Anda di halaman 1dari 22

PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

PERCOBAAN 2
SISTEM EKSRESI URINARI

Disusun oleh:
Kelompok B6
Sulistia Rahmawati (10060321092)
Irma Darmawati (10060321093)
Syahla Mutiara (10060321094)
Fadira Crysta Ratu F (10060321095)
Desi Nurhidayah (10060321096)
Hasbi Imanulhaq (10060321097)
Rahmah Zahra Azama (10060321098)

Nama Asisten Dosen : Muhammad Fakhrur Rajih,S.Farm


Tanggal praktikum : 22 November 2021
Tanggal pengumpulan laporan : 29 November 2021

LABORATORIUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2021
I. Tujuan Percobaan
1. Menjelaskan pentingnya sistem ekskresi urinari dalam menjaga homestasis
tubuh.
2. Mengenal beberapa karakteristik urin normal sehingga dapat melakukan
analisa secara sederhana adanya kelainan-kelainan dalam tubuh berdasarkan
pemeriksaan sampel urin.

II. Teori Dasar


A. Sistem Urinari
Sistem urinari berperan dalam pengaturan kesetimbangan komposisi kimiawi
cairan tubuh dengan cara membuang zat sisa metabolisme dan mempertahankan
kadar air, garam mineral, dan zat gizi dalam tubuh (Ekayanti, dkk. 2016). Dalam
sistem tubuh manusia zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh harus dikeluarkan
karena dapat membahayakan tubuh. Proses pengeluaran zat-zat sisa dari dalam
tubuh disebut ekskresi.

Fungsi lain sistem urinari pada tubuh manusia adalah:


1. Sebagai stabilisator pH darah melalui kontrol pengeluaran hidrogen dan ion
bikarbonat ke dalam urin,
2. Sebagai detoksifikator racun bersama organ hepar (hati) selama kekurangan
energi melalui proses deaminasi asam amino yang dapat merusak jaringan
(Muttaqin & Sari, 2012),
3. Membantu proses hemoestatis tubuh dengan mengontrol komposisi dan
volume darah.
1. Organ yang berperan
1.1.Ginjal

Bagian-Bagian Ginjal
(dikutip dari buku Gray's Anatomy for Students 3rd Edition)

Ginjal terletak pada area retroperitoneal di kedua sisi vertebrata


lumbalis III dan melekat langsung pada dinding abdomen . Bentuk ginjal
seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ke tulang
punggung. Sisi luarnya cembung, di atas ginjal terdapat sebuah kelenjar
suprarenal. Ginjal memiliki ukuran panjang ± 11,5 cm, lebar 5-7,6 cm, dan
tebal ± 3 cm. Umumnya ginjal laki-laki lebih panjang daripada ginjal
perempuan. Ginjal kanan lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri. Pada
ginjal dewasa berat ginjal sebesar ± 200 gram. Setiap ginjal dilingkupi kapsul
tipis dari jaringan fibrus (Pearce, 2010).

Fungsi Ginjal diantaranya:

a) Mengatur volume air (cairan tubuh) & keseimbangan osmotik


(keseimbangan elektrolit)
b) Mengatur keseimbangan asam-basa cairan tubuh
c) Eksresi sisa hasil metabolisme, zat toxic, obat, dan bahan asing
d) Menyekresi dan membentuk hormon (Ambarwati, et al., 2021)
e) Mengatur konsentrasi garam dalam darah

Ginjal tersusun dari berjuta-juta nefron sebagai unit fungsional ginjal


yang berfungsi untuk mengatur air dan zat terlarut dengan menyaring darah,
mengabsorpsi kembali apa yang dibtuhkan, dan membuang sisanya sebagai
urin. Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal, lengkung henle,
tubulus distal, dan tubulus urinari.

