Anda di halaman 1dari 59

PAPER

ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA


“Sistem Ekskresi”

Oleh :

Hesti Cahyaning Tias (140210103053)


Anis Vitriyani (140210103054)
Hartini (140210103064)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tubuh manusia selalu melakukan metabolisme yang
mengkoordinasi kerja tubuh. Proses metabolisme selain
menghasilkan zat yang berguna bagi tubuh tetapi juga
menghasilkan zat-zat sisa yang tidak berguna bagi tubuh. Zat
sisa yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh akan dikeluarkan
melalui sistem ekskresi. Sistem ekskresi merupakan
pengeluaran limbah hasil metabolisme pada organisme hidup.
Zat sisa metabolisme yang harus dikeluarkan antara lain
karbondioksida (CO2), urea, air (H2O), amonia (NH3),
kelebihan vitamin, dan zat warna empedu. Organ-organ dalam
sistem ekskresi pada manusia diantaranya ginjal, kulit, paru-
paru dan hati. Dalam sistem ekskresi juga terdapat penyakit
atau kelainan baik disebabkan oleh pathogen maupun karena
gangguan dari organ-organ pada sistem ekskresi. Oleh sebab
itu, penulis membuat paper ini untuk menambah pengetahuan
mengenai sistem ekskresi pada manusia baik itu organ,
penampakan anatomi dan histology, proses fisiologi, serta
penyakit atau gangguan pada sistem ekskresi.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah pengertian serta fungsi dari sistem
ekskresi ?
1.2.2 Apa sajakah organ-organ yang termasuk
dalam sistem ekskresi pada manusia?
1.2.3 Bagaimana anatomi, histology, dan fisiologi
sistem ekskresi pada manusia?
1.2.4 Penyakit atau gangguan apakah yang ada pada
sistem ekskresi pada manusia?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dan fungsi dari
sistem ekskresi.
1.3.2 Untuk mengetahui organ-organ yang termasuk
dalam sistem ekskresi pada manusia.
1.3.3 Untuk mengetahui anatomi, histology,
maupun fisiologi pada sistem ekskresi
manusia.
1.3.4 Untuk mengetahui penyakit atau gangguan
pada sistem ekskresi manusia.
BAB 2.PEMBAHASAN

Sistem Ekskresi adalah sistem yang memiliki fungsi


untuk mmengeluarkan zat-zat sisa dari dalam tubuh, yang
tidak berguna lagi bagi tubuh, seperti
 Pengeluaran CO2 saat bernafas
 Pengeluaran keringat
 Pengeluaran urine
Adanya sistem ekskresi
Sistem ekskresi ini memiliki fungsi, antara lain:
1. Membuang limbah yang tidak lagi dibutuhkan oleh
tubuh.
2. Mengatur osmoregulasi.
3. Memertahankan termoregulasi
4. Homeostasis
Proses pengeluaran zat berdasarkan zat yang dibuang
dibedakan atas:
 Defekasi: merupakan proses pengeluaran zat sisa hasil
pencernaan
 Ekskresi: pengeluaran zat sisa hasil metabolisme
 Sekresi: pengeluaran getah yang masih diperlukan oleh
tubuh.
Alat-alat Ekskresi Alat-alat ekskresi pada manusia meliputi:
 Ginjal
 Hati
 Kulit
 Paru-paru

A. Anatomi Ginjal
Didalam sel normal memiliki mekanisme dalam
memelihara konsentrasi gara, asam dan elektrolit
dilingkungannya iternalnya. Kelangsungan hidup sel
bergantung pada peneluaran secara terus menerus zat-zat sisa
metabolisme toksik yang dihasilkan oleh sel pada saat
melakukan berbagai reaksi (Herwood, 2001: 461).
Ginjal adalah organ ynag paling penting dalam tubuh
manusia. Ginjal ini memiliki fungsi bagi pertahanan
homoestasis tubuh, keseimbangan osmotik, asam basa, eskresi
sisa metabolisme, sistem pengeluaran hormonal dan
metabolisme. Ginjal terdapat pada rongga abdomen,
retroperitonial primer kiri dan kanan kolumna vetrebalis,
dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat dibelakang peritonium
(Syaifudin, 2016:446).
Pada rongga abdomen ginjal memiliki letak yang agak
berbeda diatara keduannya, dimana ginjal kiri terdapat pada
iga ke 2-11, ginjal kanan pada iga ke-12, batas bawah ginjal
kiri setinggi vertebrate lumbalis ke-3 Sistem, tiap-tiap dari
ginjal memilki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5
cm. Ginjal kiri memiliki ukuran lebih panjang dari pada
ukuran dari ginjal kanan. Berat ginjal pada laki-laki dewasa
150-170 gram lalu pada wanita dewasa memilki 115-155
gram.
(a)Organ ekskresi dan pembuluh utama yang
terkait

Ginjal berbentuk seperti kacang merah yang memiliki sisi


dalam menghadap ke sisi dalam ke arah vertebrate torakalis,
didig luarnya raltif cembung dan pada setiap sisi atas ginjal
terdapat sebuah kelenjar suprarenal (Syaifudin, 2016:446).
Ginjal terdiri dari:
a. Bagian dalam (internal). Terdapat 8-16 renalis dalam
medulanya yang memiliki garis pada sepanjang ginjal, lalu
bagian apeksnya
menghadap ke sinus renalis
(Syaifudin, 2016:446).
b. Bagian luar (eksternal).
Bagian ini memiliki warna
coklat tua, yang memiliki
konsistensi yang lunak dan
bergranula. Substansi ini
tepat di bawah tunika
fibosa, melengkung
sepanjang basis piramid
yang berdekatan dengan
sinus renalis, bagian dalam
diantara piramid
dinamakan kolumna renalis
(Syaifudin, 2016:447).

(b) Anatomi Ginjal


Peredaran Darah Ginjal
Ginjal darah
yang didapatkan
berasal dari suplai
darah dari arteri
renalis merupakan
cabang dari aorta
abdominalis,
sebelum masuk ke
massa ginjal.
Arteri renalis yang
merupakan cabang
yang besar yaitu
arteri renalis
anterior dan yang
kecil arteri renalis
posterior cabang (d) peredaran dalam ginjal
posterior yang akan memberikan darah untuk ginjal bagian
anterior dan ventral. Diantara kedua cabang ini terdapat
Brundels line) yang
terdapat di sepanjang margo lateral dari ginjal. Pada garis ini
tidak terdapat pembuluh darah sehingga, kedua cabang ini
akan menyebar sampai kebagian anterior dan posterios dari
kolisis sampai ke medula ginjal, terletak diantara piramid dan
disebut arteri interlobularis (Syaifudin, 2016:450).
Setelah sampai di daerah medula membelok 90° melalui
basis piramid yang disebut arteri Arquarta. Pembuluh ini akan
bercabang menjadi arteri interlobularis yang berjalan tegak ke
dalam korteks berakhir sebagai:
1. Fase aferen glomerulus untuk 1-2 glomerulus.
2. Pleksus kapiler sepanjang tubulus melingkar dalam
korteks tanpa berhubungan dengan glomeralis.
3. Pembuluh darah menembus kapsula Bowman.
Dari glomerulus keluar pembuluh darah aferen,
selanjutnya terdapat suatu anyaman yang mengelilingi tubuli
kontorti. Disamping itu ada cabang yang lurus menuju ke
pelvis rnalis mmberikan darah untuk ansa henle dan duktus
koligen yang dinamakan arteri rektal (A. spuriae). Dari
pembuluh rambut ini kemudian berkumpul dalam pembuluh
kapiler vena bentuknya seperti bintang disebut vena stellata
berjalan ke vena inter lumbalis (Syaifudin, 2016:451).
Pembuluh limfe mengikuti perjalanan A. Renalis menuju
ke nodi limfetikus aorta lateral yang terdapat disekitar pangkal
A. renalis, dibentuk oleh pleksus yang berasal dari massa
ginjal, kapsula fibrosa dan bermuara ke nodus lateral aortika
(Syaifudin, 2016:451).
Persarafan Ginjal.
Saraf ginjal lebih dari 15 ganglion. Ganglion ini
membentuk pleksus renalis
yang berasal dari cabang
yang terbawah dan diluar
ganglion pleksus seliaka,
pleksus aukustikus dan
bagian bawah spleniksus.
Pleksus renalis bergabung
dengan plekus spermatikus
dengan cara memberikan
beberapa serabut yang dapat
menimbulkan nyeri pada
testis pada kelainan ginjal.
(e) persyarafan pada ginjal
Fungsi Ginjal
Pembentukan urine adalah untuk mempertahankan
homeostasisi dengan mengatur volume dan komposisi darah.
Proses ini pengeluaran larutan sampah organik, produk
metabolisme. Produk sampah yang perlu mendapat perhatian
adalah urea, kreatinin dan asam urat. Produk sampah nii larut
dalam aliran darah, dan hanya dapat dibuang dengan
dilarutkannya urine. Pembuangan bahan-nahan sampah ini
disertai dengan kehilangan air yang tidak dapat dihindarkan.
Ginjal dapat menjamin bahwa cairan yang hilang tidak
mengandung substrat organik yang sangat bermanfaat yang
terdapat dalam plasma dara seperti gula dan asam amino.
Bahan bernilai ini haus diserap kembali untuk digunakan oleh
jaringan lain.
Fungsi ginjal:
1. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh, kelebihan air
dalam tubuh akan dieskresikan oleh ginjal sebagai urine
(kemih) yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air
(kelebihan keringat) menyebabkan urin yang di
eskresikan berkurang dan konsentrasinya lebih pekat,
sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat
dipertahankan relatif normal.
2. Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan
keseimbangan ion yang optimal dalam plasma
(keseimbangan elektrolit). Bila terjadi
pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat
pemasukan garam yang berlebihan/penyakit peredaran
(diare dan muntah) ginjal akan meningkatkan ekskresi
ion-ion yang penting (mis, Cl, Na, K, Ca dan fosfat).
3. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh,
bergantung pada apa yang dimakan. Campuran makanan
menghasilkan urine yang bersifat agak asam, pH kurang
dari 6, ini disebabkan hasil akhir metabolisme protein.
Apabila banyak makan sayur-sayuran, urine akan bersifat
basa pH urine bervariasi ntara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi
urine sesuai dengan perubahan pH darah.
4. Sekresi hasil dari sisa mtabolisme (ureum, asam urat,
kreatini) zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme
hemoglobin dn bhan kimia asing (pestisida).
5. Fungsi hormonaldan metabolisme. Ginjal menyekresi
hormon renin yang mempunyai perana pentinh mengatur
tekanan darah (sistem renin angiotensin, aldosteron),
membentuk eritropoiesis, mempunyai peranan penting
dalam memeroses pembentukan sel darah merah
(eritropoiesis). Disamping itu ginjal juga membentuk
hormon dihidroksdikolekalsoferol (Vtamin D aktif) yang
diperlykan untuk absorbsi ion kalsium diusus.
Hormon pada Ginjal
Hormon yang bekerja pada ginjal
1. Hormon antidiuretik ADH atau vasopressin). Merupakan
peptida yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior,
hormon ini menngkatkan reabsorbsi air pada duktus
kolektifus.
2. Aldosteron. Merupakan hormon steroid yang diproduksi
oleh korteks adrenal, hormon ini meningkatkan reabsorbsi
natrium pada duktus kolektivus.
3. Peptida Natriuretik (NP). Diproduksi oleh sel jantung dan
meningatkan ekskresi natrium pada duktus kolektivus.
4. Hormon paratiroid. Merupakan protein yang diproduksi
oleh kelenjar paratiroid, hormon ini meningkatkan
ekskresi fosfat, reabsorbsi kalsium dan produksi vitamin
D pada ginjal.
Hormon yang dihasilkan Ginjal
1. Renin
Merupakan protein yang dihasilkan oleh
apparatus jukstaglomerular, hormon ini menyebabkan
pembentukan angiotensin II. Angiotensin II berfungsi
langsung pada tubulus proximal dan bekerja melalui
aldosteron ada tubulus distal. Hormon ini juga
merupakan vasokonstriktor kuat.
2. Vitamin D
Merupakan hormon steroid yang
dimetabolisme di ginjal, berperan meningkatkan
absorbsi kalsium dan fosfat dari usus.
3. Eritropoeitein
Merupakan protein yang diproduksi di ginjal,
hormon ini meningkatkan pembentukan sel darah
merah di sumsum tulang.
4. Prostaglandin
Diproduksi di ginjal, memiliki berbagai efek
terutama pada tonus pembuluh darah ginjal
Ureter
Ureter terdiri dari 2 buah saluran pipa masing-masing
bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ±25-34
cm, dengan penampang 0,5 cm, mempunyai 3 jepitan
disepanjang jalan. Ureter sebagian terletak pada rongga
abdomen dan
sebagian lagi terletak
pada rongga pelvis.
Lapisan dinding
ureter terdiri dari:
a. Dinding luar
jaringan ikat
(jaringan
fibrosa)
b. Lapisan tengah
lapisan otot
polos
c. Lapisan sebelah
dalam lapisan
mukosa
Lapisan dinding
ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik setiap 5 menit
sekali yang akan mendorong urin masuk ke dalam vesika
urinaria. Pelvis ginjal (pelvis ureter) bagian ujung atasnya
melebar membentuk corong, terletak di dalam hilus ginjal,
emeneriam kalik mayor. Ureter keluar dari hilus gunjal,
berjalan vertikal ke bawah dibelakang peritoneum parietal,
melekat pada musmukulus psoas yang memisahkan dengan
prosesus tranversus vertebrae lumbalis.
Vesika urinaria (kandung kemih)
Vesika urinaria terletak tepat dibelakang os pubis. Bagian
ini tempat menyimpan urine, berdinding otot kuat, bentuknya
bervariasi sesuai dengan jumlah urine yang dikandung. Vesika
urinaria pada waktu kosong terletak di apeks vesika urinaria
dibelakang tepi atas simfisis pubis. Permukaan posterios
vesika urinaria berbentuk segitiga, merupakan muara ureter
dan sudut inferior membentuk uretra.

