Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK MENINGITIS

Dosen Pengampu :

Asri Kusyani, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 8:

1. Moh Noer Efendi (2020030053)


2. Puput Ufaidah (2020030047)
3. Alfina Yula (2020030077)

PRODI ILMU KESEHATAN S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN HUSADA JOMBANG 2021/2022

``1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT yang hanya dengan rahmat serta petunjuk-nya, kami
berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep dan Asuhan Keperawatan Penyakit
Meningitis pada anak”.

Dalam penulisan ini tidak lepas dari pantauan bimbingan saran dan nasehat dari berbagai pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kapada yang terhormat dosen
Pengampu yang telah memberikan tugas dan kesempatan kepada kami untuk membuat dan
menyusun makalah ini. Serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan serta
nasehat hingga tersusunnya makalah ini hingga akhir.

Karena keterbatasan ilmu dan pengalaman, kami sadar masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang berkaitan dengan penyusunan makalah ini akan
kami terima dengan senang hati untuk menyempurnakan penyusunan makalah tersebut.

Semoga makalah yang berjudul “Konsep dan Asuhan Keperawatan Penyakit Meningitis pada anak”
ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Jombang, 25 Maret

Penulis

``1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1

1.2 Rumusan masalah ........................................................................................................ 2

1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 2

1.4 Manfaat ....................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 3

2.1 Pengertian .................................................................................................................... 3

2.2 Etiologi ......................................................................................................................... 3

2.3 Patofisiologi ................................................................................................................. 4

2.4 Manifestasi klinis ......................................................................................................... 5

2.5 Pathway meningitis ...................................................................................................... 6

2.6 Kompilkasi .................................................................................................................... 7

2.7 Penatalaksanaan .......................................................................................................... 7

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PENYAKIT MENINGITIS PADA ANAK .............................. 9

3.1 Pengkajian ................................................................................................................... 9

3.2 Pemeriksaan fisik ...................................................................................................... 10

3.3 Diagnosa keperawatan .............................................................................................. 13

3.4 Intervensi keperawatan ............................................................................................. 13

3.5 Implementasi ............................................................................................................. 15

3.6 Evaluasi ...................................................................................................................... 15

BAB IV PENUTUP .......................................................................................................................... 16

4.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA

ii

``1
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyakit meningitis merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Penyakit ini


secara umum merupakan penyakit infeksi selaput otak dan sumsum tulang belakang dengan
manifestasi demam dan kaku kuduk. Penyebabnya dapat berupa virus, bakteri, jamur dan
parasit (CDC, 2017). Penyakit meningitis bakterial salah satunya disebabkan oleh bakteri
Neiserria meningitidis. Ada dua penyakit yang disebabkan oleh N. meningitidis yaitu
meningitis meningokokus dan septikemia meningokokus.
Penyakit ini menjadi terkenal sejak adanya epidemi yang terjadi pada jemaah haji atau
orang yang kontak dengan jemaah haji. Laporan Badan Kesehatan Dunia (World Health
Organization/WHO) tahun 2002 menyebutkan terjadi epidemi dari penyakit meningokokus
yang berasal dari Saudi Arabia selama penyelenggaraan haji pada Maret 2000. Dari 304
kasus yang dilaporkan, 50% terkonfirmasi laboratoris bersumber Neiseria meningitidis
serotype W135. Pada periode Haji 2001 dilaporkan 274 kasus meningokokus dan negara lain
juga melaporkan kasus penyakit meningokokus seperti: Burkina Faso (4), Republik Afrika
Tengah (3), Denmark (2), Norwegia (4), Singapura (4) dan Inggris (41) yang kebanyakan
kasus tersebut berhubungan dengan pergi atau kontak dengan orang yang pergi ke Saudi
Arabia (WHO, 2002). Masyarakat muslim Indonesia yang menunaikan ibadah haji mencapai
200 ribu orang lebih setiap tahun, dengan risiko kesehatan yang masih cukup tinggi.
Insiden kasus meningitis bervariasi mulai kasus rendah yang terjadi di Eropa dan
Amerika Utara (1 kasus per 100.000) hingga kasus tinggi di Afrika (800 hingga 1.000 kasus
per 100.000). Sekitar 1,2 juta kasus meningitis bakteri terjadi setiap tahunnya di dunia,
dengan tingkat kematian mencapai 135.000 jiwa. Wabah meningitis terbesar dalam sejarah
dunia dicatat WHO terjadi pada 1996–1997 yang menyebabkan lebih dari 250.000 kasus dan
25.000 kematian. Epidemi terparah pernah menimpa Afrika bagian Sahara dan sekitarnya
selama satu abad. Angkanya 100 hingga 800 kasus pada 100.000 orang (WHO, 2000). Secara
global, diperkirakan terjadi 500.000 kasus dengan kematian sebesar 50.000 jiwa setiap
tahunnya (Borrow, 2017). WHO mencatat sampai dengan bulan Oktober 2018 dilaporkan
19.135 kasus suspek meningitis dengan 1.398 kematian di sepanjang meningitis belt (Case
Fatality Rate/CFR 7,3%). Dari 7.665 sampel yang diperiksa diketahui 846 sampel positif
bakteri N. meningitidis (WHO, 2018).
1

