Anda di halaman 1dari 18

Hasil Resume 2 Buah E-Book Dan 3 Buah Jurnal Kelompok 7

DEFINISI KEBUTUHAN ELIMINASI SECARA UMUM

Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan penting
dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk
mempertahankan keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme.
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan penting untuk
kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan
fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme. Sisa metabolisme terbagi menjadi dua
jenis yaitu berupa feses yang berasal dari saluran cerna dan urin melalui saluran perkemihan
(Kasiati & Rosmalawati, 2016).
Setiap individu memiliki pola eliminasi fekal berbeda yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain usia, diet, cairan, aktivitas, faktor psikologi, obat-obatan dan faktor-faktor
lainnya. Apabila konsumsi serat dalam makanan, asupan cairan, pemenuhan kebutuhan
aktivitas dan beberapa faktor lainya tidak terpenuhi maka akan menimbulkan gangguan di
saluran pencernaan (Setyani, 2012; Kozier, Erb, Berman & Snyder 2010).
Menurut Barbara (1996) gangguan saluran pencernaan bisa berupa perubahan eliminasi fekal
yang dikarenakan penurunan motilitas usus akibat menurunnya peristaltik, menurunnya
tekanan otot dibandingkan usus dan juga menurunnya penyerapan yang mengakibatkan
meningkatnya gas didalam usus. Ada dua jenis gangguan eliminasi fekal yang terjadi pada
pasien kritis yaitu konstipasi dan diare (Jevon dan Ewens, 2008).
Elliminasi terbagi menjadi 2 bagian utama yaitu eliminasi fekal ( Buang air
besar/BAB)/ Defekasi) dan eliminasi urine ( Buang air kecil/BAK ) . Hampir 60% pasien
ICU mengalami disfungsi gastrointestinal (GI)karena gangguan motilitas, gangguan
mencerna dan gangguan penyerapan (Ibnu, Budipratama & Maskoen,2014).

ELIMINASI SAMPAH METABOLISME


Sampah sisa metabolisme lainnya dapat dikeluarkan dari beberapa sistem organ
dengan hasil yang berbeda-beda seperti :
1. SISTEM PERNAFASAN
System pernafasan berperan dalam pembuangan zat sisa kardondioksida dan uap air
atau H2O. Pembuangan ini juga dipengaruhi oleh fungsi kardiovaskular.
2. SYSTEM INTEGUMENT ( KELENJAR KERINGAT )
Kelenjar keringat yang terdapat di lapisan dermis maupun subkutan berperan penting
dalam pembentukan keringat. Keringat yang dihasilkan ini berasal dari isi pembuluh darah
yang berada disekitar kelenjar keringat tersebut. Keringat mengandung air, garam, urea, asam
urat, dan sisa metabolisme lainnya. Pengeluaran keringat ini dipengaruhi oleh temperature,
dimana peningkatan temperature akan meningkatkan pembentukan keringat. Selain itu,
pengeluaran keringat juga dipengaruhi oleh hipotalamus melalui system saraf otonom yang
mengaktifkan saraf simpatis sehingga kelenjar keringatpun menjadi lebih aktif.
3. SISTEM HEPAR
Hepar juga berperan dalam pembuangan sampah metabolisme. Kelainan pada hepar
akan mengakibatkan hepar tidak mampu untuk membuang sisa nitrogen. Asam amino yang
akan digunakan sebagai energi, harus mengalami proses deaminasi dengan dibuangnya gugus
amino(NH3) yang merupakan nitrogen. NH3 tidak bisa dibuang begitu saja oleh tubh,
namun harus diproses dulu di hepar menjadi ureum atau urea. Sampah inilah yang akhirnya
dibuang melalui keringat pada kulit dan ginjal dalam bentuk urin.
4. SISTEM RENAL
Sistem lain yang berperan dalam eliminasi sampah metabolisme tubuh adalah renal.
Renal (ginjal ) terletak pada retroperitoneal terutama di daerah lumbal. Disebelah kanan kiri
vertebrae. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena
menduduki ruang dibagian kanan lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena
menduduki ruang dibagian kanan yang lebih luas. Bentuk ginjal seperti kacang merah, dan di
atasnya ginjal terdapat kelenjar suprarenal. Ginjal berperan penting dalam melaksanakan
proses filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi urin yang berlangsung pada nefron.Ciri-ciri urin
normal ;
 Kejernihan, urin normal akan berwarna jernih dan bening dan apabila lama dibuarkan
akan menjadi keruh.
 Warna, warna urin dipengaruhi oleh diet, obat-obatan.kepekatan, dan lain-lain. Secara
oemal, urin yang sehat akan berwarna kuning cerah
 Bau. Bau khas urine bila dibiarkan terlalu lama akan berbau seperti aroma ammonia
DEFINISI ELIMINASI URIN
Eliminasi urin adalah langkah terakhir dalam pembuangan dan eliminasi kelebihan air
dan produk sampingan dari metabolisme tubuh. Eliminasi yang memadai tergantung pada
koordinasi fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal menyaring produk sisa
metabolisme dari darah. Ureter mengangkut urin dari ginjal ke kandung kemih. Kandung
kemih menahan urin sampai volume di kandung kemih penuh sehingga memicu sensasi
desakan untuk buang air kecil yang disebut mikturisi. Mikturisi terjadi ketika otak
memberikan izin kandung kemih untuk mengosongkannya, kandung kemih berkontraksi,
saluran kemih sfingter berelaksasi, dan urin keluar dari tubuh melalui uretra.
Organ sistem urinari
1. Ginjal
Ginjal terletak retroperitoneal di kedua sisi kolumna vertebralis di belakang
peritoneum dan melawan otot-otot punggung yang dalam. Biasanya ginjal kiri lebih
tinggi dari kanan karena anatomisnya posisi hati. Nefron, unit fungsional ginjal,
membuang produk limbah dari darah dan memainkan peran utama dalam pengaturan
cairan dan keseimbangan elektrolit. Setiap nefron mengandung sekelompok kapiler
yang disebut dengan glomerulus. Glomerulus menyaring air, glukosa, asam amino,
urea, asam urat, kreatinin, dan elektrolit utama. Protein besar dan sel darah biasanya
tidak menyaring melalui glomerulus. Ketika protein (proteinuria) atau darah
(hematuria) ditemukan dalam urin, diduga cedera glomerulus Tidak semua filtrat
glomerulus diekskresikan sebagai urin. Sekitar 99% adalah diserap ke dalam plasma
oleh tubulus kontortus proksimal nefron, lengkung Henle, dan tubulus distal.
Sisanya 1% adalah diekskresikan sebagai urin. Dalam proses resorpsi inilah
keseimbangan halus dari cairan dan elektrolit dipertahankan. Kisaran normal
produksi urin adalah 1 sampai 2 L/hari (Huether dan McCance, 2017).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi produksi urin seperti asupan cairan
dan suhu tubuh. Ginjal memiliki fungsi penting selain eliminasi tubuh limbah.
Erythropoietin, diproduksi oleh ginjal, merangsang sel darah merah produksi dan
pematangan di sumsum tulang. Pasien dengan ginjal kronis kondisi tidak dapat
memproduksi hormon ini dalam jumlah yang cukup; karena itu, mereka rentan
terhadap anemia. Ginjal memainkan peran utama dalam tekanan darah kontrol
melalui sistem renin-angiotensin (yaitu, pelepasan aldosteron dan prostasiklin)
(Huether dan McCance, 2017). Pada saat iskemia ginjal (penurunan suplai darah),
renin dilepaskan dari sel jukstaglomerulus. Renin berfungsi sebagai enzim untuk
mengubah angiotensinogen (zat disintesis oleh hati) menjadi angiotensin I.
Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II di paru-paru. Angiotensin II
menyebabkan vasokonstriksi dan merangsang pelepasan aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron menyebabkan retensi air, yang meningkatkan volume darah.
ginjal juga menghasilkan prostaglandin E2 dan prostasiklin, yang membantu
menjaga aliran darah melalui vasodilatasi. Mekanisme ini meningkatkan arteri
tekanan darah dan aliran darah ginjal (Huether dan McCance, 2017). Ginjal
mempengaruhi regulasi kalsium dan fosfat dengan memproduksi zat yang mengubah
vitamin D menjadi bentuk aktifnya. Pasien dengan gangguan ginjal dapat memiliki
masalah seperti anemia, hipertensi, dan ketidakseimbangan elektrolit.