B. Anatomi Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar yang ada pada tubuh. Hati
memiliki berat kurang lebih 1,4 kg pada rata-rata orang
dewasa. Dari semua organ tubuh, menempati urutan kedua
dalam ukurannya.

Hati letaknya di
bawah diafragma dan
menempati sebagian
besar dari hipokondria
sebalah kanan dan
bagian epigastrik rongga
abdominopelvic
(Tortora et al., 2009:
945).
Hampir semua
bagain hati ditutupi oleh
visera peritoneum dan
keseluruhan ditutupi
lapisan jaringan ikat.
Hati terbagi menjadi 2
lobus yakni lobus
kanan yang lebih besar
dan lobus kiri yang
Sumber : Tortora et al., 2009: 945 lebih kecil. Antara lobus
kanan dan kiri dihubungkan oleh ligament falsiformis (Tortora
et al., 2009:945).

Sumber : Tortora et al., 2009: 945


Histologi Hati

1. Hepatosit
adalah sel-sel
fungsional utama dari
hati dan melakukan
berbagai macam
metabolik, sekretori,
dan fungsi endokrin.
Sel-sel epitel khusus
ini memiliki 5 sampai
12 sisi yang membuat
sekitar 80% dari
volume hati. Hepatosit
membentuk kompleks
pengaturan tiga
dimensi yang disebut
lamina hati. Lamina
hati tersebut seperti
piringan sel tebal
Sumber : Tortora et al., 2009: 943 berbatasan di kedua
Sumer : Tortora et al., 2009: 943
sisi dengan ruang endotel
vaskular berlapis disebut
sinusoid hati. Lamina hati
bercabang dan strukturnya
tidak teratur. Alur dalam
membran sel antara
hepatosit tetangga
menyediakan ruang untuk
canaliculi dimana hepatosit
mensekresikan empedu.
Empedu, kuning,
kecoklatan, atau cairan
hijau zaitun disekresikan
oleh hepatosit baik sebagai
produk ekskretoris dan
sekresi pencernaan.
2. Canaliculi empedu adalah saluran kecil antara hepatosit
yang mengumpulkan empedu yang dihasilkan oleh
hepatosit. Dari canaliculi empedu, empedu masuk ke
dalam ductules empedu dan kemudian saluran empedu.
Saluran empedu menggabungkan dan akhirnya
membentuk yang lebih besar dan saluran hepatik kiri,
yang bersatu dan keluar hati sebagai duktus hepatik (lihat
Gambar 24.14) (Tortora et al., 2009:943). Duktus hepatik
umum bergabung dengan duktus sistikus (cystic kandung
kemih) dari kantong empedu untuk membentuk saluran
empedu umum. Dari sini, empedu memasuki usus kecil
untuk berpartisipasi dalam pencernaan.
3. Sinusoid hepatik adalah kapiler darah sangat permeabel
antara baris hepatosit yang menerima oksigen darah dari
cabang arteri hepatika dan terdeoksigenasi yang kaya
nutrisi darah dari cabang pembuluh darah portal.
Pembuluh darah portal membawa darah vena dari organ
pencernaan dan limpa ke hati. Berbeda dengan darah
yang mengalir menuju vena sentral, empedu mengalir di
arah yang berlawanan. Di dalam sinusoid hepatic juga
terdapat fagosit tetap disebut stellate retikuloendotelial
(Kupffer) sel, yang menghancurkan sel-sel darah putih
dan merah yang usang, bakteri, dan benda asing lainnya
dalam darah vena mengalir dari saluran pencernaan.
Bersama-sama, saluran empedu cabang dari arteri
hepatika dan cabang dari vena hepatika disebut sebagai triad
Portal. Hepatosit, sistem saluran empedu, dan sinusoid hati
bisa diatur dalam unit anatomis dan fungsional dalam tiga
yang berbeda cara:
1. Lobulus Hati. Masing-masing lobulus hati berbentuk
seperti segi enam (enam sisi struktur) (Gambar 24.15e)
(Tortora et al., 2009:947). Pusatnya adalah vena sentral,
dan memancar keluar dari itu adalah deretan hepatosit
dan sinusoid hati. Terletak di tiga sudut dari segi enam
adalah triad Portal. Deskripsi ini didasarkan pada
deskripsi hati babi dewasa. Di hati manusia sulit untuk
menemukan seperti hati yang terdefinisi dengan baik
lobulus dikelilingi oleh lapisan jaringan ikat yang tebal.
2. Lobulus Portal. Lobulus ini menekankan fungsi
eksokrin hati, yaitu, sekresi empedu. Dengan demikian,
saluran empedu dari triad portal diambil sebagai pusat
lobulus Portal. Portal lobulus berbentuk segitiga dan
didefinisikan oleh tiga imajiner garis lurus yang
menghubungkan tiga vena sentral yang paling dekat
dengan triad Portal (Gambar 24.15e, kanan) (Tortora et
al., 2009:947).
3. Acinus Hati. Setiap acinus hati adalah massa sekitar
oval yang meliputi bagian dua lobulus hati tetangga.
Sumbu pendek dari acinus hati didefinisikan oleh
cabang portal triad cabang arteri hepatik, vena, dan
saluran-saluran empedu-yang dijalankan sepanjang
perbatasan lobulus hati. Sumbu panjang acinus yang
didefinisikan oleh dua garis lengkung imajiner, yang
menghubungkan dua vena sentral paling dekat dengan
sumbu pendek (Gambar 24.15e, tengah) (Tortora et al.,
2009:947). Hepatosit di acinus hati disusun dalam tiga
zona sekitar sumbu pendek, tanpa batas yang tajam
antara mereka (Gambar 24.15d) (Tortora et al.,
2009:947). Sel-sel di zona 1 yang paling dekat dengan
cabang dari triad portal dan yang pertama untuk
menerima oksigen yang masuk, nutrisi, dan racun dari
darah yang masuk. Sel-sel ini adalah yang pertama
orang-orang untuk mengambil glukosa dan
menyimpannya sebagai glikogen setelah makan dan
memecah glikogen menjadi glukosa selama puasa.
Mereka juga yang pertama untuk menunjukkan
perubahan morfologi berikut obstruksi saluran empedu
atau paparan zat-zat beracun. Zona 1 sel adalah yang
terakhir mati jika sirkulasi terganggu dan yang pertama
untuk beregenerasi.
Fungsi Hati
Fungsi Hati menurut Tortora (2009:949) sebagai sistem
ekskresi yakni mengeluarkan empedu yang diperlukan untuk
penyerapan lemak makanan. Namun hati juga melakukan
banyak fungsi penting lainnya seperti,
 Metabolisme Karbohidrat. Hati sangat penting dalam
mempertahankan kadar glukosa darah normal. ketika
darah glukosa rendah, hati dapat memecah glikogen
menjadi glukosa dan melepaskan glukosa ke dalam
aliran darah. hati bisa juga mengubah asam amino
tertentu dan asam laktat menjadi glukosa, dan dapat
mengkonversi gula lain, seperti fruktosa dan galaktosa,
menjadi glukosa. Ketika glukosa darah tinggi, seperti
yang terjadi hanya setelah makan makan, hati mengubah
glukosa menjadi glikogen dan trigliserida untuk
penyimpanan.
 Metabolisme Lipid. Hepatosit menyimpan beberapa
trigliserida; memecah asam lemak untuk menghasilkan
ATP; mensintesis lipoprotein, yang mengangkut asam
lemak, trigliserida, dan kolesterol ke dan dari sel-sel
tubuh; mensintesis kolesterol; dan menggunakan
kolesterol untuk membuat garam empedu.
 Metabolisme Protein. Hepatosit deaminate (menghapus
gugus amino, NH2, dari) asam amino sehingga amino
Asam dapat digunakan untuk produksi ATP atau
dikonversi ke karbohidrat atau lemak. Yang dihasilkan
amonia beracun (NH3) kemudian diubah menjadi urea
jauh lebih sedikit beracun, yang diekskresikan dalam air
seni. Hepatosit juga mensintesis kebanyakan protein
plasma, seperti alpha dan beta globulin, albumin,
protrombin, dan fibrinogen.
 Pengolahan obat-obatan dan hormon. Hati dapat
mendetoksifikasi zat seperti alkohol dan mengeluarkan
obat-obatan seperti penisilin, eritromisin, dan
sulfonamid ke empedu. Hal ini dapat juga kimia
mengubah atau mengeluarkan hormon tiroid dan steroid
hormon seperti estrogen dan aldosteron.
 Ekskresi bilirubin. Seperti disebutkan sebelumnya,
bilirubin, berasal dari heme sel darah merah tua, diserap
oleh hati dari darah dan disekresikan ke dalam empedu.
Kebanyakan bilirubin dalam empedu dimetabolisme di
usus halus oleh bakteri dan dieliminasi dalam feses.
 Sintesis garam empedu. Garam empedu digunakan
dalam usus kecil untuk emulsifikasi dan penyerapan
lipid.
 Storage atau penyimpanan. Selain glikogen, hati adalah
penyimpanan utama situs untuk vitamin tertentu (A,
B12, D, E, dan K) dan mineral (Besi dan tembaga),
yang dilepaskan dari hati ketika dibutuhkan di tempat
lain dalam tubuh.
 Fagositosis dengan stellata retikuloendotelial (Kupffer)
sel-sel hati memfagositosis sel-sel darah merah yang
sudah tua, sel-sel darah putih, dan beberapa bakteri.
 Aktivasi vitamin D. Kulit, hati, dan ginjal berpartisipasi
dalam mensintesis bentuk aktif dari vitamin D.