Glomerulus berfungsi untuk memberi dorongan agar air dan zat yang
terlarut untuk disaring keluar dari darah dan mengalir masuk ke kapsula
bowman. Kapsula bowman mengelilingi glomerulus dan terdiri dari sel epitel
skuamosa sederhana. Cairan darah dari glomerulus dikumpulkan dalam
kapsula bowman .

Tubulus proksimal berfungsi untuk menyerap cairan di dalam filtrat


Lengkung henle adalah saluran berbentuk U dari korteks ke medulla, dan
kembali ke korteks untuk mengosongkan tubulus distal untuk konsentrasi
garam di interstitium, yaitu jaringan yang mengelilingi loop.

Tubulus distal dilapisi oleh sel-sel yang memiliki banyak mitokondria


untuk menghasilkan energi yang cukup untuk transport aktif. Sebagian besar
transport ion terjadi di tubulus distal diatur oleh sistem endokrin. Tubulus
distal lebih banyak menyerap kalsium dan mengeluarkkan lebih banyak fosfat.
Tubulus juga mengeluarkan hidrogen dan ammonium untuk mengatur pH
(Nagara, dkk. 2019).
Organ Sistem Urinari
(dikutip dari buku Gray's Anatomy for Students 3rd Edition)

1.2. Ureter
Merupakan saluran pipa sepanjang 25-30 cm yang menyambungkan
ginjal dengan kandung kemih untuk menyalurkan urin yang di produksi di
ginjal. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan persitaltik setiap 5 menit
sekali untuk mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.

1.3. Kandung Kemih (Vesica Urinaria/Bladder)


Merupakan tempat penyimpanan urin sementara sebelum dikeluarakan
dari tubuh. Urin yang dapat ditampung pada kandung kemih sebanyak 500 ml.
Meskipun demikian, ketika kandung kemih telah terisi 250 ml atau
setengahnya, urin akan segera dikeluarkan oleh tubuh.
1.4. Urethra
Merupakan saluran tempat keluarnya urin dari tubuh. Pada pria, uretra
dapat berfungsi juga sebagai saluran keluarnya sperma dari testis. Panjang
uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan pada pria dewasa bisa
memiliki panjang kurang lebih 23-25 cm. Perbedaan inilah yang
menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada
pria dibanding dengan wanita (Purnomo, 2011).

2. Pembentukan Urin
Urin merupakan larutan yang terdiri dari 96% air dan 4% zat kecil
berupa zat-zat sisa metabolisme seperti urea, ion klorida, dll (Pearce, 2010).
Proses yang terjadi:

2.1.Filtrasi (Penyaringan)
dilakukan oleh kapsula bowman dari badan malphigi yang berada di
dalam glomerulus. Penyaringan ini dilakukan untuk menyaring molekul-
molekul besar dan meloloskan moleuk-molekul kecil seperti air, garam,
glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, dan urea yang
akan menjadi urin primer.
2.2.Reabsorbsi (Penyerapan kembali)
di dalam tubulus kontroktus proksimal, molekul yang masih berguna
akan diresap lagi sehingga menghasilkan urin sekunder. Penyerapan zat
tersebut melalui proses difusi gula dan asam amino, dan proses osmosis
air. Sehingga zat-zat yang benar-benar tidak diperlukan tidak akan
ditemukan, namun zat sisa metabolisme berupa racun saja yang ditemukan
(Faridah, et al., 2021).
2.3.Augmentasi (Pengerluaran)
Di dalam tubulus kontroktus distal, molekul yang benar-benar tidak
digunakan akan menumpuk disana sebelum di salurkan ke kandung kemih
melalui uretra.

