MENINGITIS
Pembimbing:
Dr. Marjanti Butar Butar, Sp.S
Penyusun:
Trianggi Putri Husni
1102009286
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat Meningitis ini.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Marjanti Butar
Butar, Sp.S selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini. Tujuan dari pembuatan referat
ini adalah untuk menambah wawasan bagi penulis maupun pembacanya serta ditujukan untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf.
Penulis menyadari bahwa referat yang dibuat masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik maupun saran yang
membangun.
Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih, semoga referat ini bermanfaat
bagi kita semua.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II.
BAB III.
18
BAB I
PENDAHULUAN
Meningitis adalah infeksi atau inflamasi yang terjadi pada selaput otak (meningens)
yang terdiri dari piamater, arachnoid, dan duramater yang disebabkan oleh bakteri, virus,
riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Meningitis biasanya disebabkan oleh infeksi infeksi virus, infeksi bakteri, jamur, dan
parasit, juga bisa dari berbagai penyebab non-infeksius, seperti karena obat-obatan misalnya
atau bisa juga penyebaran ke meninges (malignant meningitis).
Virus yang dapat menyebabkan meningitis termasuk enterovirus, virus tipe 2 (dan
kurang umum tipe 1), varicella zoster virus (dikenal sebagai penyebab cacar air dan ruam
saraf), virus gondok, HIV, dan LCMV. Pemeriksaan yang sangat penting apabila penderita telah
diduga meningitis adalah pemeriksaan lumbal pungsi (pemeriksaan cairan selaput otak).
Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai meningitis, maka
pemberian antibiotik secara infus (intravenous) adalah langkah yang baik untuk kesembuhan
serta mengurangi atau menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada
penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan. Adapun beberapa antibiotik yang sering
diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus
pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin (ceftriaxone atau
cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes akan
diberikan Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem (meropenem), Chloramphenicol atau
Ceftriaxone. Terapi lainnya adalah yang mengarah kepada gejala yang timbul, misalnya sakit
kepala dan demam (paracetamol), shock dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MENINGITIS
2.1.1. Definisi
3
Meningitis adalah infeksi atau inflamasi yang terjadi pada selaput otak (meningens)
yang terdiri dari piamater, arachnoid, dan duramater yang disebabkan oleh bakteri, virus,
riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi selama
musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus.21 Di
Amerika Serikat pada tahun 1981 Insidens Rate meningitis virus sebesar 10,9 per 100.000
Penduduk dan sebagian besar kasus terjadi pada musim panas.
2.1.4. Anatomi
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf
yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan
serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
a) Piameter
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil
yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak.
b) Arachnoid
Selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter
c) Durameter
Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal
dan kuat.
2.1.3. Etiologi
6
2.
3.
4.
Varisela-zoster (VVZ).
Meningitis karena jamur.
Meningitis karena parasit, seperti toksoplasma, amoeba.
Faktor risiko yang menempatkan orang pada risiko tinggi untuk meningitis bakteri
meliputi:
o
Orang yang telah menerima transplantasi dan memakai obat yang menekan
sistem kekebalan tubuh
IV pengguna narkoba
2.1.6. Klasifikasi
Meningitis berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak sebagai berikut :
1.
Meningitis purulenta
Radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medulla spinalis.
Penyebabnya adalah bakteri non spesifik, berjalan secara hematogen dari sumber
infeksi (tonsilitis, pneumonia, endokarditis, dll.)
2.
Meningitis serosa
Radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih.
Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti lues,
virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.
2.1.7. Patogenesis
a. Meningitis bakteri
Meningitis bakteri merupakan salah satu infeksi serius pada anak-anak. Infeksi ini
berhubungan dengan komplikasi dan risiko kematian.
Etiologi dari meningitis bakterial pada neonatus yaitu pada periode 0 28 hari. Bakteri
menyebabkan meningitis pada neonatus apabila terpapar dengan flora pada gastrointestinal dan
genitourinarius ibu. Contohnya: streptococcus, E. coli, klebsiella. E.coli merupakan penyebab
kedua tersering pada meningitis neonatus.
Sebagian besar infeksi SSP terjadi akibat penyebaran secara hematogen. Saluran napas
merupakan port dentry utama bagi banyak penyebab meningitis purulenta. Proses terjadinya
meningitis bakterial melalui jalur hematogen diawali dengan perlekatan bakteri pada sel epitel
mukosa nasofaring, mengadakan kolonisasi, kemudian menembus rintangan mukosa dan
memperbanyak diri dalam aliran darah, dan menimbulkan bakteremia. Selanjutnya bakteri
masuk kedalam CSS dan memperbanyak diri di dalamnya. Bakteri ini menimbulkan
peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.
Mekanisme dari invasi bakteri kedalam ruang subarakhnoid masih belum diketahui.
Salah satu faktor yang berperan mungkin adalah jumlah/konsentrasi bakteri dalam darah.
Virulensi kuman mungkin merupakan faktor yang penting didalam invasi bakteri ke dalam SSP.
8
Pelepasan lipopolisakarida dari N. meningitidis merupakan salah satu faktor yang menentukan
patogenitas organisme ini. Setelah terjadi invasi ke dalam ruang subarakhnoid, bakteriemia
sekunder dapat terjadi sebagai akibat dari proses supuratif lokal dalam SSP.
b. Meningitis Virus
Pada umumnya virus masuk melalui sistem limfatik, melalui saluran pencernaan
disebabkan oleh Enterovirus, pada membran mukosa disebabkan oleh campak, rubella, virus
varisela-zoster (VVZ), Virus herpes simpleks (VHS), atau dengan penyebaran hematogen
melalui gigitan serangga. Pada tempat tersebut, virus melakukan multiplikasi dalam aliran
darah yang disebut fase ekstraneural, pada keadaan ini febris sistemik sering terjadi. Propagasi
virus sekunder terjadi jika menyebar dan multiplikasi dalam organ-organ. VHS mencapai otak
dengan penyebaran langsung melalui akson-akson neuron.
Kerusakan neurologis disebabkan oleh ; (1) Invasi langsung dan perusakan jaringan
saraf oleh virus yang bermultiplikasi aktif. (2) Reaksi hospes terhadap antigen virus secara
langsung, sedangkan respons jaringan hospes mengakibatkan demielinasi dan penghancuran
vascular serta perivaskuler.
Pada pemotongan jaringan otak biasanya dapat ditemukan kongesti meningeal dan
infiltrasi mononukleus, manset limfosit dan sel-sel plasma perivaskuler, beberapa nekrosis
jaringan perivaskuler dengan penguraian myelin, gangguan saraf pada berbagai stadium
termasuk pada akhirnya neuronofagia dan proliferasi atau nekrosis jaringan. Tingkat
demielinisasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan akson, terutama dianggap
menggambarkan ensefalitis pascainfeksi atau alergi.
2.1.7. Manifestasi Klinis
1. Gejala-gejala yang terkait dengan tanda-tanda non spesifik disertai dengan infeksi
sistemik atau bakteremia meliputi, demam, anoreksia, ISPA, mialgia, arthralgia,
takikardia, hipotensi dan tanda-tanda kulit seperti; ptechie, purpura, atau ruam macular
eritematosa. Mulainya tanda-tanda tersebut diatas mempunyai dua pola dominan
yaitu :
- Akut / timbul mendadak berupa ; manifestasi syok progresif, DIC, penurunan
kesadaran cepat, sering menunjukkan sepsis akibat meningokokus dan pada akhirnya
menimbulkan kematian dalam 24 jam.
- Sub akut berupa ; timbul beberapa hari, didahului gejala ISPA atau gangguan GIT
yang disebabkan oleh H.influenza dan Streptokokus.
2.
dapat menjalar ke tengkuk dan punggung, moaning cry, kejang umum, fokal,
twitching, UUB menonjol, paresis, paralisis saraf N.III (okulomotorius) dan N.VI
(abdusens), strabismus, hipertensi dengan bradikardia, apnea dan hiperventilasi, sikap
dekortikasi atau deserebrasi, stopor, koma. Selain tersebut diatas, hal lain yang juga
meningkatkkan TIK dikarenakan :
3.
10
2.1.8. Diagnosis
Diagnosis meningitis tergantung dari organisme penyebab yang terisolasi dari darah,
CSS, urin dan cairan tubuh lainnya. Namun terutama berdasar pada pemeriksaan kultur dari
cairan serebrospinal. Lumbal punksi dilakukan pada setiap anak dengan kecurigaan terjadinya
sepsis.
Hasil lumbal pungsi, ditemukan hitung leukosit > 1.000/mm3. Kekeruhan CSS terlihat
leukosit pada CSS melampaui 200 400/mm3. Normal pada neonatus hanya 30 leukosit/mm3.
Sedangkan pada anak-anak < 5 leukosit/mm.
Pada CSS dilakukan pemeriksaan terhadap adanya bakteri, jumlah sel, protein dan
glukosa level. Pada pemeriksaan bakteri dapat ditemukan cairan jernih dengan beberapa sel
11
mengandung banyak bakteri, yaitu sekitar 80% pada bayi dengan diagnosa meningitis. Jumlah
sel dalam CSS > 60/l dan yang terbanyak adalah sel neutrofil. Konsentrasi protein yang
meningkat dan penurunan glukosa juga dapat ditemukan. Kadar protein normal pada neonatus
dapat mencapai 150 mg/dl, terutama pada bayi prematur. Pada meningitis kadar proteinnya
dapat mencapai beberapa ratus sampai beberapa ribu mg/dl. Kadar glukosanya kurang dari 40
mg/dl dan 50% lebih rendah dari glukosa darah yang waktu pengambilan darahnya bersamaan
dengan pengambilan likuor.
Skema Meningitis
Warna
Sel
Protein
Glukosa
Bakteri
Keruh
PMN
Virus
Jernih
Limfosit
Ringan
Normal
TBC
Jernih
Limfosit
Tinggi
Pemeriksaan sediaan apus likuor dengan pewarnaan gram dapat menduga penyebab
meningitis serta diagnosis meningitis dapat segera ditegakkan. Biakan dari bagian tubuh
lainnya seperti aspirasi cairan selulitis atau abses, usapan dari kotoran mata yang purulen,
sekret di umbilikus, dan luka sebaiknya dilakukan pula, mengingat mikroorganisme pada bahan
tersebut mungkin sesuai dengan penyebab meningitis. Pada bayi usia 1 bulan jumlah leukosit
berkisar antara 0-5 sel/mL, banyak kasus pada neonatus ditemukan peningkatan jumlah leukosit
dengan polymorphonuclear (PMN) leukosit lebih dominan. Kultur darah pada meningitis
bakterial mempunyai nilai positif pada 85% kasus neonatus.
Pemeriksaan radiologis yaitu foto dada, foto kepala, bila mungkin CT scan.
2.1.9. Diagnosis Banding
Meningismus
Abses otak
Tumor otak
2.1.10. Komplikasi
a. Hidrosefalus.
b. Abses otak
c. Renjatan septic.
d. Pneumonia (karena aspirasi)
e. Koagulasi intravaskuler menyeluruh.
2.1.11. Penatalaksanaan
Meningitis bakterial :
a.
Meningitis pada bayi dan anak dengan sistem imun yang baik, untuk :
Meningitis tuberkulosa :
OAT
INH
Bakteriosid & bakteriostatik
Dosis 10-20mg/kgBB/hari max. 300mg/hari PO
Komplikasi : Neuropati perifer, dpt dicegah dg Piridoksin 25-50mg/hari
INH + Rifampisin : Hepatotoksik
Rifampisin
Bakteriostatik
Dosis 10-20mg/kgBB/hari PO AC
Menyebabkan urin merah
Efek samping : Hepatitis, kelainan GIT, trombositopenia
Pirazinamid
Bakteriostatik
Dosis 20-40mg/kgBB/hari PO atau
50-70 mg/kgBB/minggu dibagi dalam 2-3 dosis PO selama 2 bulan
Etambutol
Bakteriostatik
Dosis 15-25mg/kgBB/hari PO atau
50mg/kgBB/minggu dibagi dalam 2 dosis PO
Efek samping : Neuritis optika, atrofi optik
13
o
o
o
o
Meningitis Virus
Istirahat dan pengobatan simptomatis. Likuor serebrospinalis yang dikeluarkan untuk
keperluan diagnosis dapat mengurangi gejala nyeri kepala.
Pengobatan simptomatis
Menghentikan kejang :
o Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis rektal
suppositoria, kemudian dilanjutkan dengan :
o Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau
o Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis
Menurunkan panas :
o Antipiretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10
mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari
o Kompres air hangat/biasa
Pengobatan suportif
Cairan intravena
Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.
2.1.12. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi
individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.
14
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar
dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus
influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal
polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan
MMR (Measles dan Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb- OC atau PRPOMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal
imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.\ Vaksinasi Hib dapat mlindungi bayi dari
kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib
yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis
dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu
satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak
dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat
membentuk antibodi. Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian
kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah
dengan penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135
dan Y.35 meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh
dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian
sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5
m2 /orang), ventilasi 10 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan
penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di
lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah
dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih
sebelum makan dan setelah dari toilet.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih
tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan
penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan
segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugakesehatan serta
keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis. Dalam mendiagnosa penyakit dapat
dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru .
Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita,
rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara
15
16
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Gilroy, John Basic Neurology, Mc Graw Hill. USA, 1997 Hauser,Stephen,L (ed).
Harrisons , Neurology in Clinical Medicine . Mc Graw Hill, Philadelphia, 2005
2. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. 2000. Hal 11- 16
3. Mark Mumenthaler, Neurologi jilid 1, Bern, Swiss, 1989. hlm. 66 7
4. Taslim S. Soetamenggolo, Sofyan Ismael, Buku Ajar Neurologi Anak, Jakarta,
IDAI, 1999, hlm. 373 84
5. http://www.bergerlagnese.com/library/the-facts-about-meningitis.cfm
6. http://www.emedicine.com/EMERG/topic 163.htm
7. http://www.emedicine.com/EMERG/topic 247.htm
8. http://www.healthtalk.info/neurological-disorders/neurology-meningitis/399/
9. http://www.pediatricinfo.wordpress.com/2009/03/07/117/
10. http://www.scribd.com/doc/42285748/Patofisiologi-Infeksi-Sistem-Saraf-PusatMeningitis-Ensefalitis
17