Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan
yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya
Manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi
sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan
dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia
diperkirakan penderita DM ini semakin meningkat, terutama pada kelompok
umur dewasa keatas pada seluruh status sosial ekonomi (Anonim, 2008).
Saat ini upaya penanggulangan penyakit Diabetes Mellitus belum
menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun
diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain
komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, sistem
saraf, hati, mata dan ginjal (Anonim, 2008).
Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit degeratif, dimana
terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta ditandai
dengan tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia) dan dalam urin
(glukosuria) (Anonim, 2008).
Diabetes Mellitus atau kencing manis adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh karena peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi)
akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Absolut
berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya
cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Hormon Insulin
dibuat dalam pancreas (Anonim, 2008).
Hubungan pemeriksaan BGA dengan diabetes melitus untuk
mengetahui Keseimbangan asam basa dalam tubuh. Hubungan pemeriksaan
hematokrit dengan diabetes melitus untuk memantau volume SDM dalam
darah. Peran perawat dalam pemeriksaan BGA dan hematokrit adalah
memberikan edukasi terkait dengan pemeriksaan BGA dan Hematokrit, beri
saran kepada klien untuk kontrol jika terjadi komplikasi (Brunner dan
Suddarth. 2002).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Definisi
Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit degeratif, dimana
terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta ditandai
dengan tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia) dan dalam urin
(glukosuria) (Anonim, 2008).
Diabetes Mellitus atau kencing manis adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh karena peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi)
akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Absolut
berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya
cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Hormon Insulin
dibuat dalam pancreas (Anonim, 2008).
2.2 Klasifikasi
Tipe 2: Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
Diabetes melitus tipe 2 yang dahulu disebut diabetes melitus tidak
tergantung insulin (non-insulin-dependent diabetes melitus/NIDDM) atau
diabetes onset dewasa merupakan kelainan metabolik yang ditandai
dengan kadar glukosa darah yang tinggi dalam konteks resistensi insulin dan
defisiensi insulin relatif. Penyakit diabetes melitusjenis ini merupakan
kebalikan dari diabetes melitus tipe 1, yang mana terdapat defisiensi insulin
mutlak akibat rusaknya sel islet di pankreas (Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas).
Gejala klasiknya antara lain haus berlebihan, sering berkemih,
dan lapar terus-menerus. Diabetes tipe 2 berjumlah 90% dari seluruh
kasus diabetes dan 10 % sisanya terutama merupakan diabetes melitus tipe
1 dan diabetes gestasional. Kegemukan diduga merupakan penyebab utama
diabetes tipe 2 pada orang yang secara genetik memiliki kecenderungan
penyakit ini (Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).
Diabetes militus tipe 2,biasanya disebut NIDDM,adalah kerusakan
genetik dan faktor lingkungan. DM tipe 2 adalah tipe paling umum dari
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 2

diabetes militus yang meliputi 90% dari semua populasi diabetes. Biasanya
didiagnosa setelah umur 40 tahun dan umumnya menyerang orang dewasa,
orang yang gemuk dan pastinya populasi etnik dan ras (Hawks.2005).
Diabetes

militus

tipe

2,dulunya

disebut

NIDDM(non-insulin-

dependent diabetes militus),terdiri dari 90%-95% dari contoh diabetes.


Dimulai dengan perlawanan insulin,sebuah situasi dimana sel tidak
seluruhnya menggunakan insulin. Sebagai kebutuhan untuk meningkatkan
insulin,pankreas

berlangsung

kehilangan

kemampuan

untuk

memproduksinya. DM tipe 2 mempunyai kecenderungan mempertahankan


hidup dari padaa tipe 1 dan tidak menimbulkan diabetes ketoasidosis
(Dewit.2007).
2.3 Etiologi
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mulamula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran
sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia (Indriastuti, 2008 ).
2.4 Patofisiologi
Pada

