Anda di halaman 1dari 12

1. Pengertian Sitem Urinaria?

Sistem Urinaria adalah suatu sistim kerjasama tubuh yg memiliki tujuan utama mempertahankan keseimbangan internal/ homeostasis yg fungsinya untuk membuang produk-produk yg tidak dibutuhkan oleh tubuh.(Pearce,2010). Sistem Urinaria adalah suatu sistim tempat terjadinya proses penyaringan darah,sehingga darah bebas dari zat-zat yg tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yg masih dipergunakan oleh tubuh.(Slone,2003). 2. Komponen-Komponen pada sistem urinaria? Ginjal Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, dibelakang peritonium, dan karena itu di luar rongga peritoneum ( Sloane, 2004). Kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebra torakalis terakhir sampai vertebrata lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki banyak ruang di sebelah kanan. Ginjal mempunyai fungsi diantaranya sebagai berikut: 1. Mengeluarkan sekret urin 2. Pengeluaran zat sisa organik 3. Pengaturan konsentrasi ion-ion penting 4. Pengaturan asam basa tubuh 5. Pengaturan produksi sel darah merah 6. Pengaturan tekanan darah 7. Pengeluaran zat beracun ( Sloane, 2004). 2.1.2.2 Ureter Ureter adalah perpanjangan tubular berpasangan dan berotot dari pelvis ginjal yang merentang sampai kandung kemih (Sloane, 2004). Fungsi ureter adalah menyalurkan urin dari ginjal ke kandung kemih (Pearce C. Evelyn, 2011). 2.1.2.3 Kandung Kemih

Kandung kemih adalah organ muskular berongga yang berfungsi sebagai kontainer penyimpanan urine (Slone, 2004). Fungsi kandung kemih adalah untuk menampung urin yang disalurkan ureter dari ginjal (Pearce C. Evelyn, 2011). 2.2.2.4 Uretra Uretra ialah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kemih ke luar, dilapisi membran mukosa yang bersambung dengan membran yang melapisi kandung kemih. Meatus urinalis terdiri dari serabut otot lingkar, yang membentuk spinter uretra. Pada wanita panjang uretra adalah 2,5-3,5 cm. Dan pada pria 17-22 cm. Fungsi uretra adalah mengeluarkan urin dari kandung kemih (Pearce C. Evelyn, 2011). 3. Struktur makro dan mikro Ginjal? Makro: 1. Tampilan Ginjal adalah organ yang berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan dan tebalnya 2,5 cm (kurang lebih sebesar kepalan tangan). Setiap ginjal memiliki berat antara 125 sampai 175 g pada laki-laki dan 115 sampai 155 g pada perempuan. 2. Lokasi a. Ginjal terletak pada area yang tinggi, yaitu pada dinding abdomen posterior yang berdekatan dengan dua pasang iga terakhir. Organ ini merupakan organ retroperitoneal dan terletak antara otot-otot punggung dan peritoneum rongga abdomen atas. Tiap-tiap ginjal memiliki sebuah kelenjar adrenal di atasnya. b. Ginjal kanan terletak agak di bawah dibandingkan ginjal kiri karena ada hati pada sisi kanan. 3. Jaringan ikat pembungkus. Setiap ginjal diselubungi tiga lapisan jaringan ikat. a. Fasia renal adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini melabuhkan ginjal pada struktur di sekitarnya dan mempertahankan posisi organ. b. Lemak perirenal adalah jaringan adiposa yang terbungkus fasia ginjal. Jaringan ini membantali ginjal dan membantu organ tetap pada posisinya. c. Kapsul fibrosa (ginjal) adalah membran halus transparan yang langsung membungkus ginjal dan dapat dengan mudah dilepas. Mikro: - Menjernihkan atau membersihkan plasma darah dari substansi yang tidak diiinginkan tubuh, seperti urea, kreatin, asam urat, dll.

