value kenaikan rerata nilai kemandirian eliminasi
= 0,000 < α (0,05), artinya penggunaan anak, artinya keluarga yang memiliki sikap
dan keterampilan yang baik tentang toilet yang akurat dengan sendirinya memperoleh
training dapat memandirikan anak BAB/ pengalaman langsung dengan objek tersebut.
BAK di toilet. Akhirnya keluarga akan mempercayai
informasi itu yang berakibat menciptakan
terjadinya perubahan sikap.Perubahan sikap
Pembahasan dapat berupa penambahan, pengalihan atau
modifikasi dari satu atau lebih komponen,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa artinya ada kemungkinan satu atau dua
pemberian modul pada keluarga dapat komponen sikap itu berubah, tapi komponen
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang lain tetap sama. Faktor pengalaman dan
toilet training. Sejalan dengan pendapat kematangan umur sangat berpengaruh dalam
Notoatmodjo bahwa pengetahuan dapat perubahan sikap seseorang.
diperoleh melalui pembelajaran modul, Keluarga yang diberi modul tentang toilet
karena pada dasarnya, pembelajaran dengan training, keterampilan toilet trainingnya jauh
modul memberikan kesempatan kepada lebih baik dibandingkan dengan keluarga
keluarga untuk belajar secara mandiri yang tidak diberi modul. Meningkatnya
(Sungkono, 2013). Peningkatan pengetahuan keterampilan keluarga tersebut berkaitan
disebabkan modul yang diberikan sudah dengan peningkatan pengatahuan dan
cukup baik, hal ini sesuai dengan ungkapan sikap keluarga tentang toilet training.
dari keluarga pada saat posttest, bahwa modul Hasil penelitian tersebut sejalan penelitian
menarik, simpel, dan komunikatif, serta Pusparini (2010), yang menyimpulkan bahwa
didukung oleh tingkat pendidikan keluarga pengetahuan terbukti memiliki hubungan
di mana 71,4 persen keluarga berpedidikan dengan perilaku ibu dalam melatih toilet
menengah ke atas. Kondisi ini menyebabkan training pada anak usia toddler.
kemampuan keluarga untuk memahami Pada penelitian ini keluarga terbanyak
modul tentang toilet training menjadi baik. adalah bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Keluarga yang berpengetahuan baik Kondisi tersebut menyebabkan keluarga
berarti mempunyai pemahaman yang memiliki waktu yang cukup untuk memberi
baik tentang manfaat dan dampak toilet perhatian kepada anaknya. Faktor lingkungan
training, sehingga keluarga akan mempunyai rumah, dimana keluarga memiliki waktu
sikap yang positif terhadap konsep toilet luang yang cukup dalam berinteraksi
training. Sikap merupakan kencenderungan dengan anaknya menjadi lebih baik. Kondisi
seseorang untuk bertindak atau berperilaku ini membantu keluarga memperhatikan
(Suryabudhi, 2003 dalam Pusparini, 2010). perkembangan perilaku anaknya, khususnya
Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo, (2003 dalam pemberian toilet training.
dalam Wijayanti dan Purwandari, 2006) Sehubungan dengan hal di atas, maka
bahwa pengetahuan merupakan domain yang pemberian modul pada keluarga terbukti dapat
sangat penting untuk terbentuknya tindakan meningkatkan pengetahuan, komponen-
seseorang. Selain itu, faktor pendidikan komponen sikap, dan keterampilan keluarga,
keluarga juga memengaruhi sikap keluarga, sehingga modul tentang toilet training ini
di mana keluarga dengan pendidikan dapat dipertimbangkan sebagai salah satu
menengah ke atas akan lebih baik dalam model yang perlu diberikan kepada keluarga
mempersepsikan sesuatu dibandingkan yang memiliki anak umur prasekolah yang
dengan keluarga yang berpendidikan dasar. belum dapat mengotrol BAB/BAK secara
Menurut Salawati (2009), menjelaskan mandiri di toilet.
