Anda di halaman 1dari 12

ARTIKEL

SOCIAL DETERMINANT OF HEALTH

FENOMENA ICE BERG PADA KASUS

DEMAM BERDARAH DAN PNEUMONIA PADA BALITA

PUSKESMAS KLUNGKUNG II

Oleh:

Dashinnie Narasimhanaidu 1902611242

Irma Ersalina br Karo 1902612001

Presanavathy P. Tharmalingam 1902612010

Pembimbing:

dr. Luh Putu Ariastuti, MIH

DEPARTEMEN KESEHATAN MASYARAKAT DAN

KEDOKTERAN PENCEGAHAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat serta berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Artikel

dengan judul “Social Determinant of Health (Fenomena Ice Berg pada Kasus Dengue

Fever dan Pneumonia pada Balita)” tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan

informasi dari berbagi pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Luh Putu Ariastuti, MIH selaku pembimbing, yang telah meluangkan

waktu dan memberikan bimbingan dalam penyelesaian laporan ini.

2. drg. Ni Kadek Asri Susanti Dewi selaku Kepala UPT Puskesmas

Klungkung II dan pembimbing lapangan, yang telah meluangkan waktu

dan memberikan bimbingan dalam penyelesaian laporan ini.

3. Pihak lain yang sudah membantu dalam pembuatan serta kegiatan

berlangsung.

Karena terbatasnya pengetahuan yang dimiliki penulis, maka penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun, dari semua pihak demi perbaikan

dari laporan ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Denpasar, Mei 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL.......................................................................................... i

KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 4

2.1 Definisi Fenomena Ice Berg 4

2.2 Fenomena Iceberg pada kasus demam berdarah pada balita di Indonesia 5

2.3.Fenomena Iceberg pada kasus Pneumonia pada balita di Indonesia 9

KESIMPULAN...………………………………………………………………….………..13

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 14
BAB I

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi oleh virus dengue yang

ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti, yang memiliki gejala berupa demam tinggi

mendadak disertai manifestasi pendarahan dan cenderung menimbulkan renjatan dan kematian.

Demam berdarah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia dan

khususnya di Indonesia dan sering menimbulkan ledakan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan

jumlah kematian tinggi.1

Berdasarkan data WHO pada tahun 2010, terdapat peningkatan insiden DBD yang terjadi

di dunia selama 20 tahun terakhir, diperkirakan jumlah orang yang beresiko terserang penyakit

ini sekitar 2,5-3 miliar dan 20 juta pada setiap tahunnya. Indonesia merupakan salah satu daerah

yang memiliki potensi terjadinya infeksi penyakit DBD. Jumlah kasus DBD di Indonesia sendiri

terus mengalami peningkatan dan peluasan penyebaran yang diselingi ledakan KLB dalam

kisaran 5-6 tahun. Diagnosis dini infeksi dengue sendiri sulit ditegakkan, mengingat kriteria klini

laboratorium DBD dari WHO tidak selalu muncul pada hari pertama sakit sehingga sangat

mengenali pasien pada stadium awal dan lebih sulit lagi menduga akan berkembang menjadi

derajat yang lebih berat.2 Infeksi dengue seringkali menyebabkan efek iceberg dimana

kebanyakan kasus tidak tampak secara klinis. 3

Pneumonia merupakan istilah umum yang menandakan terjadinya inflamasi pada daerah

pertukaran gas dalam paru, biasanya mengimplikasikan terjadinya inflamasi parenkim paru yang

disebabkan oleh bermacam-macam infeksi. Pneumonia merupakan penyebab kematian utama

pada anak usia di bawah lima tahun dan menyumbang 16% kematian anak, diperkirakan
mencapai 920.136 anak meninggal akibat pneumonia pada tahun 2015.4 Menurut Direktorat

Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL), di Indonesia kasus

pneumonia menjadi penyebab kematian nomor 3 sebesar 9,4% dari jumlah kematian balita.5

Data di atas memberikan gambaran bahwa masalah demam berdarah dan masalah

pneumonia pada balita perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut. Kejadian pneumonia dan

demam berdarah sendiri perlu diketahui apakah sesuai dengan kasus yang tercatat karena hal ini

akan berpengaruh dalam penanggulangan dan pencegahan yang tepat untuk pneumonia dan

demam berdarah.
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Definisi Iceberg

Gunung es berada di bawah permukaan laut, dan bentuk bagian tersebut sulit diperkirakan

hanya berdasarkan apa yang tampak di permukaan. Hal ini memunculkan suatu istilah puncak

gunung es( tip of the iceberg) yang biasanya diterapkan pada suatu masalah atau kesulitan untuk

menggambarkan bahwa masalah yang tampak hanyalah sebagian kecil dari masalah yang lebih

besar.