C. Anatomi Kulit

Sumber : Tortora et al., 2009: 156

Beberapa jenis kelenjar eksokrin yang berhubungan dengan


kulit yakni kelenjar sebaceous (minyak), kelenjar sudoriferous
(keringat), dan kelenjar ceruminous.

1. Kelenjar sebasea atau minyak kelenjar sederhana, kelenjar


asinar bercabang. Dengan beberapa pengecualian, mereka
terhubung ke folikel rambut (lihat Gambar 5.1 dan 5.4a)
(Tortora et al., 2009:156). Bagian mensekresi dari kelenjar
sebaceous terletak pada dermis dan biasanya membuka ke
leher dari folikel rambut. Di beberapa lokasi, seperti bibir,
glans penis, labia minora, dan kelenjar tarsal dari kelopak
mata, kelenjar sebasea membuka langsung ke permukaan
kulit. Absen di telapak tangan dan kaki, kelenjar sebaceous
yang kecil di sebagian besar wilayah batang dan tungkai,
tapi besar di kulit payudara, wajah, leher, dan dada.
Kelenjar sebaceous mengeluarkan zat berminyak yang
disebut sebum yakni campuran trigliserida, kolesterol,
protein, dan garam anorganik. Sebum melapisi permukaan
rambut dan membantu menjaga mereka dari pengeringan
dan menjadi rapuh. Sebum juga mencegah penguapan air
yang berlebihan dari kulit, membuat kulit lembut dan
lentur, dan menghambat pertumbuhan beberapa bakteri
(tetapi tidak semua).
2. Kelenjar Sudoriferous (keringat). Terdapat tiga hingga
empat juta kelenjar keringat (sudoriferous). Sel-sel dari
kelenjar ini melepaskan keringat ke rambut folikel atau ke
permukaan kulit melalui pori-pori. Kelenjar keringat yang
dibagi menjadi dua jenis utama yakni ekrin dan apokrin,
berdasarkan mereka struktur, lokasi, dan jenis sekresi.
Kelenjar keringat ekrin, juga dikenal sebagai kelenjar
merocrine keringat, kelenjar tubular melingkar yang jauh
lebih umum daripada apokrin kelenjar keringat (lihat
Gambar 5.1 dan 5.4a) (Tortora et al, 2009:156).
Didistribusikan seluruh kulit sebagian besar wilayah tubuh,
terutama dikulit dahi, telapak tangan, dan telapak kaki.
Kelenjar keringat ekrin yang tidak hadir pada margin dari
bibir, dasar kuku dari jari tangan dan kaki, glans penis,
glans klitoris, labia minora, dan gendang telinga. Bagian
yang keluar dari kelenjar keringat ekrin berada kebanyakan
di dermis (kadang-kadang di bawah kulit bagian atas
lapisan). Proyek-proyek saluran ekskretoris melalui dermis
dan epidermis dan ujung sebagai pori-pori di permukaan
epidermis (Lihat Gambar 5.1) (Tortora et al., 2009:148).
Keringat yang dihasilkan oleh kelenjar keringat ekrin
(sekitar 600 mL per hari) terdiri dari air, ion (kebanyakan
Na dan Cl), urea, asam urat, amoniak, asam amino,
glukosa, dan asam laktat. Fungsi utama dari kelenjar
keringat ekrin adalah untuk membantu mengatur tubuh
suhu melalui penguapan. Seperti menguap keringat, besar
jumlah energi panas meninggalkan permukaan tubuh.
Homeostatis yang pengaturan suhu tubuh dikenal sebagai
termoregulasi. Peran ini kelenjar keringat ekrin dalam
membantu tubuh untuk mencapai termoregulasi dikenal
sebagai termoregulasi berkeringat. Selama termoregulasi
berkeringat, keringat bentuk pertama pada dahi dan kulit
kepala dan kemudian meluas ke seluruh tubuh, membentuk
terakhir pada telapak tangan dan telapak kaki. Keringat
yang dihasilkan oleh kelenjar keringat ekrin juga
memainkan peran kecil dalam menghilangkan limbah
seperti urea, asam urat, dan amonia dari tubuh. Namun,
ginjal memainkan peran lebih banyak di ekskresi produk-
produk limbah dari tubuh daripada ekrin kelenjar keringat.
Kelenjar keringat ekrin juga melepaskan keringat dalam
menanggapi stres emosional seperti rasa takut atau malu.
Jenis keringat seperti ini sebagai emosional atau keringat
dingin. Berbeda dengan termoregulasi berkeringat,
berkeringat emosional pertama terjadi pada telapak tangan,
telapak kaki, dan aksila dan kemudian menyebar ke area
lain dari tubuh. Keringat semacam ini akan mengaktifkan
kelenjar apokrin yang ditemukan terutama pada kulit ketiak
(ketiak), pangkal paha, areola (daerah berpigmen di sekitar
puting) dari payudara, dan daerah berjenggot wajah pada
laki-laki dewasa. Dibandingkan dengan keringat ekrin,
keringat apokrin sedikit kental dan kekuningan. Keringat
apokrin mengandung komponen yang sama seperti keringat
ekrin ditambah lipid dan protein. Keringat disekresikan dari
kelenjar keringat dan kelenjar apokrin tidak berbau.
Namun, ketika keringat apokrin berinteraksi dengan bakteri
pada permukaan kulit, bakteri memetabolisme komponen-
komponennya, menyebabkan keringat apokrin memiliki
bau yang sering disebut sebagai bau badan. Kelenjar
keringat ekrin mulai berfungsi segera setelah lahir, namun
kelenjar keringat apokrin mulai berfungsi dari masa
pubertas. Kelenjar keringat apokrin, bersama dengan
kelenjar keringat ekrin, yang aktif selama berkeringat
emosional. Selain itu, kelenjar keringat apokrin
mengeluarkan keringat selama aktivitas seksual. Berbeda
dengan ekrin kelenjar keringat, kelenjar keringat apokrin
tidak aktif selama berkeringat dalam termoregulasi.

Sumber : Tortora et al., 2009:148

3. Kelenjar Ceruminous atau modifikasi kelenjar keringat di


telinga luar yang mensekresi pelumas lilin. Bagian
sekresi kelenjar ceruminous terletak pada lapisan
subkutan. Saluran ekskretoris terbuka baik langsung ke
permukaan pendengaran eksternal kanal (saluran telinga)
atau ke saluran kelenjar sebaceous. Hal ini merupakan
sekresi gabungan dari kelenjar ceruminous dan sebaceous
yakni berupa bahan kekuningan disebut cerumen, atau
kotoran telinga. Cerumen bersama-sama dengan rambut
di kanal auditori eksternal, sebagai penghalang yang
lengket dan menghambat pintu masuk dari benda asing
dan serangga. Cerumen juga merupakan kanal anti air dan
mencegah bakteri dan jamur masuk ke dalam telinga.
D. Anatomi Paru Paru

Paru-paru berada di dalam rongga dada manusia sebelah


kanan dan kiri yang dilindungi oleh tulang-tulang rusuk. Paru
– paru terdiri dari dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang
memiliki tiga lobus dan paru – paru kiri memiliki dua lobus.
Paru-paru sebenarnya merupakan kumpulan gelembung
alveolus yang terbungkus oleh selaput yang disebut selaput
pleura. (Pearce, 2004). Paru – paru bagian kiri lebih kecil
daripada bagian kanan karena adanya jantung. Apabila ukuran
kedua bagian tersebut sama, maka rongga dada akan terasa
sesak dan mengganggu kerja jantung (Nengoche, 2016).

Sumber : Pearce, 2004.