Mekanisme Pembentukan Urin


(dikutip dari buku Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan)

3. Ciri Urin Normal


Rata-rata jumlah urin normal adalah 1-2 liter sehari, namun jumlah
yang dikeluarkan berbeda-beda tergantung jumlah cairan yang masuk. Warna
urin yang normal adalah kuning atau oranye bening, pucat tanpa endapan,
berbau khas (seperti amonia), memiliki reaksi sedikit asam dengan pH rata-
rata 6, dan berat jenis berkisar antara 1,001-1,060 (Luklukaningsih, 2014).
Komposisi urin normal terdiri atas : air 95%, zat-zat sisa dari nitrogen
dari hasil metabolism protein, asam, urea, amoniak dan kreatinin, elektrolit
(natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat, dan sulfat), pigmen (bilirubin,
urobilin), toksin, hormon (Syaifuddin, 2006)
B. Gangguan Pada Sistem Urinari
Beberapa penyakit yang berada di organ sistem urinari diantaranya:
1. Sistitis
Meupakan inflamasi kandung kemih. Inflamasi ini dapat disebabkan
oleh infeksi bakteri yang menyebar dari uretra atau karena respons alergik
atau akibat iritasi mekanis pada kandung kemih. Gejalanya adalah sering
berkemih dan nyeri (disuria) yang disertai darah dalam urine (hematuria).

2. Glomerulonefritis
Adalah inflamasi nefron terutama pada glomerulus
1. Glomerulonefritis akut seringkali terjadi akibat respons imun terhadap
toksin bakteri tertentu.
2. Glumerulonefritis kronik diakibatkan infeksi streptokokus, juga
merupakan akibat sekunder dari penyakit sistematik lain atau karena
glomerulonefritis akut.

3. Batu ginjal
Terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat
atau sistein menjadi kristal (batu kecil). Batu-batu kecil dapat mengalir
bersama urine, batu yang lebih besar akan tersangkut dalam ureter dan
menyebabkan rasa nyeri yang tajam (kolik ginjal) yang menyebar dari ginjal
ke selangkangan.

4. Gagal ginjal
Adalah hilangnya fungsi ginjal. Hal ini mengakibatkan terjadinya
retensi garam, air, zat buangan nitrogen (urea dan kreatinin) dan penurunan
drastic volume urine (oliguria). Melalui pengobatan terhadap kondisi
penyebab gagal ginjal, maka prognosisnya membaik. Gagal ginjal yang tidak
diobati dapat mengakibatkan penghentian total fungsi ginja dan kematian
(Sloane, 2003).
Beberapa penyakit yang ada di tubuh dapat terdeteksi dengan tes urin atau
yang disebut urinalisis. Urinalisis merupakan pemeriksaanurin secara fisik,
kimiawi dan dengan metode mikroskopis. Penyakit yang dapat diatasi antara lain
merupakan pernyakit yang ada di ginjal, saluran kemih, hati, empedu, pankreas,
dll (Gandasoebrata, 2006).
1. Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada warna, kejernihan, bau
berat jenis, pH urin. Seperti pemeriksaan warna urin, jika terlalu kuning
kecokltan menandakan orang tersebut sedang dehidrasi. Kekeruhan dapat
terjadi karena adanya bakteri, eritrosit, leukosit, cairan getah bening, lipid,
ragi, kristal atau endapan garam (Riswanto & Rizki, 2017). Bau busuk pada
urin dapat menandakan adanya infeksi kandung kemih/saluran kemih.
2. Pemeriksaan Kimia
Pemeriksaan kimia menggunakan parameter berupa strip reagen atau
dipstick atau tes tarik celup. Parameter yang dapat diperiksa adalah glukosa,
albumin, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, hemoglobin, keton, nitrit dan
leukosit
3. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik merupakan pemeriksaan sedimen-sedimen
yang terdapat di dalam urin. Pemeriksaan ini dilakukan unutk
mengidentifikasikan bahan-bahan yang seharusnya tak ikut larut ke urin.
Sedimen organik:
3.1.Eritrosit
Sedimen eritrosit normal adalah 0-1/LPB. Jika terdapat di urin dengan jumlah
berlebih akan mengakibatkan kondisi hematuria. Hematuria disebabkan oleh
rusaknya glomerular, tumor di ureter, trauma ginjal, batu saluran kemih
(urolithiasis), infeksi ataupun inflamasi (Gandasoebrata, 2013).
3.2.Leukosit
Sedimen leukosit tidak boleh ada di urin. Hal ini menandakan
adanya infeksi kandung kemih dan peradangan ginjal. Hal ini terjadi karena
sebelumnya leukosit sedang menyembukan luka di ginjal ataupun kandung
kemih sehingga ikut keluar bersama urin ketika urin dikeluarkan. Sedimen
leukosit normal kurang dari 4-5 LPB, jika lebih dari 5 akan dinyatakan
terdapat infeksi (Babantude, et al., 2009).