2. Ureter
Ureter adalah saluran dari ginjal dan membawa limbah urin ke kandung kemih.
Urine yang mengalir dari ureter ke kandung kemih adalah steril. Peristaltik
gelombang menyebabkan urin memasuki kandung kemih dalam semburan daripada
terus-menerus. Kontraksi kandung kemih selama berkemih menekan bagian bawah
ureter untuk mencegah urin mengalir kembali ke ureter (Huether dan McCance,
2017). Penyakit batu ginjal dapat menyebabkan aliran balik urin (urinary reflux) ke
dalam ureter dan panggul ginjal, menyebabkan distensi (hydroureter/hydronephrosis)
dan dalam beberapa kasus kerusakan permanen pada struktur dan fungsi ginjal yang
sensitif.
3. Kandung kemih
Kandung kemih adalah organ berongga, dapat diregangkan, berotot yang
memegang
air seni. Saat kosong, kandung kemih terletak di rongga panggul di belakang simfisis
pubis. Pada laki-laki kandung kemih bersandar pada rektum, dan pada perempuan itu
bersandar pada dinding anterior rahim dan vagina. Itu kandung kemih memiliki dua
bagian, dasar tetap yang disebut trigonum dan distensible tubuh yang disebut detrusor.
Kandung kemih mengembang saat terisi dengan urin. Biasanya tekanan dalam
kandung kemih selama pengisian tetap rendah, dan ini mencegah aliran balik urin
yang berbahaya ke dalam ureter dan ginjal. Arus balik dapat menyebabkan infeksi.
Pada wanita hamil janin yang sedang berkembang mendorong kandung kemih,
mengurangi kapasitas dan menyebabkan perasaan kenyang.

4. Uretra
Urine mengalir dari kandung kemih melalui uretra dan mengalir ke keluar dari
tubuh melalui meatus uretra. Uretra lewat melalui lapisan tebal otot rangka yang
disebut otot dasar panggul. Otot-otot ini menstabilkan uretra dan berkontribusi pada
kontinensia urin. Sfingter uretra eksternal, terdiri dari otot lurik, berkontribusi untuk
kontrol sukarela atas aliran urin. Uretra wanita adalah kira-kira 3 sampai 4 cm (1
sampai 1,5 inci), dan uretra laki-laki adalah sekitar 18 hingga 20 cm (7 hingga 8 inci).
Panjang uretra Wanita yang lebih pendek meningkatkan risiko infeksi saluran kemih
(ISK) karena akses ke area perineum yang terkontaminasi bakteri (Huether dan
McCance, 2017).