- Mengatur jumlah ion-ion na, k, cl dan h. 1. Glomerulus, berupa anyaman kapiler yang fungsinya sebagai saringan untuk mencegah protein bebas dalam plasma darah memasuki komponen tubular dari nefron 2. Kapsula Bowman, mengumpulkan filtrat glomerulus. 3. Tubulus kontortus proksimal, secara aktif mengabsorpsi filtrat (99%) dalam tubulus ginjal melalui difusi pasif gradien kimia atau listrik, transpor aktif terhadap gradien tersebut, atau difusi terfasilitasi. Sekitar 85% natrium klorida dan air serta semua glukosa dan asam amino pada filtrat glomerulus diabsorpsi dalam tubulus kontortus proksimal. 4. Ansa Henle, membentuk semacam gradien osmotic di medulla ginjal yang penting memproduksi urin dengan konsentrasi yang beragam. 5. Tubulus kontortus dan duktus koligens, Disini reabsorpsinya untuk Na+ dan H2O terkontroldan terjadi juga sekresi untuk K+ dan H+ 6. Arterio efferent, membawa darah menuju glomerulus 7. Arteriola efferent, perannya membawa darah keluar dari glomerulus 8. Kapiler tubular, fungsinya memperdarahi jaringan ginjal serta terlibat dalam perubahan komposisi cairan di tubulus ginjal 9. Kapilar peritubular, mengelilingi tubulus proksimal dan distal untuk memberi nutrien pada tubulus tersebut dan mengeluarkan zat-zat yang di absorpsi. 10. Vasa rekta, tempat pertukaran zat antara Ansa Henle dan kapilar serta memegang peranan dalam konsentrasi urin.

4. Proses pembentukkan urine? Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk kedalam ginjal, darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah. Ada 3 tahap pembentukkan urine, yaitu: a. Proses Filtrasi Proses filtrasi terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferent lebih besar dari permukaan eferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh

simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dan lainlain, kemudian diteruskan di tubulus ginjal (Sloane, 2004). b. Proses Reabsorpsi. Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat, dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorbsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dan sodium dan ion bikarbonat, bila diperlukan akan diserap kembali kedalam tubulus bagian bawah, penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorbsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papila renalis (Sloane, 2004). c. Proses Sekresi Pada proses sekresi, zat keluar dari darah dalam kapiler peritubular melewati selsel tubular menuju cairan tubular untuk dikeluarkan dalam urine (Sloane, 2004). 5. Karakteristik Urine? 2.1.5 Komposisi Urin a. Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisme asam nukleat, dan kreatin dari proses penguratan kreatin fosfat dalam jaringan otot. b. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah. c. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstitusien normal dalam jumlah kecil. d. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan magnesium. e. Hormon atau katabolit hormon ada secara normal dalam urin. f. Berbagai jenis taksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara normal ditemukan dalam jumlah kecil. g. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan), dan batu ginjal atau kalkuli (Sloane, 2004).

2.1.6 Sifat Fisik Urine

a. Warna. Urin encer berwarna kuning pucat, dan kuning pekat jika kental. Urin segar biasanya jernih dan menjadi keruh jika didiamkan. b. Bau. Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amonia jika didiamkan. Bau ini dapat bervariasi sesuai dengan diet, misalnya setelah makan asparagus. Pada diabetes yang tidak terkontrol, aseton menghasilkan bau manis pada urin. c. Asiditas atau alkalinitas, pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan biasanya sekitar 6,0 tetapi juga bergantung pada diet. Ingesti makanan yang berprotein tinggi akan meningkatkan asiditas, sementara diet sayuran meningkatkan alkalinitas. d. Berat jenis urin berkisar anatara 1,001- 1,035, bergantung pada konsentrasi urin (Sloane, 2004).

6. Hormon dan saraf yang mempengaruhi sistem urinaria? 2.1.7 Syaraf yang Mempengaruhi Sistem Urinaria Kandung kemih mendapat persyarafan utama dari syaraf-syaraf pelvis, yang berhubungan dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan segmen S-2 dan S-3 dari medulla spinalis. Perjalanan melalui syaraf pelvis terdapat dalam 2 bentuk persyarafan yaitu serabut syaraf sensorik dan syaraf motorik. Serabut sensorik mendeteksi derajat regangan dalam dinding kandung kemih. Sinyal sinyal regangan khususnya dari uretra posterior merupakan sinyal yang kuat dan terutama berperan untuk memicu refleks pengosongan kandung kemih (Guyton dan Hall, 2008). Persyarafan motorik yang dibawa dalam syaraf-syaraf pelvis merupakan serabut parasimpatis. Syaraf ini berakhir di sel ganglion yang terletak di dalam dinding kandung kemih. Kemudian syaraf-syaraf postganglionic yang pendek akan