2.2 Fenomena Iceberg pada kasus demam berdarah dengue pada balita di Indonesia

2.2.1 Fenomena Gunung Es

Fenomena gunung es (iceberg phenomenon) merupakan sebuah metafora

(perumpamaan) yang menekankan bahwa bagian yang tak terlihat dari gunung es jauh lebih

besar daripada bagian yang terlihat di atas air. Artinya, pada kebanyakan masalah kesehatan

populasi, jumlah kasus penyakit yang belum diketahui jauh lebih banyak daripada jumlah kasus

penyakit yang telah diketahui. Fenomena gunung es menghalangi penilaian yang tepat tentang

besarnya beban penyakit (disease burden) dan kebutuhan pelayanan kesehatan yang

sesungguhnya, serta pemilihan kasus yang representatif untuk suatu studi. Mempelajari hanya

sebagian dari kasus penyakit yang diketahui memberikan gambaran yang tidak akurat tentang

sifat dan kausa penyakit tersebut.6


2.2.2 Demam Berdarah Dengue(DBD)

Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

seluruh dunia, sebagian besar di daerah perkotaan dan semi perkotaan. 7 Negara Indonesia yang

memiliki iklim tropis sangat cocok untuk pertumbuhan nyamuk seperti Aedes aegypti. Penularan

virus Dengue oleh Aedes aegypti terutama terjadi selama musim hujan karena penampungan air

hujan akan menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Penyakit demam berdarah dengue

(DBD) yang ringan dapat menyebabkan demam tinggi, ruam, dan nyeri otot dan sendi.

Sedangkan penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang berat/parah atau dikenal dengan

dengue hemorrhagic fever, dapat menyebabkan perdarahan serius, penurunan tekanan darah yang

tiba-tiba drastis dan bahkan bisa berujung kematian.

Istilah hemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun

1953, yaitu pada waktu terdapatnya epidemi demam yang menyerang anak disertai manifestasi

perdarahan dan renjatan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

(DHF) masuk ke Indonesia sejak tahun 1968 melalui pelabuhan Surabaya dan pada tahun 1980

DBD dilaporkan telah tersebar luas di seluruh propinsi – propinsi di Indonesia.

2.2.3 FENOMENA ICEBERG PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE

Seperti infeksi virus lain, infeksi dengue ini ibarat gunung es. Orang yang terinfeksi

dan hanya memperlihatkan gejala ringan, seperti flu atau bahkan tanpa gejala merupakan bagian

terbesar dan berada di bawah permukaan. Mereka yang memperlihatkan gejala DD dan DBD

berada di permukaan dan kematian karena DBD merupakan puncak dari gunung es. Data

Kementerian Kesehatan, jumlah kasus DBD pada tahun 2004 sebesar 105.672 kasus dan hanya
69.017 pasien di antaranya terdaftar. Angka kematian yang terdaftar pada tahun tersebut adalah

770 pasien. Dipekirakan masih terdapat 82.967 kasus yang tidak diketahui.

Baru-baru ini dalam sidang World Health Assembly (WHA) ke-66 dipakati resolusi WHA

yang memberi perhatian pada penyakit terabaikan seperti kaki gajah, kecacingan, lepra,

frambusia termasuk DBD, dan rabies. Mengapa terabaikan? Jawabannya, kegagalan kebijakan

kesehatan masyarakat yang menyebabkan rendahnya prioritas untuk penanggulangannya,

kegagalan dalam merencanakan alokasi sumber daya sehingga pengendalian penyakit tidak

memadai, dan kegagalan dalam implementasi program yang tidak efektif. Akibatnya, DBD tetap

menjadi masalah. Bukan hanya masalah kesehatan, melainkan juga hilangnya waktu

produktivitas bekerja, waktu sekolah, dan kehilangan secara ekonomi baik untuk keluarga

maupun bagi pemerintah karena saat terjadi kejadian luar biasa (KLB), biaya yang dibutuhkan

sangat besar. Para ahli berusaha mencari terobosan. Berbagai inovasi untuk memutuskan mata

rantai penularan telah dan sedang dicoba.

2.3 Fenomena Ice Berg pada kasus pneumonia pada balita di Indonesia
Pneumonia merupakan inflamasi yang mengenai jaringan parenkim paru, yang

Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus atau bakteri) dan Sebagian kecil

disebabkan oleh hal lain seperti aspirasi, radiasi, dll.8 Pneumonia pada balita ditandai dengan

batuk dan atau tanda kesulitan bernapas yaitu adanya nafas cepat, kadang disertai tarikan dinding

dada bagian bawah ke dalam, debgab frekuensi nafas berdasarkan usia penderita :

 <2 bulan : ≤ 60/menit


 2 - <12 bulan : ≤ 50/menit
 1 – 4 tahun : ≤ 40/menit
Pada Profil Kesehatan Nasional 2018, dapat ditemukan bahwa jumlah kematian balita

akibat pneumonia sebesar 0,07% yakni sebesar 343 jiwa dari total 478.078 balita yang diketahui

menderita pneumonia. Perkiraan penemuan kasus pneumonia secara nasional adalah sebesar

3.55% 1.013.425 jiwa, sedangkan realisasi jumlah penderita pneumonia pada balita sendiri

adalah 478.078 jiwa atau sekitar 47.17%, sehingga dapat disimpulkan bahwa terlihat fenomena

gunung es dimana diperkirakan masih terdapat sekitar 52.83% kasus yang tidak diketahui.11

Cakupan penemuan penderita pneumonia balita merupakan indikator dari terlaksananya

program P2 ISPA dan meningkatnya kualitas petugas puskesmas dalam deteksi dini kasus

pneumonia. Rendahnya capaian target penemuan penderita pneumonia tersebut disebabkan

karena masih ada petugas puskesmas yang kurang memahami pengklasifikasian pneumonia pada

balita atau masih belum optimalnya tata laksana penderita pneumonia dan rendahnya

kelengkapan laporan dari puskesmas yang ada di kabupaten/kota.9

Pemerintah telah berperan aktif dalam upaya menekan angka kesakitan dan kematian

pneumonia lewat program pemberantasan ISPA (P2 ISPA) dimana salah satu kebijakan di dalam

program P2 ISPA yaitu adanya upaya pengendalian kesakitan dan kematian pneumonia pada

balita melalui pendekatan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) dialkukan bekerja sama

dengan lintas program dimana program MTBS bertujuan untuk menemukan penderita baru

pneumonia.10 Upaya lainnya yakni melalui Program Pengembangan Imunisasi (PPI) salah

satunya imunisasi campak yang diketahui secara langsung dapat menurunkan proporsi kematian

balita akibat pneumonia, karena pneumonia merupakan salah satu komplikas idari penyakit

campak.11
KESIMPULAN

Demam berdarah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di

dunia dan khususnya di Indonesia dan sering menimbulkan ledakan Kejadian Luar Biasa (KLB)

dengan jumlah kematian tinggi. . Diagnosis dini infeksi dengue sendiri sulit ditegakkan,

mengingat kriteria klini laboratorium DBD dari WHO tidak selalu muncul pada hari pertama

sakit ,sehingga dapat menyebabkan fenomena iceberg dimana kebanyakan kasus tidak tampak

secara klinis.

Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian utama pada balita di dunia,

termasuk di Indonesia, ,sehingga perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Cakupan

penemuan penderita pneumonia sendiri masih lebih rendah daripada target yang ditentukan, hal

ini disebabkan beberapa faktor seperti petugas puskesmas yang kurang memahami

pengklasifikasian pneumonia dan masih belum optimalnya tatalaksana penderita pneumonia

serta rendahnya laporan dari puskesmas yang ada di kota/kabupaten.

Pememrintah telah berperan aktif dala upaya menekan angka kesakitan dan pneumonia

lewat program pemberantasan ISPA (P2 ISPA) dengan salah satu kebijakannya yakni

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MBTS )serta melalui Program Pengembangan Imunisasi

dengan tujuan untuk menemukan penderita baru serta mengendalikan kasus pneumonia

berdasarkan faktor resiko.


DAFTAR PUSTAKA

1. Anshori, R., Muhlisin, H. A., & Handoyo, D. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap

Peningkatan Pengetahuan Dan Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue

Masyarakat Desa Bulurejo (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah

Surakarta).2014.

2. Artawan, I., Gustawan, I. W., & Suarta, I. K. (2016). Karakteristik pasien anak dengan

infeksi dengue di RSUP Sanglah tahun 2013-2014. Medicina, 50(2), 158-62.

3. Yap G, Li C, Mutalib A, Lai Y, Ng L. High Rates of Inapparent Dengue in Older Adults

in Singapore. The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene.

2013;88(6):1065-1069.

4. World Health Organizatition. Pneumonia [Internet]. WHO. 2016 [cited 2017 Feb 8].

Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/

5. Kementerian Kesehatan RI. Asosiasi Pemerintah Kabupaten Se-Indonesia Bersepakat

untuk Cegah dan Kendalikan Penyakit Tidak Menular. jakarta: Direktorat PP dan PL dan

Kementerian Kesehatan RI; 2016.

6. Ririh Yudhastuti, Muhammad Farid Dimjati Lusno. 2019. Gambaran Kasus Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Provinsi Bali Tahun 2012-2017. F. D. L./Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia.
7. Ribka Wowor. Pengaruh Kesehatan Lingkungan terhadap Perubahan Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. 2017. Jurnal e-Clinic (eCI).
8. Puspitasari D, Syahrul F. FAKTOR RISIKO PNEUMONIA PADA BALITA
BERDASARKAN STATUS IMUNISASI CAMPAK DAN STATUS ASI EKSKLUSIF.
Jurnal Berkala Epidemiologi. 2015;3(1):69-81.
9. Kemenkes, R. I. (2018). Data dan Informasi-Profil Kesehatan Indonesia (Data and
Information-Indonesia Health Profil). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
10. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur. 2012. Data Profi l Kesehatan Propinsi Jawa Timur
Tahun 2012. Surabaya: Dinkes Propinsi Jatim.
11. Mulyani, Nina Siti & Mega Rinawati. 2013. Imunisasi Untuk Anak. Yogyakarta: Nuha
Medika

Anda mungkin juga menyukai