Tindakan buang air kecil

Buang air kecil, berkemih, dan berkemih adalah semua istilah yang menggambarkan
proses dari pengosongan kandung kemih. Mikturisi adalah interaksi kompleks antara
kandung kemih, sfingter urin, dan sistem saraf pusat. Beberapa daerah di Otak terlibat dalam
kontrol kandung kemih: korteks serebral, talamus, hipotalamus, dan batang otak. Ada dua
pusat berkemih di sumsum tulang belakang: satu koordinat penghambatan kontraksi kandung
kemih; yang lain mengkoordinasikan kontraktilitas kandung kemih. Saat kandung kemih
terisi dan meregang, Kontraksi kandung kemih dihambat oleh stimulasi simpatis dari pusat
mikturisi toraks. Saat kandung kemih terisi hingga kira-kira 400 to 600 mL, kebanyakan
orang mengalami sensasi urgensi yang kuat. ketika di tempat yang tepat untuk berkemih,
sistem saraf pusat mengirimkan pesan stimulasi parasimpatis dari pusat mikturisi sakral. Itu
sfingter urin berelaksasi, dan kandung kemih berkontraksi. Kapan waktu dan tempat yang
tidak tepat, otak mengirimkan pesan ke berkemih pusat untuk mengontraksikan sfingter urin
dan mengendurkan otot kandung kemih.

Masalah Eliminasi Urin Umum

Masalah eliminasi urin yang paling umum melibatkan ketidakmampuan untuk


menyimpan urin atau urin yang benar-benar kosong dari kandung kemih. Masalah ini bisa
terjadi dari infeksi kandung kemih yang mudah tersinggung atau terlalu aktif, obstruksi aliran
urin, gangguan kontraktilitas kandung kemih, atau masalah yang mengganggu persarafan ke
kandung kemih, mengakibatkan disfungsi sensorik atau motorik.

 Retensi urin

Retensi urin adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan sebagian atau seluruhnya


kandung kemih. Retensi urin akut atau onset cepat meregangkan kandung kemih,
menyebabkan perasaan tertekan, tidak nyaman/nyeri, nyeri tekan pada simfisis pubis, gelisah,
dan kadang-kadang diaforesis. Pasien mungkin tidak memiliki keluaran urin selama beberapa
jam dan dalam beberapa kasus mengalami frekuensi, urgensi, volume kecil berkemih, atau
inkontinensia volume urin. Retensi urin kronis memiliki onset yang lambat dan bertahap di
mana pasien mungkin mengalami penurunan volume berkemih, berusaha untuk berkemih,
frekuensi, urgensi, inkontinensia, dan sensasi pengosongan tidak lengkap. Residu postvoid
(PVR) adalah jumlah urin yang tersisa di kandung kemih setelah berkemih dan diukur baik
dengan ultrasound atau kateterisasi lurus. Inkontinensia yang disebabkan oleh retensi urin
disebut inkontinensia overflow atau inkontinensia yang berhubungan dengan retensi urin
kronis. Tekanan dalam kandung kemih melebihi kemampuan sfingter untuk mencegah
keluarnya urin, dan pasien akan menggiring urin.
 Kateterisasi

Kateterisasi Urin adalah penempatan tabung melalui uretra ke dalam kandung kemih
untuk mengalirkan air seni (urin). Ada risiko terkait pemasangan kateter yakni infeksi saluran
kemih (CAUTI), Kateterisasi urin dapat bersifat intermitent (kateterisasi satu kali untuk
pengosongan kandung kemih) atau menetap (tetap di tempat selama periode waktu tertentu).
Kateterisasi menetap mungkin jangka pendek (2 minggu atau kurang) atau lama jangka waktu
(lebih dari 1 bulan) (Taylor, 2018; Yates, 2016). Kondisi yang membutuhkan penggunaan
kateter urin jangka pendek atau jangka panjang termasuk kebutuhan untuk pemantauan akurat
output urin baik perioperatif atau pascaoperasi setelah prosedur urologi atau ginekologi, atau
ketika kandung kemih tidak cukup kosong karena obstruksi atau kondisi neurologis.
Akumulasi urin yang berlebihan di kandung kemih menyakitkan bagi pasien, meningkatkan
risiko ISK, dan dapat menyebabkan aliran balik urin ke atas ureter, meningkatkan risiko
kerusakan ginjal. Untuk beberapa pasien, satu-satunya metode mengelola disfungsi kandung
kemih mereka adalah melalui kateter (Davey, 2015).
 Jenis Kateter

Perbedaan antara kateter urin terkait dengan jumlah kateter lumen, adanya balon untuk
menjaga kateter tetap di tempatnya, bentuk kateter, dan sistem drainase tertutup. Kateter urin
dibuat dengan satu hingga tiga lumen. Kateter lumen tunggal digunakan untuk sementara
kateterisasi ent/lurus. Lumen ganda Kateter, dirancang untuk kateter menetap, menyediakan
satu lumen untuk drainase urin sementara lumen kedua digunakan untuk mengembang balon
yang menjaga kateter tetap di tempatnya Kateter triple-lumen digunakan untuk irigasi
kandung kemih terus menerus (CBI) atau Ketika menjadi perlu untuk menanamkan obat ke
dalam kandung kemih. Satu lumen mengalirkan kandung kemih, lumen kedua digunakan
untuk mengembang balon, dan alumen ketiga memberikan cairan irigasi ke dalam kandung
kemih.

