Anda di halaman 1dari 40

Case Report Session

MENINGITIS BAKTERIALIS

Oleh :
Maya Fathurrahmi
1210312005

Preseptor:
dr. Aumas Pabuti, SpA(K).MARS
Dr. dr. Eva Chundrayetti, SpA(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUP DR.M.DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2


BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 5
2.1 Definisi ............................................................................................................... 5
2.2 Epidemiologi ...................................................................................................... 5
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko ................................................................................. 6
2.4 Patogenesis ......................................................................................................... 7
2.5 Patofisiologi ....................................................................................................... 9
2.6 Manifestasi Klinis ............................................................................................ 14
2.7 Diagnosis .......................................................................................................... 15
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................................... 18
2.9 Prognosis dan Komplikasi ............................................................................... 20
BAB 3 LAPORAN KASUS ....................................................................................... 22
BAB 4 DISKUSI......................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 40

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningitis merupakan suatu infeksi serius di sistem saraf pusat dengan

morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anak.1 Meningitis bakterialis adalah

peradangan selaput jaringan otak dan medulla spinalis yang disebabkan oleh

bakteri pathogen. Peradangan tersebut mengenai arakhnoid, piamater dan cairan

serebrospinalis dan dapat meluas melalui ruang subaraknoid sekitar otak, medulla

spinalis dan ventrikel.2 Bakteri yang biasanya masuk kesana melalui aliran darah

dari permukaan mukosa.3 Tiga organisme penyebab meningitis bakterialis

tersering pada anak usia lebih dari satu bulan adalah haemophilus influenza,

streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitides, yaitu 70% meningitis

bakterialis pada kelompok usia ini.1

Meningitis bakterialis terus menjadi penyebab utama morbiditas dan

kematian pada neonatus dan anak di seluruh dunia.4 Penyakit ini menyebabkan

angka kematian yang cukup tinggi yaitu sekitar 5-10%. Hampir 40% diantara

pasien meningitis mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit

neurologis.2 Di amerika serikat pada tahun 2003-2007, terdapat sekitar 4.100

kasus meningitis bakterialis dan 500 kematian setiap tahunnya.5

Insiden meningitis bakterialis menurun 55% sejak diperkenalkannya

vaksin Haemophillus B pada tahun 1990 di Amerika.1 Epidemiologi penyakit ini

di Ingris juga mengalami perubhan dalam dua decade terakhir sejak diperkenalkan

vaksin untuk mengontrol Hib, serogruop C meningococcus dan bebera jenis

3
pneumococcus.3 Insiden meningitis bakterialis di Cina berkisar antara 6,95 sampai

22,3 kasus per 100.000 anak usia dibawah lima tahun.4

Meningitis harus ditangani sebagai keadaan emergensi. Kecurigaan klinis

meningitis sangan dibutuhkan untuk diagnosis karena bila tidak terdeteksi dan

tidak diobati dapat menyebabkan kematian.2

1.2.Batasan Masalah

Case report session ini membahas mengenai definisi, epidemiologi,

etiopatogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan meningitis

bakterialis pada anak.

1.3 Tujuan Penulisan

Mengetahui definisi, epidemiologi, etiopatogenesis, manifestasi klinis,

diagnosis, dan penatalaksanaan meningitis bakterialis pada anak.

1.4 Manfaat Penulisan

Menambah pengetahuan penulis tentang pubertas prekoks serta menjadi

tambahan ilmu bagi rekan-rekan dokter muda yang membaca.

1.5 Metode Penulisan

Penulisan case report session ini merujuk pada berbagai kepustakaan dan

literatur.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Meningitis bakterialis adalah peradangan selaput jaringan otak dan

medulla spinalis yang disebabkan oleh bakteri pathogen yang ditandai dengan

peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti

adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal.2,6

2.2 Epidemiologi

Insiden meningitis bakterialis menurun sejak diperkenalkannya vaksin

Hib, S. Pneumoniae dan N. Meningitidis. Insiden pnyakit ini berubah 31% di

Amerika serikat selama tahun 1998-2007, dari 2 kasus per 100.000 populasi di

tahun 1998-1999 menjadi 1,38 kasus per 100.000 populasi di tahun 2006-2007.4

Meningitis bakterialis merupakan masalah yang lebih signifikan di banyak

Negara dunia, terutama Negara berkembang. Di Dakar, dari tahun 1970-1979

rata-rata insidennya adalah 50 kasus per 100.000 populasi, dengan 1 dari 250 anak

pernah mengalami meningitis bakterialis pada tahun pertama kehidupannya. Di

Negara-negra Afrika yang angka kejadian HIVnya tinggi, mayoritas penyebab

meningitis adalah S. Pneumoniae dan berhubungan dengan mortalitas yang

tinggi.7

5
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

a. Faktor host

Beberapa faktor host yang mempermudah terjadinya meningitis:

1. Telah dibuktikan bahwa laki-laki lebih sering menderita meningitis dibanding

perempuan. Pada neonates sepsis menyebabkan meningitis, laki-laki dan

perempuan berbanding 1,7:1.

2. Bayi denganberat badan lahir rendah dan premature lebih mudah menderita

meningitis dibanding bayi cukup bulan

3. Ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi yang berlebihan selama

kehamilan, adanya infeksi ibu pada akhir kehamilan mempermudah

terjadinya sepsis dan meningitis.

4. Rendahnya IgM dan IgA berakibat pada kurangnya kemampuan bakterisidal

terhadap baktri gram negative.

5. Keganasan seperti sistem RES, leukemia, myeloma multipel, penyakit

Hodgkin menyebabkan penurunan produksi immunoglobulin sehingga

mempermudah terjadinya infeksi

6. Pemberian antibiotic, radiasi, dan imunosupresan juga mempermudah

terjadinya infeksi

7. Malnutrisi.6

b. Faktor mikroorganisme

Penyebab meningitis bakterialis terdiri dari bermacam-macam bakteri dan

berhubungan erat dengan umur pasien. Etiologi berdasarkan kelompok umur

dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini:2

6
Tabel 2.1 Etiologi Meningitis Bakterialis
Kelompok Umur Etiologi
0-2 bulan Streptococcus group B, Escherichia coli
2 bulan-5 tahun Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides,
Haemophillus influenza
Diatas 5 tahun Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides

Penyebab tersering meningitis bakterialis di Amerika adalah:5

- Streptococcus pneumonia

- Group B Streptococcus

- Neisseria meningitides

- Haemophilus influenza

- Listeria monocytogenes

Bakteri lain yang dapat menyebabkan meningitis bakterialis adalah kuman

batang gram negative seperti Proteus, Areobacter, Enterobacter, Clebsiella Sp

dan Seprata Sp.6

c. Faktor Lingkungan

Kepadatan penduduk, kebersihan yang kurang, pendidikan rendah dan

sosial ekonomi rendah memegang peranan penting untuk mempermudah

terjadinya infeksi. Pada tempat penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah

terjadi penularan.6

2.4 Patogenesis

Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :6

1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis,

tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering

didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman

yang ada dalam cairan otak.

7
2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh

infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.

3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi

lumbal dan mielokel.

4. Meningitis pada neonatus dapat terjadi oleh karena:

 Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau

oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir

 Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.

Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran

hematogen. Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab

meningitis purulenta. Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur

hematogen mempunyai tahap-tahap sebagai berikut :6

1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi)

2. Bakteri menembus rintangan mukosa

3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel

fagosit dan aktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia.

4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal

5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal

6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.6

Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu

melampaui semua tahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme

virulensi yang berbeda-beda, dan masing-masing mekanisme mempunyai peranan

yang khusus pada satu atau lebih dari tahap-tahap tersebut. Terjadinya meningitis

8
bacterial dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor, yaitu host yang rentan,

bakteri penyebab dan lingkungan yang menunjang.6

2.5 Patofisiologi

Patofisiologi meningitis bakterialis dimulai setelah ada bakteriemia atau

embolus septik, yang diikuti dengan masuknya bakteri ke dalam susunan saraf

pusat dengan jalan menembus rintangan darah otak melalui tempat – tempat yang

lemah, yaitu di mikrovaskular otak atau pleksus koroid yang merupakan media

pertumbuhan yang baik bagi bakteri karena mengandung kadar glukosa yang

tinggi. Segera setelah bakteri berada dalam cairan serebrospinal, maka bakteri

tersebut memperbanyak diri dengan mudah dan cepat oleh karena kurangnya

pertahanan humoral dan aktivitas fagositosis dalam cairan serebrospinal melalui

sistem ventrikel ke seluruh ruang subaraknoid.6

Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati (lisis) akan

melepaskan dinding sel atau komponen – komponen membran sel (endotoksin,

teichoic acid) yang menyebabkan kerusakan jaringan otak serta menimbulkan

peradangan di selaput otak (meningen) melalui beberapa mekanisme seperti

dalam skema tersebut di bawah, sehingga timbul meningitis. Bakteri Gram

negative pada waktu lisis akan melepaskan lipopolisakarida/endotoksin, dan

kuman Gram positif akan melepaskan teichoic acid (asam teikoat).6

Produk – produk aktif dari bakteri tersebut merangsang sel endotel dan

makrofag di susunan saraf pusat (sel astrosit dan microglia) memproduksi

mediator inflamasi seperti Interleukin – 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF).

Mediator inflamasi berperan dalam proses awal dari beberapa mekanisme yang

menyebabkan peningkatan tekanan intracranial, yang selanjutnya mengakibatkan

9
menurunnya aliran darah otak. Pada meningitis bacterial dapat juga terjadi

syndrome inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) diduga disebabkan oleh

karena proses peradangan akan meningkatkan pelepasan atau menyebabkan

kebocoran vasopressin endogen sistem supraoptikohipofise meskipun dalam

keadaan hipoosmolar, dan SIADH ini menyebabkan hipovolemia, oliguria dan

peningkatan osmolaritas urine meskipun osmolaritas serum menurun, sehingga

timbul gejala-gejala water intoxication yaitu mengantuk, iritabel dan kejang.6

Edema otak yang berat juga menghasilkan pergeseran midline kearah

kaudal dan terjepit pada tentorial notch atau foramen magnum. Pergeseran ke

kaudal ini menyebabkan herniasi dari gyri parahippocampal, cerebellum, atau

keduanya. Perubahan intrakranial ini secara klinis menyebabkan terjadinya

gangguan kesadaran dan refleks postural. Pergeseran ke kaudal dari batang otak

menyebabkan lumpuhnya saraf kranial ketiga dan keenam. Jika tidak diobati,

perubahan ini akan menyebabkan dekortikasi atau deserebrasi dan dengan cepat

dan progresif menyebabkan henti nafas dan jantung.6

Akibat peningkatan tekanan intrakranial adalah penurunan aliran darah

otak yang juga disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak oleh

trombus dan adanya penurunan autoregulasi, terutama pada pasien yang

mengalami kejang. Akibat lain adalah penurunan tekanan perfusi serebral yang

juga dapat disebabkan oleh karena penurunan tekanan darah sistemik 60 mmHg

sistole. Dalam keadaan ini otak mudah mengalami iskemia, penurunan

autoregulasi serebral dan vaskulopati. Kelainan – kelainan inilah yang

menyebabkan kerusakan pada sel saraf sehingga menimbulkan gejala sisa.

Adanya gangguan aliran darah otak, peningkatan tekanan intrakranial dan

10
kandungan air di otak akan menyebabkan gangguan fungsi metabolik yang

menimbulkan ensefalopati toksik yaitu peningkatan kadar asam laktat dan

penurunan pH cairan srebrospinal dan asidosis jaringan yang disebabkan

metabolisme anaerob, keadaan ini menyebabkan penggunaan glukosa meningkat

dan berakibat timbulnya hipoglikorakia.6

Ensefalopati pada meningitis bakterial dapat juga terjadii akibat hipoksia

sistemik dan demam. Kelainan utama yang terjadi pada meningitis bakterial

adalah peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bahan –

bahan toksis bakteri. Peradangan selaput otak akan menimbulkan rangsangan pada

saraf sensoris, akibatnya terjadi refleks kontraksi otot – otot tertentu untuk

mengurangi rasa sakit, sehingga timbul tanda Kernig dan Brudzinksi serta kaku

kuduk. Manifestasi klinis lain yang timbul akibat peradangan selaput otak adalah

mual, muntah, iritabel, nafsu makan menurun dan sakit kepala. Gejala – gejala

tersebut dapat juga disebabkan karena peningkatan tekanan intracranial, dan bila

disertai dnegan distorsi dari nerve roots, makan timbul hiperestasi dan fotofobia.6

Pada fase akut, bahan – bahan toksis bakteri mula – mula menimbulkan

hiperemia pembuluh darah selaput otak disertai migrasi neutrofil ke ruang

subaraknoid, dan selanjutnya merangsang timbulnya kongesti dan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah hingga mempermudah adesi sel fagosit dan sel

polimorfonuklear, serta merangsang sel polimorfonuklear untuk menembus

endotel pembuluh darah melalui tight junction dan selanjutnya memfagosit

bakteri bakteri, sehingga terbentuk debris sel dan eksudat dalam ruang

subaraknoid yang cepat meluas dan cenderung terkumpul didaerah konveks otak

tempat CSS diabsorpsi oleh vili araknoid, di dasar sulkus dan fisura Sylvii serta

11
sisterna basalis dan sekitar serebelum.6

Pada awal infeksi, eksudat hampir seluruhnya terisi sel PMN yang

memfagosit bakteri, secara berangsur-angsur sel PMN digantikan oleh sel

limfosit, monosit dan histiosit yang jumlahnya akan bertambah banyak dan pada

saat ini terjadi eksudasi fibrinogen. Dalam minggu ke-2 infeksi, mulai muncul sel

fibroblas yang berperan dalam proses organisasi eksudat, sehingga terbentuk

jaringan fibrosis pada selaput otak yang menyebabkan perlekatan – perlekatan.

Bila perlekatan terjadi didaerah sisterna basalis, maka akan menimbulkan

hidrosefalus komunikan dan bila terjadi di aquaductus Sylvii, foramen Luschka

dan Magendi maka terjadi hidrosefalus obstruktif. Dalam waktu 48-72 jam

pertama arteri subaraknoid juga mengalami pembengkakan, proliferasi sel endotel

dan infiltrasi neutrofil ke dalam lapisan adventisia, sehingga timbul fokus

nekrosis pada dinding arteri yang kadang-kadang menyebabkan trombosis arteri.

Proses yang sama terjadi di vena. Fokus nekrosis dan trombus dapat

menyebabkan oklusi total atau parsial pada lumen pembuluh darah, sehingga

keadaan tersebut menyebabkan aliran darah otak menurun, dan dapat

menyebabkan terjadinya infark.6

Infark vena dan arteri luas akan menyebabkan hemiplegia, dekortikasi atau

deserebrasi, buta kortikal, kejang dan koma. Kejang yang timbul selama beberapa

hari pertama dirawat tidak mempengaruhi prognosis, tetapi kejang yang sulit

dikontrol, kejang menetap lebih dari 4 hari dirawat dan kejang yang timbul pada

hari pertama dirawat dengan penyakit yang sudah berlangsung lama, serta kejang

fokal akan menyebakan manifestasi sisa yang menetap. Kejang fokal dan kejang

yang berkepanjangan merupakan petunjuk adanya gangguan pembuluh darah otak

12
yang serius dan infark serebri, sedangkan kejang yang timbul sebelum dirawat

sering menyebakna gangguan pendengaran atau tuli yang menetap.6

Trombosis vena kecil di korteks akan menimbulkan nekrosis iskemik

korteks serebri. Kerusakan korteks serebri akibat oklusi pembuluh darah atau

karena hipoksia, invasi kuman akan mengakibatkan penurunan kesadaran, kejang

fokal dang gangguan fungsi motorik berupa paresis yang sering timbul pada hari

ke 3-4, dan jarang timbul setelah minggu I-II; selain itu juga menimbulkan

gangguan sensorik dan fungsi intelek berupa retardasi mental dan gangguan

tingkah laku; gangguan fungsi intelek merupakan akibat kerusakan otak karena

proses infeksinya, syok dan hipoksia. Kerusakan langsung pada selaput otak dan

vena di duramater atau arakhnoid yang berupa trombophlebitis, robekan-robekan

kecil dan perluasan infeksi araknoid menyebabkan transudasi protein dengan berat

molekul kecil ke dalam ruang subaraknoid dan subdural sehingga timbul efusi

subdural yang menimbulkan manifestasi neurologis fokal, demam yang lama,

kejang dan muntah.6

Karena adanya vaskulitis maka permeabilitas sawar darah otak (blood

brain barrier) menyebabkan terjadinya edema sitotoksik, dan arena aliran CSS

terganggu atau hidrosefalus akan menyebabkan terjadinya edema interstitial.6

Meskipun kuman jarang dapat dibiakkan dari jaringan otak, tetapi absorpsi dan

penetrasi toksin kuman dapat terjadi, sehingga menyebabkan edema otak dan

vaskulitis; kelainan saraf kranial pada meningitis bakterial disebabkan karena

adanya peradangan lokal pada perineurium dan menurunnya persediaan vaskular

ke saraf cranial, terutama saraf VI, III dan IV, sedang ataksia yang ringan,

paralisis saraf kranial VI dan VII merupakan akibat infiltasi kuman ke selaput

13
otak di basal otak, sehingga menimbulkan kelainan batang otak.6

Gangguan pendengaran yang timbul akibat perluasan peradanga ke

mastoid, sehingga timbul mastoiditis yang menyebabkan gangguan pendengaran

tipe konduktif. Kelain saraf kranial II yang berupa papilitis dapat menyebabkan

kebutaan tetapi dapat juga disebabkan karena infark yang luas di korteks serebri,

sehingga terjadi buta kortikal. Manifestasi neurologis fokal yang timbul

disebabkan oleh trombosis arteri dan vena di korteks serebri akibat edema dan

peradangan yang menyebabkan infark serebri, dan adanya manifestasi ini

merupakan petunjuk prognosis buruk, karena meninggalakan manifestasi sisa dan

retardasi mental. 6

2.6 Manifestasi Klinis

Tanda dan gambaran klinis sangat bervariasi tergantung umur pasien, lama

sakit di rumah sebelum diagnosis dan respon tubuh terhadap infeksi.6

Meningitis pada bayi baru lahir dan prematur sangat sulit didiagnosis,

gambaran klinis sangat kabur dan tidak khas. Demam pada meningitis bayi baru

lahir hanya terjadi pada ½ dari jumlah kasus. Biasanya pasien tampak lemas dan

malas, tidak mau makan, muntah-muntah, kesadaran menurun, ubun-ubun besar

tegang dan membonjol, leher lemas, respirasi tidak teratur, kadang-kadang disertai

ikterus kalau sepsis. Secara umum apabila didapatkan sepsis pada bayi baru lahir

kita harus mencurigai adanya meningitis.6

Bayi berumur 3 bulan – 2 tahun jarang memberi gambaran klasik

meningitis. Biasanya manifestasi yang timbul hanya berupa demam, muntah,

gelisah, kejang berulang, kadang-kadang didapatkan pula high pitch cry (pada

bayi). Tanda fisik yang tampak jelas adalah ubun-ubun tegang dan membonjol,

14
sedangkan tanda Kernig dan Brudzinsky sulit di evaluasi. Oleh karena insidens

meningitis pada umur ini sangat tinggi, maka adanya infeksi susuan saraf pusat

perlu dicurigai pada anak dengan demam terus menerus yang tidak dapat

diterangkan penyebabnya.6

Pada anak besar dan dewasa meningitis kadang-kadang memberikan

gambaran klasik. Gejala biasanya dimulai dengan demam, menggigil, muntah dan

nyeri kepala. Kadang-kadang gejala pertama adalah kejang, gelisah, gangguan

tingkah laku. Penurunan kesadaran seperti delirium, stupor, koma dapat juga

terjadi. Tanda klinis yang biasa didapatkan adalah kaku kuduk, tanda Brudzinski

dan Kernig. Nyeri kepala timbul akibat inflamasi pembuluh darah meningen,

sering disertai fotofobia dan hiperestesi, kaku kuduk disertai rigiditas spinal

disebabkan karena iritasi meningen serta radiks spinalis.6

Kelainan saraf otak disebabkan oleh inflamasi lokal pada perineurium,

juga karena terganggunya suplai vaskular ke saraf. Saraf – saraf kranial VI, VII,

dan IV adalah yang paling sering terkena. Tanda serebri fokal biasanya sekunder

karena nekrosis kortikal atau vaskulitis oklusif, paling sering karena trombosis

vena kortikal. Vaskulitis serebral menyebabkan kejang dan hemiparesis.6

2.7 Diagnosis

Diagnosis meningitis bakterial tidak dapat dibuat hanya dengan melihat

gejala dan tanda saja. Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah,

kaku kuduk dan adanya tanda rangsang meningeal kemungkinan dapat pula

terjadi pada meningismus, meningitis TBC dan meningitis aseptic. Hampir semua

penulis mengatakan bahwa diagnosis pasti meningitis hanya dapat dibuat dengan

pemeriksaan cairan serebrospinalis melalui pungsi lumbal. Oleh Karena itu setiap

15
pasien dengan kecurigaan meningitis harus dilakukan pungsi lumbal.6

Anamnesis

 Seringkali didahului infeksi padasaluran napas atas atau saluran cerna

seperti demam, pilek, diare dan muntah

 Gejala meningitis adalah demam, nyeri kepala, meningismus dengan atau

tanpa penurunan kesadaran, letargi, malaise, kejang, dan muntah

merupakan hal yang sugestif meningitis tetapi tidak ada satu gejala pun

yang khas.

 Banyak gejala meningitis yang berkaitan dengan usia.

Pemeriksaan Fisik

 Gangguan kesadaran dapat berupa penurunan kesadaran atau iritabilitas.

 Dapat juga ditemukan ubun-ubun besar menonjol, kaku kuduk atau tanda

rangsangan meningeal mungkin tidak ditemukan pada anak berusia kurang

dari satu tahun.

 Dapat juga ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial.

 Cari tanda infeksi di tempat lain (infeksi THT, sepsis, pneumonia)

Pemeriksaan Penunjang

 Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan

elektrolit jika ada indikasi.

 Pungsi lumbal penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan

etiologi:

o Didapatkan cairan keruh atau opalescence dengan none (-)/(+)dan

Pandy (+)/(++)

16
o Jumlah hitung sel 100-10.000/mm3 dengan hitung jenis

predominan polimorfonuklear, protein 200-500 mg/dL, glukosa <

40 mg/dL, pewarnaan gram, biakan dan uji resistensi. Pada stadium

dini jumlah sel dapat normal dengan predominan sel limfosit.

o Apabila telah mendapat antibiotic sebelumnya, gambaran LCS

dapat tidak spesifik.

 Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap dimulai

pemberian antibitik empirik

 Jika memang kuat dugaan kearah meningitis, meskipun terdapat tanda-

tanda peningkatan tekanan intracranial, pungsi lumbal masih dapat

dilakukan asalkan berhati-hati. Pemakaian jarum spinal dapat

meminimalkan komplikasi terjadinya herniasi.

 Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan

gejala peningkatan intracranial oleh karena lesi desak ruang.

 Pemeriksaan computed tomography (CT-Scan) dengan kontras atau

magnetic resonance imaging (MRI) kepala (pada kasus berat atau curiga

ada komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus, dan abses otak)

 Pada pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambtan

umum.

17
2.8 Penatalaksanaan

Pasien dengan meningitis bakterialis umumnya dalam kesadaran yang

menurun yang seringkali disertai muntah dan atau diare. Oleh karena itu pasein

perlu mendapatkan cairan intravena. 6

Bila anak masuk dengan status konvulsivus maka diperikan diazepam 0,2-

0,5 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan, apabila kejang belum berhenti

maka diazepam dapat diulangi dengan dosis dan cara yang sama. Apabila kejang

berhenti dilanjutkan dengan pemberian fenobarbital dengan dosis awal 10-20

mg/kgBB IM, 24 jam kemudian diberikan dosis rumatan 4-5 mg/kgBB/ hari.

Apabila dengan diazepam dua kali berturut-turut kejang belum berhenti maka

dapat diberikan fenitoin dengan dosis 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-

lahan dengan kecepatan dalam 1 menit jangan melebihi 50 mg atau 1

mg/kgBB/menit. Dosis selanjutnya 5 mg/kgBB/hari diberikan 12-24 jam

kemudian.6

Kortikosteroid terbukti mengurangi produksi mediator inflamasi seperti

sitokin sehingga dapat mengurangi kecacatan neurologis seperti paresis atau tuli

dan menurunkan mortalitas apabila diberikan pada pasien ringan dan sedang dan

diberikan 15-20 menit sebelum pemberian antibiotik. Kortikosteroid yang

memberikan hasil baik adalah deksametason dengan dosis 0,6 mgg/kgBB/ hari

selama 4 hari.

Penggunaan antibiotik terdiri dari dua fase, yaitu fase pertama sebelumada

hasil biakan dan uji sensitivitas. Pada fase ini pemberian antibiotik secara empirik.

Pengobatan fase kedua setelah ada hasil biakan dan uji sensitivitas disesuaikan

18
dengan kuman penyebab dan obat yang sesuai. Pada meningitis terdapat

peningkatan permeabilitas sawar darah otak dan hal ini justru menguntungkan

karena antibiotik lebih mudah masuk kedalam ruang subarachnoid dan ventrikel.6

Terapi empirik untuk neonatus dengan meningitis bakterial sebagai

berikut:8

 Umur 0-7 hari

- Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Sefotaksim 100

mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV atau

- Seftriakson 50 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV atau

- Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Gentamisin 5

mg/kgBB/hari setiap 12 ajm IV.

 Umur >7 hari

- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 6 jam IV + Gentamisin 7,5

mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV atau

- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV atau

- Seftriakson 75 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV.

Terapi empirik pada bayi dan anak dengan meningitis bakterial sebagai

berikut :2

 Usia 1 – 3 bulan :

- Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +

Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau

- Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis

19
 Usia > 3 bulan :

- Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau

- Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau

- Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +

Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.

2.9 Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna

atau pengobatan yangterlambat. Komplikasi yang mungkin ditemukan adalah

ventrikulitis, efusi subdural, gangguan elektrolit, meningitis berulang, abses otak,

kelainan neurologis berupa paresis atau paralisis, gangguan pendengaran,

hidrosefalus, pada pengawasan jangka panjang mungkin ditemukan retardasi

mental dan epilepsy.6

Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara

lain umur pasien, jenis mikroorganisme, berat ringannya infeksi, lamanya sakit

sebelum mendapat pengobatan, kepekaan bakteri terhadap antibiotik yang

diberikan.6

Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir

yang menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai

DIC mempunyai prognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat

ataupun kurang adekuat dapat menyebabkan kematian atau cacat yang permanen.

Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik bersifat fatal.6

Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang

adekuat dan pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat

diturunkan. Walaupun kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram

20
negatif masih sulit diturunkan, tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-

bakteri seperti H.influenzae, pneumococcus dan meningococcus angka kematian

dapat diturunkan dari 50-60% menjadi 20-25%.6

21
BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : AW

Tanggal Lahir / Umur : 17-08-2006/ 11 tahun 6 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Nama Ibu : Ny. YY

Alamat : Tanah Datar

Suku : Minang

Agama : Islam

Masuk RS : 20 Februari 2018

3.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien

1. Keluhan Utama

Penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

2. Riwayat Penyakit Sekarang

 Demam sejak 10 hari yang lalu, hilang timbul, tidak tinggi, tidak

menggigil dan tidak berkeringat banyak.

 Batuk sejak 10 hari yang lalu, sekali-sekali dan tidak berdahak.

 Mual muntah sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 4-5 kali

per hari, jumlah ±1/2 sampai 1 gelas/ kali, berisi apa yang dimakan dan

diminum.

22
 Kejang 4 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi satu kali, kejang

seluruh tubuh dengan mata melihat keatas, lama kejang ± 15 menit, kejang

berhenti sendiri dan pasien sadar setelah kejang, ini merupakan episode

kejang yang pertama.

 Penurunan kesadaran sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit, penurunan

kesadaran terjadi berangsur-angsur , awalnya pasien tampak banyak tidur,

namun sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien tidak bisa kontak.

 Riwayat pandangan ganda dan penglihatan kabur disangkal

 Riwayat trauma kepala disangkal.

 Riwayat keluar cairan dari telinga disangkal.

 Riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama ada. Guru SLB tempat

pasien bersekolah diketahui bekas TB dan sesekali masih terlihat batuk.

 Riwayat penurunan berat badan ada sejak pasien sakit.

 Buang air kecil jumlah dan warna biasa.

 Buang air besar frekuensi dan warna biasa.

 Pasien telah dikenal menderita tuna rungu dan saat ini anak bersekolah di

SLB tahun ke-3.

 Pasien telah dirawat di RSUD Hanafiah Batusangkar selama 3 hari dengan

diagnosis suspek meningitis bakterialis DD/ meningitis Thyposa

3. Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini

 Riwayat kejang dengan atau tanpa demam disangkal

 Riwayat batuk-batuk lama atau meminum obat TB disangkal

23
4. Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

 Tidak ada keluarga dengan riwayat kejang dengan atau tanpa demam.

 Tidak ada keluarga dengan riwayat batuk-batuk lama atau mengkonsumsi

obat TB.

5. Riwayat Persalinan

Ibu mengalami hiperemesis gravidarum selama kehamilan trimester awal.

Anak lahir spontan ditolong bidan, cukup bulan. Berat badan lahir 2700 gram,

panjang lahir tidak ingat , dan langsung menangis saat lahir.

Kesan : tidak ada masalah saat persalinan.

6. Riwayat Makan

Bayi : ASI : tidak ada

Susu formula : 0-18 bulan, frekuensi 3 – 4x / hari.

Anak : Makanan utama 3x/hari, makan bubur susu menghabiskan 1 porsi.

Daging :1x/minggu

Ikan : 1x/minggu

Telur : 5 x/minggu

Sayur : 1 x/minggu

Buah : 1x/minggu

Kesan : Kuantitas cukup, kualitas kurang

24
7. Riwayat Imunisasi

Hepatitis B : 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan

Polio : 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan

BCG : 0 bulan

DPT : 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan

Campak : 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

8. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

Tengkurap : 6 bulan

Duduk : 8 bulan

Berdiri : 12 bulan

Bicara : tuna rungu

Kesan : kemampuan motorik kasar normal, kemampuan berbahasa terganggu

(tuna rungu)

9. Riwayat Perumahan dan Lingkungan

Rumah tempat tinggal : permanen

Sumber air minum : sumur

Buang air besar : kamar mandi di dalam rumah

Perkarangan : sempit

Sampah : di buang di belakang rumah dan dibakar sendiri

Kesan : Higiene dan sanitasi cukup baik

25
10. Identitas orang tua

Ibu Ayah
Nama Yulfitri Zulhendri
Umur 35 38
Pendidikan terakhir SMP SMA
Pekerjaan IRT Buruh
Penghasilan - ± Rp. 1.000.000,-
Perkawinan pertama pertama
Penyakit - -

3.3Pemeriksaan Fisik

Status generalis

- Keadaan umum : Sakit sedang

- Kesadaran : GCS: E3 M4 Vafasia

- Tekanan darah : 110/70 mmHg

- Frekuensi nadi : 128 x/menit

- Nafas : 29 x/menit

- Suhu : 37,5 C

- Berat badan : 21 kg

- Tinggi badan : 135cm

- Status gizi

BB/U : 52,5%

TB/U : 91,84%

BB/TB : 70%

Kesan : gizi kurang

26
- Anemia : tidak ada

- Sianosis : tidak ada

- Edema : tidak ada

- Ikterus : tidak ada

Kulit

Teraba hangat, bintik kemerahan pada kulit tidak ada, ikterik tidak ada

Kepala

Bulat, simetris, lingkar kepala 47 cm.

Kelenjer Getah Bening

Tidak teraba pembesaran getah bening koli, aksila, inguinal

Rambut

Hitam, tidak mudah dicabut.

Mata

Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, ukuran  3mm /

3mm, reflex cahaya +/+ normal

Telinga

Deformitas tidak ada, keluar cairan dari telinga tidak ada.

Hidung

Nafas cuping hidung tidak ada

27
Tenggorok

Tonsil faring sukar dinilai.

Gigi dan mulut

Mukosa bibir dan mulut basah, gusi berdarah tidak ada

Leher

Kaku kuduk ada, JVP 5-2 cmH2O

Paru

I : Normochest, simetris, tidak ada retraksi.

Pa : sukar dinilai

Pe : sonor

A : suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada.

Jantung

I : Iktus cordis terlihat di 1 jari medial LMCS RIC V.

Pa : Iktus cordis teraba LMCS RIC V, kuat angkat.

Pe : Batas jantung kanan di LSD.

Batas jantung kiri di LMCS RIC V.

Batas jantung atas di RIC II.

A : Irama reguler, bising tidak ada

28
Abdomen

I : Distensi tidak ada, darm countur dan darm steifung tidak ada.

P : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan ada di epigastrium,

nyeri lepas tidak ada.

Pr : Timpani.

A : Bising Usus ada, normal.

Punggung

Tidak terdapat kelainan

Alat Kelamin

Tidak terdapat kelainan dan status pubertas A1M1P1

Ekstremitas

Akral hangat, perfusi baik, capillary refilling time <2 detik.

Reflek fisiologis +++/+++

Reflek patologis : Reflek babinski +/+

Reflek gardon +/+

Reflek chaddok -/-

Reflek scaeffer +/+

Reflek oppenheim -/-

Tanda ransangan meningeal : Kaku kuduk ada

Kernig ada

Brunzinsky 1 ada

Brunzinsky 2 tidak ada

29
3.4 Pemeriksaan Laboratorium

Laboratorium Rutin

Hb : 13,1 g/dl

Leukosit : 7.270/mm3

Hitung leukosit : 0/0/4/78/15/3

Kesan : Neutrofilia relative

3.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding

- Suspek meningitis TB DD/ meningitis bakterialis

- Gizi kurang

3.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium Khusus

Trombosit : 207.000/mm3

Ht : 39%

Ur/Cr : 25 mg/dL/ 0,6 mg/dL

GDR : 85 mg/dl

Na/K/Ca/Cl : 129 mmol/ L, 8,7 mmol/L , 8,7 mg/dl, 97 Mmol/L

KESAN : hiponatremia

30
2. Rontgen Thorax

- Cor tidak membesar


- Sinus dan diafragma
normal
- Hilus tampak lobulated
- Corakan bronkovaskuler
normal
- Tampak perbercakan di
daerah perihiler bilateral
dan paracardial kiri
- Skletal dan soft tissue
dalam batas normal
KESAN: Sugestif TB paru aktif

3. CT-Scan Kepala

- Tampak pelebaran
sistem ventrikel
lateralis, ventrikel 3,4
- Sulci tampak
menyempit
- Tidak ada mid line shift
- Pons, serebellum dan
CPA baik
- Differensiasi white and
grey matter baik
- Tampak gambaran lesi
hipodens di region
ganglia basalis kanan
dan thalamus kiri

KESAN : Multiple infark cerebri dengan hydrocephalus (non obstruktif


dengan suspek meningitis)

31
4. Lumbal Pungsi

a. Makroskopis

Volume : 3 cc

Kekeruhan : Positif

Warna : Kuning

b. Mikroskopis

Jumlah sel : 768/ mm3

Hitung jenis sel

- PMN : 65%

- MN : 35%

c. Kimia

Glukosa : 20 mg/dL

KESAN : peningkatan pada PMN dan MN, namun sampel LCS diduga adanya

trauma pungsi, karena ditemukan banyak eritrosit, sehingga tidak dapat

menggambarkan hasil yang sebenarnya

3.7 Penatalaksanaan

Tatalaksana kegawatdaruratan

Airway : tidak ada sumbatan jalan nafas

Breathing : 29 x/menit, O2 2L/ menit

Circulation : nadi 128 x/menit

Tatalaksana nutrisi/dietetik

Pasien dipuasakan

IVFD 2A 105cc/kgbb/hari 18 tpm makro

32
Tatalaksana medikamentosa

Ampisilin 6 x 1 g iv

Kloramfenikol 4x375 mg iv

Dexamethason 4x3 mg iv

Sibital 2x50 mg iv

Paracetamol 4x200 mg p.o. (T≥38,5˚C)

FOLLOW UP

21-02- S/
2018 Anak masih dalam penurunan kesadaran
Demam tidak ada
Kejang tidak ada
Batuk ada, sekali sekali
Sesak napas tidak ada
Muntah tidak ada
BAB dan BAK biasa

O/
Keadaan Umum : sakit sedang, Kesadaran : E3M4Vafasia
Nadi : 108x/menit, nafas : 27x/ menit, suhu : 37,4C, tekanan drah
110/70mmHg

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, reflek pupil


+/+ , pupil isokor, diameter 3 mm/ 3mm
Thorax : Cor : irama regular bising tidak ada
Pulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada , wheezing
tidak ada
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akal hangat, CRT < 2 detik
: Reflek fisiologis +++/+++
Reflek patologis:
 Reflek babinski +/+ ,
 Reflek babinski group :
o Reflek Chaddock -/-
o Reflek gordon +/+
o Reflek Oppenheim -/-

33
o Reflek schaefer +/+
 Tanda ransangan meningeal :
o Kaku kuduk positif
o Reflek Brudzinski I positif
o Reflek Brundzinski II negatif
o Kernig positif
A/
- Suspek meningitis TB DD/ meningitis bakterialis
- Gizi kurang
P/
- Ampisilin 6 x 1 g iv
- Kloramfenikol 4x375 mg iv
- Sibital 2x50 mg iv
- Dexamethason 4x3 mg iv
- Paracetamol 4x200 mg p.o. (T≥38,5˚C)

22-02- S/
2018 Anak masih dalam penurunan kesadaran
Demam tidak ada
Kejang tidak ada
Batuk ada, sekali sekali
Sesak napas tidak ada
Muntah tidak ada
BAB dan BAK biasa

O/
Keadaan Umum : sakit sedang, Kesadaran : E3M5Vafasia
Nadi : 113x/menit, nafas : 22x/ menit, suhu : 36,5C, tekanan darah:
116/86 mmHg

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, reflek pupil


+/+ , pupil isokor, diameter 3 mm/ 3mm
Thorax : Cor : irama regular bising tidak ada
Pulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak
ada
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akal hangat, CRT < 2 detik
: Reflek fisiologis +++/+++
Reflek patologis:
 Reflek babinski +/+ ,
 Reflek babinski group :
o Reflek Chaddock -/-

34
o Reflek gordon +/+
o Reflek Oppenheim -/-
o Reflek schaefer -/-
 Tanda ransangan meningeal :
o Kaku kuduk positif
o Reflek Brudzinski I positif
o Reflek Brundzinski II negatif
o Kernig positif
LP: peningkatan pada PMN dan MN
A/
- Meningitis bakterialis
- Gizi kurang
P/
- IVFD D12,5 + e- 20 tpm makro
- Ampisilin 6 x 1 g iv
- Kloramfenikol 4x375 mg iv
- Sibital 2x50 mg iv
- Dexamethason 4x3 mg iv
- Paracetamol 4x200 mg p.o. (T≥38,5˚C)

23-02- S/
2018 Anak masih dalam penurunan kesadaran
Demam tidak ada
Kejang tidak ada
Batuk ada, sekali sekali
Sesak napas tidak ada
Muntah tidak ada
BAB dan BAK biasa

O/
Keadaan Umum : sakit sedang, Kesadaran : E3M5Vafasia
Nadi : 113x/menit, nafas : 22x/ menit, suhu : 36,5C, tekanan darah:
116/86 mmHg

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, reflek pupil


+/+ , pupil isokor, diameter 3 mm/ 3mm
Thorax : Cor : irama regular bising tidak ada
Pulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak
ada
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akal hangat, CRT < 2 detik
: Reflek fisiologis +++/+++

35
Reflek patologis:
 Reflek babinski +/+ ,
 Reflek babinski group :
o Reflek Chaddock -/-
o Reflek gordon +/+
o Reflek Oppenheim -/-
o Reflek schaefer -/-
 Tanda ransangan meningeal :
o Kaku kuduk positif
o Reflek Brudzinski I positif
o Reflek Brundzinski II negatif
o Kernig positif
Rontgen thorax : sugestif TB Paru Aktif
Skor TB : 6
A/
- Meningitis Bakterialis
- TB paru
- Gizi kurang
P/
- IVFD D12,5 + e- 20 tpm makro
- Ampisilin 6 x 1 g iv
- Kloramfenikol 4x375 mg iv
- Sibital 2x50 mg iv
- Prednisone 1x600 mg 4x3
- INH 1 x 200 mg
- Rifampisin 1 x 300 mg
- Pirazinamid 1 x 600 mg
- Etambutol 1 x 500 mg
- Paracetamol 4x200 mg p.o. (T≥38,5˚C)

36
BAB 4

DISKUSI

Seorang pasien perempuan berusia 11 tahun 6 bulan datang ke IGD RSUP

Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 20 Februari 2017 dengan penurunan

kesadaran sejak dengan keluhan penurunan kesadaran sejak ± 1 hari sebelum

masuk rumah sakit, penurunan kesadaran terjadi berangsur-angsur sejak 3 hari

sebelum masuk rumah sakit sampai akhirnya tidak bisa kontak.

Dari alloanamnesis dengan ibu pasien, diketahui bahwa pasien mengalami

demam sejak 10 hari SMRS dan mual muntah sejak 7 hari SMRS dan kejang 4

hari SMRS, dan penurunan berat badan. Pasien juga memiliki riwayat kontak

dengan penderita TB. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan adanya kaku kuduk,

tanda ransangan meningeal seperti kaku kuduk, kernig dan brudzinky 1 positif,

reflek fisiologis yang meningkat pada keempat ekstremitas serta adanya reflek

patologis.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diduga pasien ini mengalami

meningitis TB dengan diagnosis banding meningitis bakterialis. Tanda dan

gambaran meningitis pada anak bervariasi. Pada anak besar dan dewasa

meningitis kadang-kadang memberikan gambaran klasik. Gejala biasanya dimulai

dengan demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala. Kadang-kadang gejala

pertama adalah kejang, gelisah, gangguan tingkah laku. Penurunan kesadaran

seperti delirium, stupor, koma dapat juga terjadi. Tanda klinis yang biasa

didapatkan adalah kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig.6

37
Berdasarkan literatur kaku kuduk merupakan salah satu trias dari

meningitis selain demam dan sakit kepala.9 Infeksi yang terjadi pada selaput otak

memberiakan gambaran terdapatnya ransangan meningeal dan kaku kuduk.10

Terdapatnya peningkatan reflek fiisogis, reflek patologis dan spastik, ini

merupakan suatu tanda adanya lesi Upper Motor Neuron (UMN).

Untuk membentu menegakkan diagnosis pada pasien dilakukan

pemeriksaan rontgen thorax, CT-Scan kepala dan lumbal pungsi. Rontgen thorax

pasien memberikan gambaran sugestif TB paru aktif. Untuk itu dilakukan

penilaian skor TB paru pada pasien dan didapatkan nilai skor 6 sehingga pasien

didiagnosis dengan TB paru dan mendapatdan obat anti tuberkulosis. Pemeriksaan

CT-Scan kepala di ditemukan multiple infark dengan hidrosefalus. Infark dan

hidrosefalus merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada meningitis.

Sedangkan dari hasil lumbal pungsi didapatkan cairan LCS kekeruhan positif

dengan warna kuning, jumlah sel 768/mm3, PMN 65%, MN 35%, glukosa 20

mg/dL. Hasil ini sesuai dengan gambaran untun meningitis bakterialis. Meningitis

bakterialis memberikan gambaran lumbal pungsi berupa, jumlah hitung sel 100-

10.000/mm3 dengan hitung jenis predominan polimorfonuklear, protein 200-500

mg/dL, glukosa < 40 mg/dL. Dengan hasil lumpal pungsi tersebut maka diagnosis

pasien ini menjadi meningitis bakterialis.

Karena didiagnosis dengan meningitis bakterialis maka pasien diberi terapi

antibiotik, ati kejang, kortikosteroid, dan anti piretik. Untuk pemilihan antibiotik

diberikan secara empirik karena belum ada hasil kultur dan uji sensitivitas. Pada

pasien ini diberikan Ampisilin dan kloramfenikol dan hal ini sesuai dengan

Pedoman Pelayanan Medis tahun 2009. Untuk anti kejang pada pasien diberikan

38
femobarbital dosis rumatan. Selain itu juga diberikan kortikosteroid karena

terbukti mengurangi produksi mediator inflamasi seperti sitokin sehingga dapat

mengurangi kecacatan neurologis dan menurunkan mortalitas.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadeq H, Husain EH, Alkoot A, Atyani S, Al-fraij A,Al-daithan A, AlSaleem


T et al. 2016. Childhood meningitis in Kuwait in the era of post
pneumococcal conjugate vaccination: A multicenter study. Available from
http://www.elsevier.com/locate/jiph. Accessed February 27th 2018.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Pedoman pelayanan medis: ikatan
dokter anak Indonesia. Available from
http://www.idai.or.id/downloads/PPM/Buku-PPM.pdf. Accessed February
26th 2018.
3. National Institute for Health and Care Excellence. 2016. Meningitis
(bacterial) and meningococcal septicaemia in under 16s: recognition,
diagnosis and management (CG02). Available from
https://www.clinicalkey.com/#!/content/nice_guidelines/65-s2.0-CG102.
Accessed February 27th 2018.
4. Guo LY, Zhang ZX, Wang X, Zhang PP, Shi W, Yao KH, Liu LL, et al.
Clinical and pathogenic analysis of 507 children with bacterial meningitis in
Beijing, 2010-2014. International Journal of Infectious Diseases. 2016; 50:
38-43.
5. Thigpen MC, Whitney CG, Messonnier NE, Sell ER, lynfield R, Hadler JL,
et al. Bacterial meningitis in the United State, 1998-2007. N Engl J Med.
2011; 364: 2016-25.
6. Saharso D, Hidayati SN. Infeksi susunan saraf pusat. Dalam: Buku ajar
neurologi anak. Jakarta: badan penerbit IDAI. 1999.
7. Brouwer MC, Tunkl AR, Beek DVD. Clinical Microbiology Rev.2010;
23(3): 467-92.
8. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-
1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004 : 200 – 208.
9. Pemula G, Azhary R, Apriliana E, Mahdi D. Penatalaksanaan yang Tepat
pada Meningitis Tuberkulosis. J Medula Unila; 2016;6; 1
10. Chin J. Tuberculous meningitis. Neurol Clin Pract. 2014 Jun; 4(3): 199–205.

40

Anda mungkin juga menyukai