E. Fisologi Ginjal
Ginjal melakukan fungsi yang paling penting dengan
menyaring plasma dan memindahkan zat dari filtrat dengan
kecepatan yang bervariasi bergantung pada kbutuhan tubuh.
Akhirnya ginjal membuang zat yang tidak diinginkan dengan
filtrasi darah dan menyekresi ke dalam urine. Sementara zata
yang dubuthkan masuk kedalam darah. Untuk
mempertahankan homeostasis ekskresi jumlah zat dalam tubuh
akan mengikat. Jika asupan kurang dari ekskresi, jumlah zat
dalam tubuh akan berkurang.
Kapasitas ginjal untukmengubah ekskresi natrium sebagai
respons terhadap perubahan asupan natrium sangat besar,
menunjukan bahwa pada manusia normal natrium dapat
ditingkatkna. Hal ini sesuai dengan kebutuhan air dan
kebanyakan elektrolit lainnya. Seperti klorida. Kalium,
kalsium, hidrogen, magnesium dan fosfat.
Fungsi sistem homeostasis urinaria:
1. Menangatur volume dan tekanan darah dengan mengatur
banyaknya air yang hilang dalam urine, melepaskan
eritroprotein dan melepaskan renin.
2. Mngatur konsentrasi plasma dengan mengontrol jumlah
natrium, kalium, klorida dan ion lain yang hilang dalam
urine dan mengontrol kadar ion kalsium.
3. Membantu menstabilkan pH darah, dengan mengontrol
kehilangan ion hidogen dan ion bikarbonat dalan urine.
4. Menyimpan nutrien dengan mencegah pengeluaran dalam
urine, megeluarkan produk sampah nitrogen seperti urea
dan asam urat
5. Membantu dalam mendeteksi racun-racun
Cara spesifik yang dilakukan ginjal untuk membantu
homeostasis
1. Fungsi regulasi
a. Ginjal mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar
elektrolit CES termasuk elektrolit-elektrolit yang
penting untuk eksitabilitas neuromuskulus
b. Ginjal berperan mempertahankan pH yang sesuai
dengan mengeliminasi klbihan H+ (asam) atau HCO3
(basa) dalam urine.
c. Ginjal membantu mempertahankan volume plasma
yang sesuai, yang penting untuk pengaturan jangka
panjang tekanan darah arteri, dengan mengontrol
keseimbangan garam dalam tubuh. Volume CES
termasuk volume plasma adalah cerminan dari beban
garam total CES, karena Na+ dan anion penyertanya
Cl¯ merupakan penentuan lebih dari 90% aktivitas
osmotik (menahan air) CES.
d. Ginjal mempertahankan keseimbangan air dalam tubuh
yang terpenting untuk mempertahankan osmolaritas
(konsentrasi zat terlarut) CES yang sesuai. Peran ini
penting untuk mempertahankan stabilitas volume sel
dengan mencegah sel membengak atau menciut akibat
masuk dan keluarnya air secara osmosis berturut-turut.
2. Fungsi Ekskresi
a. Ginjal mengekskresi produk-produk akhir
metabolisme dalam urine. Zat-zat sisa ini bersifat
toksik bagi tubuh apabila tertimbun.
b. Gunjal juga mengekskresi banyak senyawa asing yang
masuk kedalam tubuh.
3. Fungsi hormonal
a. Ginjal menyekresi eritropoietin, hormon yang
merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum
tulang. Fungsi ini berperan dalam homoestasis dengan
membantu mempertahankan kandungan O2 yang
optimal di dalam darah. Lebih dari 98% O2 dalam
darah terkait ke hemoglobin didalam sel darah mrah.
b. Ginjal menyekresi renin, hormon yang mengawali jalur
renin-angiotensin-aldosteron untuk mngontrol
reabsorbsi Na+ oleh tubulus, yang penting dalam
pemeliharaan jangka panjang volume plasma dari
tekanan daraih arteri.
4. Fungsi metabolisme. Ginjal membantu mengubah vitamin
D menjadi bentuk aktifnya. Vitamin D penting penyerapan
Ca++ dari saluran pencernaan. Kalsium sebaliknya
memiliki banyak fungsi homeostasis.
Pengaturan Cairan tubuh
1. Pengaturan volume cairan
Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikn oleh ginjal
sebagai urine yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air
karena kelebihan keringat menyebabkan urine berkurang dan
konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume
cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal
Ginjal mengatur keseimbangan osmotik dan
memoertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam
plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi
pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat
pemasukan garam yang berlebihan/penyakit pendarahan
(diare, muntah) ginjal akan meningkatkan ekskresi ion-ion
yang penting (mis Na, K, Cl, Ca dan fosfat).
2. Pengaturan keseimbangan asam basa
Bergantung apa yang dimakan, campuran makanan
menghasilkan urine bersifat agak asam, pH kurang dari 6, ini
disebabkan hasil akhir metabolisme protein. Apabila banyak
makan sayur-sayuran urine akan bersifat basa. pH urine
bervariasi antara 4,8-8,2.
Ginjal mengontrol keseimbangan asam basa dengan
mengeluarkan urine yang asam atau yang basa. Pengeluaran
urine asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstra
selular sedangkan pengeluaran urine basa berarti
menghilangkan basa dari cairan kestraseluler. Mekanisme
ekskresi urine asam atau basa oleh ginjal adalah sejumlah
besar ion karbonat disaring secara terus menerus ke dalam
tubulus dan bila ion bikarbonat diekskresi ke dalam urine
keadaan ini menghilangkan basa dari darah. Sebaliknya
sejumlah ion hidrogen juga disekresi ke dalam lumen tubulus
oleh sel-sel epitel tubulus sehingga asam dari darah.
Bila lebih banyak ion hidrogen yang disekresikan dari
pada ion karbonat yang disaring, akan dapat kehilangan basa.
Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat ke
dalam urine tetapi mengabsorsi. Semua bikarbonat yang
disaring dan menghasilkan bikarbonat baru yang ditambahkan
kembali ke cairan kestraseluler. Hal ini mengurangi
konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler kembali menuju
normal. Alkaliosis terjadi sebagai akibat terlalu sedikitnya ion-
ion hidrogen atau terlalu banyak ion-ion bikarbonat. Untuk
mengompensasi tubuh menghemat ion-ion hodrogen. Pada
kompensasi ginjal terhadap alkalosis, reabsorbsi ion-ion
hidrogen tubular meningkat dan sekresinya menurun, sehingga
meningkatkankonsentrasi ion hidrogen cairan ekstraselular dan
menurunkan alkalosis.
Sekresi ion hidrogen oleh epitel tubulus diperlukan
untuk reabsorbsi bikarbonat dan pembentukan bikarbonat baru
yang berhubungan dengan pembentukan asam terfiltrasi.
Kecepatan sekresi ion hidrogen hasrus homeostasis asam basa.
Pada keadaan normal, tubulus ginjal haru menyekresi
sejumlah hidrogen yang cukup untuk mengabsorbsi hampir
semua bikarbonat yang disaring, harus terdapat sisa ion
hidrogen yang cukup untuk diekskresi sebagai asam filtrasi
atau NH4 untuk membersihkan tubuh dari asam-asam yang
tidak menguap dan diprosuksi setiap hari dan metabolisme.
Pada alkolosis, sekresi ion hidrogen oleh tubulus harus
dikurangi sampai batas yang sangat rendah sehingga
meningkatkan ekskresi bikarbonat. Pada keadaan ini asam
terfiltrasi dan aminia tidak diekskresikan karena tidak
kelebihan ion hodrogen yang tersedia untuk bergabung dengan
menyangga non-bikarbonat sehingga tidak ada bikarbonat baru
yang ditambahkan ke dalam urina.
Pada asidosis, sekresi ion hidrogen tubilus harus cukup
ditingkatkan untuk mengabsorbsi semua bikarbonat yang
disaring tetap mempunyai hidrogen yang cukup unruk
menyekresi sejumlah NH4 dan asam terfiltrasi, sehingga
menambah sejumlah besar ion bikarbonat adalah sekresi
aldosteron yang berlebihan ke dalam cairan tubulus sehingga
peningkatan jumlah bikarbonat kembali ke darah.
3. Proses pembentukan urine
Glomerulus berfungsi sebga ultafiltrasi pada sampai
bowman, untuk menampung hasil filtrai dari glomerulus. Pada
tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali zat-zat yang
sudah disaring pada glomerulus dn sisa cairan akan diteruskan
ke piala ginjal. Urine yang berasal dari darah dibawah oleh
arteri renalis masuk ke dlam ginjal. Langkah prtama proses
pembentukan urine ultrafiltrasi darah/plasma dalam kapiler
glomerulys berupa air dan kristaloid. Selanjutnya di dalam
tubuh ginjal disemprnakan dengan proses reabsorbsi zat-zat
yang esensial dari cairan filtrasi untuk dikembalikan ke dalam
darah. Selanjutnya proses sekresi dikeluarkan ke dalam urine.
Tahap pembentukan urine.
Terdapat tiga proses pembentukan urin normal untuk
membuang sisa-sisa metabolisme, yaitu filtrasi gromerulus
plasma, reabsorpsi tubular dan sekresi tubular. Filtrasi
gromerulus terdiri atas tiga lapisan sel. Lapisan pertama adalah
endotelium kapiler yang biasa disebut fenestra lamina karena
terdapat pori-pori dengan diameter 50-100 nm. Lapisan kedua
adalah membran basal yang terdiri dari anyaman fibril halus
yang tertanam dalam matriks seperti gel dan lapisan ketiga
adalah podosit yang merupakan lapisan visceral dari kapsula
bowman. Sel-sel darah dan molekul-molekul besar seperti
protein yang besar dan protein bermuatan negatif seperti
albumin secara tertahan oleh seleksi ukuran dan seleksi
muatan yang merupakan ciri khas dari sawar membran filtrasi
gromerulus. Sementara molekul yang berukuran lebih kecil
atau dengan beban yang netral atau positif seperti air dan
kristaloid sudah langsung tersaring.
Proses filtrasi (ultrafiltrasi) terjadi di glomerulus. Proses
ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari
permukaan eferen sehingga terjadi penyerapan darah. Setiap
menit kira-kira 1.200 ml darah, terdiri dari 450 ml sel darah
dan 660 ml plasma masuk ke dalam kapiler glomerulus. Untuk
proses filtrasi untuk mendapatkan hasil akhir.
1. Tekanan yang menyebabkan filtrasi merupakan hasil
kerja jantung. Tekanan hidrostatik kapiler glomerulus
kira-kira 50mmHg, tekanan ini cenderung mendorong
air dan garam melalui glomerulus.
2. Tekanan yang melawan filtrasi, merupakan hasil kerja
jantung. Tekanan bowman kira-kira 5 mmHg. Tekanan
osmotik koloid protein kira-kira 30 mmHg yang
cenderung menarik air dan garam kedalam pembuluh
kapiler.
3. Tekanan akgir menyebabkan filtrasi dikurangi tekanan
yang melawan filtrasi sama dengan filtrasi aktif (50-
30+5 mmHg = 25 mmHg). Kira-kira 120 ml plasma
difiltrasi setiap menit. Pada glomerulus membran filtrasi
hanya dapat dilalui oleh plasma, garam, glukosa dan
molekul kcil lainnya. Sel darah dan plasma terlalu besar
untuk difiltrasi dengan cara ini
Proses selanjutnya adalah resorpsi dan sekresi tubular.
Terdapat tiga kelas zat yang difiltrasi didalam gromerulus
yaitu elektrolit, non elektrolit dan air. Beberapa elektrolit yang
paling penting adalah natrium (Na+ ), kalium (K+ ), kalsium
(Ca++), magnesium (Mg++), bikarbonat (HCO3 - ), klorida
(Cl- ) dan fosfat (HPO4 - ). Sementara non elektrolit yan
penting adalah glukosa, asam amino dan metabolit yang
merupakan produk akhir dari proses metabolisme protein
seperti urea, asam urat dan kreatinin.
Proses reabsorpsi dan sekresi ini berlangsung melalui
mekanisme transport aktif dan pasif. Glukosa dan asam amino
direabsorpsi seluruhnya disepanjang tubulus proksimal melalui
transpor aktif. K + dan asam urat hampir seluruhnya
direabsorpsi secara
aktif dan keduanya
disekresi ke dalam
tubulus distal.
Sedikitnya dua per tiga
dari Na+ yang
difiltrasi akan
direabsorpsi dalam
tubulus proksimal
yang kemudian
berlanjut hingga ke
lengkung henle,
tubulus distal dan
duktus pengumpul.
Sumber : (h) Resorpsi
dan sekresi tubulus
disepanjang nefron
gromerulus