diabetes

tipe

II

terdapat

dua

masalah

utama

yang

berhubungandengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi


ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 3

insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada


permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Brunner & Suddart.
2005).
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II (Brunner & Suddart. 2005).
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
dari diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes
tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonkotik (HHNK) (Brunner & Suddart. 2005).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliura, polidipsia, luka pada kulit yang lama tak sembuhsembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (Brunner & Suddart. 2005).
Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%) penyakit diabetes
tipe II yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat
pasien menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu
konskuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 4

adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan mata,


neuropati, perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum
diagnosa ditegakkan (Brunner & Suddart. 2005).
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat
badan. Karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan
merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektifitas insulin.
Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak
berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat oral
dengan dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga
tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat digunakan. Sebagian pasien
memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stress fisiologik
yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan (Brunner & Suddart.
2005).
2.5 Manifestasi Klinik
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM,
yaitu:
a. Gejala awal pada penderita DM adalah
1. Poliuria (peningkatan volume urine)
2. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat
besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel
akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke
plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang
pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3. Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air
kemih,

penderita

mengalami

penurunan

berat

badan.

Untuk

mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar


biasa.
4. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada
pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan
sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 5

b. Gejala lain yang muncul:


1. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi
mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik.
2. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah
ginjal, lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya
akibat tumbuhnya jamur.
3. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu
jamur terutama candida.
4. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami
gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari
unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian
perifer.
5. Kelemahan tubuh
6. Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses
glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
7. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan
bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan
protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga
bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak
mengalami gangguan.
8. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas
menurun karena kerusakan hormon testosteron.
9. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan
pada lensa oleh hiperglikemia.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Penentuan diagnosa D.M adalah dengan pemeriksaan gula darah , menurut
Sujono & Sukarmin (2008) antara lain:
1. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM >
140 mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl
disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 6

2. Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk skrining
atau evaluasi pengobatan bukan diagnostik. Gula darah sewaktu < 140
mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl jam, 1 jam, 1
jam < 200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
4. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan
kontraindikasi

atau

terdapat

kelainan

gastrointestinal

yang

mempengaruhi absorbsi glukosa.


5. Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna.
Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan
menurunkan

penggunaan gula darah perifer

pada orang yang

berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2


jam dianggap sebagai hasil positif.
6. Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3
bulan.
7. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian
glukosa.
8. Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat
digunakan dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian
diabetes.
Kriteria diagnostik WHO untuk Diabetes Melitus pada orang dewasa yang
tidak hamil,
pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
1. Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
2. Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L).
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gram karbohidrat (2 jam post prandial (pp)) > 200
mg/dl (11,1 mmol/L) (Brunner & Suddarth. 2005).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 7

2.7 Penatalaksanaan
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima
komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
1) Syarat diet DM hendaknya dapat:
2) Memperbaiki kesehatan umum penderita
3) Mengarahkan pada berat badan normal
4) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
5) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
6) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
c. Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu: Jumlah kalori yang diberikan harus habis,
jangan dikurangi atau ditambah, jadwal diit harus sesuai dengan
intervalnya, jenis makanan yang manis harus dihindari
d. Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan
oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan
menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR = berat
badan normal) dengan rumus :

e. Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk


penderita DM yang bekerja biasa adalah :
1) Kurus (underweight)

BB X 40-60 kalori sehari

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 8

2) Normal (ideal)

BB X 30 kalori sehari

3) Gemuk (overweight)

BB X 20 kalori sehari

4) Obesitas apabila

BB X 10-15 kalori sehari

(Brunner & Suddarth. 2005)


2. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan
kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya. (Brunner & Suddarth. 2002)
3. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin
yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam
meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita dengan berat
badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang berat
badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida

tidak

mempunyai

efek

pankreatik,

tetapi

mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin,


yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
i. Menghambat absorpsi karbohidrat
ii. Menghambat glukoneogenesis di hati
iii. Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
c) Biguanida

pada

tingkat

pascareseptor:

mempunyai

efek

intraselluler
3) Insulin
a) Indikasi penggunaan insulin
i. DM tipe I
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 9

ii. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
iii. DM kehamilan
iv. DM dan gangguan faal hati yang berat
v. DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
vi. DM dan TBC paru akut
vii. DM dan koma lain pada DM
viii. DM operasi
ix. DM patah tulang
x. DM dan underweight
xi. DM dan penyakit Graves
b) Beberapa cara pemberian insulin
Suntikan insulin subkutan: Insulin regular mencapai puncak
kerjanya pada 1 4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan
absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor
antara lain :
4) Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup
saudara kembar identic
(Brunner & Suddarth. 2005)
2.8 Komplikasi
1. Gangguan pembuluh darah otak (stroke)
2. Pembuluh darah mata (gangguan penglihatan)
3. Pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner)
4. Pembuluh darah ginjal (gagal ginjal)
5. Pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren)
(Corwin. 2009)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 10

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS
3.1 Pengkajian
3.1.1 Data Demografi
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang
berlangsung kronik
konsentrasi

gula

dan progresif dengan ciri meningkatnya


dalam

darah.

Peningkatan

tersebut

dapat

mengakibatkan komplikasi penyakit lain yang lebih serius (Sizer et


al., 2006).
Terjadinya peningkatan gula darah disebabkan oleh gangguan
sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya (Hadisaputro,
2007).
DM dibedakan menjadi dua, yaitu Diabetes Melitus tipe 1 (DM
Tipe 1) dan Diabetes Melitus Tipe 2 (DM tipe 2). DM tipe 1 jarang
dijumpai, hanya sebesar 10% dari kasus DM seluruhnya, sedangkan
yang kasus yang paling banyak ditemukan di masyarakat adalah DM
tipe 2 (Sizer et al., 2006).
Jumlah penderita DM tipe 2 mengalami peningkatan secara
perlahan tiap tahunnya, diperkirakan sekitar 439 juta orang di dunia
akan terdiagnosis penyakit DM tipe 2 pada tahun 2030. Prediksi
penderita DM di Indonesia diperkirakan tahun 2030 prevalensinya
mencapai 21,3 juta orang, sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian
akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan
menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%, dan di daerah pedesaan
menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Depkes RI, 2013).
Data Riskesdas terbaru (2013) menunjukkan prevalensi DM
sebesar 1,5 untuk total populasi seluruh Indonesia (Riskesdas, 2013).
3.1.2 Keluhan Utama
1) Kondisi hiperglikemi:
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi,
suhu tubuh meningkat, sakit kepala.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 11

2) Kondisi hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit
kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat,
patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional, penurunan
kesadaran.
3.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat penyakit hipertensi dan DM. Pernah mempunyai luka
yang tak kunjung sembuh. Adanya riwayat penyakit anemia.
3.1.4 Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka, serta
upaya yang dilakukan pasien untuk mengatasi luka.
3.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga pasien ada yang menderita penyakit turunan seperti
hipertensi dan kencing manis.
3.1.6 Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi Kesehatan
Pada pasien diabetes melitus terjadi perubahan persepsi dan
tatalaksanaan hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
b) Pola Metabolik-Nutrisi
Akibat insulin tidak adekuat maka kadar gula darah tidak dapat
dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering buang air
kecil, banyak makan tetapi berat badan turun, banyak minum,
mudah kelelahan. Keadaaan tersebut dapat menimbulkan gangguan
nutrisi.
c) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
menyebabkan pasien banyak buang air kecil.
d) Pola Istirahat-Tidur
Adanya poliuria, sering kesemutan pada bagian kaki sehingga
pasien mengalami gangguan pola tidur