DEFINISI ELIMINASI FEKAL

Eliminasi ini berhubungan dengan organ system pencernaan yakni kolon atau usus
besar. Kolon atau usus besar merupakan bagian bawah saluran pencernaan yang dimulai
dari katup ileum dan sekum ke anus yang melliputi sekum, kolon asendent, kolon
transversum, kolon descending, kolon sigmoid,rectum, dan anus. Fungsi kolon adalah untuk
mengonsentrasikan chyme menjadi masa yang lebih padat melalui penyerapan air yang
banyak lalu di eksresikan oleh tubuh dalam bentuk feses.
Saluran GI terdiri dari saluran pencernaan dan organ aksesorinya. Saluran pencernaan
adalah tabung tunggal yang memanjang dari mulut ke anus dan termasuk mulut,
kerongkongan, lambung, dan usus. Itu organ tambahan adalah gigi, lidah, kelenjar ludah, hati,
pankreas, dan kantong empedu. Organ-organ ini menyerap cairan dan nutrisi, menyiapkan
makanan untuk penyerapan dan penggunaan oleh sel-sel tubuh, dan menyediakan
penyimpanan sementara kotoran. Saluran GI menyerap volume cairan yang tinggi, membuat
cairan dan keseimbangan elektrolit merupakan fungsi utama dari sistem GI. Sebagai
tambahannya cairan dan makanan yang tertelan, saluran pencernaan juga menerima sekresi
dari kandung empedu dan pankreas.
Organ saluran pencernaan.Dari Monahan FD, Tetangga M: Keperawatan medikamentosa-
bedah, ed 2,Philadelphia, 1998, Saunders.

1. Mulut
Mulut secara mekanis dan kimiawi memecah nutrisi menjadi ukuran dan bentuk yang
dapat digunakan. Gigi mengunyah makanan, memecahnya menjadi ukuran cocok untuk
ditelan. Air liur, diproduksi oleh kelenjar ludah di mulut, mengencerkan dan melembutkan
makanan di mulut agar lebih mudah ditelan.

2. Kerongkongan
Saat makanan memasuki kerongkongan bagian atas, ia melewati bagian atas sfingter
esofagus, otot melingkar yang mencegah udara masuk kerongkongan dan makanan dari
refluks ke tenggorokan. Bolus makanan berjalan ke kerongkongan dengan bantuan peristaltik,
yang merupakan kontraksi yang mendorong makanan melalui panjang saluran GI. Makanan
bergerak turun ke kerongkongan dan mencapai sfingter jantung, yang terletak antara
kerongkongan dan ujung atas lambung. Sfingter mencegah refluks isi lambung kembali ke
kerongkongan.

3. Lambung

Lambung melakukan tiga tugas: penyimpanan makanan dan cairan yang tertelan,
pencampuran makanan dengan cairan pencernaan menjadi zat yang disebut chyme, dan
mengatur pengosongan isinya ke dalam usus kecil. Perut menghasilkan dan mengeluarkan
asam klorida (HCl), lendir, enzim pepsin, dan faktor intrinsik. Pepsin dan HCl membantu
mencerna protein. Lendir melindungi mukosa lambung dari keasaman dan aktivitas enzim.
Faktor intrinsik adalah factor penting dalam penyerapan vitamin B12.

4. Usus halus

Gerakan di dalam usus kecil, yang terjadi oleh peristaltik, memfasilitasi baik pencernaan
maupun penyerapan. Chyme masuk ke usus kecil sebagai bahan cair dan bercampur dengan
enzim pencernaan. Resorpsi kecil usus sangat efisien sehingga, pada saat cairan mencapai
ujung usus kecil, itu adalah cairan kental dengan beberapa partikel semipadat. Yang kecil
usus dibagi menjadi tiga bagian: duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum memiliki
panjang sekitar 20 hingga 28 cm (8 hingga 11 inci) dan terus memproses cairan dari lambung.
Bagian kedua, jejunum, panjangnya sekitar 2,5 m (8 kaki) dan menyerap karbohidrat dan
protein. Ileum memiliki panjang sekitar 3,7 m (12 kaki) dan menyerap air, lemak, dan garam
empedu. Duodenum dan jejunum menyerap paling banyak vitamin, zat besi, dan garam
empedu. Enzim pencernaan dan empedu masuk ke dalam usus kecil usus dari pankreas dan
hati untuk lebih memecah nutrisi menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh. Proses
pencernaan sangat berubah ketika fungsi usus kecil terganggu. Kondisi seperti peradangan,
infeksi, reseksi bedah, atau obstruksi mengganggu peristaltik, mengurangi penyerapan, atau
menghalangi jalan cairan, yang mengakibatkan defisiensi elektrolit dan nutrisi.

5. Usus besar

Usus besar adalah organ utama eliminasi usus. Cairan pencernaan memasuki usus besar
dengan gelombang peristaltik melalui katup ileosekal (yaitu, lapisan otot melingkar yang
mencegah regurgitasi). Jaringan otot usus besar memungkinkannya untuk menampung dan
menghilangkan sejumlah besar limbah dan gas (flatus). Usus besar memiliki tiga fungsi:
penyerapan, sekresi, dan eliminasi. usus besar menyerap sejumlah besar air (hingga 1,5 L)
dan sejumlah besar natrium dan klorida setiap hari. Jumlah air yang diserap tergantung pada
kecepatan di mana isi usus besar bergerak. Biasanya feses menjadi massa padat atau
semipadat yang lunak dan terbentuk. Jika peristaltik terlalu cepat, ada sedikit waktu untuk air
untuk diserap, dan feses akan berair. Jika kontraksi peristaltik melambat, air terus diserap,
dan massa feses yang keras, mengakibatkan konstipasi. Kontraksi peristaltik memindahkan
isi melalui usus besar. Massa peristaltik mendorong makanan yang tidak tercerna menuju
rektum. massa ini gerakan hanya terjadi 3 atau 4 kali sehari, dengan yang terkuat selama jam
setelah waktu makan. Rektum adalah bagian terakhir dari usus besar. Biasanya rectum
kosong dari kotoran sampai sesaat sebelum buang air besar. Ini berisi vertikal dan lipatan
transversal jaringan yang membantu mengontrol pengeluaran isi feses saat buang air besar.
Setiap lipatan mengandung pembuluh darah yang bisa menjadi mengembang oleh tekanan
selama mengejan. Distensi ini menyebabkan pembentukan wasir. Fungsi kolon adalah
(Tarwoto & Wartonah, 2010) :
a) Menyerap air selama proses pencernaan.
b) Tempat dihasilkannya vitamin K dan vitamin H (Biotin)
sebagai hasil simbiosis dengan bakteri usus, misalnya E.coli.
c) Membentuk massa feses,
d) Mendorong sisa makanan hasil pencernaan ( feses) keluar dari tubuh.

6. Anus
Tubuh mengeluarkan feses dan flatus dari rektum melalui anus. Kontraksi dan relaksasi
sfingter internal dan eksternal, yang dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis,
membantu dalam pengendalian buang air besar. Kanal anus mengandung suplai sensorik yang
kaya saraf yang memungkinkan orang untuk mengetahui kapan ada benda padat, cair, atau
gas yang perlu dikeluarkan dan membantu dalam mempertahankan kontinensia.

DEFINISI PROSES DEFEKASI

Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisametabolisme berupa feses


dan flatus yang berasal dari saluran pencernaanmelalui anus. Terdapat dua pusat yang
menguasai refleks untuk defekasi, yaituterletak di medula dan sumsum tulang belakang.
Apabila terjadi rangsanganparasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan
usus besarmenguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter
anus
bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu 12 menguncup atau
mengendur. Selama defekasi, berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otot-otot
dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis (Hidayat, 2008). Defekasi bergantung
pada gerakan kolon dan dilatasi sfingter ani. Kedua faktor tersebut dikontrol oleh sistem saraf
parasimpatis. Gerakan kolon meliputi tiga gerakan yaitu gerakan mencampur, gerakan
peristaltik, dan gerakan massa kolon. Gerakan massa kolon ini dengan cepat mendorong feses
makanan yang tidak dicerna (feses) dari kolon ke rektum (Asmadi,2008).

PROSES PEMBENTUKANA FESES


Setiap harinya sekitar 750 cc chyme masuk ke kolon dari ileum, di kolon chyme
mengalami proses absorbsi air, natrium, dan kloride. Absorbsi ini dibantu dengan adanya
gerakakn peristaltic di usus. Dari 750 cc chyme tesebut, sekitar 150-200 cc mengalami proses
reabsorbsi. Chyme yang tidak direabsorbsi menjadi bentuk semisolid yang disebut feses.
Dalam saluran cerna terdapat banyak sekali bakteri, bakteri tersebut mengadakan fermentasi
zat makanan yang tidak dicerna.
Proses fermentasi akan menghasilkan gas yang dikeluarkan melalui anus setiap
harinya, Yang kita kenal dengan istilah flatus atau buang angin. Misalnya karbohidrat saat
difermentasikan akan menjadi hydrogen, karbondioksida, dan gas metana. Apabia terjadi
gangguan pencernaan karbohidrat, maka akan ada banyak gas yang terbentuk saat
fermentasi. Akibatnya seseorang akan merasa kembung. Sedangkan Protein setelah
mengalami proses fermentasi oleh bakteri akan menghasilkan asam amino indole,statole, dan
hydrogen sulfide, oleh karenanya apabila terjadi gangguan pencernaan protein maka flatus
dan fesesnya menjadi sangat bau. (Asmadi, 2008).

Bristol Stool Form Scale.


Used with permission. Bristol Stool Form Guideline.
https://www.webmd.com/digestive-disorders/poop-chart-bristol-stool-

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Fekal

Beberapa factor yang mempengaruhi proses eliminasi fekal pada manusia menurut
Potter & Perry (2010) :
1. Usia

Pada bayi, makanan akan lebih cepat melewati sitem pencernaan bayi karena gerakan
peristaltik yang cepat. Sedangkan pada lansia adanya perubahan pola fungsi digestif dan
absorpsi nutrisi lansia lebih disebabkan oleh sistem kardiovaskular dan neurogis lansia,
daripada system pencernaan itu sendiri (Potter & Perry, 2010).

2. Diet
Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapatmempengaruhi proses
defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serattinggi dapat membantu proses percepatan
defekasi dan jumlah yangdikonsumsi pun dapat memengaruhi (Hidayat, 2008).

3. Asupan Cairan

Pemasukan cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadilebih keras,


disebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat (Tarwoto & Wartonah, 2010).

4. Aktivitas fisik

Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot
abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantukelancaran proses defekasi, sehingga proses
gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik dan memudahkan dalam
membantu proses kelancaran proses defekasi (Hidayat, 2008).

5. Faktor psikologi

Stres emosional yang berkepanjangan merusak fungsi hampir semua tubuh system.
Selama stres emosional proses pencernaan adalah dipercepat, dan peristaltik meningkat. Efek
samping dari peningkatan peristaltik, termasuk diare dan distensi gas. Beberapa penyakit
saluran GI diperburuk oleh stres, termasuk kolitis ulserativa, iritasi usus sindrom, tukak
lambung dan duodenum tertentu, dan penyakit Crohn. Jika sebuah seseorang menjadi depresi,
sistem saraf otonom dapat melambat impuls yang menurunkan peristaltik, mengakibatkan
konstipasi. Stress emosional mengganggu fungsi hampir seluruh sistem pecernaan tubuh
(Tarwoto & Wartonah, 2010).

6. Kebiasaan Pribadi

Kebiasaan eliminasi seseorang akan memengaruhi fungsi usus. Sebagian besar orang
dapat menggunakan fasilitas toilet sendiri dirumahnya, hal tersebut dirasa lebih efektif dan
praktis (Tarwoto & Wartonah, 2010).