3.3.Sel Epitel
Tiga jenis sel epitel yang dapat dijumpai dalam urine berdasarkan asal
tempat dalam system genitourinary, yaitu: epitel skuamosa, epitel
transisional (urothelial), dan epitel ginjal (tubular).
1 Sel Epitel Skuamosa
Sel ini melapisi uretra & lapisan vagina. Jumlah sel yang terlalu
banyak di urin menanda kan adanya penyakit karsinoma sel skuamosa
yang termasuk kanker kandung kemih.
2 Sel Epitel Transisional (Urothelial)
Sel ini berada di kaliks, pelvis, ureter, dan kandung kemih. Jumlah sel
yang berlebih di urin menandakan adanya penyakit karsinoma sel
transisional yang termasuk kanker kandung kemih
3 Sel Epitel Tubulus Ginjal
Sel ini jarang di jumpai di urin normal karena partikelnya besar dan
seharusnya berada di tubulus ginjal. Namun ketika sel ini terlihat berada di
urin maka bisa dipastikan terdapat kerusakan jaringan (nekrosis) di ginjal.

3.4.Bakteri
Pada urin normal, bakteri tidak akan terdeteksi ketika urinalisis.
Namun ketika bakteri terdeteksi maka dapat dipastikan adanya infeksi
saluran kemih. Adanya bakteri ini saling berkaitan dengan bertambahnya
jumlah leukosit (Di Lorenzo & Strasinger, 2008).
3.5.Silinder
Silinder adalah sebuah protein berbentuk silinder/silindris yang
terbentuk di tubulus ginjal (Di Lorenzo & Strasinger, 2008).
Hal ini berhubungan dengan peningkatan albuminuria akibat
berubahnya permeabilitas glomerular. Sehingga jika ditemukan
silinder dalam bentuk hyalin, granular, dll maka akan terdeteksi
penyakit proteinuria. Proteinuria merupakan penyakit dimana adanya
protein di dalam urin yang normalnya tidak ada. Karena yang seharusnya ada
ialah zat hasil metabolisme protein yaitu urea.

Sedimen Anorganik
3.6. Kristal
Kristal terbentuk dari pengendapan zat terlarut di dalam urin berupa
garam anorganik, senyawa organik dan senyawa iatrogenik/obat-obatan
(Riswanto & Rizki, 2017). Kristal urin biasanya ditemukan di pelvis dan kalik
ginjal.
1 Kalsium Oksalat
Pada urin normal umum ditemukan kristal kalsium oksalat.
Namun jika dalam jumlah berlebih, kalsium oksalat ini akan
mengendap membentuk batu yang menghambat saluran urin.