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 12

e) Pola Hubungan dan Peran


Adanya luku yang tidak sembuh-sembuh akan menyebabkan
penderita malu da menarik diri dari pergaulan
f) Pola Seksual dan Reproduktif
Angiopati dapat terjadi pada sstem pembuluh darah organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan seksual.
g) Pola Mekanisme Stress dan Koping
Lamanya

waktru

perawatan

dan

perasaan

tidak

berdaya

menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, cemas


dan ketakutan.
h) Pola Nilai-Keyakinan
Adanya perubahan status kesehatan dapat menghambat penderita
dalam melaksanakan ibadahnya
3.1.7 Pengkajian Fisik
a) Aktivitas dan Istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau beijalan, kram otot, tonus
otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.
b) Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas, letargi, disorientasi, koma.
c) Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat penyakit hipertensi, inpark miokard akut,
klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama. Tanda: takikardia, perubahan TD
postural, nadi menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan
kemerahan, bola mata cekung.
d) Integritas ego
Gejala: stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda: ansietas, peka rangsang.
e) Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri
terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 13

Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah,


hiperaktif pada diare.
f) Makanan dan cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton.
g) Neurosensori
Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia,
gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan
memori, refleks tendon menurun, kejang.
h) Pernapasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum. Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.
i) Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita.
j) Penyuluhan
Gejala: fakor resiko keluarga DM, PJK, HT, stroke, penyembuhan
yang

lambat,

penggunaan

obat

steroid,

diuretik,

dilantin,

fenobarbitol. Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik.


(Riyadi & Sukarmin, 2008).
3.1.8 Penyuluhan pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga; DM, penyakit jantung, stroke,
hipertensi. Penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat seperti
steroid, diuretic (tiazid); diantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan
kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetic
sesuai pesanan
Pertimbangan DRG menunjukan rerata lama dirawat : 5,9 hari.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 14

Rencana pemulangan

: Mungkin memerlukan bantuan dalam

pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri, dan pemantayan terhadap


glukosa darah.
(Riyadi & Sukarmin, 2008).
3.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
(Riyadi & Sukarmin, 2008).
3.2 Diagnosa Keperawatan
Kekurangan volume cairan dapat berhubungan dengan Diuresis
osmotic (hiperglikemia) (Riyadi & Sukarmin, 2008).
Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,
perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi,
status hipermetabolisme/infeksi. (Riyadi & Sukarmin, 2008).
3.3 Intervensi dan implementasi Keperawatan
a) Kekurangan volume cairan dapat berhubungan dengan Diuresis osmotic
(hiperglikemia)
Tujuan: mampu mengembalikan cairan tubuh kembali norma
KH:
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oeh tanda vital stabil, nadi
periver dapat dibaca, turgor kulit dan pegisian kapier baik, haluaran urine
tepat secara individu, dan kadar elekrolit dalam batas normal.
Intervensi dan Rasional:
1) Dapatkan

riwayat

pasien/orang

terdekat

sehubungan

dengan

lamanya/intensitas dari gejala seperti muntah, pengeluaran urin yang


sangat berlebihan
Rasional : membantu dalam memperkirakan kekurangan volume
total. Tanda dan gejala mungkin sudah ada pada beberapa waktu
sebeumnya (beberapa am sampai beberapa hari). Adanya proses