7. Posisi Saat Buang Air Besar


squating adalah posisi normal saat buang air besar. Toilet modern memfasilitasi
postur ini, memungkinkan seseorang untuk bersandar ke depan, mengerahkan tekanan
intraabdominal, dan kontraksi otot gluteal. Untuk seorang pasien bergerak di tempat tidur,
buang air besar sering sulit. Dalam posisi terlentang itu adalah sulit untuk secara efektif
mengontraksikan otot-otot yang digunakan selama buang air besar. Jika sebuah kondisi
pasien memungkinkan, angkat kepala tempat tidur untuk membantunya yang lebih normaling
posisi di pispot, meningkatkan kemampuan untuk buang air besar.

8. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi, seperti
pada beberapa kasus hemoroid, fraktur ospubis, danepisiotomy akan mengurangi keinginan
untuk buang air besar (Tarwoto & Wartonah, 2010).

9. Kehamilan

Pada saat kehamilan berkembang, ukuran janin bertambah dan menimbulkan tekanan
pada rectum (Tarwoto & Wartonah, 2010). Obstruksi sementara yang dibuat oleh janin
mengganggu pengeluaran feses. Perlambatan peristaltik selama trimester ketiga sering
menyebabkan sembelit. Ibu hamil sering mengejan saat buang air besar atau melahirkan
dapat menyebabkan pembentukan wasir.

10. Pembedahan dan Anestesi

Agen anestesi umum yang digunakan selama operasi menyebabkan penghentian


sementara peristaltic. Blok agen anestesi inhalasi impuls parasimpatis ke otot usus. Tindakan
dari anestesi memperlambat atau menghentikan gelombang peristaltik. Seorang pasien yang
menerima local atau anestesi regional kurang berisiko untuk perubahan eliminasi karena ini
jenis anestesi umumnya mempengaruhi aktivitas usus minimal atau tidak sama sekali. Setiap
operasi yang melibatkan manipulasi langsung usus untuk sementara menghentikan peristaltik.
Kondisi ini, yang disebut ileus, biasanya berlangsung sekitar 24 hingga 48 jam. Jika pasien
tetap tidak aktif atau tidak dapat makan setelah operasi, kembalinya eliminasi usus normal
lebih lanjut tertunda.

11. Obat-obatan

Banyak obat yang diresepkan untuk kondisi akut dan kronis memiliki efek sekunder
pada eliminasi usus pasien. Sebagai contoh, analgesik opioid memperlambat peristaltik dan
kontraksi, sering mengakibatkan sembelit; dan antibiotik menurunkan flora bakteri usus,
seringkali mengakibatkan diare (Burchum dan Rosenthal, 2019). Pengobatan dapat
memengaruhi proses defekasi, dapat mengakibatkan diare dan konstipasi, seperti penggunaan
laksansia atauantasida yang terlalu sering (Hidayat, 2008)

12. Tes Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik yang melibatkan visualisasi struktur GI sering memerlukan
persiapan usus yang ditentukan (misalnya, pencahar dan/atau enema) untuk memastikan
bahwa usus kosong. Biasanya pasien tidak bisa makan atau minum beberapa jam sebelum
pemeriksaan seperti endoskopi, kolonoskopi, atau pengujian lain yang memerlukan
visualisasi saluran GI. Mengikuti prosedur diagnostik, perubahan eliminasi seperti
peningkatan gas atau mencret sering terjadi sampai pasien melanjutkan pola makan normal.

Masalah Eliminasi Usus Umum

Anda akan sering merawat pasien yang memiliki atau berisiko untuk dieliminasi
masalah karena perubahan fisiologis pada saluran GI, seperti operasi perut, penyakit radang,
obat-obatan, stres emosional, faktor lingkungan, atau gangguan yang mengganggu buang air
besar.

1. Sembelit/Konstipasi

Sembelit adalah gejala, bukan penyakit, dan ada banyak kemungkinan penyebab. Pola
makan yang tidak tepat, asupan cairan yang berkurang, kurang olahraga, dan obat-obatan
tertentu dapat menyebabkan sembelit. Misalnya pasien menerima opioid untuk nyeri setelah
operasi sering membutuhkan pelunak feses atau pencahar untuk mencegah sembelit. Sebuah
studi penelitian tentang fungsi usus laki-laki dan perempuan mengungkapkan bahwa jenis
kelamin perempuan dan usia yang lebih tua adalah faktor risiko tertinggi untuk sembelit
(Uduak dkk.2016). Konstipasi atau sembelit adalah penurunan frekuensi defekasi, yang
diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat
defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus
melambat, massa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan
air dalam feses diabsorpsi (Potter & Perry, 2010).
Yang ditandai dengan :
a) Adanya feses yang keras
b) Defekasi kurang dari 3 minggu
c) Menunrunnya bising usus
d) Adanya keluhan pada rektum
e) Nyeri saat mengejan dan defekasi
f) Adanya perasaan masih ada sisa feses

Tanda-tanda konstipasi termasuk buang air besar yang jarang (kurang dari tiga kali
minggu) dan tinja yang keras dan kering yang sulit dikeluarkan. Kapan motilitas usus
melambat, massa tinja menjadi terbuka ke usus dinding dari waktu ke waktu, dan sebagian
besar kandungan air tinja diserap.Air yang tersisa untuk melunakkan dan melumasi tinja.
Bagian dari tinja yang kering dan keras sering menyebabkan nyeri rektum.
Sembelit adalah sumber ketidaknyamanan yang signifikan. Kaji kebutuhan intervensi
sebelum defekasi menjadi nyeri atau tinja terpengaruh.

