Anda di halaman 1dari 56

ELIMINASI URINE

Pembuagan normal urine merupakan suatu fungsi dasar yang sering di anggap enteng
oleh kebanyakkan orang. Apabila sistem perkemihan tidak dapat berfungsi denga baik,
sebenarnya semua sistem organ pada akhirnya akan terpengaruh. Klien yang mengalami
perubahan eliminasi urine juga dapat menderita secara emosional akibat perubahan cairan
tubuhnya. Perawat berusaha memahami alasan terjadinya masalah dan berpaya mencari
penyelesaian yang dapat di terima.

FISIOLOGI ELIMINASI URINE

Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal, ureter , kandung kemih , dan uretra. Ginjal
menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk urien. Ureter mentransport urien dari
ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih menyimpan urien sampai timbul keinginan untuk
berkemih. Urien keluar dari tubuh melalui uretra. Semua organ sistem perkemihan harus utuh
dan berfungsi supaya urien erhasil dikeluarkan dengan baik.
Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna agak coklat
kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna veterbral prosterior terhaap peritoneum dan
terletak pada otot punggung bagian dalaam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis kedua
belas sampai vetebra lumbakis ketiga. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5
sampai 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran
12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120 sampai 150 gram. Sebuah kelenjar adrenal terletak di
kutub superior setap dinjal, teteapi tidak berhubungan secara langsung dengan proses
eliminasi urien. Setiap ginjl ilapisi oleh sebuah kapsul yang kokoh dan di kkelilingi oleh
lapisan lemak.
Produk buangan (limbah) dari hasil metebolise yang terkumpul di dalam darah
difiltrasikan di ginjal. Darah sampai ke setiap ginjal melalui arteri renalis (ginjal) yang
merupakan percabangan dari aorta abdominalis. Arteri renalis memasuki ginjal melalui
hilum. Sekitar 25% curah jantung bersirkulasi setiap hari melalui ginjal. Setiap ginjal berisi 1
juta nefron. Nefron, yang merupakan unit fungsional ginjal, membentuk urien. Nefron
tersusun atas glomerolus, kapsul bowman, tubulus kontroktus proksimal, ansa henle, tubulus
distal, dan duktus pengumpul.
Darah masuk ke nefron ellui arteriola aferen. Sekelompokk pembuuh darah ini
membentuk jaringan kapiler glomerulus , yang merupakan tempat pertama filtrasi darah dan
tempat awal pembentukan urien. Kapiler glomerulus memiliki pori-pri sehingga dapat
memfiltrasi air dan substansi, seperto glukosa, asam amino, urea, keratine, dan elektrolit
elektrolit utama ke dalam kapsul bowman. Dalam kondisi normal, protein berukuran besar
dan sel-sel dara tidak difiltrasi melalui glomerulus. Apabila di dalam urien terdapat rotein
yang berukuran besar (proteinuria), maka hal ini merupakan tanda adanya cidera pada

glomerulus. Glomerulus memfiltrasi sekitar 125 ml filter per menit. Pada awalnya jumlah
filtrasi mendekati jumlah lasma darah dikurangi protein yang berukuran besar.
Tidak semua filtrasi glomerulur diekresikan sebagai urien. Setelah filtrasi glomerulus,
filtrasi masuk ke sistem tubulus dan duktus pengumpul, yang merupakan tempat air dan
sustansi, seperti glukosa, asam amino, asam urat, dan ion-ion natrim serta kalium direabsobsi
kembali kedalam plasma secara selektif. Substansi ang lain seperti ion hidroen,kalium
(disertai aldosteron), dan amonio diisekresi kembali ke tubulus, tempat hilangnya substansi
tersebut d dalam urien. Sekitar 99% filtrasi direabsobsi ke dalam plasma, dengan 1% sisanya
diekresikan sebagai urien. Dengan demikian, ginjal memankan peranan pentingalam
keseimbangan cairan dan elektroliit. Walaupun halauan terganggu pada asupaan, haluan urien
normal orang dewasa dalam 24 jam adalah sekitar 1500 sampai 1600 ml. Haluan rien
sebanyak 60 ml per jam pada ummnya adalah normal. Haluan urien kurang dari 30 ml per
jam dapat mengindikasikan adanya perubahan pada ginjal. Ginjal juga memproduksi sel
darah merah (SDM), pengauran tekanan darah, dan mineralisasi tulang.
Ginjal bertanggung jawab untuk memertahankan volume norma SDM. Ginjal
memproduksi eritropoitein , sebuah hormon yang terutama di lepaskan dari sel-sel gloerulus
khusus, yang dapat merasakan adanya penurnan oksigenasi sel darah merah (hiposia lokal).
Setelah dilepaskan dari ginjal, fungsi eritropoitein di dalam sumsum tulag adalah untuk
menstimulasi eritropoitein (produksi dan ppematangan SDM) dengan meruubah sel induk
tertentu menjadi eritriblast (McCance dan Huethe,1994).. eritropitein juga memperpanajng
umur hidup SDM yang telah matang. Klien yang mengalami perubahan ronis tidak cukup ,
sehingga klien tersebut akan rentan terserang anemia.
Renin adalah hormon lain yang diproduksi oleh ginjal. Fungsi utama hormon ini
adalah untuk mengatur aliran darah pada waktu terjadinya iskemia ginjal (penurunan splai
darah). Renin disintensikan dan dilepaskan dari sel jukstaglomerlus, yang berada di aparatus
jukstaglomerulus ginjal.
Fungsi renin adalah sebagai enzim yang mengubah angiotensinogen (suatu substansi
yang disintensi oleh hati) menjadi angiotensinogen I. Begitu angiotensinogen I bersirkulas di
dalam paru-paru, angiotensinogen I dirubah menjadi angiotensinogen II dan angiotensinogen
III. angiotensinogen II mengeluarkan efeknya pada otot polos pembuluh darah sehingga
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan menstimulasi pelepasan aldoteron dari
korteks adrenal. Aldoster menyebabkan renin air, yang akan mengakibatkan peningkatan
volume darah. angiotensinogen III mengeluarkan efek yang serupa namun derajatnya lebih
rendah. Efek gabungan dari mekanisme ini adala peningkatan tekanan darah arteri dan aliran
darah ginjal (McCance dan Huethe,1994).
Ginjal juga berperan penting dalam pengaturan kalsiun dan fosfat. Ginjal bertanggung
jawab untuk memproduksi substansi yang mengubaah vitamin D menjadi vitamin D dalam
bentuk aktif. Klien yang mengalami perubahan kronis pada fungsi ginjalnyaa tidak membuat
metabolit vitamin d dalam bentuk aktif yang cukup. Dengan demikian, klien ini akan rentang
terserang penyakit tulang akibat demineralitas tulang karena adanya gangguan absorpsi
kalsium, kecuali terdapat persendian vitamin D dalam bentuk aktif.

Ureter
Urien meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan mentranspor urine
ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar
pertama pembuangan urien. Ureter merupksn struktur tubular yang memiliki panjang 25
sampai 30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentag pada posisi
retroperitoneum untuk memasuki kandung kemih i dalam rongga panggul (pelvis) pada
sambungan ureterovesikalis. Urien yang keluar dari ureter ke kandun kemih umumnya steril.
Dinding ureter dibentuk dari tiga lapisan jaringan. Lapisan bagian dalam merupakan
membran mukosa yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung kemih. Lapisan
tengah terdiri dari serabut otot polos yang mentranspor urien melalui ureter dengan gerakan
perristaltik yang distimulasi oleh distensi urien d kandung kemih. Laisan luar ureter adalah
jaringan penyambug fibrosa yang menyokong ureter.
Gerakan peristaltis menyebabkan urine masuk ke dalam kandung kemih dalam bentuk
semburan, bukan dalam bentuk aliran yang tetap. Ureter masuk ke dalam dinding posterior
kandung kemih dengan posisi miring. Pengaturan ini dalam kondisi normal mencegah refluks
urine dari kandung kemih ke dalam ureter selama mikturisi (proses berkemih) dengan
menekan ureter pada sambungan ureterovesikalis (sambungan ureter dengan kandung kemih).
Adanya obdtruksi di dalam salah satu ureter, seperti batu ginjal (kalkulus renalis),
menimbulkan gerakan peristaltis yang kuat yang mencoba mendorong obstruksi ke dalam
kandug kemih. Gerakan peristaltis yang kuat ini menimbulkan nyeri yang sering disebut kolik
ginjal.
Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas
jaringan otot serta merupakan wadah tempat urine dan merupakan organ ekskresi. Apabila
kosong, kandung kemih berada di dalam rongga panggul di belakang simfisis pubis. Pada
pria, kandung kemih teretak pada rektum bagian posterior dan pada wanita kandung kemih
terletak pada dinding anterior uterus dan vagina.
Bentuk kandung kemih berubah saat ia terisi dengan urine. Dinding kandung kemih
dapat mengembang. Tekanan di dalam kandung kemih biasanya rendah, bahkan saat sebagian
kandung kemih penuh, suatu faktor yang melindungi kandung kemih dari dari infeksi.
Kandung kemih dapat menampung sekitar 600ml urine, walaupun pengeluaran urine normal
sekitar 300ml.
Dalam keadaan penuh, kandung kemih membesar dan membentang sampai ke atas
simfisis pubis. Kandung kemih yang mengalami distensi maksimal dapat mencapai
umbilikus. Pada wanita hamil, janin mendorong kandung kemih, menimbulkan suatu
perasaan penuh dan mengurangi daya tampung kandung kemih. Hal ini dapat terjadi baik
pada trimester pertama maupun trimester ketiga.

Trigonum ( satu daerah segitiga yang halus pada permukan bagian dalam kandung
kemih) merupakan dasar kandung kemih. Sebuah lubang terdapat pada setiat sudut segitiga.
Dua lubang untuk ureter serta satu lubang untuk uretra.
Dinding kandung kemih memiliki empat lapisan : lapisan mukosa di dalam, sebuah
lapisan submukosa pada jaringan penyambung, sebuah lapisan otot, dan sebuah serosa di
bagian luar. Lapisan otot memiliki berkas-berkas serabut otot yang membentuk otot detrusor.
Serabut saraf parasimpatis menstimulasi otot detrusor selama proses perkemihan. Sfingter
uretra interna, yang tersusun atas kumpulan otot yang berbentuk seperti cincin, berada pada
dasar kandung kemih tempat sfingter tersebut bergabung dengan uretra. Sfingter mencegah
urine keluar dari kandung kemih dan berada di bawah kontrol volunter kontrol otot yang
disadari).
Uretra
Urine keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus uretra.
Dalam kondisi normal, aliran urine yang mengalami turbulansi membuat urine bebas dari
bakteri. Membran mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir ke dalam
saluran uretra. Lendir dianggap berifat bakteriostatis dan membentuk flak mukosa untuk
mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra.
Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4 sampai 6,5 cm. Sfingter uretra
eksterna, yang terletak di sekitar setengah bagian bawah uretra, memungkinkan aliran
volunter urine. Panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor predisposisi untuk
mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk uretra dari daerah perineum. Uretra
pada pria, yang merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar sel serta sekresi dari organ
reproduksi, memiliki panjang 20 cm. Uretra pada pria ini terdiri dari tiga bagian, yaitu : uretra
prostatik, uretra membranosa, dan uretra penil atau uretra kavernosa.
Pada wanita, meatus urinarius (lubang) terletak di antara labia minora, di atas vagina
dan di bawah klitoris. Pada pria, meatus terletak pada ujung distal penis.
Kerja Perkemihan
Beberapa struktur otak yang mempengaruhi fungsi kandung kemih meliputi korteks serebal,
thalamus, hipotalamus, dan batang otak. Secara bersama-sama, struktur otak ini menekan
kontraksi otot detrusor kandung kemih sampai individu ingin berkemih atau buang air. Dua
pusat di pons yang mengatur mikturisi atau berkemih, yaitu : pusat M mengaktifkan refleks
otot detrusor dan pusat L mengkoordinasikan tonus otot pada dasr panggul. Pada saat
berkemi, respons yang terjadi ialah kontraksi kandung kemih dan relaksasi otot pada dasar
panggul yang terkoordinasi.
Kandung kemih dalam kondisi normal dapat menampung 600ml urine. Namun,
keinginan untuk berkemih dapat dirasakan pada saat kandung kemih terisi urine dalam
jumlah yang lebih kecil ( 150 sampai 200 ml pada orang dewasa dan 50 sampai 200 ml pada
anak kecil). Seiring denga peningkatan volume urine, dinding kandung kemih meregang,

mengirim impuls-impuls sensorik ke pusat mikturisi di medulla spinalis pars sakralis. Impuls
saraf parasimpatis dari pusat mikturisi menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi secara
teratur. Sfingter uretra interna juga berelaksasi hingga urine dapat masuk ke dalam uretra,
walaupun berkemih belum terjadi. Saat kandung kemih berkontraksi, impuls saraf naik ke
medulla spinalis sampai ke pons dan korteks serebal. Kemudian individu akan menyadari
keinginannya untuk berkemih. Remaja dan orang dewasa dapat berespons terhadap dorongan
berkemih ini atau malah mengakibatkannya sehingga berkemih berada di bawah kontrol
volunter. Apabila individu memilih untuk tidak berkemih, sfingter urinarius eksterna dalam
keadaan berkontraksi dan refleks mikturisi dihambaat. Namun pada saat individu siap
berkemih, sfingter eksterna berelaksasi, refleks mikturisi menstimulasi otot detrusor untuk
berkontraksi sehingga terjadilah pengosongan kandung kemih yang efisien.
Apabila keinginan untuk berkemih diabaikan berulang kali, daya tampung kandung
kemih dapat menjadi maksimal dan menimbulkan tekanan pada sfingter sehingga dapat
membuat kontrol volunter tidak mungkin lagi dilanjutkan.
Kerusakan pada medulla spinalis di atas daerah sakralis menyebabkan hilangnya
kontrol volunter berkemih, tetapi jalur refleks berkemih dapat tetap utuh sehingga
memungkinkan terjadinya berkemih secara refleks. Kondisi ini disebut refleks kandung
kemih.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI URINASI


Kondisi yang Menyebabkan Perubahan pada Eliminasi Urine
KONDISI PRENALIS

Penurunan volume intravaskular: dehidrasi, perdarahan, luka bakar, syok


Perubahan resistansi vaskuler perifer: sepsis, reaksi anafilaktik (alergi)
Kegagalan pompa janjtung: gagal jantung kongesif, infark miokard, penyakit jantung
hipertensi, penyakit pada katup jantung, temponade perikardium
KONDISI RENALIS

Obat-obatan neofrotostik (mis,. Gentamisin)


Reaksi traansfusi
Penyakit pada glomerolus (mis,. Glomerulonefritis)
Neoplasma ginjal
Penyakit sistemik (mis,. Diabetes melitus)

Penyakit herediter (mis,. Penyakit ginjal polikistik)


Infeksi
KONDISI PASCARENALIS

Obstruksi ureter , kandung kemih, uretra: kalkulus, bekuan darah, tumor, striktur
Hipertrofi prostrat
Kandung kemih neurogenik (neurogenic bladder)
Tumor pelvis
Banyak faktor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta kemampuan klien untuk
berkemih. Beberapa perubahan dapat bersifat akut dan kembali pulih/ireversibel (mis.,
terbentuknya gangguan fungsi ginjal (menyebabkan perubahan pada volume atau kualitas
urine), pada awalnya secara umum dikategorikan sebagai prenalis, renalis, atau pascarenalis
(lihat kotak di atas).
Perubahan prarenalis dalam eliminasi urine akan menurunkan aliran darah yang
bersikulasi ke dan melalui ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan perfusi ke
jaringan ginjal. Dengan kata lain, perubahan-perubahan tersebut terjadi di luar sistem
perkemihan. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan oliguria (berkurangnya kemampuan
untuk membentuk urine) atau, yang lebih jarang terjadi, anuria (ketidakmampuan untuk
memproduksi urine). Perubahan renalis diakibatkan oleh faktor-faktor yang menyebabkan
cedera langsung pada glomerolus atau tubulus renalis sehingga menganggu fungsi normal
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi pada glomerolus atau tubulus renalis tersebut. Perubahan
pascarenalis terjadi akibat adaya obstruksi pada sistem pengumpul urine di setiap tempat
kaliks ginjal (struktur drainase yang berada di dalam ginjal) ke meatus uretra (yakni bagian
luar ginjal, tetapi berada di dalam sistem urinarius). Urine dibentuk oleh sistem perkemihan,
tetapi tidak dapat dieliminasi oleh cara-car yang normal.
Selain perubahan karena penyakit, faktor-faktor lain juga harus dipertimbangkan jika
klien mengalami gejala-gejala yang terkait dengan eliminasi urine. Masalah yang
berhubungan dengan kerja perkemihan dapat merupakan akibat dari adanya masalah fisik,
fungsi, dan kognitif sehingga menyebabkan inkontinesia, retensi, dan infeksi.
Pertumbuhan dan Perkembangan
Bayi dan anak kecil tidak dapat memekatkan urine secara efektif. Dengan demikian urine
mereka tampak berwarna kuning jernih atau bening. Bayi dan anak-anak mengekskresi urine
dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan ukuran tubuh mereka yang kecil. Misalnya:
anak berusia 6 bulan dengan berat badan 6 sampai 8 kg mengekskresi 400 ml sampai 500 ml
urine setiap hari. Berat badan anak sekitar 10% dari berat badan orang dewasa, tetapi
mengekskresi 33% urine lebih banyak daripada urine yang diekskresikan orang dewasa.

Seorang anak tidak dapat mengontrol mikturisi secara volunter sampai ia berusia 18-24
bulan. Seorang anak harus mampu mengenali penuhnya kandung kemih mereka, menahan
urine selama 1 sampai 2 jam, dan mengomunikasikan keinginannya untuk berkemih kepada
orang dewasa. Anak kecil memerlukan perhatian, kesabaran, dan konsistensi orang tuanya.
Seorang anak mungkin tidak dapat mengontrol berkemihnya secara total sampai ia berusia 4
atau 5 tahun. Anak laki-laki umumnya lebih lambat mengontrol berkemihnya daripada anak
perempuan. Pengontrolan mikturisi di siang hari lebih mudah dicapai daripada pengontrolan
mikturisi di malam hari dan terjadi lebih dini pada proses perkembangan anak, biasanya pada
usia 2 tahun.
Orang dewasa dalam kondisi normal mengekskresikan 1500 sampai 1600 ml urine setiap
hari. Ginjal memekatkan urine, mengeluarkan urine normal yang berwarna kekuningan.
Individu dalam kondisi normal tidak bangun untuk berkemih selama tidur karena aliran darah
ginjal menurun selama istirahat dan kemampuan ginjal untuk memekatkan urine juga
menurun.
Proses penuaan mengganggu mikturisi. Masalah mobilitas kadangkala membuat
lansia sulit mencapai kamar mandi tepat pada waktunya. Lansia mungkin terlalu lemah untuk
bangkit dari tempat duduk toilet tanpa dibantu. Penyakit neurologis kronis, seperti parkinson
atau cedera serebravaskular (stroke) menganggu sensasi keseimbangan dan membuat seorang
pria sulit berdiri saat berkemih atau membuat seorang wanita sulit untuk berjalan ke kamar
mandi. Apabila seorang lansia kehilangan kontrol dalam proses berpikir maka
kemampuannya untuk mengontrol mikturisi tidak dapat diprediksikan. Lansia mungkin akan
kehilangan kemampuan untuk merasakan bahwa kandung kemihnya penuh atau tidak mampu
mengingat kembali prosedur untuk buang air.
Perubahan pada fungsi ginjal dan kandung kemih juga terjadi seiring dengan proses
penuaan. Kecepatan filtrasi glomerulus menurun disertai penurunan kemampuan ginjal untuk
memekatkan urine. Sehingga lansia sering mengalami nokturia (urinasi yang berlebihan
pada malam hari). Kandung kehilangan tonus otot dan daya tampungnya untuk menahan
urine sehingga menyebabkan peningkatan frekuensi berkemih. Karena kandung kemih tidak
berkontraksi secara efektif, lansia sering menyisakan urine di dalam kandung kemih setelah
ia berkemih ( residu urine). Pria lansia juga dapat menderita hipertrofo prostat benigna, yang
membuat mereka rentan mengalami retensi urine dan inkontinensia. Perubahan ini
meningkatkan risiko pertumbuhan dan perkembangan bakteri pada saluran urinarius yang
dapat menyebabkan infeksi saluran kemih (ISK).