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 15

infeksi mengakibatkan demam dan keadaan hiper metabolic yang


meningkatkan kehilangan air tidak kasartmata.
2) Pantau tanda tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik.
Rasioanl : hypovolemia dapat dimainfestasikan oleh hipotensi dan
takikardi. Perkiraan berat ringannya hypovolemia dapat dibuat ketika
tekanan dara sistolik pasien turun lebih dari 10 mm Hg dari posisi
berbarring keposisi duduk/berdiri.
catatan : neuropati jantung dapat memutuskan refleks-refleks yang
secara normal meningkatkan denyut jantung.
3) Pola nafas seperti adanya pernafasan kussmaul atau pernafasan yang
berbau keton.
Rasional : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan
yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap
keadaan ketoasidosis. Pernafasan yang berbau aseton berhubungan
pemecahan asam aseton-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus
terkoreksi
4) Frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu napas, dan
adanya periode apnea dan munculnya sianosis.
Rasional: Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola
dan frekuensi pernafasan mendekati normal. Tetapi peningkatan kerja
pernapasan; pernapasan dangkal; pernapasan cepat; dan muncunya
sianosis mungkin merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan
dan/atau mungkinpasien itu kehilangan kemampuannya untuk
mellakukan kompensasi pada asidosis.
5) Suhu, warna kulit atau kelembabannya
Rasional : meskipun demam, menggigil dan diaphoresis merupan hal
umum teradi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang
kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
6) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane
mukosa.
Rasional : merupakan indicator dari tingkat dehidrasi, atau volume
sirkulasi yang adekuat
7) Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 16

Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti,


fungsi gnjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan
8) Ukur berat badan setiap hari
Rasional : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status
cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan
cairan pengganti.
9) Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2.500 ml/hari
dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan
melalui oral sudah dapat diberikan
Rasional : mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
10) Tingkatkan lingkungan yang dapat menimbulkan rasa nyaman.
Selmuti pasien dengan selimut tipis.
Rasional : menghndari pemanasan yang berlebih terhadap pasien
lebih anjut akan dapat menimbulkan kehilangan cairan.
11) Kaji adanya perubahan mental/sensori
Rasional : perubahan mental dapat berhubungan dengan glukosa yang
tinggi atau rendah (hiperglikemia atau hipoglikemia). Elektrolit yyang
abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral, dan berkembangnya
hipoksia. Penyebab yang tidak tertangani, gangguan kesadaran dapat
menjadi predisposisi (pencetus) aspirasi pada pasien.
12) Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, mtah, dan
distensi lambung.
Rasional : kekurangan cairan dan ellektrolit mengubah motilitas
lambung, yang serikali akan akan menibulkan muntah dan secara
potensial akan menimbulkan kekurangan cairan atau elektrolit.
13) Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema,
peningkatan berat badan, nadi tidak teratur, dan adanya distensi pada
vaskuler.
Rasional : pemberian cairan perbaikan untuk perbaikan yang cepat
mungkin sangat berpotensi menimbulkan kelebihan beban cairan dan
GJK.
(Riyadi & Sukarmin, 2008).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 17

b) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,


perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi,
status hipermetabolisme/infeksi.
Tujuan

Rasa

lelah

berkurang

Penurunan

rasa

lelah

Kriteria Hasil :
- menyatakan mapu untuk beristirahat dan peningkatan tenaga.
- mampu menunjukan faktor yang berpengaruh terhadap kelelahan.
- Menunjukan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi / Implementasi :
1) Diskusikan
perencanaan

dengan
dengan

pasien
pasien

kebutuhan
dan

aktivitas.

identifikasi

Buat
aktivitas

menimbulkan

jadwal
yang

kelelahan.

R : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan


aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2) Berikan aktivitas alternatif denagn periode istirahat yang cukup /
tanpa terganggu.

R: mencegah kelelahan yang berlebihan.


3) Pantau tanda-tanda vital sebelum atau sesudah melakukan aktivitas.
R : mengidentifikasi tingkat aktivitas yang ditoleransi secara fisiologi.
4) Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat
dan sebagainya.

R : dengan penghematan energi pasien dapat melakukan lebih banyak


kegiatan.
5) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai

kemampuan

toleransi

pasien.

R : meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang positif sesuai


tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
(Riyadi & Sukarmin, 2008).
3.4 Pemeriksaan Laboratorium
1. Hematokrit
a. Nilai normal: Dewasa : Pria : 40-54% ; 0,40-0,54% (satuan SI).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 18

Wanita : 36-46% ; 0,36-0,46% (satuan SI).


Nilai Panik : <15% dan >60%.
Anak : Bayi baru lahir : 44%-65%.
Usia 1-3 tahun : 29%-40%.
Usia 4-10 tahun : 31-43%.
b. Tujuan
1) Untuk mengetahui volume SDM dalam darah
2) Untuk memantau volume SDM dalam darah selama terjadi suatu
penyakit yang melemahkan.
c. Masalah klinis :
Penurunan kadar : kehilangan darah akut, anemia (aplastik,
hemolitik, defisiensi asam folat, pernisiosa, sideroblastik, sel sabit),
leukemia (limfositik, mielositik, monositik), penyakit Hodgkin,
limfosarkoma, malignasi organ, myeloma multipel, sirosis hati,
malnutrisi protein, defisiensi vitamin (tiamin, kronis, kehamilan, SLE,
AR (terutama anak-anak). Pengaruh Obat : obat antineoplastik,
antibiotic (kloramfenikol, penisilin), obat radioaktif.
Peningkatan kadar : dehidrasi / hipovolemia, diare berat,
polisitemia vera, eritrosit, diabetes asidosis, emfisema pulmonary
(dalam tahap akhir), iskemia serebrum sementara, eklampsia,
pembedahan, luka bakar.
d. Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium :
1) Jika darah diambil dari ekstremitas yang terpasang jalur IV, nilai
hematokrit cenderung rendah. Oleh sebab itu, hindari penggunaan
ekstremitas tersebut.
2) Jika darah diambil untuk tujuan pemantauan hematokrit, segera
setelah pengeluaran darah tahap sedang ke berat terjadi dan setelah
pemberian tranfusi, hematokrit mungkin berkadar normal.
3) Usia klien-bayi baru lahir normalnya memiliki kadar hematokrit
yang lebih tinggi karena terjadi hemakonsentrasi.
e. Prosedur tindakan :
Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 19

Darah Vena
1) Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup
lembayung. Campur dengan baik. Lama turniket yang terpasang
kurang dari 2 menit.
2) Jangan mengambil darah dari area lengan yang terpasang jalur
IV.
Darah Kapiler
Ambil

darah

kapiler

dengan

menggunakan

metode

mikrohematokrit. Darah diambil dari tusukan jari, teteskan dalam


tabung kapiler berheparin.
f. Tindakan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
Jelaskan prosedur kepada klien.
(Kee. 2007)
2. Gas Darah Arteri (BGA)
a. Nilai rujukan
Dewasa : pH :7,35-7,45;
PaCO2: 35-45 mm Hg:
PaCO2: 75-100 mm Hg;
SaO2: >95%;
SvO2: >70%;
HCO3: 24-28 mEq/I;
kelebihan basa (base excesses, BE): +2 sampai -2 mEq/I.
Anak: pH: 7,36-7,44. Pengukuran lainnya sama dengan
dewasa.
b. Tujuan
1) Untuk mendeteksi terjadinya asidosis atau alkalosis metabolik, atau
asidosis atau alkalosis respiratorik
2) Untuk memantau kadar gas darah selama klien mengalami penyakit
akut.
c. Masalah Klinis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 20

1) Asidosis Respiratorik (pH <7,35; PaCO2 >45 mm Hg): Penyakit


obstruktif paru kronis (emfisema, bronkitis kronis, asma parah),
sindrom gawat pernapasan akut (acut respiratory distress syndrome
ARDS), sindrom Guillain-Barre, anestesi, pneumonia. Pengaruh Obat:
Narkotik, sedatif.
2) Alkalosis Respiratorik (pH >7,45; PaCO 2 <35 mm Hg): Toksisitas
salisilat (fase awal), kecemasan, histeris, tetani, olahraga aktif
(berenang, lari), demam, hipertiroidisme, delirium tremens, emboli
paru.
3) Asidosis Metabolik (pH <7,35; HCO3 <24 mEq/l): Ketoasidosis
diabetik, diare berat, kelaparan/ malnutrisi, syok, luka bakar, gagal
ginjal, infark miokardial akut.
4) Alkalosis Metabolik (pH >7,45; HCO3 >28 mEq/l): Muntah-muntyah
berat, pengisapan lambung, ulkus peptikus, pengeluaran kalium,
pemberian bikarbonat yang berlebihan, gagal hepar, kistik fibrosis.
Pengaruh Obat: Natrium bikarbonat, natrium oksalat, kalium oksalat.
d. Prosedur
1) Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman.
2) Jika klien sedang menjalani terapi antikoagulan atau mengkonsumsi
aspirin, teknisi laboratorium, perawat, atau dokter ahli paru yang
mengambil darah harus diberitahu.
3) Kumpulkan 1-5 ml darah arteri dalam jarum dan spuit mengandung
heparin, lepas jarumnya, pastikan tidak ada udara dalam spuit, dan
pasang tutup kedap udara di atas spuit.
4) Simpan spuit yang berisi darah arteri dalam kantong air es (untuk
meminimalkan aktivitas metabolik sampel) dan bawa segera ke
laboratorium. Air es lebih dingin daripada es.
5) Catat dalam formulir laboratorium apakah klien menerima oksigen
atau tidak, laju aliran oksigen itu, jenis peralatan saat memberikan
oksigen (misalnya: kanula, masker), dan suhu terbaru klien.
6) Tekan sisi injeksi selama 5 menit, tekan sisi tersebut lebih lama pada
klien yang menjalani terapi antikoagulan atau streptokinase.
e. Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 21

1) Penangan yang tidak tepat pada sampel darah, misalnya, tidak


menggunakan air es, memajan spesimen ke udara terbuka, dan tidak
mengeluarkan semua heparin yang ada dalam spuit pengumpulan,
dapat menyebabkan temuan pengujian yang tidak akurat.
2) Hemolisis pada sampel darah dapt memberikan temuan yang keliru.
3) Obat jenis narkotik dan sedatif dapat menyebabkan kondisi asidosis
respiratorik, sementara natrium bikarbonat dapat menyebabkan
alkalosis metabolik.
4) Temuan yang tidak akurat dapat terjadi akibat pengisapan,
pengubahan dalam terapi O2, dan penggunaan veventilator; pajanan
pada karbon monoksida atau nitrat; dan transfusi darah.
f. Tindakan Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan
1) Ajarkan klien cara bernapas yang dapat memperbesar pengeluaran
CO2 dari paru-paru.
2) Beri tahu klien cara menggunakan peralatan spirometer insentif yang
tepat atau nebulizer mini jika dianjurkan.
3) Demonstrasikan prosedur drainase postural, (jika tindakan ini tidak di
kontraindikasikan) dengan cara merendahkan posisi kepala tempat
tidur atau minta klien untuk berbaring miring ke salah satu sisi tempat
tidur. Sekresi dimobilisasi melalui cara gravitasi.
4) Anjurkan klien bernapas secara perlahan dan mendalam. Ekspirasi
udara ke dalam kantong kertas dapat membantu mengurangi
hiperventilasi.
5) Jelaskan kepada klien untuk tidak menelan antasid dalam dosis besar
yang mengandung zat basa seperti bikarbonat. Jika dilakukan, hal ini
dapat menimbulkan kondisi alkalosis.
(Kee. 2007)
3.5 Evaluasi
1. Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda-tanda vital
2. Nadi perifer dapat diraba
3. Turgor kulit dan pengisapan kapiler baik
4. Haluaran urine tepat secara individu
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 22

5. Kadar elektrolit dalam batas normal


6. Hasil Hematokrit menunjukan angka normal
Dewasa : Pria : 40-54% ; 0,40-0,54% (satuan SI).
Wanita : 36-46% ; 0,36-0,46% (satuan SI).
Nilai Panik : <15% dan >60%.
Anak : Bayi baru lahir : 44%-65%.
Usia 1-3 tahun : 29%-40%.
Usia 4-10 tahun : 31-43%.
7. Hasil gas darah menunjukan angka normal
Dewasa : pH :7,35-7,45;
PaCO2: 35-45 mm Hg:
PaCO2: 75-100 mm Hg;
SaO2: >95%;
SvO2: >70%;
HCO3: 24-28 mEq/I;
kelebihan basa (base excesses, BE): +2 sampai -2 mEq/I.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 23

BAB IV
PENUTUP
4.2 Kesimpulan
Nilai normal Hematokrit pada orang dewasa pria : 40-54% ; 0,40-0,54%
(satuan SI). Wanita : 36-46% ; 0,36-0,46% (satuan SI). Nilai Panik : <15% dan
>60%. Sedangkan pada Bayi baru lahir : 44%-65%. Usia 1-3 tahun : 29%-40%.
Usia 4-10 tahun : 31-43%.
Nilai hematokrit yang tinggi dari normal ( > 55 % pada dewasa) disertai
dengan tanda dan gejala tertentu menandakan klien mengidap diabetes
asidosis/diabetes mellitus. Nilai hematokrit yang tinggi juga menandakan
bahwa klien mengalami dehidrasi/hipovolemia. Pada pemeriksaan Hematokrit
yang diambil yaitu darah vena. Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam
tabung bertutup lembayung. Campur dengan baik. Lama turniket yang
terpasang kurang dari 2 menit.
Nilai normal Gas darah pada orang dewasa : pH :7,35-7,45. PaCO2: 3545 mm Hg. PaCO2: 75-100 mm Hg. SaO2: >95%. SvO2: >70%. HCO3: 24-28
mEq/I. Kelebihan basa (base excesses, BE): +2 sampai -2 mEq/I. Pada
penderita diabetes pemeriksaan laboratorium gas darah menunjukkan Ph
rendah dan penurunan HCO3.
Asidosis Metabolik (pH <7,35; HCO 3 <24 mEq/l): Ketoasidosis diabetik,
diare berat, kelaparan/ malnutrisi, syok, luka bakar, gagal ginjal, infark
miokardial akut. Pada pemeriksaan BGA yang diambil yaitu darah arteri.
Kumpulkan 1 sampai 5 ml darah arteri dicampur dengan heparin dalam tabung
bertutup hijau terang.
4.2 Saran
Saran untuk perawat, perhatikan keseimbangan cairan klien karena pH
darah pada penderita diabetes menurun menandakan klien sedang dehidrasi.
Tetap pantau intake dan outtake cairan klien. Pantau pola kegiatan klien karena

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 24

klien diabetes dengan pH tidak normal (perubahan kimia darah) mudah letih
dan kelelahan yang berhubungan dengan sistem metabolisme.
Berikan edukasi terhadap mengatur klien tentang diet pada diabetes, pola
istirahat dan aktivitas, dan hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Pantau
adanya luka pada klien dan beri edukasi pada klien agar klien bisa merawat
dirinya sendiri jika mempunyai luka pada tubuhnya. Edukasikan pada klien
tentang hipoglikema dan hiperglikema.
Saran untuk klien, klien harus bisa memperhatikan dan mengatur kondisi
dirinya sendiri dengan mandiri tanpa bantuan tenaga kesehatan agar klien tidak
ada rasa ketergantungan terhadap pelayanan kesehatan (mandiri). Menjadi
klien/manusia

yang

berpengetahuan

agar

dapat

memenejemen

pola

kehidupannya sendiri secara mandiri.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 25

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2008). Peran DIIT Dalam Penanggulangan Diabetes
Brunner & Suddarth (2005). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.
Carpenito, Lynda Juall (2000). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Penerbit EGC.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Kee, Joyce LeFever.2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diasnogtik.
Jakarta: EGC
Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS | 26

Anda mungkin juga menyukai