bahwa proses pembentukan sikap berlangsung Pengaruh modul pemberdayaan keluarga
secara bertahap melalui proses belajar sosial tentang toilet training terhadap kemandirian
karena pengalaman pribadi dengan obyek eliminasi anak, hasil penelitian menunjukkan
tertentu. Sikap dipengaruhi oleh informasi kemandirian eliminasi anak pada keluarga
yang diberikan orang lain yang telah memiliki yang diberi modul tentang toilet training
atau membentuk sikap tertentu terhadap objek selama 4 minggu terjadi peningkatan, hal
tertentu pula dari pengalaman langsung. tersebut dapat dilihat dari selisih rerata
Seseorang yang memperoleh informasi nilai sesudah perlakuan antara kelompok
perlakuan dengan kelompok kontrol terdapat logistik linier. Hasil analisis menunjukkan
selisih 25,6 poin, artinya modul tentang toilet bahwa faktor sikap, dan keterampilan
training yang diberikan kepada keluarga keluarga yang bermakna secara statistik
mempunyai pengaruh terhadap peningkatan sebagai faktor yang berhubungan dengan
kemandirian eliminasi anak. peningkatan kemandirian eliminasi anak,
Hal ini disebabkan karena pada kelompok artinya keluarga yang memiliki sikap dan
perlakuan, keluarga diberi modul tentang keterampilan yang baik tentang toilet
cara melatih BAB/BAK secara lisan dan training akan meningkatkan kemampuan
modeling tentang toilet training. Modeling anak dalam mengotrol keinginan BAB/BAK
tidak sekedar peniruan atau mengulangi secara mandiri di toilet. Jika dilihat dari
perilaku model tetapi modeling melibatkan koefisien beta, maka keterampilan keluarga
penambahan dan atau pengurangan tingkah yang paling tinggi yaitu 0,462 yang artinya
laku yang teramati, menggeneralisir keterampilan keluarga merupakan faktor
berbagai pengamatan sekaligus melibatkan yang paling besar pengaruhnya terhadap
proses kognitif. Teori belajar sosial yang kemandirian eliminasi anak.
dikemukakan oleh Bandura yang menekankan Hasil penelitian tersebut sejalan dengan
bahwa lingkungan yang dihadapkan pada pendapat Gupte (2004 dalam Ammelda,
seseorang secara kebetulan, lingkungan itu dkk. 2015) bahwa usaha untuk melatih anak
seringkali dipilih dan diubah oleh orang dalam BAB/BAK dapat dilakukan dengan
itu melalui perilakunya sendiri (Yusuf, cara memberikan contoh, memberikan pujian
2011). Inti dari pembelajaran sosial adalah saat anak berhasil dan tidak memarahi saat
permodelan, merupakan salah satu langkah anak gagal dalam melakukan toilet training,
paling penting dalam pembelajaran terpadu dengan memberi contoh anak akan menirukan
(Hall & Lindzey, 2012). Sesuai dengan teori dengan benar. Anak kemungkinan tidak
toilet training yaitu ada 2 teknik yang dapat langsung memberikan respon atau perilaku
dilakukan dalam melatih anak untuk BAK yang langsung dapat diobservasi, tetapi anak
/BAB yaitu teknik lisan dan modeling. menyimpan apa yang diobservasinya tersebut
Teknik modeling merupakan usaha melatih dalam bentuk kognitifnya. Bentuk kognitif
anak dalam melakukan BAK/ BAB dengan ini tetap aktif dalam diri anak dan pada saat
cara meniru atau memberi contoh atau anak berada pada situasi atau kondisi yang
membiasakan BAK/BAB secara benar serupa, secara spontan bentuk kognitif tadi
(Hidayat, 2009). Sejalan dengan penelitian turut serta menentukan perilaku si anak
Keen et al., (2007) dalam Toilet training dalam kondisi tersebut. Perilaku model yang
for children with autism: the effects of video telah diobservasi anak menjadi referensi
modeling menunjukkan bahwa model video bawah sadar, yang apabila anak bertemu
dapat meningkatkan pencapaian BAK di dengan situasi serupa kelak akan memberikan
siang hari di kalangan anak-anak autism. respons seperti dia telah melihat bagaimana
Frekuensi BAK di toilet lebih besar bagi modelnya memberi respon (Alwisol, 2009).
anak-anak autis yang menonton video toilet Hasil uji statistik didapatkan R Square
training dibandingkan anak-anak yang tidak 0,501, artinya modul tentang toilet training
menonton. Penjelasan di atas menyimpulkan ini dapat memberdayakan keluarga dalam
bahwa keluarga yang diberi modul tentang memandirikan eliminasi anak sebanyak 50,1
Toilet training yaitu modul yang berisi persen. Artinya model lain dapat berkontribusi
cara melatih BAB/BAB anak dengan cara terhadap kemandirian eliminasi anak. Perawat
lisan dan modeling berpengaruh terhadap sebagai tenaga kesehatan memiliki tanggung
peningkatan kemampuan anak mengontrol jawab untuk mempromosikan kesehatan
BAB/BAK secara mandiri di toilet. keluarga dan anak, menyediakan layanan pada
Pada penelitian ini juga dilakukan analisis klien yang meliputi dukungan, pendidikan
untuk mengetahui hubungan variabel antara kesehatan dan pelayanan keperawatan yang
yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan dapat berkontribusi dalam meningkatkan
keluarga setelah diberi modul tentang pengetahuan, sikap dan keterampilan ibu
toilet training dengan variabel terikat yaitu dalam merawat anaknya (Mercer, 2006).
kemandirian eliminasi anak dengan analisis Perawat dapat bermitra dengan keluarga
dan kader untuk melakukan pembinaan modul yang menarik terutama dari segi
tumbuh kembang anak secara komprehensif materi, gambar, serta komunikatif; keluarga
dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi hendaknya meningkatkan pengetahuan, sikap,
atau latihan, deteksi dan intervensi dini dan keterampilan tentang toilet training,
penyimpangan tumbuh kembang balita, karena dengan pengetahuan, sikap, dan
agar kualitas tumbuh kembang balita keterampilan yang keluarga miliki keluarga
meningkat dan balita siap memasuki jenjang akan mampu melakuan toilet training pada
pendidikan formal. Selain itu, keperawatan anaknya dengan baik dan benar.
juga merupakan profesi kesehatan yang
berinteraksi kuat dan mendukung wanita
dalam pencapaian peran sebagai agen Daftar Pustaka
kesehatan bagi anak dan keluarganya.
Adriana, D. (2011). Tumbuh kembang dan
terapi bermain pada anak. Jakarta: Salemba
Simpulan Medika.
kesehatan anak 1. Jakarta: Salemba Medika. ibu tentang toilet training dengan perilaku
ibu dalam melatih toilet training pada anak
Hidayat, I. H. (2010). Gambaran pengetahuan umur toddler di Desa Kadokan Sukoharjo.
ibu tentang toilet training pada anak usia Tersedia dalam Eprints.ums.ac.id/9476/1/
prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan. K210060033.pdf. Diunduh tanggal 2
Tersedia dalam Universitashttp://repository. Nopember 2015.
usu.ac.id/bitstream/123456789/23318/4/
Chapter%20II.pdf. Salawati, L. (2009). Hubungan perilaku,
manajemen keselamatan dan kesehatan
Horn, I. B. (2006). Beliefs about the kerja dengan terjadi kecelakaan kerja di
appropriate age for initiating toilet training: Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit
Are there racial and socioeconomic Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh.
differences?. The Journal of Pediatrics, Tersedia dalam http://www.academia.
149(2), 165–168. edu/19735978. Diunduh tanggal 16 Mei 2916
Keen, D., Brannigan, K.L., & Cruskelly, Sungkono. (2013). Pengembangan dan
M. (2007). Toilet training for children with pemanfaatan bahan ajar modul dalam proses
Autism: The effects of video modeling. pembelajaran. Tersedia dalam https://
Journal of Development and Physical andridm72.wordpress.com /ilmu/, Diunduh
Disabilities, 19(4), 291–303. tanggal 2 Pebruari 2015.
(The Soedirman Journal of Nursing), 1(2). anak dan remaja. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Yusuf, S. (2011). Psikologi perkembangan