2. Impaksi
Impaksi terjadi ketika pasien mengalami konstipasi yang tidak teratasi dan tidak
mampu mengeluarkan feses yang mengeras yang tertahan di rektum. Dalam kasus impaksi
parah, massa meluas ke kolon sigmoid. Jika tidak diselesaikan atau dihilangkan, impaksi
yang parah menyebabkan obstruksi usus. Pasien yang lemah, bingung, atau tidak sadar paling
berisiko untuk impaksi. Mereka mengalami dehidrasi atau terlalu lemah atau tidak menyadari
kebutuhan untuk buang air besar, dan tinja menjadi terlalu keras dan kering untuk
dikeluarkan. Tanda impaksi yang jelas adalah ketidakmampuan untuk buang air besar selama
beberapa hari, meskipun keinginan berulang untuk buang air besar. Curigai impaksi ketika
tinja cair terus menerus mengalir. Bagian cair dari feses terletak lebih tinggi di usus besar
merembes di sekitar massa yang terkena dampak. Kehilangan selera makan (anoreksia), mual
dan/atau muntah, distensi dan kram perut, dan nyeri dubur dapat menyertai kondisi tersebut.
Jika Anda mencurigai impaksi, lakukan pemeriksaan digital rektum dan palpasi dengan
lembut untuk massa yang terkena (Hussain et al., 2014).

3. Diare

Diare adalah peningkatan jumlah tinja dan pengeluaran cairan, kotoran yang tidak
berbentuk. Hal ini terkait dengan gangguan yang mempengaruhi pencernaan, absorpsi, dan
sekresi di saluran GI. Isi usus melewati usus kecil dan besar terlalu cepat untuk
memungkinkan penyerapan biasa dari cairan dan nutrisi. Iritasi di dalam usus besar
menyebabkan peningkatan sekresi lendir. Akibatnya feses menjadi encer, dan penderita sering
mengalami kesulitan mengendalikan keinginan untuk buang air besar. Kehilangan cairan
kolon yang berlebihan menyebabkan dehidrasi dengan cairan dan ketidakseimbangan
elektrolit atau asam basa jika cairan tidak diganti. Bayi dan orang dewasa yang lebih tua
sangat rentan terhadap komplikasi terkait. Karena buang air besar yang berulang kali
menyebabkan diare kulit perineum dan mengiritasi isi usus, Diare merupakan keadaan
individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk
cair. Diare sering disertai dengan kejang usus, mungkin disertai oleh rasa mual dan muntah
(Hidayat, 2008).
Tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan merangsang usus
mengeluarkannya sehingga timbul Diare (Wijaya & Putri, 2013). Meningkatnya mobilitas
dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan akibat dari gangguan absorbs dan
ekskresi cairan dan elektrolit yang berlebih (Suriadi & Yuliani, 2010). Konsistensi feses
encer; Perubahan konsistensi feses menjadi encer terjadi karena adanya peningkatan sekresi
air dan elektrolit ke dalam rongga usus yang menyebabkan peningkatan isi rongga usus.
Hiperperistaltik mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan.
Pada kasus diare feses berbentuk cair karena kandungan air lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 gram atau 200 ml/ 24 jam (Wijaya & Putri, 2013). Hiperperistaltik usus: Pergeseran
air dan elektrolit kedalam rongga usus menyebabkan isi rongga usus berlebihan. Hal ini
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul Diare (Susilaningrum, Nursalam,
& Utami, 2013). Yang ditandai dengan :
a) Adanya pengeluaran feses cair.
b) Frekuensi lebih dari 3 kali sehari.
c) Nyeri/kram abdomen.
d) Bising usus meningkat.
Menurut Mansjoer dkk (2003), penyebab Diare dapat dibagi dalam beberapa faktor
yaitu faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan, dan faktor psikologis (Wijaya &
Putri, 2013). Diare dapat disebabkan oleh inflamasi gastrointestinal, iritasi gastrointestinal,
proses infeksi, malabsorpsi, ansietas, stress, efek obat-obatan maupun pemberian botol susu.
Mengetahui penyebab diare penting untuk dapat menentukan intervensi yang tepat.
Mengidentifikasi riwayat pemberian makanan. Kuman infeksi penyebab diare ditularkan
melalui jalur pekal oral, yaitu dengan memasukkan cairan atau benda yang tercemar dengan
tinja, misalnya air minum, tangan atau jari-jari, pengelolaan makanan yang kurang bersih,
maupun makanan yang disiapkan dalam tempat yang terkontaminasi air yang tercemar
(Wijaya & Putri, 2013).

4. Inkontinensia

Inkontinensia adalah ketidakmampuan untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas dari
anus. Gangguan fungsi kognitif sering menyebabkan inkontinensia urin dan feses. Banyak
kondisi yang menyebabkan inkontinensia tinja atau diare. Pasien lanjut usia sangat rentan
terhadap infeksi C. difficile terkena antibiotik, dan mortalitas dan morbiditas yang lebih
tinggi diamati pada kelompok usia ini (McDonald dkk., 2018).
Inkontinensia fekal adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnyafeses dan gas dari anus.
Kondisi fisik yang merusakkan fungsi atau kontrolsfingter anus dapat menyebabkan
inkontinensia. Kondisi yang membuatseringnya defekasi, feses encer, volumenya banyak, dan
feses mengandungair juga mempredisposisi individu untuk mengalami
inkontinensia.Inkontinensia fekal merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan
kebiasaan defekasi normal dengan pengeluaran feses tanpa disadari, atau juga dapat dikenal
dengan inkontinensia fekal yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol
pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan sfingter (Hidayat, 2008). Yang
ditandai dengan Pengeluaran feses yang tidak dikehendaki.