Sebagian besar
dari Ca2+dan HPO4 -
direabsorpsi dalam
tubulus proksimal secara aktif sementara air, Cl- dan urea
direabsorpsi secara pasif. Dengan berpindahnya sebagian besar
ion Na+ yang bermuatan positif, maka ion Cl yang bermuatan
negatif harus menyertai untuk mencapai kondisi yang netral.
Keluarnya sebagian besar ion dan non-elekrolit dari cairan
tubulus proksimal menyebabkan cairan mengalami
pengenceran osmotik dan air berdifusi keluar tubulus dan
masuk ke darah peritubular. Urea kemudian berdifusi secara
pasif. Rasio konsentrasi urea naik di sepanjang tubulus karena
50% dari urea kembali direabsorpsi. Ion H+ , asam organik
seperti para-amino-hipofurat (PAH), penicillin dan kreatinin
semuanya secara aktif diskresi ke dalam tubulus proksimal.
Sekitar 90% dari HCO3 - diresorpsi secara tidak langsung dari
tubulus proksimal melalui pertukaran Na+ -- H+ . H+ yang
disekresikan ke dalam lumen tubulus sebagai penukar Na+
akan berikatan dengan HCO3 - yang terdapat dalam filtrat
gromerulus sehingga terbentuk asam karbonat (H2CO3).
H2CO3 akan berdisosiasi menjadi H2O dan karbondioksida
(CO2). H2O dan CO2 akan berdifusi keluar dari lumen
tubulus, masuk ke sel tubulus. Dalam sel tubulus tersebut,
karbonik anhidrase mengkatalis reaksi H2O dan CO2 dengan
membentuk H2CO3 sekali lagi.
Disosiasi H2CO3 menghasilkan HCO3 dan H+ . H +
disekresi kembali dan HCO3 - akan masuk ke dalam darah
peritubular bersama dengan Na+ . Selain reabsorpsi dan
penyelamatan sebagian besar HCO3 - ginjal juga membuang
H+ yang berlebihan. Proses ini terjadi di dalam nefron dan
penting dalam pemekatan urine. Terdapat beberapa hormon
yang berfungsi mengatur reabsorpsi tubular dan sekresi zat
terlarut dan air. Reabsorpsi air dipengaruhi oleh hormon
antidiuretik (ADH), aldosteron mempengaruhi reabsorpsi Na+
dan K+ dan hormon paratiroid (PTH) yang mengatur
reabsorpsi Ca++ dan HPO4 - di sepanjang tubulus.

F. Fisiologi Hati
Saluran empedu cabang dari arteri hepatika dan cabang
dari vena hepatika disebut sebagai triad Portal. Hepatosit,
sistem saluran empedu, dan sinusoid hati bisa diatur dalam
unit anatomis dan fungsional dalam tiga yang berbeda cara:
1. Lobulus Hati. Masing-masing lobulus hati berbentuk
seperti segi enam (enam sisi struktur) (Gambar 24.15e)
(Tortora et al., 2009:947). Pusatnya adalah vena sentral,
dan memancar keluar dari itu adalah deretan hepatosit
dan sinusoid hati. Terletak di tiga sudut dari segi enam
adalah triad Portal. Deskripsi ini didasarkan pada
deskripsi hati babi dewasa. Di hati manusia sulit untuk
menemukan seperti hati yang terdefinisi dengan baik
lobulus dikelilingi oleh lapisan jaringan ikat yang tebal.
2. Lobulus Portal. Lobulus ini menekankan fungsi
eksokrin hati, yaitu, sekresi empedu. Dengan demikian,
saluran empedu dari triad portal diambil sebagai pusat
lobulus Portal. Portal lobulus berbentuk segitiga dan
didefinisikan oleh tiga imajiner garis lurus yang
menghubungkan tiga vena sentral yang paling dekat
dengan triad Portal (Gambar 24.15e, kanan) (Tortora et
al., 2009:947).
3. Acinus Hati. Setiap acinus hati adalah massa sekitar
oval yang meliputi bagian dua lobulus hati tetangga.
Sumbu pendek dari acinus hati didefinisikan oleh
cabang portal triad cabang arteri hepatik, vena, dan
saluran-saluran empedu-yang dijalankan sepanjang
perbatasan lobulus hati. Sumbu panjang acinus yang
didefinisikan oleh dua garis lengkung imajiner, yang
menghubungkan dua vena sentral paling dekat dengan
sumbu pendek (Gambar 24.15e, tengah) (Tortora et al.,
2009:947). Hepatosit di acinus hati disusun dalam tiga
zona sekitar sumbu pendek, tanpa batas yang tajam
antara mereka (Gambar 24.15d) (Tortora et al.,
2009:947). Sel-sel di zona 1 yang paling dekat dengan
cabang dari triad portal dan yang pertama untuk
menerima oksigen yang masuk, nutrisi, dan racun dari
darah yang masuk. Sel-sel ini adalah yang pertama
orang-orang untuk mengambil glukosa dan
menyimpannya sebagai glikogen setelah makan dan
memecah glikogen menjadi glukosa selama puasa.
Mereka juga yang pertama untuk menunjukkan
perubahan morfologi berikut obstruksi saluran empedu
atau paparan zat-zat beracun. Zona 1 sel adalah yang
terakhir mati jika sirkulasi terganggu dan yang pertama
untuk beregenerasi.
Komposisi dan pembentukan Empedu

Sumber : Tortora et al., 2009:948

Setiap hari, hepatosit mensekresi 800-1000 mL


(sekitar 1 qt) empedu, kuning, kecoklatan, atau hijau zaitun
cair. Ini memiliki pH 7,6-8,6 dan sebagian besar terdiri dari
air, garam empedu, kolesterol, fosfolipid disebut lesitin,
pigmen empedu, dan beberapa ion. Pigmen empedu utama
adalah bilirubin. Berikut merupakan pembentukan pigmen
empedu utama dimana awalnya terjadi fagositosis dari sel
darah merah yang sudah tua (regulasi 120 hari) membebaskan
besi, globin, dan heme (lihat Gambar 19.5 pada halaman 697).
Besi dan globin didaur ulang. Globin akan dipecah menjadi
asam amino digunkan kembali untuk sintesis
proteinsedangkan besi yang berasosiasi dengan transferring
sebagai transporter besi dibawa pembuluh darah ke hati
(ferritin) lalu di bawa lagi oleh pembuluh darah menuju ke
sumsum merah. Di sumsum merah besi, globin, vitamin B12,
dan eritropoetin membentul eritrosit kembali. Sedangkan heme
diubah menjadi biliferdin oleh hemeoksigenase. Biliferdin
diubah menjadi zat warna lain dan bilirubin (pigmen empedu
utama) oleh bilirubin reduktase. Bilirubin diubah menjadi
urobilin dipecah menjadi 2 yakni urobilin (dibawa ke ginjal)
sebagai pewarna urine dan stercobilin (dibawa ke usus besar)
sebagai pewarna feses. Empedu adalah sebagian produk
ekskretoris dan sebagian pencernaan sekresi. Garam empedu
yang merupakan natrium garam dan garam kalium asam
empedu (kebanyakan asam chenodeoxycholic dan asam kolat),
berperan dalam emulsifikasi, pemecahan gumpalan lipid besar
menjadi suspensi dari gelembung-gelembung lipid kecil. Lipid
kecil tetesan menyajikan luas permukaan yang sangat besar
yang memungkinkan pankreas lipase untuk lebih cepat
mencapai pencernaan trigliserida. Garam empedu juga
membantu dalam penyerapan lipid. Proses sekresi empedu
yakni mengalir dari hati (kantung empedu) melalui duktus
hepatikus kiri dan kanan. Kedua duktus tersebut menjadi
duktus hepatikus utama. Duktus hepatikus utama bersama
dengan duktur sistikus (dari kantung empedu) membentuk
saluran empedu utamadan menuju ke duodenum melalui
sfingter ampula hepatopankreatic. Sebelum makan, empedu
akan menumpuk di kantung empedu namun setelah makan
duodenum akan meicu serangkaian hormone (kolesistokinin
dan sekretin) yang memicu kontraksi kantung empedu
sehingga empedu mengalir ke dalam duodenum dan
bercampur dengan makanan. Pada jam-jam makan sekitar
setengah empedudikeluarkan melalui duktus sistikus ke
kantung empedu dan sisanya mengalir ke saluran empedu
utama menuju ke usus halus (duodenum) (Tortora et al.,
2009:948). Setelah penyerapan terjadi empedu dialirkan
kembali ke kantung empedu melalui sfingter ampula
hepatopankreatis untuk disimpan. Hal tersebut disebut
sirkulasi enterohepatik.
G. Fisiologis Paru Paru
Pertukaran Gas
Udara atmosfer, pada tekanan 760 mmHg di hari yang
hangat terdiri atas oksigen 21 %, nitrogen 79 %, karbon
dioksida 0,04 %, dan berbagai gas mulia. Dalam campuran
gas, setiap gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan
persentasenya dalam campuran, terlepas dari keberadaan gas
lain (Hukum Dalton). Tekanan ini disebut tekanan (tegangan)
parsial gas dalam suatu campuran dan dilambangkan dengan
simbol P di depan lambang kimia gas serta dinyatakan salam
milimeter mercuri (mmHg).
Tekanan parsial oksigen (PO2) di atmosfer
21/100 x 760 mmHg = 160 mmHg PO 2
Tekanan Parsial Karbondioksida (PCO2) di atmosfer
0,04/100 x 760 mmHg = 0,3 mmHg PCO2
Solubilitas gas dalam air bervariasi sesuai tekanan dan
temperaturnya. Solubilitas meningkat seiring dengan
peningkatan tekanan parsial dan menurun sesuai dengan
peningkatan temperatur (Hukum Henry). Volume gas
berbanding terbalik dengan tekanan gas (Hukum Boyle). Jika
tekanan meningkat, molekul – molekul gas terkompresi dan
volume berkurang.
Membran respirasi, tempat berlangsungnya pertukaran
gas terdiri atas lapisan sulfaktan, epitelium skuamosa simpel
pada dinding alveolar, membran dasar pada dinding alveolar,
ruang interstisial yang mengandung serabut jaringan ikat dan
cairan jaringan, membran dasar kapiler, dan endotelium
kapilar. Molekul gas harus melewati keenam lapisan ini
melalui proses difusi.
Sumber : Pearce, 2004.
O2 dan CO2 menurunkan gradien tekanan parsialnya
saat melewati membran respiratorik. Molekul gas berdifusi
dari area bertekanan parsial tinggi ke area bertekanan lebih
rendah terlepas dari konsentrasi gas lain dalam larutan,
sehingga kecepatan difusi gas menembus membran ditentukan
oleh tekanan parsialnya. PO2 dalam udara alveolar adalah 100
mmHg, sementara PO2 pada darah terdeoksigenasi dalam
kapiler pulmoner di sekitar alveoli adalah 40 mmHg. Sehingga
O2 berdifusi dari udara alveolar menembus membran
respiratorik menuju kapiler paru. PCO2 dalam udara alveolar
adalah 40 mmHg dan PCO2 dalam kapiler di sekitarnya adalah
45 mmHg. Sehingga CO2 berdifusi dari kapiler ke alveoli.

Sumber : Pearce, 2004.

