Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN

ELIMINASI URINE DI RUANG RAUDHAH RSU PKU


MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Dasar Profesi

Disusun oleh:
ABDUL HAFIZ
193203079

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIV


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


ELIMINASI URINE DI RUANG RAUDHAH RSU PKU
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Dasar Profesi

Telah disetujui pada

Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Dwi Susanti, M. Kep) (Ari Subekti, S. Kep., Ns)

Mahasiswa

(Abdul Hafiz, S. Kep)


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan izin-Nya sehingga saya mampu menyelesaikan Laporan Pendahuluan
“Gangguan Eliminasi Urine”
Makalah ini berisi penjelasan mengenai eliminasi urine dan asuhan
keperawatannya. Penyelesaian makalah ini, banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan
terima kasih, terutama kepada Ibu Dwi Susanti, M. Kep yang telah memberikan
penjelasan mengenai penugasan.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan
demi hasil yang lebih baik kedepannya. Besar harapan saya agar laporan ini
bermanfaat bagi saya dan pembaca lainnya.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eliminasi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang
tidak diperlukan oleh tubuh. Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
eliminasi urine dan eliminasi fekal. Eliminasi merupakan proses
pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan dapat melalui
urine dan bowel. Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme
tubuh baik berupa urine atau alvi (buang air besar). Kebutuhan eliminasi
terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan
eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar). Eliminasi merupakan proses
pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan tersebut dapat
melalui urin ataupun bowel. Eliminasi materi sampah merupakan salah
satu dari proses metabolic tubuh. Produk sampah dikeluarkan melalui
paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Eliminasi merupakan proses
pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yan berupa urin maupun
fekal. Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik
berupa urin atau bowel (feses).
Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem
perkemihan. Dimana sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemoh,
dan uretra. Proses pembentukan urine di ginjal terdiri dari 3 proses yaitu :
filtrasi , reabsorpsi dan sekresi . Proses filtrasi berlangsung di glomelurus.
Proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan
eferen.Proses reabsorpsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, sodium, klorida, fosfat, dan beberapa ion karbonat. Proses sekresi
ini sisa reabsorpsi diteruskan keluar. (Kusumajaya, 2018).
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami definisi gangguan eliminasi urine
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi gangguan eliminasi urine
3. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis gangguan eliminasi
urine
4. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fisiologi gangguan
eliminasi urine
5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi gangguan eliminasi urine.
6. Mahasiswa mampu memahami faktor-faktor yang memengaruhi
gangguan eliminasi urine
7. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang gangguan
eliminasi urine
8. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan gangguan eliminasi
urine
9. Mahasiswa mampu memahami diagnose yang akan muncul pada
gangguan eliminasi urine
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Gangguan Eliminasi Urin


Gangguan eliminasi urin merupakan suatu keadaan seseoragn
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi urin. Biasanya orang yang
mengalami gangguan eliminasi urine akan dilakukan kateterisasi urine
yaitu tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan selang kateter
kedalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan untuk membantu
proses pengeluaran urine (Perdana, Haryani, dan Aulawi, 2017).
Beberapa gangguan eliminasi urine sering dialami oleh lansia salah
satunya adalah batu ginjal (urolitiasis). Urolitiasis merujuk pada adanya
batu (kalkuli) pada saluran perkemihan dalam ginjal, ureter atau kandung
kemih. Eliminasi urin normalnya merupakan sebuah proses pengeluaran
cairan yang sangat bergantung pada beberapa organ tubuh seperti ginjal,
ureter, bladder dan uretra (Harry and Potter, 2010).

B. Etiologi Gangguan Eliminasi


Kusumajaya (2018) menyebutkan bahwa penyebab terbentuknya
batu uretra akibat dari adanya kelainan anatomi seperti striktur uretra,
diverticulum, hipospadia, dan stenosis meatal. Kondisi patologis tersebut
menyebabkan keadaan stasis urin atau stagnasi yang menjadi predisposisi
infeksi saluran kemih. Penyebab lain adalah adanya benda asing seperti
kateter uretra, debris, obstruksi leher buli dan skistimiasis serta herediter
dan idiopatik. Sedangkan menurut Harista dan Mustofa (2017) terdapat
beberapa faktor yang dapat menyebabkan retensi urin adalah sebagai
berikut:
1. Aktivitas
Aktivitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot,
eliinasi urine juga membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik
dan tonus sfingter internal dan eksternal.
2. Intake Cairan
Jumlah dan type makanan adalah faktor utama yang dapat
memengaruhi output urine atai defekasi.

Petrana, Emilia, dan Pradjatmo (2016) Adapun penyebab retensi


lainnya adalah sebagai berikut:
a. Obstruksi: batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, struktur
uretra.
b. Infeksi
c. Kehamilan
d. Penyakit: pembesaran kelenjar prostat
e. Trauma sum-sum tulang belakang
f. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis, kandung kemih dan
uretra.
g. Umur.
h. Penggunaan obat-obatan.

C. Manifestasi Klinis Gangguan Eliminasi Urine


Wahyuningsih (2019) menyatakan bahwa tanda dan gejala dari
gangguan eliminasi yaitu:
1. Selalu ingin berkemih, terutama pada malam hari
2. Inkontinensia urine atau beser
3. Sulit mengeluarkan urine
4. Mengejan pada waktu berkemih
5. Aliran urine tersendat-sendat
6. Mengeluarkan urine disertai darah
7. Merasa tidak tuntas setelah berkemih
D. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
Nuari dan Widiyati (2017) menjelaskan bahwa anatomi dan
fisiologi Perkemihan terdiri dari beberapa komponen penting yakni:
1. Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan atau sistem urologi merupakan suatu sistem
tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari
zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang
masih dibutuhkan dan dapat digunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin
(air kemih).
Fungsi utama sistem perkemihan pada tubuh adalah melakukan
ekskresi dan eliminasi sisa-sisa metabolism tubuh. Selain itu terdapat
beberapa fungsi tambahan, antara lain:
a. Sebagai regulator volume darah dan tekanan darah dengan
mengeluarkan sejumlah cairan kedalam urine dan melepaskan
hormone eritropoetin dan rennin.
b. Sebagai regulator konsentrasi plasma dari beberapa ion yaitu:
sodium, potassium, klorida dan mengontrol jumlah kehilangan
ion-ion lainnya kedalam urine, serta menjaga batas ion kalsium
melalui sistesis kalsiterol.
c. Sebagai stabilisator pH darah melalui control jumlah pengeluaran
Hidrogen dan ion bikarbonat kedalam urine.
d. Sebagai detoksifikator racun bersama organ hepar selama
kelaparan melalui proses deaminasi asam amino yang dapat
merusak jaringan.
2. Anatomi Sistem Perkemihan
a. Ginjal
Lokasi ginjal berada dibagian belakang dari kavum
abdominalis, area retroperitoneal bagian atas pada kedua sisi
vertebra lumbalis III dan melekat langsung pada dinding abdomen.
Jumlahnya ada 2 yang terletak pada bagian kiri dan kanan, dimana
ginjal kiri lebih besar daripada ginjal kanan, pada orang dewasa
berat ginjal kurang lebih 200 gram. Pada umumnya ginjal laku-laki
lebih panjang daripada wanita.
1) Struktur Makroskopis Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi bagian yaitu
bagian kulit (korteks), sum-sum tulang (medulla) dan bagian
rongga ginjal (pelvis renalis).
a) Kulit ginjal (Korteks): kulit ginjal bertugas untuk
melakukan penyaringan darah yang disebut nefron.
b) Susmsum ginjal (Medulla): sumsum yang berbentuk
kerucut yang disebut pyramid renal. Didalam pembuluh
halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan
darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai
proses.
c) Rongga ginjal (Pelvins Renalis): ujung ureter yang
berpangkal di ginjal dan berbentuk corong lebar. Pelvin
renalis ini bercabang dua atau tiga terdapat kaliks mayor
dan minor. Kaliks minor berfungsi untuk menampung urine
dan kemudian keluar dari papilla hingga tertampung
didalam vesika urinaria.
2) Struktur Mikroskopis Ginjal
Satuan structural dan fungsional ginjal terkecil disebut
nefron. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan
tubuler. Adapun komponen vaskuler terdiri atas glomerulus dan
kapiler peritubuler.
3) Vaskularisasi Ginjal
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang
mempunyai percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri
dan kanan yang bercabang menjadi arteria interlobaris
kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang
berada pada tepi ginjal yang bercabang menjadikapiler dan
membentuk gumpalan yang disebut glomerulus.
4) Persarafan Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis
(vasomotor) saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah
yang masuk kedalam ginjal.
b. Ureter
Terdiri dari dua saluran pipa masing-masing bersambung
dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) panjang kurang
lebih 25-30cm. lapisan dinding ureter terdiri dari: dinding luar
jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan tengah otot polos dan
lapisan sebelah dalam mukosa.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan
peristaltic tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih
masuk kedalam kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan
perilstaltik ini akan mendorong urin melalui ureter yang
disekresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran.
c. Vesika urinaria (Kandung Kemih)
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti
balon karet yang terletak dibelakang simpifis pubis dalam rongga
panggul. Memiliki bentuk kerucut dan dikelilingi otot yang kuat
berhubungan dengan ligamentum vesika umbikalis medius.
Dinding kendung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu
peritoneum (lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunikas
submukosa dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). Bagian
vesika urinaria terdiri dari:
1) Fundus: bagian yang menghadap kearah belakang dan bawah
bagian ini terpisah dari rectum oleh spatium rectosicikale yang
terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan
prostate.
2) Korpus: bagian antara vertex dan fundus
3) Vertex: bagian yang maju kearah muka dan berhubungan denga
ligamrntum vesika umbilikalis.
d. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada
kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemihkeluar. Pada
laki-laki uretra bejalan berkelok-kelok melawati prostat kemudian
menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagian
penis dengan panjangnya kurang lebih 20cm. Sedangkan uretra
pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis dengan berjalan
miring sedikit kearah atas, penjangnya kurang lebih 3-4cm.
E. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Urine

Faktor Penyebab : Intake Cairan,


aktivitas, usia, infeksi, penyakit,
trauma dan obstruksi

Medulla Cidera spinal Urine refluk Kolik renalis Urine keluar


spinalis sedikit demi
Hidroureter Nyeri sedikit
Kerusakan sistem
Kerusakan
persarafan Penekanan pada
pusat miksi Gangguan pola
medulla ginjal
eliminasi urine
Syok neurogenik
Kerusakan saraf Gangguan fungsi ginjal
simpatis dan
Paralisis komplit
parasimpatis Kerusakan sel ginjal

Retensi Urine
Gagal Ginjal

Gagal membuang
limbah metabolik

Sistem pencernaan

Lambung

Ureum + HCL

Mual muntah

Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh

Sumber: Kusumajaya (2018), Nuari dan Widiyati (2017)


F. Faktor Yang Mempengaruhi Gangguan Eliminasi
Ruhyanudin (2018) menyatakan terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi gangguan eliminasi adalah sebagai berikut:
1. Usia
Usia atau tingkat perkembangan individu akan memengaruhi
kemampuan dalam mengontrol pola berkemih dan usus.
2. Diet dan Asupan (Intake)
Jumlah dan tipe makanan menjadi faktor utama yang
memengaruhi output urine. Hal ini dikarenakan protein yang ada
didalam makanan berperan dalam menentukan beraoa jumlah urine
yang dibentuk.
3. Respon Keinginan Awal Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine tertahan didalam urinaria sehingga memengaruhi
ukuran vesika dan jumlah urine.
4. Gaya Hidup
Perubahan pada gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan
kebutuhan eliminasi dalam hal ini adalah tersedianya toilet
5. Stress Psikologis
Meningkatnya stress dapat meningkatkan keinginan untuk
berkemih. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan sensitifitas untuk
keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
6. Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang
baik untuk fungsi sfingter. Hilangnya kekuatan otot pada vesika
urinaria akan menurunkan kemampuan dalam pengontrolan berkemih
menurun.
7. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine seperti
diabetes mellitus.
8. Pengobatan
Pengobatan atau medikasi memiliki dampak peningkatan atau
penurunan. Misalnya pemberian obat diuretic (meningkatkan jumlah
urine) dan pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi (retensi
urine).

G. Pemeriksaan Penunjang
Wahyuningsih (2019) menyatakan terdapat beberapa pemeriksaan
penunjang untuk gangguan eliminasi urine adalah sebagai berikut:
1. Jumlah darah lengkap (Hb/Ht): untuk mengkaji adanya perubahan
kadar sebelum dan sesudah operasi.
2. Urinalis: kultur urine, darah, alat kelamin, lochea dan pemeriksaan
tambahan dapat ditambahkan berdasarkan kebutuhan individu.

H. Penatalaksanaan Gangguan Eliminasi Urine


Tamher dan Noorkasiani (2009) mengatakan penatalaksanaan
yang dapat dilakukan pada gangguan eliminasi urine adalah sebagai
berikut:
1. Piclogram intravena: Tindakan ini dilakukan untuk memvisualisasikan
bentuk duktus dan uretra.
2. Computerized Axial Tomography: Tindakan ini dilakukan untuk
melihat bagian tubuh tertentu secara rinci.
3. Ultra Sonografi: Tindakan ini merupakan indakan noninvasive dengan
mengkaji gangguan perkemihan menggunakan gelombang suara yang
memantul dari struktur jaringan.
4. Sistoscopy: Tindakan ini berupa katerisasi urine.
5. Biopsi Ginjal: Tindakan ini dilakukan untuk melihat sifat, luas, dan
prognosis ginjal.
6. Angiography: Tindakan ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem arteri
yang ada pada ginjal.
I. Diagnosa Yang Mungkin Muncul
NANDA-I 2018-2020 menyebutkan beberapa diagnose yang
mungkin muncul pada gangguan eliminasi urine yaitu:
1. Hambatan eliminasi urine
2. Inkontinensia urinarius fungsional
3. Inkontinensia urine aliran berlebih
4. Inkontinensia urine reflex
5. Inkontinensia urine stress
6. Inkontinensia urine dorongan
7. Risiko inkontinensia urine dorongan
8. Retensi urine
DAFTAR PUSTAKA

Harista, R., A., dan Mustofa, S. (2017). ‘Striktur Uretra Pars Bulbosa’. Jurnal
Medula. Vol. 7 (5). Desember. Page 84-90. Terdapat di
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/1912
[Diakses Pada 04 November 2019]
Kusumajaya, C. (2018). ‘Diagnosis dan Tatalaksana Batu Uretra’. Contiuning
Medical Education. Vol. 45 (2). Page 95-97. Terdapat di
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/57046118/07_261CME
-Diagnosis_dan_Tatalaksana_Batu_Uretra.pdf?response-content-
disposition=inline%3B%20filename
%3DCONTINUING_MEDICAL_EDUCATION_Akreditasi.pdf&X-Amz-
Algorithm=AWS4-HMAC-SHA256&X-Amz-
Credential=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A%2F20191105%2Fus-east-
1%2Fs3%2Faws4_request&X-Amz-Date=20191105T011539Z&X-Amz-
Expires=3600&X-Amz-SignedHeaders=host&X-Amz-
Signature=04e3d4d1a08cf363e9e0d32f5490d1c95ed8568441a4357a440ba0
2e89335686 [Diakses Pada 04 November 2019].
Nuari, N., A., dan Widayati, D. (2017). ‘Gangguan Pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan’. 1 Ed. April. Yogyakarta: Deepublish.
Perdana, M., Haryani., dan Aulawi, K. (2017). ‘Hubungan Pelaksanaan Perawatan
Indwelling Kateter dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih’. Jurnal
Keperawatan Klinis dan Komunitas. Vol. 1 (1) Maret. Page 17-27. Terdapat
di https://journal.ugm.ac.id/jkkk/article/view/29012 [Diakses pada 04
November 2019]
Petrana, N., H., Emilia, O., dan Pradjatmo, H. (2016). ‘Perbandingan Kejadian
Retensi Urin antar Persalinan dengan Vakum Ekstraksi dan Persalinan
Normal’. Jurnal Kesehatan Reproduksi. Vol. 3 (3). Page 188-193. Terdapat
di https://journal.ugm.ac.id/jkr/article/view/36185 [Diakses pada 04
Noveber 2019]
Potter, P., and Perry, A. (2010). ‘Fundamental Of Nursing’. 7 Ed. United States Of
America: Addition-Whesley Publishing.
Ruhyanudin, F. (2018). ‘Pendalaman Materi Keperawatan: Modul 18 Pelayanan
Kebutuhan Eliminasi. Kemendikbudristekdikti.
Tamher dan Noorkasiani (2009). ‘Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan’. 1 Ed. Jakarta: Salemba Medika.
Wahyuningsih, S. (2019). ‘Buku Ajar Asuhan Keperawatan Post Partum
Dilengkapi dengan Panduan Persiapan Praktikum Mahasiswa Keperawatan’.
1 Ed. Mei; Yogyakarta: Deepublish

Anda mungkin juga menyukai