Faktor Sosiokultural
ASPEK BUDAYA DALAM PERAWATAN
Perilaku beberapa klien dalam menggunakan kamar mandi mungkin asing bagi
banyak petugas kesehatan. Misalnya, Tuan Kim, klien lansia berkebangsaan
Korea, masuk ke rumah sakit dengan pneumonia saat mengunjungi kerabatnya di
Amerika Serikat. Program dokter meliputi tirah baring yang ketat untuk membantu
mengurangi kebutuhan oksigen klien. Perawat menjelaskan kepada Tuan Kim,
yang mengerti sedikit bahasa inggris dan kepada keluarganya bahwa ia akan
menggunakan pispot untuk defekasi dan urinal untuk berkemih. Perawat memberi
Tuan Kim urinal, memperlihatkan bedpan, dan memberinya lampu pemanggil.
Bebarapa saat kemudian, perawat masuk ke dalam kamar dan melihat Tuan Kim
turun dari tempat tidurnya dalam keadaan jongkok di atas pispot, yang di letakkan
di lantai. Ia belum menggunakan urinal, tetapi ia berkemih ke dalam bedpan.
Perawat menemukan bahwa di negara asalnyaa, Korea, petani mengguakan sebuah
lubang tanah untuk eliminasi dan di seluruh negeri itu, kamar mandi di dalam
rumah baru diperkenalkan baru-baru ini saja. Eliminasi dianggap tidak bersih dan
tidak dapat dilakukan di tempat tidur. Akhirnya, perawat berkonsultasi dengan
dokter dan klien diizinkan untuk menggunakan kamar mandi dengan bantuan
(Galanti, 1991)
Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda(lihat kotak di atas). Masyarakat Amerika
Utara mengharapkan agar fasilitas toilet merupakan sesuatu yang pribadi, sementara beberapa
budaya Eropa menerima fasilitas toilet yang digunakan secara bersama-sama. Peraturan
sosial (mis,. Saat istirahat sekolah) mempengaruhi waktu berkemih. Penyediaan pipa di
dalam rumah mungkin jarang tersedia di daerah pemukiman miskin, seperti Appalachia,
bagian dalam Maine, serta komunitas terpencil lain di pegunungan.
Pendekatan keperawatan terhadap kebutuhan eliminasi klien harus
mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan sosial klien. Apabila seorang klien
menginginkan privasi, perawat berupaya untuk mencegah terjadinya interupsi pada saat klien
berkemih. Seorang klien yang kurang sensitif terhadap kebutuhannya untuk mendapatkan
privasi harus ditangani dengan sikap yang berusaha memahami serta menerima klien.
Faktor Psikologis
Ansietas dan stress emosional dapat menimbulkan dorongan untuk berkemih dan frekuensi
berkemih meningkat. Seorang idividu yang cemas dapat merasakan suatu keinginan untuk
berkemih, bahkan setelah buang air beberapa menit sebelumnya.
Ansietas juga daapat membuat individu tidak mampu berkemih sampai tuntass.
Ketegangan emosional membuat relaksasi otot abdomen dan otot perineum menjadi sulit.
Apabila sfingter uretra eksterna tidak berelaksasi secara total, buang air dapat menjadi tidak
tuntas dan terdapat sisa urine di dalam kandung kemih. Usaha untuk buang air kecil di kamar
mandi umum, untuk sementara dapat membuat individu kesulitan berkemih.

Kebiasaan Pribadi
Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting untuk kebanyakan
individu. Beberapa individu memerlukan distraksi (mis,. Membaca) untuk rileks.
Tonus Otot
Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi kandung kemih dan
kontrol sfingter uretra eksterna. Kontrol mikturisi yang buruk dapat diakibatkan oleh otot
yang tidak dipakai, yang merupakan akibat dari lamanya imobilitas, peregangan otot selama
melahirkan, atrofi otot setelah menopause, dan kerusakan otot akibat trauma.
Drainase urine yang berkelanjutan melalui kateter menetap menyebabkan hilangnya
tonus kandung kemih dan atau kerusakan pada sfingter uretra. Jika klien terpasang kateter
menetap, kandung kemih klien secara relatif tetap kosong, dan dengan demikian, kandung
kemih tidak pernah meregang akibat penuhnya daya tampung. Apabila otot tdak meregang
dengan teratur maka terjadilah atrofi otot. Pada saat kateter di lepaskan, klien mungkin akan
mengalami kesulitan dalam memperoleh kembali kontrol kemihnya.
Status Volume
Ginjal mempertahankan keseimbanga sensitif antara retensi dan ekresi cairan . Apabila cairan
dan konsentrasi elektrolit serta soliut berada dalam keseimbangan, peningkatan asupan cairan
dapat menyebabkan peningkatan produksi urien. Cairan yang diminum akan meningkatkan
plasma yang bersilkulasi di dalam tubuh sehingga meningkatkan volume filtrasi glomerulus
dan ekresi urien.
Jumlah haluan urien bervariasi ssuai dengan asupan makanan dan cairan . jumlah
volume urien yang terbentuk pada malam hari sekitar setengah dari jumlah urien terbentuk
pada siang hari akibat penurunan asupan dan penurunan metabolisme. Hal ini menyebabkan
penurunan aliran darah di ginjal. Nokturia dapat merupakan tanda adanya perubahan pada
ginjal. Pada individu yang sehat, asupan air yang berada dalam makanan dan cairan seimbang
dengan haluaran air di dalam urien, feses, dan kehilangan air yang tidak kasat mata elalui
keringat dan pernapasan.
Menelan cairan tertentu secara langsung mempengaruhi prooduksi dan ekresi urien.
Alkohol menghambat pelepasan hormon antidiuretik (ADH) sehingga pembentukan urien
akan meningkat. Diuresis (peningkatan pembentuukan dan ekresi urien)dapat ditingkatkan
dengan asupan kopi, teh, coklat dan minuman cola yang mengandung kafein. Makanan yang
banyak mengandung cairan, seperti buah dan sayur mayur juga dapat eningkatkan produksi
urien.
Kondisi demam mempengaruhi produksi urien. Klien yang mengalami diaforesis,
kehilangan sejumlah besar cairan dalam bentuk yang tidak kasat matasehingga menurunkan
produksi urien. Namun penngkatan meta-biolismetubuh yang berhubungan dengan demam,

meningkatkan akumulasi sisa metabolisme tubuh. Walaupun volume urien dapat dikurangi,
tetapi konsistens urien sangat pekat.
Kondisi Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhikemampuan untuk berkemih. Adanya luka pada saraf
perifer yag menuju ke kandung kemih yang menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih,
berkurangnya sensasi penuh kandung kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk
mengontrol urinasi. Misalnya, diabetes melitus dan sklerosis multipel menyebebkan kondisi
neuropatik yang mengubah fungsi kandung kemih.
Penyakit yang memperlambat atau enghambat aktivitas fisik mengandung
kemampuan berkemih. Artritis reumatoid, penyakit sendi degeneratif, dan parkinson
merupakan contoh-contoh kondisi yang membuat individu sulit mencapai dan menggunakan
fasilitas kamar mandi.seorang klien yang menderita artritis reumatoid sering tiak dapat duduk
atau bangkit dari toilet tanpa ebuah alat bantu yang berupa tempat duduk yang ditinggikan.
Penyakit-penyakit yang menyebabkan kerusakan ireversibelpada glomerulus atau
tubulus menyebabkan perubahan fungs ginjal yang permanen. Penyakit ginjal kronis atau
penyakit ginjal tahap akhir (end-stagerenal disease, ESRD) adalahistilah yang digunakan
untuk menjelaskan penurunan fungsi ginjal yang diakibatkan oleh proses kerusakkan
ireversibel tersebut. Klien yang menderita ESRD memperlihatkan banyak gangguan
metabplisme yang membutuhkan terapi untuk dapat bertahan hidup. Perubahan-perubahan ini
disebabkan oleh akumolas liimbah nitrogen dan berbagai kekacauan asam basa serta
kerusakan biokimia. Gejala-gejala terkait yang dialami klien terjadi sebagai akibat sindrome
uremia. Sndrom ini ditandai dengan peningkatan limbah nitrogen di dalam dalam, perubahan
fungsi pengaturan (menyebabkan gangguan elektrolit dan cairan yang mencolok), mual,
muntah, sakit kepala, koma, dan konvulsi. Pilihan terap meliputi metode untuk mengoreksi
ketidakseimbangan bipkimia. Masalah tersebut dapat ditangai secara konservatif, dengan
obat-obatan dan sebuah program diet serta pembatasan cairan. Namun, seiring dengan
semakin nyatanya penurunan fungsi ginjal atau perburukan gejala
Indikasi pelaksanaan dialisia
Gagal ginjalyang tidak dapat dikontrol melalui pelaksanaan konservatif (mis, modifikasi diet
dan pemberian obat-obatan untuk mengoreksikan gangguan elektrolit)
Perburukan sidrom uremia yang berhubungan dengan ERSD (mis, mual, muntah, perbahan
neurologis, kondisi neuropatik, perikardiktis)
Gangguan cairan atau elektrolit berat yang tidak dapat dikotrol leh tindakan yang lebih
sederhana (mis, hiperkalemia, eema pulmonal)
Uremia, diidentikasikan terapi yang lebih agresif. Terapi ini dikenal sebagai terapi
penggantian ginjal. Dialisis dan transplantasi organ merupakan dua metode penggantian

ginjal. Dua metode dialisis tersebut ialah dialisis peritoneal dan hemodialisis (lihat kotak
diatas).
Dialisis eritoneal adalah suatu metode tidak langsung untuk membersihkan darah dari
produk limbahdengan menggunakan proses osmosis dan difusi. Peritonium adalah membran
serosa yang menyelimuti organ-organ abdomen dan melapisi rongga peritoneal. Peritonium
berfungi sbagai membran semipermeabel dengan bagian dasrnya terdiri dari kapiler yang
mengalirkan darah. Kelebihan cairan dan produk limbah darah dengan mudah dibuang dari
aliran darah pada saat larutan eektrolit steril (dialisat) dimasukan ke dalam rongga
peritoneum oleh gaya gravitasi, dialisat dialirkan melalui kateter yang dipasang melalui
proses pembedahan. Dialisat dibiarkan di dalam rongga peritoneal selama beberapa waktu
yang telah di programkan dan kemudian dialirkan keluar oleh gaya gravitasi dengan
membawa limbah yag terakumulasi dan kelebihan cairan serta elektrolit.
Hemodialisis dilakukan dengan menggunakan sebuahmesn yang dilengkapi dengan
membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan) yang memindahkan produk-produk
limbah yang terakumulasi dari darah ke dalam mesin dialisis. Pada mesin dialisis , cairan
dialisis dipompa melalui salah satu sisi membram filter (ginjal buatan) sementara darah lien
keluar melalui sisi membran yang lain. Proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi membersihkan
darah klien dan darah tersebut dikembalikan melalui suati alat aksesyang ditempatkan khusus
ke pembuluh darah (tandur Gore-Tex). Kedua modalitas dialisis dapat diterapikann untuk
jangka waktu yang singkat atau panjang dan keduanya memerlukan peralatan khusus serta
perawat yang terlatih.
Transplansi organ ialah pengganti ginjal klien yang rusak dengan sebuah ginjal baru
dari donor kadever atau dnor hidup yang memiliki golongan darah dan tipe jaringan yang
sesuai. Setelah klien (resipien) dianggap sesuai secara medis dan psikososial, organ ginjal
ditanam melalui pembedahan. Obat-obatan khusus (imunosupresif) diberikan untuk
kehidupan guna mencegah ditolaknya organ transplantasi oleh tubuh. Berbeda dari terapi lain,
transplantasi organ yang berhasil, menawarkan klien akan potensial pemulihan fungsi ginjal
yang normal.
Prosedur bedah
Stres pembedahan pada walnya memicu sindrom adaptasi umum. Kelenjar hipofisis posterior
melepas sejumlah ADH yang meningkat, yang meningkatkan reabsorsi air dengan
mengurangi haluaran urin. Klien bedah sering memiliki perubahan keseimbanagn cairan
sebelum menjalani pembedahan yang diakibatkan oleh proses penyakit oleh puasa praopasi,
yang memperburuk berkurangnya haluaran urin. Respon stres juga meningkatkan kadal
aldosteron, menyebabkan berkurangnya haluaran urin dalam upaya mempertahankan volume
sirkulasi cairan.
Analgesik narkotik dan anastesi dapat memperlambat laju filtrasi glomerulus, mengurangi
haluaran urine. Obat farmakologi ini juga merusak impuls sensirik dan motorik yang berjalan
diantara kandung kemih, medula spinalis, dan otak. Klien yang pulih dari anastesi dan

analgesik yang dalam, seringkali tidak mampu merasakan bahwa kandung kemihnya pebuh
dan tika mampu memulai atau menghambat berkemih. Amnastesi spinalis terutama
menimbulkan resiko retensi urin, karena akibat anastesi ini, klien tidak mampu merasakan
adanya kebutuhan untuk berkemih dan kemungkinan otot kandung kemih dan otot sfingter
juga tidak mampu merespon terhadap keinginan berkemih.
Pembedahan struktur panggul dan abdomen bagian bawah dapat merusakkan urinasi akibat
trauma lokal pada jaringan sekitar. Edema dan inflamasi yang terkait dengan penyembuhan
dapat menghambat aliran urin dari ginjal ke kandung kemih atau dari kandung kemih atau
uretra, menganggu relaksasi otot panggul dan sfingter atau menyebabkan ketidak nyamanan
selama berkemih. Setelah kembali dari pembedahan yang melibatkan ureter, kandung kemih,
dan uretra, klien secara rutin menggunakan kateter urin.
Pembentukan diversi urinarius melalui pembedaha, membuat pintasan(bypass) didaerah
kandung kemuh atau uretra yang bersifat sementara atau permanen dibuat sebagai rute keluar
urin. Diversi urinarius mungkin diperluka pada klien penderita kanker kandung kemih. Klien
yang menjalani diversi urinarius memiliki sebuah stoma(lubang buatan) pada
abdomennyauntuk mengeuarkan urin.
Obat- obatan
Diuretik mencegah reabsorsi air dan elektrilit tertentu untuk meningkatkan haluaran urun.
Retensi urin dapat disebabkan oleh penghunaan obat anti kolinergik(misalnya atropin),
antihistamin (misalnya sudafet),antihipertensi (misalnya aldomet), dan obat penyekat betaadrenergik(misalnya inderal). Beberapa obat mengubah warna urin. Klien yang fungsi
ginjalnya mengalami perubahan memerlukan penyesuaian pada dosis obat yang disekresi
oleh ginjal.
Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan sistem perkemihan dapat mempengaruhi berkemih. Prosedur, seperti suatu
tindakan pielogram intravena atau urogram, tidak memperbolehkan klien mengkonsumsi
cairan peroral sebelum tes dilakukan. Pembatasan asupan cairan umumnya akan mengurangi
haluaran urin. Pemeriksaan diagnostik (misalnya sistoskopi) yang melibatkan visualisasi
langsung struktur kemih dapat menyebabkan timbulnya edema lokal pada jalan keluar uretra
dan spasme pada sfingter kandung kemih. Klien sering mengalami retensi uris setelah
menjalani prosedur ini dan dapat mengeluarkan urin berwarna merah atau merah muda
karena pendarahan akibat trauma pada mukosa uretra atau mukosa kandung kemih.
PERUBAHAN DALAM ELIMINASI URINE
Klien yang mengalami masalah perkemihan paling sering mengalami gangguan dalam
aktifitas berkemihnya. Gangguan ini diakibatkan oleh kerusakan fungsi kandung kemih,
adanya obstruksi pada aliran urin yang mengalir keluar, atau ketidak mampuan mengontrol
berkemih secara volunter. Beberapa klien dapat mengalami perubahan sementara ayau
permanen dalam jalur normal ekskresi urin. Klien yang menjalani diversi urin memiliki
masalah khusus karena urin keluar melalui sebuah stoma.

Retensi Urine
Retensi urin adalah akumulasi urin yang nyata didalam kandun kemih akibat ketidak
mampuan mengosongkan kandung kemih. Urin terus berkumpul dikandung kemih,
meregangkan dindingnya sehingga timbul perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada
simfisis pubis, gelisah , dan terjai diaforesis (berkeringat).
Pada kondisi normal, produksi urin mengisis kandung kemih dengan perlahan dan mencegah
aktifasi reseptor regangan sampai distensi kandung kemih meregang pada level tertentu.
Reflek berkemih terjadi dan kandung kemih menjadi kosong. Dalam kondisi retensi urin,
kandung kemih tidak mampu berespon terhadap reflek berkemih sehingga tidak mampu
untuk mengosongkan diri.
Seiring dengan berlanjutnya retensi urin, retensi tersebut dapat menyebabkan overflow
retensi. Tekanan dalam kandung kemih meningkat sampei suatu titik dimana sfingter uretra
eksterna tidak mampu lagi menhan urin. Sfingter untuk sementara terbuka sehingga
memungkinkan sejumlah kecil urin (15-60 ml) keluar. Setelah urin keluar, tekanan kandung
kemih cukup menurun sehingga sfingter memperoleh kembali kontrolnya dan menutup.
Seiring dengan overfloe retensi, klien mengeluarkan sejumlah kecil urin dua atau tiga kali
sejam tanpa adanya penurunan distensi atau rasa nyaman yang jelas. Perawat harus
mengetahui volume urin dan frekuensi berkemih supaya dapat mengkaji kondisi ini Pada
klien. Spasme kandung kemih dapat timbul ketika klien berkemih.
Tanda tanda utama retensi akut ialah tidak adanya haluaran urin selama beberapa jam dan
terdpat distensi kandung kemih. Klien yang berada di bawah pengaruh anastesi atau analgesik
mungkin hanya merasakan adanya tekanan, tetapi klien yang sadar akan merasakan nyeri
hebat karena distensi kandung kemih melampau kapasitas normalnya. Pada retensi urin yang
berat, kansung kemih dapat menhana 2000-3000 ml urin. Retensi terjadi akibat obstruksi
ureta, trauma bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik dan motorik kandung kemih, efek
samping obat, dan ansietas.
Infeksi saluran kemih bawah
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi-didapat (infeksi nosokomial) dirumah sakit yang
paling sering terjadi diamerika serikat. Infeksi ini bertanggung jawab untuk lebih dari 5 juta
kunjungan dokter pertahun (jonshon, 1991). Bakteri dalam urin(bakteri uria) dapat memicu
penyebaran organisme keddlam aliran darah dan ginjal.
Mikroorganisme paling sering masuk kedalam saluran kemih melalui rute uretra ascenden.
Bakteri menempati uretra distal, genitalia eksterna, dan vagina pada wanita. Organisme
masuk kedalam meatus uretra dengan mudah dan naik kelapisan mukosa bagian dalam
menuju kandung kemih. Wanita lebih rentan etrhadap infeksi karena kedekatan jarak anus
dengan meatus uretra dan karena uretranya pendek. Lansia dan klien yang menderita penyakit
utama yang bersifat progresif atau mengalami penurunan imunitas juga beresiko tinggi. Pada
pria, sekresi prostat yang mengandung substansi anti bakteri dan panjangnya uretra

mengurangi kerentanan terhadap ISK. Diperkirakan 20%-30% lansia yang dirawat dirumah
sakit memiliki bakteri uria yang signifikan (yoshikawa,1993).
Pada individu sehat yang memiliki fungsi kandung kemih norma, organisme dibuang keluar
selama berkemih. Namun, distensi kandung kemih mengurangi aliran darah kelapisan
mukosa dan submukosa sehingga jaringan menjadi lebih rentan terhadap bakteri. Urin yang
tersisa didlaam kandung kemih menjadi lebih basah sehingga kandung kemih merupakan
tempat yang ideal untuk pertumbuhan organisme.
Penyebab paling sering infeksi ini adlah dimasukkannya suatu alat kedalam saluran
perkemihan. Misalnya, memasukkan kateter melaui uretra, akan menyediakan rute langsung
masuknya mikroorgaisme. Pada orang dewasa satu kaeterisasi yang dipasang sebentar
membawa masuk kesempatan infeksi sebesar 1%, sementara prosedur yang sama resiko
infeksi 20% pada lansia (yoshikawa, 1993).
Dengan menggunakan kateter kandung kemih menetap, bekteri naik disepanjang sisi luar
kaeter pada dinding uretra atau naik ke lumen kateter. Kateter mengganggu mekanisme
bekemih normal yang bertindak sebagai pertahanan melawan organisme yang masuk kedalam
uretra. Iritasi lokal pada uretra atau kandung kemih nantinya akan menjadi faktor predis
posisi masuknya bakteri kedalam cairan. ISK yang didapat diinstitusi kesehatan juga timbul
akibat buruknya praktik cuci tanagn personal kesehatan, cairan irigasi yang terkontaminasi,
dan teknik kateterisaai yang tidak benar.
Kebersihan perineum yang buruk merupakan penyebab umum ISK pada wanita. Faktor
predis posisi terjadinya infeksi pada wanita diantaranya adalah praktik cuci tangan yang tidak
adekuat, kebiasaan mengelap perineum yang salah yaitu dari arah belekang kedepan setelah
berkemih atau defekasi, dan seringnya melakukan senggama seksual. Setiap gangguan yang
menghalangi aliran bebas urin dapat menyebabkan infeksi. Sebuah kateter yang diklem,
tertekuk, atau terhambat, dan setiap kondisi yang menyebabkan retensi urin dapat
meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada kansung kemih.
Klien yang mengalami ISK bagian bawah mengalami nyeri atau rasa terbakar selama
berkemih
(disuria) ketika urin mengalir melalui jaringan yang meradang. Demam, mengigil, mual, dan
muntah, serta kelemahan terjadi ketika infeksi memburuk. Kandung kemih yang teriritasi
menyebabkan tombulnya sensasi ingin berkemih yang mendesak dan sering. Iritasi pada
kandung kemih dan mukosa uretra menyebabka darah bercampur dalam urin (hemoturia).
Urin tempak pekat dan keruh karena adanya sel darah putih atau bakteri. Gejala yang sering
timbul apabila infeksi menyebar kesaluran perkemihn bagian atas pielonefritis/ginjal adalah
nyeri panggul, nyeri tekan, demam, dan mengigil.

OBAT OBATAN YANG MENGUBAH WARNA URINE


URINE KUNING
Vitamin B2
Piridium (dalam urin yang bersifat basa)
URINE ORANGE SAMPAI BERWARNA KARAT
Azostergantrisin
Sulfonamid
Piridium
Warfarin natrium (coumadin)
URIN MERAH MUDA SAMPAI MERAH
Torazin
Extreplax
Fenitoin (dilantin)
Cascara (dalam urin yang bersifat basa)
URIN HIJAU SAMPAI BIRU
Amitriptilin (elavil)
Metilen biru
Dyrenium
URIN COKELAT SAMPAI HITAM
Senyawa besi yang diinjeksikan
Levodopa (L-dopa)
Nitrofurantorin
Metronidazol(flagyl)

Tipe Inkontinensia urine


Deskripsi
Fungsional
Involunter, jalan keluar urin
tidak dapat diperkirakan
pada klien yang sistem saraf
dan sistem perkemihannya
tidak utuh.
Overflow (refleks)
Keluarnya urine secara
involunter terjadi pada jarak
waktu tertentu yang telah
diperkirakan jumlah urin
dapat banyak atau sedikit.
Stres
Penigkatan tekanan intra
abdomen yang menyebabkan
merembesnya sejumlah kecil

Penyebab
Perubahan lingkungan ;
defisit sensorik, kognitif,
atau mobilitas

Terhambatnya berkemih
akibat efek anastesi atau obat
obatan , difungsi medula
spinalis (baik gangguan pada
kesadaran cerebral atau
kerusakan arkus refleks).
Batuk, tertawa, muntah, atau
mengangkat sesuatu saat
kandung kemih penuh;
obesitas ,uterus yang pebuh

Gejala
Mendesaknya keinginan
untuk berkemih menyebabkan
urin keluar sebelum mencapai
tempat yang sesuai. Klien
yang mengalami perubahan
kognitif mungkin telah lupa
mengenai apa yang harus ia
lakukan.
Tidak menyadari bahwa
kansung kemihnya sudah
terisi, kurangnya urgensi
untuk berkemih, kontraksi
spasme kansung kemih yang
tidak dicegah.
Keluarnya urin peda saat
tekanan intraabdomen
menigkat;urgensi dan
seringnya berkemih

urin

Urge(desakan)
Pengeluaran urin yang tidak
disadari setelah merasakan
adanya urgensi yang kuat
untuk berkemih.

Total
Keluarnya urin total yang
ttidak terkontrol dan yang
berkelanjutan.

pada trisemester ke tiga;jalan


keluar pada kandung kemih
yang tidak
kompeten;lemahnya otot
panggul
Daya tampung kandung
kemih menurun;iritasi pada
reseptor peregang kandung
kemih; konsumsi alkohol
atau kafein, peningkatan
asupan cairan, infeksi.

Nuropati saraf sensorik;


trauma atau penyakit pada
saraf spinalis atau sfingter
uretra; fistula yang berada
diantara kandung kemih dan
vagina.

Urgensi berkemih, sering


disertai olah tingginya
frekuensi berkemih (lenih
sering dari dua jam sekali);
spase kandung kemih atu
kontraktur; berkemih dalam
jumlah kecil (kurang dari 100
ml) atau dalam jumlah
besar(lebih dari 500 ml)
Urin tetap mengalir pada
waktu waktu yang tidak
dapat
diperkirakan;nokturia,tidak
mengyadari bahwa kandung
kemihnya terisi atau
inkontinensia.

Indikasi Yang Mungkin Untuk Dilakukannya Diversi Urinarius


Kanker kandung kemih, prostat, uretra, vagina, uterus, servik.
Trauma
Cedera akibat radiasi pada kandung kemih
Fistula pada vesiko vagina
Fistula pada uretrovagina
Kandung kemih neurogenik
Sistitis konis.
Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine adalah kehilangan kontrol berkemih. Inkontinensia dapat bersifat
sementara atau menetap. Klien tidak lagi dapat mengontrol sfingter uretra eksterna.
Merembesnya urin dapat berlangsung terus menerus atau sedikit sedikit. Lima tipe
inkontinensia adalah inkontinensia fungsional, inkontinensia reflek (overflow), inkontinensia
stres, inkontinensia urge;dan inkotinensia total.
Inkontinensia tidak harus selalu dikaitkan dengan lansia. Inkontinensia dapat dialami setiap
individu pada usia berapapun, walaupun kondisi ini lebih umum dialami oleh lansia.
Diperkirakan bahwa 37% wanita berusia 60 tahun atau lebih mengalami beberapa tingkatan
inkontinensia(brooks,1993). Inkontinensia dapat merusak citra tubuh. Pakaian yang dapat
menjadi basah oeh urin dan bau yang menyertainya dapat menambah rasa malu. Akibatnya,
klien yang mengalami masalah ini sering menghindari aktifitas sosial.
Lansia mungkin mengalami masalah khusus dengan inkontinensia akibat keterbatasan fisik
dan lingkungan tempat tinggalnya. Lansia yang mobilitasnya terbatas mempunyai peluang

lebih besar untuk mengalami inkontinensia karena ketidak mampuan mereka untuk mencapai
toilet pada waktunya. Lansia yang mengalami kesulitan untuk membuka kancing atau
memanipulasi ritsleting menghadapi masalah yang lain. Lansia sering mengalai kekurangan
energi untuk berjalan yang sangat jauh pada suatu waktu. Toilet mungkin terlalu jauh bagi
klien yang mengalami inkontinensia urge.
Inkontinensia yang berkelanjutan memungkinkan terjadinya kerusakan pada kulit. klien yang
tidak dapat melakukan mobilisasi dan sering mengalami inkontinensia, terurama beresiko
terkena Dekubitus.

PROSES KEPERAWATAN UNTUK MASALAH URINARIUS


Pengkajian
Untuk mengidentifikasi masalah eliminasi urin dan mengumpulkan data guna
menyusun suatu rencana keperawatan, perawat melakukan pengkajian riwayat keperawatan,
melakukan pengkajian fisik, mengkaji urin klien, dan meninjau kembali informasi yang telah
diperoleh dari tes dan pemeriksaan dignostik.
Riwayat keperawatan
Riwyat keperawatan mencakup tinjauan ulang pola eliminsai dan gejala-gejala
perubahan uriarius, serta mengkaji faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan
klien untuk berkemih secara normal.
POLA PERKEMIHAN
Perawat menanyakan pada klien menganai pola berkemih hariannya, termasuk
frekuensi dan waktunya, volume normal urin yang dikeluarkan setiap kali berkemih, dan
adanya perubahan yang terjadi baru-baru ini. Frekuensi berkemih berfariasi pada setiap
idividu dan sesuai dengan asupan serta jenis-jenis haluaran cairan dari jalur yang lain. Waktu
berkemih yang umum adalah saat bangun tidur, setelah makan, dan sebelum tidur.
Kebanyakan orang berkemih rata-rata sebayak 5 kali atau lebih dalam 1 hari. Lien yang
sering berkemih pada malam hari kemungkinan mengalami penyakit ginjal atau pembesaran
prostat, informasi tentang pola berkemih merupakan dasar yang tidak dapat dipungkiri unuk
membuat suatu perbandingan.
GEJALA

DESKRIPSI

PENYEBAB
TERKAIT

ATAU

FAKTOR

Urgensi

Merasakan kebutuhan untuk Penuhnya kandung kemih, iritasi atau


segera berkemih

radang kandung kemih akibat infeksi,


sfingter uretra tidak kompeten, stres
psikologi

Disuria

Frekuensi

Merasa

nyeri

atau

sulit Peradangan kandung kemih, trauma atau

berkemih

inflamasi sfingter uretra

Berkemih dengan sering

Peningkatan asupan cairan, radang pada


kandung kemih, peningkatan tekanan
pada kandung kemih (kehamilan, stress
psikologi)

Keraguan

Sulit memulai berkemih

Pembesaran prostat, asnsietas, edema

Poliuria
Oliguria

uretra
Mengeluarkan sejumlah besar Asupan
urine

cairan

berlebihan,

diabetes

mellitus atau insipidus, penggunaan


diuretik, diuresis pascaobstruktif

Nokturia

Haluaran

urine

menurun Dehidrasi, gagal ginjal,ISK, peningkatan

dibanding cairan yang masuk sekresi ADH, gagal jantung kongestif


(kurang dari 400 ml dalam 24
jam)
Dribring (urine Bekemih
yang menetes)

berlebihan

atau Asupan cairan berlebihan sebelum tidur

sering pada malam hari

(terutama kopi atau alkohol), penyakit


ginjal,

proses

penuaan

Stres

inkontinensia, overflow akibat retensi


urine
Hematuria

Kebocoran/rembesan

urine Neoplasma pada ginjal atau kandung

walaupun ada kontrol terhadap kemih, penyakit glomerulus, infeksi


pengeluaran urine

pada ginjal atau kandung kemih, trauma


pada struktur perkemihan, diskrasia darh

Retensi

Akumulasi

urine

kandung

kemih

ketidakmampuan
kemih

untuk

di

dalam Obstruksi uretra, inflamasi pada kandung


disertai kemih, penurunan aktivitas sensorik,
kandung kandung kemih neurogenik, pembesaran

benar-benar prostat, setelah tindakan anestesi, efek

mengosongkan diri

samping

obat-obatan

antikolinergik,

(mis,

antispamodik,

antidepresan)
Residu urine

Volume

urine

yang

tersisa Inflamasi atau iritasi mukosa kandung

setelah berkemih (volume 100 kemih akibat infeksi, kandug kemih


ml atau lebih)

neurogenik, pembesaran prostat, trauma,


atau infamasi uretra

GEJALA PERUBAHAN PERKEMIHAN


Gejala tertentuyang khusus terkait dengan perubahan perkemihan, dapat timbul dalam
lebih dari satu jenis gangguan. Selama pengkajian, perawat menanyakan klien tentang gejalagejala yang tertera pada Tabel. Perawat juga mengkaji pengetahuan klien mengenai kondisi
atau faktor-faktor yang mempresipitasi atau memperburuk gejala tersebut.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMIHAN
Perawat merangkum faktor-faktor dalam riwayat klien, yang dalam kondisi normal
mempengaruhi perkemihannya, seperti usia, faktor-faktor lingkungan, dan riwayat
pengobatan. Pengkajian pada lansia perlu dilakukan dengan teliti. Perubahan normal dalam
proses penuaan memprediksi timbulnya masalah eliminasi pada lansia. Nama, jumlah,dan
frekuensi obat-obatan yang direspkan harus dicatat. Obat-obatan yang dijual bebas dn
terpapar dengan larutan pembersih pestisida, atau obat-obatan lain yang bersifat nefrotoksik
juga merupakan aspek penting pada riwayat klien. Barier lingkungan di ruah atau di unit
perawatan kesehatan juga dievaluasi. Klien mungkin membutuhkan sebuah temoat duduk
toilet yag tinggi, tempat pegangan tangan,atau wadah berkemih yang portabel (mudah
dibawa). Perawat mengobservasi adanya keterbatas sensorik, misalnya pada klien yang
memiliki masalah penglihatan dan mungkin memiliki kesulitan untuk mencapai toilet.
Apabila klien mengalami kesulitan dalam mengkoordinasikan tangannya, perawat perlu
mengkaji jenis pakaian yang dapat klien kenakan dan kemudahan kllien dalam
mengancingkan pakainnya.
PRINSIP GERONTOLOGIS untuk Masalah Perkemihan

Walaupun perawat menggunakan proses pengkajian yang sama untuk semua


klien tanpa memperdulika usia, beberapa faktor yang merupakan perhatian
khusus pada lansia meliputi perubahan-perubahan yang terjadi secara normal
seiring dengan proses penuaan, perubahan-perubaha yang bersifat patologis,
dan efek barier lingkungan lingkungan terhadap kesehatan sitem perkemihan.
Beberapa perubahan fisiologis yang umum pada fungsi ginjal/urinarius adalah
:

penurunan

aliran

darah

ginjal,

jumlah

glomerulus,

kemampuan

mengonsentrasi/memekatkan, respon teradap ADH, kemampuan untuk


menyimpan atrium, dan menigkatkan retensi kalium
Kondisi patologis yang memberi dampak pada fungsi perkemihan ialah :
struktur uretra, obstruksi pada leher kandung kemih (terutama beniaga prostat
hipertrofi), dan neuropati kandung kemih yang berhubungan dengan diabetes
melitus. Penurunan normal pada fungsi sistem imun membuat lansia renta
terhadap infeksi saluran kemih.
Perawat harus mencata bahwa inkontinensia bukanlah suatu tanda normal
proses penuaan dan lansia layak dikaji secara cermat dan menyeluruh dalam
upaya mendeteksi penyebab reversibel inkontnensia dan intervens primer
supaya klien dapat mengontrol pengeluaran kemihnya.
Sebagian penyakit yang dialami di masa lalu seperti ISK atau bedah saluran urinarius,
yang dapat meningkatkan risiko terjadinya masalah yang berulang, juga penting untuk dikaji.
Perawat perlu mempertimbangkan tindakan pencegahan untuk klien yang menderita peyakit
kronis, yang merusak fungsi kandung kemih, misalnya dengan cara sering berkemih untuk
menjaga kulit klien tetap kering dan bebas dari iritasi. Perawat menanyakan klien tentang ada
atau tidaknya diversi urinarius. Apabila klien menjalani diversi urinarius, perawat
menentukan rasional dilakukannya tindakan, tipe diversi, dan metode yang biasa digunakan
untuk penatalaksanaannya (tipe pemasangan kantung, tipe barier kulit atau plester yang
digunakan untk mengurangu iritasi kulit, frekuensi penggantian peralatan, dan tipe sistem
drainase pada malam hari). Kebiasaan pribadi juga dapat mempengaruhi perkemihan. Apabila
klien dirawat di rumah sakit, perawat mengkaji sejauh mana kebiasaan pribadi klien berubah.
Privasi sering sulit dicapai di tempat perawatan kesehatan, terutama jika klie harus
menggunakan pispot.
Perawat mengkaji terpasang atau tidaknya kateter menetap pada klien. Klien yang
sedang dalam masa pemulihan setelah menjalani pembedahan mayor atay menderita penyakt
kritis atau suatu ketidakmamuan, sering harus dipasang kateter menetap untuk membantu

proses pengeluaran urinenya sehingga jumlah urine yang keluar dapat diukur. Terpasangnya
kateter membuat klien berisiko terkena infeksi. Kondisi fisik klien mempengaruhi frekuensi
perawat dalam memantau asupan cairan. Pengukuran asupan dan haluaran cairan membantu
perawat mengkaji keseimbangan cairan klien secara keseluruhan.
Pengkajian fisik
Pengkajian fisik memungkinkan perawat memperoleh data untuk menentukan keberadaan
dan tingkat keparahan masalah eliminasi urine. Organ utama yang ditinjau kembali meliputi
kulit, ginjal, kandung kemih, dan uretra.
KULIT
Perawat mengkaji kondisi kulit klien. Masalah eliminasi urine seing dikaitkan dengan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Perawat mengkaji status hidrasi klien dengn
mengkaji turgor kulit dan mukosa mulut.
GINJAL
Apabila ginjal terinfeksi atau mengalami peradangan, biasanya akan timbul nyeri di
daerah pinggul. Perawat dapat mengkaji adanya nyeri tekan di daerah pinggul pada awal
penyakit pada saat memperkusi sudut kostovertebra (sudut yang dibentuk oleh tulang
belakang dan tulang rusuk 12). Peradangan ginjal menimbulkan nyeri untuk memdeteksi
adanya bunyi bruit di arteri ginjal (bunyi yang dihasilkan dari perputaran aliran darah yang
melalui arteri yang sempit).
Perawat yang memiliki ketrampilan tinggi belajar mempalpasi ginjal selama proses
pemeriksaan abdomen. Posisi, bentuk, dan ukuran ginjal dapat mengungkapkan adanya
masalah seperti tumor.
KANDUNG KEMIH
Pada orang dewasa, kandung kemih terletak di bawah simfisi pubis dan tidak dapat
diperiksa oleh perawat. Saat kandung kemih berdistensi, kandung kemih terangkat sampai ke
atas simfisis pubis pada garis tengan abdomen dan dapat membentang sampai tepat di bawah
umbilikus. Pada inspeksi, perawat dapat melihat adanya pembengkakan atau lekukan konveks
pada abdomen bagian bawah. Perawat dengan perlahan mempalpasi abdomen bagian bawah.
Kandung kemih dalam keadaan normal teraba lunak dan bundar. Saat perawat memberi
tekanan ringan pda kandung kemih, klien mungkin akan merasakan suatu nyeri tekan atau
bahkan sakit. Walaupun kadung kemih tidak terlihat, palpasi dapat menyebabkan klien
merasa ingi berkemih. Perkusi pada kandung kemih yangpenuh menimbulkan bunyi perkusi
tumpul.
MEATUS URETRA
Perawat megaji meatus urinarius untuk melihat adanya rabas, peradangan, dan luka.
Pengkajian ini mendeteksi adanya infeksi dan kelainan lain. Untuk memerikasa genetalia
wanita, posisi dorsal rekumben memungkinkan genetalis terlihat secara menyeluruh. Saat

mengenakan sarung tangan, perawat meretraksi lipatan labia untuk melihat meatus uretra.
Dalam kondisi normal, meatus berwarna merah muda terlihat sebagai lubang kecil di bawah
klitoris dan di atas orifisium vagina. Dalam kondidi normal, tidak ada rabas yang keluar pada
meatus. Apabila ada rabas, spesimen rabas uretra tersebut harus diambil sebelum klien
erkemih.
Wanita yang mengidap infeksi, rentan terhadap ISK karena rabas vagina dapat
bergerak dengan mudah smpai ke meatus uretra. Wanita lansia umumnya menderita vaginitis
akibat defisiensi hormon. Perawat menginspeksi orifisium vagina dengan cermat dan
mendiskripsikan oleh adanya kemerahan dan peradangan pada mukosa vagina.
Meatus uretra pria dalam kodidi ormal merupaka suatu lubang kecil di ujung penis.
Perawat menginspeksi meatus untuk melihat adanya rabas, inflamasi, dan luka. Keungkinan
diperlukan upaya untuk merekresu kulit khatan pada pria yang sudah disirkumsi untuk
melihat meatus.
Pengkajian Urine
Pengkajian urine dilakukan dengan mengukur asupan cairan dan haluaran serta
megobservasi karakteristik urine klien.
ASUPAN AN HALURAN
Perawat mengkaji asupan cairan rata-rata klien setiap hari. Apabila dibutuhkan
pengukuran asupan cairan yang akurat pada klie yang berada di rumah, perawat dapat
menanyakan klien untuk menunjukkan gelas atau cangkir minum yang digunakannya
sehingga asupan cairannya dapat diukur.
Perawat mengukur asupan cairan klien di tempat pelayanan kesehatan, baik jika
dokter memprogamkan pengukuran I&O tersebut maupun jika penilaian perawat memerlukan
suatu pengukuran yang lebih tepat. Perawat mengukur semua sumber asupan yang diberikan
melalui selang, dan cairan yang dimasukkan ke dalam selang nasogastrik atau selang gaster.
Perawat harus melakukan pengukuran asupan cairan karena klien sering kesulitan
untuk mengukur secara mandiri voume urine yang dikeluarkannya. Perubahan dalam volume
urine merupakan indikator perubahan caira atau penyakit ginjal yang signifikan. Sementara
memberi asuhan kepada klien, perawat mengkaji volume uriine dengan mengukur (dengan
menggunakan wadah plastik, pispot, atau urinal) haluaran urine setiap kali klien berkemih.
Wadah khusus (urimeter) ditempelkan di antara kateter menetap dan kandtong urine serta
merupakan alat yang tepat untuk mengkur urine dari urimeter, perawat dapat mengalirkan
urine atau ke dalam sebuah wadah untuk dibuang. Urimeter diindikasikan apabila dibutukna
pengukuran urine yang akurat per jam.
Apabila urine dari kantung urine diukur, cara yang paling baik adalah dengan
menggunakan wadah plastik yang terpisah yang memiliki skala pengukuran. Skala yang

tertera di kantung hanya memberikan volume rata-rata. Setiap klien harus memiliki wadah
yang memiliki ukuran, yang mereka gunakan sendri, untuk mencegah kemungkinan
kontaminasi silang.
Perawat melaporkan setiap peningkatan atau penuaan volume yang ekstrem. Yang
perlu mendapat perhatian adalah apabila haluaran urine per jam kurang dari 30 ml yang
berlangsung selama lebih dari 2 jam. Begitu juga apabila volume urine yang banyak keluar
secara terus-menerus 9poliuria), yakni sampai dengan 2000 sampai 2500 ml per hari, hal itu
harus dilaporkan kepada dokter.
KARAKTERISTIK URINE
Perawat menginspeksi warna, kejernihan, dan bau urine.
Warna. Warna urine normal bervariasi dari warna pucat, agak kekuningan sampai
kuning-coklat (seperti warna madu), tergantung pada kepekatan urine. Urine biasanya lebih
pekat pada pagi hari atau pada klien yang menderita kekurangan volume cairan. Apabila
seseorang menderita kekurangan volume cairan lebih banyak, urine menjadi lebih encer.
Pendarahan pada ginjal atau ureter menyebabkan warna urine menjadi merah gelap,
pendarahan dari kandung kemih atau uretra menyebabkan warna urine menjadi merah terang.
Berbagai obat-obatan juga mengubah warna urine. Mengonsumsi bit, buah rhubarb, atau
blackberries, dapat menyebabkan warna urine menjadi merah. Pewarna khusus yang
digunakan dalam pemeriksaan diagnostik intravena pada akhirnya akan mengubah warna
urie. Urine yang berwarna kuning-cokelat gelap dapat disebabkan oleh tingginya konsentrasi
bilirubin juga dapat dideteksi dengan terlihatnya busa kuning pada saat spesimen urine
dikocok. Perawat mendokumentasikan dan melaporkan setiap adanya kelainan warna atau
sedimen, khususnya jika tidak diketahui penyebabnya.
Kejernihan. Urine yang normal tampak transparan saat dikeluarkan. Warna urine yang
ditampung dalam suatu wadah selama beberapa menit akan menjadi keruh. Urine yang baru
dikeluarkan oleh klien yang menderita penyakit ginjal dapat tampak keruh atau berbusa
akibat tingginya konsentrasi protein. Urine juga akan tampak pekat dan keruh akibat adanya
bakteri.
Bau. Urine memiliki bau yang khas. Semakin oekat warna urine, semakin kuat
baunya. Urine yang dibiarkan dalam jangka waktu lama akan mengeluarkan bau amonia. Hal
ini umum terjadi pada klien yang secara berulang-uleng mengalami inkontinensia urine. Bau
buah-buahan atau bau yang manis timbul akibat aseton atau asam asetoasetik, akibat produkproduk metabolisme lemak yang tidak komplet, yang terlihat pada klien diabetes melitus atau
klien yang kelaparan.
PEMERIKASAAN URINE

Perawat sering mengumpulkan spesimen urine untuk pemeriksaan laboratorium. Tioe


pemeriksaan menentukan metode pengumpulan urine. Semua spesimen diberi label yang
berisi nama klien, tanggal dan waktu pengumpulan urine. Spesimen harus dikirim ke
laboratorium dengan tepat waktu untuk memastikan keakuratan hasil pemeriksaan. Kebijakan
pengontrolan infeksi yang ditetapkan lembaga harus dipatuhi sebagai tindakan pencegahan
standar oleh semua personel kesehatan selama menangani spesimen.
Pengumpulan spesimen. Perawat mengumpulkan spesimen urine secara acak,
pengeluaran spesimen bersih atau spesimen yang diambil dari aliran pertengahan saat
berkemih, spesimen steril, dan spesimen urine pada waktu tertentu.
Spesimen acak. Spesimen urine rutin yang diambil secara acak dapat dikumpulkan
dai urine klien saat berkemih secara alami atau dari kateter Foley atau kantung pengumpul
urine pada klien yang menjalanu diversi urinarius. Spesimen harus bersih, tetapi tidak perlu
steril. Spesimen yang diambil secara acak digunakan untuk emeriksaan urinalisis atau
mengukur berat jenis, pH, atau kadar glukosa dalam urine secara spesifik.
Klien berkemih ke dalam wadah urine yang bersih, urinal, atau pispot. Banyak klien
mampu melakukan hal ini dengan mandiri. Namun, klien yang menjalani pembatasan
mobilitas atau klien yang penglihatannya buruk mungkin membutuhkan bantuan perawat.
Mengumpulkan spesimen akan lebih mudah jika klien meminum segelas cairan 30 menit
sebelum defekasi, sehingga feses tidak mwngontaminasi spesimen. Klien wanita juga
diintruksikan untuk tidak menaruh tisu toilet di pispot. Hanya 120 ml urine yang dibutuhkan
untuk pemeriksaan yang akurat. Setelah ketat pada wadah spesimen, membersihkan setiap
urine yang mengenai bagian luar wadah, meletakkan wadah di dalam kantung plastik, dan
kiim segera spesimen yang sedah diberi label laboratorium.
Spesimen midstream atau pengeluaran bersih. Untuk memperoleh spesimen yang
relatih bebas dari mikroorganisme yang terdapat di bagian bawah uretra, perawat
menginstruksikan klien tentang metode untuk mengumpulkan spesimen yang dikeluarkan
dengan cara bersih. Spesimen tipe ini dibutuhkan untuk pemeriksaan kultur dan sensitive
urine. Setelah membersihkan genitalia eksterna dengan benar, klien mulai mengeluarkan
urine dan biarkan urine yang pertama kali keluar tersebut terbuang. Kemudian urine yang
keluar dipertengahan aliran berkemih ditampung. Aliran awal urine membersihkan atau
membilas bakteri yang berada di orifisum dan meatus uretra. Mengambil spesimen urine
dengan cara pengeluaran yang bersih akan paling mudah dilakukan apabila klien
menggunakan fasilitas toilet.
Spesimen steril. Metode lain untuk memperoleh spesimen urine yang akan digunkan
untuk kultur adalah dengan cara mengambilnya dari kateter

menetap.

Saat ini

mengkateterisasi klien hanya untuk mengambil spesimen urine tidak lagi direkomendasikan
karena tindakan ini beresiko tinggi menyebabkan infeksi. Spesimen urine untuk kultur juga
tidak diambil dari kantung drainase urine, kecuali urine tersebut adaah urine pertama
mengalir ke dalam kantung urine baru yang steril. Bakteri berkembang dengan cepat di dalam
kantung drainase dan dapat menyebabkan kesalahan hasil pengukuran.
Untuk kateter retensi menetap, perawat menggunakan spuit steril untuk menarik uine
keluar. Perawat mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan nonsteril untuk mencegah
menularan mikroorganisme. Sebuah spuit 3 ml dengan jarum berukuran besar dapat
mencegah pecahnya sel darah merah. Merupakan cara yang aman, apabila perawat
menginsersi sebuah jarum langsung ke daam ujung kateter karet yang dapat merapat kembali
dengan sendirinya. Kateter yang teruat dari bahan silikon, plastik, atau silastik tidak dapat
merapat dengan sendirinya. Kebanyakan kateter urine memiliki pintu masuk khusus sebagai
tempat untuk mengambil spesimen. Mula-mula, perawat mungkin mengklem selang tepat di
bawah tempat yang dipilih untuk menarik urine, biarkan urine segar yang tidak
terkontaminasi terkumpul di dalam selang. Kemudian perawat mengapus kateter atau pintu
masuk dengan menggunakan swab antimikroba. Masukkan jarum dengan sudut 30 derajat
untuk memastikan masuknya jarum ke dalam lumen kateter. Perawat harus berhati-hati untuk
tidak meninggikan selang pada saat mengaspirasi 3-5 ml urine. Karena hal itu dapat
menyebabkan urine mengalir kembali ke dalam kandung kemih.
Setelah memperoleh spesimen, perawat memindahkan urine ke dalam sebuat wadah
steril dengan menggunakan teknik aseptik steril. Perawat melepas sarung tangan, membuang
peralatan ke wadah yang sesuai, dan mencuci tangan untuk mengurangi transfer
mikroorganisme ke klien ain serta ke petugas pelayanan kesehatan lain. Jenis pemeriksaan
laboratorium harus mengindikasikan metode pengumpulan urine.
Spesimen urine pada waktu tertentu. Beberapa pemeriksaan fungsi ginjal dan
komposisi urine, seperti mengukur kadar steroid atau hormon adrenokortikoid, kreatinin
klirens, atau pemeriksaan jumlah protein, memerlukan pengumpulan urine dengan interval
waktu 2, 12, atau 24 jam.
Periode pengumpulan jenis ini dimulai setelah klien berkemih. Perawat membuang
sampel dan menuliskan waktu dimulainya pengumpulan spesimen urine ke dalam wadah dan
di dalam formulir pemeriksaan laboratorium. Kemudian klien mengumpulkan pada periode
waktu yang telah ditentukan.
Setiap kali berkemih, urine dikumpulkan di dalam sebuah wadah yang bersih lalu
segera masukkan ke dalam wadah yang lebih besar. Beberapa pemeriksaan mewajibkan klien
berkemih pada waktu-waktu tertentu. Setiap spesimen harus bebas dari feses atau tisu toilet.

Adanya spesimen terlewat/tidak tertampung akan membuat hasil pemeriksaan


menjadi tidak akurat. Perawat harus mengingatkan klien untuk berkemih sebelum defekasi
sehinggga urine tidak terkontaminasi oleh feses. Wadah pengumpul urine dapat diberi zat
pengawet atau perlu dimasukkan ke dalam lemari es. Laboratorium harus diberi konsultasi
tentang instruksi ini. Klien harus mengeluarkan spesimen urine yang terakhir pada akhir
periode waktu yang telah ditetapkan.
Pengumpulan urine pada anak-anak. Pengumpulan spesimen dari bayi dan anakanak seringkali sulit dilakukan. Remaja dan anak usia sekolah biasanya mampu bekerja sama,
walaupun mereka mungkin merasa malu. Anak pra sekolah dan todler memiliki kesulitan
berkemih pada saat diminta. Memberikan cairan pada anak kecil 30 menit sebelum anak
tersebut diminta berkemih, mungkin dapat membantu. Perawat harus menggunakan istilah
berkemih yang dapat dimengerti oleh anak. Seorang anak kecil mungkin sungkan untuk
berkemih di wadah yang tidak biasa digunakannya. Sebuah kursi berbentuk pot atau topi
spesimen, yang ditempatkan di bawah tempat duduk toilet biasanya efektif. Perawat harus
menggunakan peralatan pengumpul khusus untuk bayi atau toddler yang tidak dilatih untuk
buang air (toilet training). Kantung yang sekali pakai, terbuat dari bahan plastik yang bening,
yang memiliki bahan perekat , dapat dipakaikan pada meatus uretra anak.
Perawat mempersiapkan bayi untuk pemeriksaan, diawali dengan membersihkan
bagian genitalia, perineum, dan kulit di sekitarnya dengan sabun dan air atau dengan
antiseptik. Pengeringan yang menyeluruh diperlukan karena perekat kantung tidak dapat
menempel pada permukaan yang lembab, tertutup bedak, atau berminyak. Perawat
menempelkan kantung dari bagian belakang ke depan, diawali pada perineum kemudian ke
simfisis pubis. Pada anak perempuan, perineum harus diregangkan dengan lembut untuk
memastikan bahwa kantung terpasang dengan baik sehingga tidak bocor. Pada anak laki-laki,
skrotum dan penis dimasukkan ke dalam kantung dengan tepat. Sebuah diaper ditempatkan
diatas kantung. Perawat memeriksa kantung dengan sering dan setelah urine diperoleh, segera
lepaskan kantung tersebut. Anak yang aktif dapat dengan mudah kehilangan kantungnya dan
kebocoran dapat terjadi. Untuk pengambilan spesimen dengan cara pengeluaran-bersih,
perawat menggunakan kantung pengumpul steril. Spesimen urine tidak boleh diambil dengan
cara memeras bahan diaper.
Pemeriksaan Umum Urine. Pemeriksaan urine meliputi urinalisis, pengukuran berat
jenis urine, dan kultur urine.
Urinalisis.Laboratorium melakukan urinalisis pada spesimen yang diperoleh dengan
metode yang telah dijelaskan sebelumnya. Tabel 46-3 memuat daftar nilai normal urinalisis.

Spesimen harus diperiksa sesegera mungkin, lebih baik dalam 2 jam. Spesimen urine harus
merupakan urine pertama yang dikeluarkan pada pagi hari untuk memastikan keseragaman
konsentrasi spesimen. Agar proses skrining berlangsung dengan cepat, perawat dapat
melaksanakan bagian tertentu urinalisis dengan menggunakan strip reagen khusus. Perawat
mencelupkan strip ke dalam urine kemudian mengobservasi adanya warna dalam jarak waktu
yang telah ditetapkan dalam kemasan strip tersebut.
Berat jenis urine. Berat jenis urine ialah berat atau derajat konsentrasi suatu
substansi yang dibandingkan dengan air dalam volume yang sama.Untuk mengukur berat
jenis urine, digunakan urinometer dan silinder. Urinometer memiliki skala berat jenis yang
spesifik pada bagian atas dan sebuah bola air raksa yang berat di bagian bawahnya. Spesimen
urine dituangkan ke dalam sebuah silinder khusus yang bersih dan kering. Urinometer yang
berat dicelup dan diputarkan secara perlahan ke dalam silinder yang berisi urine. Kosentrasi
substansi yang terlarut di dalam urine menentukan ke dalaman urinometer yang terapung.
Pegukuran ini selalu dilakukan untuk melengkapi urinalisis. Perawat yang bekerja di unit
perawat kritis mungkin beratanggung jawab untuk melakukan pengukuran berat jenis urin
secara periodik selama proses pengkajian klien.
Dengan penempatkan urinometer sejajar mata perawat, hasil pengukuran berat jenis
urine dibaca pada dasar lengkung batas urin. Berat jenis spesimen urine yang dikeluarkan
pada pagi hari oleh klien yang berpuasa, mencerminkan kemampuan maksimal ginjal dalam
mengonsentrasikan urin. Berat jenis urin yang kurang dari 1,010 mencerminkan
ketidakmampuan ginjal mengonsentrasi urine atau tidak cukupnya sekresi ADH. Ginjal yang
terserang penyakit akan kehilangan kemampuan untuk mengonsentrasikan urin. Oleh karena
itu, berat jenis menjadi terfiksasi pada nilai yang rendah (1,010 atau lebih rendah).
Peningkata berat jenis urin dapat mengindikasikan adanya dehidrasi. Substansi radiopaq atau
substansi yang memiliki berat molekul yang tinggi di dalam urine (mis, protein atau glukosa)
dapat menyebabkan ketinggian berat jenis urine yang semu.
Tes osmolalitas urine harus dilakukan jika pertanyaan tentang keakuratan pengukuran
beraat jenis urine muncul. Walaupun kedua tes tersebut mengukur konsentrasi urine, tes
osmolalitas lebih akurat, mengukur jumlah total partikel yang ada di dalam larutan.
Kultur urine. Kultur urine membutuhkan sempel urine steril yang diambil denga cara
pengeluaran-bersih. Dibutuhkan sekitar 48 jam sebelum laboratorium dapat melaporkan hasil
temuan yang menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri. Sementara menunggu hasil,
antibiotik spektrum luas dapat diresepkan segera setelah kultur diperoleh. Tes sensitifitas
menentukan antibiotik spesifik yang efektif. Hasil (sensitifitas) kultur urine dapat
mengusulkan perubahan pada pilihan obat.

Pemeriksaan diagnosa. Sistem perkemihan ialah salah satu dari beberapa sistem
organ yang pemeriksaan dianosanya dapat akurat dan dapat dipertanggung jawabkan melalui
beberapa teknik radiografik. Dua pendekatan untuk melihat struktur perkemihan, yakni teknik
lagsung dan tidak langsung, dapat cukup sederhana atau sangat kompleks, sehingga
membutuhkan intervensi keperawatan yang ekstensif. Prosedur ini lebih jauh dibagi lagi
menjadi kategori infasif atau non infasif.
Rontgenogram abdomen. Rontgenogram abdomen, yang juga disebut sebagai plain
film, KUB, atau flat plate pada abdomen umumnya digunakan untuk mengkaji adanya
kelainan pada seluruh struktu saluran perkemihan. Prosedur ini dapat menentukan ukuran,
kesimetrisan, bentuk, dan lokasi ginjal, ureter, serta struktur kandung kemih. Prosedur ini
juga bermanfaat untuk melihat batu (jika batu mengalami pengerasan) atau tumor pada organ
ini. Selain itu, tulang iga atau struktur menyokong lain disekelilingnya dapat dikaji untuk
melihat adanya fraktur atau kelainan. Hal ini penting jika klien menderita cedera traumatik
tertentu. Tidak adanya temuan positif pada prosedur rontgenogram tidak menyingkirkan
kemungkinana danya kelainan pada salran kemih. Mungkin diperlukan pemeriksaan
tambahan.
Implikasi perawatan pada klien yang menjalani prosedur ini meliputi penjelasan
prosedur dan mengurangi kecemasan klien. Persiapan khusus tidak dibutuhkan kecuali jika
dokter menetapkannya.
Pielogram intravena.

Untuk

melihat

keseluruhan

sistem

kemih,

dokter

memprogamkan urogram ekskresi atau pilogram intravena (intavenous pyelogram, IVP).


Prosedur ini memfisualisasi duktus pengupul dan pelvis renalis serta memperlihatkan ureter,
kandung kemih, dan uretra. Walaupun prosedur ini tidak bersifat infasif, klien perlu
menerima injeksi pewarna radiopaq secara IV. Meium yang diinjeksi, memerlukan waktu
beberapa menit untuk bersikulasi dan diekskresi. Pewarna tidak terlihat sampai pewarna
tersebut di filtrasi dan dikonsentrasikan oleh ginjal. Karena ginjal dan ureter terletak di
belakang usus halus, persiapan usus perlu dilakukan pada klien dengan cara mengososngkan
usus halus sebelum prosedur dilakukan. Prosedur yang menggunakan barium tidak boleh
dilakukan pada dua sampai tiga hari sebelum IVP karena residu barium di dalam usu halus
menghalangi pemandangan.
Selama proses IVP, pemeriksaan sinar X dilakukan pada jarak waktu tertentu yaitu
30-60 menit setelah zat pewarna masuk dan terkonsentrasi di ginjal. Klien juga dapat diminta
untuk berkemih selama pelaksanaan prosedur untuk megukur pengosongan kandung kemih.
Penyakit atau gangguan pada saluran kemih yang harus diselidiki dengan cara ini meliputi
oklusi arteri renalis, tumor, kista atau batu, refluks vesikuoreteral, dan cedera traumatik.

Implikasi keperawatan sebelum tes dilakukan meliputi mengenali klien yang beresiko
mengalami perubahan fungsi ginjal akibat injeksi pewarna kontras secara IV. Setiap klien
yang mengalami insufisiensi ginjal memiliki resiko. Klien lansia rentan terhadap efek
nefrotoksik pewarna kontras, karena klien kehilangan cairan selama mempersiapkan usus.
Pengkajian keperawatan mengenai status volume dan upaya memepertahankannya sebelum
prosedur ini dilakukan merupakan hal yang palinga penting. Implikasi keperawatan tambahan
adalah sebagai berikut :
1. Menadatangani surat persetujuan (jika merupakan kebijakan lembaga)
2. Mengkaji adanya riwayat alergi yodium pada klien, yang berarti, klien juga
diperkirakan alergi pada pewarna IVP.
3. Memberikan obat pencahar pada sore hari sebelum pemeriksaan.
4. Memastikan bahwa klien mengikuti program pembatasan asupan yang ditetapkan
sebelum dilaksanakannya tes.(Dapat berupa puasa setelah tengah malam atau
diperbolehkan mengonsumi cairan jernih hannya setelah mengonsumsi makan malam
yang berupa cairan jernih).
5. Menjelaskan bahwa warna kemerahan di wajah merupakan hal normal selama pewarna
diinjeksikan dan klien mungkin akan merasa pusing atau hangat.
6. Menjelaskan bahwa infus intravena untuk injeksi pewarna mulai diberikan sebelum
pelaksanaan tes.
7. Menjelaskan bahwa tes yang dilakukan melibatkan pemeriksaan sinar X yang diambil
pada beberapa jarak waktu dan bahwa klien akan berkemih menjelang akhir tes.
Tidak semua lembaga mempekerjakan perawat di departemen radiologi. Apabila tidak ada
perawat, dokter atau teknisi radiologi mengemban tanggung jawab ini. Implikasi selama tes
meluti tindakan-tindakan berikut:
1. Kaji tempat intravena untuk melihat adanya tada-tanda infiltrasi zat pewarna ke dalam
jaringan (mis; adanya pembekakan,kemerahan,dan nyeri).
2. Observasi adanya tanda-tanda reaksi alergi terhadapa zat pewarna (mis; distres
pernapasan,penurunan tekanan darah,dan urtikaria).
3. Ingatkan klien tentang sensasi normal yang ditimbulkan olek injeksi zat pewarna.
Implikasi keperawatan setelah pelaksanaan tes meliputi tindakan berikut:
1. Pastikan bahwa klien menerima diet yang biasa diterimanya setelah pelaksanaan tes.
2. Dorong klien untuk mengonsumsi cairan guna meminimalkan dehidrasi yang disebabkan
oleh persiapan usus dan untuk mencegah potensial terjadinya efek nefrotoksik akibat materi
kontas.

3. Pantau asupan dan haluaran cairan dan segera laporkan kepada dokter jika ada perubahan.
4. Observasi adanya reaksi alergi yang terlambat.
Pemindaian (scan) ginjal.Tes radionuklida,seperti pemindaian ginjal memungkinkan
visualisasi tidak langsung pada struktur saluran perkemihan setelah isotop radioaktif diinjeksi
per IV. Pemilihan sebuah isotop bergantung pada proses fisiologis yang akan diperiksa. Emisi
dari radionuklida dapat di foto dengan menggunakan kamera khusus. Isotop dapat dideteksi
tanpa membutuhkan persiapan khusus. Dosis radioisotop yang digunakan sangat rendah. Oleh
karena itu, tidak dibutuhkan tindakan pencegahan terhadap pajanan radioaktif,kecuali
penggunaan sarung tangan sekali pakai,jika klien menggunakan pispot atau urinal untuk
buang air. Bilas pispot atau urinal dan siram urine yang dibuang di wc sebanyak dua kali
untuk memghilangkan setiap bahaya radiasi yang mungkin tertinggal.
Setelah sebuah radionuklida diinjeksikan,radionuklida bersirkulasi melalui ginjal dan
diekskresikan. Pemindahan ginjal mengukur konsentrasi radioaktif. Pemindahan ini
menimbulkan nyeri kecuali untuk fungsi vena. Prosedur pemindahan diselesaikan dalam
waktu sekitar satu jam. Informasi tentang aliran darah ke ginjal,struktur anatomi,dan fungsi
ekskresi ginjal dapat diperoleh dari prosedur ini. Dokter dapat mendiagnosis kelainan,seperti
oklusi arteri renalis,obstruksi urinarius, dan banyak penyakit ginjal lainnya. Prosedur ini
diindikasikan untuk klien yang tidak mampu menerima zat pewarna untuk prosedur
IVP.Perawat tidak memberikan sedative secara rutin sebelum tes,kecuali dokter melihat
bahwa klien sangat cemas.Implikasi keperawatan sebelum tes dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Menandatangani surat persetujuan (jika ditetapkan oleh kebijakan lembaga).
2. Menjelaskan bahwa radioisotope diinjeksikan secara intravena melalui selang IV yang
sudah terpasang atau dengan jarum.
3. Menjelaskan bahwa mesin yang mengukur asupan isotop sama dengan alat pengukur
Geiger (alat pengukur banyaknya radiasi).
4. Menjelaskan bahwa klien tidak akan merasa tidak nyaman,tetapi ia harus tetap berbaring.
5. Menjelaskan bahwa tidak ada risiko akibat pajanan radioaktif.
Implikasi keperawatan selama tes meliputi tindakan berikut:
1. Membantu klien mengubah posisi selama tes. (Teknisi dapat menimbulkan hal ini).
Computerized Axial Tomography. Computerized tomography (CT) merupakan prosedur
sinar-X terkomputerisasi yang digunakan untuk memperoleh gambaran terperinci mengenai
struktur bidang tertentu di dalam tubuh. Pemindai (scaner)tomografik adalah sebuah mesin
besar yang berisi computer khusus serta system pendeteksi sinar min-X yang berfungsi secara
simultan untuk memfoto struktur internal berupa potongan lintang transversal yang tipis
(Gbr.46-9). Komputer,melalui serangkaian manipulasi yang kompleks,mampu
merekonstruksi gambaran potongan lintang sebagai foto yang dikenali pada monitor

televise. Prosedur ini memungkinkan visualisasi kondisi patologis yang abnormal seperi
tumor,obstruksi,massa di retroperitoneum,dan pembesaran nodus limfe. Pemindai CT (CT
Scan) dapat mendeteksi massa berukuran kurang dari 2 cm. Walaupun prosedur ini tidak
invasif,pada beberapa pemeriksaan,materi kontras intravena atau oral digunakan untuk
memperluas daerah yang diperiksa. Apabila kontras intravena digunakan mungkin perlu
memberikan larutan pembersih usus per oral (mis; GoLytely) atau dengan menggunakan
enema,terutama jika organ tambahan di dalam rongga abdomen akan diperiksa implikasi
keperawatan sebelum,selama,dan setelah tes ini sama dengan implikasi keperawatan yang
tertera pada pemeriksaan IPV. Namun,perawat perlu menjelaskan bahwa klien akan
ditempatkan disebuah mesin yang besar. Yang dapat menimbulkan perasaan klaustrofobia
pada individu yang rentan.
Ultrasound Ginjal. Ultrasonografi merupakan alat diagnostic noninvasif yang berharga
dalam mengkaji gangguan perkemihan alat ini menggunakan gelombang suara yang tidak
dapat terdengar ,berfrekuensi tinggi,yang memantul dari struktur jaringan. Jeli konduktif di
berikan ke kulit klien dan berfungsi sebagai alat pentransmisi gelombang suara. Transduser
yang digerakkan di atas jeli konduktif akan memancarkan berkas suara yang mana berkas
suara tersebut juga melewati jaringan tubuh yang memiliki kepadatan berbeda. Beberapa
gelombang suara direfleksikan balik ke transduser sebagai gaung. Gaung ini diubah menjadi
impuls listrik yang ditayangkan pada sebuah osiloskop,memberikan sebuah gambaran tentang
jaringan yang diperiksa. Kecepatan gelombang suara bervariasi sesuai dengan kepadatan
jaringan. Posisi klien selama prosedur biasanya terlungkup,tetapi klien juga dapat diposisikan
duduk. Ultrasound sering digunakan untuk mengidentifikasi struktur keseluruhan ginjal,dan
mengidentifikasikan kelainan struktur pada ginjal atau pada saluran kemeih bagian bawah
serta untuk membantu biopsy perkutaneus. Kelainan,seperti tumor atau kista pada ginjal
dengan mudah diindetifikasikan. Apabila sebuah Doppler digunakan bersama dengan
transduser,pemeriksaan aliran darah melalui ginjal juga dapat dilakukan.Prosedur ini tidak
menimbulkan nyeri.
Implikasi keperawatan sebelum prosedur dilakukan diantaranya adalah dengan menjelaskan
tentang tes dan sedapat mungkin mendorong klien untuk mengonsumsi cairan per oral agar
kandungan kemih menjadi distensi. Tidak ada indikasi keperawatan khusus pada klien setelah
pelaksanaan tes.
Sistometrogram (CMG) adalah sebuah tes yang menentukan derajat fungsi otot detrusor. Tes
ini digunakan untuk menyingkirkan sebab-sebab inkontinensia. Sebuah kateter
dimasukkan,volume residu diukur dan dibuang,dan dikandung kemih diisi dengan salin steril
atau gas karbondioksida dalam pertumbuhan yang kadar nya telah ditetapkan terlebih dahulu.
Pembacaan tekanan dilakukan pada setiap penambahan tersebut. Selama waktu
pengisian,persepsi klien bahwa kandung kemih telah penuh. Keinginan untuk berkemih,dan
kemampuan untuk menghambat pengeluaran kemih,didokumentasikan.
Implikasi keperawatan sebelum pelaksanaan tes adalah mencangkup penjelasan tentang
prosedur dan perlunya melaporkan sensasi yang timbul. Setelah tes selesai, klien harus di

instruksikan i=untuk melaporkan timbulnya sensasi berikut, berkeringat,nyeri,mual,kandung


kemih penuh atau keinginan kuat untuk berkemih.
Prosedur Invasif. Prosedur invasive meliputi sistoskopi,biopsy,dan angiogram.
Sistoskopi. Sistoskopis memungkinkan dokter melihat bagian dalam kandung kemih dan
uretra. Sistoskop terlihat hampir seperti katater urine,walapun sistoskop tidak fleksibel dan
umumnya berukuran lebih besar sistoskop diinsersi melalui uretra klien. Instrumen ini
memiliki selubung plastik atau karet,sebuah opturator yang membuat skop tetap kaku,selama
insersi,sebuah teleskop untuk melihat kandung kemih dan uretra,dan sebuah saluran untuk
merinsersi kateter atau instrument bedah khusus.
Prosedur terasa nyeri selama insersi instrument. Terdapat risiko perforasi kandung kemih jika
klien tidak rileks dan tidak kooperatif. Dapat diberikan anestesi umum,spinal,atau local.
Karena tes perlu memasukkan objek asing ke dalam rongga yang steril,klien menerima
sejumlah besar cairan (per intravena atau oral) sebelum dan selama prosedur untuk
mempertahankan berlanjutnya aliran urine serta untuk membuang setiap bakteri. Antibiotik
juga dapat diberikan secara intravena. Selama tes,specimen urine dan jaringan dapat
dikumpulkan.
Dokter biasanya melakukan sistoskopi di dalam ruang sistoskopi di rumah sakit. Meja
sistoskopi khusus meminimalkan stress dan keletihan yang dapat dialami klien akibat
mempertahankan satu posisi dalam waktu yang lama. Implikasi keperawatan sebelum tes
meliputi tindakan berikut:
1. Tandatangani surat persetujuan.
2. Lakukan persiapan bowel atau enema atau berikan obat katartik pada malam hari sebelum
tes dilakukan.
3. Apabila anestesi local akan digunakan,dorong klien untuk mengonsumsi cairan oral.
4. Apabila anestesi umum akan digunakan,instruksikan klien untuk berpuasa setelah tengah
malam.
5. Jelaskan bahwa insersi sistoskop sama seperti insersi kateter uretra
6. Jelaskan pentingnya tetap berbaring selama tes.
7. Jelaskan bahwa selang intravena akan memulai mengalirkan cairan selama tes
8. Berikan obat sedative dan analgesic sesuai dengan program yang ditetapkan dokter
Implikasi keperawatan selama tes meliputi tindakan berikut:
1. Bantu klien untuk mendapat posisi litotomi.
2. Bersihkan daerah perineum dengan menggunakan larutan antiseptic.

3. Jelaskan (jika klien sadar) bahwa insersi sistoskop menimbulkan keinginan kuat untuk
berkemih.
4. Ingatkan klien untuk tetap berbaring,jika sadar.
Implikasi keperawatan setelah tes meliputi tindakan berikut:
1. Instruksikan klien untuk tetap di tempat tidur sesuai program
2. Kaji adanya tanda-tanda kemungkinan retensi urine dan waktu berkemih pertama.
3. Observasi volume dan karakteristik urine,termasuk urine yang berwarna keruh atau
mengandung darah setiap kali berkemih.
4. Dorong klien untuk meningkatkan asupan cairan dan pantau asupan serta haluaran.
5. Observasi adanya demam,disuria, atau perubahan tekanan darah.
6. Berikan obat-obatan untuk meredakan spasme kandung kemih dan/atau nyeri punggung
bagian bawah.
Biopsi ginjal. Biopsi ginjal menentukan sifat,luas,dan prognosis penyakit ginjal. Prosedur ini
dilakukan dengan mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa dengan teknik
mikroskopik yang canggih. Prosedur dapat dilakukan dengan metode perkuat (tertutup) atau
pembedahan (terbuka). Pemeriksaan ultrasound untuk mengetahui lokasi ginjal telah
merevolusi tindakan perkuat. Diagnosis jaringan memungkinkan pembedaan antara proses
penyakit yang menyebabkan perubahan fungsi ginjal. Oleh karena itu,intravensi pengobatan
yang lebih spesifik dapat dilakukan. Implikasi keperawatan sebelum prosedur ini dilakukan
meliputi tindakan berikut:
1. Tanda tangani surat persetujuan
2. Jawab pertanyaan lanjutan tentang prosedur setelah dokter terlebih dahulu menjelaskan.
3. Kaji pemeriksaan hematologi (mis; hitung darah lengkap,waktu perdarahan,waktu
protombin,jumlah thrombosis, dan tipe serta pemeriksaan silang untuk kemingkinan transfusi
darah) yang diprogramkan sebagai dari rangkaian prosedur.
4. Ambil specimen urine untuk analisis rutin,kultur,dan untuk menentukan sensitivitasnya.
5. Instruksikan klien untuk mengambil posisi yang tepat menempatkan bantal di awah
abdomen untuk meninggikan ginjal dan teknik bernapas (klien dapat diminta untuk menahan
napas saat jarum biopsi dimasukkan) selama prosedur berlangsung . (Menahan napas selama
inspirasi membuat ginjal tidak bergerak saat jarum dimasukkan)
6. Beri obat sedative untuk meredakan ansietas.
Implikasi keperawatan selama tes meliputi tindakan berikut:
1. Berikan dukungan emosional

kepada klien

2. Latih klien bernapas dan mengambil posisi yang benar


3. Ingatkan klien tentang sesasi yang akan dirasakannya,yang disebabkan oleh pemberian
analgesic local dan penggunaan instrument biopsy.
Implikasi keperawatan setelah tes meliputi tindakan berikut:
1. Pantau tanda-tanda vital,catat perubahan yang konsisten disertai dengan perdarahan
internal dan syok hemoragik.
2. Observasi warna,jumlah,dan karakter urine,catat urine yang mengandung darah. Perawat
mungkin perlu menyimpan specimen. (observasi kebijaksanaan lembaga).
3. Kaji pemeriksaan hematologi (hitung darah lengkap) setelah biopsy.
4. Dorong klien untuk mengonsumsi cairan secara oral.
5. Instruksikan klien untuk tetap berada ditempat tidur selama waktu yang telah ditetapkan
(biasanya 24 jam)
6. Kaji daerah biopsy untuk melihat adanya tanda perdarahan dan catat keluhan nyeri.
7. Pertahankan balut tekan (balutan yang mengikat/menekan) di temapat biopsy
8. Instruksikan klien untuk tidak melakukan aktivitas berat,paling tidak selama 2 minggu.
Angiografi (arteriogram). Angiogram ginjal merupakan prosedur radiografis invasive yang
mengevaluasi system arteri ginjal. Arteriogram paling sering digunakan untuk memeriksa
arteri ginjal utama atau cabang-cabangny untuk mendeteksi adanya penyempitan atau oklusi.
Selain itu,prosedur ini mengevaluasi adanya massa (mis; neoplasma atau kista) untuk
menentukan adanya perubahan aliran darah. Arteriogram dilakukan dengan menempatkan
karakter ke dalam salah satu arteri femoaralis dan memasukannya sampai ke ketinggian arteri
renalis. Materi kontras radiopaq diinjeksikan melalui karakter sementara gambaran sinar-X
diambil secara berurutan dengan cepat.
Implikasi keperawatan sebelum tes meliputi tindakan berikut:
1. Tanda tangani surat persetujuan
2. Kaji adanya alergi terhadap yodium,yang memprediksikan adanya alergi terhadap zat
kontras yang digunakan dalam angiogram.
3. Pastikan bahwa klien puasa setelah tengah malam.
4. Jelaskan bahwa warna kemerahan pada wajah adalah hal yang normal selama zat pewarna
diinjeksikan dan bahwa klien mungkin akan merasa pusing atu hangat.
5. Jelaskan bahawa tes ini meliputi pemeriksaan sinar-X,yang dilakukan dalam berbagai
interval waktu setelah zat pewarna diinjeksikan.

Implikasi keperawatan setelah arteriogram atau venogram dilakukan meliputi hal-hal berikut:
1. Pantau tanda-tanda vital setiap jam sampai klien stabil kemudian panjangkan interval
samapai setiap 2 jam dan 4 jam secara berurutan.
3. Periksa nadi,kaji sirkulasi pada ekstermitas yang dipasang kanula.serta pastikan bahwa
ekstermitas tetap dalam posisi lurus.
4. Observasi klien pada tempat pemasangan kateter selama 24 jam untuk melihat adanya
perdarahan ,peningkatan nyeri tekan,dan pembentukan hematoma.
5. Pertahankan balut tekan di tempat insersi selama 24 jam (periksa kebijakan institusi)
6. Observasi klien untuk melihat adanya reaksi yang terlambat terhadap materi kontras.
7. Pantau asupan dan haluaran klien serta laporkan adanya kelainan volume urine kepada
dokter. Cairan biasanya meningkat,baik berasal dari pemberian cairan secara intravena
maupun melalui mulut setelah tes dilaksanakan untuk membantu membuang zat pewarna
serta meminimalkan efek nefrotoksik zat pewarna.
Diagnosa Keperawatan
Pengkajian fungsi eliminasi urine klien yang dilakukan terus menerus menunjukkan pola data
yang memungkinkan perawat mebuat diagnose,keperawatan yang relevan dan akurat.
Perawat berpikir secara kritis dengan merefleksikan pengetahuannya tentang klien
sebelumnya,meninjau kembali karakteristik penentu yang terindektifikasikan,menerapkan
pengetahuan tentang fungsi urine,dan kemudian membuat diagnosis yang spesifik. Diagnosis
mungkin berupa masalah actual atau suatu masalah yang kemungkinan akan klien alami (lihat
kotak diagnose keperawatan disebelah kanan).
Diagnosis dapat berfokus pada perubahan eliminasi urine atau masalah-masalah
terkait,seperti kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan inkontinensia urine.
Identifikasi karakteristik penentu mengarahkan perawat dalam memilih diagnosis yang tepat.
Menspesifikkan faktor-faktor terkait untuk setiap diagnosis memungkinkan pemilihan
intervensi keperawatan yang bersifat individual. Diagnosa keperawatan pada klien retensi
urine yang disertai overflow.intervensi keperawatan jangka panjangnya bervariasi,bergantung
kepada sebab yang terkait. Untuk klien dengan kerusakan neurologis permanen,seperti
sklerosis multipel,perawat perlu merencanakan metode alternative untuk mengosongkan
kandung kemih,misalnya pemasangan kateter dalam jangka panjang. Sebaliknya,klien yang
mengalami retensi urine disertai overflow,yang terkait dengan anesthesia,kemungkinan tidak
memerlukan intervensi setelah kateter tunggal yang dimasukkan mengosongkan kandung
kemih. Pemulihan total dari pengaruh anesthesia mengeliminasi masalah tersebut.
Perencanaan
Dalam mengembangkan suatu rencana keperawatn,perawat menetapkan tujuan dan hasil
akhir yang diharapkan untuk setiap diagnosis. Rencana menggabungkan aktiftas untuk

meningkatkan kesehatan dan intervensi trapiutik untuk kliebn yang mengalami masalah
eliminasi urine. Intervensi preventif mungkin diburtuhkan oleh klien yang beresiko
mengalami masalah perkemihan (lihat rencan perawatan diatas). Perawat juga merencanakan
terapi sesuai dengan tingkat keparahan resiko pada pasien.Hasil akhir yang ditetapkan di
dalam rencana akan tercapai jika terapi efektif.
Dalam proses keperawatan,penting untuk mempertimbangkan lingkungana rumah klien dan
eliminasi rutin yang normal saat merencanakan terapi untuk klien.Dalam merencanakan
asuhan keperawatan untuk beberapa klien,mungkin diperlukan konsultasi dengan profesional
kesehatan lain.Misalnya,ahli trapi fisik dapat merencanakan rencana latihan untuk
meningkatkan kekuatan dan daya tahan sehingga klien akan mampu berjalan ke kamar
mandi.Penguatan yang diberikan terhadap kebiasaan hidup sehat yang telah dijalankan,akan
meningkatkan kepatuhan klien terhadap rencana asuhan.
Klien yang waspada akan adanya perubahan eliminasi urine baik actual maupun
resiko,belajar mengenali tanda-tanda perubahan dan dapat menjaga masalah yang
serius.Perubahan eliminasi urien merupakan resiko tinggi bagi status kesehatan klien secara
keseluruhan.
Merencanakan asuhan keperawatan juga melibatkan suatu pemahaman tentang kebutuhan
klien untuk mengontrol fungsi tubuhnya.Perubahan elliminasi urine dapat menjadi sesutu
yang memalukan,membuat tidak nyaman dan sering membuat klien rutasi. Perawat dank lien
bekerja sama untuk menetapkan langkah guna mempertahankan keterlibatan klien dalam
asuhan keperawatan dan untuk mempertahankan eliminasi urine yang normal.Tujuan asuhan
keperawatan untuk klien meliputi hal-hal berikut:
1. Memahami eliminasi urine yang normal
2. Meningkatkan pengeluaran kemih yang normal
3. Mencapai pengosongan kandung kemih yang lengkap
4. Mencegah infeksi
5. Mempertahankan intergritas kulit
6. Mendapatkan rasa nyaman
Masalah-masalah terkait seperti ansietas mungkin memerlukan intervensi,yang sering kali
tidak mempunyai efek langsung pada eliminasi urie. Namun masalah terkait teersebut
mungkin akan berlanjut. Kecuali perawat melakukan intervensi. Masalah-masalah yang
muncul dalam perubahan eliminasi urine sering kali saling berhubungan kompleks. Perawat
juga harus mengantisipasi masalah yang mungkin timbul sebagai akibat pemberian
terapi.Misalnya,diagnose resiko infeksi dapat ditegakkan,jika klien terpasang kateter
menetap.
Perencanaan keperawatan pada klien yang dirawat dirumah sakit harus meliputi perencanaan
pulang.

Perawat menetapkan suatu peralatan bantu uang akan dibutuhkan dan kebutuhan klien akan
penyuluhan.Sangat penting memberi penyuluhan pada klien selama menginap dirumah
sakit.Penyuluhan tentang perawatan diri klien dikuatkan secara terus-menerus,dan minta
klien mendemonstrasikan kembali keterampilan psikomotor serta perawatan dirinya yang
penting.Misalnya,klien yang dipulangkan dalam keadaaan terpasang kateter menetap akan
perlu melakukan perawatan kateter,memahami cara mengosongkan kantung drainase dengan
aman,mengukur urine secara akurat,dan mengetahui tanda serta gejala infeksi dalam saluran
perkemihan.Kebutuhan pelayanan kesehatan dirumah harus dieksplorasi,dan rujukan yang
tepat harus dibuat.Peran perawat dalam merencanakan intervensi ini akan membuat klien
menjalani transisi dengan lancar,melalui setiap fase dalam proses keperawatan.
Implementasi
Implementasi merupakan fase tindakan dalam proses keperawatan.Perawat akan melakukan
tindakan kolaboratif dan tindakan mandiri untuk membantu klien mencapai hasil akhir serta
tujuan yang diharapkan.Aktivitas yang mandiri adalah aktivitas ketika perawat menetapkan
keputusannya sendiri.Salah satu contoh aktifitas ini ialah penyuluhan tentang aktifitas
perawata dari pada klien.Aktivitas kolaboratif adalah aktifitas-aktifitas yang diprogramkan
oleh dokter dan dilaksanakan oleh perawat,seperti pemberian obat.
Peningkatan Kesehatan
Fokus peningkatan kesehatan adalah untuk membantu klien memahami dan berpartisipasi
dalam pratik keperawatan diri sendiri yang akan memelihara serta melindungi fungsi system
kemih yang sehat.Fokus ini dapat dicapai dengan menggunakan beberapa cara.

PENYULUHAN KLIEN
Keberhasilan terapi,yang ditunjukan untuk menghilangkan atau meminimalkan masalah
eliminasi urine,sebagian bergantung pada keberhasilan dalam upaya memberikan penyuluhan
kepada klien (lihat kotak di hl, 1708).Perawat mengintruksikan klien berdasarkan kekhususan
masalh eliminasi mereka. Misalnya,klien yang pratik higienenya buruk akan mendapatkan
manfaat dari mempelajari sterilitas normal saluran perkemihan dan cara untuk mencegah
infeksi.Mendiskusikan mengenai mekanisme dasar produksi urine dan berkemih pada klien
yang mengalami perubahan eliminasi,juga sangat bermanfaat.Pengetahuan tentang factorfaktor yang meningkatkan produksi urine normal,dan meningkatkan berkemih juga dapat
membantu.Klien mempelajari arti adanya gejala perubahan urine sehingga perawatan
kesehatan preventif sejak dini dapat dimulai.
Perawat deapat dengan mudah melakukan penyuuhan pada saat memberikan asuhan
keperawatan.Misalnya,jika perawat sedang mencoba meningkatkan asupan cairan
klien,waktu yang baik utuk mendiskusikan manfaat meningkatnya asupan cairan adalah pada
saat memberikan cairan yang dicampur dengan obat-obatan atau makanan.Perawat mungkin
akan lebih sukses dalam memberikan penyuluhan kepada klien tentang kebersihan perineum
pada saat membantu klien mandi atau saat melakukan perawatan kateter.

MENINGKATKAN PERKEMIHAN NORMAL


Mempertahankan eliminasi urine normal akan membantu mencegah terjadinya masalah
perkemihan yang banyak tindakan keperawatan yang telah dirancang untuk meningkatkan
system berkemih normal pada klien yang beresiko mengalami kesulitan berkemih dan pada
klien yang memiliki masalah dalam berkemih. Perawat dapat melakukan banyak tindakan
secara madiri.
Menstimulasi Refleks Berkemih.Kemampuan klien untuk berkemih bergantung pada
adanya rasa desakan untuk berkemih,kemampuan mengontrol sfingter uretra,dan kemampuan
untuk rileks selama berkemih perawat dapat mebantu klien untuk belajar rileks dan
menstimulasi refleks berkemih dengan mengajarkan posisi yang normal saat
berkemih.Wanita lebih mampu berkemih dalam posisi jongkok atau duduk.Posisis ini
meningkatkan kontraksi otot-otot panggul dan otot-otot intraabdomen yang membantu
mengontrol sfingter serta membantu kontraksi kandung kemih.Apabila klien tidak mampu
menggunakan fasilitas toilet,perawat membantu klien untulk mengambil posisi jongkok
diatas sebuah bedpen (lihatr Bab 47) atau commode (tempat buang air) disamping tempat
tidur. Seorang pria lebih mudah berkemih dalam posisi berdiri.Apabila pria tidak dapat
mencapai fasilitas toilet,ia dapat berdiri disamping tempat tidur kemudian berkemih ke dalam
sebuah urinal,sebuah wadah logam atau plastic untuk tempat urine (gbr.46-11).Pada waktu
tertentu,satu atau dua perawat mungkin perlu membantu pria untuk berdiri.
Tindakan lain untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuanberkemih ialah memberikan
stimulus sensorik.Suara air yang mengalir membantu klien untuk berkemih melalui kekuatan
sugesti.Menekuk oaha bagian dalam menstimulasi saraf sensorik dan meningkatkan refleks
berkemih.Meletakkan tangan klien dalam sebuah panci berisi air hangat sering dapat
meningkatkan berkemih.Duduk diatas bedpan yang telah dihangatkan akan membuat
seseorang lebih mudah untuk rileks dan berkemih.Perawat juga dapat menuangkan air hangat
ke atas perineum klien dan menciptakan sensasi untuk berkemih.Apabila haluaran urine akan
diukur,perawat mula-mula harus mengukur volume air yang akan dituangkan ke atas daerah
perineum.Menawarkan cairan yang akan diminum klien juga dapat meningkatkan berkemih.
Mempertahankan Kebiasaan Eliminasi.Banyak klien mengikuti rutinitas untuk
meningkatkan berkemih normal. Dirumah sakit atau fasilitas perawatan jangka
panjang,rutinitas perawat dapat bertentangan dengan rutinitas klien.Upaya mengintergrasikan
kebiasaan klien ke dalam rencana asuhan akan membantu klien untuk dapat berkemih normal
dan akan membantu mencegah timbulnya masalah-masalah yang berhubungan dengan
perkemihan.
Mempertahankan Asupan Cairan Yang Adekuat.Metode sederhana dalam meningkatkan
berkemih normal adalah dengan mempertahankan asupan cairan yang adekuat.Klien yang
memiliki fungsi ginjal normal dan tidak menderita penyakit jantung atau perubahan yang
membuatnya harus membatasi asupan cairan,harus meminum 2000-2500 ml cairan setiap
hari.Namun asuoan cairan rata-rata per hari sebanyak 1200-1500 ml,biasnya adekuat.

Apabila asupan cairan ditingkatkan,urine yang diekskresikan mengeluarkan solut atau fertikel
yang dapat berkumpul didalam system perkemihan.Asupan cairan yang adekuat dapat
meminimalkan inkontinensia urgensi pada para lansia dengan mengurangi iritasi pada
kandung kemih,yang disebabkan oleh urine yang lengkap (Colling Owen,dan
McCready,1994). Karena klien biasanya tidak mau meminum cairan sebanyak 2500 ml
sehari,perawat harus menganjurkan cairan yang disukai klien agar ia mau
meminumnya.Banyak sayur-sayuran dan buah-buahan yang juga banyak mengandung
cairan.Akan sangat membantu untuk membuat jadwal meminum cairan dirumah (missal;
pada waktu makan atau pemberian obat-obatan).Untuk meminimalkan nokturia,hindari
asupan cairan 2 jam sebelum waktu tidur.
MENINGKATKAN PENGOSONGAN KANDUNG KEMIH SECARA LENGKAP
Dalam kondisi normal,sejumlah kecil urine tersisa didalam kandung kemih setelah klien
berkemih karena sfingter kandung kemih menutup.Sfingter memberikan tekanan lebih tinggi
dari pada tekanan urine yang tersisa didalam kandung kemih.Dengan demikian,individu
secara normal tetap dapat mengontrol pengeluaran urinenya.Inkontinensia urine dapat terjadi
karena tekanan didalam kandung kemih terlalu besar atau karena sfingter terlalu
lemah.Retensi urine terjadi akibat sfingter yang kuat atau berkontraksi atau otot detrusor yang
lemah,yang mencegah pengosongan kandung kemih secara normal.
Tindakan untuk meningkatkan berkemih dapat membantu klien yang mengalami
inkontinensia atau retensi urine.Tindakan tambahan digunakan untuk meningkatkan dan
mengontrol pengosongan kandung kemih sehingga klien memperoleh kemampuan untuk
mengontrol eliminasinya (tabel 46-4). Kebanyakan masalah eliminasi urine dapat
dikelompokkan ke dalam 2 klasifikasi besar,yaitu kegagalan untuk menyimpan atau
kegagalan untuk mengosongkan kandung kemih (thyer,1994).
PENCEGAHAN INFEKSI
Salah satu pertimbangan paling penting untuk mengalami perubahan perkemihan ialah
kebutuhan untuk mencegah infeksi pada system perkemihannya.Pemeliharaan kebersihan
perineum yang baik yang meliputi pembersihan meatus uretra setiap kali selesai berkemih
atau defekasi adalah tindakan yang sangat penting.Asupan cairan harian sebesar 200-2500 ml
akan mengencerkan urine dan meningkatkan pengeluaran kemih secara teratur,yang
mengeluarkan miko organisme dari uretra.
Mengasamkan Urine.Urine dalam kondisi nortmal bersifat asam dan cenderung
menghambat pertumbuhan mikroorganisnme.Daging,telur,roti utuh,buah beri,buah prunis,dan
buah pluns meningkatkan keasaman urine.Makanan ini dimetabolisme dengan produk akhir
bersifat asam,yang pada akhirnya memasuki urine.Walaupun banyak jusbuah beri yang harus
dikonsumsi untuk memberi efek pada pH urine,suatu penelitian yang dilaporkan diharvard
mendukung bukti adanya pengurangan bakteriurea yang siknifikan pada populasi yang
diteliti.(News Watch,1994).Asam askorbat dosis tinggi dapat menurunkan pH urine.

Perawatan Akut
MEMPERTAHANKAN KEBIASAAN ELIMINASI
Klien biasanya memerlukan waktu untuk berkemih.Meminta klien untuk berkemih dengan
cepat sehingga mereka dapat dikirim ke pemeriksaan sinar-X,atau meminta specimen urine
secepat mungkin,tidak membuat menjadi rileks dan menjalani kebiasaan berkemih
normal.Klien harus memberi waktu sekurang-kurang nya 30 menit untuk menyiapkan
specimen.Perawat mempelajari waktu saat klien berkemih normal,seperti saat bangun tidur
atau sebelum makan,dan kemudian menawarkan kesempatan kepada klien untuk
menggunakan fasilitas toilet kebutuhan untuk berespon terhadap keinginan berkemih klien
juga merupakan hal yang penting.Penundaan dalam membantu klien ke kamar mandi dapat
mebantu proses berkemih normal dan menyebabkan inkontinensia.
Privasi sangat penting untuk berkemih normal.Apabila klien tidak dapat mencapai kamar
mandi,perawat memastikan bahwa daerah disamping tempat tidur ditutup gorden.Didalam
rumah,klien yang mengalami kelemahan,dapat memilih menggunakan commode disamping
tempat tidur yang tertutup,dibelakang sebuah sekat atau pembagi ruangaan.Beberapa klien
merasa malu jika suara berkemihnya terdengar.Air yang mengalir atau upaya membilas toilet
dapat menutupi suara tersebut.Anak kecil sering kali tidak mampu berkemih apabila ada
orang lain selain orang tua mereka.
Apabila karakteristik klien menggunakan tindakan khusus untuk berkemih,perawat harus
mendorong penggunaan tindakan itu dirumah dan,jika mungkin diinstitusi.Klien mungkin
dapat lebih mudah rileks dan berkemih saat membaca matau mendengarkan music.Meminum
segelas atau secangkir cairan juga dapat meningkatkan pengeluaran kemih.
OBAT-OBATAN
Terapi obat-obatan yang diberikan secara tersendiri atau bersamaan dengan terapi lain dapat
mebantu mengatasi masalah inkontinensia dan retensi.Terdapat 3 tipe obat-obatan.Satu obat
merelaksasi kandung kemih yang mengalami ketegangan atau spasme sehingga
meningkatkan kapasitas kandung kemih;satu obat menstimulasi kontraksi kandung kemih
sehingga meningkatkan pengosongan kandung kemih;dan satu obat lainnya menyebabkan
relaksasi otot polos prostat,mengurangi obstruksi pada aliran uretra.
Kandung kemih dipersarafi oleh system saraf parasimpatis.Saat urine terdapat didalam
kandung kemih,inkontinensia urgensi dapat timbul akibat hiperaktifitas otot kandung kemih
yang tiba-tiba meningkatkan tekanan intrafesikular.Kontraksi kandung kemih yangtidak
terkontrol dapat ditimbulkan oleh iritan pada kandung kemih setempat,seperti batu atau
infeksi.Obat-obatan yang menekan neurotransmitter asetilkolin,yang fungsinya menstimulasi
kandug kemih,mengurangi inkontinensia yang disebabkan oleh iritasi kandung kemih.Contoh
obat-obatan antikolinergik ini meliputi propantelin (probanthine) dan obsibutilin klorida (di
propan).Antikolinergik dapat menyebabkan disritmia jantung dan harus digunakan dengan
hati-hati pada klien yang menderita penyakit jantung.Antikolinergik juga dapat menyebabkan
konstipasi dan kekeringan pada mulut.

Pada saat kandung kemih kosong,otot detrusor berkontraksi sebagai respon terhdap stimulasi
parasimpatis.Pengosongan kandung kemih yang tiak lengkap merupakan akibat dari
kerusakan stimulasi saraf atau kelemahan otot detrusor.Akibatnya,klien mengalami retensi
urine dan kemungkinan inkontinensia overflow.Obat-obatan kolinergik meningkatkan
kontraksi kandung krmih dan pengosongannya.Betanekol (urecholine) menstimulasi saraf
parasimpatis untuk meningkatkan kontraksi dinding kandung kemih dan merelaksasi
sfingter.Betanekol dapat diberikan melalui subkutan atau oral salah satu efek samping obatobatan kolinergik adalah menyebabkan diare.
Inkontinensia overflow atau berupa tetesan urine,yang dialami oleh pria yang menderita
pembesaran prostat,dapat di obati dengan menggunakan penyekat adrenergik alfa-1,seperti
terazozin (hytin). Terazozin diberikan perorang dan merelaksasi otot polos prostat,sehingga
meredakan gejala obstruksi.Obat ini dapat menyebabkan hipotensi dan juga digunakan dalam
terapi hipertensi.
KATETERISASI
Kateterisasi kandung kemih dilakukan dengan melakukan selang plastic atau karet melalui
uretra ke dalam kandung kemih.Kateter memungkinkan mengalirnya urine yang
berkelanjutan pada klien yang tidak mampu mengontrolo perkemihan atau klien yang
mengalami obstruksi.Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji haluaran urine per jam pada
klien yang status hemodinamik nyatidak stabil.Karena kateterisaasi kandung kemih
membawa resiko ISK dan troma pada uretra,maka untuk mengumpulkan specimen maupun
menangani inkontinesia,lebih dipilih tindakan yang lain.
Tipe Kateterisasi. Kateterisas indwelling atau intermiten untuk retensi merupakan dua
bentuk insersi kateter.Pada teknik intermiten,kateter lurus yang sekali pakai dimasukkan
cukup panjang untuk mengeluarkan urine dari kandung kemih (5-10 menit). Pada saat
kandung kemih kosong,perawat dengan segera menarik kateter.Kateterisasi intermiten dapat
diulangjika diperlukan,tetapi penggunaan yang berulang meningkatkan resiko.Kateter
menetap atau kateter Foley tetap ditempat untuk periode waktu yang lebih lama sampai klien
mampu berkemih dengan tuntas dan spontan atau selama pengukuran akurat per jam
dibutuhkan.Mungkin juga perlu tindakan untuk mengganti kateter indwelling secara periode.
Kateter lurus sekali pakai memiliki lumen tunggal dengan lubang kecil yang berjarak sekitar
1,3 cm dari ujung kateter.Urine keluar dari ujung kateter,melalaui lumen,dan masuk ke dalam
suatu wadah.Kateter Foley menetap memiliki balon kecil yang dapat digembungkan,yang
melingkari kateter tepat dibawah ujung kateter.Apabila digembungkan,balon tertahan dipintu
masuk kandung kemih untuk menahan selang kateter tetap ditempatnya.Kateter menetap
untuk retensi juga memiliki 2 atau 3 lemen di dalam badan kateter.Satu lumen mengeluarkan
urine melalui kateter ke kantung pengumpul.Lumen ke dua membawa air steril ke dalam
balon saat lumen dikembungkan atau dikempeskan.Lumen ke tiga (pilihan) dapat digunakan
untuk memasukkan cairan atau obat-obatan ke dalam kantung kemih.Menentukan jumlah

lumen adalah mudah yaitu dengan menghitung jumlah drainase dan tempat injeksi pada ujung
kateter
Tipe kateter ke tiga memiliki ujung yang melengkung sebuah kateter Coude digunakan pada
klien pria,yang mungkin mengalami pembesaran prostat,yang mengobstruksi sebagian
uretra.Kateter Coude tidak terlalu kromatik selama insersi karena kateter ini lebih kaku dan
lebih mudah di control dari pada ujungnya yang lurus.
Kateter tersedia dalam banyak diameter untuk menyesuaikan ukuran saluran uretra
kain.Anjurkan tentang cara membuat putusan yang tepat berkaitan dengan pemilihan kateter
yang tersedia.
Indikasi kateterisasi. Kateterisasi dapat di indikasikan untuk berbagai alasan.Apabila waktu
kateterisasi pendek dan upaya meminimalkan infeksi merupakan suatu

Menginsersi Kateter Lurus Atau Kateter Menetap


No
2.

Langkah
Menyiapkan peralatan dan suplai yang
dibutuhkan:
i. Lampu senter atau lampu goseneck
j. Selimut mandi
k. Alas penyerap yang kedap air
l. tempat sampah.
m. sarung tangan sekali pakai, baskom berisi air
hangat , sabun, lap badan, dan handuk
n. Selang drainase steril dan kantung
penampung(dapat belum ditempelkan ke kateter),
plester, peniti pengaman, puta elastis
o. Wadah atau baskom steril (Biasanya dibawah
troli)
p. Wadah spesimen sterl

3.

Menjelaskan prosedur kepada klien. Jelaskan


sensasi tekanan yang akan dirasakan selama
kateter dimasukkan.
Ata\ur supaya ada perawat tambahan untuk
membantu, jika perlu.

4.

Rasional
Membantu melihat meatus urinarius pada
klien wanita.
Memberikan prifasi kepada klien.
Mencegah kotornya sprei tempat tidur.
Pemeliharaan kebersihan perineum
sebelum memasang kateter akan
mengurangi resiko ISK. Memberikan
kesempatan untuk memeriksa meatus
uretra wanita tau untuk meretraksi
repusium pada pria yang belum
disurkumsisi.
Klien yang mampu, dapat melakukan
perawatan perineum secara mandiri.
Apabila kateter menetap akan
diinsersi,plester, pita elastis, atau penjepit
akan membantu memfikasasi posisi
kateter, sehingga mencegah troma pada
sfingter uretra eksterna.
Menjadi wadah aliran urin jika kateter
intermiten digunakan atau keteter
indweling tidak terlebih dahulu dipasang
pada kantung urin.
Untuk penampungan spesimen urin.
Mengurangi ansietas dan meningkatkan
kerjasama.
Mungkin diperlukan untuk membantu
memposisikan klien yang dipenden.
Meningkatkan penggunaan mekanika

5.
6.
7.

8.
9.
10.
11.

12.

13.
14.
15.
16.
17.

Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian yang


nyaman untuk melakukan pekerjaan.
Cuci tangan
Posisi perawat menghadap klien, berdiri di
sebelah kiri tempat tidur, jika anda ingin
menggunakan tangan kanan(berdiri di sebelah
kanan tempat tidur jika anda akan menggunakan
tangan kiri). Bersihkan meja disisi tempat tidur
dan atur peralatan
Naikkan posisi pengaman tempat tidur pada sisi
yang berlawanan dengan tempat anda berdiri.
Tutup gorden atau biliki ruangan
Letakkan alas kedap air dibawah klien.
Atur posisi klien:
a. wanita : bantu untuk mengambil posisi dorsal
rekumben (terlentang dengan lutut ditekuk).
Minta klien untuk merelaksasi paha sehingga
paha dapat dirotasi kearah luar (tungkai dpaat
ditopang denga bantal), atau posisikan klien
dalam posisi berbaring miring (sims) dengan
menekuk lututnya, apabila klien tidak mampu
mengambil posisi terlentang (opsional).
b. pria : bantu untuk menganmbil posisi dengan
paha sedikit diabduksi
Selimuti klien :
a. wanita : selimuti klien dengan selimut mandi.
Tempatkan selimut dalam bentuk limas diatas
klien. Satu sudut pada bagian leher, satu sudut
pada setiap lengan dan sudut terakhir diatas
perineum. Tinggikan gaun diatas panggul.
b. pria : selimuti badan bagian atas dengan
selimut mandi dan tutupi ekstremitas bagian
bawah dengan sprei tempat tidur sehingga hanya
bagian genetalia yang terpajang
Kenakan sarung tangan sekali pakai. Bersihkan
daerah perineum dengan air dan sabun, sesuai
kebutuhan, keringkan.
Lepas dan buang sarung tanag yang telah dipakai.
Cuci tangan.
Posisikan lampu untuk menyinari daerah
perineum (apabila menggunakan sebuah senter,
minta seorang asisten untuk memgangnya).
Buka peralatan kateterisai dan kateter (apabila
dikemas terpisah) sesuai dengan petunjuk
penggunaannya
Kenakan sarung tangan steril

tubuh yang benar dan aman.


Meningkatkan penggunaan mekanika
tubuh yang benar.
Mengurangi penularan infeksi
Keberhasilan insersi kateter dapat dicapai,
jika posisi perawat nyaman dan semua
peralatan mudah dijangkau.

Meningkatkan keamanan klien.


Memeberikan privasi dan meningkatkan
relaksasi.
Mencegah mengotori seprei tempat tidur.
Memungkinkan untuk meliha struktur
perineum dengan baik. Ubah posisi jika
klien tidak dapat mengabduksi tungkai
pada senggi pinggil (sendi artritis). Posisi
ini juga dapat lebih nyaman untuk klien
sanggah klien dengan bantal, jika perlu,
unutuk mempertahankan posisi.
Posisi terlenyang mencegah ketegangan
otot abdomen dan panggul.
Hindari pajanan bagian bagian tubuh
yang tidak perlu dan pertahankan
kenyaman.

Keberadaan mikroorganisme dikurangi.


Mencegah penularan mikroorganisme.
Memungkinkan identifikasi yang akurat
dan terlihat meatus uretra dengan baik.
Mencegah transfer mikroorganisme dari
permukaan tempat kerja keperawatan
steril.
Memungkinkan penanganan peralatan
steril tanpa kontaminasi.

18.

19.

20.

21.

22.
23.

Atur suplai diatas daerah yang steril. Buka bagian


dalam kemasan steril yang berisi kateter.
Tuangkan larutan antiseptik steril kedalam wadah
yang berisi bola kapas steril. Buka paket yang
berisis lubricant. Pindahkan wadah spesimen
(penutup harus dipasang longgar diatasnya) dan
spuit yang sudah terlebih dahulu diisi dari
kompartenen pengumpul pada troli kelapangan
yang steril.
Sebelum menginsersi kateter mentap tes belon
dengan menginjeksi cairan dari spuit yang berisis
cairan, kedala katup balon. Balon harus
menggembung maksimal tanpa bocor. Tarik
kembali cairan dan tinggalkan spuit dipintu
masuk kateter, jika memnungkinkan.
Pasang duk steril :
A. wanita : buat sisi bagian atas duk membentuk
manset siatas kedua tangan perawat. Tempatkan
duk diatas tempat tidur diantara paha klien.
Selipkan ujung yang dibentuk manset tepat
dibawah bokong, berhati- hatilah supaya sarung
tangan tidak meyentuh permukaan yang
terkontaminasi. Angkat duk steril bolong dan
biarkan duk tetap tidak terlipat tanpa menegntuh
objek nonsteril. Tempatkan duk pada perineum
sehingga labia terlihat dan pastika itu tidak
menyentuh permukaan yang terkontaminasi.
b. pria : tempatkan duk diatas paha tepet dibawah
penis. Angkat duk bolong. Buka lipatan duk dan
pasang diatas penis dengan celah yang bolong
ditempatkan diatas penis.
Tempatkan peralatan steril dan isisnya pada duk
steril diantara paha klien, dan buka wadah
spesimen urin (jika diperlukan), menjaga
permukaan bagian dalam tetap steril.
Oleskan lubrikan disepanjang sisi ujung kateter :
a. wanita : 2,5-5 cm
b. pria : 7,5-12,5
Bersihkan meatus uretra :
a. wanita :
1. dengan tangan yang tidak dominan, pretraksi
labia dengan hati-hati sehingga keseluruhan
meatus uretra terlihat. Perlihatkan posisi
tanganyang tidak dominan ini selama pelaksanaa
prosedur.
2. dengan tangan yang dominan, ambil bola kapas
dengan forsep dan bersihkan daerah perineum,
manghapusnya dari arah depan kebelakang, dsari
klitoris ke anus. Gunaka bola kapas yang baru
untuk setiap apusan : pada sepnjang daerah yang

Mempertahankan asepsis bedah dan


mengatur daerah tempat kerja. Semua
aktifitas yang membutuhkan penggunaan
kedua tangan anda harus diselesaikan,
sebelum memversihkan meatus uretra.

Memeriksa integritas balon. Balon yang


bocor atau tidak menggembung dengan
tepat tidak boleh digunakan.

Permukaan luar duk yang emnutupi


tangan anda tetap steril sampai duk
menyentuh bokong. Duk steril yang
menyentuh sarung tangan steril adalah
steril. Mempertahankan sterilitas
permukaan tempat kerja.

Memungkinkan akses keperawatan


menjadi mudah selama insersi kateter.
Memungkinkan kemudahan insersi ujung
kateter ke maetus uretra.
Memungkinkan visualisasi seluruh
meatus. Retraksi penuh mencegah
kontaminasi meatus selama proses
pembersihan. Menutupnya labia selama
proses pembersiahan menyebabkan
perlunya pengulangan prosedur karena
daerah tersebut telah terkontaminasi.
upaya membersihkan mengurangi jumlah
mikroorganisme di meatus uretra.
Penggunaan sebuah bola kapas tunggal
untuk setiap apusan mencegah transfer
mikroorganisme. Gerakan pembersihan

24.

25.

dekat deangan lipatan labia, sepanjang daerah


yang jauh dari lipatan labia, dan secara langsung
pada meatus.
b. pria :
1. apabila klien tidak di sirkumsisi, retraksi
perepusium dengan tanag yang tidak dominan.
Pegang batang penis, tepat dibawah glands.
Retraksikan meatus uretra dengan menggunanakn
ibu jari dan jari telunjuk. Pertahankan tangan
yang tidak dominan pada posisi ini selama proses
insersi kateter.
2. dengan tangan yang domina, ambil bola kapas
dengan forsep dan bersihkan penis. Mulai dari
meatus . lanjutkan sampai kearah bawah batang
penis dengan menggunakan gerakan melingkar.
Ulangi proses ini tiga kali, dengan mengganti
bola kapas setiap kali proses.
Ambil kateter dengan tangan dominan yang telah
menggunakan sarung tangan sekitar 5 cm dari
ujung kateter. Pengang ujung kateter dan lekuk
dengan longgar ditelapak tangan yang tidak
dominan . letakkan ujung distal kateter dibawah
penampang urin(jika kateter belum dipasang ke
saluran atau kantung urin).
Insersi kateter :
a. wanita : pegang kateter di tanagn yang
dominan dan tangan yang tidak dominan
melanjutkan tindakan meretraksi labia.
1. minta klien mengambil napas dalam, insersi
kateter melalui meatus secara perlahan. (apabila
tidak ada urin yang muncul setelah selang
diinsersi beberapa cm, kateter mungkin masuk
kedalam vagina. Apabila kateter masuk kedalam
vagina, biarkan ditempat, kemudian ambil dan
insersi kateter lain kemudian lepaskan kateter
yang pertama.)
2. masukkan kateter sekitar 5-7,5 cm pada orang
dewasa, 2,5 cm pada anak, atau sampai urine
keluar. Apabila menginsersi kateter menetap,
masukkan lagi 5 cm setelah urine keluar. Apabila
ada tahanan, jangan memaksa kateter untuk
masuk.
3.lepaskan labia dan pegang kateter dengan aman
menggunakan tangan yang tidak dominan.
b. Pria : tinggikan penis reposisi perpendikular
terhadap tubuh klien dan berikan sinar ke arah
atas penis yang telah ditarik :
1. minta klien untuk berusaha keras untuk
mengedan kebawah seperti pada saat berkemih,
insersi kateter melalaui meatus secara perlahan.

dimulai dari daerah yang kontaminasinya


paling kecil kedaerah yang
kontaminasinya paling luas. Tangan
dominan tetap steril. Meminimalkan
peluang terjadinya ereksi.(apabila ereksi
terjadi, hentikan prosedur). Lepaskan
prepusium atau turunnya penis selama
proses pembersihan menyebabkan
perlunya pengulangan proses karena
daerah tersebut telah terkontaminasi.
Mengurangi jumlah mikroorganisme di
meatus dan pembersihan bergerak dari
daerah yang kontaminasinya minimal ke
daerah yang kontamiasinya maksimal.
Tangan yang dominan tetap steril.
Penampungan urin mencegah kotornya
seprei tempat tidur dan
memungkinkanpengukuran haluaran urine
yang akurat.

Relaksasi sfingter eksterna membantu


insersi kateter. (kateter divagina tidak lagi
steril.) meninggalkan kateter yang pertama
akan mencegah salah masuknya kateter
kedua kedalam vagina.
Uretra wanita berukuran pendek. Urin
yang keluar mengindikasikan bahwa
ujung kateter berada di dalam kandung
kemih atau uretra bagian bawah. Balon
kateter mentap harus dimasukkan kedalah
kandung kemih. Insersi yang dipaksakan
dapat membuat trauma pada uretra.
Kontraksi kandung kemih atau sfingter
dapat menyebabkan keteter keluar secara
tidak sengaja.
Meluruskan kanal uretra untuk
memudahkan insersi kateter.
Relaksasi sfingter eksterna membantu
insersi kateter.
Uretra pada pria dewasa berukuran
panjang. Keluarnya urine mngindikasikan
bahwa ujung kateter berada di dalam
kandung kemih atau uretra. Pemasukkan
kateter yang lebih jauh akan memastikan
penempatan kateter didalam kandung
kemih. Tahanan pada jalanan masuk

26.

27.

28.
29.

30.

2. masukkan kateter 17,5-22,5 cm pada orang


dewasa , 5-7,5 cm paada anak kecil, atau samapi
urin keluar. Apabila ada tahanan, jangan
memaksa kateter untuk masuk ke uretra.
Insersi kateter :
b. pria
apabila menginsersi kateter menetap, masukkan
lagi sepanjang 5 cm setelah urin keluar.
3. lepaskan penis dan tahan kateter dengan kuat
menggunakan tangan yang tidak dominan.
Kumpulka spesimen urine sesuai kebutuhan: isi
mangkuk atau botol spesimen sampai tingkat
tertentu (20-30 ml) dengan memegang bagian
pangkal kateter ditangan yang dominan, diatas
mangkuk (atau kumpulkan spesimen dari kantung
drainase yang steril). Dengan tangan yang
dominan, tekuk kateter untuk menghentikan
sementara aliran urin dan kemudian lepaskan
kateter untuk memungkinkan sisa urin didalam
kandung kamih keluar kedalam penampang
pengumpul. Tutup masuk spesimen dan letakkan
di pinggir untuk diberi label.
Biarkan kansung kemih benar- benar kosong
(kecuali kebijakan lembaga membatasi volume
maksimal urin yang keluar dalam setiap
kateterisasi. )
Lepaskan kateter intermeten sekali pakai. Tarik
kateter dengan perlahan dan lembut sampai
terlepas.
Gembungkan balon kateter menetap :
a. saat memegang kateter di meatus urinarius
dengan tangan yang tidak dominan, pegang
pangkal kateter, letakkan diantara dua jari.
b. dengan mengguakan tangan yang dominan,
pasang spuit (jika belum terpasang)ketempat
injeksi pada pangkal kateter.
c. injeksi sejumlah total larutan secara perlahan.
Apabila klien mengeluh nyeri yang tiba tiba,
aspirasi larutan dan masukkan kateter lebih jauh
jangan menginjeksikan cairan melebihi ukuran
balon.
d. setelang menggembungkan balon sampai
maksimal, lepaskan kateter dari tangan yang tidak
dominan dan tarik dengan perlahan untuk
merasakan adanya tahanan. Kemudian masukkan
kateter sedikit lagi kedalam kandung kemih.
Lepaskan spuit.
Sambungkan pangkal kateter keselang

kateter dapat disebabkan oleh striktur atau


pembesaran prostat.
Memastikan bahwa balon telah masuk
kedalam kandung kemih.
Kontraksi kandung kemih atau sfingter
dapat menyebabkan keluarnya kateter
yang tidak disengaja.

Memungkinkan diperolehnya spesimen


steril untuk analisis kultur.

Urin yang tertahan dapat menjadi


reservoar pertumbuhan mikroorganisme.
(pengosongan volume dengan cepat dan
dalam jumlah yang besar dapat
menyebabkan pembuluh darah memebesar
serta menimbulkan syok hopovolemik).
Meminimalkan rasa tidak nyaman klien.
Kateter harus ditahan pada saat spuit
dimanipulasi.
Pintu masuk injeksi terhubung dengan
lumen yang menuju ke balon.
Balon didalam kandung kemih
digembungkan. Apabila posisi balon
didalam uretra tidak tepat, nyeri terjadi
selama proses penggembungan.
Pengembungan balon menahan ujung
kateter di tempatnya, diatas pintu masuk
kandung kemih untuk mencegah kateter
terlepas. Menarik kateter dengan perlahan
memastikan selang terpasang dan tertahan
dengan benar. Memasukkan kateter lebih
jauh, meminimalkan tekana pada leher
kandung kemih.
Sistem tertutup untuk drainase urine

penampung dan kantung drainase, kecuali sudah


disambungkan. Tempatkan kantung pada posisi
tergantung jangan letakkan kantung di kerangka
pengaman tempat tidur.

31.

32.

33.
34.

35.

36.
37.
38.
39.
40.

Fiksasi kateter :
a. wanita : gunakan tali elastis atau plester untuk
menfikasasi kateter kebagian dalam paha.
Biarkan sedikit longgar sehingga gerakan paha
tidak menimbulkan tegangan pada kateter.
b. pria : tempelkan kateter pada bagian atas paha
atau abdomen bagian bawah (penis diarahkan ke
abdomen) dengan menggunakan plester.
Penempelan kateter dilakukan dengan kendur
sehingga gerakan tidak akan menyebabkan
ketegangan pada keteter.
Pastikan bahwa tidak ada hambatan atau lekukan
pada selang. Tempetkan sisa lekukan selang
diatas tempat tidur dan kaitkan pada bagian
bawah seprei tempat tidur dengan peniti dari set
drainase atau dengan pita karet dan peniti
pengaman.
Lepaskan sarung tangan dan buang peralatan,
duk, serta urine di wadah yang tepat.
Bantu klien untuk mengambil posisi yang
nyaman. Ketika mengenakan sarung tangan yang
bersih, bersihkan dan keringkan area perineum
sesuai kebutuhan.
Instruksikan posisi berbaring di tempat tidur pada
klien yang menggunakan kateter :
Berbaring miring menghadap ke sistem drainase
dengan posisi kateter dan selang diletakkan pada
paha bagian bawah atau berbaring miring
membelakangi sistem drainase dengan posisi
kateter dan selang terletak diantara tungkai.
Peringatkan klien untuk tidak menarik kateter.
Cuci tangan
Palpasi kandung kemih dan tanyakan kenyamana
klien.
Observasi karakter dan jumlah urine didalam
sistem drainase.
Lapor dan catat tipe serta ukuran kateter yang
diinsersi, jumlah cairan yang digunakan untuk
menggembungkan balon, dan krakteristik serta
jumlah urin.

dibuat titik posisi kantung drainase yang


menggantung meningkatkan aliran urin
menjauhi kandung kemih. Kantung yang
di tempelkan pada pengaman tempat tidur,
ketinggian dapat berada di atas ketinggian
kandung kemih, pada saat pengaman
tersebut dinaikkan.
Menempelkan kateter meminimalkan
trauma pada uretra dan meatus selama
klien melakukan geraka. Kateter yang
diposisikan diatas paha mencegah
tertekuknya selang. Tali elastis atau plester
non alergik mencegah iritasi kulit.
Menempelkan kateter pada abdomen
bagian bawah diduga mebgurangi tekana
uretra pada sambungan penis dan skrotum
sehingga mengurangi kemungkinan
terjadinya nekrosis jaringan.
Pemasangan selang yang paten
memastikan urin mengalir dengan bebas
yang dipengaruhi oleh gaya grafitasi dan
mencegah aliran balik urine kedalam
kandung kemih.
Mencegah penularan mikroorganisme.
Mempertahankan kenyamanan dan
keamanan klien.
Urin harus keluar dengan bebas tanpa
hambatan. Meletakkan kateter dibawah
ekstre tekanan berat tubuh klien pada
selang. Apabila klien berbaring miring
membelakangi sistem drainase selang
sebaiknya tidak diletakkan di paha bagian
atas, karena hal ini akan memaksa urin
untuk mengalir keatas.
Mengurangu trauma pada meatus uretra.
Mengurangi penyebaran infeksi.
Untuk menentukan adanya penurunan
distensi.
Tetapkan apakah urin mengalir secara
adekuat.
Mendokumentasikan dan
mengomunikasikan informasi yang
berhubungan kepada semua anggota tim
kesehatan.

Prioritas, maka metode katerisasi intermiten adalah yang terbaik. Katerterisasi intermiten juga
dianjurkan untuk individu yang mengalami cedera medula spinalis, yang tidak dapat
megontrol kandung kemihnya.Dengan pengeluaran urine secara intermiten dari kandung
kemih secara rutin, klien ini lebih sedikit mengalami infeksi. Kateterisasi menetap digunakan
jika diperlukan pengosongan kansung kemih dalam jangka panjang. Kotak diatas meguraikan
tentang indikasi khusus kateterisasi.
Insersi kateter. Kateterisasi uretra memerlukan resep dokter. Perawat harus menggunakan
teknik aseptik secara ketat. Mangetur peralatan sebelum pelaksanaan prosedur akan
mencegah interupsi. Langkah langak untuk menginsersi kateter menetap dan kateter lurus
sekali pakai pada dasarnya sama. Perbedaanya terletak pada prosedur yang dilakukan untuk
menggembungkan balon kateter menetap dan menfiksasi kateter. Prosedur 46-2 memuat
langkah langkah kateterisasi uretra pada wanita dan pria.
Sistem drainase tertutup. Setelah menginsersi sebuah kateter menetap, perawat
memepertahankan sistem drainase urin yang tertutup untuk meminimalkan resiko infeksi.
Kantung drainase urin terbuat dari plastik dan dapat menampung 1000 1500 ml urine.
Kantung tersebut digantungkan pada kerangka tempat tidur atau kursi goyang tanpa
menyentuh lantai. Jangan pernah menggantung kantung di pengaman tempat tidur karena
kantung tersebut dapat dinaikkan tanpa sengan sampai ketinggiannya melebihi kandung
kemih.
Ketika klien berjalan, perawat atau klien membawa kantung urine di bawah pinggang klien.
Perawat atau personel pelayanan kesehatan lain tidak boleh menaikkan kantung dan selang
drainase melbihi ketinggian kandung kemih.
Sebagian besar kantung dilengkapi dengan katup antirefluks untuk mencegah urine didalam
kantung kembali memasuki selang drainase dan mengontaminasi kandung kemih klien.
Sebuah klep di bagian dasar kantung merupaka alat untuk mengosongkan kantung urine.
Klep harus selalau di klem, keuali selama proses pengosongan, dan dimasukkan klep di
kantung pelindung yang terletak pada sisi kanting. Untuk menjaga kepatenan sistem drainase,
perawat memeriksa adanya lipatan dan lekukan pada selang, hindari memposisikan klien
diatas selang dreinase, dan monitor adanya bekuan darah atau sedimen yang dapat
menyumbat selang penampung.
Perawatan kateter rutin. Klien yang terpasang menetap membutuhkanperawatan khusus.
Tindakan keperawatan diarahkan kepada tindakan pencegahan infeksi dan mempertahankan
kelancaran aliran urine pada sistem drainase kateter.
Asupan cairan. Semua klien yang terpasang kateter harus mengkonsumsi cairan sebanyak
2000-2500 ml per hari, jika diizinkan. Jumlah cairan ini dapat diperoleh dari asupan oral atau
infus intravena. Asupan cairan dalam jumlah besar menghasilkan jumlah urin yang besar,
yang membilas kandung kemih dan menjaga selang kateter bebas dari sedimen.
Hygiene Perineum. Pembentukan sekresi atau kusta pada tempat insersi kateter yang
merupaka sumber iritasi dan potensial menyebabkan infeksi. Perawat memberikan perawatan

kebersihan perineum sekurang kurangnya dua kali sehari atau sesuai kebutuhan klien yang
terpasang kateter akibat retensi. Sabun dan air efektif mengurangi jumlah organisme di
sekitar uretra. Perawar tidak boleh memasukkan kateter kedalam kandung kemih selama
membersihkan perineum walaupun tidak di sengaja karena hal ini dapat membawa resiko
masuknya bakteri.
Perawatan kateter. Selain merawat kebersihan perineum secara rutin, banyak institusi
merekomendasikan upaya klien yang terpasang keteter mendapatkan perawatan khusus tiga
kali sehari dan setelah defekasi atau inkontinensia usus untuk membantu meminimalkan rasa
tidak nyaman dan infeksi (prosedur47-3.)
Perawatan Ostomi. Untuk klien yang mendapatkan diversi urinarius, diperlukan asuhan
keperawatan khusus untuk mencegah terjadinya komplikasi yang terkait dengan peralatan
penampung feces. Pemasangan peralatan yang tepat dan rapat sangan penting untuk
mencegah terpajannya kulit dengan urin secraa konstan. Urin yang tetap bersentuhan dengan
kulit kerusakan dan menyebabkan terkelupasnya epitel pada permukaan kulit. Apabila hal ini
terjadi, peralatan tidak akan menempel dan kebocoran menjadi masalah utama. Urine secara
konstan diproduksi sehingga kantung mungkin perlu sering dikosongkan sepanjang hari dan
mungkin perlu dihubungkan dengan kantung drainase yang lebih besar untuk penggunaan
pada malam hari.
Indikasi Kateterisasi
Kateterisasi intermiten
Meredakan rasa tidak nyaman akibat distensi kandung kemih, ketentuan untuk
menurunkan distensi.
Mengambil spesimen urine yang steril.
Mengkaji residu urin setelah mengosongkan kandung kemih.
Penatalaksanaan jangka panjang klien yang mengalami cedera medula spinalis,
degenerasi neuromuskular, atau kandung kemih yang tidak kompeten.
Kateterisasi menetap jangka pendek
Obstruksi pada aliran urine (pembesaran prostat).
Perbaikan kandung kemih, uretra, dan struktur disekelilingnya melalui pembedahan.
Mencegah obstruksi uretra akibat adanya bekuan darah.
Mengukur haluaran urine pada klien yang menderita penyakit kritis.
Irigasi kandung kemih secara intermiten atau secara berkelanjutan.
Kateterisasi menetap jangka panjang
Retensi urine yang berat disertai episode ISK yang berulang.
Ruang kulit, ulkus, atau luka iritasi akibat kontak dengan urin.
Penderita penyakit terminal yang merasa nyeri ketika linen tempat tidur diganti.

PENCEGAHAN INFEKSI
Klien yang diketetrisasi dapat mengalami infeksi melalui berbagai cara. Mempertahankan
sistem drainase urin tertutup merupakan tindakan yang penting untuk mengontrol infeksi.

Sistem yang rusak dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme. Daerah yang memiliki
resiko ini adalah daerah insersi kateter, kantung draenase, sambungan selang, klep dan
sambungan antara selang dengan kantung.
Selain itu, perawat memantau kepatenan sistem untuk mencegah terkumpulnya urine dalam
selang. Urine didalam kantung draenase merupakan medium yang sangat baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri dapat berjalan menaiki selang drainase untuk
berkembang di tempat berkumpulmya urine. Apabila urine ini kembali mengalir kembali
kedalam kandung kemih klien, kemungkinan akan terjadi infeksi. (yoshikawa 1993) telah
mendemonstrasikan bahwa hampir 100% klien yang terpasang kateter berada dalam status
bakteri uria setelah 3 sampai 4 minggu. Telah tersedia anjuran tentang cara untuk mencegah
infeksi pada klien yang dikateterisasi.
Irigasi dan instilasi kateter. Untuk mempertahankan kepatenan kateter urine menetap,
kadang kadang perlu untuk mengirigasi atau menbilas kateter. Darah, pus, atau sedimen
dapat terkumpul didalam selang dan menyebabkan ditensi kandung kemih. Serta
menyebabkan urine tetpa berada di tempatnya. Masukknya larutan steril yang diprogamkan
oleh dokter akan membersihkan selang dari materi yang terakumulasi didalamnya. Untuk
klien yang mengalami infeksi kandung kemih, dokter dapat memprogamkan irigasi kandunng
kemih yang larutannya terdiri dari larutan antiseptik atau antibiotik untuk membersihkan
kandung kemih atau mengobati infeksi lokal. Kedua irigasi tersebut menerapkan teknik
asepsis steril.
Sebelum melakukan irigasi, perawat mengkaji kateter untuk melihat adanya penyumbatan.
Apabila jumlah urine didalam kantung dreisase lebih sedikit dari pada asupan cairan klien
atau kurang dari haluaran selama periode shift sebelumnya, mungkin terjadi penyumbatan
pada selang. Apabila urine tidak keluar dengan bebas , perawat dapat memijat- mijat selang.
Pemijatan dilakukan dengan menekan kemudian melepaskan tekanan pada selang drainase
dengan kuat secara bergantian. Pemijatan yang dilakukan oleh perawat ini harus selalu
dimulai dari arah klien ke kantung drainase sehingga bekuan darah atau sedimen tidak akan
didorong masuk kembali kedalam kateter.
Perawatan Kateter Menetap
No Langkah
1.
Kaji adanya episode inkontinesia usus atau laporan dari
klien bahwa ia merasa tidak nyaman pada daerah
insersi kateter. (adanya pengeluaran kemih yang sering
juga dapat dikaji berdasarkan kebijakan lembaga).
2.

Persiapan peralatan dan perlengkapan yang diperlukan:


a. set perawatan kateter:
1. sarung tangan
2. bola kapas atau swap aplikasi
3. handuk dan lap badan yang bersih
4. sabun dan air hangat
5. salep antibiotik (periksa kebijakan lembaga)
b. selimut mandi
c. alas penyerap yang kedap air

Rasional
Akumulsi sekresi atau feses
menyebabkan iritasi pada
jaringan perineum dan
menjadi sumber pertumbuhan
bakteri.
Memastikan prosedur sesuai
dengan yang telah
diprograman.
Digunakan untuk menutupi
klien.
Mencegah sprei tempat tidur
supaya tidak kotor.

3.

Jelaskan prosedur kepada klien. Tawarkan kesempatan


untuk melakukan perawatan diri pada klien yang
mampu.

4.
5.

Tutup pintu atau gorden pada sisi tempat tidur .


Cuci tangan

6.

Atur posisi klien :


a. wanita : posisi dorsal rekumben
b. pria : posisi terlentang
Tempatkan alas kedap air dibawah klien.

7.
8.
9.
10.
11.

12.

13.

14.
15.

Letakkan selimut mandi pada seprei tempat tidur


sehingga hanya daerah perinium yang terlihat.
Kenakan sarung tangan.
Lepaskan peralatan penahan untuk membebaskan
selang kateter.
Dengan tangan yang tidak dominan :
a. wanita : retraksi labia dengan perlahan untuk
memperlihatkan seluruh meatus uretra dan tempat
insersi kateter, pertahankan posisi tangan selama
prosedur.
b. pria : retraksi prepusium, jika tidak di sirkumsisi dan
pegang batang penis tepat dibawah glands, pertahankan
posisi tersebut selama prosedur.

Kaji meatus uretra dan jaringan di sekelilingnya untuk


melihat adanya inflamasi, pembengkakan, dan rabas.
Catat jumlah, warna, bau, dan konsestensi rabas.
Tanyakan mengenai rasa tidak nyaman atau sensasi
terbakar yang dirasakan oleh klien
Bersihkan jaringan perineum :
a. wanita : gunakan lap bersih, sabun, dan air.
Bersihkan kearah anus. Ulangi proses untuk
membersihkan labia minora dan kemudian bersihkan
didaerah sekitar meatus uretra dengan gerakan kearah
kateter. Pastikan anda membersihkan setiap sisi
meatus. Keringkan daerah tersebut dengan baik.
b. pria :sambil melebarkan meatus uretra, bersihkan
daerah disekitar kateter terlebih dahulu dan kemudian
bersihkan dengan gerakan sirkular disekitar meatus dan
galands.
Kaji kembali meatus uretra untuk melihat adanya rabas
Dengan menggunakan handuk ,sabun, dan air,
bersihkan dengan gerakan sirkular disepanjang selang
kateter, sepanjang 10 cm.

Mengurangi ansietas dan


meningkatkan kerjasama.
Rasa malu dapat memotifasi
klien untuk melakukan
praktik hygien secara mandiri.
Mmpertahankan privasi klien.
Mengurangi penularan
infeksi.
Memastikan bahwa jaringan
perinium mudah dijangkau.
Mencegah seprei tempat tidur
supaya tidak kotor.
Mencegah pemaparan bagian
tubuh yang tidak perlu.

Memungkinkan visualisasi
meatus uretra secara
keseluruhan. Meretraksi
secara keseluruhan, mencegah
kontaminasi meatus pada
waktu dibersihkan.
Penutupan labia atau
penurunan penis secara tidak
sengaja selama prosedur
pembersihan , memerlukan
pengulangan prosedur.
Menentukan adanya infeksi
setempat dan status hygien

Mengurangi jumlah
mikroorganisme pada meatus
uretra. Penggunaan lap bersih
mencegah perpindahan
mikroorganisme.
Tindakan pembersihan
dilakukan dari daerah yang
terkontaminasinya paling
sedikit ke daerah yang
kontaminasinya paling
banyak.
Mementukan lengkap atau
tidaknya pembersihan.
Mengurangi adanya sekresi
atau drainase pada permukaan
bagian luar kateter.

16.
17.
18.
19.

Oleskan salep antobiotik pada meatus uretra dan pada


kateter sepanjang 2,5 cm jika diprogramkan oleh
dokter atau merupakan bagian dari kebijakan lembaga.
Tempatkan klien pada posisi aman dan nyaman.
Buang perlengkapan dan sarung tangan yang
terkontaminasi serta cuci tangan.
Catat dan laporkan kondisi jaringan perineum,waktu
prosedur dilakukan, respons klien, dan adanya kelainan
yang terjadi.

Semakin mengurangi
pertumbuhan mikroorganisme
pada tempat insersi.
Meningkatkan rasa nyaman.
Mencegah penyebaran
infeksi.
Memberikan data untuk
mendokumentasikan prosedur
dan menginformasikan pada
staf kesehatan tentang kondisi
klien.

Burgener (1987) merekomendasikan supaya sistem tertutup dipertahankan selama irigasi atau
instilasi yang bersifat intemiten. Perawat menggunakan spuit steril dengan kapasitas yang
menampung 30 50 ml dengan jarum berukuran 19-22 yang memiliki panjang 1 inci, untuk
memasukkan saluran yang diprogamkan kedalam kateter. Teknik ini efektif untuk mengirigasi
kateter yang tersumbat sebagian atau untuk instilasi kansung kemih. Langkah langka untuk
menggunakan sistem tertutup ini terdapat dalam prosedur 46-4.
Upaya irigasi intermiten tunggal lebih aman dan mengurangi kemungkinan pemaparan
infeksi ke dalam saluran kemih. Ada dua metode tambahan untuk irigasi kateter. Salah
satunya ialah sistem irigasi kansung kemih secara tertutup (prosedur 46-4). Sistem ini
memungkinkan seringnya irigasi itermiten atau kontinu tanpa gangguan pada sistem kateter
steril. Sistem ini paling sering digunakan pada klien yang menjalani bedah genitourinaria dan
yang kateternya beresiko mengalami penumbatan oleh fragmen lendir dan bekuan darah.
Sistem lain dilakukan dengan membuka sistem drainase tertutup untuk menginstilasi irigai
kandung kemih (prosedur 46-4). Teknik ini menimbulkan resiko lebih besar untuk terjasinya
infeksi. Namun demikian, teknik ini mungkin diperlukan saat kateter tersumbat dan kateter
tidak ingin diganti dalam kurun setelah pembedahan prostat.
Melepaskan kateter menetap. Saat mengangkat sebuah kateter menetap,perawat
meningkatkan fungsi normal kandung kemih dan mencegah troma pada uretra.
Untuk mengangkat kateter, perawat memerlukan sebuah handuk sekali pakai yang bersih ,
sebuah wadah sampah, dan sebuah spuit steril yang ukurannya sama dengan volume larutan
didalam balon kateter yang digembungkan.sarung tanagan sekali pakai juga di
rekomendasikan. Pada ujung setiap kateter tertera sebuah label yeng meenrangkan volume
laruatan (5-30 ml) didalam balon.
Perawat memposisikan klien dalam posisi yang sama dengan posisi selama kateterisasi.
Beberapa institusi merekomendasikan untuk mengumpulkan spesimen urine steril pada
kesempatan ini atau mengirmkan ujung kateter untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas.
Setelah melepas plester, perawat menempatkan handuk diantara paha klien wanita atau diatas
paha klien pria . perawat menginsersi spuit kedalam tempat injeksi. Kebanyakan tempat
injeksi merapat dengan sendirinya dan hanya ujung spuit yang perlu dimasukkan. Perawat
dengan perlahan menarik seluruh larutan untuk mengempiskan balon secara total apabila
sebagian laruatan tertinggal, balon yang sudah dikempiskan sebagian akan membuat saluran
uretra mengalami trauma pada saat kateter diangkat. Setelah mengempiskan balon, perawat

menjelaskan bahwa klien mungkin akan merasakan suatu sensai terbakar saat kateter ditarik.
Perawat kemudian mearik kateter keluar secara lembut dan perlahan.
Normal bagi klien untuk mengalami disuria, khususnya apabila kateter telah terpasang selama
beberapa hari atau beberapa minggu. Kateter menyebabkan inflamasi pada kanal uretra. Klien
mungkin juga mengeluarkan urine dengan sering sampai kansung kemih memperoleh
kembali tonusnya secara utuh.
Perawat mengkaji fungsi berkemih klien dengan mula- mula memperhatikan pengeluaran air
kamih setelah kateter diangkat dan mendokumentasi waktu serat jumalh penegluaran urin
selama 24 jam berikutnya. Apabila jumalah urine yang dikeluarkan kecil, dibutuhkan
epngkajian distensi kandung kemih yang sering, apabila lebih dari 8 jam tidak terjadi
pengeluaran kemih, mungkin kateter perlu diinsersi kembali ke dalam kateter.
Burgerner (1987) merekomendasikan supaya system tertutup dipertahankan selama irigasi
atau instilasi yang bersifat interminten.perawat menggunakan spuit steril dengan kapasitas
yang menampung 30 sampai 50 ml dengan jarum berukuran 19 sampai 22 yang memiliki
panjang 1 inci, untuk memasukan larutan yang diprogramkan kedalam kateter. Teknik ini
efektif untuk mengirigrasi kateter yang tersumbat sebagaian atau untuk instilasi kandung
kemih. Langkah-langkah untuk menggunakan system tertutup ini terdapat dalam prosedur 464. Upaya irigasi intermiten tunggal lebih aman dan mengurangi kemungkinan pemaparan
infeksi kedalam saluran kemih. Ada 2 metode tambahan untuk irigasi kateter.salah satunya
ialah system irigasi kandung kemih secara tertutup. System ini memungkinkan seringnya
irigasi intermiten atau kontinue tanpa gangguan pada system kateter steril. System ini paling
sering digunakan pada klien yang mengalami bedah genitourinaria dan yang kateter nya
beresiko mengalami penyumbatan oleh frakmen lendir dan bekuan darah. Sitsem lain
dilakukan dengan membuka system drainase tertutup untuk menginstilasi irigasi kandung
kemih. Teknik ini menimbulkan resiko lebih besar untuk terjadinya infeksi. Namun demikian
teknik ini mungkin diperlukan saat kateter tersumbat dan kateter tidak ingin diganti (misalnya
: setelah pembedahan prostat).
Melepaskan kateter menetap. Saat mengangkat sebuah kateter menetap, perawat
meningkatkan fungsi normal kandung kemih dan mencegah trauma pada uretra.
Untuk mengangkat kateter, perawat memerlukan sebuah handuk sekali pakai yang bersih,
sebuah wadah sampah, dan sebuah spuit steril yang ukurannya samadengan volume larutan
didalam balon kateter yang digembungkan. Sarung tangan sekali pakai juga
direkomendasikan. Pada ujung setiap kateter tertera sebuah label yang menerangkan volume
larutan (5-30 ml) didalam balon.
Perawat memposisikan klien dalam posisi yang samadengan posisi selama katerisasi.
Beberapa institusi merekomendasikan untuk mengumpulkan specimen urin steril pada
kesempatan ini atau mengirimkan ujung kateter untuk pemeriksaa kultur dan sensitifitas.
Setelah melepas plester perawat menempatkan handuk diantar paha klien wanita atau diatas
paha klien pria. Perawat menginsersi spuit kedalam tempat injeksi. Kebanyakan tempat
injeksi merapat dengan sendirinya dan hanya ujung spuit yang perlu dimasukan. Perawat
dengan perlahan seluruh larutan mengempiskan balo secara total. Apabila sebagaian larutan
tertinggal balon yang sudah dikempisakan sebagaian yang akan membuat saluran uretra
mengalami trauma pada saat kateter diangkat. Setelah mengempiskan perawat menjelaskan

bahwa klien mungkin akan merasakan suatu sensasi terbakar saat kateter ditarik.perawat
kemudian menarik kateter keluar secara perlahan.
Normal bagi klien mengalami disuria, khususnya apabila kateter telah terpasang selama
beberapa hari atau beberapa minggu. Kateter menyebabkan inflamasi pada kanal uretra. Klien
mungkin juga mengeluarkan urine dengan sering sampai kandung kemih memperoleh
kembali tonusnya secara utuh.
Perawat mengkaji fungsi berkemih kilen dengan mula-mula memperhatikan pengeluaran air
kemih setelah kateter diangkat dan mendokumentasi waktu serta jumlah pengeluaran urine
selama 24 jam berikutnya. Apabila jumlah urine yang dikeluarkan kecil, dibutuhkan
pengkajian distensi kandung kemih yang sering. Apabila lebih dari 8 jam tidak terjadi
pengeluaran kemih, mungkin kateter perlu diinsersi kembali.
Alternatif untuk kateterisasi uretra. Untuk menghindari risiko yang terkait dengan insersi
kateter melalui uretra, terdapat dua alternatif pengeluaran urine. Kateterisasi suprapubik
dilakukan dengan pembedahan yakni menempatkan kateter ke dalam kandung kemih melalui
dinding abdomen di atas simfisispubis. Dokter melakukan prosedur di bawah pengaruh
anesteria lokal atau general. Kateter difiksasi di tempatnya dengan jahitan, perekat tubuh
komersil yang telah disiapkan, atau keduanya. Urine mengalir ke dalam kantung drainase.
Kateter suprapubis relatif sedikit menimbulkan nyeri an mengurangi insidensi infeksi yang
umum terjadi pada penggunaan kateter retensi. Wanita yang menjalani histerektomi vagina
juga dapat memperoleh manfaat sementara dari insersi kateter suprapubis setelah menjalani
pembedahan.
Kateter suprapubis dapat tersumbat oleh sedimen, bekuan darah, atau dinding abdomen itu
sendiri. Perawat harus memantau asupan dan haluaran klien, mengobservasi adanya tanda
infeksi ginjal (misal nyeri tekan padapinggang, menggigil, dan demam serta memantau
tampilan urine). Penyebaran infeksi ginjal dapat mengindikasikan dilakukannya
pengangkatan kateter. Asupan cairan yang adekuat akan membantu meminimalkan risiko
penyumbatan oleh sedimen atau infeksi akibat stagnasi urine. Karteter suprapubis harus tetap
paten sepanjang waktu. Perawat juga memberikan perawatan kulit di sekitar tempat insersi.
Alternatif kedua untuk kateterisasi ialah penggunaan kateter kondom (Prosedur 46-5).
Kondom cocok digunakan untuk pria yang mengalami inkontinensia atau dalam status koma,
yang masih memiliki kemampuan mengosongkan kandung kemih sampai tuntas dan spontan.
Kondom merupakan penyelubung karet yang lunak, lentur, yang membungkus penis.
Kondom dapat digunakan pada malam hari saja atausepanjang hari, tergantung kepada
kebutuhan klien. Ada tiga metode umum untuk memfiksasi kateter kondom. Satu metode
menggunakan secarik plester atau karet elastis yang melingkari bagian atas kondom untuk

memfiksasinya tetap di tempat. Kondom lain menggunakan perekat-langsung di bagian


dalam kondom. Metode ketiga menggunakan cincin yang dapat digembungkan di dalam
kondom untuk memfiksasi pemasangan kondom. Perawatan harus dilakukan untuk
memastikan bahwa apapun tipe atau ukuran kondom yang digunakan, suplai darah ke penis
tidak boleh terganggu. Jangan pernah menggunakan plester perekat standar untuk memfiksasi
kateter kondom karena plester tersebut tidak ikut meregang seiring dengan perubahan ukuran
penis.
Ujung kondom terpasang dengan tepat ke dalam selang drainase plastik. Sebuah
kantung drainase dapat digantungkan pada sisi tempat tidur atau diikatkan di tungkai klien.
Kateter kondom itu sendiri memiliki resiko infeksi yang kecil. Infeksi pada penggunaan
kateter kondom biasanya merupakan akibat dari terbentuknya sekresi di sekitar uretra, atau
terbentuknya tekanan di dalam aliran keluar selang.
Perawat harus mengganti kateter kondom setiap hari untuk memeriksa adanya iritasi
kulit. Setiap kali mengganti kateter, perawat membersihkan meatus uretra dan penis secara
menyeluruh. Adanya pelintiran kondom pada tempat terpasangnya selang drainase
mengiritasi kulit dan menyumbat aliran keluar urine. Selang drainase harus sering diperiksa
untuk memastikan kepatenannya.
Untuk seorang pria yang penisnya tertarik ke dalam, mempertahankan kateter kondom
yang konvensional terbukti sulit. Perlatan khusus tersedia untuk membantu menghilangkan
masalah ini. Pedoman pabrik untuk penerapan produk yand dipakai harus dikonsultasikan.
Tidak ada peralatan pengumpul untuk wanita yang seefektif kateter kondom, sehingga
peralatan inkontinensia yang sering digunakan ialah pembalut dan pakaian pelindung. Untuk
mempertahankan martabat, pembalut dan pakaian pelindung sebaiknya tidak disebut sebagai
popok orang dewasa serta harus sering diganti untuk mencegah timbulnya bau. Peralatan ini
hanya boleh digunakan untuk sementara waktu, selain tetap menggunakan metode terapi
untuk meminimalkan atau mencegah kejadian inkontinensia. Klien harus sering dipantau dan
lakukan perawatan kulit yang baik untuk mencegah iritasi yang disebabkan oleh urine.
PERAWATAN RESTORASI
Klien dapat memiliki kembali fungsi perkemihan normalnya melalui aktivitas khusus,
seperti melatih kembali kandung kemih (bladder retraining) atau melatih kebiasaan

berkemih. Apabila kedua aktivitas diatas tidak mungkin dilakukan, maka kateterisasi-mandiri
dapat digunakan sebagai tindakan untuk mengontrol pengeluaran urine klien.
MENGUATKAN OTOT DASAR PANGGUL
Klien yang mengalami kesulitan untuk memulai atau menghentikan aliran urine, dapat
memperoleh manfaat dari melakukan latihan dasar panggul (Kegel exercises). Kegel
exercises meningkatkan kekuatan otot dasar panggul yang terdiri dari kontraksi kelompok
otot yang berulang. Klien memulai latihan ini selama berkemih untuk mempelajari tekniknya.
Mereka kemudian mempraktikkannya di luar waktu berkemih. Peningkatan biasanya dicapai
secara bertahap. Klien harus menyadari dan termotivasi untuk melakukan latihan. Klien harus
melanjutkan penggunaan latihan ini untuk mempertahankan keefektifannya.

Anda mungkin juga menyukai