4. Perut kembung

Saat gas menumpuk di lumen usus, dinding usus meregang dan distensi. Perut
kembung adalah penyebab umum perut penuh, nyeri, dan kram. Biasanya gas usus keluar
melalui mulut
(bersendawa) atau anus (keluarnya flatus). Namun, perut kembung menyebabkan distensi
abdomen dan nyeri hebat dan tajam jika motilitas usus menurun berkurang karena opiat,
anestesi umum, operasi perut, atau imobilisasi. Kembung merupakan flatus yang berlebihan
di daerah intestinal sehingga menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan
karenakonstipasi, penggunaan obat-obatan (barbiturate, penurunan ansietas, penurunan
aktivitas intestinal), mengonsumsi makanan yang banyak mengandung gas dapat berefek
ansietas (Tarwoto & Wartonah, 2010).

5. Wasir
Wasir adalah pembuluh darah yang melebar dan membesar di lapisan rektum. Mereka
bersifat eksternal atau internal. Wasir eksternal terlihat jelas sebagai tonjolan kulit. Biasanya
terdapat perubahan warna keunguan (trombosis) jika vena di bawahnya mengeras. Hal ini
menyebabkan peningkatan rasa sakit dan terkadang membutuhkan eksisi. Wasir internal
terjadi di saluran anus dan mungkin meradang dan buncit. Peningkatan tekanan vena dari
mengejan saat buang air besar, kehamilan, gagal jantung, dan penyakit hati kronis
menyebabkan hemoroid.

6. Pengalihan usus

Penyakit tertentu atau perubahan bedah membuat perjalanan normal dari isi usus di
seluruh usus kecil dan besar sulit atau tidak bijaksana. Ketika kondisi ini hadir, sementara
atau permanen pembukaan (stoma) dibuat melalui pembedahan dengan mengeluarkan
sebagian usus melalui dinding perut. Bukaan bedah ini disebut an ileostomi atau kolostomi,
tergantung pada bagian saluran usus mana yang digunakan untuk membuat stoma. Teknik
bedah yang lebih baru memungkinkan lebih banyak pasien untuk memiliki bagian dari usus
kecil dan besar mereka dihapus dan bagian yang tersisa disambungkan kembali, sehingga
mereka akan terus buang air besar melalui lubang anus.

Kolostomi sigmoid

7. Ostomi

Lokasi ostomi menentukan konsistensi tinja. Seseorang dengan kolostomi sigmoid


akan memiliki feses yang lebih terbentuk. Keluaran dari kolostomi transversal akan berupa
cairan kental hingga konsistensi lunak. Ini ostomi adalah yang paling mudah dilakukan
melalui pembedahan dan dilakukan sebagai tindakan sementara berarti mengalihkan tinja dari
area trauma atau luka perianal. Mereka juga bisa menjadi pengalihan paliatif jika ada
obstruksi dari tumor. Dengan ileostomi, limbah tinja meninggalkan tubuh sebelum masuk ke
usus besar, sering membuat tinja cair. Kolostomi loop adalah stoma reversibel yang dibuat
oleh ahli bedah di ileum atau kolon.
Ahli bedah menarik lingkaran usus ke perut dan sering menempatkan batang plastik,
jembatan, atau kateter karet sementara di bawah loop usus agar tidak tergelincir kembali.
Dokter bedah kemudian membuka usus dan menjahitnya ke kulit perut. Loop ostomy
memiliki dua lubang melalui stoma. Ujung proksimal mengalirkan limbah tinja, dan bagian
distal mengalirkan lendir. Kolostomi akhir terdiri dari stoma yang dibentuk dengan membawa
sepotong usus keluar melalui lubang yang dibuat melalui pembedahan di dinding perut,
memutarnya ke bawah seperti turtleneck dan menjahitnya ke dinding perut. Usus distal dari
stoma diangkat atau dijahit tertutup (disebut kantong Hartmann; melihat Gambar 47.2) dan
tertinggal di rongga perut. Akhir ostomi bersifat permanen atau reversibel. Rektum dibiarkan
utuh atau dihapus.

DAFTAR PUSTAKA

 Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
https://books.google.co.id/books?
id=IJ3P1qiHKMYC&printsec=frontcover&dq=ebook+pengantar+kebutuhan+dasar+
manusia&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjo9OmCk-
b0AhXA7nMBHWfZCEkQ6AF6BAgDEAE#v=onepage&q&f=false
 Hall, Amy M. Perry, Anne Griffin Potter, Patricia Ann Stocket, Patricia A.
Fundamental of nursing, Tenth Edition, Elsevier. 3251 Riverport Lane. St. Louis,
Missouri 63043 http://ebooks.elsevier.com

 Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan
Edisi 4. Salemba Medika : Jakarta
https://kin.perpusnas.go.id/DisplayData.aspx?
pId=40001031&pRegionCode=PLTKSS&pClientId=127

 Ratna Mahmud. (2019). Penerapan asuhan keperawatan pasien diare dalam gangguan
pemenuhan kebutuhan eliminasi. Jurnal Media Keperawatan Politeknik Kesehatan
Makassar. Vol. 10 No. 02
https://scholar.google.co.id/scholar?
q=jurnal+pemenuhan+kebutuhan+eliminasi+fekal&hl=en&as_sdt=0&as_vis=1&oi=s
cholart

 Ryan Andeska Artha. Rani Lisa Indra.T. Abdur Rasyid. (2018). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan eliminasi fekal pada pasien yang dirawat di intensive care unit
(icu). Jurnal Riset Kesehatan. 97 – 105
https://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jrk/article/view/3638/945

 Dila Arnela Nadya. (2019). Gambaran gangguan eliminasi fekal pada pasien anak
dengan hirschprung disease di ruang cendana 4 irna i rsup dr. Sardjito Yogyakarta.
Jurnal pemenugan kebutuhan Eliminasi fekal poltekkes makassar.
file:///C:/Users/DELL/Downloads/Jurnal%20pemenuhan%20keb.eliminasi%20fekal
%20poltekkes%20makassar%20(1).pdf

Anda mungkin juga menyukai