PUSKESMAS KLUNGKUNG II
Oleh:
Pembimbing:
KEDOKTERAN PENCEGAHAN
DENPASAR
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
dengan judul “Social Determinant of Health (Fenomena Ice Berg pada Kasus Dengue
informasi dari berbagi pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis
1. dr. Luh Putu Ariastuti, MIH selaku pembimbing, yang telah meluangkan
berlangsung.
mengharapkan kritik dan saran yang membangun, dari semua pihak demi perbaikan
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
2.2 Fenomena Iceberg pada kasus demam berdarah pada balita di Indonesia 5
KESIMPULAN...………………………………………………………………….………..13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti, yang memiliki gejala berupa demam tinggi
mendadak disertai manifestasi pendarahan dan cenderung menimbulkan renjatan dan kematian.
Demam berdarah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia dan
khususnya di Indonesia dan sering menimbulkan ledakan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan
Berdasarkan data WHO pada tahun 2010, terdapat peningkatan insiden DBD yang terjadi
di dunia selama 20 tahun terakhir, diperkirakan jumlah orang yang beresiko terserang penyakit
ini sekitar 2,5-3 miliar dan 20 juta pada setiap tahunnya. Indonesia merupakan salah satu daerah
yang memiliki potensi terjadinya infeksi penyakit DBD. Jumlah kasus DBD di Indonesia sendiri
terus mengalami peningkatan dan peluasan penyebaran yang diselingi ledakan KLB dalam
kisaran 5-6 tahun. Diagnosis dini infeksi dengue sendiri sulit ditegakkan, mengingat kriteria klini
laboratorium DBD dari WHO tidak selalu muncul pada hari pertama sakit sehingga sangat
mengenali pasien pada stadium awal dan lebih sulit lagi menduga akan berkembang menjadi
derajat yang lebih berat.2 Infeksi dengue seringkali menyebabkan efek iceberg dimana
Pneumonia merupakan istilah umum yang menandakan terjadinya inflamasi pada daerah
pertukaran gas dalam paru, biasanya mengimplikasikan terjadinya inflamasi parenkim paru yang
pada anak usia di bawah lima tahun dan menyumbang 16% kematian anak, diperkirakan
mencapai 920.136 anak meninggal akibat pneumonia pada tahun 2015.4 Menurut Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL), di Indonesia kasus
pneumonia menjadi penyebab kematian nomor 3 sebesar 9,4% dari jumlah kematian balita.5
Data di atas memberikan gambaran bahwa masalah demam berdarah dan masalah
pneumonia pada balita perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut. Kejadian pneumonia dan
demam berdarah sendiri perlu diketahui apakah sesuai dengan kasus yang tercatat karena hal ini
akan berpengaruh dalam penanggulangan dan pencegahan yang tepat untuk pneumonia dan
demam berdarah.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
Gunung es berada di bawah permukaan laut, dan bentuk bagian tersebut sulit diperkirakan
hanya berdasarkan apa yang tampak di permukaan. Hal ini memunculkan suatu istilah puncak
gunung es( tip of the iceberg) yang biasanya diterapkan pada suatu masalah atau kesulitan untuk
menggambarkan bahwa masalah yang tampak hanyalah sebagian kecil dari masalah yang lebih
besar.
2.2 Fenomena Iceberg pada kasus demam berdarah dengue pada balita di Indonesia
(perumpamaan) yang menekankan bahwa bagian yang tak terlihat dari gunung es jauh lebih
besar daripada bagian yang terlihat di atas air. Artinya, pada kebanyakan masalah kesehatan
populasi, jumlah kasus penyakit yang belum diketahui jauh lebih banyak daripada jumlah kasus
penyakit yang telah diketahui. Fenomena gunung es menghalangi penilaian yang tepat tentang
besarnya beban penyakit (disease burden) dan kebutuhan pelayanan kesehatan yang
sesungguhnya, serta pemilihan kasus yang representatif untuk suatu studi. Mempelajari hanya
sebagian dari kasus penyakit yang diketahui memberikan gambaran yang tidak akurat tentang
Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat ditemukan di daerah tropis dan subtropis di
seluruh dunia, sebagian besar di daerah perkotaan dan semi perkotaan. 7 Negara Indonesia yang
memiliki iklim tropis sangat cocok untuk pertumbuhan nyamuk seperti Aedes aegypti. Penularan
virus Dengue oleh Aedes aegypti terutama terjadi selama musim hujan karena penampungan air
hujan akan menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Penyakit demam berdarah dengue
(DBD) yang ringan dapat menyebabkan demam tinggi, ruam, dan nyeri otot dan sendi.
Sedangkan penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang berat/parah atau dikenal dengan
dengue hemorrhagic fever, dapat menyebabkan perdarahan serius, penurunan tekanan darah yang
Istilah hemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun
1953, yaitu pada waktu terdapatnya epidemi demam yang menyerang anak disertai manifestasi
perdarahan dan renjatan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF) masuk ke Indonesia sejak tahun 1968 melalui pelabuhan Surabaya dan pada tahun 1980
Seperti infeksi virus lain, infeksi dengue ini ibarat gunung es. Orang yang terinfeksi
dan hanya memperlihatkan gejala ringan, seperti flu atau bahkan tanpa gejala merupakan bagian
terbesar dan berada di bawah permukaan. Mereka yang memperlihatkan gejala DD dan DBD
berada di permukaan dan kematian karena DBD merupakan puncak dari gunung es. Data
Kementerian Kesehatan, jumlah kasus DBD pada tahun 2004 sebesar 105.672 kasus dan hanya
69.017 pasien di antaranya terdaftar. Angka kematian yang terdaftar pada tahun tersebut adalah
770 pasien. Dipekirakan masih terdapat 82.967 kasus yang tidak diketahui.
Baru-baru ini dalam sidang World Health Assembly (WHA) ke-66 dipakati resolusi WHA
yang memberi perhatian pada penyakit terabaikan seperti kaki gajah, kecacingan, lepra,
frambusia termasuk DBD, dan rabies. Mengapa terabaikan? Jawabannya, kegagalan kebijakan
kegagalan dalam merencanakan alokasi sumber daya sehingga pengendalian penyakit tidak
memadai, dan kegagalan dalam implementasi program yang tidak efektif. Akibatnya, DBD tetap
menjadi masalah. Bukan hanya masalah kesehatan, melainkan juga hilangnya waktu
produktivitas bekerja, waktu sekolah, dan kehilangan secara ekonomi baik untuk keluarga
maupun bagi pemerintah karena saat terjadi kejadian luar biasa (KLB), biaya yang dibutuhkan
sangat besar. Para ahli berusaha mencari terobosan. Berbagai inovasi untuk memutuskan mata
2.3 Fenomena Ice Berg pada kasus pneumonia pada balita di Indonesia
Pneumonia merupakan inflamasi yang mengenai jaringan parenkim paru, yang
Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus atau bakteri) dan Sebagian kecil
disebabkan oleh hal lain seperti aspirasi, radiasi, dll.8 Pneumonia pada balita ditandai dengan
batuk dan atau tanda kesulitan bernapas yaitu adanya nafas cepat, kadang disertai tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam, debgab frekuensi nafas berdasarkan usia penderita :
akibat pneumonia sebesar 0,07% yakni sebesar 343 jiwa dari total 478.078 balita yang diketahui
menderita pneumonia. Perkiraan penemuan kasus pneumonia secara nasional adalah sebesar
3.55% 1.013.425 jiwa, sedangkan realisasi jumlah penderita pneumonia pada balita sendiri
adalah 478.078 jiwa atau sekitar 47.17%, sehingga dapat disimpulkan bahwa terlihat fenomena
gunung es dimana diperkirakan masih terdapat sekitar 52.83% kasus yang tidak diketahui.11
program P2 ISPA dan meningkatnya kualitas petugas puskesmas dalam deteksi dini kasus
karena masih ada petugas puskesmas yang kurang memahami pengklasifikasian pneumonia pada
balita atau masih belum optimalnya tata laksana penderita pneumonia dan rendahnya
Pemerintah telah berperan aktif dalam upaya menekan angka kesakitan dan kematian
pneumonia lewat program pemberantasan ISPA (P2 ISPA) dimana salah satu kebijakan di dalam
program P2 ISPA yaitu adanya upaya pengendalian kesakitan dan kematian pneumonia pada
balita melalui pendekatan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) dialkukan bekerja sama
dengan lintas program dimana program MTBS bertujuan untuk menemukan penderita baru
pneumonia.10 Upaya lainnya yakni melalui Program Pengembangan Imunisasi (PPI) salah
satunya imunisasi campak yang diketahui secara langsung dapat menurunkan proporsi kematian
balita akibat pneumonia, karena pneumonia merupakan salah satu komplikas idari penyakit
campak.11
KESIMPULAN
Demam berdarah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia dan khususnya di Indonesia dan sering menimbulkan ledakan Kejadian Luar Biasa (KLB)
dengan jumlah kematian tinggi. . Diagnosis dini infeksi dengue sendiri sulit ditegakkan,
mengingat kriteria klini laboratorium DBD dari WHO tidak selalu muncul pada hari pertama
sakit ,sehingga dapat menyebabkan fenomena iceberg dimana kebanyakan kasus tidak tampak
secara klinis.
Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian utama pada balita di dunia,
penemuan penderita pneumonia sendiri masih lebih rendah daripada target yang ditentukan, hal
ini disebabkan beberapa faktor seperti petugas puskesmas yang kurang memahami
Pememrintah telah berperan aktif dala upaya menekan angka kesakitan dan pneumonia
lewat program pemberantasan ISPA (P2 ISPA) dengan salah satu kebijakannya yakni
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MBTS )serta melalui Program Pengembangan Imunisasi
dengan tujuan untuk menemukan penderita baru serta mengendalikan kasus pneumonia
1. Anshori, R., Muhlisin, H. A., & Handoyo, D. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
Surakarta).2014.
2. Artawan, I., Gustawan, I. W., & Suarta, I. K. (2016). Karakteristik pasien anak dengan
2013;88(6):1065-1069.
4. World Health Organizatition. Pneumonia [Internet]. WHO. 2016 [cited 2017 Feb 8].
untuk Cegah dan Kendalikan Penyakit Tidak Menular. jakarta: Direktorat PP dan PL dan
6. Ririh Yudhastuti, Muhammad Farid Dimjati Lusno. 2019. Gambaran Kasus Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Provinsi Bali Tahun 2012-2017. F. D. L./Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia.
7. Ribka Wowor. Pengaruh Kesehatan Lingkungan terhadap Perubahan Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. 2017. Jurnal e-Clinic (eCI).
8. Puspitasari D, Syahrul F. FAKTOR RISIKO PNEUMONIA PADA BALITA
BERDASARKAN STATUS IMUNISASI CAMPAK DAN STATUS ASI EKSKLUSIF.
Jurnal Berkala Epidemiologi. 2015;3(1):69-81.
9. Kemenkes, R. I. (2018). Data dan Informasi-Profil Kesehatan Indonesia (Data and
Information-Indonesia Health Profil). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
10. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur. 2012. Data Profi l Kesehatan Propinsi Jawa Timur
Tahun 2012. Surabaya: Dinkes Propinsi Jatim.
11. Mulyani, Nina Siti & Mega Rinawati. 2013. Imunisasi Untuk Anak. Yogyakarta: Nuha
Medika