PERCOBAAN 2
SISTEM EKSRESI URINARI
Disusun oleh:
Kelompok B6
Sulistia Rahmawati (10060321092)
Irma Darmawati (10060321093)
Syahla Mutiara (10060321094)
Fadira Crysta Ratu F (10060321095)
Desi Nurhidayah (10060321096)
Hasbi Imanulhaq (10060321097)
Rahmah Zahra Azama (10060321098)
Bagian-Bagian Ginjal
(dikutip dari buku Gray's Anatomy for Students 3rd Edition)
Glomerulus berfungsi untuk memberi dorongan agar air dan zat yang
terlarut untuk disaring keluar dari darah dan mengalir masuk ke kapsula
bowman. Kapsula bowman mengelilingi glomerulus dan terdiri dari sel epitel
skuamosa sederhana. Cairan darah dari glomerulus dikumpulkan dalam
kapsula bowman .
1.2. Ureter
Merupakan saluran pipa sepanjang 25-30 cm yang menyambungkan
ginjal dengan kandung kemih untuk menyalurkan urin yang di produksi di
ginjal. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan persitaltik setiap 5 menit
sekali untuk mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
2. Pembentukan Urin
Urin merupakan larutan yang terdiri dari 96% air dan 4% zat kecil
berupa zat-zat sisa metabolisme seperti urea, ion klorida, dll (Pearce, 2010).
Proses yang terjadi:
2.1.Filtrasi (Penyaringan)
dilakukan oleh kapsula bowman dari badan malphigi yang berada di
dalam glomerulus. Penyaringan ini dilakukan untuk menyaring molekul-
molekul besar dan meloloskan moleuk-molekul kecil seperti air, garam,
glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, dan urea yang
akan menjadi urin primer.
2.2.Reabsorbsi (Penyerapan kembali)
di dalam tubulus kontroktus proksimal, molekul yang masih berguna
akan diresap lagi sehingga menghasilkan urin sekunder. Penyerapan zat
tersebut melalui proses difusi gula dan asam amino, dan proses osmosis
air. Sehingga zat-zat yang benar-benar tidak diperlukan tidak akan
ditemukan, namun zat sisa metabolisme berupa racun saja yang ditemukan
(Faridah, et al., 2021).
2.3.Augmentasi (Pengerluaran)
Di dalam tubulus kontroktus distal, molekul yang benar-benar tidak
digunakan akan menumpuk disana sebelum di salurkan ke kandung kemih
melalui uretra.
2. Glomerulonefritis
Adalah inflamasi nefron terutama pada glomerulus
1. Glomerulonefritis akut seringkali terjadi akibat respons imun terhadap
toksin bakteri tertentu.
2. Glumerulonefritis kronik diakibatkan infeksi streptokokus, juga
merupakan akibat sekunder dari penyakit sistematik lain atau karena
glomerulonefritis akut.
3. Batu ginjal
Terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat
atau sistein menjadi kristal (batu kecil). Batu-batu kecil dapat mengalir
bersama urine, batu yang lebih besar akan tersangkut dalam ureter dan
menyebabkan rasa nyeri yang tajam (kolik ginjal) yang menyebar dari ginjal
ke selangkangan.
4. Gagal ginjal
Adalah hilangnya fungsi ginjal. Hal ini mengakibatkan terjadinya
retensi garam, air, zat buangan nitrogen (urea dan kreatinin) dan penurunan
drastic volume urine (oliguria). Melalui pengobatan terhadap kondisi
penyebab gagal ginjal, maka prognosisnya membaik. Gagal ginjal yang tidak
diobati dapat mengakibatkan penghentian total fungsi ginja dan kematian
(Sloane, 2003).
Beberapa penyakit yang ada di tubuh dapat terdeteksi dengan tes urin atau
yang disebut urinalisis. Urinalisis merupakan pemeriksaanurin secara fisik,
kimiawi dan dengan metode mikroskopis. Penyakit yang dapat diatasi antara lain
merupakan pernyakit yang ada di ginjal, saluran kemih, hati, empedu, pankreas,
dll (Gandasoebrata, 2006).
1. Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada warna, kejernihan, bau
berat jenis, pH urin. Seperti pemeriksaan warna urin, jika terlalu kuning
kecokltan menandakan orang tersebut sedang dehidrasi. Kekeruhan dapat
terjadi karena adanya bakteri, eritrosit, leukosit, cairan getah bening, lipid,
ragi, kristal atau endapan garam (Riswanto & Rizki, 2017). Bau busuk pada
urin dapat menandakan adanya infeksi kandung kemih/saluran kemih.
2. Pemeriksaan Kimia
Pemeriksaan kimia menggunakan parameter berupa strip reagen atau
dipstick atau tes tarik celup. Parameter yang dapat diperiksa adalah glukosa,
albumin, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, hemoglobin, keton, nitrit dan
leukosit
3. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik merupakan pemeriksaan sedimen-sedimen
yang terdapat di dalam urin. Pemeriksaan ini dilakukan unutk
mengidentifikasikan bahan-bahan yang seharusnya tak ikut larut ke urin.
Sedimen organik:
3.1.Eritrosit
Sedimen eritrosit normal adalah 0-1/LPB. Jika terdapat di urin dengan jumlah
berlebih akan mengakibatkan kondisi hematuria. Hematuria disebabkan oleh
rusaknya glomerular, tumor di ureter, trauma ginjal, batu saluran kemih
(urolithiasis), infeksi ataupun inflamasi (Gandasoebrata, 2013).
3.2.Leukosit
Sedimen leukosit tidak boleh ada di urin. Hal ini menandakan
adanya infeksi kandung kemih dan peradangan ginjal. Hal ini terjadi karena
sebelumnya leukosit sedang menyembukan luka di ginjal ataupun kandung
kemih sehingga ikut keluar bersama urin ketika urin dikeluarkan. Sedimen
leukosit normal kurang dari 4-5 LPB, jika lebih dari 5 akan dinyatakan
terdapat infeksi (Babantude, et al., 2009).
3.3.Sel Epitel
Tiga jenis sel epitel yang dapat dijumpai dalam urine berdasarkan asal
tempat dalam system genitourinary, yaitu: epitel skuamosa, epitel
transisional (urothelial), dan epitel ginjal (tubular).
1 Sel Epitel Skuamosa
Sel ini melapisi uretra & lapisan vagina. Jumlah sel yang terlalu
banyak di urin menanda kan adanya penyakit karsinoma sel skuamosa
yang termasuk kanker kandung kemih.
2 Sel Epitel Transisional (Urothelial)
Sel ini berada di kaliks, pelvis, ureter, dan kandung kemih. Jumlah sel
yang berlebih di urin menandakan adanya penyakit karsinoma sel
transisional yang termasuk kanker kandung kemih
3 Sel Epitel Tubulus Ginjal
Sel ini jarang di jumpai di urin normal karena partikelnya besar dan
seharusnya berada di tubulus ginjal. Namun ketika sel ini terlihat berada di
urin maka bisa dipastikan terdapat kerusakan jaringan (nekrosis) di ginjal.
3.4.Bakteri
Pada urin normal, bakteri tidak akan terdeteksi ketika urinalisis.
Namun ketika bakteri terdeteksi maka dapat dipastikan adanya infeksi
saluran kemih. Adanya bakteri ini saling berkaitan dengan bertambahnya
jumlah leukosit (Di Lorenzo & Strasinger, 2008).
3.5.Silinder
Silinder adalah sebuah protein berbentuk silinder/silindris yang
terbentuk di tubulus ginjal (Di Lorenzo & Strasinger, 2008).
Hal ini berhubungan dengan peningkatan albuminuria akibat
berubahnya permeabilitas glomerular. Sehingga jika ditemukan
silinder dalam bentuk hyalin, granular, dll maka akan terdeteksi
penyakit proteinuria. Proteinuria merupakan penyakit dimana adanya
protein di dalam urin yang normalnya tidak ada. Karena yang seharusnya ada
ialah zat hasil metabolisme protein yaitu urea.
Sedimen Anorganik
3.6. Kristal
Kristal terbentuk dari pengendapan zat terlarut di dalam urin berupa
garam anorganik, senyawa organik dan senyawa iatrogenik/obat-obatan
(Riswanto & Rizki, 2017). Kristal urin biasanya ditemukan di pelvis dan kalik
ginjal.
1 Kalsium Oksalat
Pada urin normal umum ditemukan kristal kalsium oksalat.
Namun jika dalam jumlah berlebih, kalsium oksalat ini akan
mengendap membentuk batu yang menghambat saluran urin.
2 Triple Fosfat
Triple fosfat dapat fitemukan pada urin normal. Namun ketika urin
mulai bersifat basa maka akan muncul kristal triple fosfat didukung
dengan adanya infeksi saluran kemih dengan bakteri penghasil urease.
Akibatnya timbul penyakit hiperfosfatemia berupa gangguan ginjal.
3 Asam Urat
Kristal asam urat sudah tak asing bila ditemukan di urin, karena asam
urat merupakan salah satu sel sisa zat metabolisme. Namun ketika asam
urat meninggi karena adanya zat putin berlebih akan menimbulkan
penyakit ramatik, asam urat hingga batu ginjal.
4 Sistin (Cystine)
Kristal sistin hanya akan muncul pada penderita penyakit hati
kronis. Kristal ini bersifat radioopak karena mengandung sulfur yang
seharusnya tidak ada dalam urin.
5 Leusin & Tirosin
Leusin dan tirosin merupakan kristal asam amino yang hanya muncul
pada penderita penyakit hati kronis.
6 Kristal Kolesterol
Kristal ini terjadi akibat adanya gangguan yang menimbulkan
lipiduria yang sering dijumpai bersamaan dengan silinder lemak.
7 Kristal Bilirubin
Terdapat pada gangguan hati kronin. Akibat adanya kerusakan sel
darah merah, bilirubin yang berada di empedu untuk sistem pencernaan
turun ke hati.
8 Kristal Ampisilin
Kristal ampilisin berbentuk pengendapan antibiotik pada urin.
Biasanya terdeteksi setelah pemberian dosis besar penisilin tanpa hidrasi
yang adekuat.
III. Alat dan Bahan
Alat Bahan
Indikator universal/pH meter Aquadest
Sentrifug Urin
Tabung reaksi
2. Pengamatan Makroskopik
Uji karakteristik urin dilakukan dengan dilakukan pengamatan warna,
kejerniha, bau, pH, dan berat jenis urin. Penentuan bobot jenis urin
menggunakan piknometer dengan cara dirtimbangnya piknometer kosong
sehingga memperoleh nilai W₁. Piknometer diisi dengan akuades bebas gas
lalu ditimbang sehingga diperoleh nilai W₂. Setelah akuades dari piknometer
dibuang, piknometer dibilas dengan alkohol dan dikeringkan. Setelah kering,
piknometer diisi kembali dengan sampel urin untuk ditimbang sehingga
diperoleh nilai W₃. Bobot jenis urin dihitung dengan persamaan:
W3 − W1
Bj =
W2 − W1
3. Kandungan Aseton
Penetapan aseton dalam urin dilakukan dengan dimasukkannya urin ke dalam
tabung reaksi sebanyak 3 ml diikuti dengan penambahan larutan NaOH dan
larutan Na-Nitroprusid. Kemudian larutan dikocok dan ditambah lagi dengan
beberapa tetes larutan CH3COOH. Lalu dikocok kembali.
5. Kandungan Albumin
Dilakukan uji kandungan albumin yang terkandung dalam urin. Urin
diletakkan ke dalam tabung reaksi hingga ¼ penuh untuk di didihkan. Kemudian
tabung reaksi tersebut di tetesi asam glasial
V. Data Pengamatan
A. Uji Karakteristik Urin
1. Pengamatan Mikroskopik
Pada pengamatan mikroskopik urin dapat terlihat
adanya sedimen berupa bakteri di dalam urin.
2. Pengamatan Makroskopik
Tabel berikut merupakan hasil data dari pengujian karakteristik pada urin
yang meliputi : warna, bau, pH, dan bobot jenis.
W1 = 10,82 gram
W2 = 17,36 gram
W3 = 17,37 gram
Sehingga dapat dicari berat jenis urin berdasarkan rumus
W3 − W1
Bj =
W2 − W1
17,37 − 10,28
Bj =
17,36 − 10,28
6,55
Bj =
6,54
Bj = 1,001 gram
2. Pengamatan Makroskopik
Berdasarkan pengamatan makroskopik bisa dilihat bagaimana warna
dan kejernihan urin yang sangat normal, yaitu berwarna kuning jernih (kuning
bening). Warna urin kuning berasal dari pigmen tubuh yang disebut urokrom.
Semakin banyak minum air putih, warna urin akan semakin pucat. Bila urin
berwarna orange dapat menunjukkan sedang mengalaminya gejala kondisi
dehidrasi. Bila urin berwarna merah atau merah muda juga dapat menjadi
gejala penyakit pembesaran prostat, batu ginjal, atau tumor di kantung kemih
dan ginjal. Warna merah pada urin karena penyakit dapat berasal dari daerah
dan memiliki istilah yang disebut hematuria. Bila urin berwarna biru atau
hijau dapat dikatakan orang itu terinfeksi bakteri Pseudomonas aeruginosa
dapat membuat urin berwarna biru, hijau, atau bahkan ungu dan nila. Warna
urin yang coklat gelap menandakan bahwa mengalaminya dehidrasi namun
warna coklat juga disebabkan oleh penyakit misalnya kondisi porfiriya, suatu
kelainan genetik, yang dapat menyebabkan penumpukan bahan kimia alami
dalam aliran darah dan membuat kulit terlihat berkarat atau berwarna coklat.
Urin yang berwarna coklat gelap juga bisa menjadi indikator penyakit hati
karena disebabkan oleh cairan empedu yang masuk ke urin. Urin berwarna
keruh disertai dengan busa atau gelembung yang disebut pneumaturia disini
dapat menjadi gejala kondisi kesehatan yang serius termasuk penyakit
diverticulitis. Apabila urin yang jernih menandakan bahwa orang tersebut
minum terlalu banyak, melebihi rekomendasi dalam satu hari. Konsumsi air
putih memang menyehatkan namun terlalu banyak air dapat mengurangi
elektrolit di dalam tubuh.
Berat jenis yang didapat pada pengamatan ini ialah 1,001 gram. Hal
ini menandakan jika urin tersebut termasuk urin normal. Karena sesuai dengan
literatur, Bj Urin normal = 1,001-1,060 (Grand Wohl). Apabila BJ kurang dari
1,001 dapat dinyataka jika urin tersebut kekurangan cairan. Begitupun
sebaliknya urin kelebihan cairan jika melebihi 1,060
B. Analisa Zat-Zat Dalam Urin
1. Kandungan Urea
Di dapatkan urin tersebut positif adanya urea. Hal ini ditandakan
dengan terlihatnya kristal rhombis atau hexagonal ketika urin ditetesi oleh
asam nitrat. Urea pada urin merupakan hal yang umum terlihat pada urin
normal. Karena urea merupakan sisa hasil metabolisme berbentuk partikel
sangat kecil dalam batas tertentu. Hanya saja jika jumlahnya terlalu banyak,
akan berakibat pada munculnya penyakit uremia
3. Kandungan Aseton
Pada pengamatan kandungan aseton, urin tersebut tidak mengandung
aseton. Karena ketika urin di reaksikan dengan Na-nitroprusida tidak
dihasilkan warna ungu atau merah yang mengidentifikasi aanya aseton dalam
urin. Hal ini menunjukkan urin tersebut normal karena tidak memiliki aseton.
Karena jika ada aseton/badan keton akan ada gangguan pada sistem
urinari berupa penyakit ketonuria yang umumnya terjadi pada keadaan puasa
berkepanjangan. Tidak boleh adanya keton dalam urin karena pada dasarnya
keton adalah produk yang dihasilkan oleh tubuh saat tubuh membakar protein
dan lemak sebagai sumber energinya dalam kondisi normal, tubuh akan
membakar glukosa sebagai sumber energi utama. Protein dan lemak akan
mulai dibakar sebagai sumber energi (tidak terdapat glukosa yang masuk ke
dalam tubuh atau bila glukosa tidak bisa masuk ke dalam sel-sel tubuh itu
sebagai sumber energi).
4. Kandungan Gula Pereduksi
Pada percobaan ini tidak ditemukan gula pereduksi pada urin yang
merupakan hasil sisa metabolisme glukosa. Hal ini di tandai dengan tidak
adanya perubahan warna urin ketika dicampur larutan fehling menjadi warna
merah. Karena jika urin berwarna merah ketika ditetesi larutan fehlin, akan
menandakan adanya penyakit diabetes.
5. Kandungan Albumin
Pada percobaan ini tidak ditemukan kandungan al albbumin pada urin.
Hal ini menandakan urin tersebut merupakan urin normal. Albumin tidak boleh
ada di urin, karena jika terdeteksi ada albumin di urin menandakan adanya
penyakit albuminuria
VII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan:
1 Pada uji karakteristik urin dengan metode makroskopik, sampel urin dapat
digolongkan kedalam urin normal dikarenakan memenuhi syarat karakteristik
urin normal sesuai literatur, diantaranya: berwarna kuning, memiliki pH
dengan rentang 4,5-8, berbau khas amoniak, dan memiliki BJ dalam rentang
1,001-1,060.
2 Pada analisis zat-zat di dalam urin, sampel urin tergolong urin normal karena
menunjukkan sedimen mikro yang memang seharusnya ada pada urin dalam
jumlah tertentu seperti ion klorida & urea, serta tidak terdapat sedimen yang
seharusnya tidak ada pada urin normal seperti gula pereduksi, albumin, dan
aseton.
3 Namun pada uji dengan metode mikroskopik, dapat terlihat adanya sedimen
bakteri. Namun, meski ada sedimen bakteri, sedimen tersebut masih dalam
batas wajar sehingga urin masih bisa disebut urin normal. Meskipun
demikian, tetap perlu menjaga kebersihan alat kelamin agar bakteri itu tidak
bertambah dan menyebabkan infeksi.
VIII. Daftar Pustaka
Ambarwati, Efrizal, W., Fairus, M., Nur, H. A., Palupi, D. A., Sadiman, & Sudirman,
M. S. (2021). Buku Ajar Anatomi Fisiologi Manusia Jilid 2. Sumatera Barat:
Insan Cendekia Mandiri.
Babantude, S. K., Durowade, K. A., Kolawole, A. S., Kolawole, C. F., Kolawole, O.
M., & Olukemi, Y. T. (2009). Prevalence of Urinary Tract Infections Among
Patients Attending Dalhatu Araf Specialist Hospital, Lafia, Nasarawa State,
Nigeria. International Journal of Medicine and Medical Sciences, 163-167.
Di Lorenzo, M. S., & Strasinger, S. K. (2008). Urinalysis and Body Fluids 5th
Edition. Florida: F.A Davis Company.
Ekayanti, K. R., Nurdin, N. M., Roosita, K., & Subandriyo, V. U. (2016). Fisiologi
Manusia. Bogor: IPB Press.
Faridah, U., Malinti, E., Malisa, N., Mandias, R., Matongka, Y. H., Sinaga, R. R.,
Suwarto, T. (2021). Gangguan Pada Sistem Perkemihan. Medan: Yayasan
Kita Menulis.
Nagara, A. D., Nugraha, A., Patimah, I., & Puspita, T. (2019). Cautis asuhan
keperawatan : pasien dengan gangguan infeksi karena pemasangan kateter
urin teori dan aplikasi. Surabaya: Jakad Media Publishing.
Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.