MENINGITIS BAKTERIALIS
Oleh :
Maya Fathurrahmi
1210312005
Preseptor:
dr. Aumas Pabuti, SpA(K).MARS
Dr. dr. Eva Chundrayetti, SpA(K)
2
BAB 1
PENDAHULUAN
morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anak.1 Meningitis bakterialis adalah
peradangan selaput jaringan otak dan medulla spinalis yang disebabkan oleh
serebrospinalis dan dapat meluas melalui ruang subaraknoid sekitar otak, medulla
spinalis dan ventrikel.2 Bakteri yang biasanya masuk kesana melalui aliran darah
tersering pada anak usia lebih dari satu bulan adalah haemophilus influenza,
kematian pada neonatus dan anak di seluruh dunia.4 Penyakit ini menyebabkan
angka kematian yang cukup tinggi yaitu sekitar 5-10%. Hampir 40% diantara
pasien meningitis mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit
di Ingris juga mengalami perubhan dalam dua decade terakhir sejak diperkenalkan
3
pneumococcus.3 Insiden meningitis bakterialis di Cina berkisar antara 6,95 sampai
meningitis sangan dibutuhkan untuk diagnosis karena bila tidak terdeteksi dan
1.2.Batasan Masalah
Penulisan case report session ini merujuk pada berbagai kepustakaan dan
literatur.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
medulla spinalis yang disebabkan oleh bakteri pathogen yang ditandai dengan
2.2 Epidemiologi
Amerika serikat selama tahun 1998-2007, dari 2 kasus per 100.000 populasi di
tahun 1998-1999 menjadi 1,38 kasus per 100.000 populasi di tahun 2006-2007.4
rata-rata insidennya adalah 50 kasus per 100.000 populasi, dengan 1 dari 250 anak
tinggi.7
5
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
a. Faktor host
2. Bayi denganberat badan lahir rendah dan premature lebih mudah menderita
terjadinya infeksi
7. Malnutrisi.6
b. Faktor mikroorganisme
6
Tabel 2.1 Etiologi Meningitis Bakterialis
Kelompok Umur Etiologi
0-2 bulan Streptococcus group B, Escherichia coli
2 bulan-5 tahun Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides,
Haemophillus influenza
Diatas 5 tahun Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides
- Streptococcus pneumonia
- Group B Streptococcus
- Neisseria meningitides
- Haemophilus influenza
- Listeria monocytogenes
c. Faktor Lingkungan
terjadinya infeksi. Pada tempat penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah
terjadi penularan.6
2.4 Patogenesis
1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis,
didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman
7
2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh
Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau
hematogen. Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab
yang khusus pada satu atau lebih dari tahap-tahap tersebut. Terjadinya meningitis
8
bacterial dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor, yaitu host yang rentan,
2.5 Patofisiologi
embolus septik, yang diikuti dengan masuknya bakteri ke dalam susunan saraf
pusat dengan jalan menembus rintangan darah otak melalui tempat – tempat yang
lemah, yaitu di mikrovaskular otak atau pleksus koroid yang merupakan media
pertumbuhan yang baik bagi bakteri karena mengandung kadar glukosa yang
tinggi. Segera setelah bakteri berada dalam cairan serebrospinal, maka bakteri
tersebut memperbanyak diri dengan mudah dan cepat oleh karena kurangnya
Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati (lisis) akan
Produk – produk aktif dari bakteri tersebut merangsang sel endotel dan
mediator inflamasi seperti Interleukin – 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF).
Mediator inflamasi berperan dalam proses awal dari beberapa mekanisme yang
9
menurunnya aliran darah otak. Pada meningitis bacterial dapat juga terjadi
kaudal dan terjepit pada tentorial notch atau foramen magnum. Pergeseran ke
gangguan kesadaran dan refleks postural. Pergeseran ke kaudal dari batang otak
menyebabkan lumpuhnya saraf kranial ketiga dan keenam. Jika tidak diobati,
perubahan ini akan menyebabkan dekortikasi atau deserebrasi dan dengan cepat
otak yang juga disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak oleh
mengalami kejang. Akibat lain adalah penurunan tekanan perfusi serebral yang
juga dapat disebabkan oleh karena penurunan tekanan darah sistemik 60 mmHg
10
kandungan air di otak akan menyebabkan gangguan fungsi metabolik yang
sistemik dan demam. Kelainan utama yang terjadi pada meningitis bakterial
adalah peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bahan –
bahan toksis bakteri. Peradangan selaput otak akan menimbulkan rangsangan pada
saraf sensoris, akibatnya terjadi refleks kontraksi otot – otot tertentu untuk
mengurangi rasa sakit, sehingga timbul tanda Kernig dan Brudzinksi serta kaku
kuduk. Manifestasi klinis lain yang timbul akibat peradangan selaput otak adalah
mual, muntah, iritabel, nafsu makan menurun dan sakit kepala. Gejala – gejala
tersebut dapat juga disebabkan karena peningkatan tekanan intracranial, dan bila
disertai dnegan distorsi dari nerve roots, makan timbul hiperestasi dan fotofobia.6
Pada fase akut, bahan – bahan toksis bakteri mula – mula menimbulkan
permeabilitas pembuluh darah hingga mempermudah adesi sel fagosit dan sel
bakteri bakteri, sehingga terbentuk debris sel dan eksudat dalam ruang
subaraknoid yang cepat meluas dan cenderung terkumpul didaerah konveks otak
tempat CSS diabsorpsi oleh vili araknoid, di dasar sulkus dan fisura Sylvii serta
11
sisterna basalis dan sekitar serebelum.6
Pada awal infeksi, eksudat hampir seluruhnya terisi sel PMN yang
limfosit, monosit dan histiosit yang jumlahnya akan bertambah banyak dan pada
saat ini terjadi eksudasi fibrinogen. Dalam minggu ke-2 infeksi, mulai muncul sel
dan Magendi maka terjadi hidrosefalus obstruktif. Dalam waktu 48-72 jam
Proses yang sama terjadi di vena. Fokus nekrosis dan trombus dapat
menyebabkan oklusi total atau parsial pada lumen pembuluh darah, sehingga
Infark vena dan arteri luas akan menyebabkan hemiplegia, dekortikasi atau
deserebrasi, buta kortikal, kejang dan koma. Kejang yang timbul selama beberapa
hari pertama dirawat tidak mempengaruhi prognosis, tetapi kejang yang sulit
dikontrol, kejang menetap lebih dari 4 hari dirawat dan kejang yang timbul pada
hari pertama dirawat dengan penyakit yang sudah berlangsung lama, serta kejang
fokal akan menyebakan manifestasi sisa yang menetap. Kejang fokal dan kejang
12
yang serius dan infark serebri, sedangkan kejang yang timbul sebelum dirawat
korteks serebri. Kerusakan korteks serebri akibat oklusi pembuluh darah atau
fokal dang gangguan fungsi motorik berupa paresis yang sering timbul pada hari
ke 3-4, dan jarang timbul setelah minggu I-II; selain itu juga menimbulkan
gangguan sensorik dan fungsi intelek berupa retardasi mental dan gangguan
tingkah laku; gangguan fungsi intelek merupakan akibat kerusakan otak karena
proses infeksinya, syok dan hipoksia. Kerusakan langsung pada selaput otak dan
kecil dan perluasan infeksi araknoid menyebabkan transudasi protein dengan berat
molekul kecil ke dalam ruang subaraknoid dan subdural sehingga timbul efusi
brain barrier) menyebabkan terjadinya edema sitotoksik, dan arena aliran CSS
Meskipun kuman jarang dapat dibiakkan dari jaringan otak, tetapi absorpsi dan
penetrasi toksin kuman dapat terjadi, sehingga menyebabkan edema otak dan
ke saraf cranial, terutama saraf VI, III dan IV, sedang ataksia yang ringan,
paralisis saraf kranial VI dan VII merupakan akibat infiltasi kuman ke selaput
13
otak di basal otak, sehingga menimbulkan kelainan batang otak.6
tipe konduktif. Kelain saraf kranial II yang berupa papilitis dapat menyebabkan
kebutaan tetapi dapat juga disebabkan karena infark yang luas di korteks serebri,
disebabkan oleh trombosis arteri dan vena di korteks serebri akibat edema dan
retardasi mental. 6
Tanda dan gambaran klinis sangat bervariasi tergantung umur pasien, lama
Meningitis pada bayi baru lahir dan prematur sangat sulit didiagnosis,
gambaran klinis sangat kabur dan tidak khas. Demam pada meningitis bayi baru
lahir hanya terjadi pada ½ dari jumlah kasus. Biasanya pasien tampak lemas dan
tegang dan membonjol, leher lemas, respirasi tidak teratur, kadang-kadang disertai
ikterus kalau sepsis. Secara umum apabila didapatkan sepsis pada bayi baru lahir
gelisah, kejang berulang, kadang-kadang didapatkan pula high pitch cry (pada
bayi). Tanda fisik yang tampak jelas adalah ubun-ubun tegang dan membonjol,
14
sedangkan tanda Kernig dan Brudzinsky sulit di evaluasi. Oleh karena insidens
meningitis pada umur ini sangat tinggi, maka adanya infeksi susuan saraf pusat
perlu dicurigai pada anak dengan demam terus menerus yang tidak dapat
diterangkan penyebabnya.6
gambaran klasik. Gejala biasanya dimulai dengan demam, menggigil, muntah dan
tingkah laku. Penurunan kesadaran seperti delirium, stupor, koma dapat juga
terjadi. Tanda klinis yang biasa didapatkan adalah kaku kuduk, tanda Brudzinski
dan Kernig. Nyeri kepala timbul akibat inflamasi pembuluh darah meningen,
sering disertai fotofobia dan hiperestesi, kaku kuduk disertai rigiditas spinal
juga karena terganggunya suplai vaskular ke saraf. Saraf – saraf kranial VI, VII,
dan IV adalah yang paling sering terkena. Tanda serebri fokal biasanya sekunder
karena nekrosis kortikal atau vaskulitis oklusif, paling sering karena trombosis
2.7 Diagnosis
gejala dan tanda saja. Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah,
kaku kuduk dan adanya tanda rangsang meningeal kemungkinan dapat pula
terjadi pada meningismus, meningitis TBC dan meningitis aseptic. Hampir semua
penulis mengatakan bahwa diagnosis pasti meningitis hanya dapat dibuat dengan
pemeriksaan cairan serebrospinalis melalui pungsi lumbal. Oleh Karena itu setiap
15
pasien dengan kecurigaan meningitis harus dilakukan pungsi lumbal.6
Anamnesis
merupakan hal yang sugestif meningitis tetapi tidak ada satu gejala pun
yang khas.
Pemeriksaan Fisik
Dapat juga ditemukan ubun-ubun besar menonjol, kaku kuduk atau tanda
Pemeriksaan Penunjang
Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan
etiologi:
Pandy (+)/(++)
16
o Jumlah hitung sel 100-10.000/mm3 dengan hitung jenis
Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap dimulai
magnetic resonance imaging (MRI) kepala (pada kasus berat atau curiga
umum.
17
2.8 Penatalaksanaan
menurun yang seringkali disertai muntah dan atau diare. Oleh karena itu pasein
Bila anak masuk dengan status konvulsivus maka diperikan diazepam 0,2-
maka diazepam dapat diulangi dengan dosis dan cara yang sama. Apabila kejang
mg/kgBB IM, 24 jam kemudian diberikan dosis rumatan 4-5 mg/kgBB/ hari.
Apabila dengan diazepam dua kali berturut-turut kejang belum berhenti maka
dapat diberikan fenitoin dengan dosis 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-
kemudian.6
sitokin sehingga dapat mengurangi kecacatan neurologis seperti paresis atau tuli
dan menurunkan mortalitas apabila diberikan pada pasien ringan dan sedang dan
memberikan hasil baik adalah deksametason dengan dosis 0,6 mgg/kgBB/ hari
selama 4 hari.
Penggunaan antibiotik terdiri dari dua fase, yaitu fase pertama sebelumada
hasil biakan dan uji sensitivitas. Pada fase ini pemberian antibiotik secara empirik.
Pengobatan fase kedua setelah ada hasil biakan dan uji sensitivitas disesuaikan
18
dengan kuman penyebab dan obat yang sesuai. Pada meningitis terdapat
peningkatan permeabilitas sawar darah otak dan hal ini justru menguntungkan
karena antibiotik lebih mudah masuk kedalam ruang subarachnoid dan ventrikel.6
berikut:8
Terapi empirik pada bayi dan anak dengan meningitis bakterial sebagai
berikut :2
Usia 1 – 3 bulan :
19
Usia > 3 bulan :
lain umur pasien, jenis mikroorganisme, berat ringannya infeksi, lamanya sakit
diberikan.6
Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir
yang menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai
ataupun kurang adekuat dapat menyebabkan kematian atau cacat yang permanen.
Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik bersifat fatal.6
adekuat dan pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat
diturunkan. Walaupun kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram
20
negatif masih sulit diturunkan, tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-
21
BAB 3
LAPORAN KASUS
Nama : AW
Suku : Minang
Agama : Islam
3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Demam sejak 10 hari yang lalu, hilang timbul, tidak tinggi, tidak
Mual muntah sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 4-5 kali
per hari, jumlah ±1/2 sampai 1 gelas/ kali, berisi apa yang dimakan dan
diminum.
22
Kejang 4 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi satu kali, kejang
seluruh tubuh dengan mata melihat keatas, lama kejang ± 15 menit, kejang
berhenti sendiri dan pasien sadar setelah kejang, ini merupakan episode
namun sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien tidak bisa kontak.
Riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama ada. Guru SLB tempat
Pasien telah dikenal menderita tuna rungu dan saat ini anak bersekolah di
23
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga dengan riwayat kejang dengan atau tanpa demam.
obat TB.
5. Riwayat Persalinan
Anak lahir spontan ditolong bidan, cukup bulan. Berat badan lahir 2700 gram,
6. Riwayat Makan
Daging :1x/minggu
Ikan : 1x/minggu
Telur : 5 x/minggu
Sayur : 1 x/minggu
Buah : 1x/minggu
24
7. Riwayat Imunisasi
BCG : 0 bulan
Campak : 9 bulan
Tengkurap : 6 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 12 bulan
(tuna rungu)
Perkarangan : sempit
25
10. Identitas orang tua
Ibu Ayah
Nama Yulfitri Zulhendri
Umur 35 38
Pendidikan terakhir SMP SMA
Pekerjaan IRT Buruh
Penghasilan - ± Rp. 1.000.000,-
Perkawinan pertama pertama
Penyakit - -
3.3Pemeriksaan Fisik
Status generalis
- Nafas : 29 x/menit
- Suhu : 37,5 C
- Berat badan : 21 kg
- Status gizi
BB/U : 52,5%
TB/U : 91,84%
BB/TB : 70%
26
- Anemia : tidak ada
Kulit
Teraba hangat, bintik kemerahan pada kulit tidak ada, ikterik tidak ada
Kepala
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
27
Tenggorok
Leher
Paru
Pa : sukar dinilai
Pe : sonor
Jantung
28
Abdomen
I : Distensi tidak ada, darm countur dan darm steifung tidak ada.
P : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan ada di epigastrium,
Pr : Timpani.
Punggung
Alat Kelamin
Ekstremitas
Kernig ada
Brunzinsky 1 ada
29
3.4 Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium Rutin
Hb : 13,1 g/dl
Leukosit : 7.270/mm3
- Gizi kurang
1. Laboratorium Khusus
Trombosit : 207.000/mm3
Ht : 39%
GDR : 85 mg/dl
KESAN : hiponatremia
30
2. Rontgen Thorax
3. CT-Scan Kepala
- Tampak pelebaran
sistem ventrikel
lateralis, ventrikel 3,4
- Sulci tampak
menyempit
- Tidak ada mid line shift
- Pons, serebellum dan
CPA baik
- Differensiasi white and
grey matter baik
- Tampak gambaran lesi
hipodens di region
ganglia basalis kanan
dan thalamus kiri
31
4. Lumbal Pungsi
a. Makroskopis
Volume : 3 cc
Kekeruhan : Positif
Warna : Kuning
b. Mikroskopis
- PMN : 65%
- MN : 35%
c. Kimia
Glukosa : 20 mg/dL
KESAN : peningkatan pada PMN dan MN, namun sampel LCS diduga adanya
3.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana kegawatdaruratan
Tatalaksana nutrisi/dietetik
Pasien dipuasakan
32
Tatalaksana medikamentosa
Ampisilin 6 x 1 g iv
Kloramfenikol 4x375 mg iv
Dexamethason 4x3 mg iv
Sibital 2x50 mg iv
FOLLOW UP
21-02- S/
2018 Anak masih dalam penurunan kesadaran
Demam tidak ada
Kejang tidak ada
Batuk ada, sekali sekali
Sesak napas tidak ada
Muntah tidak ada
BAB dan BAK biasa
O/
Keadaan Umum : sakit sedang, Kesadaran : E3M4Vafasia
Nadi : 108x/menit, nafas : 27x/ menit, suhu : 37,4C, tekanan drah
110/70mmHg
33
o Reflek schaefer +/+
Tanda ransangan meningeal :
o Kaku kuduk positif
o Reflek Brudzinski I positif
o Reflek Brundzinski II negatif
o Kernig positif
A/
- Suspek meningitis TB DD/ meningitis bakterialis
- Gizi kurang
P/
- Ampisilin 6 x 1 g iv
- Kloramfenikol 4x375 mg iv
- Sibital 2x50 mg iv
- Dexamethason 4x3 mg iv
- Paracetamol 4x200 mg p.o. (T≥38,5˚C)
22-02- S/
2018 Anak masih dalam penurunan kesadaran
Demam tidak ada
Kejang tidak ada
Batuk ada, sekali sekali
Sesak napas tidak ada
Muntah tidak ada
BAB dan BAK biasa
O/
Keadaan Umum : sakit sedang, Kesadaran : E3M5Vafasia
Nadi : 113x/menit, nafas : 22x/ menit, suhu : 36,5C, tekanan darah:
116/86 mmHg
34
o Reflek gordon +/+
o Reflek Oppenheim -/-
o Reflek schaefer -/-
Tanda ransangan meningeal :
o Kaku kuduk positif
o Reflek Brudzinski I positif
o Reflek Brundzinski II negatif
o Kernig positif
LP: peningkatan pada PMN dan MN
A/
- Meningitis bakterialis
- Gizi kurang
P/
- IVFD D12,5 + e- 20 tpm makro
- Ampisilin 6 x 1 g iv
- Kloramfenikol 4x375 mg iv
- Sibital 2x50 mg iv
- Dexamethason 4x3 mg iv
- Paracetamol 4x200 mg p.o. (T≥38,5˚C)
23-02- S/
2018 Anak masih dalam penurunan kesadaran
Demam tidak ada
Kejang tidak ada
Batuk ada, sekali sekali
Sesak napas tidak ada
Muntah tidak ada
BAB dan BAK biasa
O/
Keadaan Umum : sakit sedang, Kesadaran : E3M5Vafasia
Nadi : 113x/menit, nafas : 22x/ menit, suhu : 36,5C, tekanan darah:
116/86 mmHg
35
Reflek patologis:
Reflek babinski +/+ ,
Reflek babinski group :
o Reflek Chaddock -/-
o Reflek gordon +/+
o Reflek Oppenheim -/-
o Reflek schaefer -/-
Tanda ransangan meningeal :
o Kaku kuduk positif
o Reflek Brudzinski I positif
o Reflek Brundzinski II negatif
o Kernig positif
Rontgen thorax : sugestif TB Paru Aktif
Skor TB : 6
A/
- Meningitis Bakterialis
- TB paru
- Gizi kurang
P/
- IVFD D12,5 + e- 20 tpm makro
- Ampisilin 6 x 1 g iv
- Kloramfenikol 4x375 mg iv
- Sibital 2x50 mg iv
- Prednisone 1x600 mg 4x3
- INH 1 x 200 mg
- Rifampisin 1 x 300 mg
- Pirazinamid 1 x 600 mg
- Etambutol 1 x 500 mg
- Paracetamol 4x200 mg p.o. (T≥38,5˚C)
36
BAB 4
DISKUSI
demam sejak 10 hari SMRS dan mual muntah sejak 7 hari SMRS dan kejang 4
hari SMRS, dan penurunan berat badan. Pasien juga memiliki riwayat kontak
dengan penderita TB. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan adanya kaku kuduk,
tanda ransangan meningeal seperti kaku kuduk, kernig dan brudzinky 1 positif,
reflek fisiologis yang meningkat pada keempat ekstremitas serta adanya reflek
patologis.
gambaran meningitis pada anak bervariasi. Pada anak besar dan dewasa
seperti delirium, stupor, koma dapat juga terjadi. Tanda klinis yang biasa
37
Berdasarkan literatur kaku kuduk merupakan salah satu trias dari
meningitis selain demam dan sakit kepala.9 Infeksi yang terjadi pada selaput otak
pemeriksaan rontgen thorax, CT-Scan kepala dan lumbal pungsi. Rontgen thorax
penilaian skor TB paru pada pasien dan didapatkan nilai skor 6 sehingga pasien
hidrosefalus merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada meningitis.
Sedangkan dari hasil lumbal pungsi didapatkan cairan LCS kekeruhan positif
dengan warna kuning, jumlah sel 768/mm3, PMN 65%, MN 35%, glukosa 20
mg/dL. Hasil ini sesuai dengan gambaran untun meningitis bakterialis. Meningitis
bakterialis memberikan gambaran lumbal pungsi berupa, jumlah hitung sel 100-
mg/dL, glukosa < 40 mg/dL. Dengan hasil lumpal pungsi tersebut maka diagnosis
antibiotik, ati kejang, kortikosteroid, dan anti piretik. Untuk pemilihan antibiotik
diberikan secara empirik karena belum ada hasil kultur dan uji sensitivitas. Pada
pasien ini diberikan Ampisilin dan kloramfenikol dan hal ini sesuai dengan
Pedoman Pelayanan Medis tahun 2009. Untuk anti kejang pada pasien diberikan
38
femobarbital dosis rumatan. Selain itu juga diberikan kortikosteroid karena
39
DAFTAR PUSTAKA
40