``1
Di Indonesia sendiri, menurut data Kementerian Kesehatan, pada 2010 jumlah kasus
meningitis secara keseluruhan mencapai 19.381 orang dengan rincian laki-laki 12.010 pasien
dan wanita 7.371 pasien, dan dilaporkan pasien yang meninggal dunia sebesar 1.025 orang
(Kemenkes, 2010).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini
yaitu :
1. Bagaimana laporan pendahuluan pada penyakit Meningitis pada anak ?
2. Bagimana asuhan keperawatan pada penyakit Meningitis pada anak ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang laporan pendahuluan penyakit


Meninngitis pada anak.
2. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pengumpulan data pasien.
3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan penyakit Meningitis pada anak.
4. Mampu melaksanakan perencanaan tindakan keperawatan penyakit Meningitis pada
anak.
5. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan penyakit Meningitis pada anak.
6. Mampu mengevaluasi pasien dengan asuhan keperawatan penyakit Meningitis pada
anak.

1.4 Manfaat

1. Makalah ini mampu untuk mengetahui lebih jelas tentang laporan pendahuluan
penyakit Meningitis pada anak.
2. Makalah ini juga dapat menambah wawasan masyarakat khususnya masyarakat yang
mengidap penyakit Meningitis pada anak.
3. Makalah ini juga menjelaskan asuhan keperawatan penyakit Meningitis pada anak.
4. Makalah ini juga mampu dijadikan pembelajaran untuk mencegah penyakit
Meningitis pada anak.

``1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

Meningitis adalah inflamasi pada meningen atau membran (selaput) yang


mengelilingi otak dan medula spinalis penyebab meningitis meliputi bakteri,piogenik yang
disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokos, pneumokokos, dan basil
influenza. Kedua yaitu virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat berariasi,
yang ke tiga adalah organisme jamur (Muttaqin, 2008). (Ary, 2015) Penyakit meningitis
merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Penyakit ini secara umum merupakan
penyakit infeksi selaput otak dan sumsum tulang belakang dengan manifestasi demam dan
kaku kuduk. Penyebabnya dapat berupa virus, bakteri, jamur dan parasit (CDC,
2017).(Kemenkes RI, 2019)

2.2 ETIOLOGI

Meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau kuman secara hematogen
sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringotonsilitis, pneumonia,
bronkopneumonia, endokarditis dan dapat pula sebagai perluasan kontinuitatum dari
peradangan organ/jaringan di dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media,
mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan lain-lain (Ngastiyah, 2012). Penyebab meningitis
adalah sebagai berikut :
1. Bakteri
Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan oleh flora dalam saluran
genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan Escherichia collimerupakan patogen yang
sangat penting bagi kelompok usia ini. Pada anak berusia 6 bulan atau lebih
haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae merupakan penyebab
tersering. Selain itu meningitis juga di sebabkan mycobacterium tuberculosa yang
berawal dari penyakit TBC.
2. Virus: echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus imunodefisiensi
manusia (HIV).
3. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan.
3

``1
4. Faktor imunologi: defesiensi mekanisme imun, defesiensi imunoglobin dan anak yang
mendapat obat-obatan imunosupresi. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat ,
pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi &
Yuliani, 2010).

