Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA MENINGITIS

Disusun Oleh :

1. Yopita Anggraini (2026010005)


2. Okta Agung Dwi Putri (2026010038)
3. Syaidah Nur Nabila (2026010016)
4. Oky Oktaviani (2026010003)
5. Lola Novita Erviana (2026010001)
6. Nera Difia (2026010006)
7. Anggun Cahya Utami (2026010019)
8. Reziq Indra Ramdhan (2026010012)

Dosen Pengampuh :
Ns. Neni Triana ,S. Kep,M. Kep

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

TRI MANDIRI SAKTI

2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis memperoleh kesehatan dan
kekuatan untuk dapat menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan Pada
Meningitis” ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak, khususnya
kepada dosen pengampuh atas kesediaannya dalam membimbing sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi
penyampaian yang menjadikan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dari semua pihak untuk
sempurnanya makalah ini

Bengkulu, November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
KATAPENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan ................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Meningitis ..............................................................................
B. Gejala Meningitis..................................................................................
C. Etiologi Meningitis...............................................................................
D. Patofisiologi Meningitis .......................................................................
E. WOC ....................................................................................................
F. Penatalaksanaan ...................................................................................
G. Pemeriksaan Penunjang........................................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian ............................................................................................
B. Diagnosa...............................................................................................
C. Intervensi...............................................................................................
D. Implementasi.........................................................................................
E. Evaluasi ................................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi meningococcus dapat terjadi secara endemikmaupun epidemik. Secara
klinis keduanya tidak dapat dibedakan, tetapi serogroupdari strain yang terlibat
berbeda. Kasus endemik pada negara-negara berkembangdisebabkan oleh strain
serogroup B yang biasanya menyerang usia dibawah 5 tahun, kebanyakan kasus
terjadi pada usia antara 6 bulan dan 2 tahun. Kasusepidemik disebabkan oleh strain
serogroup A dan C, yang mempunyai kecendrunganuntuk menyerang usia yang lebih
tua.Lebih dari setengah kasus meningococcus terjadi pada umurantara 1dan 10 tahun.
Penyakit inirelatif jarang didapatkan pada bayi usia ≤ 3 bulan. Kurang dari 10%
terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. DiAS dan Finland, hampir 55% kasus
pada usia dibawah 3 tahun selama keadaannonepidemik, sedangkan di Zaria, Negeria
insiden tertinggi terjadi pada pasienusia 5 sampai 9 tahun.
Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakanpredisposisi untuk
terjadinya penyakit epidemik. Kelembaban yang rendah dapatmerubahbarier mukosa
nasofaring, sehingga merupakan predisposisi untukterjadinya infeksi. Meningococcal
epidemik di daerah Sao Paulo dari 1971 sampai1974 dimulai pada bulan Mei dan
Juni, yang merupakan peralihan dari musim hujanke musim panas. African outbreaks
terjadi selama musim panas dari bulanDesember hingga juni. Di daerahSub-saharan
Meningitis Belt (Upper volta, Dahomey, Ghana dan Mali di barat, hinggaNiger,
Nigeria, Chad, Sudan di timur) di mulai pada musism panas/winter dry
season(November-Desember),mencapai puncaknya pada akhir April-awal Mei, saat
angingurun Harmattan berkepanjangan dan tingginya suhu udara sepanjang hari;
diakhiri secara mendadak dengan dimulainya musim penghujan. Walaupun
terpaparnya populasi yang rentan terhadap strain baru yang virulen mungkin
merupakan penyebab epidemik, beberapa faktor lain termasuk lingkungan yang padat
penduduk, adanya kuman saluran nafas pathogen lain, hygiene yang rendah
danlingkungan yang buruk merupakan pencetus untuk terjadinya infeksi epidemik.
InfeksiN. meningitidis semata-mata hanya mengenai manusia. Telah terbukti bahwa
tidakdidapatkan adanya host antara, reservoar atau transmisi dari hewan ke
manusiapada infeksi M. meningitidis. Nasofarings merupakan reservoar alami bagi
meningococcus,transmisi dari kuman tersebut terjadi lewat saluran pernafasan
(airbonedroplets), serta kontak seperti dalam keluarga atau situasi recruit training.
Pada suatu studi yang dilakukan oleh Artenstein dkk, didapatkan bahwa
sebagian besar partikel dari droplet salurannafas mengandung meningococcus.
Meningococcus bisa didapatkan pada kultur darinasofaring dari manusia sehat,
keadaan ini disebut carrier. Hal tersebut dapatmeningeal tergantung kepada
kemampuan dari kapsel polisakarida untuk menghambataktivitas sistim komplemen
bakterisidal yang klasik dan menginhibisiphagositosis neutrophil. Aktivasi dari sistim
komplemen merupakan hal yang sangat penting dalam mekanisme pertahanan
terhadap infeksi N. meningitidis.)
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap
patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1
– 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi
pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen,
kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat
penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang
tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak
orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan
Meningitis Bakterial Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara
2 bulan-2 tahun. Umumnya terdapat pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya
rendah. Insidens meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per
1000 kelahiran hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga kali lebih
tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. Streptococcus group B dan E.coli
merupakan penyebab utama meningitis bakterial pada neonatus. Penyakit ini
menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40% diantaranya
mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit neurologis.
Meningitis Tuberkulosis . Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab
utama dari morbiditas dan kematian pada anak. Di Amerika Serikat, insidens
tuberkulosis kurang dari 5% dari seluruh kasus meningitis bakterial pada anak, namun
penyakit ini mempunyai frekuensi yang lebih tinggi pada daerah dengan sanitasi yang
buruk. Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena
morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada
anak terutama bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah.
Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam usia 5 tahun
pertama, tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka kematian berkisar antara
10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang normal
secara neurologis dan intelektual. Anak dengan meningitis tuberkulosis yang tidak
diobati, akan meninggal dalam waktu 3-5 minggu. Angka kejadian meningkat dengan
meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis dewasa.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat
memahami konsep serta mampu menerapakan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan kasus Meningitis di rumah sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengerti serta memahami definisi dari Meningitis
b. Mahasiswa mengetahui gejala terjadinya Meningitis
c. Mahasiswa dapat memahami Etiologi terkait
d. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi penyakit Meningitis
e. Mahasiswa dapat memahami Woc
f. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis dari kasus Meningitis
g. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang apa sajakah yang dapat
dilakukan pada pasien Meningitis
h. Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan asuhan keperawatan kasus
Meningitis secara teoritis
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Secara ringkas, pengertian dari meningitis adalah inflamasi pada meningen atau
membran (selaput) yang mengelilingi otak dan medula spinalis. Penyebab meningitis
meliputi 1) bakteri, piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama
meningokokus, pneumokokus, dan basil influensa; 2) virus, yang disebabkan olèh
agens-agens virus yang sangat bervariasi; dan 3) organisme jamur.(Arif Muttaqin. Hal
74)

Meningitis bakterial (bacterial meningitis) adalah inflamasi arakhnoid dan pia


mater yang mengenai CSS. Infeksi menyebar ke subarakhnoid dari otak dan medula
spinalis biasanya dari ventrikel. Hampir semua bakteri yang masuk ke dalam tubuh
menyebabkan meningitis. Ketika organisme patogen memasuki daerah subarakhnoid,
terjadi reaksi inflamasi berupa CSS berwarna kelabu, formasi eksudat, perubahan
arteri subarakhnoid, dan kongesti jaringan. Pia mater menjadi tebal dan terbentuk
adhesi terutama di daerah sistem basal. Pada tahap awal meningitis terjadi perubahan
struktur otak.(fransisca B Batticaca. Hal.140)

Secara anatomi meningen menselimuri oral dan medula spinalis (dapat dilihat.
pada Gambar 1-8). Selaput Otak terditi atas riga lapisan dari luar ke dalam Yale dura
mater, arakhnoid, dan pia mater. Dura mater terdiri atas lapisan Yang berfungsi
kecuali di dalam tulang tengkorak, di mana lapisan terluarya melekat pada tulang dan
terdapat sinus venous. Secara ringkas pengertian dari meningitis adalah radang pada
meningen/ membran (selaput) yang mengelilingi otak dan medula spinalis (Arif
Muttaqin. Hal 160)

Meningitis adalah Infeksi calran otak disertal radang yang mengenal plameter,
araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenal jaringan otak dan medula
spinalis yang superfisial,(Ronny Yoes. Hal 169)

Meningitis bakterial (disebut juga meningitis piogenik akut atau meningitis


purulenta) adalah suatu infeksi likuorcerebrospinalis dengan proses peradangan yang
melibatkan piameter, arakhnoid, ruangan subarakhnoid dan dapat meluas ke
permukaan otak dan medulla spinalis(dr. R. Yoseph budiman, Sp.S Hal 45)

B. Tanda Dan Gejala

Klasiflkasi Berdasarkan lapisan selaput otak yang mengalami radang,

maka meningitis dibagi menjadi:


1. Pakimeningitie : yang mengalami radang adalah durameter.
2. Leptomeningitis : yang mengalami radang adalah araknold dan
plameter.

Selanjutnya yang dimaksud dengan meningitis adalah lepto-meningitis.

Berdasarkan penyebabnya meningitis dibagi menjadi:


1. Meningitis karena bakteri.
2. Meningitis karena virus
3. Meningitis karena riketsia
4. Meningitis karena jamur
5. Meningitis karena cacing
6. Meningitis karena protozoa.

Meningitis karena bakteri selanjutnya dibagi lagi berdasarkan kuman penyebabnya,


misalnya meningitis karena meningokokus, meningitis karena pneumokokus,
meningitis karena hemoûlus influenza, meningitis tuberkulosa dan lain-lain.(Ronny
Yoes. Hal 165)

• GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang timbul pada meningitis balterial berupa sakit kepala, lemah,
menggigil, demam, mual, muntah, nyeri punggung, kaku kuduk, kejang, peka pada
awal serangan, dan kesadaran menurun menjadi koma. Gejala meningitis akut berupa
bingung, stupor, semi-koma, peningkatan suhu tubuh sedang, frekuensi nadi dan
pernapasan meningkat, TD biasanya normal, klien biasanya menunjukkan pejala
iritasi meningeal seperti kaku pada leher, tanda Brudzinski (Brudzinki's sign) positif,
dan tanda Kernig (Kernig'ssign) positi (Fransisca B. Batticaca Hal 141)
C. Etiologi
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien
dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak,
infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang.
Penyebab meningitis antara lain:
1. Kuman sejenis Pneumococcus sp, Hemofilus influenza, Staphylococcus,
Streptococcus, E. coli, Meningococcus, dan Salmonella yang merupakan penyebab
infeksi pada tempat lain pada tubuh dan masuk melalui aliran darah (hematogen)
2. Komplikasi penyebaran tuberculosis primer biasanya dari paru dan perluasan
langsung dari infeksi (perkontinuitatum)
3. Implantasi langsung spt akibat trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi
lumbal.
4. Aspirasi dari cairan amnion dan infeksi kuman secara transplasental pada neonatus.
5. Faktor predisposisi: jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan wanita.
6. Faktor imunologi: defisiensi mekanisme imun, defisiensi immunoglobulin.

D. patofisiologi
Infeksi langsung dengan adanya penetrasi trauma seperti fraktur tengkorak dan
luka tembak. Fraktur tengkorak dengan kerusakan SP merupakan penyebab utama
meningitis. Infeksi yang dekat dengan meningen berpotensial menimbulkan
meningitis seperti sinusitis, mastoiditis, otitis media (infeksi telinga tengah), dan
osteomielitis pada tulang tengkorak. Infeksi menyebar secara limfogen (melalui
kelenjar limfa ke medula spinalis berasal dari retrofaringcal atau retroperitoneal).
Cacat bawaan khususnya mielomeningokel (meningonyelocele) memungkinkan
terjadinya infeksi (Fransisca B. Batticaca Hal 140)
E. WOC
F. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu
menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempt bekerja yang berguna sebagai
bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan
meningitis meliputi:
Pemberian antibiotik yang mampu melewati barer darah otak kerang
subarakhnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan
bakteri. Biasanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan
hasil uji resistensi antibiotik agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.
Obat anti-infeksi (meningitis
tuberkulosa):
• Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2 x sehari maksimal 500 mg selama 1½
tahun.
 Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
 Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan. Obat
anti-infeksi (meningitis bakterial):
 Sefalosporin generasi ketiga
 Amfisilin 150-200 mg (400mg)kgBB/24 jam, IV, 4-6 x sehari
 Kloramfenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari. Pengobatan simtomatis:
 Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mg/kgBB/dosis, atau rektal: 0,4-0,6
mg/kgBB, atau Fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-7
mg/kgBB/24 jam, 3 × sehari. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10
mg/kgBB/dosis.
 Antiedema serebri: Diuretik osmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk
mengobati edema serebri.
 Pemenuhan oksigenasi dengan O Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok
hipovolemik: pemberian tambahan volume cairan intravena
G. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis cairan otak.
Lumbal pungsi tidak bisa dikerjakan pada klien dengan peningkatan tekanan
intrakranial. Analisis cairan otak diperiksa untuk mengetahui jumlah sel, protein,
dan konsentrasi glukosa. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa
cairan otak. Normalnya, kadar glukosa cairan otak adalah 213 dari nilai serum
glukosa dan pada klien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari
nilai normal. Untuk lebih spesifik mengetahui jenis mikroba, maka organisme
penyebab infeksi dapat didentifikasi melalui kultur kuman pada cairan
serebrospinal dan darah. Counter immuno electrophoresis (CIE) digunakan secara
luas untuk mendeteksi antigen bakteri pada cairan tubuh, umumnya cairan
serebrospinal dan urine. Pemeriksaan lainnya diperlukan sesuai klinis klien
meliputi foto Rontgen paru,CT scan kepala. CT scan dilakukan untuk menentukan
adanya edema serebriatau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal,
kecuali pada penyakityang sudah sangat parah. (Arif Muttaqin Hal 170)

Lumbal pungsi: Mutlak dilakukan bila tidak ada kontraindikasi. pemeriksaan


LCS: Tekanan meningkat»>180 mmH2O, pleiositosis lebih dari 1.000/mm° dapat
sampai 10.000/mm° terutama PMN, protein meningkat lebih dari 150mg/dI dapat
> 1.000mg/al, glukosa menurun < 40% dari GDS. Dapat ditentukan
mikroorganisme dengan pengecatan gram. Pemeriksaan darah rutin: leukositosis,
LED meningkat. Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati)
dan elektrolit darah (dr. R. Yoseph budiman, Sp.S Hal 46)

b. Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda rangsang meningeal.
2. Papil edema biasanya tampak beberapa jam setelah onset.
3. Gejala neurologis fokal berupa gangguan syaraf kranialis.
4. Gejala lain: infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis media, mastoiditis,
pneumonia, infeksi saluran kemih, arthritis (N. Meningitis).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

A. Pengkajian
 Identitas pasien
meliputi : nama, umur (, jenis kelamin (biasanya pada anak laki-laki dan wanita
sebagai carier), agama, suku/bangsa, alamat, tgl. MRS, dan penanggung jawab
1. Riwayat infeksi terakhir (infeksi pada saluran pernapasan atas, telinga, sinus),
prosedur, atau trauma yang dapat menembus sistem saraf pusat.
2. Sakit kepala, sakit punggung, kaku leher, dan fotofobia.
3. Demam dan muntah cenderung terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa.
4. Perubahan status mental.
5. Tanda-tanda karakteristik iritasi meningen: kaku kuduk, Brudzinski's sign dan
Kernig's sign positif (dapat dilihat pada Figur 10-1).
6. Rum petekia atau purpuria, yang mengindikasikan meningitis meningokokal.
7. Bayi yang kurang dari 2 bulan dapat mengalami peka rangsang, letargi,
muntah, makan buruk, kejang, menangis melengking, demam, atau hipotermia.
Bayi yang berumur 2 tahun dapat mengalami peka rangsang, letargi, muntah
makan buruk, kejang, menangis melengking, demam, atau hipotermia
perubahan pola tidur, fontanel cekung, demam, tanda-tanda iritasi meningen.
Sedangkan anak-anak lebih dari 2 tahun mengalami tanda dan gejala hampir
sama dengan yang dialami orang dewasa dengan penurunan progesif pada
responsivitas.

 Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Klien sering mengeluh badan panas tinggi, kejang, dan penurunan tingkat
kesadaran
b. Riwayat Penyakit
Pasien sering mengalami sakit kepala dan demam dan mengalami kejang
c. Riwayat penyakit Dahulu
Klien mengatakan sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama dan dia
berobat tapi tidak ditindak lanjuti
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan di keluarganya tidak ada memiliki penyakit yang sama seperti
klien
 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV),Pada klien
meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal, yaitu
3$-41°C, dimulai dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat.
Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen
yang sudah mengganggu pusat pengatur subu tubuh. Penurunan denvut nadi
terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai
peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme umum dan adanva infeksi pada sistem pernapasan sebelum
mengalami meningitis. Tekanan darah biasanva normal atau meningkat karena
tanda-tanda peningkatan TIK
B. Diagnosa
1. Hipertermi
2. Nyeri Akut
3. Resiko gangguan ferpusi ferifer
4. Pola nafas tidak efektif
5. Resiko ketidakseimbangan cairan
6. Ketidakberdayaan

C. Intervensi

Diagnosa Intervensi
1.Hipertermi Manajemen hiepertermia
Tujuan:
Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan
suhu tubuh akibat disfungsi termoregulasi
Observasi:
 Identifikasi penyebab
hipertemia(mis.dehidrasi,terpapar
lingkungan panas,penggunaan
incubator)
 Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor pengeluaran urine
 Monitor komplikasi akibat hipertemia
Terapeutik:
 Sediakan lingkungan yg dingin
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipas permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen stiap hari atau lebih sering
jika mengalami hyperhidrosis
(keringat berlebihan)
 Lakukan pendinginan eksternal
(misselimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
 Hindari emberian antiiretik atau
aspirin
 Berikan oksigen, jika peru

2. Resiko gangguan ferpusi ferifer Pencegahan Syhok


Tujuan :
Mengidentifikasi dan menurunkan resiko
terjadinya ketidakmampuan tubuh
menyediakan oksigen dan nutrien untuk
mencukupi kebutuhan jaringan.
Observasi :
 Monitor status kardiopulmonal
frekuensi dan kekuatan nadi,
frekuensi nafas, TD, MAP)
 Monitor status oksigenasi ( oksimetri
nadi, AGD)
 Monitor status cairan (masukan dan
haluaran, turgor kulit, CRT)
 Monitor tingkat kesadaran dan respon
pupil
 Priksa riwayat alergi
Terapeutik :
 Berikan oksigen untuk
memertahankan satu rasi oksigen
>94%
 Persiapan intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
 Psang jalur IV, jika perlu
 Pasang kateter urin untuk menilai
produksi urin jika perlu
 Lakukan skintes untukmencegah
reaksi alergi
3. Pola Nafas Tidak Efektif Manaemen jalan nafas
Tujuan :
Mengidentifikasi dan mengelolah kepatenan
jalan nafas
Observasi :
 Monitor ola nafas (frekuensi,
kedalaman, usaha nafas)
 Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
Gurgling, menye, wezing, ronki
kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Teraeutik :
 Pertahankan keatenan jalan nafas
dengan head tilt dan cinlift (jaw thrust
jika curiga terauma servikal)
 posisikan semi fowler atau fowler
 berikan minum hangat
 lakukan fisiterai dada, jika perlu
 lakukan enghisaan lender kurang dari
15 detik
 lakukan hieroksigenasi sebelum
penghisaan endrotrakeal
 keluarkan sumbatan benda adat
dengan forest mcgill
 berikan oksigen jika perlu
4. Resiko ketidakseimbangan cairan Mnaemen cairan
Tujuan :
Mengidentifikasi dan mengelola
keseimbangan cairan dan mencegah
komplikasi akibat ketidakseimbangan cairan
Observasi :
 Monitor status hidrasi (mis.frekuensi
nadi atau kekuatan nadi, akral,
pengisian kpailer, kelembapan
mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
 Monitor berat badan harian
 Monitor berat badan sebelum dan
sesudah dialysis
 Monitor hasil laboraturium
(mis.hematokrit, na, k, ci, berat jenis
urin, bun)
 Monitor status hemodinamik (mis.
MAP, CVF, PAP, PCP, jika tersedia)
Terapeutik :
 Catat intake output dan hitung balans
cairan 24 jam
 Berikan asupan cairan sesuai
kebutuhan
 Berikan cairan intravena jika perlu
5. Ketidakberdayaan Promosi harapan
Tujuan :
Meningkakan kepercayaan pada kemampuan
untuk memulai dan memertahankan tindakan.
Observasi :
 Identifikasi harapan pasien dan
keluarga dalam pencapaian hidup
Teraeutik :
 Sadarkan bahwa kondisi yang dialami
memiliki nilai penting
 Pandu mengngingat kembali
kenangan yang menyanangkan
 Libatkan pasien secara aktif dalam
perawatan
 Kembangkan rencana perawatan yang
melibatkan tingkat pencapaian tuuan
sederhana sampai dengan kompleks
 Berikan kesempatan keada pasien dan
keluarga terlibat dengan dukungan
kelompok
 Ciptakan lingkuan yang memudahkan
mempraktikkan kebutuhan spiritual

D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan merupakan komponen keempat dari proses
keperawatan setelah merumuskan rencana asuhan keperawatan. Implementasi
keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dalam asuhahan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2010). Intervensi
keperawatan yang sudah direncanakan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) dilaksanakan pada tahap implementasi keperawatan.
E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan menurut Kozier (2010) adalah fase kelima atau terakhir
dalam proses keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil
evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai
dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan keputusan. Evaluasi asuhan
keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment,
planing) (Achjar, 2010). Adapun komponen SOAP yaitu S (subjektif) dimana perawat
menemui keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan
keperawatan, O (objektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau
observasi perawat secara langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah
tindakan keperawatan, A (assesment) adalah interpretasi dari data subjektif dan
objektif, P (planing) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang telah
ditentukan sebelumnya (Nikmatur & Saiful, 2012).

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Meningitis adalah suatu reksi keradangan yang mengenai satu atau semua apisan
selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang
menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa. Disebabkan oleh bakteri spesifik atau
nonspesifik atau virus. Kasus meningitis harus ditangani secepatnya karena dianggap
sebagai kondisi medis darurat. Meningitis bisa menyebabkan septikema dan ini bisa
berujung pada kematian. Gejala yang biasanya di tampakkan oleh penderita Meningitis
adalah sakit kepala, demam, sakit otot-otot, dan lain-lain.
Untuk mencegah agar tidak terjangkit penyakit meningitis yaitu dengan mencuci
tangan, berlatih hidup higienis, pola hidup sehat, menutup mulut saat bersin atau batuk,
jika sedang hamil berhati-hatilah dalam memilih makanan. Banyak kasus meningitis
virus dan bakteri bisa dicegah dengan berbagai macam vaksin. Bicarakan dengan dokter
jika Anda tidak yakin apakah vaksinasi Anda yang terbaru atau tidak.

B. Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini semua pihak yang tidak menutup
kemungkinan masyarakat, mahasiswa pada khususnya mahasiswa keperawatan, dan
seluruh jajaran terkait, dapat memandang positif serta memahami adanya informasi ini,
sesuai apa yang dibahas didalamnya dengan menerapkan sesuai peraturan yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin , 2008 : Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan sistem persyarafan.
Jakarta, Salemba Medika.

Arif Muttaqin , 2008 : Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan sistem persyarafan.
Jakarta, Salemba Medika.

dr. Harsono. DSS, 2015 : kapita selekta neurologi, jl. Grafika no.1.Bulak sumur
Yogyakarta,55281. Gadjah mada university press

dr. Yoseph Budiman. SP.S, 2013 : pedoman standar pelayanan medic dan standar prosedur
operasional neurologi, Bantul. PT Refika Aditama.
Fransisca B.batticaca,2011:Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
persarafan.Jakarta.Salembah Medikah

Anda mungkin juga menyukai