mempersyarafi otot detrusor (Guyton dan Hall, 2008). Selain syaraf pelvis, terdapat dua jenis persyarafan lain yang penting untuk mengatur fungsi kandung kemih. Yang paling penting adalah serabut motorik skeletal yang dibawa melalui syaraf pudensus ke sfingter eksterna kandung kemih. Syaraf ini merupakan serabut syaraf somatik yang mempersyarafi dan mengatur otot rangka volunter pada sfinger tersebut. Kandung kemih juga mendapatkan persyarafan simpatis dari rangkaian simpatis melalui syaraf-syaraf hipogastrik, yang terutama berhubungan dengan segmen L-2 dari medulla spinalis. Serabut simpatis ini terutama merangsang pembuluh darah dan memberi sedikit efek terhadap proses kontraksi

kandung kemih. Beberapa serabut sayraf sensorik juga berjalan melalui persyarafan simpatis dan mungkin penting untuk sensasi rasa penuh dan nyeri (Guyton dan Hall, 2008).

7. 2.1.8 Hormon yang Mempengaruhi Sistem Urinaria Ada suatu sistem umpan balik yang kuat untuk mengatur osmolaritas plasma dan konsentrasi natrium, yang bekerja dengan cara mengubah ekskresi air oleh ginjal, dan tidak bergantung pada kecepatan ekskresi zat terlarut. Pelaku utama dari sistem umpan balik ini adalah hormon antidiuretik (ADH), yang juga disebut vasopressin (Guyton dan Hall, 2008). Bila osmolaritas cairan tubuh meningkat diatas normal (yaitu zat terlarut dalam cairan tubuh menjadi terlalu pekat), kelenjar hipofisis posterior akan menyekresi lebih banyak ADH, yang meningkatkan permeabilitas tubulus distal dan duktus koligentes terhadap air. Keadaan ini memungkinkan terjadinya reabsorpsi air dalam jumlah besar dan penurunan volume urin tetapi tidak mengubah kecepatan ekskresi zat terlarut oleh ginjal secara nyata (Guyton dan Hall, 2008). Bila terdapat kelebihan air didalam tubuh dan osmolaritas cairan eksternal menurun, sekresi ADH oleh hipofisis posterior akan menurun oleh sebab itu, permeabilitas tubulis distal dan duktus kolegentes terhadap air akan menurun, yang menghasilkan sejumlah besar urin encer. Jadi kecepatan sekresi ADH sangat menentukan encer atau pekatnya urin yang akan dikeluarkan oleh ginjal (Guyton dan Hall, 2008).

8. Konsentrasi, pengenceran, volume pada urine seperti apa? a. Volume Urine Volume Urine yang dihasilkan setiap hari bervariasi dari 600ml sampai 2.500ml lebih.

1. Jika volume urine tinggi,zat buangan di ekskresi dalam larutan encer,hipotonik (hipoosmotik) terhadap plasma.berat jenis urine mendekati berat jenis air (sekitar 1,003) 2. Jika tubuh perlu menahan air,maka urine yang dihasilkan kental sehingga volume urine yang sedikit tetap mengandung jumlah zat buangan yang sama yang harus dikeluarkan.konsentrasi zat terlarut lebih besar,urine hipertonik (hiperosmotik) terhadap plasma,dan berat jenis urine lebih tinggi diatas 1.030). b. Pengetahuan volume urine Produksi urine kental yang sedikit atau urine encer yang lebih banyak diatur melalui mekanisme hormon dan mekanisme pengkonsentrasi urine ginjal. 1. Mekanisme hormonal a. Antidiuretic hormon (ADH) Meningkatkan permeabilitas tubulus kontortus distal dan tubulus pengumpulan terhadap air sehingga mengakibatkan terjadinya reabsorpsi dan volume urine yang sedikit. b. Volume dan tekanan darah.Bararoreseptor dalam pembuluh darah (di vena,atrium kanan dan kiri,pembuluh pulmonar,sinus karotid,dan lengkung aorta) memantau volume darah dan tekanan darah.penurunan volume dan tekanan darah meningkatkan sekresi ADH; peningkatan volume dan tekanan darah menurunkan sekresi ADH. c. Faktor lain.Nyeri,kecemasan,olahraga,analgesik narkotik,dan barbiturat meningkatkan sekresi ADH.alkohol menurunkan sekresi ADH.

Konsentrasi: 9. Gangguan Sistem Urinaria? Gangguan sistem urinaria (Sloane, 2004): 1). Sistitis adalah inflamasi kandung kemih. Inflamasi ini dapat disebabkan oleh infeksi bakteri (biasanya Escherichia Coli) yang menyebar dari uretra. 2). Glomerulonefritis adalah inflamasi nefron, terutama pada glomerulus. Glomerulonefritis akut seringkali terjadi akibat respons imun terhadap toksin Glomerulonefritis kronik tidak hanya merusak glomerulus tetapi juga tubulus. Inflamasi ini mungkin diakibatkan infeksi streptokokus.

3). Pielonefritis adalah inflamasi ginjal dan pelvis ginjal akibat infeksi bakteri. Inflamasi dapat berawal di traktus urinearia bawah (kandung kemih) dan menyebar ke ureter, atau karena infeksi yang dibawa darah dam limfe ke ginjal. Obstruksi traktus urinearia terjadi akibat pembesaran kelenjar prostat, batu ginjal, atau defek kongenital yang memicu terjadinya pielonefritis. 4.) Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Hal ini mengakibatkan terjadinya retensi garam air, zat buangan nitrogen (urea dan kreatinin) dan penurunan drastis volume urinee (oligura). Melalui pengobatan terhadap kondisi penyebab gagal ginjal, maka prognosinya membaik. Gagal ginjal yang tidak di obati dapat mengakibatkan penghentian total fungsi ginjal dan kematian. a.) Gagal ginjal akut adalah kondisi yang terjadi secara tiba-tiba dan biasanya

berhasil di obati. Penyakit ini ditandai dengan oligura mendadak yang diikuti dengan penghentian produksi urinee (anuria) secara total. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah ke ginjal akibat trauma atau cedera, glomerulonefritis akut, hemoragi, tranfusi darah yang tidak cocok, atau dehidrasi berat. b.) Gagal ginjal kronik adalah kondisi progresif parah karena penyakit yang

mengakibatkan kerusakan parenkim ginjal, seperti glomerulonefritis kronik atau pielonefritis, trauma, atau diabetes nefropati (penyakit ginjal akibat diabetes melitus). Penyakit ini diobati melalui hemodialisis (ginjal buatan) atau transplantasi ginjal. 11. Mekanisme terjadinya GNA? Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis. Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Tanda dan gejala yang berefleksi kepada kerusakan glumerulus dan terjadi

kebocoran protein masuk kedalamurin [proteinuridaneritrosit / hematuri]. Karena proses

penyakit berlanjut terjadilah parut yang berakibat menurunnya filtrasi glumerulus dan berdampak oliguri dan retensi air, sodium dan produksisa nitrogen. Kesemuanya ini berdampak meningkatnya volume cairan, edem, dan asotemia yang yang ditampilkan melalui napas pendek, edem yang dependen, sakitkepala, lemah dan anoreksia. faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya: 1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,

Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll 2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza,

parotitis epidemika dl 3. Parasit : malaria dan toksoplasma

12. Gejala terjadinya GNA? 2.3.4.Gejala klinis Gejala yang sering ditemukan berupa hematuria, kadang dijumpai edema pada daerah sekitar mata atau seluruh tubuh. Gambaran GNAPS yang paling sering ditemukan adalah: hematuria, oligouria, edema dan hipertensi. Gejala gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit seperti rasa lelah, anoreksia, demam, mual, muntah dan sakit kepala. Hipertensi dijumpai 60 70 % GNA pada hari pertama, dijumpai juga gejala gastrointestinal berupa muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare. ( Noer . 2002 ) 2.3.2. Etiologi Glomerulonefritis akut paska streptokokus menyerang anak umur 5 15 tahun, anak laki laki berpeluang menderita 2 kali lebih sering dibanding anak perempuan timbul setelah 9 11 hari awitan infeksi streptokokus.( Noer . 2006. Nelson .2002 )

Timbulnya GNA didahului oleh infeksi bakteri streptokokus ekstra renal, terutama infeksi di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh bakteri streptokokus golongan A tipe 4, 12, 25. Hubungan antara GNA dengan infeksi streptokokus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein tahun 1907 dengan alasan; a. Timbul GNA setelah infeksi skarlatina b. Diisolasinya bakteri streptokokus hemolitikus Universitas Sumatera Utarac. Meningkatnya titer streptolisin pada serum darah Faktor iklim, keadan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA, setelah terjadi infeksi kuman streptokokus. ( Hasan . 1991 ). 13. Rencana Perawatan GNA? a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985).

b. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksilin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis (Wahab, A. Samik, 2000).

c. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi (Wahab, A. Samik, 2000). d. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sejatinva untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis (Wahab, A. Samik, 2000).

14. Pengertian sistem imun? Gangguan yang menyerang atau menghancurkan jaringan tubuh yang sehat (hermawan , 2010) ditujukan untuk melawan jaringan tubuh sendiri (kamus dorland). 15. Fungsi dari sistem imun? 2.2.3 Sistem Imun Tugas sistem imun adalah mencari dan merusak invader yang membahayakan tubuh manusia. Sel imun terdapat dalam darah, khususnya di leukosit (Fatmah, 2006). Bila sistem imun mengalami gangguan, akan menyerang dan menghancurkan jaringan tubuh yang sehat. Gangguan ini disebut gangguan atau penyakit autoimun. Gangguan

autoimun adalah suatu kondisi yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang dan menghancurkan jaringan sehat. Pasien dengan gangguan autoimun, sistem kekebalannya tidak bisa membedakan antara jaringan tubuh yang sehat dan antigen. Hasilnya adalah resposn imun yang merusak jaringan tubuh normal. Ini adalah reaksi hipersensitivitas mirip dengan respon di alergi (Hermawan, 2010).

16. Hubungan sistem urinaria dengan gigi dan mulut?

Fokal infeksi adalah terjadinya infeksi di dalam tubuh dengan tempat masuk bakteri yang jauh dare tempat terjadinya infeksi. Infeksi pada gusi dapat menyebar ke jaringan tubuh lain salah satunya ginjal. Penyebab utama infeksi pada gusi serta jaringan pendukung gigi lainnya adalah mikroorganisme yang berkumpul di permukaan gigi (plak bakteri). Plak bakteri yang telah lama melekat pada gigi dan jaringan gusi dapat mengalami kalsifikasi (mengeras) sehingga menjadi kalkulus (karang gigi) yang biasanya tertutup lapisan lunak bakteri. Bila sudah mengalami

kalsifikasi (karang gigi) maka pembersihan nya sudah tidak dapat menggunakan sikat gigi tetapi harus melalui pembersihan mekanis oleh dokter gigi (Syaifudin,2006). Bakteri pathogen (perusak) yang melekat ke permukaan gigi di sekitar gusi untuk jangka waktu yang cukup lama ,membuat jaringan gusi terpapar produk toksin (racun) bakteri tersebut. Saat jaringan gusi terpapar toksin (racun) bakteri maka tubuh membaca hal tersebut sebagai antigen yang merangsang antibodi dalam tubuh kita untuk membentuk kompleks antigen-antibodi. Dalam keadaan normal kompleks antigen antibodi tersebut dimusnahkan dan selanjutnya hilang dari sirkulasi darah. Namun, pada keadaan tertentu adanya kompleks imun dalam sirkulasi dapat mengakibatkan berbagai kelainan dalam organ tubuh yang disebut penyakit kompleks imun (Syaifudin,2006). Penyakit kompleks imun ini disebabkan oleh endapan kompleks imun pada organ spesifik salah satunya ginjal. Kompleks imun ini dapat mengendap pada kapiler glomerulus pada ginjal yang dapat menyebabkan kerusakan pada glomerulus ginjal (glomerulonefritis). Untuk mencegah terjadinya fokal infeksi tersebut maka kita harus memperhatikan kebersihan rongga mulut kita sehingga tidak menyebabkan penyebaran infeksi ke jaringan tubuh yang lain (Syaifudin,2006).

Anda mungkin juga menyukai