2.3 PATOFISIOLOGI

Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat
menyebabkan obstruksi, selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan intra
kranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen, edema dan
eksudasi yang menyebabkan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah
merah pada blood brain barrier. Masuknya organisme dapat melalui trauma, penetrasi
prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea
atau rhinorhea akibat fraktur dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi
hubungan antara Cerebral spinal fluid (CSF) dan dunia luar.
Masuknya mikroorganisme kesusunan saraf pusat melalui ruang sub arachnoid dan
menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel, dari reaksi radang
muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling
ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan Hidrosefalus. Meningitis
bakteri; netrofil,monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel respon radang. Eksudet
terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang di bentuk di ruang sub arachnoid. Penumpukan
pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medula spinalis.
Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat menimbulkan ruptur atau
trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak yang berakibat menjadi infarctCSF
(Suriadi & Yuliani, 2010). (Yulita, 2017)

``1
2.4 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis meningitis menurut Suriadi & Riat ( 2010 )


dibagi menjadi tiga dimana meliputi :
1. Neonatus
Tidak mau atau menolak untuk makan, reflek mengisap kurang, muntah atau diare,
tonus otot kurang, kurang gerak, dan menangis lemah.
2. Anak-anak dan remaja
demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang,
mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau
maniak, strupor, koma, kaku kuduk, opistotonus. Terdapat Tanda kernig dan
brudzinki positif, reflek fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus ( menunjukan
adanya infeksi meningococcal ).
3. Bayi anak usia 3 bulan – 2 tahun
Demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dan merintih,
ubun-ubun menonjol dan untuk triase meningitis mengalami positif
1) Kaku kuduk, pasien akan mengalami kekakuan pada leher sehingga terdapat
kesulitan dalam memfleksikan leherkarena adanya spasme otot-otot leher.
2) Tanda Kernig positif, ketika paha pasien dalam keadaan fleksi lebih dari 135
derajat karena nyeri. (Nuryadin, 2020)

``1
2.5 PATHWAY MENINGITIS

BAKTERI: haemophilius FAKTOR


influenzae&streptococcus VIRUS:
MATERNAL:ruptur FAKTOR
pneumoniae,mycrobacteriu echovirus,coxsacki IMMUNOLOGI:
membran fetal &
m tuberculosa&Escherichia e virus,virus Defisiensi
infeksi maternal
colli gondongan. imunoglobin
pada minggu
terakhir.

Organisme masuk ke aliran darah

Infeksi bakteri pd
lapisan meningen Penyumbatan pada
vertikel

Penumpukan CSF
Menekan saraf

Peningkatan Vol CSF Immobilisasi


Sakit kepala

Peningkatan lingkar
kepala

Peningkatan TIK

``1
2.6 KOMPLIKASI

Menurut (Riyadi, dkk, 2009) komplikasi yang dapat muncul pada anak dengan meningitis
antara lain, yaitu :
1. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul karena
adanya desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya
cairan dari lapisan otak ke daerah subdural.
2. Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis). Abses pada meningen dapat
sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun hematogen
termasuk ke ventrikuler.
3. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi
Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga
memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla spinalis.
Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di intracranial.
4. Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena
meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.
5. Epilepsi.
6. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang
sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai tempat
menyimpan memori.
7. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak tuntas
atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang digunakan untuk
pengobatan.

2.7 PENATALAKSANAAN

Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2009) penatalaksanaan medis yang secara


umum yang dilakukan di rumah sakit antara lain :
1. Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering atau
ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan anak
atau tingkat degidrasi yang diberikan karena pada anak yang menderita meningitis
sering datang dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah,
pengeluaran cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan yang
kurang akibat kesadaran yang menurun.

``1
2. Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Dosis awal diberikan diazepam
0,5 mg/Kg BB/kali pemberian melalui intravena. Setelah kejang dapat diatasi maka
diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonates 30m, anak kurang dari 1
tahun 50 mg sedangkan anak yang lebih dari 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya
diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ di bagi dalam dua kali pemberian diberikan
selama dua hari. Sedangkan pemberian fenobarbital dua hari berikutnya dosis
diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dua kali pemberian. Pemberian diazepam
selain untuk menurunkan kejangjuga diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh
karena selain hasil toksik kumanpeningkatan suhu tubuh berasal dari kontraksi otot
akibat kejang.
3. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik yang
sering dipakai adalah ampisilin dengan dosis 300-400 mg/KgBB dibagi dalam enam
dosis pemberian secara intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB
dibagi dalam empat dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional
melalui kultur dari pengambilan cairan serebrospinal melalui pungsi lumbal.
Penempatan pada ruang yang minimal rangsangan seperti rangsangan suara, cahaya
dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat membangkitkan kejang
pada anak karena peningkatan rangsang depolarisasi neuron yang dapat berlangsung
cepat.
4. Pembebasan jalan napas dengan menghisap lendir melalui suction dan memposisikan
anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan pembebasan jalan napas
dipadu dengan pemberian oksigen untuk mendukung kebutuhan metabolism yang
meningkat selain itu mungkin juga terjadi depresi pusat pernapasan karena
peningkatan tekanan intracranial sehingga peril diberikan oksigen bertekanan lebih
tinggi yang lebih mudah masuk ke saluran pernapasan. Pemberian oksigen pada anak
meningitis dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa tinggi melalui masker oksigen.

``1
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PENYAKIT

MENINGITIS PADA ANAK

3.1 Pengkajian
Dalam pemberian asuhan keperawatan, penelitian ini menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi
dan evaluasi. (Suriadi & Riat 2010 ). Adapun uraiannya sebagai berikut:
1. Anamnesis
pada anamnesis, bagian yang dikaji adalah keluhan utama, riwayat sekarang, dan
riwayat penyakit dahulu.
a. Keluhan utama
keluhan yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah suhu badan tinggi, kejang, dan
penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui penyebab.
Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan
mulai terjadinya serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian
klien dengan meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan
dengan akibat infeksi atau peningkatan tekanan intrakranial. Keluhan tersebut
di antaranya sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit
kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat
iritasi meningen. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan
pengkajian lebih mendalam, bagaiman sifat timbulnya kejang, stimulasi apa
yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang diberikan dalam
upaya menurunkan keluhan kejang. Adanya penurunan kesadaran
dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori
biasanya merupakan awal adanya penyakit. Pengkajian lainnya yang perlu
ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS,

``1
pernahkah menjalani tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman
ke meningen terutama tindakan melalui pembulu.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah
klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada klien atau keluarga perlu
ditanyakan kepada klien terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah
mengalami pengobatan obat anti tuberculosis yang sangat berguna untuk
mengidentifikasi meningitis tuberkulosa.
d. Riwayat keluarga
perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga,
serta Mengidentifikasi apakah di keluarga ada riwayat penyakit menular atau
turunan keduanya serta penyakit yang bisa memperburuk keadaan klien dan
menjadi factor utama penyakit yang diderita.

3.2 Pemeriksaan Fisik


Menurut ( Tursinawati et.al 2015 ) pemeriksaan fisik persistem pada pasien meningitis
meliputi :
1. Sistem pernafasan
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas dan peningkatan frekuensi nafas yang sering didapatkan pada klien meningitis
yang disertai adanya gangguan sistem pernafasan. Palpasi thorax hanya dilakuan jika
terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi pleura massif.
Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti rochi pada klien meningitis tuberkulosa
dengan penyebaran primer dari paru.
2. Sistem cardiovaskuler
Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada klien meningitis pada
tahap lanjut seperti apabila klien mengalami renjatan (syok).

10

``1
3. Sistem persyarafan
Pengkajian inimerupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya meliputi :
a. Pengkajian tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Pada keadaan
lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat
letergi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberi asuhan.
b. Pengkajian saraf kranial
 Saraf I : biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan funsi
penciuman.
 Saraf II : Tes ketajaman penglihatan dalam batas normal
 Saraf III, IV, dan VI : Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan, Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di
dapatkan. Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
 Saraf V : Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis
pada otot wajah dan reflek kornea biasanya tidak ada kelainan.
 Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
 Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif atau tuli persepsi.
 Saraf IX dan X : Kemampuan menelan baik
 Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokledomastoideus dan trapezius,
Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku
kuduk.
 Saraf XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi. Indra pengecapan normal

11

``1
4. Pengkajian sistem sensori
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensari raba, nyeri, suhu
yang normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh, sensasi propriosefsi,
dan diskriminatif normal.
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring dengan posisi telentang kemudian dilakukan gerakan pasif
berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan
kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan
spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan
pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
b. Pemeriksaan Kernig
Pasien berbaring dengan posisi terlentang kemudian dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian dilakukan ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh
mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135º ( kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna ) disertai spasme
otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
c. Pemeriksaan Tanda Brudzkinski
Pasien berbaring terlentang, salah satu tungkainya diangkat dalam sikap lurus di
sendi lutut dan ditekukkan di sendi panggul. Tanda Brudzkinski positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi reflektorik pada sendi panggul dan lutut
kontralatera
d. Sistem perkemihan
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume
pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan
curah jantung ke ginjal.
e. Sistem pencernaan
Klien biasanya didapatkan mual sampai muntah disebabkan peningkatan produksi
asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena
anoreksia dan adanya kejang.