2 Triple Fosfat
Triple fosfat dapat fitemukan pada urin normal. Namun ketika urin
mulai bersifat basa maka akan muncul kristal triple fosfat didukung
dengan adanya infeksi saluran kemih dengan bakteri penghasil urease.
Akibatnya timbul penyakit hiperfosfatemia berupa gangguan ginjal.
3 Asam Urat
Kristal asam urat sudah tak asing bila ditemukan di urin, karena asam
urat merupakan salah satu sel sisa zat metabolisme. Namun ketika asam
urat meninggi karena adanya zat putin berlebih akan menimbulkan
penyakit ramatik, asam urat hingga batu ginjal.
4 Sistin (Cystine)
Kristal sistin hanya akan muncul pada penderita penyakit hati
kronis. Kristal ini bersifat radioopak karena mengandung sulfur yang
seharusnya tidak ada dalam urin.
5 Leusin & Tirosin
Leusin dan tirosin merupakan kristal asam amino yang hanya muncul
pada penderita penyakit hati kronis.
6 Kristal Kolesterol
Kristal ini terjadi akibat adanya gangguan yang menimbulkan
lipiduria yang sering dijumpai bersamaan dengan silinder lemak.
7 Kristal Bilirubin
Terdapat pada gangguan hati kronin. Akibat adanya kerusakan sel
darah merah, bilirubin yang berada di empedu untuk sistem pencernaan
turun ke hati.
8 Kristal Ampisilin
Kristal ampilisin berbentuk pengendapan antibiotik pada urin.
Biasanya terdeteksi setelah pemberian dosis besar penisilin tanpa hidrasi
yang adekuat.
III. Alat dan Bahan
Alat Bahan
Indikator universal/pH meter Aquadest

Kaca objek dan kaca penutup Asam asetat glasial

Lampu spirtus Asam asetat pekat

Mikroskop Asam nitrat

Penjepit Kayu Larutan fehling (A&B)

Piknometer Larutan KOH/NaOH 1 N

Pipet tetes Larutan Na-nitroprusida

Prosedur Percobaan Perak nitrat

Sentrifug Urin

Tabung reaksi

IV. Prosedur Percobaan


A. Uji Karakteristik Urin
1. Pengamatan Mikroskopik
Pengamatan mikroskopik urin di lakukan sentrifugasi terlebih dahulu pada 10
ml urin di alat sentrifuga selama 5 menit dengan kesepatan 1500 rpm. Dikocok
terlebih dahulu endapan/sedimennya. Diambil sedikit cairannya untuk diletakkan
pada kaca objek tertutuo untuk diamati di bawah mikroskop. Pengamatan
dilakukan pada sedimen organik dan sedimen anorganik.

2. Pengamatan Makroskopik
Uji karakteristik urin dilakukan dengan dilakukan pengamatan warna,
kejerniha, bau, pH, dan berat jenis urin. Penentuan bobot jenis urin
menggunakan piknometer dengan cara dirtimbangnya piknometer kosong
sehingga memperoleh nilai W₁. Piknometer diisi dengan akuades bebas gas
lalu ditimbang sehingga diperoleh nilai W₂. Setelah akuades dari piknometer
dibuang, piknometer dibilas dengan alkohol dan dikeringkan. Setelah kering,
piknometer diisi kembali dengan sampel urin untuk ditimbang sehingga
diperoleh nilai W₃. Bobot jenis urin dihitung dengan persamaan:
W3 − W1
Bj =
W2 − W1

B. Analisa Zat-Zat Dalam Urin


1. Kandungan Urea
Pada kaca objek ditetesi sampel urin dan asam nitrat masing-masing 2 tetes,
untuk dipanaskan perlahan hingga cairan menguap. Lalu diamati ada/tidaknya
kristal rhombis/heksagonal dari urea nitrat tersebut.

2. Kandungan Ion Klorida


Dimasukkan 5 ml urin ke dalam tabung reaksi yang kemudian ditambahkan
beberapa tetes perak nitrat. Sehingga dapat diidentifikasi larutan mana yang
mengandung ion klorida berdasarkan keruhan atau endapan putih yang
menunjukkan adanya ion klorida.

3. Kandungan Aseton
Penetapan aseton dalam urin dilakukan dengan dimasukkannya urin ke dalam
tabung reaksi sebanyak 3 ml diikuti dengan penambahan larutan NaOH dan
larutan Na-Nitroprusid. Kemudian larutan dikocok dan ditambah lagi dengan
beberapa tetes larutan CH3COOH. Lalu dikocok kembali.

4. Kandungan Gula Pereduksi


Dilakukan penetapan gula pereduksi yang terkandung dalam urin dengan
bantuan larutan Fehling A&B masing-masing 1 ml ke dalam tabung reaksi.
Namun sebelum itu, urin diencerkan terlebih dahulu dengan 4 ml akuades secara
perlahan.

5. Kandungan Albumin
Dilakukan uji kandungan albumin yang terkandung dalam urin. Urin
diletakkan ke dalam tabung reaksi hingga ¼ penuh untuk di didihkan. Kemudian
tabung reaksi tersebut di tetesi asam glasial

V. Data Pengamatan
A. Uji Karakteristik Urin
1. Pengamatan Mikroskopik
Pada pengamatan mikroskopik urin dapat terlihat
adanya sedimen berupa bakteri di dalam urin.

2. Pengamatan Makroskopik
Tabel berikut merupakan hasil data dari pengujian karakteristik pada urin
yang meliputi : warna, bau, pH, dan bobot jenis.

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan


Warna Kuning jernih
Kejernihan Jernih/being
pH 6,0 (netral)
Bau Aromatik
Bobot Jenis 1,001 gram

Pada perhitungan bobot jenis diketahui

W1 = 10,82 gram

W2 = 17,36 gram

W3 = 17,37 gram
Sehingga dapat dicari berat jenis urin berdasarkan rumus

W3 − W1
Bj =
W2 − W1

17,37 − 10,28
Bj =
17,36 − 10,28

6,55
Bj =
6,54

Bj = 1,001 gram

B. Analisa Zat-Zat Dalam Urin


Jenis Pemeriksan Hasil Pemeriksan
Urea +
Ion Klorida +
Aseton/Badan Keton -
Gula Pereduksi -
Albumin -
VI. Pembahasan
A. Uji Karakteristik Urin
1. Pengamatan Mikroskopik
Penggunaan metode sentrifugasi untuk mengamati urin secara mikroskopik
ialah agar padatan di dalam urin dapat berpisah secara maksimal dari larutannya.
Ketika urin yang sudah disentrifugasi di amati melalui mikroskop, dapat terlihat
adanya sedimen berupa bakteri di dalam urin tersebut. Sedimen bakteri ini dapat
menandakan adanya infeksi saluran kemih.

2. Pengamatan Makroskopik
Berdasarkan pengamatan makroskopik bisa dilihat bagaimana warna
dan kejernihan urin yang sangat normal, yaitu berwarna kuning jernih (kuning
bening). Warna urin kuning berasal dari pigmen tubuh yang disebut urokrom.
Semakin banyak minum air putih, warna urin akan semakin pucat. Bila urin
berwarna orange dapat menunjukkan sedang mengalaminya gejala kondisi
dehidrasi. Bila urin berwarna merah atau merah muda juga dapat menjadi
gejala penyakit pembesaran prostat, batu ginjal, atau tumor di kantung kemih
dan ginjal. Warna merah pada urin karena penyakit dapat berasal dari daerah
dan memiliki istilah yang disebut hematuria. Bila urin berwarna biru atau
hijau dapat dikatakan orang itu terinfeksi bakteri Pseudomonas aeruginosa
dapat membuat urin berwarna biru, hijau, atau bahkan ungu dan nila. Warna
urin yang coklat gelap menandakan bahwa mengalaminya dehidrasi namun
warna coklat juga disebabkan oleh penyakit misalnya kondisi porfiriya, suatu
kelainan genetik, yang dapat menyebabkan penumpukan bahan kimia alami
dalam aliran darah dan membuat kulit terlihat berkarat atau berwarna coklat.
Urin yang berwarna coklat gelap juga bisa menjadi indikator penyakit hati
karena disebabkan oleh cairan empedu yang masuk ke urin. Urin berwarna
keruh disertai dengan busa atau gelembung yang disebut pneumaturia disini
dapat menjadi gejala kondisi kesehatan yang serius termasuk penyakit
diverticulitis. Apabila urin yang jernih menandakan bahwa orang tersebut
minum terlalu banyak, melebihi rekomendasi dalam satu hari. Konsumsi air
putih memang menyehatkan namun terlalu banyak air dapat mengurangi
elektrolit di dalam tubuh.

Ketika dilakukan pengetesan pH urin didapatkan pH 6 yang


merupakan pH netral dan merupakan ciri urin normal. Apabila pH urin asam
atau kurang dari 5 maka menandakan adanya penyakit dehidrasi, diare,
kelaparan, asidosis, dan diabetes ketoasidosis. Dan apabila pH Urin lebih
tinggi dari nilai normal yaitu 7,5 maka dapat dikatakan mengalami gangguan
gagal ginjal, asidosis tubulus ginjal, infeksi saluran kemih, dll.

Di dapatkan pula urin yang berbau aromatik yang merupakan salah


satu ciri urin normal. Apabila urin berbau manis membuktikan adanya
penyakit diabetes melitus, urin berbau menyengat atau bau busuk
membuktikan adanya infeksi saluran kemih, bau amis pada urin menandakan
adanya penyakit oleh bakteri seperti penyakit bakterial vaginosis

Berat jenis yang didapat pada pengamatan ini ialah 1,001 gram. Hal
ini menandakan jika urin tersebut termasuk urin normal. Karena sesuai dengan
literatur, Bj Urin normal = 1,001-1,060 (Grand Wohl). Apabila BJ kurang dari
1,001 dapat dinyataka jika urin tersebut kekurangan cairan. Begitupun
sebaliknya urin kelebihan cairan jika melebihi 1,060
B. Analisa Zat-Zat Dalam Urin
1. Kandungan Urea
Di dapatkan urin tersebut positif adanya urea. Hal ini ditandakan
dengan terlihatnya kristal rhombis atau hexagonal ketika urin ditetesi oleh
asam nitrat. Urea pada urin merupakan hal yang umum terlihat pada urin
normal. Karena urea merupakan sisa hasil metabolisme berbentuk partikel
sangat kecil dalam batas tertentu. Hanya saja jika jumlahnya terlalu banyak,
akan berakibat pada munculnya penyakit uremia

2. Kandungan Ion Klorida


Urin tersebut positif (ada) senyawa ion klorida. Hal ini ditandakan
dengan adanya endapan AgCl2 dari reaksi antara AgNO3 dan NaCl. Ion
klorida terdapat pada urin normal degan jumlah tertentu. Ketika terdapat ion
klorida berlebih di urin akan mengakibatkan pengendapan kristal di ginjal
hingga menjadi batu ginjal.

3. Kandungan Aseton
Pada pengamatan kandungan aseton, urin tersebut tidak mengandung
aseton. Karena ketika urin di reaksikan dengan Na-nitroprusida tidak
dihasilkan warna ungu atau merah yang mengidentifikasi aanya aseton dalam
urin. Hal ini menunjukkan urin tersebut normal karena tidak memiliki aseton.
Karena jika ada aseton/badan keton akan ada gangguan pada sistem
urinari berupa penyakit ketonuria yang umumnya terjadi pada keadaan puasa
berkepanjangan. Tidak boleh adanya keton dalam urin karena pada dasarnya
keton adalah produk yang dihasilkan oleh tubuh saat tubuh membakar protein
dan lemak sebagai sumber energinya dalam kondisi normal, tubuh akan
membakar glukosa sebagai sumber energi utama. Protein dan lemak akan
mulai dibakar sebagai sumber energi (tidak terdapat glukosa yang masuk ke
dalam tubuh atau bila glukosa tidak bisa masuk ke dalam sel-sel tubuh itu
sebagai sumber energi).
4. Kandungan Gula Pereduksi
Pada percobaan ini tidak ditemukan gula pereduksi pada urin yang
merupakan hasil sisa metabolisme glukosa. Hal ini di tandai dengan tidak
adanya perubahan warna urin ketika dicampur larutan fehling menjadi warna
merah. Karena jika urin berwarna merah ketika ditetesi larutan fehlin, akan
menandakan adanya penyakit diabetes.

5. Kandungan Albumin
Pada percobaan ini tidak ditemukan kandungan al albbumin pada urin.
Hal ini menandakan urin tersebut merupakan urin normal. Albumin tidak boleh
ada di urin, karena jika terdeteksi ada albumin di urin menandakan adanya
penyakit albuminuria

VII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan:
1 Pada uji karakteristik urin dengan metode makroskopik, sampel urin dapat
digolongkan kedalam urin normal dikarenakan memenuhi syarat karakteristik
urin normal sesuai literatur, diantaranya: berwarna kuning, memiliki pH
dengan rentang 4,5-8, berbau khas amoniak, dan memiliki BJ dalam rentang
1,001-1,060.
2 Pada analisis zat-zat di dalam urin, sampel urin tergolong urin normal karena
menunjukkan sedimen mikro yang memang seharusnya ada pada urin dalam
jumlah tertentu seperti ion klorida & urea, serta tidak terdapat sedimen yang
seharusnya tidak ada pada urin normal seperti gula pereduksi, albumin, dan
aseton.
3 Namun pada uji dengan metode mikroskopik, dapat terlihat adanya sedimen
bakteri. Namun, meski ada sedimen bakteri, sedimen tersebut masih dalam
batas wajar sehingga urin masih bisa disebut urin normal. Meskipun
demikian, tetap perlu menjaga kebersihan alat kelamin agar bakteri itu tidak
bertambah dan menyebabkan infeksi.
VIII. Daftar Pustaka
Ambarwati, Efrizal, W., Fairus, M., Nur, H. A., Palupi, D. A., Sadiman, & Sudirman,
M. S. (2021). Buku Ajar Anatomi Fisiologi Manusia Jilid 2. Sumatera Barat:
Insan Cendekia Mandiri.
Babantude, S. K., Durowade, K. A., Kolawole, A. S., Kolawole, C. F., Kolawole, O.
M., & Olukemi, Y. T. (2009). Prevalence of Urinary Tract Infections Among
Patients Attending Dalhatu Araf Specialist Hospital, Lafia, Nasarawa State,
Nigeria. International Journal of Medicine and Medical Sciences, 163-167.

Di Lorenzo, M. S., & Strasinger, S. K. (2008). Urinalysis and Body Fluids 5th
Edition. Florida: F.A Davis Company.

Ekayanti, K. R., Nurdin, N. M., Roosita, K., & Subandriyo, V. U. (2016). Fisiologi
Manusia. Bogor: IPB Press.

Faridah, U., Malinti, E., Malisa, N., Mandias, R., Matongka, Y. H., Sinaga, R. R.,
Suwarto, T. (2021). Gangguan Pada Sistem Perkemihan. Medan: Yayasan
Kita Menulis.

Gandasoebrata, R. (2006). Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: PT Dian Rakyat.

Gandasoebrata, R. (2013). Penuntun Laboratorium Klinis. Jakarta: PT Dian Rakyat.

Luklukaningsih, Z. (2014). Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yohyakarta: Nuha


Medika.

Muttaqin, A., & Sari, K. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Nagara, A. D., Nugraha, A., Patimah, I., & Puspita, T. (2019). Cautis asuhan
keperawatan : pasien dengan gangguan infeksi karena pemasangan kateter
urin teori dan aplikasi. Surabaya: Jakad Media Publishing.
Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Pearce, E. C. (2010). Anatomi dan Fisiologi unutk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.

Purnomo, B. B. (2011). Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV Sagung Seto.

Riswanto, & Rizki, M. (2017). Urinalis: Menerjemahkan Pesan Klinis Urine.


Yogyakarta: Pustaka Rasmedia.

Sloane, E. (2003). Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai