Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH TUTORIAL KEPERAWATAN DEWASA

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Dosen pengampu :

RIZKI SARI UTAMI MUCHTAR, Ners., M.Kep

Kelompok :

Galuh Eka Safitri (00121018) Rehan Tri Natami (00121012)


Puja Maharani (00121006) Reny Azrina (00121022)
Puja Selany (00121032) Richard Tri Putra (00121010)
Puspita Sari (00121019) Sarina (00121001)
Ragil Tri Utami (00121021) Septri Monalisa (00121027)
Rahmadillah muhti (00121025) Shyna Juliyanti (00121026)
Ranita Elsa (00121028)

Prodi S-1 Ilmu Keperawatan


Universitas Awal Bros Batam
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat-Nya yang melimpah,kemurahan dan kasih-Nya yang besar
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Demam Berdarah” ini dengan
tepat waktu.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Dewasa. Dalam menyusun makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih banyak
pada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.Besar harapan kami
agar makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan karena
menyadari segala keterbatasan yang ada.Untuk itu,penulis sangat berharap dukungan dan
saran pikiran baik berupa kritik yang konstruktif membangun. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Batam, Desember 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................3
1.1 Latar Belakang............................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................4
1.3 Tujuan Pembelajaran ..................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI...........................................................................................5
2.1 Konsep Dasar Demam Berdarah................................................................................5
2.1.1 Definisi Demam Berdarah.......................................................................................5
2.1.2 Etiologi. Demam Berdarah.......................................................................................5
2.1.3 Faktor Risiko Demam Berdarah...............................................................................6
2.1.4 Manisfestasi Klinis...................................................................................................9
2.1.5 Klasifikasi...............................................................................................................11
2.1.6 Patofisiologi.............................................................................................................11
2.1.7 Pathway ...................................................................................................................13
2.1.8 pemeriksaan Penunjang...........................................................................................14
2.1.9 Penatalaksanaan........................................................................................................14
2.1.10 Asuhan Keperawatan..............................................................................................14
BAB III TINJAUAN KASUS.........................................................................................18
3.1 Skenario......................................................................................................................18
3.2 Analisa Data .................................................................................................................18
3.3 Diagnosa Keperawatan.................................................................................................24
3.4 Intervensi Keperawatan..................................................................................................25
BAB IV KESIMPULAN....................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................37

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
DBD merupakan salah satu dari banyak penyakit menular yang dapat
menimbulkan kematian dalam waktu singkat mampu menimbulkan wabah. Demam
berdarah dengue (disingkat DBD; disebut juga demam dengue, tetapi biasanya dikenal
dengan demam berdarah) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Beberapa
jenis nyamuk menularkan (atau menyebarkan) virus dengue. Demam dengue juga disebut
sebagai "breakbone fever" atau "bonebreak fever" (demam sendi) karena dapat
menyebabkan penderitanya mengalami nyeri hebat seakan-akan tulang mereka patah.
Sejumlah gejala dari demam dengue adalah demam; sakit kepala; kulit kemerahan yang
tampak seperti campak; serta nyeri otot dan persendian.
Sejarah DBD di dunia, pada 1906 para ilmuwan membuktikan bahwa manusia
terkena infeksi dari nyamuk Aedes. Pada 1907, para ilmuwan menunjukkan
bahwa viruslah yang menyebabkan dengue. Ini adalah penyakit kedua yang ditunjukkan
sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus. (Sebelumnya para ilmuwan telah
membuktikan bahwa viruslah yang menyebabkan sakit kuning.) John Burton Cleland dan
Joseph Franklin Siler terus meneliti virus dengue, dan mengetahui cara dasar virus
menyebar.
Dengue mulai menyebar dengan jauh lebih cepat selama dan setelah Perang Dunia
Kedua. Ini diperkirakan karena perang tersebut mengubah lingkungan dengan cara
berbeda. Jenis dengue berbeda juga menyebar ke wilayah baru.Untuk pertama kalinya,
manusia mulai mengalami demam berdarah dengue. Bentuk penyakit yang parah ini
pertama kali dilaporkan di Filipina pada 1953. Pada 1970-an, demam berdarah dengue
telah menjadi penyebab utama kematian pada anak-anak. Penyakit tersebut juga mulai
terjadi di wilayah Pasifik dan Amerika. Demam berdarah dengue serta sindrom renjat
dengue pertama kali dilaporkan di Amerika Tengah dan Selatan pada 1981. Pada saat itu,
profesional pelayanan kesehatan mengetahui bahwa orang yang terkena virus dengue
jenis 1 terkena dengue tipe 2 beberapa tahun kemudian.
Berdasarkan sejarah, DBD pertama kali ditemukan di Indonesia dengan angka
kematian tertinggi terjadi pada tahun 1968 di Surabaya. Pada saat itu data dari
Kementrian Kesehatan mencatat jumlah kematian sebanyak 24 orang dari 58 orang yang
terinfeksi. Karenanya. Sejak tahun 1968 terjadi peningkatan jumlah kasus, pada tahun
1968 yaitu 58 kasus menjadi 202.314 kasus dengan jumlah kematian 1.593 pada tahun
2016.
Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan yang dirilis pada 3 Februari 2019,
data yang dihimpun tersebut menunjukan jumlah kasus DBD terbanyak di Jawa Timur
mencapai 20 persen, dari total laporan kasus yang diterima. Sedangkan 10 provinsi
dengan jumlah kasus tertinggi adalah Jawa Timur dengan jumlah kasus 2.657 kasus, Jawa
Barat 2.008 kasus, Nusa Tenggara Timur 1.169 kasus, Jawa Tengah 1.027 kasus,
Sulawesi Utara 980 kasus, Lampung 827 kasus, DKI Jakarta 613 kasus, Sulawesi Selatan
503 kasus, Kalimantan Timur 465 kasus dan Sumatera Selatan 353 kasus.
Sejarah DBD dikota Batam pada tahun 2007 sebesar 157,9 per100.000 penduduk,
153,5 per 100.000 penduduk pada tahun 2008 ;136,2 per 100.000 penduduk pada tahun
2009; 29,5 per 100.000 penduduk tahun 2010 dan 59,43 per 100.000 penduduk pada

3
tahun 2011. faktor Iklim yaitu faktor iklim curah hujan, suhu, hari hujan dan kelembaban
terhadap kejadian DBD di kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. data iklim dikumpulkan
dari kantor BMKG dalam kurung badan meteorologi klimatologi dan
geofisika, sedangkan data kejadian DBD tidak didapat dari dinas Kesehatan Kota Batam
pada tahun 2001-2011. data dianalisis. dengan analisis regresi linier menurut Carlton
hasil analisis menunjukkan bahwa Terdapat hubungan antara kejadian DBD dan suhu
udara adalah 0,31. sedangkan curah hujan sebesar 0,26 hasil analisis antara kejadian DBD
terhadap hari hujan dan kelembaban didapatkan nilai r= 0,07 dan r= 0,1 artinya tidak
terdapat hubungan dengan kejadian DBD di kota Batam.
Cara pencegahan menurut WHO menyarankan beberapa tindakan khusus untuk
mengendalikan dan menghindarkan gigitan nyamuk. Cara terbaik untuk mengendalikan
nyamuk “Aedes aegypti” adalah dengan menyingkirkan habitatnya. Masyarakat harus
mengosongkan wadah air yang terbuka (sehingga nyamuk tidak dapat bertelur di dalam
wadah-wadah terbuka tersebut). Insektisida atau agen-agen pengendali biologi juga dapat
digunakan untuk mengendalikan nyamuk di wilayah-wilayah ini.
Para ilmuwan berpendapat bahwa menyemprotkan insektisida organofosfat atau
piretroid tidak membantu. Air diam (tidak mengalir) harus dibuang karena air tersebut
menarik nyamuk, dan juga karena manusia dapat terkena masalah kesehatan jika
insektisida menggenang di dalam air diam. Untuk mencegah gigitan nyamuk, orang-orang
dapat memakai pakaian yang menutup kulit mereka sepenuhnya. Mereka juga dapat
menggunakan anti nyamuk (seperti semprotan nyamuk), yang membantu menjauhkan
nyamuk. (DEET paling ampuh.) Orang-orang juga dapat menggunakan kelambu saat
beristirahat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas dapat disusun rumusan masalah
sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana penyakit DBD menyerang tubuh manusia dan apa yang terjadi
kondisi tubuh bila terkena penyakit DBD ?
1.3 Tujuan Karya Tulis Ilmiah
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana penyakit DBD menyerang tubuh manusia dan
bagaimana kondisi tubuh ketika terkena penyakit DBD.

1.3.2 Tujuan Khusus


1) Diketahui klasifikasi dan patofisiologi DBD
2) Mengetahui pengkajian pasien DBD
3) Diagnosa Keperawatan BDB
4) Rencana tindakan keperawatan
5) Implementasi dan evaluasi

4
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar DBD
2.1.1 Definisi BDB
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit epidemi akut yang
disebabkan oleh virus yang di transmisikan oleh Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Penderita yang terinfeksi akan memiliki gejala berupa demam ringan sampai tinggi,
disertai dengan sakit kepala, nyeri pada mata, otot dan persendian, hingga
pendarahan spontan (WHO, 2010).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue I, II, III dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang
ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas,
lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda pendarahan di kulit berupa
bintik pendarahan (petechie), lebam (echymosis), atau ruam (purpura), kadang-
kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan
(shock).
Di Indonesia DBD salah satu masalah kesehatan masyarakat karena
penderitanya tiap tahun semakin meningkat serta penyebarannya yang begitu cepat.
Penyakit DBD dapat ditularkan pada anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun
hingga pada orang dewasa (Kemenkes RI, 2018).
2.1.2 Etiologi DBD
Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang termasuk dalam group B
Arthropoda Borne Viruse (arboviruses) yaitu virus yang ditularkan melalui serangga.
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-
1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi terhadap serotipe lain yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal
di daerah endemis dengue dapat terinfeksi 3 atau bahkan 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes
aegypti) 8 :
1. Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
2. Hidup di dalam dan di sekitar rumah
3. Menggigit/menghisap darah pada siang hari
4. Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
5. Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah bukan
di got/comberan

5
6. Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung, dan
lain-lain.

Gambar 2.1

2.1.3 Faktor Resiko DBD


Beberapa faktor resiko yang mempengaruhi kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) sebagai berikut:
1. Faktor Lingkungan
Lingkungan fisik yaitu seperti ketinggian tempat, curah hujan, kelembaban, suhu,
ruang gelap, pemasangan kawat kasa, ventilasi, dan tempat penampungan air
(TPA). Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah
banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan yang mempengaruhi
pencahayaan dan kelembaban didalam rumah merupakan tempat yang disenangi
oleh nyamuk untuk istirahat.
a. Ketinggian Tempat
Variasi dari suatu ketinggian berpengaruh terhadap kepadatan nyamuk Aedes
Aegypti. Di Indonesia Aedes Aegypti dapat hidup pada ketinggian kurang dari
1000 meter di atas permukaan air laut.Tidak ditemukan nyamuk Aedes
Albopictitus karena ketinggian tersebut, suhu terlalu rendah sehingga tidak
memungkinkan bagi kehidupan nyamuk.
b. Curah Hujan
Hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan
menambah kelembaban udara. Temperatur dan kelembaban selama musim
hujan sangat kondusif untuk kelangsungan hidup nyamuk.
c. Ruang Gelap
Nyamuk Aedes Aegypti bersifat diurnal atau aktif pagi hingga siang hari,
nyamuk biasanya beristirahat pada benda-benda yang menggantung di dalam
rumah seperti gorden, kelambu, dan pakaian diruang yang gelap.
d. Kelembaban Udara
Umur nyamuk dipengaruhi oleh kelembaban udara. Kelembaban yang rendah
akan memperpendek umur nyamuk, Secara umum penilaian kelembaban
dalam rumah dengan menggunakan hygrometer. Menurut indikator
pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan

6
dalam rumah adalah 40-70% dan kelembaban udara yang tidak memenuhi
syarat kesehatan adalah 70%.
Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis agar aman
bagi penguhinya, salah satunya adalah lantai harus kedap air. Jenis lantai tanah
menyebabkan kondisi rumah menjadi lembab yang memungkinkan segala
bakteri berkembangbiak. Hal ini menyebabkan kondisi ketahanan tubuh
menjadi lebih buruk, sehingga dapat menyebabkan gangguan atau penyakit
terhadap penghuninya dan memudahkan seseorang terinfeksi penyakit.
e. Suhu
Nyamuk Aedes Aegypti dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi
metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai
dibawah suhu kritis. Pada suhu yang lebih dari 35oC juga mengalami
perubahan dalam arti lebih lambat terjadinya proses fisiologis. Telur nyamuk
Aedes Aegypti di dalam air dengan suhu 20- 40oC akan menetas menjadi jentik
dalam wkatu 1-2 hari
f. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi, salah satunyayaitu menjaga agar
sirkulasi udara didalam rumah tersebut lancar. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya O2 didalam rumah dan menyebabkan kelembaban
udara didalam ruangan baik. Tingkat kelembaban optimum nyamuk antara 60
% - 80 %, luas ventilasi alamiah yang permanen minimal >10% dari luas lantai.
g. Tempat Penampungan Air (TPA)
Tempat penampungan air yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes Aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Tempat penampungan air bersih (tempayan, bak mandi, bakWC, drum, bak
penampungan air, ember, dll)
2. Tempat penampungan air untuk keperluan tertentu (tempat minum hewan,
barang-barang bekas, vas bunga, dll)
3. Tempat penampungan air alami (lubang pohon, lubang batu, tempurung
kelapa, kulit kerang, potongan bambu)
Pada dasarnya di anjurkan untuk membersihkan tempat penampungan air
minimal satu minggu sekali agar bebas dari jentik nyamuk
h. Jarak Antar Rumah Jarak antar rumah dapat mempengaruhi penyebaran
nyamuk dari satu rumah ke rumah yang lain.
i. Kepadatan Hunian Ketidakseimbangan antara luas rumah dengan jumlah
penghuni akan menyebabkan suhu didalam rumah menjadi tinggi dan hal ini
dapat mempercepat penularan DBD. Tidak padat hunian (memenuhi syarat )
adalah jika luas >9 m2 per orang dan padat penghuni jika luas < 9 m2 per orang.
j. Ikan Pemakan Jentik Yang termasuk lingkungan biologi seperti ada atau
tidaknya memelihara ikan pemakan jentik. Hal tersebut berpengaruh terhadap
kepadatan jentik di tempat penampungan air atau kontainer. Memelihara ikan
pemakan jentik misalnya ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo
dan lain-lain).

7
2. Faktor Perilaku
sAda beberapa macam teori tentang perilaku, antara lain perilaku merupakan hasil
dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang
terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan praktek. Perilaku manusia dapat
dilihat dari tiga aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi
dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan
sebagainya yang ditentukan dan dipengaruhi faktor pengalaman, keyakinan, sarana
fisik dan sosial budaya.Perilaku seseorang yang diukur dari pengetahuan, sikap dan
praktek dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan
penginderaan suatu objek tertentu melalui pasca indera manusia. Perilaku yang
didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan. Pengetahuan seseorang mengenai praktek 3M yang terdiri
dari praktek menguras tempat penampungan air kurang dari seminggu sekali,
praktek menutup tempat penampungan air, dan praktek membuang atau
mengubur barangbarang bekas yang dapat menjadi tempat penampungan air
sehingga dapat mempengaruhi keadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti.
b. Sikap
Sikap adalah suatu pernyataan evaluatif tentang objek, orang atau kejadian-
kejadian. Pembentukan sikap dipengaruhi oleh pengalaman pribadi,
kebudayaan orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau
lembaga tertentu serta faktor emosi dalam diri individu yang bersangkutan.
c. Praktek
Praktek dipengaruhi oleh kehendak, sedangkan kehendak dipengaruhi oleh
sikap dan norma subjektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan oleh
pendapat orang lain serta motifasi untuk menaati pendapat tersebut. Praktek
individu terhadap objek dipengaruhi oleh persepsi individu tentang kegawatan
ojek, kerentanan, faktor sosio psikologi, faktor sosio demografi, pengaruh media
masa, anjuran orang lain serta perhitungan untung rugi dan prakteknya
tersebut. Praktek dibentuk oleh pengalaman. Interaksi individu dengan
lingkungan, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap terhadap suatu
objek.
Teori Fishbein dan Ajzen bila diaplikasikan dalam praktek pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) seperti menguras tempat penampungan air, dan mengubur barang-
barang bekas, untuk mencegah terjadinya penyakit Demam Berdarah Dengue bisa
dikarenakan oleh pengaruh ajakan orang lain ataupun pengaruh media masa.

8
2.1.4 Manifestasi Klinis DBD
Menurut (Kemenkes, 2012) Demam dengue ditandai oleh gejala-gejala klinik
berupa demam,nyeri pada seluruh tubuh, ruam, pendarahan dan renjatan (shock).
Gejala-gejala tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Demam
Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue timbulnya mendadak, tinggi (dapat
mencapai 39-40 ℃) dan dapat disertai dengan menggigil. Demam hanya
berlangsung untuk 2-7 hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali turunnya
suhu badan secara tiba-tiba (lysis), disertai dengan berkeringat banyak, dimana
anak tampak agak loyo. Demam ini dikenal juga dengan istilah demam biphasik,
yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari sempat turun di tengahnya
menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh.
Demam secara mendadak disertai gejala klinis yangtidak spesifik seperti: anorexia
lemas, nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala.

2. Nyeri
seluruh tubuh Dengan timbulnya gejala panas pada penderita infeksi virus
dengue, maka disusul dengan timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada
umumnya yang dikeluhkan berupa nyeri otot, nyeri sendi, nyeri punggung, nyeri
ulu hati dan nyeri pada bola mata yang timbul dalam kalangan masyarakat awam
disebut dengan istilah flu tulang.

3. Ruam
Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue dapat timbul pada saat awal panas
yang berupa (flushing) yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher dan
dada. Ruam juga dapat timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah
kecil, seperti: bercak pada penyakit campak.

4. Pendarahan
Infeksi virus dengue terutama pada bentuk klinis Demam Berdarah Dengue selalu
disertai dengan tanda pendarahan. Tanda pendarahan tidak selalu didapat secara
spontan oleh penderita, bahkan pada sebagian besar penderita muncul setelah
dilakukan test tournique. Uji tourniquet positif sebagai tanda perdarahan ringan,
dapat dinilai sebagai presumptif test (dugaan keras) oleh karena uji tourniquest
positif pada hari pertama demam terdapat pada sebagian besar penderita demam
berdarah dengue. Namun uji tourniquet positif dapat juga dijumpai pada penyakit
virus lain (campak, demam chikungunya), infeksi bakteri (thypus abdominalis),
dan lain-lain
a. Ptechiae (bintik – bintik darah pada permukaan kulit)
b. Purpura

9
c. Ecchymosis (bintik – bintik darah di bawah kulit)
d. Pendarahan konjungtiva
e. Pendarahan dari hidung ( mimisan atau epitaksis )
f. Perdarahan pada gusi
g. Hematenesis (muntah darah)
h. Meiena (buang air besar berdarah)
i. Hematuna (buang air kecil berdarah)

5. Renjatan
Disebabkan karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler
melalui kapiler darah yang rusak. Tanda-tanda renjatan adalah:
a. Kulit terasa dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari, dan kaki.
b. Penderita menjadi gelisah.
c. Sianosis di sekitar mulut.
d. Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.
e. Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang).
f. Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun hingga 80 mmHg atau
kurang).

10
1. Klasifikasi

Tabel 2.1
Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksius Dengue

DD/ DBD Derajat Gejala


DD Demam disertai 2 atau lebih tanda : sakit
kepala, nyeri retro-orbital, sakit pada otot, sakit
pada persendian
DBD I Gejala diatas ditambah uji bendung positif
DBD II Gejala diatas ditambah perdarahan spontan
DBD III Gejala diatas ditambah kegagalan sirkulasi
(kulit dingin dan lembab serta gelisah)
DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan
nadi tidak terukur

Sumber : Soadjas, 2011

DBD dibedakan menjadi 4 derajat, sebagai berikut :


1) Derajat I : demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat
manifestasi perdarahan (uji turniket positif)
2) Derajat II : seperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdarahan lain
3) Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi
cepat dan lemah, tekanan nadi menurun atau hipotensi disertai kulit
yang dingin dan lembab, gelisah
4) Derajat IV : ranjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah
yang tidak dapat diukur.
(WHO, 2017)

2. Patofisiologi
Virus dengue yang pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia melalui
gigitan nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali memberi gejala DF.
Pasien akan mengalami gejala viremia seperti demam, sakit kepala, mual,
nyeri otot, pegal seluruh badan, hyperemia ditenggorok, timbulnya ruam dan
kelainan yang mungkin terjadi pada RES seperti pembesaran kelenjer getah

11
bening, hati, dan limfa. Reaksi yang berbeda nampak bila seseorang
mendaparkan infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Hal ini
disebut the secondary heterologous infection atau the sequential infection of
hypothesis. Re-infeksi akan menyebabkan suatu rekasi anamnetik antibody,
sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibody (kompleks
virus antibody) yang tinggi (Wijaya & Putri, 2016).

Akibat aktivitas C3 dan C5 akan dilepaskan C3a dan C5a, 2 peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler/vaskuler sehingga
cairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau terjadinya
perembesaran plasma akibat pembesaran plasma terjadi pengurangan volume
plasma yang menyebabkan hipovolemia, penurunan tekanan darah,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan (Ngastiyah, 2014).

Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya saat


renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang
sampai 30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi akibat
kehilangan plasma yang tidak dengan segera diatasi maka akan terjadi anoksia
jaringan, asidosis metabolik dan berakhir dengan kematian (Ngastiyah, 2014).

Trombositopenia terjadi akibat meningkatnya destruksi trombosit. Penyebab


peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat
menjadi penyebab seperti yaitu virus dengue, komponen aktif system
komplemen, dan kerusakan sel endotel. Trombositopenia, gangguan fungsi
trombosit dan kelainan system koagulasi dianggap sebagai penyebab utama
perdarahan pada DBD (Soedarmo dkk, 2008).

12
3. Pathway

Virus

Nyamuk Aedes Agypty

Inkubasi Virus

System
System System System System
gastrointestinal System
eliminasi integumen kardiovaskular muskuluskeletal
hematology

Hepatomegaly

Perdarahan Infeksi virus Pengeluaran zat Koagulipati hati viremia


Menekan lambung dengue anafilatoksin
Diafragma

Nyeri otot
Melena Peningkatan Trombosit dan sendi
Mual, muntah
Temoregulasi permeabilitas
kapiler

Anoreksia
Muncul
HB Nyeri akut
Nausea petekie
menurun Kebocoran sel
Hipertermi Kebocoran
plasma darah merah
keruang ekstra
Resiko vaskuler
deficit Resiko
nutrisi perdarahan
Lemah
Peningkatan Perdarahan
suhu tubuh HT meningkat
ekstra vaskuler HB meningkat
Resiko LED meningkat
injuri
Tidak bisa
beraktivitas Gangguan rasa
hipovolemia HB kental
nyaman
dan pekat

Intoleransi
aktivitas Resiko Resiko
syok infeksi
13
4. Penatalaksanaan
Ngastyah (2014), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DBD ada
penantalaksanaan medis dan keperawataan diantanya :
a. Penatalaksanaan Medis
1) DBD tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan haus. Orang tua dilibatkan dalam pemberian minum
pada anak sedikt demi sedikit yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam.
Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik dan kompres
hangat. Jika anak mengalami kejang-kejang diberi luminal dengan
dosis : anak yang berumur <1 tahun 50mg IM, anak yang berumur
>1 tahun 75mg. atau antikonvulsan lainnya. Infus diberikan pada
pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien teruss menerus muntah,
tidak dapat diberikan minum sehingga mengancan terjadinya
dehidrasi atau hematokrit yang cenderung meningkat.
2) DBD disertai renjatan
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara dipasang infus
sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma.
Cairan yang biasanya diberikan Ringer Laktat. Pada pasien dengan
renjatan berat pemberian infus harus diguyur. Apabila renjatan
sudah teratasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10
ml/kgBB/jam. Pada pasien dengan renjatan berat atau renjatan
berulang perlu dipasang CVP (central venous pressure) untuk
mengukur tekanan vena sentral melalui safena magna atau vena
jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU.
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Perawatan pasien DBD derajat I
Pada pasien ini keadaan umumya seperti pada pasien influenza biasa
dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan sebagainya, tetapi
terdapat juga gejala perdarahan. Pasien perlu istirahat mutlak,
observasi tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit
secara periodik (4 jam sekali). Berikan minum 1,5-2 liter dalam 24
jam. Obat-obatan harus diberikan tepat waktunya disamping
kompres hangat jika pasien demam.
2) Perawatan pasien DBD derajat II

14
Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat
sudah dalam keadaan lemah, malas minum dan tidak jarang setelah
dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam keadaan
renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien segera dipasang
infus. Bila keadaan pasien sangat lemah infus lebih baik dipasang
pada dua tempat. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan hematokrit
dan hemoglobin serta trombosit.
3) Perawatan pasien DBD derajat III (DSS)
Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga
memerlukan perawatan yang intensif. Masalah utama adalah
kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai puncaknya
dengan ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah sangat lambat
karena menjadi kental sehingga mempengaruhi curah jantung dan
menyebabkan gangguan saraf pusat. Akibat terjadinya kebocoran
plasma pada paru terjadi pengumpulan cairan didalam rongga pleura
dan menyebabkan pasien agak dispnea, untuk meringankan pasien
dibaringkan semi-fowler dan diberikan O2. Pengawasan tanda vital
dilakukan setiap 15 menit terutama tekanan darah, nadi dan
pernapasan. Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit tetap dilakukan
secara periodik dan semua tindakan serta hasil pemeriksaan dicatat
dalam catatan khusus.

15
16
17
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Skenario

Seorang laki-laki berumur 26 tahun masuk RS 3 hari yang lalu dengan keluhan demam,
nyeri pada punggung dan tulang hilang timbul, kepala pusing, TD: 110/70 mmHg, S: 38 –
40ºC sudah hamper 3 hari yang lalu. Uji torniket positif, petekie positif, mual dan muntah,
BAB encer. Nilai lab: ht 55,3%, hb 20 g/dl, LED 50mm/jam, Leukosit 5700. Pasien saat
ini merasa lemas dan tidak mampu melakukan aktivitas fisik. Keluarga pasien, selalu ingin
pasien untuk di rawat jalan karena terkendala dalam biaya pengobatan.

3.2 Analisa Data


Data Etiologi Problem
Ds : Virus Hipertermia
- Pasien mengeluh
demam
Do :
- T : 38 – 40ºC sejak 3 Nyamuk Aedes Agypty
hari yang lalu

Inkubasi virus

Sistem integument

Infeksi virus dengue

Ds : Virus Hipovolemia
- Pasien merasa lemas
- Pasien merasa pusing
- BAB encer, mual
dan muntah Nyamuk Aedes Agypty
Do :
- TD : 110/70mmHg
- HT : 55,3%
- HB : 20 g/dl Inkubasi virus
- T : 38 – 40ºC
- Trombosit : -
- Volume urine : -

Sistem kardiovaskular

18
Trombosit menurun

Permeabelitas kapiler
meningkat

Cairan keluar dari vascular

Mual, muntah, BAB encer

Ds : Virus Nyeri Akut


- Pasien mengeluh
nyeri pada punggung
dan tulang hilang
timbul. Nyamuk Aedes Agypty
- Pasien mengeluh
tidak mampu
melakukan aktivitas
fisik. Inkubasi virus
Do :
- TD : 110/70mmHg
- HT : 55,3%
- HB : 20 g/dl Sistem muskuloskeletal
- LED : 50mm/jam
- Leukosit : 5700 U/L
*Manajamen nyeri :
- P:- Viremia
- Q:-
- R : Nyeri pada
punggung dan tulang
- S:- Nyeri pada punggung dan
- T : Hilang timbul tulang

19
Ds : Virus Nausea
- Pasien mengeluh
mual, muntah,
pusing
- Pasien lemas dan Nyamuk Aedes Agypty
tidak bisa
beraktivitas
Do :
- TD : 110/70mmHg Inkubasi virus

Sistem gastrointestinal

Distensi lambung

Mual, muntah

Ds : Virus Intoleransi Aktivitas


- Pasien merasa lemah
dan tidak mampu
melakukan aktivitas
fisik Nyamuk Aedes Agypty
- Pasien merasa
pusing, nyeri
punggung dan tulang
hilang timbul Inkubasi virus
- Pasien mengeluh
demam sejak 3 hari
yang lalu
- Pasien mengeluh Sistem gastrointestinal
mual, muntah, BAB
encer
Do :
- TD: 110/70 mmHg Distensi lambung
- T : 38 – 40ºC sejak
3 hari yang lalu
*Manajamen nyeri :
- P:- Mual, muntah, BAB encer
- Q:-
- R : Nyeri pada
punggung dan tulang
- S:- Merasa lemah
- T : Hilang timbul

20
Ds : Virus Resiko Perdarahan
- Pasien merasa pusing
dan lemah
Do :
- TD : 110/70 mmHg Nyamuk Aedes Agypty
- HT : 55,3%
- HB : 20 mg/dl
- LED : 50mm/jam
- Leukosit : 5700 U/L Inkubasi virus
- Uji torniket (+)
- Petekie (+)

Sistem hematology

Koagulopati

Trombosit menurun

Muncul petekie

Ds : Virus Resiko Syok


- Pasien merasa lemah
Do :
- TD : 110/70 mmHg
- HT : 55,3% Nyamuk Aedes Agypty
- HB : 20 mg/dl
- LED : 50mm/jam
- Uji torniket (+)
- Petekie (+) Inkubasi virus
- GCS : -
- Volume Urine : -

Sistem kardiovaskular

Trombosit menurun

21
Permeabelitas kapiler
meningkat

Cairan keluar dari vascular

Mual, muntah, BAB encer

Hipovolemia

Ds : Virus Resiko Defisit Nutrisi


- Pasien mengeluh
mual, muntah, BAB
encer
- Pasien mengeluh Nyamuk Aedes Agypty
tidak mampu
beraktivitas fisik
- Pasien mengeluh
pusing Inkubasi virus
Do :
- TD : 110/70mmHg

Sistem gastrointestinal

Mual, muntah, BAB encer

Ds : Virus Resiko Infeksi


- Pasien mengeluh
BAB encer, mual
dan muntah
Do : Nyamuk Aedes Agypty
- TD : 110/70 mmHg

22
- HT : 55,3%
- HB : 20 mg/dl
- LED : 50mm/jam
Inkubasi virus

Sistem kardiovaskular

Leukosit menurun

Terjangkit bakteri
Salmonella Typi dari
lingkungan rumah sakit

Ds : Virus Resiko Injuri


- Pasien merasa lemah
- Pasien tidak mampu
beraktivitas fisik
- Pasien merasa Nyamuk Aedes Agypty
pusing, nyeri
punggung dan tulang
hilang timbul
- Pasien mual dan Inkubasi virus
muntah
Do :
- TD : 110/70mmHg
Sistem gastrointestinal Sistem muskuloskeletal
- HT : 55,3%
- HB : 20 g/dl
- LED : 50mm/jam
*Manajamen nyeri : Distensi lambung Viremia
- P:-
- Q:-
- R : Nyeri pada
Mual, muntah, BAB encer Nyeri tulang
punggung dan tulang
- S:-
- T : Hilang timbul
Merasa lemah Sulit beraktivitas fisik

23
3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan T : 38-40°C (sejak 3


hari).
2. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan
HT : 55.3%, Hb : 20mg/dl, BAB encer, muntah.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan mengeluh nyeri
pada punggung dan tulang yang hilang timbul.
4. Nausea berhubungan dengan distensi lambung ditandai dengan mengeluh mual,
muntah, pusing.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan ditandai dengan merasa lemah,
pusing, tidak mampu beraktivitas, BAB encer, mual, muntah.
6. Resiko pendarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi (trombositopenia) ditandai
dengan petekie.
7. Resiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan ditandai dengan HT : 55.3%, Hb
: 20mg/dl, BAB encer, muntah.
8. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan dan mengabsorbsi nutrien
yang ditandai dengan mual, muntah, BAB encer, tidak mampu melakukan aktivitas, pusing.
9. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder dan
peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan.
10. Resiko injuri/cedera berhubungan dengan kelemahan dan viremia ditandai dengan mual,
muntah, BAB encer, nyeri pada tulang yang hilang timbul.

24
3.4 Intervensi dan Implementasi
Diagnosa Kriteria Hasil intervensi Implementasi
Keperawatan
Hipertermi Setelah Manajemen Hipertermia - Mengidentifikasi
berhubungan dilakukan Observasi penyebab
dengan proses intervensi - Identifikasi penyebab hipertermi
penyakit di tandai selama 3×24 hipertermi - Mengidentifikasi
suhu tubuh jam, maka - Monitor suhu tubuh suhu tubuh
meningkat termoregulasi - Monitor komplikasi - Memonitor suhu
membaik. hipertermi. tubuh
- Memonitor
Kriteria hasil: Terapeutik komplikasi
- Takipnea - Sediakan lingkungan yang hipertermi
menurun dingin - Menyediakan
- Suhu tubuh - Longgarkan atau lepaskan lingkungan yang
membaik pakaian dingin
- Lakukan pendinginan - Melonggarkan
eksternal (kompres dingin atau melepaskan
pada dagu, leher, dada, pakaian
abdomen, aksila) - Melakukan
pendinginan
Edukasi eksternal
Anjurkan tirah baring (kompres dingin)
- menganjurkan
Kolaborasi tirah baring
Kolaborasi pemberian cairan - Mengkolaborasi
dan elektrolit intravena pemberian cairan
dan elektrolit
intravena
- Hipovolemia
ber-hubungan

25
dengan
peningkatan
permeabilitas
kapiler di tandai
dengan
hematokrit
meningkat
Hipovolemia Setelah Manajemen hipolovemia - Memeriksa tanda
berhubungan dilakukan Observasi dan gejala
dengan intervensi Periksa tanda dan gejala hipovolomia
peningkatan selama 3×24 hipovolomia - Memberikan
permeabilitas jam,maka status posisi modified
kapiler di tandai cairan membaik Terapeutik trendelenburg
dengan Kriteria hasil: Berikan posisi modified - Menganjurkan
hematokrit - Kadar tredelenburg menghindari
meningkat Hb membaik perubahan posisi
- Kadar Edukasi mendadak
Ht membaik Anjurkan menghindari - Mengkolaborasi
- Suhu tubuh perubahan posisi mendadak pemberian
membaik produk darah

Kolaborasi
Koaborasi pemberian produk
darah
Nyeri akut Setelah di Manajemen Nyeri - Memonitor ttv
Observasi
berhubungan lakukan - Mengidentifikasi
Monitor ttv
dengan agen intervensi lokasi,
pencedera fisik selama 3×24 karakteristik,
Identifikasi
ditandai dengan jam, maka - Lokasi, karakteristik, durasi, durasi, frekuensi,
mengeluh nyeri tingkat nyeri frekuesi, kualitas, intesitas kualitas, intesitas
menurun nyeri nyeri

26
Kriteria hasil: - Identifikasi skala nyeri - Mengidentifikasi
- Keluhan - Identifikasi resiko nyeri skala nyeri
nyeri - Identifikasi pengaruh nyeri - Mengidentifikasi
menurun resiko nyeri
- Muntah Terapeutik - Mengidentifikasi
menurun - Berikan teknik pengaruh nyeri
- Mual nonfarmakologis untuk - Memberikan
menurun mengurangi rasa nyeri teknin non
- Manajemen (terapi pijat) farmakologis
Nyeri untuk
Edukasi
mengurangi rasa
- Jelaskan
nyeri (terapi
penyebab,periode,dan
pijat)
pemicu nyeri
- Menjelaskan
- Anjurkan memonitor nyeri
penyebab,
scr mandiri
periode, dan
- Anjurkan teknik
pemicu nyeri
nonfarmakologis untuk
- Menganjurkan
mengurangi rasa nyeri
memonitor nyeri
scr mandiri
Kolaborasi
- Menganjurkan
- kolaborasi pemberian
teknik
analgetik, jika perlu.
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
- Mengkolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

27
Nausea Setelah Manajemen Mual - Mengidentifikasi
berhubungan dilakukan pengalaman
Observasi
dengan distensi intervensi mual
- Monitor ttv
lambung ditandai selama 3×24 - Mengidentifikasi
- Identifikasi pengalaman mual
dengan mengeluh jam, maka faktor penyebab
- Identifikasi dampak mual
mual, merasa tingkat nausea mual
terhadap kualitas hidup
ingin muntah menurun - Mengidentifikasi
- Identifikasi faktor prnyebab
Kriteria hasil: faktor penyebab
mual
- Keluhan mual
- Identifikasi antiemetik untuk
mual - Mengidentifikasi
mencegah mual
menurun antiemetik untuk
- Monitor mual
- Perasaan mencegah mual
Terapeutik
ingin muntah - Mengendalikan
- Kendalikan faktor
menurun faktor
lingkungan oenyebab mual
- Manajemen lingkungan
- Kurangi atau hilangkan
mual penyebab mual
keadaan penyebab mual
- Mengurangi atau
menghilangkan
Edukasi
keadaan
- Anjurkan istirahat dan tidur
penyebab mual
yang cukup
- Menganjurkan
istirahat dan tidur
Kolaborasi
yang cukup
- Kolaborasi pemberian
- Mengkolaborasi
antiemetik, jika perlu
antiemetik, jika
perlu.

Intoleransi Setelah Manajemen Energi - Mengidentifikasi


aktivitas dilakukan Observasi gangguan fungsi
berhubungan intervensi - Identifikasi gangguan tubuh yang
dengan kelelahan selama 3×24 fungsi tubuh yang mengakibatkan
jam, Maka mengakibatkan kelelahan. kelelahan.
- Monitor kelelahan fisik dan
emosional.
28
ditandai dengan kriteri hasil Terapeutik - Memonitor
toleransi
mengeluh lelah - Berikan aktivitas distraksi kelelahan fisik
aktivitas
meningkat yang menenangkan dan emosional.
Kriteria hasil:
- Memberikan
- Keluhan lelah
Edukasi aktivitas distraksi
menurun
- Anjurkan tirah baring yang
- Perasaan
- Anjurkan menghubungi menenangkan.
lemah
perawat jika tanda dan - Menganjurkan
menurun
gejala kelelahan tidak tirah baring.

berkurang - Menganjurkan
menghubungi
- Ajarkan strategi koping
perawat jika
untuk mengurangi
tanda dan gejala
kelelahan
kelelahan tidak
berkurang.
- Mengajarkan
strategi koping
untuk
mengurangi
kelelahan.

29
Resiko Setelah Pencegahan Perdarahan - Memonitor tanda
pendarahan dilakukan dan gejala
Observasi
berhubungan intervensi pendarahan.
- Monitor tanda dan gejala
dengan gangguan selama 3×24 - Memonitor
pendarahan
koagulasi jam, maka koagulasi.
- Monitor koagulasi
(trombositopenia) tingkat - Memonitor tanda
- Monitor tanda - tanda vital
ditandai dengan perdarahan - tanda vital
ortostatik
petekie menurun ortostatik.
- Mempertahankan
Kriteria hasil: Terapeutik
bed rest (tirah
- Tekanan - Pertahankan bed rest (tirah
baring).
darah baring)
membaik

30
- Gunakan kasur pencegahan - Menggunakan
decubitus kasur
pencegahan
Edukasi decubitus.
- Jelaskan tanda dan gejala - Menjelaskan
pendarahan tanda dan gejala
- Anjurkan menghindari pendarahan.
aspirin atau antikoagulan - Menganjurkan
menghindari
Kolaborasi aspirin atau
Kolaborasi pemberian obat antikoagulan.
pengontrol pendarahan, jika - Mengkolaborasi
perlu pemberian obat
pengontrol
pendarahan, jika
perlu.

Resiko syok Setelah Pemantauan Cairan - Memonitor


berhubungan dilakukan tekanandarah.
Observasi
dengan intervensi selama - Mengidentifikasi
- Monitor tekanandarah
kekurangan 3×24 jam, maka tanda -
- Identifikasi tanda -
volumecairan kriteri hasil tanda
tanda hipovolemia
tingkat syok hypovolemia.
menurun - Mendokumentasik
Terapeutik
kriteria hasil : anhasil
Dokumentasikanhasil
- tekanan pemantauan.
pemantauan
darahsistolik - Menjelaskan
membaik tujuan dan
Edukasi
- tekanan prosedur
- Jelaskan tujuan dan
darah pemantauan.
prosedurpemantauan
diastolik - Menginformasi-
- Informasikan hasil
membaik kan hasil pem-
pemantauan, jika perlu
antauan, jika perlu

31
Resiko defisit Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi - Mengidentifikasi
nutrisi intervensi selama status nutrisi.
Observasi
berhubungan 3×24 jam, maka - Memonitor asupan
- Identifikasi statusnutrisi
dengan faktor kriteri hasil status makanan.
- Monitor asupan
psikologis nutrisi membaik - Memonitor hasil
makanan
(mis. Kriteria hasil: pemeriksaan
- Monitor hasil
keengganan - Nafsu makan laboratorium.
pemeriksaan
untuk makan) membaik - Memberikan
laboratorium
makanan tinggi serat
untuk mencegah
Terapeutik
konstipasi.
Berikan makanan tinggi
- Menganjurkan posisi
serat untuk mencegah
duduk, jika mampu.
konstipasi
- Mengkolaborasi
dengan ahli gizi
Edukasi
Anjurkan posisi duduk. Jika untuk menentukan
mampu. jumlah kalori dan
jenis nutrien yang
Kolaborasi dibutuhkan, jika
Kolaborasi dengan ahli gizi perlu.
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan jika perlu.

32
Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi - Memonitor tanda
berhubungan intervensi selama dan gejala infeksi
Observasi
dengan ketidak 3×24 jam, maka lokal dan sistemik.
Monitor tanda dan gejala
ade kuatan kriteri hasil - Memberikan
infeksi lokal dan sistemik
pertahanan tubuh tingkat infeksi perawatan kulit pada
sekunder menurun area edema.
Terapeutik
Kriteria hasil: - Menjelaskan tanda
Berikan perawatankulit
- demam dan gejala infeksi.
pada area edema
menurun
- Menganjurkan
- letargi menurun
meningkatkan
Edukasi
asupan cairan
- Jelaskan tandadan
kolaborasi.
gejala infeksi
- Mengkolaborasikan
- Anjurkan meningkatkan
pemberian
asupan cairan
imunisasi, jika perlu
kolaborasi

Kolaborasi Kolaborasikan
pemberian imunisasi,
jika perlu.

33
Resiko Setelah Pencegahan Cedera - Mengidentifikasi
injuri/cedera dilakukan Observasi area lingkungan
berhubungan intervensi Identifikasi area yang berpotensi
dengan selama 3×24 lingkungan yang berpotensi menyebabkan
ketidaknormalan jam, maka menyebabkan cedera cedera.
profil darah kriteri hasil - Mengsosialisasikan
tingkat cedera Terapeutik pasien dan keluarga
menurun - Sosialisasikan pasien dengan lingkungan
Kriteria hasil : dan keluarga dengan ruang rawat.
- toleransi lingkungan ruang rawat Mendiskusikan
aktivitas - Diskusikan mengenai mengenai alat bantu
meningkat alat bantu mobilitas mobilitas yang sesuai
- Nafsu makan yang sesuai - Menganjurkan
meningkat bergantian posisi
- Pendarahan Edukasi secara perlahan dan
- Anjurkan bergantian
menurun duduk selama
posisi secara perlahan
- Tekanan darah beberapa menit
dan duduk selama
membaik sebelum berdiri
beberapa menit
- Gangguan
sebelum berdiri
mobilitas
menurun

34
35
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue I, II, III dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang ditandai
dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu,
gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda pendarahan di kulit berupa bintik pendarahan
(petechie), lebam (echymosis), atau ruam (purpura), kadangkadang mimisan, berak darah,
muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock). Di Indonesia DBD salah satu
masalah kesehatan masyarakat karena penderitanya tiap tahun semakin meningkat serta
penyebarannya yang begitu cepat. Penyakit DBD dapat ditularkan pada anak-anak yang
berusia kurang dari 15 tahun hingga pada orang dewasa (Kemenkes RI, 2018).
Angka kejadian DBD (IR) di Kota Batam cukup tinggi, pada tahun 2007 sebesar
157,9 per 100.000 penduduk, tahun 2008 sebesar 153,5 dengan CFR 1,0. Pada
kedua tahun tersebut merupakan kejadian paling tinggi diantara 6 Kabupaten
lainnya di Provinsi Kepulauan Riau. Pada tahun 2009 –2011, angka kejadian DBD
mengalami penurunan, yaitu sebesar 136,2 pada tahun 2009, 29,5 pada tahun 2010
dan sebesar 59,43 pada tahun 2011 (Profil Dinas Kesehatan Kota Batam,
2011) Berbagai program pengendalian telah dilakukan diantaranya melakukan
penyuluhan, pengasapan dan larvasidanamun belum dapat menurunkan jumlah
kasus secara signifikan.

36
DAFTAR PUSTAKA

WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: Revised and
expanded edition. SEARO Technical Publication Series No. 60. India

Hadinegoro, S.Sri Rezeki (2011). Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di


Indonesia. Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta.

Kemenkes RI. 2018. Pedoman Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Indonesia.


Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Kementrian Kesehatan RI, 2011. Pencegahan dan Pembrantasan DBD di Indonesia:


Jakarta.

Hikmatul Fauziah (2017). Asuhan Keperawatan Pada An.H dan An.N Dengan Demam
Berdarah Dengue di RSI Ibnu Sina. Padang

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

37

Anda mungkin juga menyukai