12

``1
3.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis Keperawatan telah diterapkan diberbagai rumah sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya, namun diperlukan termiologi dan indikator diagnosis keperawatan yang
terstandarisasi agar penegakan diagnosis keperawatan menjadi seragam, akurat, dan tidak
ambigu untuk menghindari ketidaktepatan pengambilan keputusan dan tidak kesesuaian
asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017 : 2)
1. Kemungkinan diagnosa yang muncul
a. Nyeri akut (D.0077)
b. Perfusi jaringan serebral (D.0017)
c. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
2. Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori dan ditemukan dalam kasus
nyata adalah sebagai berikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan
mengeluh nyeri
b. Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan cedera kepala
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dibuktikan dengan
gerakan terbatas

3.4 Intervensi Keperawatan


Intervensi Keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan perawat berdasarkan
penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan outcome pasien/klien.
Berdasarkan panduan PPNI (2018) dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), intervensi keperawatan merupakan segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)
yang diharapkan.
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan
mengeluh nyeri
a. Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik

13

``1
b. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurairasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Faslitasi istirahat dan tidur

c. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,dan pemicu nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
d. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala
a. Observasi
 Identifikasi penyebab peningkatan TIK
 Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
 Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
b. Terapeutik
 Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
 Cegah terjainya kejang
 Hindari manuver Valsava
c. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dibuktikan dengan gerakan
terbatas
a. Observasi
 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
 Monitor kondisi umumselama melakukan ambulasi
b. Terapeutik
 Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi
14

``1
c. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan

3.5 Implementasi
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat memberikan intervensi
keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien (Potter & Perry, 2010). Perawatan
langsung merupakan penanganan yang dilaksanakan setelah berinteraksi dengan klien,
misalkan pemberian obat, pemasangan infus intravena, dan konseling. Sedangkan perawatan
tidak langsung merupakan penanganan yang dilatkukan tanpa adanya klien, namun tetap
bersifat representatif untuk klien, misalkan manajemen lingkungan, kolaborasi multidisiplin,
dan dokumentasi. Sedangkan menurut PPKI (2018), tindakan keperawatan merupakan
perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan.
1. Nyei akut menurun dengan kriteria hasil keluhan nyeri menurun, meringis menurun.
2. Risiko perfusi sebral tidak efektif meningkat dengan kriteria hasil tingkat kesadaran
meningkat, penyembuhan luka meningkat.
3. Gangguan mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil nyeri menurun, gerakan
terbatas menurun.

3.6 Evaluasi
1. Evaluasi keperawatan untuk masalah nyeri akut menurun diantaranya : nyeri
menurun, meringis menurun.
2. Evaluasi keperawatan untuk masalah Risiko perfusi sebral tidak efektif meningkat
diantaranya : kesadaran meningkat, penyembuhan luka meningkat.
3. Evaluasi keperawatan untuk masalah Gangguan mobilitas fisik meningkat diantaranya
: nyeri menurun, gerakan terbatas menurun.

15

``1
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Meningitis adalah inflamasi pada meningen atau membran (selaput) yang
mengelilingi otak dan medula spinalis penyebab meningitis meliputi bakteri,piogenik
yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokos, pneumokokos,
dan basil influenza. Kedua yaitu virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang
sangat berariasi, yang ke tiga adalah organisme jamur (Muttaqin, 2008). Penyakit
meningitis merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Penyakit ini secara
umum merupakan penyakit infeksi selaput otak dan sumsum tulang belakang dengan
manifestasi demam dan kaku kuduk. Penyebabnya dapat berupa virus, bakteri, jamur
dan parasit (CDC, 2017).

16

``1
DAFTAR PUSTAKA
Ary, K. (2015). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Bronkopneumonia Di Ruang Pediatric
Intensive Care Unit Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2015. Nhk技研, 151, 10–17.

Kemenkes RI. (2019). Cover designed by dr.nasseer. In Panduan Deteksi dan Respon Penyakit MENINGITIS
MENINGOKOKUS.

Nuryadin, A. A. (2020). Asuhan keperawatan pada anak meningitis dengan perubahan perfusi serebral di
ruang nusa indah atas rumah sakit umum daerah dr.Salmet Garut. Karya Tulis Ilmiah, 63.

Yulita, A. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kanker Serviks Post Kemoterapi Di Ruang
Gynekologi-Onkologi Irna Kebidanan Rsup Dr. M. Djamil Padang. Politeknis Kesehatan Kementrian
Kesehatan Padang, 1–144.

PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Edisi 1.Jakarta : DDP PPNI

PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Edisi 1.Jakarta : DDP PPNI

PPNI.2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Edisi 1.Jakarta : DDP PPNI

``1

Anda mungkin juga menyukai