Faktor yang memengaruhi difusi gas selain gradien


tekanan parsialnya, antara lain:
 Ketebalan membran respirasi, penyebab apapun yang
dapat meningkatkan ketebalan membran, seperti edema
dalam ruang interstisial atau infiltrasi fibrosa paru – paru
akibat penyakit pulmonar dapat mengurangi difusi.
 Area permukaan membran respirasi, pada penyakit seperti
emfisema, sebagian besar permukaan yang tersedia untuk
pertukaran gas berkurang dan pertukaran gas mengalami
gangguan berat.
 Solubilitas gas dalam membran respirasi, solubilitas CO 2
20 kali lebih besar dari O2. Sehingga CO2 berdifusi
melalui membran 20 kali lebih cepat dari O 2.
Transpor Gas melalui Darah
Sekitar 97 % oksigen dalam darah dibawa eritrosit yang
telah berikatan dengan hemoglobin (Hb). 3 % oksigen sisanya
larut dalam plasma. Setiap molekul dalam keempat besi dalam
hemoglobin berikatan dengan satu molekul oksigen untuk
membentuk oksihemoglobin (HbO2) berwarna merah tua.
Ikatan ini tidak kuat dan reversibel. Hemoglobin tereduksi
(HHb) berwarna merah kebiruan.

Karbondioksida yang berdifusi ke dalam darah dari


jaringan dibawa ke paru – paru melalui cara berikut:
 Sejumlah kecil karbondioksida ( 7 – 8 %) terlarut dalam
plasma.
 Karbondioksida yang tersisa bergerak ke dalam sel darah
merah, di mana 25 % - nya bergabung dalam bentuk
reversibel yang tidak kuat dengan gugus amino di bagian
globin pada hemoglobin untuk membentuk
karbominohemoglobin.

 Sebagian besar karbondioksida dibawa dalam bentuk


bikarbonat.
Karbondioksida dalam sel darah merah berikatan
dengan air untuk membentuk asam karbonat dalam reaksi
bolak – balik yang dikatalis oleh anhidrase karbonik.

Reaksi di atas berlaku dua arah, bergantung konsentrasi


senyawa. Jika konsentrasi CO2 tinggi, seperti dalam jaringan,
reaksi berlangsung ke kanan sehingga lebih banyak terbentuk
ion hidrogen dan bikarbonat. Dalam paru – paru yang
konsentrasi CO2 – nya lebih rendah, reaksi berlangsung ke kiri
dan melepaskan karbondioksida.

Ion bikarbonat bermuatan negatif yang terbentuk dalam


sel darah merah berdifusi ke dalam plasma dan hanya
menyisakan ion bermuatan positif berlebihan. Untuk
mempertahankan netralitas elektokimia, ion bermuatan negatif
lain yang sebagian besar ion klorida, bergerak ke dalam sel
darah merah untuk memulihkan ekuilibrium ion. Inilah yang
disebut sebagai pergeseran klorida. Kandungan klorida dalam
sel darah merah di vena yang memiliki konsentrasi
kabondioksida lebih tinggi akan lebih besar dibandingkan
dalam darah arteri. Ion hidrogen bermuatan positif yang
terlepas akibat disosiasi asam karbonat, berikatan dengan
hemoglobin dalam sel darah merah untuk meminimalisasi
perubahan pH (Setiadi, 2007: 272 – 275).

Sumber : Setiadi, 2007: 272 – 275


H. Penyakit Pada Sistem Eskresi Ginjal
1. Gagal Ginjal Akut (GGA)
Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom
klinik akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi
secara mendadak, dalam hitungan jam hingga beberapa
hari, yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen
(urea-kreatinin) dan non-nitrogen, dengan atau tanpa
disertai oliguri.
Laju filtrasi glomerulus yang menurun dengan cepat
menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak
0.5mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea dalam darah
sebanyak 10mg/dL/hari dalam beberapa hari.
Klasifikasi Gagal Ginjal Akut Gagal ginjal akut dibagi
menjadi 3 kategori, yaitu gagal ginjal pre-renal, gagal
ginjal intrinsik dan gagal ginjal post-renal.
a. Gagal ginjal pre-renal Gagal ginjal prerenal
merupakan gagal ginjal fungsional yang disebabkan
oleh hipoperfusi ginjal dimana belum terjadi
kerusakan struktural dari ginjal. Hipoperfusi ginjal
dapat disebabkan oleh hipovalemia, penurunan
volume efektif intravaskular seperti sepsis dan gagal
jantung serta disebabkan oleh gangguan
hemodinamik intrarenal seperti pada pemakaian obat
anti inflamasi non-steroid, obat yang menghambat
angiotensin dan pada sindrom hepatorenal.
b. Gagal ginjal intrinsik Pada gagal ginjal intrinsik
telah terjadi kerusakan hingga ke parenkim dan
biasanya merupakan kelanjutan dari gagal ginjal
prerenal. Penyebab dari gagal ginjal intrinsik adalah
kelainan vaskular seperti vaskulitis, hipertensi
maligna, glomerulus nefritis akut, nefritis interstitial
akut. Pada tahap ini, waktu penyembuhan menjadi
tertunda hingga 6 minggu.
c. Gagal ginjal post-renal Pada gagal ginjal postrenal
terjadi obstruksi aliran urin dari ginjal baik secara
intra-renal maupun ekstra-renal. Obstruksi intra-
renal disebabkan oleh deposisi kristal (urat, oksalat,
alfonamid) dan protein (mioglobin, hemoglobulin).
Obstruksi eksternal dapat terjadi pada pelvis-ureter
yang disebabkan oleh obstruksi instrinsik (tumor,
batu, nekrosis papilla), ekstrinsik (keganasan pada
pelvis dan troperitonial, fibrosis) serta pada kandung
kemih (batu, tumor, hipertrofi/keganasan prostat)
dan uretra (strikutura). Gagal ginjal postrenal terjadi
bila obstruksi akut pada uretra, buli-buli dan ureter
bilateral atau obstruksi pada ureter unilateral dimana
ginjal satunya tidak berfungsi. Diperlukan
pengobatan sesegera mungkin karena pada dasarnya
gagal ginjal akut bersifat reversibel.
2. Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
Penyakit ginjal kronis merupakan proses
patofisologis menurunnya fungsi ginjal secara progresif
dan lambat dengan etiologi yang beragam dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Hal ini ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel hingga
pada akhirnya tidak mampu lagi bekerja sebagai
penyaring pembuangan elektrolit dan menjaga
keseimbangan cairan serta zat kimia tubuh.
Penyakit ginjal kronik adalah suatu kondisi
kerusakan ginjal yang terjadi selama. bulan atau lebih
berupa laju filtrasi glomerulus (LFG) yang kurang dari
60mL/menit/1,73m2 dengan atau tanpa kerusakan ginjal
(PERMENKES RI No.812 Tahun 2010).
Penyakit ginjal kronis dapat muncul karena
manifestasi penyakit kronis lain, seperti diabetes
mellitus atau hipertensi. Penyakit lain yang dapat
menyebabkan rusaknya ginjal diantaranya penyakit
autoimun seperti Systemic Lupus Erythematosus dan
scleroderma, kelainan bawaan pada ginjal seperti
polycystic kidney disease dimana terdapat kista
berukuran besar di dalam ginjal dan merusak jaringan di
sekitarnya, toksin kimiawi, glomerulonefritis,
pielonefritis kronik, nofrosklerosis benigna,
nofrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis,
foliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif,
hiperparatiroidisme, amiloidosis, obstruksi yang
disebabkan oleh batu ginjal, tumor, atau pembesaran
kelenjar prostat pada pria, infeksi saluran kemih yang
berulang, kelainan pada arteri yang memperdarahi
ginjal, obat-obatan analgesik dan obat-obatan lainnya
seperti obat kanker dan reflux nephropaty.

I. Penyakit Pada Sistem Eskresi Hati


Penyakit hati bisa disebabkan oleh infeksi
virus serta tidak bekerjanya hati dan empedu.
Kelainan dan penyakit yang berhubungan dengan
hati misalnya penyakit hepatitis dan kuning.
a. Hepatitis
Hepatitis adalah radang hati yang disebabkan
oleh virus. Virus hepatitis ada beberapa macam,
misalnya virus hepatitis A dan hepatitis B. Hepatitis
yang disebabkan oleh virus hepatitis B lebih
berbahaya daripada hepatitis yang disebabkan oleh
virus hepatitis A. Hepatitis dapat mencegahnya
dengan melakukan vaksinasi (Misnadiarly, 2007: 23).
b. Penyakit kuning
Penyakit kuning disebabkan oleh
tersumbatnya saluran empedu yang mengakibatkan
cairan empedu tidak dapat dialirkan ke dalam usus dua
belas jari, sehingga masuk ke dalam darah dan warna
darah menjadi kuning. Kulit penderita tampak pucat
kekuningan, bagian putih bola mata berwarna
kekuningan, dan kuku jaripun berwarna kuning. Hal
ini terjadi karena di seluruh tubuh terdapat pembuluh
darah yang mengangkut darah berwarna kekuningan
karena bercampur dengan cairan empedu (Sears et al.,
2006:14).

J. Penyakit Pada Sistem Eskresi Kulit


Kelainan dan penyakit yang berhubungan
dengan kulit sering kita temukan dalam kehidupan
sehari-hari. Ada penyakit yang tidak berbahaya dan
berbahaya. Gangguan kulit yang biasa terjadi adalah
sebagai berikut.
a. Jerawat (Acne vulgaris)
Jerawat merupakan penyakit yang
terjadi akibat terganggunya aliran sebum oleh
benda asing atau sebum terlalu banyak
diproduksi sehingga terbentuk pimple yang
diikuti infeksi ringan. Benda asing tersebut
dinamakan comedo. Biasanya muncul di area
wajah yakni dahi, pipi, hidung, dan juga pada
punggung dan dada. Apabila ditangani dengan
tidak baik, akan menyebabkan terbentuknya
jaringan parut di bekas lokasi jerawat (Wibowo,
2009:28).
b. Ringworm
Ringworm adalah sejenis jamur yang
menginfeksi kulit. Infeksi ini ditandai dengan
timbulnya bercak lingkaran di kulit. Pencegahan
penyakit ini dilakukan dengan menjaga agar
kulit tetap kering dan tidak lembab.
Pengobatannya dilakukan dengan mengolesi
obat anti jamur (Siregar, 2005: 51).
c. Psoriasis
Psoriasis belum dapat disembuhkan
secara total, tetapi pengobatan teratur dapat
menekan gejala menjadi tidak nampak. Gejala
yang ditimbulkannya adalah kulit kemerahan
yang dapat terjadi di kulit kepala, sikut,
punggung, dan lutut. Penyebab pasti dari
penyakit ini belum bisa ditentukan, tetapi hasil
dari banyak penelitian penyakit ini disebabkan
adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh.
Ada dua tipe sel darah putih yang berperan
dalam sistem kekebalan tubuh kita, yaitu sel
limfosit T dan limfosit B. Pada psoriaris terjadi
aktivasi limfosit T yang tidak normal di kulit.
Ini menyebabkan kulit menjadi meradang secara
berlebihan (Siregar, 2005: 34).

K. Penyakita Pada Sistem Eskresi Paru Paru


1. Pneumonia (radang paru-paru)
Salah satu jenis-jenis penyakit paru-paru yang
berbahaya adalah pneumonia atau disebut juga dengan
radang paru-paru. Pneumonia dapat timbul di berbagai
daerah di paru-paru. Pneumonia lobar menyerang
sebuah lobus atau potongan besar paru-paru. Pneumonia
lobar adalah bentuk pneumonia yang mempengaruhi
area yang luas dan terus-menerus dari lobus paru-paru.
Selain itu, ada juga yang disebut bronkopneumonia
yang menyerang seberkas jaringan di salah satu paru-
paru atau keduanya.
2. Flu burung
Flu burung atau avian influenza adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus yang biasanya
menjangkiti burung dan mamalia. Penyebab flu burung
adalah virus influensa tipe A yang menyebar antar
unggas. Virus ini kemudian ditemukan mampu pula
menyebar ke spesies lain seperti babi, kucing, anjing,
harimau, dan manusia. Virus ini dapat menular melalui
udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan
sentuhan. Namun demikian, virus ini akan mati dalam
suhu yang tinggi. Oleh karena itu daging, telur, dan
hewan harus dimasak dengan matang untuk
menghindari penularan. Kebersihan diri perlu dijaga
pula dengan mencuci tangan dengan antiseptik.
Kebersihan tubuh dan pakaian juga perlu dijaga. Virus
dapat bertahan hidup pada suhu dingin. Bahan makanan
yang didinginkan atau dibekukan dapat menyimpan
virus. Tangan harus dicuci sebelum dan setelah
memasak atau menyentuh bahan makanan mentah.
Unggas sebaiknya tidak dipelihara di dalam rumah atau
ruangan tempat tinggal. Peternakan harus dijauhkan dari
perumahan untuk mengurangi risiko penularan.
Gejala umum yang dapat terjadi adalah demam
tinggi, keluhan pernafasan dan (mungkin) perut.
Perkembangan virus dalam tubuh dapat berjalan cepat
sehingga pasien perlu segera mendapatkan pengobatan
(Partodihardjo, 2005:11).
3. Penyakit Legionnaries
Jenis-jenis penyakit paru-paru lainnya adalah
legionnaries. Penyakit paru-paru yang satu ini
disebabkan bakteri legionella pneumophilia. Bentuk
infeksinya mirip dengan pneumonia. Penyebab penyakit
legionnaries adalah bakteri legionella, sebuah bakteri
berbentuk batang yang ditemukan di sebagian besar
sumber air. Mereka dapat berlipat ganda sangat cepat.
Mereka terdapat di sistem pipa ledeng atau di mana pun
yang air bisa menggenang. Penyakit Legionnaire
pertama kali dijelaskan pada 1976 setelah terjadi wabah
penyakit yang mirip penumonia berat pada veteran
perang di sebuah konvensi American legion. Penyakit
ini lebih banyak menyerang laki-laki.
4. Flu babi (Swine influenza)
Flu babi adalah kasus-kasus influensa yang
disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae yang biasanya
menyerang babi. Flu babi menginfeksi manusia tiap
tahun dan biasanya ditemukan pada orang-orang yang
bersentuhan dengan babi, meskipun ditemukan juga
kasus-kasus penularan dari manusia ke manusia. Gejala
virus termasuk demam, disorientasi, kekakuan pada
sendi, muntah-muntah, dan kehilangan kesadaran yang
berakhir pada kematian Menurut Pusat Pengawasan dan
Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat, gejala
influensa ini mirip dengan influensa. Gejalanya seperti
demam, batuk, sakit pada kerongkongan, sakit pada
tubuh, kepala, panas dingin, dan lemah lesu. Beberapa
penderita juga melaporkan buang air besar dan muntah-
muntah.
5. Efusi pleura
Cairan berlebih di dalam membran berlapis
ganda yang mengelilingi paru-paru disebut efusi pleura.
Dua lapis membran yang melapisi paru-paru atau pleura
dilumasi oleh sedikit cairan yang memungkinkan paru-
paru mengembang dan berkontraksi dengan halus dalam
dinding dada. Infeksi seperti pneumonia dan
tuberkulosis, gagal jantung, dan beberapa kanker dapat
menimbulkan pengumpulan cairan di antara pleura.
Jumlahnya bisa mencapai tiga liter yang menekan paru-
paru.

L. Kelainan Diabetes Insipidus dan Mekanisme


Penyembuhan
Diabetes insipidus meupakan suatu kondisi dimana
seseorang memproduksi urine dalam jumlah banyak. Secara
pathogenesis, Diabetes Insipidus terbagi menjadi 2 yakni
sentral dan mesogenik.
Diabetes insipidus sentral merupakan kegagalan dari
proses homeostasis ADH yang berkaitan dengan disfungsi
aksis hipotalamus-hipofise yang mengalami penekanan di
daerah supra sella. Karakteristik dari tipe ini ditemukan gejala
poliuria (>2 cc/KgBB/jam) selama pengamatan tiga jam
berturut-turut, osmolaritas urin turun 279,3 mmol/kg (<350
mmol/kg), berat jenis urin 1,001 dan peningkatan osmolaritas
plasma 331 (normal 285 ± 5 mmol/kg), tidak terjadi kelebihan
pemberian cairan, pengaruh terapi diuretik serta tidak adanya
kelainan intrarenal. Obat yang diberikan kepada pasien
biasanya DDAVP (desmopresine) atau vasopressin eksogen
(ADH sintetik) yang merupakan asam amino pengganti dari
ADH. Mekanisme obat ini dengan menghambat ekskresi air
sehingga ginjal mengekskresikan sedikit urine (Wahib et al.,
2015). Jadi ADH sintetik ini yang akan menggantikan ADH
yang dihasilkan hipofisis dan berikatan dengan ADH receptor
pada membrane yang berbatasan dengan cairan interstisial.
Kemudian reseptor mengaktifkan cAMP (second messenger)
sebagai molekul pensignalan yang menyebabkan aquaporin
dalam vesikel masuk ke lapisan membrane lumen duktus
kolektivus sehingga aquaporin tersebut akan meningkatkan
reabsorbsi air dari duktus kolektivus.
Diabetes insipidus nefrogenik adalah kelainan yang
relatif jarang terjadi dimana ginjal tidak responsif terhadap
tindakan mempertahankan air vasopressin. Hampir 90%
diabetes insipidus nefrogenik (NDI) disebabkan oleh mutasi
pada gen residen arginine-vasopressin 2 (AVPR2) (Spanakis et
al., 2008). Hal tersebut diakibatkan oleh kelainan genetik pada
komponen kunci reabsorpsi air seluler di saluran pengumpul
atau pada transporter yang terlibat dalam menghasilkan
medula hipertonik. Kelainan yang paling umum adalah mutasi
pada reseptor V2 atau saluran air AQP2. Penyebab paling
umum adalah terapi lithium untuk gangguan bipolar. Penyebab
lain dari NDI yang didapat adalah hipokalemia
berkepanjangan, hiperkalsemia, kekurangan gizi protein, dan
pelepasan obstruksi ureter bilateral atau unilateral. Selain itu,
penuaan normal bisa mengakibatkan NDI parsial. Vasopressin
eksogen tidak efektif karena ginjal tidak peka terhadap
tindakannya. Terapi yang paling penting adalah memastikan
asupan air yang cukup. Hal ini sulit pada usia ekstrem jika
pasien tidak bisa merasakan haus dan mendapatkan air. Diet
natrium yang sangat rendah, diuretik thiazide, dan indometasin
dapat mengurangi volume urin. (Sands et al., 2006).
Pemberian obat tersebut bertujuan untuk mengurangi jumlah
air ke tubulus distal dan kolektifus serta meningkatkan efek
ADH endogen. Mekanisme obat tersebut hampir sama seperti
mekanisme dalam DI sentral, namun yang membedakan yakni
bisa sebagai reseptor membran dari ADH. Reseptor membrane
ini menjadi lebih aktif dalam mengikat ADH endogen yang
dihasilkan sehingga mempengaruhi meningkatnya reabsorbsi
air. Dari reseptor membrane yang aktif tersebut, akan
mengaktifkan cAMP (second messenger) sebagai molekul
pensignalan yang menyebabkan aquaporin dalam vesikel
masuk ke lapisan membrane lumen duktus kolektivus sehingga
aquaporin tersebut akan meningkatkan reabsorbsi air dari
duktus kolektivus.
BAB 3.PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem ekskresi merupakan suatu sistem yang mengatur
pengeluaran zat sisa metabolisme baik berupa zat cair dan zat
gas. Zat-zat sisa ini beupa urine (ginjal), keringat (kulit),
empedu (hati), dan karbondioksida dan uap air (paru-paru).
Zat tersebut harus dikeluarkan dari tubuh karena akan
mengganggu bahkan meracuni tubuh.
Ginjal adalah organ ekskresi yang berbentuk mirip
kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi
menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan
membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Ginjal
adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang
dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Ginjal kanan
biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi
tempat untuk hati. Sistem urinaria adalah suatu sistem tempat
terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari
zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-
zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Fungsi ginjal
memegang peranan yang sangat penting. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan
berupa urine (air kemih). Vesika urinaria (kandung kemih)
dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Penyakit atau gangguan yang biasa menyerang ginjal
diantaranya diabetes insipidus, gagal ginjal akut, gagal ginjal
kronik, dll.
Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh,
terletak dalam rongga perut sebelah kanan, tepatnya di bawah
diafragma. Hati juga merupakan organ tubuh yang paling
besar dan paling kompleks. Berdasarkan fungsinya, hati juga
termasuk sebagai alat ekskresi. Hati berbentuk seperti baji dan
merupakan pabrik kimia pada tubuh manusia. Hati manusia
terbagi menjadi 2 bagian yaitu lobus kanan dan lobus
kiri.gangguan yang sering meyerang hati diantaranya penyakit
kuning , hepatitis, dll.
Kulit merupakan organ pembungkus seluruh
permukaan luar tubuh dan organ terberat juga terbesar dari
tubuh. Kulit tersusun dari tiga lapis : Epidermis , dermis dan
jaringan subkutan. Terdapat berbagai macam fungsi kulit ,
antara lain : sebagai perlindungan infeksi bakteri dan benda
asing lainnya dan sebagai pengatur suhu tubuh. Gangguan
yang biasa menyerang kulit yakni jerawat, ringworm,
psoriasis, dll.
Paru-paru merupakan salah satu organ ekskresi yang
berada di area dada dilindungi oleh tulang rusuk. Paru-paru
dibagi manjadi 2 yakni kanan (3 lobus) dan kiri (2 lobus).
Fungsi yang berhubungan dengan ekskresi dimana karbon
dioksida dan uap air dikeluarkan dari tubuh melalaui
mekanisme pertukaran gas di pembuluh darah. Gangguan yang
biasa menyerang paru-paru yakni efusi pleura, legionaries,
pneumonia, flu burung burung, flu babi, dll.

3.2 Saran
Dalam penulisan dan pembuatan paper ini seharusnya
semua anggota kelompok ikut andil dan bertanggung jawab
penuh terhadap tugas masing-masing agar hasil akhir menjadi
maksimal dan tepat waktu.
Glosarium

Abdomen istilah yang digunakan untuk menyebut bagian


dari tubuh yang berada di antara thorax atau
dada dan pelvis di hewan mamalia dan
vertebrata
Aldosteron hormon steroid dari golongan
mineralokortikoid yang disekresi dari bagian
terluar zona glomerulosa pada bagian korteks
kelenjar adrenal oleh rangsangan dari
peningkatan angiotensin II dalam
darah. Aldosteron merupakan bagian dari
sistem RAA (renin-angiotensin-aldosteron)
Alkolosis suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung basa (atau terlalu sedikit
mengandung asam) dan kadang menyebabkan
meningkatnya pH darah. Dalam kondisi ini
tingkat pH dari jaringan tubuh lebih tinggi dari
kisaran pH normal.
Angiotensin sebuah dipsogen dan hormon oligopeptida di
dalam serum darah yang menyebabkan
pembuluh darah mengkerut hingga
menyebabkan kenaikan tekanan darah
Apokrin keringat yg mengandung lemak
Areola daerah gelap di sekitar puting payudara, yang
dapat melebar atau lebih gelap selama
kehamilan
Arteri Hipogastrika merupakan cabang arteri iliaka interna
Asidosis suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung asam (atau terlalu sedikit
mengandung basa) dan sering menyebabkan
menurunnya pH darah
Cardiac notch lekukan yang berfungsi untuk memberikan
ruang kepada jantung
Canaliculi Empedu yang membatasi dalam pembentukan
empedu
CES (Cairan Ekstraselular) adalah cairan yang berada di
luar sel
Defekasi pengeluaran zat sisa hasil pencernaan (feses)
Duktus alveolus percabangan dari bronkiolus yang bermuara
di alveolus
Duktus Belini tabung sempit panjang dalam ginjal yang
menampung urin dari nefron, untuk disalurkan
ke saluran yang lebih besar yaitu renal pelvis
(pelvis renalis), lalu ureter dan kandung kemih
Duktus Koligens berfungsi sebagai saliran yang menyalurkan
kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan
sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh
hormon antidiuretik (ADH)
Efusi pleura Cairan berlebih di dalam membran berlapis
ganda yang mengelilingi paru-paru
Ekskresi Pengeluaran zat-zat sisa metabolisme yang
tidak berguna bagi tubuh dari dalam tubuh
Ekrin kelenjar yang ditemukan jauh di dalam dermis
Emfisema jenis penyakit paru obstruktif kronik yang
melibatkan kerusakan pada kantung udara
(alveoli) di paru-paru
Eritropoiesis merupakan proses pembentukan eritrosit
muda yang terjadi di sumsum tulang sampai
terbentuk eritrosit matang di dalam darah tepi
yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon
eritropoietin.
Eritropoeitein hormon glikoprotein 30,4 kDa yang
merupakan regulator utama produksi eritrosit
sebagai respons terhadap penurunan
oksigenasi jaringan. Produksi Epo terutama
terjadi di ginjal dan sebagian kecil di hati,
juga oleh sel-sel jaringan dan tumor.
Fasia Profunda jaringan ikat padat, lapisan jaringan ikat
terorganisir, tanpa lemak, yang mencakup
sebagian besar sejajar tubuh (dalam untuk)
kulit dan jaringan subkutan
Hepatosit sel parenkimal utama pada hati yang berperan
dalam banyak lintasan metabolisme, dengan
bobot sekitar 80% dari massa hati, dan inti
sel baik tunggal maupun ganda
Hipoperfusi istilah yang digunakan untuk menjelaskan
kurangnya asupan nutrisi yang diperlukan
oleh organ atau jaringan tubuh. Oleh karena
distribusi nutrisi endogenus terjadi oleh
karena sirkulasi darah, hipoperfusi terjadi oleh
karena penurunan aliran darah yang melewati
organ atau jaringan tertentu
Kelenjar Ceruminous terdapat pada saluran telinga yg
menghasilkan serumen atau getah telinga.
Kelenjar Sebaceous kelenjar mikroskopik yang berada tepat
di bawah kulit yang mengeluarkan minyak
yang disebut sebum. Kelenjar minyak pada
tikus yang mengeluarkan minyak adalah
kelenjar prepusial yang juga memproduksi
hormon feromon
Keliks bagian pelvis berbentuk seperti cawan yang
mengalami penyempitan karena adanya
duktus papilaris yang masuk ke bagian pelvis
ginjal
Kolisis penyakit berupa peradangan usus besar yang
menyebabkan gejala nyeri, meradang, diare
dan perdarahan anus. Usus besar meliputi area
dari caecum (tempat menempel usus
buntu/appendiks), kolon ascendant, kolon
transversum, kolon descendent sigmoid,
rektum dan anus.
Nervus vagus berfungsi untuk fonasi/ berbicara dan menelan.
Saraf vagus juga berperan dalam
mentransmisikan serat sensorik dari kulit
bagian posterior dari meatus auditori eksternal
dan membran timpani
Obstruktif Kronis kelainan jangka panjang di mana terjadi
kerusakan jaringan paru-paru secara progresif
dengan sesak napas yang semakin berat
Peptida Natriuretik hormon yang dihasilkan oleh otot
jantung ketika otot bilik (ventrikel) jantung
meregang atau mengalami tekanan. BNP
berfungsi mengatur keseimbangan
pengeluaran garam dan air, termasuk
mengatur tekanan darah.
Pleura parietal selaput yang melapisi rongga dada luar.
Pleura visceral selaput paru yang langsung membungkus
paru.
Scleroderma penyakit autoimun dengan gejala utama
berupa pengerasan dan penebalan kulit. Area
yang sering terkena adalah wajah, tangan, dan
kaki. Organ-organ di dalam tubuh, seperti
sistem pernapasan dan pencernaan, juga dapat
terkena.
Sekresi pengeluaran getah yang masih berguna bagi
tubuh (enzim dan hormon)
Sinusoid rongga melalui hati atau jaringan hati yang
memungkinkan pertukaran nutrisi dan zat
lainnya antara darah dan hepatosit (sel hati).
Stercobilin billirubin yang direduksi oleh bakteri dalam
usus menjadi urobilinogen dan sterkobilin
Systemic Lupus Erythematosus salah satu jenis
penyakit lupus, adalah penyakit yang
menyebabkan peradangan pada jaringan ikat
dan dapat merusak beberapa organ.
Retikuloendotelial jaringan pengikat retikular yang tersebar
luas menyelubungi sinusoid-sinusoid darah di
hati,sumsum tulangdan juga menyelubungi
saluran-saluran limfe di jaringan limfatik
Tubulus Distal Konvulta bagian tubulus ginjal yang berkelok
kelok dan jauh letaknya dari kapsula bowman,
panjanganya 5 mm
Tubulus Proksimal Konvulta Tubulus ginjal yang langsung
berhubungan dengan kapsula bowman dengan
panjang 15 mm dan diameter 55 mm
Indeks

A
Abdomen 5, 13
Aldosteron 9, 12, 18, 27
Alkolosis 27
Angiotensin II 11, 12, 25, 35
Apokrin 20, 21
Areola 21
Arteri Arquarta 46
Arteri Hipogastrika 13
Arteri Interlobularis 9, 10
Arteri Spermatika 13
Asam Chenodeoxycholic 32
Asam Kolat 32
Asidosis 26, 27

B
Brundels line 9

C
Canaliculi Empedu 15
CES 25

D
Defekasi 4
Duktus Belini 8
Duktus Koligens 8
Duktus Sistikus 15

E
Ekskresi 4, 9, 11, 12, 17, 18, 20, 27
Ekrin 20, 21
Eritropoiesis 11
Eritropoeitein 12

F
Fasia Profunda 7
Fasia Subserosa 6, 7
Fasia Retrorenalis 7

G
Ganglion Pleksus Seliaka 10

H
Hepatosit 15, 16, 17, 30, 31, 32
Homeostasis 4, 10, 24, 25, 27

K
Kaliks Mayor 8, 13
Kelenjar Ceruminous 19, 21, 22
Kelenjar Merocrine 20
Kelenjar Sebaceous 19, 22
Kelenjar Sudoriferous 19
Keliks Minor 8, 19, 20
Kolisis 9
Kolumna Vetrebalis 5
Korteks 6, 8, 10

L
Ligament Falsiformis 14

M
Margo Lateral 9
Medula 6, 8, 9, 10
Metabolisme 4, 11, 12, 17, 18, 21, 25, 26, 27, 28, 29, 35, 43,
36
N
Nervus vagus 13

O
Osmoregulasi 4

P
Peptida Natriuretik 12
Pleksus Kapiler 10, 13

R
Retroperitonial 5

S
Scleroderma 36
Sekresi 4, 9, 11, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 26, 27, 28, 29, 30,
31, 32
Stellate Retikuloendotelial 18, 44
Stercobilin 32
Systemic Lupus Erythematosus 36

T
Termoregulasi 4, 20,21
Tubulus Distal Konvulta 8, 44
Tubulus Proksimal Konvulta 8, 44
Daftar Pustaka

Misnadiarly. 2007. Penyakit Liver. Jakarta : Pustaka Obor


Indonesia.

Nengoche. 2016. Sistem Ekskresi Paru – paru pada Manusia.


http://dosenbiologi.com/manusia. [diakses pada
tanggal 20 April 2017].

Partodihardjo, S. 2005. Kesehatan paru - paru. Jakarta.


Mutiara sumber wijaya.

Pearce. E., 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.


Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sands, J., Bichet, D. 2006. Nephrogenic Diabetes Insipidus.


Annals of Internal Medicine. 144(3):186-194.

Sears, W., Sears, N., Sears, R. 2006. The Baby Book. Jakarta :
Serambi Ilmu Semesta.

Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Siregar, R. 2005. Penyakit Jamur Kulit. Jakarta : EGC.

Spanakis, E., Milord, E., Gragnoli, C. 2008. AVPR2 Variants


and Mutation In Nephrogenic Diabetes Insipidus.
Journal of Cellular Physiology. 217(3):605-617.

Syaifudin. 2016. Anatomi Fisiologis Kurikulum


BerbasisKompetensi Untuk Keperawatan dan
Kebidanan, Ed 4. Jakarta: Kedikteran EGCss
Tortora, G., dan Derrickson, B. 2009. Principles of Anatomy
and Physiology Edisi ke 12. United State of America :
John Wiley & Sons Inc.

Wahib, A., Saleh, S., Raharo, S. 2015. Diabetes Insipidus


Pascaoperasi Kraniopharingioma pada Anak. Jurnal
Neuroanestesi Indonesia. 4(2):91-97.

Wibowo, D. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta :


Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai