Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

PERCOBAAN 4
SISTEM EKSRESI URINARI

Disusun oleh:
Nanda Puspita Ayu (10060322091)
Annisa Fitria (10060322092)
Kintari Nabila (10060322093)
Nashwa Fika N (10060322094)
Hilda Amaniroffi (10060322095)

Shift/Kelompok : D/1
Tanggal Praktikum : 19 Oktober 2022
Tanggal Laporan : 26 Oktober 2022
Nama Asisten : Nazela Constantia H.A, S.Farm

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2022 M/1443 H
I. Tujuan Percobaan
1.1 Mampu menjelaskan pentingnya sistem ekresi urinari dalam menjaga
homeostasis tubuh.
1.2 Mengenal beberapa karakteristik urin normal sehingga dapat melakukan
analisa secara sederhana adanya kelainan-kelainan dalam tubuh
berdasarkan pemeriksaan sampel urin.

II. Teori Dasar


Sistem urinaria atau sistem urinari merupakan suatu sistem dimana
terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang
tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih diperlukan
oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarkan berupa urin atau air kemih. (Syaifuddin. 2006). Sistem
perkemihan atau biasa juga disebut Urinary System adalah suatu sistem
kerjasama tubuh yang memiliki tujuan utama mempertahankan keseimbangan
internal tubuh atau Homeostatis. (Van et al. 2012)
Adapun anatomi sistem urinari pada tubuh manusia, yang terdiri dari
organ-organ penyusun sistem urinari ditunjukan oleh gambar di bawah ini.

Gambar 1. Anatomi sistem urinari pada manusia.


Gambar di atas merupakan anatomin sistem urinari, yaitu organ-organ yang
berperan dalam proses sistem urinari, berikut organ-organ yang terlibat:
1. Ureter
Ureter adalah saluran tunggal yang menyalurkan urin dari pelvis
renalis menuju vesikaurinaria (kantong air seni). Masing-masing ureter
bergerak k earah kaudal dan menumpahkan isinya ke vesica urinaria, di
dekat bagian leher yang disebut trigone dan terbentuklah suatu katup untuk
mencegah arus balik urin ke ginjal. Ureter pada pria terdapat di dalam
visura seminalis atas sedangkan pada wanita terdapat dibelakang
fassaovarika urinaria. Vesica Urinaria merupakan kantong penampung urin
dari kedua ginjal urin ditampung kemudian dibuang secara periodik. Jika
sudah terkumpul cukup penuh maka terjadi mekanisme refleks untuk
mengeluarkan urin. Mekanisme itu disebut miksi, atau perasaan ingin
kencing, dan keluar melalui uretra. Uretra pria dan wanita berbeda, pada
pria uretra lebih panjang, dan saluran tersebut merupakan saluran
keluarnya sperma. Sedangkan uretra wanita lebih pendek, dan hanya untuk
saluran urin saja. Oleh karena itu, perbedaan ini juga menimbulkan ciri
khas penyakit infeksi saluran kencing pada wanita lebih sering terjadi,
tetapi kasus batu ginjal lebih banyak pada pria, karena saluran yang
panjang dan sempit. (Purnomo. 2008)

2. Ginjal
Ginjal merupakan organ utama untuk membuang produk sisa
metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Ginjal melakukan dua
fungsi utama dalam tubuh, yaitu mengekskresi sebagian terbesar produk
akhir metabolisme tubuh dan mengatur konsentrasi kebanyakan unsur
cairan tubuh. Komponen yang dimiliki urin ini meliputi urea (dari
metabolisme asam amino), kreatinin (dari keratin otot), asam urat (dari
asam urat), produk akhir pemecahan hemoglobin (seperti biliburin), dan
metabolit berbagai hormon.
Produk-produk sisa metobolisme ini harus dibersihkan dari tubuh
secepat produksinya. Ginjal juga membuang sebagian besar toksin dan zat
asing lainnya yang diproduksi oleh tubuh atau pencernaan, seperti
pestisida, obat-obatan, dan zat adiktif lainny. (Guyton dan Hall. 2008).
Proses yang terjadi di dalam ginjal ada di sel ginjal yang disebut nefron.
Ginjal mengandung kira-kira 2.400.000 nefron, dan tiap nefron dapat
menghasilkan urin. Fungsi dasar nefron adalah untuk membersihkan atau
menjernihkan plasma dari zat-zat yang tidak dikehendaki ketika ia
mengalir melalui ginjal tersebut. Jika terdapat ion yang berlebihan seperti
natrium, kalium, klorida yang cenderung terkumpul di dalam tubulus atau
saluran nefron yang berlebihan, maka nefron berfungsi membersihkan
plasma dan zat yang berlebih ini.

3. Kandung Kemih
Kandung kemih adalah satu kantong berotot yang dapat mengempis,
terletak di belakang simfisis pubis. Kandung kemih memiliki 3 muara
yaitu 2 muara ureter dan 1 muara uretra. Sedangkan besar kandung kemih
tersusun dari otot. Memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan urin
sementara sebelum keluar dari tubuh dan mendorong urin keluar tubuh
dengan bantuan uretra. (Luklukaningsih. 2014)

4. Uretra
Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari
kandung kemih sampai keluar tubuh. Muara uretra keluar tubuh disebut
meatus urinarius. (Luklukaningsih. 2014). Uretra pada laki-laki dan wanita
mempunyai perbedaan, diantaranya yaitu:
1) Panjang uretra pada laki-laki 8 inchi sedangkan pada wanita 1,5 inchi.
Hal ini menunjukan ureter pada pria lebih panjang daripada perempuan,
karena uretra laki-laki meluas melalui penis.
2) Satu-satunya fungsi dari uretra wanita adalah untuk mengangkut urin
dari kandung kemih keruang eksternal. Namun pada laki-laki, uretra
terlibat dalam mengangkut urin dari kandung kemih keruang eksternal,
serta ejakulasi cairan sperma melalui uretra. Maka, pada pria termasuk
sebagai bagian dari sistem reproduksi yang terdiri dari uretra prostatia,
uretra membranosa dan uretra kavernosa. (Syaifuddin. 2006)
3) Pembukaan uretra pada wanita lebih dekat ke anus daripada laki-laki
karena uretra pada wanita terdiri dari 3 lapisan yaitu tunina muskularis
(lapisan yang terdapat di sebelah luar), lapisan spongeosa yang
merupakan pleksus dari vena-vena dan lapisan mukosa (lapisan yang
terdapat di sebelah dalam). (Syaifuddin. 2006)

Proses pembentukan urin oleh sistem urinari terjadi di organ ginjal, yaitu
di nefron dengan melalui 3 tahapan, yaitu:
1) Proses filtrasi. Terjadinya di glomelurus, proses ini terjadi karena
permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi
penyerapan darah. Sedangkan yang tersring adalah bagian cairan darah
kecuali protein. Cairan yang tersaring, tertamtung oleh simpai bowman
yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida, sulfat, bikarbonat dan
lainnya yang diteruskan ke tubulus ginjal.
2) Proses reabsorpsi. Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian
besar glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya
terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada
tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali
penyerapan natrium dan ion bikarbonat. Jika diperlukan kembali akan
diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah. Penyarapannya terjadi
secara aktif dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada
papila renalis.
3) Proses sekresi Sisanya penyerapan urin kembali yang terjadi pada tubulus
dan diteruskan kepada ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke
viska urinaria. (Syaifuddin. 2006).
Menurut (Schaub M. 2014) komposisi urin terdiri atas urea dan bahan
kimia organik dan anorganik lain yang terlarut dalam air. Urin terdiri atas
95% air dan 5% zat terlarut meskipun konsentrasi zat terlarut tersebut dapat
sangat beragam, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti asupan diet,
aktivitas fisik, metabolisme tubuh, dan fungsi endokrin.. Zat organik terdiri
atas, keratinin dan asam urat. Zat anorganik klorida, natrium dan kalium.
Asupan diet sangat memengaruhi konsentrasi senyawa anorganik. Urin dapat
mengandung elemen bentukan, misalnya sel, silinder, kristal, mukus, dan
bakteri. Peningkatan jumlah elemen bentukan tersebut sering kali
menandakan penyakit. Menurut (Sinaga H, 2011) Komposisi urin seseorang
ditentukan oleh beberapa hal seperti diet, status gizi, kecepatan metabolisme,
keadaan umum dan fungsi ginjalnya. Secara umum, urin terdiri bahan organik
dan bahan anorganik. Bahan organik dapat dibedakan dalam dua jenis yakni
organik-nitrogen dan anorganik-nitrogen yang termasuk substansi organik
nitrogen adalah urea, asam urat, dan kreatinin. Yang termasuk substansi
anorganik-nitrogen adalah vitamin C, asam oksalat, substansi fenolik,
glukosa, allantoin, vitamin lain, hormon, dan enzim. Bahan anorganik yang
terkandung seperti amonia, sodium klorida, potasium klorida, kalsium
klorida, magnesium klorida, sodium sulfat, potasium sulfat, kalsium sulfat,
magnesium sulfat, sodium fosfat, potasium fosfat, kalsium fosfat, magnesium
14 fosfat. Urin juga mengandung substansi lain seperti pigmen, obat atau
metabolit obat, sel epitel dan lekosit. Di bawah ini adalah ilustrasi nefron
yang terdapat dalam organ ginjal.

Gambar 2. Nefron dalam ginjal


III. Alat dan Bahan
3.1 Alat
Asam asetat glasial, asam asetat pekat, asam nitrat, larutan fehling
(A&B), larutan KOH/ larutan NaOH 0,1 N, larutan Na-nitroprusida, dan
perak nitrat.
3.2 Bahan
Indikator universal atau pH meter, kaca objek, kaca penutup, lampu
spirtus, mikroskop, piknometer, pipet tetes, dan tabung reaksi.

IV. Prosedur Percobaan


4.1 Fisiologi
4.1.1 Pengamatan mikroskopik urin
7 mL urin ditampung di dalam tabung sentrifuga dan
dilakukan proses sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan
1500 rpm. Kemudian cairan dibuang yang terdapat di atas
sentrifuga lalu dikocok sendimen atau endapan pada sisa cairan.
Setelah itu, cairan urin diteteskan pada kaca objek dan
diidentifikasi sendimen mikro baik itu sendimen organik atau pun
sendimen anorganik yang terkandung dalam cairan urin tersebut.

4.1.2 Uji karakteristik urin


Sebelum diuji, urin diamati dari segi warna dan baunya, lalu
diukur pH urin dengan menggunakan indikator universal atau pH
meter. Kemudian ditentukan bobot urin melalui piknometer dengan
cara piknometer ditimbang, sehingga memperoleh nilai W1.
Piknometer diisi akuades bebas gas lalu ditimbang, sehingga
memperoleh nilai W2. Setelah itu akuades pada piknometer dibuang
dan dibilas dengan alkohol, lalu dikeringkan dan di timbang
sehingga memperoleh nilai W3.
Bobot jenis urin dihitung menggunakan persamaan:

Bj = W3 - W1
W2 - W1

4.1.3 Analisa zat-zat yang terlarut dalam urin


1) Penetapan urea
Dua tetes urin disimpan di atas kaca objek lalu ditambahkan
dengan dua tetes asam nitrat. Kemudian dipanaskan dengan
perlahan di atas lampu spirtus hingga cairan mengeluarkan uap.
Setelah itu, diamati apakah terdapat kristal rhombis atau
heksagonal dari urea nitrat.

2) Penetapan ion klorida


3 mL urin dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu
ditambahkan beberapa perak nitrat (AgNo 3). Kemudian diamati
apakah terdapat endapan putih atau terdapat kekeruhan, jika
terdapat kekeruhan atau endapan putih pada tabung reaksi maka
urin mengandung ion klorida.

3) Penetapan aseton
3 mL urin dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu
ditambahkan beberapa tetes NaOH untuk dibasakan dan
beberapa tetes larutan Na-nitropusid kemudian dikocok.
Ditambahkan lagi ke dalam tabung reaksi beberapa tetes asam
asetat lalu dikocok. Setelah itu diamati, jika warna mengalami
perubahan menjadi warna ungu sampai merah, maka urin
mengandung aseton. Sedangkan jika berwarna merah, maka urin
mengandung alkohol, asam asetat, aldehid dan asam diasetat
atau badan keton.
4) Penetapan gula pereduksi
1 mL cairan Fehling, yaitu Fehling A dan Fehling B
dimasukkan ke dalam tabung reaksi masing-masing dengan
perbandingan 1:1 lalu diencerkan dengan 4 mL akuades.
Kemudian dipanaskan secara perlahan. Ketika dipanaskan,
ditambahkan 1 mL urin sedikit demi sedikit hingga warna
berubah menjadi biru tepat hilang. Kemudian diamati, jika
terdapat endapan berwarna merah bata, maka urin mengandung
gula pereduksi dan dapat dihitung jumlah gula pereduksi dalam
urin dengan dipanaskan kembali di atas lampu spirtus hingga
endapan merah bata hilang.

5) Penetapan kualitatif albumin


Urin dimasukkan ke dalam tabung reaksi hingga 1/4 isi
tabung, lalu didihkan secara perlahan sambil diamati jika
mengalami perubahan pada urin. Kemudian ditambahkan 2-3
tetes larutan asam asetat glasial lalu dikocok. Jika mengalami
kekeruhan, maka urin mengandung albumin. Tingkat kekeruhan
setara dengan jumlah albumin yang terkandung pada urin.
V. Data Pengamatan
5.1 Uji karakteristik urin
Di bawah ini tabel hasil pengamatan pada uji kerakteristik urin
secara keseluruhan.
Jenis Hasil Literatur Gambar
Warna Kuning Chalik,
Raimundur.
(2016). Hlm, 252.

Kejernihan Jernih Washudi dan H.T


Kirnanto. (2016).
Hlm, 62.

pH 6 Chalik,
Raimundur.
(2016). Hlm, 252.

Bau Aromatik Washudi dan H.T


Kirnanto. (2016). -
Hlm, 63.
Bobot Jenis 1,0015 gr Washudi dan H.T
Kirnanto. (2016).
Hlm, 62.

Mikroskopik Bakteri, Purwanto, Hadi.


ditemukan (2016). Hlm, 158.
adanya
eritrosit

Tabel 1. Hasil pengamatan uji kerakteristik urin.


5.1.1 Warna urin
Warna sampel urin yaitu berwarna kuning, ditunjukan melalui
gambar di bawah ini.

Gambar 3. Warna urin.

5.1.2 pH urin
Urin yang diuji memiliki pH yaitu 6, ditunjukan melalui
gambar di bawah ini.

Gambar 4. pH urin.

5.1.3 Bobot jenis


Menentukan bobot jenis urin menggunakan piknometer dan
dilakukan melalui proses penimbangan, ditunjukan pada gambar.

Gambar 5. Penimbangan urin.


Maka diperoleh nilai W1, W2, dan W3, kemudian dihitung
untuk mendapatkan bobot jenis urin dengan cara sebagai berikut.
Bobot Jeni urin (gr)
W1 W2 W3
10,82 gr 17,36 gr 17,37

Bj = W3 - W1
W2 - W1
Bj = (17,37) – (10.82)
Hasil Akhir BJ
(17,36) – (10,82)
Urin
Bj = 6,55
6,54
Bj = 1,0015 gram

Tabel 2. Bobot jenis urin.

5.1.4 Mikroskopik
Sampel urin berwarna kuning dan setelah melalui proses
sentrifugasi kemudian diamati dengan mikroskop, sendimen mikro
pada sampel urin yaitu termasuk sendimen organik berupa bakteri
yaitu eritrosit, ditunjukan seperti gambar di bawah ini.

Gambar 6. Sendimen mikro urin.


5.2 Analisa Zat-zat yang terlarut dalam urin
Di bawah ini tabel hasil pengamatan pada analisa zat-zat kimia yang
terlarut dalam urin secara keseluruhan.
Jenis Hasil Literatur Gambar
Urea nitrat Positif, ada Chalik,
kristal Raimundur. -
rhombis (2016). Hlm, 245.
Ion klorida Positif, ada Washudi. (2016).
endapan Hlm, 237.
maka ada
ion klorida

Aseton Negatif Washudi dan H.T


aseton, dari Kirnanto. (2016).
bening lalu Hlm, 67.
sedikit
kecoklatan
Gula pereduksi Negatif Washudi dan H.T
gula Kirnanto. (2016).
pereduksi Hlm, 63.

Albumin Negatif Washudi dan H.T


albumin Kirnanto. (2016).
Hlm, 68.

Tabel 3. Hasil analisa zat-zat kimia yang terlarut dalam urin.


5.2.1 Urea nitrat
Hasil analisa sampel urin, positif urea nitrat dan pada urea
nitrat terdapat kristal rhombis.

5.2.2 Ion klorida


Hasil analisa sampel urin, positif ion klorida ditandai dengan
adanya endapan pada tabung reaksi saat diteteskan AgNO 3,
ditunjukan seperti gambar berikut.

Gambar 7. Endapan putih pada urin.

5.2.3 Aseton
Hasil analisa sampel urin, negatif aseton karena tidak
mengalami perubahan warna baik warna ungu sampai merah
maupun menjadi warna merah. Perubahan warna yang terjadi dari
warna bening menjadi sedikit kecoklatan, ditunjukan seperti
gambar berikut.

Gambar 8. Perubahan warna pada urin.


5.2.4 Gula pereduksi
Hasil analisa sampel urin, negatif gula pereduksi ditandai
dengan tidak adanya endapan berwarna merah bata. Perubahan
warna terjadi dari warna biru menjadi warna biru tepat hilang,
ditunjukan seperti gambar berikut.

Gambar 9. Urin berwarna biru tepat hilang.

5.2.5 Albumin
Hasil analisa sampel urin, negatif albumin ditandai dengan
tidak tejadi perubahan kekeruhan pada sampel urin, ditunjukan
pada gambar di bawah ini. Semakin tinggi tingkat kekeruhan, maka
setara dengan jumlah albumin yang terdapat pada urin.

Gambar 10. Urin negatif albumin, tidak terdapat kekeruhan.


VI. Pembahasan
Pada praktikum anatomi fisiologi manusia percobaan keempat ini
mengenai sistem eksresi urinari yang dimana sistem ini sangat berperan pula
dalam homeostasis tubuh. Homeostasis tubuh berjalan baik atau tidaknya
dengan ditunjukan melalui zat terlarut pada urin yang dapat diidentifikasi
sehingga terlihat ciri-ciri urin yang normal tanpa adanya kelainan pada tubuh.
Di bawah ini indikator warna urin dari yang menunjukan urin normal dan
sehat hingga kepada warna urin yang menunjukan adanya kelainan.

Gambar 11. Indikator warna urin normal dan tidak normal.

Dalam hal fungsi tubuh, pH tubuh adalah ukuran keseimbangan asam


dan basa dalam darah dan cairan tubuh lainnya. Kisaran pH adalah 0 hingga
14. Di bawah pH 7 bersifat asam, di atas 7 bersifat basa, dan pH 7 bersifat
netral. Semakin rendah pH larutan, semakin asam. Semakin tinggi pH,
semakin kuat kebasaannya. Setiap level meningkatkan pH 10 kali lipat dari
level berikutnya. Misalnya, pH 5 sepuluh kali lebih asam daripada pH 6. pH
12 juga sepuluh kali lebih basa dari pH 11. Paru-paru dan ginjal
menyeimbangkan pH dengan mengatur kadar bikarbonat. Hubungan ini akan
mencapai keseimbangan ketika pH mulai berubah. Pemeriksaan mikroskopik
atau pemeriksaan sedimen urin termasuk pemeriksaan rutin yang ditunjukan
untuk mendeteksi kelainan ginjal dan saluran kemih serta memantau hasil
pengobatan. Pemeriksaan mikroskopik diperlukan untuk mengamati sel dan
benda berbentuk partikel lainnya.
Namun setelah melalui hasil pemeriksaan sampel urin, ditemukan
adanya bakteri (mikroorganisme) dan eritrosit. Berikut gambar bentuk bakteri
eritrosit.

Gambar 12. Bentuk bakteri eritrosit.

Bakteri eritrosit ini dapat menyebabkan peningkatan sel darah,


penyakitnya meliputi gagal jantung, penyakit jantung kongenital (bawaan).
Seharusnya pada urin tidak boleh ditemukan adanya mikroorganisme, namun
ada kemungkinan ditemukan mikroorganisme karena faktor kontaminasi
bakteri eksternal, seperti dari alat praktikum yang digunakan. Sendimen lain
pada urin akan ditemukan adanya epitel skuamosa yang dapat mengakibatkan
penyakit ginjal atau hati, jenis kanker tertentu, dan infeksi jamur. Lalu ada
pula epitel transisional yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih.

6.1 Uji karakteristik urin


Jika urin berwarna kuning pucat, artinya sehat. Ini juga berarti tubuh
terhidrasi dengan baik. Warna kuning berasal dari pigmen yang disebut
urochrome. Urochrome diproduksi dalam tubuh dengan memecah
hemoglobin, protein pembawa oksigen dalam sel darah merah.
6.2 Analisis zat yang terlarut dalam urin
6.2.1. Penetapan Urea nitrat
Pada penetapan urea sampel urin terdapat adanya kristal
rhombis atauhexagonal dari urea nitrat dengan mikroskopis
menujukan urin normal. Jika urea tidak keluar didalam tubuh maka
akan terjadi penumpukan urea juga akan bersifat toxic pada tubuh
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya penyakit.

6.2.2. Penetapan Ion klorida


Pada penetapan ion klorida sampel urin yang di uji terdeteksi
adanya ion klorida. Pada saat urin dicampur dengan AgNO3 pada
tabung reaksi terbentuk endapan putih (AgCl 2) yang menunjukan
adanya ion klorida (Cl-), yang berasal dari urin yang diikat oleh
Ag+ dari AgNO3. Dalam urin normal terdapat ion klorida yang
berasal dari garam-garam pada cairan interstitial tubuh. Garam-
garam inidiperlukan oleh tubuh untuk menjaga homeostatis cairan
tubuh. Kelebihan garam-garam ini seperti akan dikeluarkan melalui
urin berupa ion-ion seperti ion Na+ dan ion klorida (Cl-). Jadi, urin
yang diuji temasuk urin normalkarena mengendung ion klorida.
Dalam penetapan ion klorida didapat hasil adanya endapan
putih yang menandakan adanya ion klorida dalam urin, Suatu urin
apabila tidak mengandung klorin, maka urin tersebut termasuk urin
yang tidak normal. Klorida harus dikeluarkan dari dalam tubuh.
Karena apabila klorida berada dalam tubuh terus-menerus, maka
bisa terjadi suatu penyakit. Klorida bersifat racun apabila di
pendam dalamtubuh. Klorida dikeluakan bersama urin yang
berionisasi dengan Na+.
6.2.3. Penetapan Aseton
Pada penetapan aseton sampel urin tidakdidapatkan aseton
pada urin yang diuji. Setelah urin dicampur dengan NaOH dan
beberapa tetes Na-nitroprusid serta asam asetat pekat urin tidak
berwarna berubah warna, warna urin tetap kuning. Apabila urin
berubah warnamenjadi ungu sampai merah ungu artinya urin
mengandung aseton. Biasanya uji keton positif dapat dijumpai
pada Asidosis diabetic (ketoasidosis), kelaparan atau malnutrisi,
diet rendah karbohidrat, berpuasa, muntah yang berat, pingsan
akibat panas, kematian janin. Atauadanya pengaruh obat seperti
asam askorbat, senyawa levodopa, insulin, isopropil alkohol,
paraldehida, piridium, zat warna yang digunakan untuk berbagai
uji (bromsulfoftalein dan fenosulfonftalein). Jika ada aseton
sangat membahayakan tubuh.

6.2.4. Penetapan gula pereduksi


Pada penetapan gula pereduksi dari urin yang diamati
menunjukkan bahwa urin tersebut tidak terdapat adanya gula
pereduksi yang ditunjukan oleh tidak terbentuknya endapan merah
bata pada urin yang telah diencerkan dengan 4 mL akuades,
sehingga hasil dari urin tersebut negatif artinya tidak mengandung
penyakit diabetes. Biasanya pada penyakit diabetes terdapat
pengeluaran glukosa dari darah dan diikuti dengan kenaikan
volume urin yang terdapat protein dan glukosa. Bila dalam urin
tersebut terdapat protein dan glukosa akan menunjukkan adanya
gangguan dalam ginjal. Seharusnya glukosa diserap seutuhnya oleh
tubuh yang digunakan sebagai bahan bakar dalam proses
pembentukan energi. Akan tetapi adanya ganguan seperti
rendahnya kadar hormon insulin dapat mengurangi penyerapan
glukosa tersebut sehingga glukosa akan menjadi tinggi dalamdarah
dan akhirnya dikeluarkan bersama urin.
6.2.5. Penetapan albumin
Albumin merupakan suatu protein yang memiliki ukuran
molekulnya cukup besar. Urin yang mengandung Albumin
menandakan bahwa filtrasi yang dilakukan oleh ginjal tidak
sempurna. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa urin yang kita
uji tidak mengandung protein. Hal ini dibuktikan dengan cara
setelah dipanaskan, warna urin tetap kuning bening meskipun telah
ditambahkan asam asetat glasial. Ini berarti kinerja ginjal masih
berfungsi dengan baik dan bisa menfiltrat protein yang masuk ke
dalam ginjal. Indikator adanya Albumin dalam urin ditandai
dengan terdapatnya cincin putih diantara Asam asetat pekat dan
Urin. Albumin merupakan salah satu protein utama dalam plasma
manusia dan menyusun sekitar60% dari total protein plasma. Kadar
albumin normal dalam urin berkisar antara 0-0,04 gr/L tiap harinya.
Keberadaan albumin dalam urin dengan jumlah yang melebihi
batas normal, dapat mengindikasikan terjadinya gangguan dalam
proses metabolisme tubuh. Pada penetapan kualitatif albumin,
albumin digunakan untuk menunjukkan ada tidaknya kandungan
protein dalam urin.
Zat terlarut di dalam urin terkandung bermacam– macam zat,
antara lain zat sisa pembongkaran protein seperti urea, asam ureat,
dan amoniak, zat warna empedu yang memberikan warna kuning
pada urin, garam, terutama NaCl, dan zat-zat yang berlebihan
dikomsumsi, misalnya vitamin C, dan obat-obatan serta juga
kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri oleh tubuh misalnya
hormon. Adapun zat yang tidak diperbolehkan ada didalam urin:
1) Albumin
2) Aseton
3) Gula pereduksi
4) Asam urat
VII. Kesimpulan
Berdasarkan data dan hasil pengamatan, maka dapat disimpulkan bahwa
sistem ekresi urinari merupakan hal pokok dan penting yang berperan dalam
homeostasis tubuh karena sistem urinari membuang sisa metabolisme tubuh
berupa racun dan merespon terhadap ketidakseimbangan cairan tubuh dengan
mengekresikan ion-ion tertentu sesuai kebutuhan yang dikeluarkan tubuh
dalam bentuk cairan. Setelah menguji sampel urin, dapat dibuktikan pada
hasil pengamatan dan pembahasan bahwa sampel urin yang diuji telah
dilakukan pemeriksaan dengan hasil yaitu termasuk urin yang normal yang
dibuktikan dengan membandingkan dengan literatur yang ada.
VIII. Daftar Pustaka
Anas. (2004). Klien Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Seri
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Tim Redaksi.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperwatan: Konsep dan
AplikasiKebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Penerbit Medika B.U.
Chalik, Raimundur. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi: Anatomi
Fisiologi Manusia. Jakarta Selatan: Pusdik SDM Kesehatan.
Charles. (2010). Bersahabat Dengan Diabetes Tipe 2. Depok: Penerbit Plus
Hamilton.
Darmanto. (2001). Seluk-Beluk Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta: Obor Fox.
Fitramaya. Tuti, K. (2009). Zoologi Vertebrata. Bandung: Universitas
Islam Negeri Sunan Gunung Djati.
Ganong, W.F. (2003). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Fox, S.I. (2008). Human Physiology Tenth Edition. New York: McGraw-Hill.
Irianto, K. (2012). Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta.
Kukuh. (2011). Terapi Medipic: Medical Picture. Jakarta: Penerbit Swadaya
Tamsuri.
Purwanto, Hadi. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan:
Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta Selatan: Pusdik SDM
Kesehatan.
Washudi. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Biomedik Dasar.
Jakarta Selatan: Pusdik SDM Kesehatan.
Washudi dan H.T Kirnanto. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan:
Praktikum Biomedik Dasar Dalam Keperawatan. Jakarta Selatan:
Pusdik SDM Kesehatan.
Wilmar, M. (2000). Praktikum Urin, Penuntun Praktikum Biokimia. Jakarta:
Widya Medika.
Wiwi, I. (2006). Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai